SlideShare a Scribd company logo
1 of 40
Download to read offline
KUMPULAN ARTIKEL
1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA
DASAR
2. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA: PENGERTIAN SERTA FAKTOR-
FAKTOR PENYEBABNYA
3. TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG
INTERAKSI SOSIAL
4. HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEMUNCULAN BUDAYA
5. SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,
GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Ilmu Sosial
Budaya Dasar (ISBD)
Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Disusun Oleh :
Nama : Baiq Rilda Erliana Zahara
NIM : K1A020009
Prodi / Kelas : Farnasi / A
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1 PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA
DASAR
A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar………………………………………1
B. Konsep Ilmu Sosial Budaya Dasar…………………………………….........3
C. Tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar…………………………………………..6
BAB II PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA:
PENGERTIAN SERTA FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA
A. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya………………………………….9
B. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial dan Budaya…………………...9
BAB III TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG
INTERAKSI SOSIAL
A. Teori-Teori Kebudayaan…………………………………………………...14
B. Teori-Teori Interaksi Sosial………………………………………………..21
BAB IV HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEMUNCULAN BUDAYA
A. Hirarkhi Kebutuhan Manusia dan Kaitannya dengan Kemunculan
Budaya …………………………………………………………………....28
BAB V SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,
GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)
A. Solidaritas Sosial Kota dan Desa (Mekanisme-Organis, Gemeinschaft-
Gesselschaft, Paguyuban-Patembayan……………………………………...32
1
BAB I
PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar
Secara umum ISBD (Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Dasar) termasuk kelompok
pengetahuan, yakni mempelajari mengenai pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang konsep-konsep hubungan antar manusia (sosial) dan budaya yg
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah kemanusiaan, sosial, dan budaya.
Ilmu sosial budaya dasar merupakan sebagai integarasidari ISD dan IBD yang
memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada
mahasiswa sehinggan mampu mengkaji masalah social, kemanusian, dan budaya.
Pendekatan Ilmu sosial budaya dasar juga merupakan akan memperluas pandangan
bahwa masalah social, kemanusian, dan budaya dapat didekati dari berbagai sudut
pandang. Dengan wawasan sehinggan mampu mengkaji sebuah masalah
kemasyarakat yang lebih kompleks,demikian pula dengan solusi pemecahannya.
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar adalah cabang ilmu pengetahuan yang merupakan
integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga merupakan sosiologi
(sosio: sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang 6 merupakan salah satu cabang
dari ilmu sosial. Pengertian lebih lanjut tentang ilmu sosial adalah cabang ilmu
pengetahuan yang menggunakan berbagai disiplin ilmu untuk menanggapi
masalah-masalah sosial, sedangkan ilmu budaya adalah ilmu yang termasuk dalam
pengetahuan budaya, mengkaji masalah kemanusiaan dan budaya. Secara umum
dapat dikatakan ilmu sosial budaya dasar merupakan pengetahuan yang diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-
konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia dan
kebudayaan. Istilah ilmu sosial budaya dasar dikembangkan pertama kali di
Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah
bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari
bahasa latin humanus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan
mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih
manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the humanities
diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan
lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities 7 berkaitan
2
dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar
manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities
disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu
sendiri. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal mula ilmu sosial dan budaya
dasar, perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar
mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar yaitu; Ilmu-ilmu Alamiah (natural scince). Ilmu-ilmu alamiah
bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta.
Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan
menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturanketeraturan itu, lalu dibuat
analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian
digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Ilmu-ilmu sosial (social
scince). Ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang
terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan
metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tetapi hasil pengkajian
ini lebih bersifat kualitatif, sebab hal ini menyangkut pola 8 perilaku dan tingkah
laku manusia di masyarakat yang cenderung berubah-ubah. Pengetahuan budaya
(the humanities) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan
yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan
peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi
arti. Latar belakang diberikannya mata kuliah ilmu sosial budaya dasar adalah
selain melihat konteks budaya Indonesia, juga sesuai dengan program pendidikan
di Perguruan Tinggi, dalam rangka menyempurnakan pembentukan sarjana. Latar
belakang ilmu sosial budaya dasar dalam konteks budaya, negara dan masyarakat
Indonesia berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut:
1. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan
segala keanekaraman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek
kebudayaannya, yang biasanya tak lepas dari ikatan-ikatan primordial, kesukuan
dan kedaerahan.
2. Proses pembangunan yang sedang berlangsung terus menerus menimbulkan
dampak positif dan dampak negative berupa terjadinya pergeseran nilai budaya
sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya. Akibat lebih
3
jauh dari pembenturan nilai budaya ini ialah timbulnya konflik dalam kehidupan.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi
kehidupan manusia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga
manusia bingung terhadap kemajuan yang telah diciptakannya itu. Hal ini
merupakan sikap ambivalen teknologi, yang disamping memberikan segi positf,
juga memiliki segi negatif. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities
berkaitan dengan nilai-nilai yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau
manusia berbudaya. Agar supaya manusia bisa menjadi humanus, mereka harus
mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan
tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.
