Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisirAchmad Ridha
pembangunan wilayah pesisir merupakan salah satu alternatif pembangunan di sektor ekonomi. dengan luas wilayah perairan darat dan laut yang lebih luas dari daratan seharusnya sektor ini dapat menyumbang devisa yang relatif besar bagi negara.
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
13 kebijakan pembangunan wilayah pesisirAchmad Ridha
pembangunan wilayah pesisir merupakan salah satu alternatif pembangunan di sektor ekonomi. dengan luas wilayah perairan darat dan laut yang lebih luas dari daratan seharusnya sektor ini dapat menyumbang devisa yang relatif besar bagi negara.
Kebijakan kelautan nasional di IndonesiaSunoto Mes
Sebagai negara kepulauan Indonesia memerlukan kebijakan berbasis konsep negara kepulauan dengan prinsip-prinsip integrasi darat dan laut sebagai suatu kesatuan ekosistem, ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan. Implementasinya dilakukan dengan 2 prinsip: Konsep negara kepulauan sebagai pola dasar pembangunan dan laut sebagai modal dasar. Pengelolaan laut dapat digunakan dengan konsep tata kelola laut yang baik (good ocean governance) dan implementasinya dengan menggunakan tata guna laut terpadu (integrated sea use management). Pengembangan investasinya dapat digunakan konsep Blue Economy dengan prinsip: keberlanjutan, efisiensi sumberdaya alam, tanpa meninggalkan apapun berupa limbah (zero waste), dan kepedulian sosial. Konsep ini sejalan dengan UU Kelautan yang telah ditetapkan tahun ini. This is a national ocean policy framework initiated and designed based on the principles of sustainability through implementing good ocean governance and integrated sea use management.
Kontruksi Peran Panglima Laot Lhok Menuju Tatakelola Kawasan Konservasi Perai...Zulhamsyah Imran
Explore and direct indigenous role for managing marine protected area in Aceh Province, Indonesia. Using social-ecological approach could solve the problem of conflict between society and ecology
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
Kebijakan kelautan nasional di IndonesiaSunoto Mes
Sebagai negara kepulauan Indonesia memerlukan kebijakan berbasis konsep negara kepulauan dengan prinsip-prinsip integrasi darat dan laut sebagai suatu kesatuan ekosistem, ekonomi, politik, sosial dan kebudayaan. Implementasinya dilakukan dengan 2 prinsip: Konsep negara kepulauan sebagai pola dasar pembangunan dan laut sebagai modal dasar. Pengelolaan laut dapat digunakan dengan konsep tata kelola laut yang baik (good ocean governance) dan implementasinya dengan menggunakan tata guna laut terpadu (integrated sea use management). Pengembangan investasinya dapat digunakan konsep Blue Economy dengan prinsip: keberlanjutan, efisiensi sumberdaya alam, tanpa meninggalkan apapun berupa limbah (zero waste), dan kepedulian sosial. Konsep ini sejalan dengan UU Kelautan yang telah ditetapkan tahun ini. This is a national ocean policy framework initiated and designed based on the principles of sustainability through implementing good ocean governance and integrated sea use management.
Kontruksi Peran Panglima Laot Lhok Menuju Tatakelola Kawasan Konservasi Perai...Zulhamsyah Imran
Explore and direct indigenous role for managing marine protected area in Aceh Province, Indonesia. Using social-ecological approach could solve the problem of conflict between society and ecology
Marine and Coastal Protected Areas (MCPAs) : (a chance to save indonesian mar...Mujiyanto -
Perikanan dan usaha dalam bidang ekonomi telah dilaksanakan dan terintegrasi pada sumber daya pantai dan laut. Usaha-usaha seperti itu dapat berakibat pada kondisi kehidupan masyarakat pantai, keanekaragaman hayati, dan beberapa fungsi ekosistem di laut. Strategi konservasi terhadap sumber daya di dalam laut saat ini sedang dibutuhkan. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah menetapkan Marine Coastal Protected Areas (MCPAs). MCPAs dapat dibentuk dengan mengikuti beberapa pertimbangan, sebagai contoh: persetujuan dari masyarakat dan para pemanfaat sumberdaya lain (stakeholders), yang secara langsung atau secara tidak langsung menggunakan wilayah pantai, kondisi dan kepekaan beberapa jenis terhadap adanya perubahan-perubahan lingkungan, dan yang paling penting adalah usaha untuk memonitor dan mengevaluasi perlindungan laut, melaksanakan program secara terus menerus. Strategi melalui manajemen MCPAs diharapkan bisa untuk menyelamatkan dan melindungi ketersediaan sumber daya pantai dan laut, khususnya pada sektor perikanan, dengan memerhatikan rendahnya ekonomi nelayan tradisional di Indonesia.
Penguasaan dan Pengelolaan Sumber Daya Migas, Mineral dan Batu Bara: Menuju P...Oswar Mungkasa
disampaikan oleh Kurtubi (Direktur Center for Petroleum and Energy Economics studies/CPEES) pada Diskusi Kajian Sistem Ekonomi Nasional Bappenas di Jakarta 19 Nopember 2012
Tujuan dari penetapan Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional sebagai acuan atau pedoman bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan badan usaha milik negara, dan/atau swasta
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)Luhur Moekti Prayogo
Nama : Putri Widyawati Nur Adimah
NIM : 1310190008
Dosen Pengampu:
Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng
Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
2022
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan kekayaan laut yang besar, Indonesia mempunyai peluang menjadi negara maritim yang kuat dengan strategi sebagai berikut: 1) pembangunan berbasis konsep negara kepulauan dimana laut menjadi faktor dominan, 2) pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan di semua sektor yang terkait, yang meliputi: ruang laut, sumberdaya alam, dan jasa kelautan sebagai penopang kedaulatan ekonomi dan perdagangan, dan 3) pengembangan industri maritim. Agar efektif, kebijakan tersebut perlu didukung oleh kelembagaan kelautan yang memadai, termasuk di dalamnya perikanan.
Makalah Kenautikaan - Sistem Navigasi dan Peta Nautical Chart (By. Fajar Kurn...Luhur Moekti Prayogo
Tugas 1 Mata Kuliah Kenautikaan (3 SKS), Nama : Fajar Kurniawan, NIM : 13102290012, Dosen Pengampu: Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng, Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas PGRI Ronggolawe Tuban 2022
2. DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
SEKRETARIAT JENDERAL
TAHUN ANGGARAN 2007
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional
3. KATA PENGANTAR
Tanah air Indonesia yang terbentang dari 94° Bujur Timur sampai dengan 141º Bujur Timur
dan 6º Lintang Utara sampai dengan 11º Lintang Selatan, terdiri dari ribuan buah pulau besar dan
kedl dengan laut antara dan sekelilingnya yang sangat luas yaitu 5,8 juta Km2
memiliki kekayaan
sumber daya hewani dan nabati sangat besar yang terkandung di dalamnya.
Laut memiliki fungsi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Hal ini jelas tergambar dalam naskah
Deklarasi Djoeanda 13 Desember tahun 1957 yang menyatakan: “ segala perairan di sekitar, di antara dan
yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan
tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian–bagian yang wajar daripada daripada wilayah daratan Negara
Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada dibawah
kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia......”. Laut sebagai salah satu sumber pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, bahwa di dalam laut terkandung berbagai sumber-sumber bahan pemenuhan
kebutuhan dasar manusia terutama pangan, seperti ikan dan biota perairan lainnya. Laut sebagai sumber
bahan dasar dan sumber energi yang umumnya ditemukan pada dasar laut dan di bawah laut tertentu dan
berbagai mineral dan sumber energi yang dapat ditambang untuk digunakan sebagai bahan baku industri
dan sebagai sumber energi. Laut juga merupakan medan kegiatan industri, baik secara langsung seperti
pelayaran, pertambangan lepas pantai, maupun secara tidak langsung seperti proses bahan makanan,
industri galangan kapal, industri alat-alat pertambangan lepas pantai, pariwisata bahari dan lain-lain.
Kondisi geografi Indonesia juga mengisyaratkan bahwa perhubungan laut memegang peranan
penting yang cukup menentukan, tentunya dengan dukungan pengembangan industri galangan,
perkapalan dan infrastruktur penunjang lainnya. Demikian pula industri berbasis kelautan yang mulai
banyak bergerak ke arah pantai untuk mendekatkan jarak, memanfaatkan laut dan sumber dayanya
serta aktivitas lainnya, sehingga kawasan laut dan pantai memberikan peluang dan ruang bagi
pengembangan banyak jenis kegiatan industri guna mencapai kesejahteraan ekonomi khususnya di
sektor kelautan.
Kajian ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menggali informasi dan mempelajari berbagai
permasalahan yang menyebabkan tidak berkembangnya industri dan jasa kelautan, terutama yang
berhubungan dengan kebijakan, serta mencari peluang dan strategi yang dapat memajukan industri dan
jasa kelautan, sehingga industri dan jasa kelautan dapat berkontribusi bagi pembangunan Indonesia.
Berdasarkan parameter di atas, kajian ini mencoba untuk mengantarkan kepada suatu
pemahaman dasar mengenai industri dan jasa kelautan, gambaran umum dari kondisi industri dan
jasa kelautan nasional dan daerah serta tinjauan kebijakan, analisa dan kesimpulan dari arah kebijakan
industri dan jasa kelautan. Butir rekomendasi dari kajian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan masukan bagi pengambil kebijakan industri dan jasa kelautan.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional i
4. Penyusun menyadari bahwa laporan yang telah disusun masih jauh dari sempurna, karena itu penulis
mengharapkan berbagai masukan yang membangun guna penyempurnaan penulisan di masa akan
datang.
Akhir kata semoga laporan ini dapat dijadikan pedoman dan bermanfaat bagi para pembaca, dan tak
lupa diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif terhadap kajian ini.
Tim Penyusun
Analisis Kebijakan
Industri dan Jasa Kelautan Nasional
Ir. Anton Leonard, MM
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional ii
5. DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ......................................................................
.....................................
i
Daftar Isi
..................
..................
..................
..................
..................
..................
......... iii
BAB I
PENDAH
ULUAN
1.1 Latar
Belakang ...............................................................................
...........................
1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................
3
1.3 Sasaran .................................................................................
......................................
3
1.4
Lingkup
Kegiatan ....
.....................
.....................
.....................
.....................
............. 3
.....................
.....................
.....................
.....................
.....................
........... 1.5 Keluaran 3
.....................
.....................
.....................
.....................
...... 1.6
Metodologi
Pendekatan 4
.....................
.....................
.....................
................ 1.7
Sistematika
Penulisan
Laporan 5
BA
B
II I
N
D
U
S
T
R
I
6. D
A
N
J
A
S
A
K
E
L
A
U
T
A
N
N
A
S
I
O
N
A
L
.....................
.....................
.....................
.. 2.1
Identifikasi
Industri
dan Jasa
Kelautan 6
.....................
.....................
.................
2.1.1
Perikanan
dan Biota
Laut
Lainnya 6
.....................
.....................
.....................
..................... 2.1.1.1 Perikanan 6
.....................
.....................
.....................
................ 2.1.1.2
Bioteknolo
gi 9
.....................
.....................
2.1.1.3
Barang
Muatan
Kapal
Tenggelam 12
.....................
.....................
.....................
................. 2.1.2
Pertambang
an di Laut 15
..................... 2.1.2.1 Energi 15
7. .....................
.....................
.....................
......
.....................
.....................
.....................
.......... 2.1.2.2
Deep Ocean
Water 18
.....................
.....................
.................... 2.1.2.3
Seabed
Mineral
Resources 20
.....................
.....................
.....................
... 2.1.3
Perhubunga
n Laut
(Pelayaran) 23
.....................
.....................
.....................
.....................
..... 2.1.4
Pariwisata
Bahari 27
.....................
.....................
.....................
.....................
...... 2.1.5
Industri
Maritim 32
.....................
.....................
.....................
.....................
...... 2.1.5.1 Garam 32
.....................
.....................
.....................
.......... 2.1.5.2
Galangan
Kapal 35
.....................
.....................
........... 2.2
Profil
Industri
Dan Jasa
Kelautan
Di Daerah 38
.....................
.....................
.....................
.....................
....... 2.2.1
Kondisi
Umum 38
.....................
.....................
.....................
.....................
.... 2.2.2
Potensi
Ekonomi 47
..................... 2.2.3 Isu dan 55
8. .....................
.....................
.................
Permasalah
an
.....................
.....................
................
2.2.4
Hukum dan
Perundang-
undangan 68
.....................
.....................
.....................
.....................
........... 2.2.5
Kelembaga
an 75
An
alis
a
Ke
bija
ka
n
Ind
ustr
i
dan
Jas
a
Kel
aut
an
Na
sio
nal iii
BAB III PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI DAN JASA
KELAUTAN
3
.
1 Inventarisasi Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan ........................................... 82
3.1.1 Perikanan dan Biota Laut Lainnya ........................................................... 82
3.1.
2 Pertambangan di Laut ................................................................................ 86
3.1.
3 Perhubungan Laut (Pelayaran) .................................................................. 86
3.1.
4 Pariwisata Bahari ......................................................................................... 87
3.1.
5 Industri Maritim .......................................................................................... 88
3
.
2 Tinjauan Yuridis ....................................................................................................... 90
BA
B
I
V ANALISIS KEBIJAKAN INDUSTRI DAN JASA KELAUTAN
9. 4
.
1
Identifikasi Faktor Internal dan
Eksternal ...........................................................
11
0
4
.
2
Analisis 5 Sektor Industri dan Jasa
Kelautan .......................................................
11
4
BA
B V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5
.
1
Kesimpulan ..............................................................................................................
.
12
1
5
.
2
Rekomendasi ...........................................................................................................
..
12
2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional iv
10. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kondisi geografi wilayah negara Republik Indonesia yang terdiri dari kurang lebih 17.480 pulau
besar kecil yang menyatu utuh dari Sabang sampai Merauke dengan perairan di sekelilingnya,
bersama-sama dengan ideologi Pancasila telah melahirkan Wawasan Nusantara yang merupakan
pandangan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tentang diri dan
lingkungannya yang berbentuk kehidupan sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya
dan Hankam dalam satu ruang kehidupan yaitu seluas perairan dengan pulau-pulau di dalamnya
beserta udara di atasnya karena dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Wawasan Nusantara ini
akan selalu menjiwai bangsa Indonesia dalam hidup dan kehidupan nasional maupun dalam
kehidupan internasional.
Wawasan Nusantara adalah wawasan hidup bangsa Indonesia yang bercirikan persatuan dan
kesatuan secara laras, serasi dan seimbang. Rumusan Wawasan Nusantara secara formal pertama-
tama dikemukakan dan dikenal dalam TAP MPR No. IV Tahun 1973 dan seterusnya berturut–turut
dicantumkan dalam TAP MPR Tahun 1978, 1983 dan 1988 yang ditetapkan sebagai wawasan untuk
mencapai tujuan Pembangunan Nasional Jangka Panjang dan menyeluruh melalui tahapan Pelita
selanjutnya, yang berkehendak mewujudkan negara kepulauan Indonesia ini dalam satu kesatuan
politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial budaya dan kesatuan Hankam.
Berdasarkan doktrin dasar Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, bangsa Indonesia
harus dapat memanfaatkan wilayah laut guna mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengembangkan kehidupannya. Tanah air Indonesia yang terbentang dari 94° Bujur Timur
sampai dengan 141º Bujur Timur dan 6º Lintang Utara sampai dengan 11º Lintang Selatan,
terdiri dari ribuan buah pulau besar dan kecil dengan laut antara dan sekelilingnya yang sangat
luas yaitu 5,8 juta Km2
memiliki kekayaan sumber daya hewani dan nabati sangat besar yang
terkandung didalamnya. Sepanjang pantainya terdapat pula hutan bakau yang luasnya diper-
kirakan 4,5 juta hektar dan diperairan pesisir terdapat bentangan wilayah terumbu karang
sepanjang 17.500 Km serta rawa nipah dan rawa pasang surut di sekitar muara delta sungai –
sungai. Yang merupakan lingkungan hidup bagi biota laut dengan standing crop populasi ikan
yang cukup tinggi serta terdapat habitat fauna yang berkembang ke jurusan laut dan darat
sebagai sumber bahan makanan, minuman, bahan bangunan, energi dan lain-lain bagi rakyat
banyak. Selain itu, di bawah dasar laut Indonesia terdapat sumber gas bumi dan endapan
minyak yang cukup besar serta diperkirakan pula mengandung banyak bahan galian/bahan
tambang. Di samping itu lautnya sendiri mempunyai banyak kemungkinan sebagai sumber
energi alternatif seperti pemanfaatan perbedaan temperatur (OTEC) dan energi ombak.
Kondisi geografi Indonesia juga mengisyaratkan bahwa perhubungan laut memegang peranan
penting yang cukup menentukan, tentunya dengan dukungan industri galangan, perkapalan dan
penunjang lainnya. Demikian pula industri berskala besar mulai banyak bergerak ke arah pantai
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 1
11. untuk mendekatkan jarak, memanfaatkan laut dan sumber dayanya serta aktivitas lainnya
sehingga kawasan laut dan pantai memberikan peluang dan ruang bagi pengembangan banyak
jenis kegiatan industrinya.
Dengan adanya Wawasan Nusantara yang merupakan pandangan geopolitik sekaligus landasan
geostrategi Bangsa Indonesia, akhirnya berkembang menjadi wawasan nasional yang digunakan
untuk pembangunan tanah air Indonesia beserta isinya, sebagai wadah dan sarana perjuangan
hidup bangsa, secara bulat dan menyeluruh. Konsepsi Nusantara (archipelagic concept) merupakan
suatu konsepsi kewilayahan nasional, sedangkan Wawasan Nusantara adalah wawasan Nasional
Bangsa dan Negara yang pada awalnya berkembang atas dasar konsepsi kewilayahan. Dengan
kata lain wujud kesatuan tanah air yang terkandung dalam konsepsi Nusantara merupakan
wadah fisik bagi pembangunan nusantara. Dewasa ini Wawasan Nusantara merupakan wawasan
nasional yang menyatukan bangsa dan negara secara utuh menyeluruh mencakup segenap
bidang kehidupan nasional yang meliputi aspek: politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam.
Konsepsi Negara Nusantara sebagai manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia telah
dimantapkan dengan ditetapkannya Wawasan Nusantara sebagai salah satu konsepsi politik dan
kenegaraan dalam GBHN sejak TAP MPR No. IV tahun 1973. Ditetapkannya Wawasan
Nusantara sebagai suatu konsepsi kesatuan wilayah, bangsa dan Negara yang memandang
Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi tanah (darat), air (laut) dan dirgantara di atasnya
secara yang tidak terpisahkan, merupakan tahapan akhir dari perkembangan konsepsi Negara
nusantara yang dimulai sejak Desember tahun 1957 (Deklarasi Juanda). Setelah menempuh
perjuangan yang panjang, maka pada tahun 1982 Indonesia telah berhasil mengukuhkan asas
Negara Kepulauan yang telah diakui dunia internasional tentang prinsip hukum Negara
Kepulauan seperti yang tercantum dalam Konvensi PBB kedua tentang Hukum Laut 1982
(UNCLOS 1982), di mana Indonesia telah meratifikasinya berdasarkan UU No. 17 tahun 1985.
Berbagai perundangan dan peraturan yang beraspek industri dan jasa kelautan di satu sisi masih
belum sesuai dengan standar internasional, dan di sisi lain masih belum semua ketentuan
UNCLOS 1982 maupun aturan internasional lainnya yang berkaitan dengan industri dan jasa
kelautan diimplementasikan ke dalam perundangan dan juga kebijakan nasional.
Aspek penting lainnya, belum ada pedoman yang mengklasifikasikan kriteria yang termasuk
industri dan jasa kelautan, sehingga dapat terjadi kerancuan pemahaman akan industri dan jasa
kelautan tersebut. Di samping itu dalam rangka pembangunan industri dan jasa kelautan yang
selama ini belum terarah dan banyak terjadi tumpang tindih (over lapping) kebijakan dan
seringkali menimbulkan konflik kewenangan antar sektor. Tidak dapat dipungkiri bahwa
pengelolaan di bidang kelautan ditangani lebih dari satu departemen ataupun instansi yang tentu
saja memiliki kepentingan yang berbeda sesuai dengan sektor masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tata administrasi kebijakan yang lebih tertib dan sinergis yang
berkaitan dengan kebijakan industri dan jasa kelautan nasional maka diperlukan inventarisasi
kebijakan baik berupa perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
maupun Keputusan Menteri yang berkaitan dengan industri dan jasa kelautan.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu inventarisasi mendetail disertai analisis mendalam
oleh Dewan Kelautan Indonesia dengan cara memuat dan memilah-milah segala macam kebijakan
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 2
12. berkaitan dengan industri dan jasa kelautan, disamping itu juga sebagai bagian dari evaluasi sekaligus
menjadi langkah penyelarasan administrasi kebijakan industri dan jasa kelautan nasional, sehingga dapat
sangat membantu berbagai pihak dalam memutuskan ataupun mempertimbangkan segala macam hal
menyangkut berbagai kegiatan sub-sektor industri dan jasa kelautan seperti membuat kebijakan baru,
investasi asing maupun dalam negeri, maupun kegiatan-kegiatan akademis.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah:
1. Untuk menginventasir segala bentuk kebijakan yang berkaitan dengan industri dan jasa
kelautan nasional yang ditetapkan oleh departemen maupun instansi terkait ke dalam
bentuk kajian yang menghasilkan himpunan kebijakan disertai analisa kebijakan terkait
dengan industri dan jasa kelautan nasional.
2. Untuk menginventarisir segala jenis industri dan jasa kelautan.
3. Menyusun alternatif kebijakan yang mengakomodasi kegiatan yang terkait di bidang
industri dan jasa kelautan.
1.3 Sasaran
Sasaran kegiatan ini adalah tersusunnya berbagai kebijakan kelautan nasional yang telah di
tetapkan oleh pemerintah maupun instansi terkait dan dapat dijadikan salah satu dasar
pengambilan keputusan maupun kebijakan baik oleh pemerintah maupun pihak lain yang terkait
dengan sub sektor industri dan jasa kelautan di Indonesia.
1.4 Lingkup Kegiatan
1. Melakukan perjalanan ke daerah maupun pusat dalam rangka inventarisasi kebijakan
industri dan jasa kelautan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah;
2. Mengadakan rapat persiapan dan pemantapan untuk membahas, mengevaluasi serta meng-
inventarisir berbagai kebijakan yang berkaitan dengan industri dan jasa kelautan;
3. Mengadakan rapat penyusunan laporan hasil inventarisasi dan analisa berbagai kebijakan
berkaitan dengan industri dan jasa kelautan;
4. Mengadakan koordinasi dan finalisasi kajian dan analisa kebijakan industri dan jasa kelautan
Indonesia.
1.5 Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari kajian ini adalah tersusunnya analisis kebijakan industri dan jasa
kelautan Indonesia disertai dengan usulan rekomendasi yang berkaitan dengan pembenahan
kebijakan industri dan jasa kelautan Indonesia.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 3
13. Metodologi Pendekatan
Analisis kebijakan iIndustri dan jasa kelautan nasional yang dilaksanakan melalui penelitian dan
pengkajian dengan menggunakan kerangka yang dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut :
INDUSTRI KELAUTAN
1- PERIKANAN
2- PERTAMBANGAN
1- PELAYARAN
2- WISATA BAHARI
KONDISI UMUM PERATURAN PERUNDANG-
ISU PERMASALAHAN DI DAERAH UNDANGAN
RUMUSAN STRATEGI
DANKEBIJAKAN
Gambar 1. Skema Kerangka Pengkajian
Metode pengumpulan data dilakukan dengan 2 tahap yaitu :
1. Data primer dikumpulkan melalui metode wawancara dengan bantuan sarana berupa daftar
pertanyaan (kuisioner). Responden melibatkan tiga jenis sumber data, yaitu: para pejabat di
pusat dan daerah (Gubernur dan para kepala dinas sektor terkait), para pakar yang meliputi
pakar di bidangnya masing-masing (sektoral), Asosiasi, LSM, dan masyarakat stakeholders
di bidang kemaritiman;
2. Data sekunder yang dikumpulkan dari seluruh peraturan yang berhubungan dengan
Analisis Kebijakan industri dan Jasa Kelautan Nasional. Adapun sumber data berasal dari:
Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen
Perindustrian, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Departemen Energi dan
Sumberdaya Mineral, Departemen Perhubungan, Departemen Dalam Negeri, Bappenas,
Peraturan Perundang-undangan daerah.
14. Metoda Analisa Data. Data dianalisa dan ditata berdasarkan pada pendekatan sebagai berikut :
1. Perlu diketahui ruang lingkup kegiatan industri dan jasa kelautan dan sektor yang terkait.
2. Selanjutnya, perlu diinventarisir lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
mendasari tentang industri dan jasa kelautan.
3. Setelah itu, perlu diungkap melalui penelitian dan pengembangan tentang industri kelautan
yang terbagi atas potensi yaitu sember daya alam yang secara alamiah telah ada dan perlu di
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 4
15. kelola untuk menghasilkan kontribusi ekonomi, dan jasa kelautan yaitu sumber daya alam laut yang
dimanfaatkan lebih lanjut dan memberikan kontribusi ekonomi melalui jasa pelayanan (services).
4. Setelah potensi diketahui, perlu ditinjau berbagai isu permasalahan yang menjadi kendala
atau menghambat perkembangan kegiatan industri dan jasa nasional.
5. Pengaturan kegiatan industri dan jasa kelautan secara terpadu memerlukan peraturan
perundang-undangan kelautan yang dapat dilaksanakan secara sinergis oleh sektor terkait
sehingga dapat meningkatkan perekonomian rakyat dan kesejahteraan yang sebesar-
besarnya bagi bangsa Indonesia.
1.7 Sistematika Penulisan Laporan
Bab I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan,
keluaran, metodologi (kerangka pengkajian, teknik pengumpulan data, populasi
dan
sampel, sistematika penulisan laporan)
Bab II : Industri dan jasa kelautan nasional yang berisi tentang gambaran umum,
permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh sektor terkait dalam rangka
pengembangan kegiatan industri kelautan yang dikelompokkan ke dalam
sektor
perikanan dan biota laut lainnya yang terdiri atas kegiatan industri perikanan,
bioteknologi dan BMKT, pertambangan di laut yang terdiri dari energi, Deep
Ocean
Water dan Seabed Mineral Resources, industri maritim yang terdiri dari garam dan
galangan kapal, perhubungan laut yang berhubungan denga pelayaran dan
pariwisata
bahari. Dan tentang profil Industri dan Jasa Kelautan di daerah yang
menggambarkan
kondisi umum, potensi ekonomi, isu dan permasalahan, hukum dan
perundangan,
dan kelembagaan.
Bab III : Peraturan Perundang-undangan Industri dan Jasa Kelautan yang berisi tentang
peraturan perundang-undangan di bidang perikanan dan biota laut lainnya,
pertambangan di laut, industri, perhubungan laut, dan pariwisata bahari. Dan
tinjauan
yuridis mengenai kebijakan industri dan jasa kelautan.
Bab IV : Analisis Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan yang mengidentifikasikan faktor
eksternal dan internal dan menganalisa 5 sektor industri dan jasa kelautan.
Bab V : Kesimpulan dan rekomendasi merupakan hasil kesimpulan dan rekomendasi
kebijakan yang disarankan bagi pemangku kepentingan kebijakan di laut.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 5
16. BAB II
INDUSTRI DAN JASA KELAUTAN NASIONAL
2.1 Identifikasi Industri dan Jasa Kelautan
Berdasarkan hasil survei di lapangan yang ditunjang dengan data sekunder, maka dapat
diidentifikasikan beberapa kegiatan industri dan jasa kelautan yang dikelompokan dalam 5
sektor yaitu sektor perikanan dan biota laut lainnya yang terdiri dari industri perikanan,
bioteknologi, dan bahan muatan kapal tenggelam (BMKT), sektor pertambangan di Laut, terdiri
dari energi, deep ocean water dan seabed mineral resources, sektor industri maritim yang terdiri dari
garam dan galangan kapal, sektor perhubungan laut berkaitan erat dengan kegiatan pelayaran
dan dari sektor pariwisata adalah kegiatan parawisata bahari.
2.1.1 Industri Perikanan dan Biota Laut Lainnya
2.1.1.1Perikanan
Potensi industri perikanan Indonesia sangat besar, dan sepatutnya Indonesia menjadi
negara industri perikanan terbesar di Asia. Potensi perikanan laut Indonesia sekitar
6,6 juta ton per tahun, terdiri dari 4,5 juta ton per tahun dari perairan nusantara dan
2,1 juta ton per tahun dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 7,5
persen dari total potensi lestari ikan laut dunia. Saat ini Indonesia merupakan
produsen ikan terbesar keenam di dunia dengan volume produksi enam juta ton
(FAO, 2003). Bila Indonesia mampu meningkatkan produksi perikanannya, terutama
yang berasal dari usaha perikanan budidaya, menjadi 50 juta ton per tahun (75 persen
dari total potensi), maka Indonesia bakal menjadi produsen perikanan terbesar di
Asia bahkan dunia.
Sedangkan jumlah produksi ikan laut baru sekitar 2,2 juta ton per tahun, dan
terutama terbesar dari perairan teritorial yang dangkal. Potensi sumberdaya ikan
tersebut, apabila dikelompokkan berdasarkan jenis ikan terdiri dari pelagis besar
1,05 juta ton, pelagis kecil 3,24 juta ton, demersal 1,79 juta ton, udang 0,08 juta
ton, cumi-cumi 0,03 juta ton, dan ikan karang 0,08 juta ton. Dari seluruh potensi
sumberdaya ikan tersebut, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB atau TAC;
total allowable catch) sebesar 5,01 juta ton per tahun atau sekitar 80% potensi
lestari. Meski diakui beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap lebih
(overfishing) di beberapa perairan nusantara.
Potensi budidaya laut khususnya ikan dan moluska juga masih sangat besar. Luas
lahan total perairan laut yang berpotensi untuk budidaya ikan (kakap, baronang dan
kerapu) sekitar 1.059.720 ha, dan budidaya moluska (kerang-kerangan) dan teripang
sekitar 720.500 ha. Sedangkan potensi produksi dari kegiatan budidaya ikan dan
moluska diperkirakan sekitar 46,73 juta ton per tahun. Potensi budidaya laut yang
terdiri dari total potensi budidaya ikan (kakap, baronang dan kerapu), budidaya
moluska (kerang-kerangan dan teripang) dan budidaya rumput laut serta mutiara
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 6
17. mencapai volume total 528,4 ribu ton, memiliki potensi nilai ekonomi sekitar
US$ 567,00 juta. Potensi ini diperkirakan hanya berdasarkan potensi luas lahan
yang tersedia, belum dengan peningkatan teknologi maupun intensifikasi. Tentu,
dengan peningkatan teknologi maka produktivitas akan meningkat, dengan
demikian akan memiliki nilai ekonomi yang lebih besar.
Dari sekian banyak potensi yang dimiliki, Namun kontribusi sektor perikanan
terhadap PDB masih belum berarti, hanya sekitar 2,7%. Nelayan dan pembudidaya
ikan masih merupakan kelompok termiskin. Armada kapal ikan bermotor yang
dapat mencapai ZEEI juga masih sedikit, dan pertambahan kapal ikan sangat kurang
berarti dibandingkan dengan ribuan kapal asing yang diduga melakukan illegal fishing
di perairan dan yurisdiksi Indonesia. Pertambahan kawasan budidaya perikanan pun
masih sangat kurang dan tidak signifikan. Demikian pula kawasan-kawasan industri
pengelolaan ikan belum terbangun. Bahkan lebih dari separuh sarana dan prasarana
pelabuhan perikanan tidak difungsikan. Di samping itu lembaga pembiayaan untuk
mengembang-kan perikanan, khususnya perikanan laut masih sangat terbatas.
Menjadi kenyataan hingga saat ini kondisi nelayan masih terus miskin, kumuh,
tertinggal dan tidak berpendidikan, disebabkan karena sumber daya ikan hanya
menjadi kurasan kemegahan sektor lainnya. Selain itu juga keengganan para investor
termasuk perbankan untuk melirik laut sebagai sumber kemakmuran bangsa.
Meskipun Indonesia tercatat sebagai salah satu negara penangkap ikan terbesar di
dunia, kontribusi perikanan terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat
masih sangat kecil. Interaksi antarpelaku industri belum menguntungkan untuk
negara maupun rakyat. Industri perikanan masih lemah dan fragmental belum
terintegrasi secara horisontal (antarwilayah dan dengan sektor komplementar)
dan belum terintegrasi secara vertikal (hulu-hilir, produksi, pengolahan dan
pemasaran baik domestik maupun mancanegara). Permasalahan lain juga seperti
pencurian ikan (ilegal fishing) oleh kapal ikan asing masih cukup besar, baik di
ZEE maupun diperairan nusantara dan laut teritorial dan juga praktek perikanan
yang merusak dan belum berkembangnya budi daya perikanan.
Rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya perikanan pada Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) dan daerah terpencil (remote areas) lainnya mengindikasikan
ketidakgigihan bangsa Indonesia untuk menjadikan laut sebagai bagian dari hari
depan bangsa.
Secara spesifik permasalahan dan kendala dalam implementasi pembangunan
perikanan dan kelautan dapat diklasifikasikan ke dalam dua tingkatan, yaitu: (1)
Masalah mikro-teknis, yakni masalah yang muncul dan disebabkan oleh kondisi
internal pembangunan perikanan dan kelautan, dan (2) Makro-struktural (kebijakan
ekonomi makro yang kurang kondusif) yakni masalah yang muncul dan disebabkan
oleh kondisi eksternal baik ekonomi-makro, politik, hukum dan kelembagaan.
Produksi perikanan tiap tahun naik sekitar 5 persen, peningkatan ini disebabkan
oleh meningkatnya armada perahu/kapal penangkap ikan. Sebagian besar kapal
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 7
18. penangkap ikan merupakan jenis perahu tak bermotor. Usaha intensifikasi di
perairan pantai akan dilaksanakan dengan motorisasi dan modernisasi unit
penangkapan, sedang intensifikasi dan ekstensifikasi penangkapan lepas pantai
dan ZEEI dilakukan melalui paket teknologi penangkapan yang efisien. agar
dapat bersaing di pasaran internasionaI.
Walaupun secara keseluruhan sumber penangkapan di laut masih memberikan
kemungkinan yang besar bagi pengembangan perikanan, yaitu pemanfaatan baru
sekitar 35% dari potensi di perairan Nusantara dan ZEEI, akan tetapi beberapa
daerah telah diusahakan sangat intensif sehingga sumber perikanannya sudah
mendekati atau mencapai tingkat pemanfaatan penuh atau gejala tangkap lebih
(overfishing), karenanya status sumber tersebut digolongkan sudah kritis.
Daerah-daerah yang digolongkan kritis tersebut ialah daerah perairan pantai atau
selat-selat yang sempit dan padat nelayan.
Daerah-daerah kritis tersebut yang dapat digolongkan menurut jenis sumbernya
adalah:
1) Sumber perikanan pelagis kecil, yaitu daerah Selat Malaka, pantai Utara Jawa,
Selat Bali, Selat Makasar (khusus ikan terbang) dan Selat Alas (khusus cumi-
cumi).
2) Sumber perikanan udang, yaitu daerah Selat Malaka, pantai Barat Sumatera
Utara, pantai Barat/Selatan/Timur Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Cilacap.
3) Sumber perikanan demersal, yaitu daerah Selat Malaka. pantai Utara Jawa
(dekat pantai sebagai daerah perikanan tradisional).
Disamping adanya daerah-daerah kritis, terdapat juga beberapa daerah yang
masih potensial dan masih dapat dimanfaatkan serta dikembangkan. Menurut
jenis sumbernya, daerah potensial tersebut adalah :
1) Sumber perikanan demersal, yaitu daerah Laut Cina Selatan, Selat Kalimantan,
Timur Kalimantan, Malaku , Irian Jaya, dan Laut Jawa lepas pantai.
2) Sumber perikanan karang, yaitu daerah Utara Sumatera, Laut Cina Selatan,
NIT, NTB dan Maluku - Irian Jaya.
3) Sumber perikanan pelagis, yaitu daerah Barat Sumatera, Laut Cina Selatan,. Utara
Sulawesi, Maluku - Irian Jaya, Selatan/ Timur Kalimantan, NTB dan NTT.
4) Sumber perikanan tuna dan cakalang, yaitu daerah Utara Sumatera (Aceh),
Barat Sumatera, Utara Sulawesi, Maluku, Irian Jaya. NTB dan NTT.
Dalam pengembangan industri perikanan masih terdapat beberapa permasalahan
yang dihadapi antara lain:
1) Pajak kapal yang dirasakan terlalu besar. Insentif fiskal dan kredit untuk
kapal perikanan belum memadai sebagaimana diberikan oleh negara lain.
Pendanaan, kebijakan perbankan yang menyebabkan kredit tidak murah dan
tidak mudah untuk pengadaan kapal perikanan;
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 8
19. Program APBN/APBD masih terlalu berorientasi pada proyek Economic Overhead Capital
(EOC) dan Social Overhead Capital (SOC), belum pada Directly Productive Activity (DPA)
seperti seed untuk investasi kapal, tambak, dan pengolahan;
2) Belum ada kebijakan sistem prosedur kapitalisasi aset dan dana.Perlu di
integrasikan value engineering untuk mengubah lahan pesisir murah menjadi
kawasan budidaya perikanan yang produktif dengan financial engineering
melalui kebijakan fiskal, penjaminan kredit, kredit, dan bagi hasil yang adil
antara pengelola, karyawan, masyarakat, dan Pemda.
3) Adanya “trade off” antara industri penangkapan ikan yang memerlukan
teknologi penangkapan yang modern dengan kepentingan nelayan
tradisional terutama di daerah perairan pantai/sumber perikanan pelagis.
4) Masih lemahnya pengawasan terhadap penggunaan alat dan teknologi
penangkapan yang dapat merusak potensi lestari sumber daya perikanan.
5) Pencemaran yang tinggi di daerah perairan pantai/sumber perikanan pelagis
akibat kegiatan manusia di daratan.
Untuk dapat menerapkan kebijakan pembangunan perikanan diperlukan
instrumen hukum dan kelembagaan yang memadai. Kesepakatan pakar dan
pengamat pem-bangunan perikanan dari dalam maupun luar negeri, bahwa
implementasi dan penegak-kan hukum (law enforcement) bidang perikanan di
Indonesia dinilai masih lemah. Sanksi hukum bagi perusak lingkungan masih
terlalu ringan, seperti bagi pengguna bahan-bahan peledak, bahan beracun
(cyanida), dan juga aktivitas penangkapan ikan secara illegal, di sisi lain, terjadi
juga tumpang tindih (over lapping) kebijakan yang seringkali menimbulkan konflik
kewenangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan wilayah-wilayah tersebut
ditangani lebih dari satu departemen yang tentu saja memiliki kepentingan yang
berbeda. Padahal hubungan ekologis-biologis dan ekonomi daerah pesisir, pantai,
laut, sungai maupun danau saling terkait satu dengan lainnya.
2.1.1.2 Bioteknologi
Sumberdaya laut dengan kekayaan flora dan faunanya yang dimiliki negeri ini sudah
tak disangsikan lagi. Semua kekayaan yang ada di lautan itu jelas memiliki kegunaan
yang dapat dimanfaatkan bagi kehidupan manusia khususnya penduduk Indonesia.
Diantara kegunaan itu adalah menjadi bahan baku untuk membuat makanan dan
minuman, bahan baku untuk industri farmasi dan kosmetika. Salah satu upaya yang
harus dilakukan untuk mengembangkan pemanfaatan kekayaan sumberdaya laut
tersebut adalah melalui pengembangan industri bioteknologi.
Organisme laut seperti berbagai macam jenis algae, phytoplankton, mikroba, bintang
laut hingga moluska sudah banyak yang membuktikan di dalam tubuhnya memiliki
bahan-bahan aktif dan bahan kimia yang sangat berguna. Zat-zat tersebut dapat di
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 9
20. gunakan untuk bahan baku pada kegiatan berbagai industri, seperti yang telah di
sebutkan di atas. Dari berbagai macam biota laut ini juga dimungkinkan untuk
men-dapatkan zat aktif yang dapat digunakan untuk obat berbagai penyakit yang
mematikan seperti AIDS dan kanker.
Berbagai bahan bioaktif yang terdapat dalam biota laut seperti omega-3,
hormon, protein dan vitamin memiliki potensi bagi penyediaan bahan baku
industri farmasi dan kosmetik. Diperkirakan lebih dari 35 ribu spesies biota laut
yang ada di perairan Indonesia memiliki potensi seba-gai penghasil bahan obat-
obatan. Sampai saat ini di ketahui yang baru bisa dimanfaatkan 5 ribu spesies
saja.
Kegiatan bioteknologi kelautan bila dikelola dengan baik sebenarnya dapat mem-
berikan kontribusi ekonomi yang cukup besar bagi bangsa. Besarnya potensi
ekonomi yang bisa dihasilkan dari produk bioteknologi kelautan bisa dilihat dari
keberhasilan Amerika. Negara ini dari industri bioteknologinya mampu
menghasilkan sekitar US$ 40 miliar. Padahal kekayaan keanekaragaman hayati
sumberdaya laut negeri ini tidak sebesar Indonesia. Kemampuan negeri ini dalam
bidang bioteknologi yang cukup maju telah membuktikan bahwa industri ini
memang mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi sebuah negara.
Amerika mampu mengekspor hasil produksi bioteknologi kelautannya ke
berbagai negara dengan nilai sekitar US$ 4 miliar per tahun. Padahal banyak
bahan baku yang digunakan industri biteknologi kelautan yang ada di negeri ini di
dapat dari negara lain termasuk Indonesia. Tidak hanya Amerika, negara-negara
industri maju yang ada di benua Eropa sudah menjadikan bioteknologi sebagai
kegiatan industri yang amat penting di negerinya. (Demersal Maret 2007).
Ke depan, pemerintah, peneliti/pakar, perguruan tinggi, dan investor perlu
memantapkan rencana aksi terpadu pengembangan industri biotek kelautan.
Dalam rangka menarik investasi, para investor diberi pengertian bahwa
mengembangkan industri bioteknologi di negeri ini cukup menguntungkan.
Sumberdaya berlimpah, kemampuan pasar untuk menyerap produk bioteknologi
juga cukup besar. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup banyak sekitar 220
juta jiwa merupakan potensi pasar yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Perkembangan bioteknologi di Indonesia yaitu industri Bioteknologi di Indonesia
umumnya merupakan industri generasi I. Pada pelita VI, bioteknologi ditetapkan
menjadi prioritas pembangunan di bidang iptek, baru pada tahap penelitian di
kalangan universitas dan lembaga penelitian pemerintah.
Bioteknologi kelautan dapat didayagunakan untuk mengendalikan pencemaran/
polusi di perairan, salah satunya kita pernah mendengar cara mengatasi
tumpahan minyak dengan mikroba dan kemudian mikroba tersebut mati setelah
memakan minyak tersebut. Hasil dari pengolahan biota laut menjadi obat-obatan
dan bahan farmasi juga merupakan salah satu aplikasi dari bioteknologi kelautan.
Produk bioteknologi yang memiliki nilai tinggi, karena itu perkembangan industri
bioteknologi di Indonesi akan mendukung perbaikan ekonomi untuk kemakmuran
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional
10
21. masyarakatnya, maka sudah seharusnya riset pengembangan produk bioteknologi
ini perlu lebih mendapat perhatian pemerintah. Insentif bagi instansi riset dan
peneliti yang mampu mengkomersilkan hasil risetnya diduga akan mampu
meningkatkan kinerja institusi riset. Alokasi dana perlu diperbesar, mengingat
riset bioteknologi perlu sumberdaya yang relatif besar.
Kegiatan riset bioteknologi kelautan meliputi :
1. Produk bahan alami dari Laut yaitu eksplorasi senyawa bioaktif dari biota
laut (invertebrata laut, rumput laut dan ikan-ikan jenis tertentu) untuk
produk biofarmasi.
2. Budidaya perikanan yaitu rekayasa genetika untuk mendapatkan jenis unggul
(udang, ikan, rumput laut)
3. Eksplorasi mikroorganisme dan bahan aktif untuk penanggulangan penyakit
udang / ikan (probiotik, vaksin, elisa kit)
4. Perbaikan nutrisi untuk meningkatkan pertumbuhan dan kualitas hasil
budidaya (enzim, probiotik)
5. Pengendalian pencemaran yaitu bioremediasi untuk mengurangi beban limbah.
Berikut ini permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh industri bioteknologi
kelautan antara lain :
1. Terbatasnya informasi ilmiah sebagai landasan pengelolaan antara lain
kurangnya pengetahuan tentang nilai dan manfaat ekosistem pesisir dan laut,
ekosistem yang kompleks sehingga memerlukan kajian yang mendalam serta
intensitas pertukaran informasi antara peneliti, stakeholder dan pengambil
kebijakan masih rendah.
2. Konflik antara kepentingan konservasi dan pembangunan ekonomi
3. Kesenjangan dan tumpang tindih yurisdiksi.
4. Masih kurangnya kemampuan SDM dalam mengembangkan Bioteknologi
sebagai dasar untuk mengembangkan bioindustri dalam negeri.
5. Terbatasnya dukungan sarana laboratorium litbang yang memadai dalam
mengembangkan bioteknologi khususnya yang dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan bioindustri. Hasil-hasil penelitian pada umumnya belum
dapat diterapkan dalam skala industri (skala komersil).
6. Tidak adanya insentif yang menarik bagi peneliti yang terjun dalam bidang
pengembangan bioteknologi.
7. Kurangnya informasi dan sosialisasi mengenai perkembangan dan manfaat
bioteknologi kepada masyarakat dan dunia usaha.
8. Belum terbentuknya kemitraan antar lembaga riset dengan dunia usaha dalam
mengembangkan bioteknologi untuk dapat diaplikasikan menjadi bioindustri.
9. Belum adanya asosiasi atau kelembagaan mengenai bioteknologi yang mampu
menampung ide-ide maupun rencana pengembangan bioteknologi ke depan.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 11
22. Kurangnya bahan pendukung dibidang bioindustri, seperti industri enzim yang ditujukan
untuk mendukung pengolahan bioindustri.
Sedangkan tantangan yang dihadapi oleh industri bioteknologi kelautan adalah:
1. Semakin berkembangnya pemanfaatan bioteknologi sebagai sumber
pengembangan bioindustri yang ramah lingkungan.
2. Banyak negara-negara maju maupuan negara berkembang yang sudah men-
dorong pengembangan bioteknologi dalam rangka mendukung pengembangan
bioindustri dengan memberikan insentif antara lain tax holiday.
3. Tuntutan masyarakat terhadap produk yang dihaslkan melalui pemanfaatan
bioteknologi semakin besar karena lebih ramah lingkungan.
4. Indonesia merupakan negara penghasil sumber daya alam yang melimpah
dengan berbagai macam ragam hayati yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia sehingga perlu untuk mengembangkan produk bioteknologi agak
tidak ketinggalam dari negara-negara pesaing.
5. Pasar produk bioindustri masih terbuka luas baik di dalam maupun di luar
negeri.
2.1.1.3 Barang Muatan Kapal Tenggelam
Barang Muatan Kapal Tenggelam dikenal pula sebagai “harta karun”, sebenarnya
telah lama memiliki daya magis ekonomi yang cukup besar. Wajar saja karena
didalamnya terkandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, disamping
nilai ekonomis itu sendiri.
Barang Muatan Kapal Tenggelam adalah, benda yang berasal dari semua kapal
yang tenggelam di wilayah perairan territorial Indonesia, Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia, dan Landas Kontinen Indonesia yang mempunyai umur
sekurang-kurangnya 50 (limapuluh) tahun. Diperkirakan ratusan hingga ribuan
kapal karam di berbagai wilayah perairan Indonesia sebagian di antaranya
bermuatan benda-benda berharga yang dikenal sebagai Benda Berharga Asal
Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT) berupa keramik, logam mulia (emas
perak) batuan berharga dan benda lain.
Banyak negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dewasa ini menyadari nilai dari
BMKT yang ada di dasar laut perairan yurisdiksi mereka. Tidak hanya dalam konteks
nilai moneternya saja tapi juga konteks arkeologis dan kesejarahannya. Mereka
membuka diri untuk upaya-upaya operasi pengangkatan BMKT. Mempersilahkan
para investor dan atau perusahaan pengangkat yang berminat untuk melakukan
operasi pengangkatan. Betapa tidak? pemerintah (baca: negara) tidak perlu menguras
dana untuk penyelenggaraan operasi pengangkatan BMKT. Seluruh dana operasi
dikeluarkan oleh pihak perusahaan pengangkat. Negara hanya menerbitkan ijin
survei, pengangkatan dan pemanfaatannya serta syarat-syarat tata cara
pelaksanaannya, melakukan pengawasan dan pengamanan dan ujungnya
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 12
23. memperoleh data arkeologis/sejarah kelautan dan menerima persentase dari hasil
penjualan sebagai PNBP.
Memang benar bahwa Pemerintah Indonesia hingga kini belum rnemiliki data
aktual dan lengkap mengenai persebaran keberadaan BMKT yang ada di wilayah
perairan Indonesia. Pengertian lengkap disini ialah, bahwa data dan informasinya
menggambarkan beberapa hal seperti: asal kapal, bentuk, muatan, jenis kapal,
tujuan dari dan ke, serta tahun dan lokasi tenggelamnya.
Tab
el
1
.
Persebaran dan Lokasi BMKT
No
.
Daer
ah
Loka
si
1 Selat Bangka 7
2 Belitung 9
3 Selat Gaspar, Sumatera Selatan 5
4 Selat Karimata 3
5 Perairan riau 17
6 Selat Malaka 37
7 Kepulauan Seribu 18
8 Perairan Jawa Tengah 9
9 Karimun Jawa, Jepara 14
10 Selat Madura 5
11 NTB/NTT 8
12 Pelabuhan Ratu 134
13 Selat Makassar 8
14 Perairan Cilacap, Jawa Tengah 51
15 Perairan Arafuru, Maluku 57
16 Perairan Ambon, Buru 13
17 Perairan Halmahera, Tidore 16
18 Perairan Morotai 7
19 Teluk Tomini, Sulawesi Utara 3
20 Irian Jaya 32
21 Kepulauan Enggano 11
Sumber : Ditjen P2SDKP
Melihat data sebagaimana tampilan pada tabel Persebaran dan Lokasi BMKT di atas,
tentu saja semakin membuka mata hati, betapa “harta karun” yang berada di wilayah
perairan Indonesia masih demikian banyak. Ini artinya, tantangan dan tugas
kepengawasan juga masih memerlukan energi yang cukup banyak. Sarana dan
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 13
24. prasarana misalnya, juga harus lebih dipersiapkan agar memadai, disamping perlunya
koordinasi yang lebih sinergis antar instansi terkait. Tak kalah pentingnya adalah
aspek kebijakan regulasi dan pengawasan pengelolaan BMKT agar menjadi titik
penting untuk terus dilaksanakan secara baik. Faktor ini menjadi teramat penting
manakala berbicara mengenai manfaat BMKT yang tentu saja sangat terkait dengan
sejarah, ilmu pengetahuan, arkeologi, ekonomi serta budaya.
Bagaimanapun, aspek kebijakan regulasi dan pengawasan dan pengendalian
pengelolaan BMKT oleh negara perlu terus dilaksanakan demi kepentingan
sejarah dan penerimaan devisa negara, dari pada dinikmati oleh sekelompok
orang para pem-buru harta karun, yang mungkin saja saat ini sedang melakukan
operasi pengangkatan secara ilegal serta rnengabaikan serta memusnahkan nilai
intangible sejarah kelautan Indonesia.
Benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam sebagai salah satu sumberdaya
yang terdapat di laut di dalam pengelolaan terhadap beberapa permasalahan dan
tantangan yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai sektor terkait, seperti:
1. Belum adanya pemahaman, harmonisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan
perundang-undangan serta payung hukum yang secara kuat mengatur
pengelolaan BMKT.
2. Belum adanya pendataan kapal tenggelam yang berpotensi BMKT serta
pembaruan data potensi itu sendiri di perairan Indonesia.
3. Belum terlaksananya perawatan BMKT pasca pengangkatan yang sesuai
dengan kaidah-kaidah arkeologis terutama di gudang-gudang penyimpanan.
4. Belum adanya standarisasi prosedur dokumen dan inventarisasi dalam
kegiatan pengelolaan BMKT.
5. Masih adanya kontroversi dalam hal legal aspek status hasil penjualan
BMKT bagian pemerintah apakah sebagian PNBP atau pajak.
6. Belum adanya museum maritim yang mewadahi semua aspek kemaritiman
khususnya benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam pada level
nasional maupun daerah.
7. Masih sangat terbatas kualitas dan kuantitas SDM yang handal dalam penangkapan
dan pengelolaan BMKT di lautan di darat sesuai akidah arkeologis.
8. Belum adanya lembaga yang professional dan estabilise/permanent secara
dalam penanganan BMKT ke depan.
9. Masih adanya peraturan perundang-undangan dalam hal penjualan lembaga-
lembaga Internasional.
Disamping permasalahan diatas, juga terjadi kendala pada BMKT adalah Pertama,
tidak adanya jaminan asuransi kecelakaan, baik bagi pengawas maupun bagi
penyelam yang melakukan kegiatan pengangkatan; Kedua, tidak adanya tenaga medis
di kapal pengangkat, padahal lokasi pengangkatan BMKT jauh dari pemukiman
penduduk. Dikhawatirkan, apabila terjadi kecelakaan di lapangan, tidak
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 14
25. dapat segera mendapat pertolongan; Ketiga, dalam hal perawatan BMKT yang lelah diangkat,
perawatannya dapat dikatakan kurang memadai karena tidak ada staf khusus yang menangani
BMKT sehingga perawatannya kurang maksimal.
2.1.2 Pertambangan di Laut
2.1.2.1Energi
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sekitar 75 persen wilayahnya terdiri
dari laut mengandung potensi pertambangan laut yang cukup besar, dan
mempunyai sumber energi yang cukup menjanjikan yang dapat diolah dan
dikelola untuk kebutuhan pembangunan nasional.
Disamping itu Indonesia juga mempunyai sumber energi alternatif yang berasal dari laut
dengan jumlah yang cukup, berkualitas, yang dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
Energi Kelautan merupakan energi non-konvensional dan termasuk sumber daya
kelautan nonhayati yang dapat diperbaharui yang memiliki potensi untuk di
kembangkan di kawasan pesisir dan lautan Indonesia.
Keberadaan sumber daya ini di masa yang akan datang semakin signifikan manakala
energi yang bersumber dari BBM (bahan bakar minyak) semakin menipis. Jenis
energi kelautan yang berpeluang dikembangkan adalah Ocean Thermal Energy
Conversion (OTEC), energi kinetik dari gelombang, pasang surut dan arus, konversi
energi dari perbedaan salinitas. Perairan Indonesia merupakan suatu wilayah perairan
yang sangat ideal untuk mengembangkan sumber energi OTEC.
Hal ini dimungkinkan karena OTEC didasari pada perbedaan suhu air laut
permukaan dengan suhu air pada kedalaman 1 km minimal 20 derajat celcius.
Keadaan ini terlihat dari banyak laut, teluk serta selat yang cukup dalam di
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan OTEC.
Energi kelautan adalah energi yang dihasilkan dari hasil konversi gaya mekanik,
gaya potensial, perbedaan temperatur air laut. Energi kelautan dapat digolongkan
menjadi empat jenis yaitu energi panas laut (ocean thermal), energi pasang surut
(tidal energy), energi gelombang (wind wave energy) dan energi arus laut (current
energy).
Energi panas (thermal) laut adalah memanfaatkan beda temperatur air laut di
permukaan dengan temperatur air laut pada kedalaman tertentu, dengan selisih
minimal 20o
C pada kedalaman 1 km. Energi gelombang adalah energi yang
kinetik dari pemanfaatan beda ketinggian pasang surut laut. Termasuk dalam
energi pasang surut adalah energi arus laut. Energi arus laut adalah energi kinetik
dari pemanfaatan kecepatan arus laut. Disamping itu energi kelautan juga dapat
dihasilkan dari pengolahan sumberdaya alam hayati, seperti alga hijau.
Sebagai negara kepulauan, potensi energi kelautan (ocean energy) di Indonesia cukup
potensial, baik energi gelombang, arus, pasang surut, dan perbedaan temperatur air
laut (ocean thermal). Walaupun letak potensinya yang tersebar tidak merata, namun jika
dimanfaatkan dapat memberikan kontribusi energi pada masyarakat pulau-pulau
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 15
26. kecil dan terpencil serta masyarakat pantai. Energi kelautan merupakan jenis
energi alternatif dan energi terbarukan, sehingga dalam program jangka panjang
tidak tergantung pada ketersediaan cadangan.
Walaupun kontribusi energi kelautan ini tidak cukup signifikan untuk memberikan
kontribusi terhadap pemenuhan energi nasional, namun secara bertahap akan
meningkatkan target pemenuhan energi mix (5% dari kebutuhan energi nasional).
Kegiatan penelitian dan pengembangan energi kelautan ini masih bersifat riset murni
dan dilakukan oleh berbagai institusi yang berkaitan dengan pengembangan energi,
seperti perguruan tinggi (potensi sumber daya), institusi litbang (kajian prototipe),
lembaga penelitian sub sektor kelistrikan (mini pilot plant), dan belum sampai pada
tahapan pembuatan pilot plant apalagi skala komersial.
Permasalahan dalam pemanfaatan energi kelautan ini umumnya menyangkut
kebijakan pemerintah yang masih bertumpu kepada pemanfaatan energi
pembakaran fosil fuel yang bersubsidi sehingga energi kelautan ini belum dapat
bersaing dari segi tarif dan kualitasnya.
Yang menjadi pokok permasalahan adalah belum terdapatnya kebijakan-
kebijakan yang menunjang pemberdayaan sumber daya energi dan mineral serta
kemampuan SDM, dan belum termanfaatkannya potensi sumber daya energi dan
mineral khususnya yang berasal dari laut.
Saat ini kebijakan energi nasional masih mengarah pada pemanfaatan batu bara
sebagai bahan bakar, dengan mengurangi pemanfaatan minyak bumi dari 70%
menjadi 35% pada tahun 2025. Namun demikian pemanfaatan batu bara untuk
pembangkit listrik masih terkendala oleh konsekuensi sebagai pemrakarsa Kyoto
Protokol, yaitu pegurangan emisi gas buang CO2. Oleh sebab itu, upaya
diversifikasi energi yang memanfaatkan energi bara, energi terbarukan, dan energi
alternatif menjadi prioritas untuk dikembangkan pada kebijakan energi mix
nasional di masa yang akan datang.
Salah satu energi alternatifdan energi terbarukan yang berpotensi untuk di
kembangkan adalah energi kelautan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
meman-faatkan sumber daya energi kelautan ini, namun mengingat biaya
pembangkitannya lebih inalial dibanding tarif kelistrikan nasional, maka hingga
saat ini belum dapat diusahakan menjadi skala komersial.
Salah satu alasan untuk mengembangkan pemanfaatan energi kelautan adalah dalam
rangka meningkatkan rasio elektrifikasi, terutama di pulau-pulau terpencil. Salah satu
upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah mendistribusikan pembangkit-
pembangkit listrik skala mikro seperti energi angin dan energi matahari yang telah
diimplementasikan pada daerah terpencil, sedangkan energi kelutan masih masih
dalam tahapan penjajagan yang disesuaikan dengan potensi sumber daya energi
kelautan setempat. Target pemerintah sesuai dengan “road Map” Kebijakan Energi
Nasional (KEN-2005) adalah peningkatan elektrifikasi rasio kelistrikan hingga
mencapai 90% pada tahun 2025. Hal ini merupakan tantangan yang sulit dicapai,
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional
16
27. karena daerah-daerah yang belum terjangkau listrik terletak jauh dari jaringan dan
berada pada pulau-pulau terpencil. Oleh sebab itulah, salah satu kebijakan jangka
pendek adalah memanfaatkan sumber-sumber energi kelautan menjadi
pembangkit listrik dalam skala keen dan mikro.
Kebijakan Energi Nasional (2005) mencanangkan bahwa energi terbarukan dan energi
alternatif, termasuk energi kelautan diharapkan sudah memberikan kontribusi pada
energi mix sebesar 5% dari kebutuhan energi nasional. Saat ini energi kelautan masih
dalam tahapan penelitian dan pengembangan, pembuatan prototype dan mini pilot plant
sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada energi mix.
Potensi energi kelautan di Indonesia dinilai cukup potensial untuk dikembangkan
walaupun lokasinya tersebar tidak merata. Namun demikian, karena investasi
pembangunan pembangkit energi kelautan secara ekonomis masih jauh lebih
tinggi dibandingkan pembangkit konvensional lainnya, maka pelu ditunjang oleh
kebijakan khusus untuk memberlakukan jenis energi ini sebagai “infrastruktur”
masyarakat terpencil dan bukan sebagai komoditi energi.
Dengan demikian, diperlukan subsidi pemerintah, insentif investasi serta
kemudahan-kemudahan perijinan dalam pengusahaannya, agar energi kelautan
sebagai energi alternatif dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran masyarakat di daerah terpencil.
Teknologi pemanfaatan thermal laut dikenal sebagai energi OTEC (Ocean
Thermal Energy Conversion). Potensi OTEC di lautan wilayah Indonesia
mencapai 2.5 x 1023 joule dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar 3
(tiga) persen, maka dapat menghasilkan daya sekitar 240.000MW.
Potensi energi panas laut yang cukup menjanjikan terletak pada daerah antara 6-
9o
lintang selatan dan 104 – 109o
bujur timur. Di daerah ini umumnya ditemukan
perbedaan suhu laut di permukaan laut dan suhu pada kedalaman 650 – 1000
meter antara 20o
C – 28o
C.
Energi pasang surut
Saat ini potensi energi pasang surut di seluruh samudera di dunia mencapai 3.106
MW, diantaranya dimanfaatkan di Prancis, Rusia,Canada dan Australia. Perairan
Indonesia yang berpotensi untuk pemanfaatan energi pasang surut adalah sebagian
pantai Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Papua dan
pantai selatan Pulau Jawa yang memiliki beda pasang surut sekitar 5 (lima) meter.
Potensi energi pasang surut dan arus laut yang cukup besar di kawasan Indonesia
Timur ( KIT) adalah Laut Aru, yaitu antara Kepulauan Aru hingga Papua bagian
selatan (Muara Sungai Digul dan Pulau Dolak) dimana kisaran pasang surut
sekitar 4 sampai 6 meter. Pengembangan sumber energi pasang surut di
Indonesia telah dimulai dengan dibangunnya dua pilot project yaitu di Bagan
Siapi-api dan Merauke yang memiliki beda pasang dan surut sekitar 6 meter.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 17
28. Energi gelombang
Hasil gelombang konversi gelombang laut di pantai Selandia Baru dengan tinggi
rata-rata 1 meter dan periode 9 detik mempunyai daya sebesar 4,3 kW per meter
panjang gelombang. Sedangkan deretan gelombang dengan tinggi 2 meter dan 3
meter dapat membangkitkan daya sebesar 39 kW per meter panjang gelombang.
Negara-negara lain yang telah memanfaatkan energi gelombang untuk
pembangkit tenaga listrik adalah Funlay (Kanada), Shanghai (RRC), Rangoon
(Myanmar), Abijan (Afrika Barat), Seoul (Korea Selatan), jalur Magellan (Amerika
Serikat) dan Bristol (Inggris).
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan energi kelautan
antara lain : rasio elektrifikasi masih rendah, keterbatasan PLN untuk melistriki
wilayah terpencil dan isu lingkungan (energi bersih)
Pertimbangan untuk mengembangkan energi kelautan ini adalah melonjaknya
harga minyak bumi (crude oil US$>92.0). Selain itu meningkatnya isu lingkungan
seperti penerapan Kyoto Protokol, merupakan upaya untuk lebih memberikan
prioritas bagi pemanfaatan energi baru dan terbarukan termasuk energi kelautan.
Potensi pengembangan sumber energi pasang surut di Indonesia paling tidak
terdapat di dua lokasi, yaitu Bagan Siapi-api dan Merauke, karena di kedua lokasi ini
kisaran pasang surutnya mencapai 4- meter. Potensi pengembangan pembangkit
listrik tenaga gelombang laut diantaranya di pantai Baron, Yogyakarta dan pantai
padang. Potensi pengembangan pembangit listrik arus laut diantaranya terdapat di
Selat Lombok. Potensi pengembangan pembangkit listrik dengan teknologi OTEC
dapat ditemukan di pantai-pantai dengan ciri morfologi dasar laut yang curam.
Dalam upaya pemanfaatan energi kelautan ini, pemerintah melalui ESDM dan
BPPT telah mempelopori berbagai penelitian dan pembuatan prototipe
pembangkit listrik dengan menggunakan energi kelautan. Hasil kajian secara
teknis memperlihatkan bahwa pembangkit-pembangkit listrik ini telah mampu
melakukan konversi energi, walaupaun dalam efisiensi yang relatif kecil.
2.1.2.2Deep Ocean Water
Ternyata kekayaan laut tidak ada duanya di dunia ini. Namun, untuk saat ini orang
belum memanfaatkan secara maksimal potensi laut. Salah satunya adalah Air Laut
Dalam. Bahkan, air laut dalam ini kini sudah digunakan oleh beberapa hasil industri.
Dan, satu-satunya alat yang efektif untuk menurunkan kadar emisi gas karbon
dioksida secara global adalah penggunaan produk yang ramah lingkungan.
Industri Air Laut Dalam sangat potensial dikembangkan di Indonesia, air laut
yang berada pada kedalaman lebih dari 500 meter memiliki manfaat yang bernilai
ekonomi tinggi. “Air laut dalam sangat bersih dan sehat sehingga bisa
dimanfaatkan untuk air minum, kosmetik serta bagus untuk budidaya ikan,”.
Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki laut dalam yang airnya bisa
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 18
29. dimanfaatkan namun hanya beberapa wilayah yang layak dan potensial untuk
dikembangkan berdasarkan studi kelayakan, seperti Pelabuhan Ratu di Jawa
Barat, Gondol dan July di Bali, Bima dan Dompu di Sumbawa, Kupang, dan
Ujungpandang. Lokasi lokasi tersebut hanya mewakili sebagian kecil Baja dari
keseluruhan potensi yang dimiliki Indonesia.
Air Laut Dalam adalah air yang dikandung oleh lautan dan samudera luas dunia
pada kedalaman lebih dari 500 meter. Selama ribuan tahun, air tersebut
mengelilingi dunia bersama dengan aliran arus Great Conveyor Belt yaitu arus
laut dalam yang bergerak sangat lambat.
Air laut dalam sudah lama diakui sebagai sumber energi laut yang sangat berharga.
Selama 20 tahun terakhir ini, riset dan eksperimen mengenai air laut dalam atau yang
biasa disebut deep seawater (DSW) terus dilakukan, terutama untuk konversi energi
thermalnya dan untuk pengembangan budidaya perikanan laut dalam.
Kandungan yang dimiliki DSW sangat superior karena berbagai kelebihan yang
dikandungnya. Bagi negara seperti Jepang dan negara-negara perairan lainnya,
DSW merupakan sumber daya lokal yang sangat berguna dan juga potensial.
Selain fungsinya dalam berbagai produk makanan, sumber daya alam ini
mempunyai potensi terpendam lainnya yang bisa dikembangkan secara komersial,
termasuk aplikasi di pertanian, pembiakan, dan perawatan dengan memanfaatkan
kandungan mineralnya dan temperaturnya yang rendah.
Air dalam aliran arus tersebut sangat jarang naik kepermukaan. Sepanjang
perjalanan-nya, air dikedalaman ini menjadi matang dengan tempaan tekanan 500
atm dalam jangka waktu tak terbatas. Air ini juga mengalami berbagai kondisi dan
kejadian vulkanis yang memberinya kekayaan unsur hara dan mineral. Dibandingkan
dengan air permukaan, kandungan nitratnya 200 kali lebih besar dan fosfatnya
sekitar 20 kali lipat. Berada di luar jangkauan sinar matahari membuatnya dingin,
bebas bakteri/ patogen dan relatif stabil pada temperatur rendah.
Dengan mempelajari parameter-parameter yang ada. dapat disimpulkan bahwa Indonesia
siap untuk memanfaatkan Air Laut Dalam demi peningkat antara hidup masyarakat
pesisir serta bagi kepentingan masyarakat luas untuk dapat menikmati kemurnian,
kekayaan, dan kematangan air ini. Potensi penggunaannya industri makanan dan
minuman, air mineral kemasan, kosmetik serta produk kesehatan akan membuat
perbedaan besar dalam hidup manusia. Bahkan kemungkinannya menjadi sumber energi
alternatif lingkungan ramah memberi harapan baru bagi kelestarian alam.
Target pasar air laut dalam memang bervariasi, tetapi industri air mineral kemasan
sebagai bagian besar mungkin dapat dijadikan contoh. AQUA, produsen yang
memimpin pasar dilndonesia, misalnya, memproduksi dan menjual 9 milyar liter air.
Dengan asumsi 1% - nya digantikan air laut dalam, berarti AQUA mengkonsumsi
2.465 ton / hari-jumlah yang lebih dari 50% targetproduksi Marine Techno Part.
Berdasarkan perhitungan investasi sederhana, modal awal yang sebesar USD 48.5
juta dapat kembali dalam enam tahun. Net present value positif, yaitu USD 69,5 juta
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional
19
30. dan internal rate of ini return 30 %. Dapat disimpulkan bahwa dari sudut pandang
investasi, proyek ini layak dilaksanakan. Diperkirakan jumlah laba bersih tahunan yang
dapat dihasilkan proyek ini mencapai rata-rata USD 19,6 juta.
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri Deep
Ocean Water adalah kebutuhan modal yang besar, seperti yang dijelaskan bahwa
modal awal mencapai USD 48,5 juta. Pembiayaan dari luar pastilah diperlukan.
Para investor harus dapat diyakinkan bahwa keuntungan yang ditawarkan sangat
besar dan balik pokok pasti tercapai, resiko besar seimbang dengan peluang
besar. Para investor juga perlu menyadari besarnya resiko mengatasi kekuatan
alam yang sangat berpengaruh dan dapat menjadi ancaman bagi instalasi lepas
pantai dan air laut dalam itu sendiri, dan tak kalah pentingnya permasalahan akan
Pasar yang sangat kompetitif. Pasar telah membuktikan bahwa akan selalau
muncul pemain baru dan produk substitusi yang lebih murah atau bahkan lebih
baik. Tetapi, dalam hal ini potensi air laut dalam tidak bias disangka adalah sangat
besar, serta penyiapan peraturan-peraturan pemerintah pusat dan daerah
termasuk peraturan tentang Otonomi Daerah yang dapat mengakomodasi
munculnya industri-industri DOW terkait dengan hak rakyat.
2.1.2.3Seabed Mineral Resources
Kepulauan Indonesia sangat unik karena terletak pada pertemuan tiga lempeng
tektonik utama yaitu: Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng
Eurasia. Pertemuan lempeng-lempeng tersebut telah menyebabkan membentuk
laut dalam di kawasan perairan Indonesia, pada kedalaman 2000 m sampai 6000
m yang bersifat samudera (oceanic basins) seperti laut Banda, laut Maluku, laut
Sulawesi, laut Flores dan palung-palung samudera dalam seperti palung sunda,
dan laut dangkal yang berada pada landas kontinen seperti laut jawa, laut china
selatan (paparan sunda), dan laut Arafuru (paparan sahul).
Berkaitan dengan Seabed Mineral Resources ini perlu dilihat potensi sektor
energi terutama minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia yang berada di daerah
laut yakni pada saat ini 70 persen diantaranya terdapat di cekungan-cekungan
tersier lepas pantai dan lebih dari separuhnya terletak di laut dalam. Pada tahun
2004 menurut data Badan Litbang Depatemen ESDM telah beroperasi lebih dari
36 perusahaan minyak di wilayah kerja (WK) lepas pantai dari keseluruhan 153
WK yang melaksanakan eksplorasi dan ekloitasi di lepas pantai.
Mengacu pada pendapatan negara dari sektor migas, sekitar 34 persen hasil
minyak dan gas bumi dihasilkan dari ladang-ladang minyak di lepas pantai.
Saat ini terindikasi 66 cekungan migas di seluruh Indonesia, sebagian besar
berada di darat dan laut dangkal perairan territorial dan hanya beberapa cekungan
yang berada pada landas kontinen (cekungan busur muka), 16 cekungan sudah
berproduksi, 8 cekungan berpotensi, dan 42 cekungan belum dieksplorasi.
Penelitan cekungan yang dilakukan Pusat Penelitan Pengembangan Geologi Kelautan
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 20
31. (PPPGL) Departemen ESDM jumlah cekungan migas terakhir ditahun 2007
peta cekungan migas akan menjadi 67 cekungan.
Sedangkan total potensi minyak bumi yang telah terukur pada seluruh cekungan-
cekungan hidrokarbon termasuk cekungan Blok Ambalat Timur yang masih
dalam status quo pada 2005 ini mencapai 86,9 milyar barrel yang terbukti. Total
cadangan gas bumi terukur mencapai 384,7 triliun kaki kubik (TCF), sedangkan
yang terbukti baru ditemukan 90 TCF. Beberapa penelitian potensi hidrokarbon
laut dalam khususnya di cekungan busur muka baratdaya Indonesia telah
dilakukan, baik kerjasama dengan institusi asing ataupun survey terintergrasi
institusi dalam negeri. Cekungan minyak dan gas bumi, yang diperkirakan dapat
menghasilkan 84,48 miliar barrel minyak. Dari jumlah cekungan itu, 40 cekungan
terdapat di lepas pantai dan 14 cekungan lagi ada di pesisir.
Meski cadangan minyak dan gas bumi Indonesia tergolong besar, dimana
cadangan ini tersebar pada lokasi perairan yang terpencil. Saat ini, masih ada
sekitar 22 cekungan yang belum diteliti atau dieksplorasi kandungannya. Untuk
menjawab semua itu, lembaga riset di Indonesia melaksanakan serangkaian
ekspedisi geologi kelautan dengan melibatkan peneliti asing. Di antaranya yang
paling akhir adalah dua ekspedisi yang diberi nama Bandamin dan IASSHA.
Tujuan penelitian itu, menemukan gunung-gunung api bawah laut dan dikaitkan
dengan potensi mineral logam hidrotermal di dasar laut.
Terkait dengan potensi Sumber daya mineral pada landas kontinen Indonesia
yang berkaitan dengan Seabed Mineral Resouces secara mendasar yang perlu dilihat
yakni Indonesia perlu mengenali betul tentang potensi sumber daya kelautan
yang dimiliki, mulai dari petanya yang masih sangat terbatas. Indonesia memiliki
peta besar, tetapi untuk peta-peta yang lebih detail yang bisa melihat potensi-
potensi yang ada belum dimiliki termasuk pulau-pulau kecil yang saat ini
penamaannya belum selesai seluruhnya. Di samping itu permasalahan saat ini
masih banyak sumber daya alam yang belum dikenal di dasar laut, tetapi hanya
terbatas di pulau-pulau, bukan hanya sumber daya alam yang ada di perairan
internasional, perairan nasional pun secara geologi belum melakukan eksplorasi
dasar laut. Terkait dengan Ocean Policy apakah batas landas kontinen telah diatur.
sampai batas waktu 2009 Indonesia belum menetapkan national comitment pada
batas landas kontinen, sehingga permasalahan ini perlu menjadi perhatian
bersama Indonesia yaitu mengenali betul dengan menetapkan batas landas
kontinen dan perlu adanya rekomendasi tentang legalitas aspek dan teknologinya,
yang terkait dengan maritime surveillance system baik on the survey maupun under water.
Menurut data terakhir dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen
Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) mengungkapkan batas landas kontinen
Indonesia akan bertambah seluas 3.915 km2
. dari hasil survai Batas Landas Kontinen
atau Indonesia Outer 0f Continental Shelf (IOCS) di sejumlah wilayah. IOCS tersebut
yakni IOCS I meliputi Sumatera, IOCS II yakni Jawa dan Nusa Tenggara serta
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 21
32. IOCS III di kawasan Papua. ZEE yang diakui PBB yakni 200 mil dari pantai terluar
dan ternyata dari hasil survei Indonesia bisa mengklaim hingga 350 mil laut apabila
Indonesia bisa membuktikannya, dari hasil survei tersebut, Indonesia siap
melaporkan ke PBB adanya penambahan batas landas kontinen seluas 3.915 km2 di
barat Sumatera, jika nanti usulan penambahan batas landas kontinen tersebut
diterima PBB, maka luas Indonesia akan bertambah dari sebelumnya 5,8 juta km2.
Mineral dasar laut (seabead mineral) berdasarkan komoditi dan kemanfaatannya
dapat digolongkan menjadi empat (4) jenis yaitu bintil fosfor (phosporite nodules
dan pellets): bintil mangan (manganese nodules); kerak kobalt-mangan (cobalt-
manganese crust) dan endapan mineral hidroternal (hydrothermal mineral deposits).
penjelasan dari tiap kelompok seperti diuaraikan di bawah ini :
1. Phosporite nodules dan pellets dasar laut adalah mineral-mineral yang
merupakan percampuran antara fosfat dan karbonat, bagian dari varian
apatite yang disebut juga mineral earbonate flourapatite atau francolite.
mineral ini kerap hadir berupa endapan dalam bentuk bintik (nodule) dan
pellet (lembaran). mineral tersebut umumnya dijumpai pada kisaran
kedalaman laut hingga 1000 meter pada bagian dari ZEE. secara lokal
keterdapatan mineral ini dapat juga hadir pada gunung bawah laut (seamount)
yang berasosiasi dengan material gampingan (calcareous) dan batuan volkanik
2. Manganese nodules dasar laut adalah endapan beberapa mineral oksida,
seperti mangan dan besi selain itu mengandung unsur logam yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi (nikel, tembaga dan kobalt). umumnya terdapat di
laut dalam pada daerah pematang tengah samudera (di luar zona ZEE) yang
terjadi akibat proses percampuran antara larutan hidrotermal dengan air laut
(hydrogenous supply).
3. Cobalt-rich manganese crust adalah mineral-mineral yang umumnya
terdapat di sekitar gunung bawah laut dan rangkaian kepulauan. mineral-
mineral yang masuk dalam kelompok ini, umumnya sama dengan kelompok
manganese nodules ditambah timbal, seng dan molibdenum.
4. Hydrothermal mineral deposits dasar laut adalah mineral-mineral yang
terdapat di dasar laut terbentuk karena proses hidrotermal, seperti misalnya
mineral polimetalik sulfid (emas) dan berasosiasi dengan metaliferous
sediment hasil aktivitas volkanik bawah laut.
Riset untuk identifikasi potensi manganese nodules, polymetallic sulphides, metal rich
seamount crusts, methane gas hydrate, telah dimulai sejak era 90an, seperti dalam
program Geobanda, merupakan kerjasama Indonesia-Perancis pada 1994-1996 di
laut Banda. kemudian kerjasama antara Indonesia-Jerman (2001-2003) di perairan
flores dan Indonesia dengan Australia pada periode tahun 2001-2003 di teluk
Tomini, selat Sunda dan perairan barat Sangihe (Sulawesi).
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 22
33. Kegiatan explorasi dan exploitasi di kawasan offshore seperti minyak dan gas bumi selain
penghasil devisa terbesar tetapi kegiatan pertambangan tidak dapat terlepas dari masalah
pengotoran lingkungan. saat ini ada 435 offshore platform di laut Jawa, laut Natuna, dan selat
Makassar, diantaranya sudah tidak dioperasikan : yaitu 8 di laut Jawa dan 3 di laut Natuna.
selama 30 tahun offshore platform tersebut menjadi pembuangan berbagai “chemicals”. hanya
kontrak PSC yang baru mengharuskan adanya “abandonment cost”.
Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan kelautan yang dilakukan peneliti
Indonesia telah berlangsung sejak era 1970, walaupun demikian hasilnya tidak
terlalu signifikan dan tidak fokus. permasalahan yang dihadapi diantaranya :
Sering berubahnya kebijakan mengakibatkan kegiatan survei kelautan terhenti
sehingga hasil penelitian tidak optimal.
Tantangan dalam bidang pemanfaatan mineral dasar laut dalam antara lain adalah :
1• Pembuktian ilmiah tentang potensi sumberdaya mineral sumberdaya mineral
dasar laut dalam di kawasan perairan Indonesia dan diluar kawasan ZEE.
2• Tenaga ahli kelautan dituntut untuk dapat membuktikan kemampuannya dalam
pemanfaatan sumberdaya masa depan yang masih tersimpan di dasar samudera.
3• Indonesia perlu segera terlibat dalam penelitian atau survei mineral dasar
laut dalam karena penguasaan informasi tersebut memiliki implikasi
geopolitik dan geostrategi
4• Untuk penelitian kerjasama asing seyogyanya perlu adanya kesamaan topik
kerjasama, tidak jelasnya penanggung jawab, masalah sahring data, hambatan
dalam penulisan karya ilmiah baik di dalam dan di luar negeri.
5• Untuk sinergi penelitian kelautan antar institusi dan penghematan anggaran
guna memperoleh hasil yang optimal perlu adanya semacam panitia yang
mempunyai tupoksi untuk koordinasi, mencari isu/ tema penelitian, seleksi
proposal sampai pada penentuan anggaran yang akan dilakukan. Hal ini
dimaksudkan untuk memperoleh keluaran yang optimal serta menghindari
adanya tumpang tindih penelitian antar institusi.
2.1.3 Perhubungan Laut (pelayaran)
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki wilayah laut luas, seharusnya
bangsa Indonesia unggul dari segi pelayaran, tetapi nyatanya saat ini perkembangan
transportasi laut Indonesia cukup memprihatinkan, karena terbukti terus mengalami
penurunan pangsa muatan dan jumlah armada. Disamping itu, ada kondisi dimana
pelayaran nasional dikategorikan sebagai beresiko tinggi dalam bisnis industri pelayaran.
Dari pangsa muatan angkutan dalam negeri, pelayaran nasional hanya dapat mengangkut
muatan sebanyak 50,15%. Sedangkan dari pangsa muatan angkutan luar negeri, pelayaran
nasional hanya mampu mengangkut muatan sekitar 4,79%. Bila dibandingkan dengan
pelayaran asing untuk keperluan angkutan luar negeri, nampak sekali ketertinggalan yang
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 23
34. dihadapi pelayaran dalam negeri. Sampai tahun 1999, pelayaran asing berhasil
mengangkut pangsa muatan hingga mencapai 95,21% dengan tujuan ke luar negeri.
Kecilnya kontribusi angkutan laut nasional terhadap perekonomian, salah satunya dapat
dilihat dari perkembangan bisnis pelayaran yang tidak menggembirakan. Kinerja
transportasi laut yang tertinggal itu disebabkan oleh citra Indonesia dalam kancah bisnis
transportasi laut dunia yang masih dikategorikan sebagai transportasi laut yang beresiko
tinggi, berkenaan dengan keselamatan pelayaran. Disinyalir bahwa selain faktor risiko
pelayaran, kondisi pelayaran nasional juga diperburuk oleh semakin menurunnya pangsa
angkutan (muatan) dalam negeri maupun luar negeri. Pangsa angkutan laut internasional
yang semula mencapai 37%, kini hanya tinggal 3% (Ditjenla, 2000).
Hal demikian merupakan pertanda bahwa kemampuan daya saing perusahaan
pelayaran nasional semakin turun, sementara kepemilikan kapal perusahaan pelayaran
nasional relatif kecil. Sebagian besar perusahaan pelayaran nasional itu bertindak
sebagai agen dari perusahaan asing. Pelayaran nasional mayoritas menjadi feeder dari
Pelabuhan Singapura. Bahkan, Indonesia nyaris dijadikan binterland (kawasan belakang)
Singapura. Kondisi demikian diperburuk oleh tingkat keselamatan yang masih sangat
rendah. International Maritime Organisation (IMO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan tingkat kecelakaan dan di rampokan di laut cukup tinggi (bight
risk countri). Untuk memecahkan masalah itu, perlu perhatian semua pihak, termasuk
di perlukan sinergi antara industri maritim dan instrumen pendukungnya.
Dari sisi persaingan usaha, kemerosotan pelayaran nasional untuk angkutan barang keluar
negeri juga disebabkan karena selama ini angkutan barang itu masih dikuasai oleh kapal-
kapal niaga asing. Dengan demikian, pilihan yang mungkin kita lakukan untuk menggenjot
perkembangan pelayaran nasional adalah dengan meningkatkan kemampuan daya saing
kapal-kapal pelayaran domestik terhadap kapal-kapal asing. Sekedar data, sebelumnya
kemampuan angkutan kapal dalam negeri hanya berkisar 16.236.366 ton barang, atau
4,79%, yang diangkut keluar negeri meningkat menjadi 5% (Dephubtel, 2001). Hal seperti
ini harus terus di upayakan agar proporsinya semakin meningkat.
Kenyataan lain, keberadaan kapal-kapal niaga dalam negeri untuk angkutan lokal juga
masih kecil, sehingga perlu ada perhatian dari pemerintah untuk meningkatkannya
agar domestic cargo bisa seluruhnya dikuasai oleh armada kapal niaga nasional. Idealnya,
95% angkutan domestic cargo ditangani oleh pelayaran nasional, namun realitasnya
sampai sejauh ini baru sekitar 55%.
Berkenaan dengan kebutuhan akan kapal-kapal perintis, seharusnya pemerintah mem-
prioritaskan pengadaannya. Artinya, pihak Departemen Perhubungan perlu segera me-
realisasikan kapal perintis itu. Berhubungan dengan angkutan barang dari satu pulau ke pulau
lain di wilayah Indonesia, keberadaan kapal-kapal yang sifatnya pelayaran rakyat masih sangat
penting saat ini, karena biasanya kapal rakyat memiliki daya jelajah yang sangat tinggi,
sehingga bisa mencapai lokasi-lokasi yang tidak bisa ditangani oleh kapal-kapal reguler.
Berangkat dari gambaran perkembangan transportasi laut diatas, harus diupayakan
pengembangan transportasi laut Indonesia yang diarahkan pada pencapaian visi dan
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 24
35. misi transportasi laut dengan mewujudkan penyediaan pelayanan dan jasa transportasi
laut yang andal (service excellence) sebagai urat nadi kehidupan dan sarana pemersatu
Negara Kepulauan Indonesia.
Pelayanan jasa transportasi, khususnya pada sub sektor Perhubungan Laut, tidak akan
terlepas dari aspek keselamatan pelayaran. hal tersebut bersifat mutlak dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi. jaminan akan keselamatan pelayaran merupakan hal yang harus
diimplementasikan melalui peningkatan standar keselamatan pelayaran dan pengawasan
dengan menitiberatkan pada terciptanya pelayanan jasa transportasi laut yang handal.
Sistem transportasi laut terdiri dari 3 (tiga) subsistem, yaitu :
1. Subsistem Lalu Lintas dan Angkutan Laut (Sea Traffic/ shipping)
2. Subsistem Kepelabuhanan (Port)
3. Keselamatan dan keamanan Pelayaran (Safety & Security)
Ketiga sub sistem tersebut merupakan instrumen pokok dalam penyelenggaraan
sistem transportasi laut nasional.
Isu mengenai keselamatan pelayaran bukan hanya merupakan isu nasional, tapi labih
bersifat global. hal tersebut direalisasikan dengan adanya organisasi internasional yaitu
Internatioanl Maritime Organization (IMO). sehingga Indonesia sebagai negara
anggota harus taat pada ketentuan yang telah diratfikasi sebagai acuan yang menjadi
dasar pelaksanaan dan penyelenggaraan transportasi laut nasional.
Untuk mendukung upaya peningkatan keselamatan dan keamanan serta keandalan
pelayaran/ transportasi laut, maka diperlukan kebijakan sebagai berikut :
1• Peningkatan Kapasitas Pelayanan Transportasi Laut Nasional
2• Peningkatan keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan transportasi laut
nasional
3• Peningkatan kecepatan arus transportasi laut dan aksesbilitas masyarakat di
daerah terpencil
4• Peningkatan pembinaan pengusahaan transportasi laut
5• Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia serta Ilmu Pengetahuan dan
Tekhnologi di bidang transportasi laut
6• Peningkatan pemeliharaan dan kualitas lingkungan hidup serta penghematan
energi di bidang transportasi laut
7• Peningkatan pentediaan dana pembangunan transportasi laut
8• Peningkatan kualitas administrasi negara pada sub sektor transportasi laut
Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan transportasi laut nasional yang efektif
dan efisien sebagai infrastruktur dan tulang punggung kehidupan berbangsa dan
bernegara, maka diperlukan :
1. Menyediakan pelayanan transportasi laut nasional yang handal dan
berkemampuan tinggi serta memenuhi standar nasional dan internasional
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 25
36. Meningkatkan daya saing industri transportasi laut nasional di pasar global yang dapat
memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional
2. Melaksanakan konsolidasi peran serta masyarakat, dunia usaha dan pemerintah melalui
retrukturisasi dan reformasi peraturan dan kelembagaan di bidang transportasi laut
3. Meningkatkan peran transportasi laut dalam mempercepat laju pertumbuhan
pembangunan nasional
4. Meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa transportasi laut
Permasalahan yang dihadapi oleh jasa angkutan laut dalam perkembangannya dewasa
ini antara lain:
1) Sifat usahanya yang lambat pertumbuhannya dan membutuhkan dana investasi yang
sangat besar (capital intensive slow yielding) dibandingkan dengan unit ekonomi lainnya.
2) Perkembangan armada niaga di negara maju dan beberapa negara berkembang
memperolch inducement berupa proteksi dan subsidi (subsidi atas biaya operasi,
subsidi atas harga kapal, subsidi atas suku bunga bank .dan lain-lain), hal ini
bclum diperoleh sebagaimana mestinya oleh pelayaran niaga Indonesia.
3) Sebagai akibat dari depresi yang dialami oleh perusahaan-perusahaan pelayaran
dalam beberapa tahun ini (1980 - 1987) maka keuangan perusahaan pelayaran
berada dalam kondisi memprihatinkan.
4) Keengganan para lembaga finansial untuk membiayai proyek perkapalan.
5) Tingkat harga kapal di pasaran internasional maupun dalam negeri saat ini re1atif
tinggi dihubungkan dengan uang tambang.
6) Tingkat suku bunga Bank di Indonesia:Untuk investasi pengadaan kapal sebesar
18 - 21 % penyertaan modal sendiri sebesar 35% colateral 150 %. Di beberapa
negara maju tingkat suku bunga 4 - 6 % dengan equity 0 - 15 %.
7) Keamanan global dan regional isu keamanan global dan regional serta ketentuan
internasional yang mengharuskan peningkatan keamanan pada kapal serta
fasilitas pelabuhan ISPS Code (International Ships and Port Facility Security)
8) Tingkat kecukupan serta keandalan sarana dan prasarana keselamatan pelayaran
masih rendah karena kurangnya fasilitas keselamatan pelayaran sehingga tingkat
kerawanan berlayar masih tinggi.
9) Kurangnya investasi dalam pembangunan transportasi laut masih terbatasnya
dana pemerintah dalam investasi pembangunan transportasi laut dan masih
kurangnya investasi serta partisipasi pihak swasta (Privat Sector Participation) hal
ini menyebab-kan terjadinya kesenjangan infrastruktur yang semakin lama
semakin besar pada sub sektor transportasi laut
10) Road map to Zero Accident acuan dalam penyelenggaraan jasa transportasi
menuju pada kondisi “0” (nol) kecelakaan dengan menitikberatkan pada standar
keselamatan transportasi tingkat keselamatan pelayaran masih rendah.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 26
37. Kualitas SDM dalam bidang pelayaran kemampuan nakhoda & anak buah kapal (ABK)
terkait dengan gerak kapal, navigasi, dll. masih rendah. Kelalaian dalam melaksanakan tugas
(pelasingan atau pengikatan muatan kapal, dll)
11) Pemanfaatan dan penguasaan teknologi modern sarana dan prasarana yang
mendukung keselamatan pelayaran perlu memperhatikan perkembangqn teknologi
guna menjamin keselamatan dan efektivitas kegiatan transportasi laut, misalnya
teknologi telekomunikasi pelayaran (saran radio operasional pantai/ SROP)
12) Pengelolaan jasa pelayaran peran serta pemerintah daerah terbatas di luar
kewenangan pemerintah pusat dalam hal keselamatan pelayaran (sebagaimana PP
nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara
pemerintah, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/ kota) Penegasan
fungsi operator dan regulator dalam bidang jasa transportasi laut
13) Pemahaman dan harmonisasi peraturan perundang-undangan terjadi dualisme
kewenangan misalnya dengan adanya syahbandar di pelabuhan perikanan (sesuai
dengan UU 31 tahun 2004 tentang perikanan) sehingga aparat di lapangan
mengalami kesulitan dalam menerapkan aturan
14) Isu internasional bidang keselamatan dan keamanan maritime kapal internasional
tidak singgah di pelabuhan Indonesia. kewajiban masing-masing negara anggota
IMO untuk melakukan sistem monitoring bagi kapal internasional
15) Pulau-pulau terluar dan daerah terpencil serta daerah yang mempunyai potensi
ekonomi keterbatasan penyediaan sarana dan prasarana pelayaran aksesbilitas ke
pulau-pulau berpotensi tidak memadai.
Masih terbatasnya dana pemerintah dalam investasi pembangunan transportasi laut
dan masih kurangnya investasi dan partisipasi pihak swasta (Private sector participation)
hal ini mengakibatkan terjadinya back-log infrastruktur yang semakin lama semakin
besar pada sub sektor transportasi laut.
2.1.4 Pariwisata Bahari
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi dan
kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia memiliki wilayah seluas 7,7 juta Km2
,
melihat pada kondisi geografik dan hidrometeorologi serta musim, maka potensi
wisata bahari di Indonesia sangat besar, dimana 2/3 wilayah nusantara terdiri dari
perairan serta memiliki kurang lebih 17.480 pulau dan berjuta hektar taman laut
sehingga prospek pengembangan wisata bahari dikemudian hari sangat cerah.
Indonesia terkenal sebagai negara yang sangat kaya dengan obyek pariwisata bahari,
adanya pengakuan tiga titik yang berlokasi di Indonesia yaitu di Tulamben (Bali),
likuan 2 (Manado), dan Pulau Tomia (Wakatobi) dari 50 titik wisata bahari dunia yang
bertaraf internasional menjadikan Indonesia dapat menjadi salah satu kawasan tujuan
wisata terkemuka di dunia.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 27
38. Beberapa pulau dikawasan Indonesia Timur memiliki ciri khas alam fauna dan flora
tersendiri yang jarang ditemukan di daerah lain bahkan juga di negara lain seperti pulau
koral dan pulau gunung api yang berpasir putih, taman kerang mutiara, lilia dan hebras
laut dan lain-lain. Sifat dan kondisi daerah yang diuraikan diatas didukung oleh keadaan
hidrometeorologi dan musim yang ada merupakan potensi pariwisata bahari/potensi yang
beroperasi ke laut dan diwujudkan ke dalam bentuk obyek wisata laut seperti :
1) Teluk-teluk yang tenang ataupun bergelombang yang dapat digunakan untuk
berbagai kegiatan dan olah raga perairan.
2) Taman laut yang penuh aneka ragam biota laut, lilia dan hebras laut.
3) Pantai-pantai berpasir putih.
4) Jenis-jenis tumbuhan dan ikan laut.
Di tiap obyek wisata laut dapat diadakan kegiatan wisata sesuai kondisi dan sifat obyek
wisata tersebut. Usaha wisata bahari yang makin berkembang akan memberikan dampak
dalam pengembangan daerah serta meningkatkan pula penyerapan tenaga kerja dan
merangsang kegiatan usaha masyarakat pantai. Pcngembangan wisata bahari diarahkan
sejalan dengan kemajuan teknologi dengan menghilangkan dampak negatifnya.
Pengembangan pariwisata bahari diyakini dapat mempunyai efek berganda (multiplier effect)
yang dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, men-datangkan
devisa bagi negara, dan dapat mendorong konservasi lingkungan. Selain itu pengembangan
pariwisata bahari sebenarnya mempunyai dampak positif untuk tumbuh-bangkitnya jiwa dan
budaya bahari yang dengan itu dapat memberikan efek berganda dalam mendorong
terwujudnya negara maritim yang tangguh. Namun demikian hingga saat ini pariwisata
kelautan nasional belum berkembang yang ditunjukan oleh kontribusi terhadap PDB masih
sangat kecil, yaitu sebesar 2,16 % (2002). Rangkaian/calendar event dan object (kawasan tujuan)
pariwisata bahari nusantara belum terbangun. industri hulu-hilir pariwisata bahari termasuk
multimoda transportasi dan jasa hospitality juga belum berkembang.
Wisatawan baik dari manca negara maupun nusantara beberapa tahun terakhir ini
terus meningkat. Untuk menghadapi arus wisatawan mancanegara yang semakin deras
itu dan dalam rangka peningkatan iklim usaha wisata maka pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti :
1) Inpres 7/87 tentang Penyederhanaan Perijinan dan Restribusi di bidang Pariwisata,
2) Keputusan Menteri Parpostel Nomor KM. 97/KK.103/-87 tentang Ketentuan
Usaha Wisata Tirta.
3) Keputusan Dirjen Pariwisata Nomor Kcp. 17/U/11/88 sebagai Juklak Usaha
Wisata Tirta.
4) Keputusan Menteri Parpostel Nomor KM. 85/UM.209/MPPT-88 tentang
Ketentuan Usaha Kapal Pesiar.
5) Keputusan Menteri Parpostel Nomor KM. 86/UM/MPPT -88 tentang
Ketentuan Kunjungan Kapal Wisata Asing dan Kapal Pesiar Asing.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 28
39. Beberapa obyek wisata laut sudah mulai dikenal oleh wisatawan mancanegara
disamping Pulau Bali yang sudah sangat terkenal itu seperti Pulau Batam dan Pulau
Bintan di Riau, Kepulauan Seribu, Bunaken dan Tanjung Pisok di Sulawesi, Utara,
Bandanaira di Maluku, Maumere di NTT, Senggigi; Gili Air, Tanjung Aan di NTB
Kegiatan wisata bahari yang saat ini berkembang di obyek wisata adalah :
1) Kegiatan Marina.
2) Kegiatan hotel dan restoran terapung.
3) Kegiatan selam.
4) Kegiatan Kapal Wisata Indonesia/Asing,
5) Kegiatan Kapal Layar (Yachting).
6) Kegiatan pengelolaan Pulau.
Dalam kegiatan pariwisata terdapat beberapa komponen yang saling menunjang adalah:
1) Obyek wisata
2) Angkutan.
3) Akomodasi.
4) Konsumsi.
5) Pramuwisata.
6) Pemasaran dan paket wisata.
7) Hiburan dan rekreasi.
8) Cenderamata
9) Keimigrasian.
Upaya pengembangan pariwisata tidak akan terlepas dari persaingan dengan kegiatan
pariwisata negara lain. Untuk menghadapi persaingan tersebut dan meningkatkan citra
dunia pariwisata Indonesia, maka permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen
tersebut diatas harus dapat diatasi. Permasalahan itu antara lain:
1) Belum mantapnya pembinaan dan pengaturan wisata bahari, antara lain
disebabkan karena belum adanya undang-undang pariwisata.
2) Sebagian besar obyek wisata bahari belum dikelola secara berdaya guna, berhasil
guna dan profesional.
3) Masih rendahnya kadar sadar wisata masyarakat terutama masyarakat bahari yang
mengakibatkan kecilnya partisipasi mercka dalam pengembangan wisata bahari.
4) Masih rendahnya kesadaran wawasan lingkungan baik pengelola obyek wisata,
wisatawan maupun masyarakat pantai.
5) Faktor kebersihan, mutu pelayanan, kelancaran, keamanan dan pemberian
informasi dilaksanakan belum optimal.
6) Masalah perhubungan ke daerah-daerah wisata yang belum menunjang (aksesibilitas).
7) Masih belum berkembangnya lembaga pendidikan dan latihan dalam rangka
memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional 29
40. Pemasaran obyek dan paket wisata bahari belum dilaksanakan secara optimal.
8) Kurangnya minat kaum bermodal untuk berinvestasi di dalam sektor ini, sedangkan
kondisi sosial masyarakat desa pantai sendiri pada umumnya masih sangat rendah.
9) Prosedur untuk mendapatkan izin masuk CAIT (Clearance Approval for Indonesian
Territory) sangat mempersulit wisatawan bahari mancanegara sehingga banyak
cruiser/ yacht enggan untuk berkunjung ke obyek-obyek wisata bahari Indonesia;
10) Pengurusan CIQP masih perlu diperbaiki, utamanya mengenai durasi VoA (Visa on
Arrival) maupun visa bisnis yang dinilai masih kurang lama dan tidak konsisten
dengan durasi dari CAIT. Para yachter mancanegara menginginkan waktu lebih dari
60 hari agar mereka dapat mengunjungi banyaknya obyek di wilayah nusantara.
11) Persepsi keamanan nasional dan pengelolaan kesehatan lingkungan yang buruk
12) Program APBN/APBD masih terlalu berorientasi pada proyek Economic Overhead
Capital (EOC) dan Social Overhead Capital (SOC), belum pada Directly Productive
Activity
(DPA);
13) Belum ada kebijakan sistem prosedur kapitalisasi aset dan dana. Perlu
diintegrasikan value engineering untuk mengubah lahan pesisir murah menjadi
kawasan budidaya perikanan yang produktif dengan financial engineering melalui
kebijakan fiskal, pen-jaminan kredit, kredit, dan bagi hasil yang adil antara
pengelola, karyawan, masyarakat, dan Pemda.
Selain permasalahan pada saat ini, maka perlu juga diperkirakan permasalahan yang mungkin
timbul dalam pengembangan pariwisata bahari 25 tahun mendatang. Dengan menganalisis
perkembangan pariwisata bahari negara-negara lain khususnya negara-negara di Asia dan
Pasifik, maka permasalahan paling mungkin dihadapi oleh Pariwisata Bahari kita adalah
“Persaingan Pasar”. Oleh karenanya manajemen/administrasi pemasaran harus sudah
dirancang sejak dini. Disamping itu perkembangan Pariwisata Bahari terutama di daerah-
daerah yang masih kuat berakar adat istiadat budaya, akan dapat menimbulkan benturan-
benturan nilai budaya yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerawanan tersendiri.
Kegiatan kepariwisataan adalah salah satu diantara sekian banyak jasa kelautan. Dalam
hubungan ini visi dan misi yang dibangun perlu dirumuskan secara lebih jelas. Prinsip
dasar pengembangan pariwisata bahari didasarkan pada kelestarian lingkungan hidup,
pengembangan ekonomi, kemitraan, keterlibatan masyarakat, persatuan dan kesatuan.
Untuk menjadikan wisata bahari sebagai wisata multidimensi dan multidestinasi
diperlukan beberapa hal antara lain : kemitraan antar pelaku (pengelola) kegiatan
wisata bahari, diversifikasi kegiatan, objek, dan atraksi budaya, diversivikasi kegiatan,
objek dan atraksi budaya, keterkaitan dan komplementaris antar wilayah yang erat,
kerjasama bilateral dan multilateral antar Negara.
Menjadikan destinasi wisata bahari berdaya tarik tinggi dapat dilakukan dengan
menjaga kelestarian sumber daya laut, memiliki spesies langka, terdapat keunikan
budaya masyarakat setempat, kemudahan pencapaian, ketersediaan sarana dan
prasarana pariwisata, keamanan dan kenyamanan berwisata dan karakteristik perairan.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 30
41. Jenis wisata bahari yang bias dikembangkan di Indonesia, yaitu :
1. Bentang laut.
Kawasan perairan laut di Indonesia dapat dikembangkan beberapa jenis kegiatan
wisata bahari, antara lain :
1. Kegiatan wisata di permukaan laut antara lain : Kapal pesiar (cruise), selancar
(surfing), memancing (fishing), kapal layer bermotor (yachting), perahu
bermotor (Boating), perahu layer (sailing), berenang (swimming), parasailing, jet
skying, banana boating, ski air, geowisata bahari, ponthon.
2. Kegiatan wisata di dalam air, antara lain : menyelam (diving), snorkeling, Reef
viewing (submarine)
2. Bentang pesisir dan pulau-pulau kecil
Kawasan pesisir di Indonesia dapat dikembangkan beberapa jenis wisata bahari, antara
lain : olahraga pantai yaitu bola voli pantai dan sepeda pantai, rekreasi yaitu melihat
pemandangan alam, berjemur dan fotografi pantai, edukasi seperti agrowisata bahari,
wisata ilmiah dan wisata industri, petualangan seperti tracking hutan pantai (jungle
tracking) dan ekowisata (pelestarian dan melihat kehidupan binatang liar), budaya pesisir
antara lain : melihat tradisi etnis pesisir, melihat seni tradisional masyarakat pesisir,
melihat komuntas etnis pesisir, melihat warisan budaya material, serta wisata kuliner.
3. Potensi pengembangan wisata bahari menjadi ekominawisata bahari yaitu wisata bahari yang
menyatukan produk wisata dengan perikanan yang berdasarkan wawasan lingkungan.
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh kegiatan industri wisata bahari, di
kelompokkan sebagai berikut :
1. Lingkungan alam
1• kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tingginya aktivitas manusia,
pencemaran, ekploitasi sumberdaya yang berlebihan
2• bencana alam seperti tsunami, badai, gema, gelombang pasang surut dan abrasi
3• ekonomi, yaitu kesenjangan pendapatan, inflasi lokal, pengembangan wisata
bahari belum dapat dinikmati masyarakat setempat untuk meningkatkan
kesejahteraan (tidak bebrbasis masyarakat)
4• belum terciptanya iklim investasi yang kondusif.
5• Infrastruktur/sarana-prasana belum memadai
6• Pengemasan produk belum layak jual
7• Promosi dan pemasaran belum memadai
2. Sosial budaya
1• Terganggunya tradisi sosial/struktur budaya
2• Ditinggalkannya kearifan lokal
3• Pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap wisata bahari belum memadai
4• Kualitas sumberdaya manusia belum memadai.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 31
42. Kebijakan
1• Keberadaan kebijakan dan regulasi belum sepenuhnya mendukung
pengembangan wisata bahari.
2• Belum terwujudnya hubungan lintas sektoral yang lebih harmonis.
2.1.5 Industri Maritim
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia mempunyai potensi yang
memerlukan ekspor maupun impor industri garam dan galangan kapal, namun selama
ini kebijakan yang ada kurang berpihak pada pelaku usaha nasional dalam mendukung
industri maritim. Hal ini dapat disebabkan dengan keadaan perekonomian yang belum
pulih untuk pem-bangunan industri maritim serta kemampuan negara tetangga dalam
menangkap peluang pasar internasional.
2.1.5.1 Garam
Garam merupakan salah satu yang komoditi yang dibutuhkan manusia dalam
bentuk garam konsumsi, juga oleh industri sebagai bahan baku/ penolong. secara
kimiawi garam merupakan komoditi yang mengandung senyawa NaCl (>94,7%)
sebagai komponen utama, air (2-4%) dan senyawa lain seperti magnesium,
kalsium dan sulfat.
Kebanyakan garam digunakan sebagai garam makan, dan berfungsi sebagai
penyedap makanan namun sejak akhir-akhir ini garam juga digunakan dalam
industri perobatan. Sebagai contoh, kebanyakan garam digunakan untuk
menawarkan sesuatu komposisi kimia yang berlebihan dalam badan pesakit.
Garam juga merupakan satu komposisi kimia yang berupaya untuk dijadikan
sebagai bahan dagangan. ini adalah karena garam pada masa kini merupakan satu
bahan yang amat diperlukan sama ada digunakan dalam bidang perobatan,
pertanian maupun dalam bidang pembuatan makanan.
Berbeda dengan situasi di beberapa negara lain, pegaraman di Indonesia meliputi
usaha skala kecil (luas rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 1 Ha per pegaram),
kecuali ladang garam milik PT Garam di Madura. Potensi lahan pegaraman tersebar
di seluruh Indonesia, terkonsentrasi di 6 propinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Teknologi pegaraman umumnya masih sederhana/tradisional dengan sistem
kristalisasi total yang menghasilkan kualitas garam rendah, dengan kadar NaCl <
88% dan kandungan Ca dan Mg yang tinggi dan produktifitas lahan hanya sekitar
40-60 ton/Ha/musim.
Setiap tahun diperkirakan kebutuhan garam konsumsi sebesar 1.025.000 ton untuk
seluruh Indonesia. Kebutuhan tersebut dipenuhi dari garam rakyat. Apabila masih
dianggap kurang, pemerintah memberikan ijin impor garam untuk konsumsi dan
untuk kebutuhan lain non-konsumsi, dengan syarat yang sama dengan garam rakyat,
yakni kewajiban meyodisasi garam konsumsi sebelum memasuki pasar.
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa
Kelautan Nasional 32
43. Pemenuhan kebutuhan garam nasional selama ini dilakukan sebagian melalui
produksi sendiri dan sebagian melalui impor. Garam produksi lokal diperuntukkan
sebagai garam konsumsi (rumah tangga, pengasinan dan aneka pangan), sedangkan
garam impor diperuntukkan bagi keperluan bahan baku/ penolong industri, garam
lokal pada umumnya belum mampu memenuhi syarat kualitas garam industri karena
kandungan NaCl nya umumnya masih di bawah 96%.
Tingkat produktivitas lahan penggaraman di Indonesia cukup rendah, rata–rata 60-
70 ton/ hektar/ tahun. kualitas garam yang dihasilkan umumnya juga masih belum
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), demikian juga apabila dibandingkan
dengan garam impor, kualitas garam yang dihasilkan oleh petani memiliki kadar
NaCl dibawah 94%. sedangkan garam konsumsi memerlukan kadar NaCl > 94,7%.
garam industri memerlukan kadar NaCl di atas 99% (dry basis).
Adapun jenis garam yang diproduksi di Indonesia adalah sebagai berkiut:
1. Garam lososa
garam lososa baik digunakan/dikonsumsi bagi orang yang mempunyai
kecenderungan hipertensi maupun untuk mencegah, karena garam lososa di
produksi dengan kandungan natrium yang rendah sehingga aman untuk
kesehatan.
2. Garam maduro
garam maduro adalah garam yang mempunyai kemurnian tinggi (hight
grade) yang diolah dengan teknologi refinery, sangat baik dan cocok untuk
digunakan bagi orang yang kecenderungan darah rendah.
3. Garam segitiga “g”
garam merek segitiga g adalah garam konsumsi yang diproduksi dengan
menggunakan bahan baku lokal pilihan yang mempunyai kualitas baik.
4. Garam anak sehat.
garam merek anak sehat khusus dan baik dikonsumsi oleh anak-anak karena
mengandung yodium yang cukup, sehingga menjadikan anak tumbuh
dengan normal dan IQ yang baik.
5. garam bahan baku
garam bahan baku digunakan untuk garam industri dan garam olahan.
Distribusi dan pemasaran garam khususnya garam konsumsi selama ini dirasakan kurang
efisien, hal ini disebabkan oleh karena pegaraman berada di pinggir pantai yang
lokasinya terpencil (remote) sedang prasarana menuju lokasi pegaraman rakyat sangat
terbatas, sehingga menjadi salah satu penyebab rendahnya harga yang diterima petani
garam, jauh lebih rendah dibandingkan harga di tingkat konsumen. Rendahnya harga di
tingkat petani produsen garam akan menurunkan daya tarik bagi produsen garam dalam
memproduksi garam sehingga ketergantungan Indonesia kepada garam impor akan
semakin tinggi, ketergantungan pada garam impor khususnya untuk keperluan garam
konsumsi sangat tidak mendukung ketahanan nasional karena
Analisa Kebijakan Industri dan Jasa Kelautan Nasional
33