B. Konsep Ilmu Sosial Budaya Dasar
Secara umum ISBD (Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Dasar) termasuk kelompok
pengetahuan, yakni mempelajari mengenai pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang konsep-konsep hubungan antar manusia (sosial) dan budaya yg
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah kemanusiaan, sosial, dan budaya.
Ilmu sosial budaya dasar merupakan sebagai integarasidari ISD dan IBD yang
memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya. Adapun
beberapa konsep dari Ilmu Sosial Budaya antara lain :
1) Konsep Makhluk Berbudaya
Setiap manusia memiliki kebudayaannya masingmasing, dan masing-masing
manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan yang ada pada masyarakat, dan suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, serta
benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1990 : 186 - 187). Wujud dari
kebudayaan yang diungkapkan tersebut terdapat juga di dalam sistem religi
(kepercayaan) yang ada pada setiap masyarakat, dan juga merupakan kenyataan
hidup dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan dan adat istiadat
yang dimiliki oleh masyarakat merupakan alat pengatur dan memberi arahan
kepada setiap tindakan, prilaku dan karya manusia yang menghasilkan benda-
benda kebudayaan. 32 Kebudayaan yang ada pada masyarakat juga mempengaruhi
pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikir dari setiap masyarakat. Manusia
4
adalah makhluk berbudaya dan budaya manusia penuh dengan simbol, sehingga
dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme yaitu
suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang
mendasarkan diri kepada simbol atau lambang. Simbol merupakan salah satu
bentuk kebudayaan yang terkandung sebuah makna yang dapat menjelaskan
kebudayaan dari manusia. Geertz ( 1992 ) berpendapat bahwa, hal-hal yang
berhubungan dengan simbol yang dikenal oleh masyarakat yang bersangkutan
sehingga untuk mengetahui kebudayaan dari masyarakat dapat dilihat dari simbol
yang mereka gunakan, dan makna harus dicari dalam fenomena budaya. Sehingga
untuk memahami makna yang terdapat di dalam simbol, harus mengetahui terlebih
dahulu tentang pengetahuan dan pemahaman dari masyarakat mengenai simbol -
simbol kebudayan yang mereka wujudkan di dalam tingkah laku dan
perbuatannya. 33 Manusia pada dasarnya hidup sebagai makhluk budaya yang
memiliki akal, budi dan daya untuk dapat membuahkan suatu gagasan dan hasil
karya yang berupa seni, moral, hukum, kepercayaan yang terus dilakukan dan pada
akhirnya membentuk suatu kebiasaan atau adat istiadat yang kemudian
diakumulasikan dan ditransmisikan secara sosial atau kemasyarakatan. Akal:
kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir
adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi
kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Fungsi akal adalah untuk berfikir,
kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang
telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya
membentuk tingkah laku Budi : akal yang merupakan unsur rohani dalam
kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan
yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu
2) Konsep Etika Dan Estetika
Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah
sesuatu dimana dan 34 bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis
dalam pendapatpendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
5
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat
orang lain (Bertens, 2000). Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.
Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku
manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari
sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Burhanuddin Salam (1987:1),
menyebutkan bahwa etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara 35
mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam
hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang
kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta
permasalahan -permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan nilai dan norma
moral tersebut. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup
manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Seorang akademisi dan
rohaniwan Magnis Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan
sebuah ajaran. Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup
adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas
norma atau ajaran moral tersebut at au kita juga bisa mengatakan bahwa moralitas
adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup.
Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan
rasional ajaran moral yang siap pakai. Keduanya mempunyai fungsi yang sama,
yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan ke mana kita harus melangkah dalam
hidup ini. Tetapi bedanya moralitas langsung mengatakan kepada kita; inilah 36
caranya anda harus melangkah. Sedangkan etika harus mempersoalkan; apakah
saya harus melangkah dengan cara itu dan mengapa harus dengan cara itu? (Salam,
1987: 2). Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan
dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap tindakannya selalu lahir dari
keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk
mempertanggungjawabankan tindakannya itu, karena memang ada alasan-alasan
6
dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia betindak begitu. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalankan hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap
dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup. Etika pada akhirnya membantu
kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang patut dilakukan. Oleh
karena itu etika merupakan bagian dari wujud pokok budaya yang pertama yaitu
gagasan atau sistem ide. Menyangkut masalah budaya atau kebudayaan di sini,
bukan berarti budaya dalam arti yang sempit, yang hanya bergerak dalam tataran
seni (art) seperti seni tari, seni rupa, seni pahat, seni suara, seni 37 suara atupun
seni drama. Namun menyangkut tentang hal ikhwal terkait dengan hajad hidup
manusia sebagai makhluk sosial.
C. Tujan Ilmu Sosial Budaya Dasar
Penyajian mata kuliah ilmu budaya dasar tidak lain merupakan usaha yang
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang
konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia
dan kebudayaan. Dengan demikian mata kuliah ini tidak dimaksudkan untuk
mendidik ahli-ahli dalam salah satu bidang keahlian yang termasuk didalam
pengetahuan budaya (the humanities) akan tetapi IBD semata-mata sebagai salah
satu usaha untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara
memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai
budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya, maupun yang
menyangkut dirinya sendiri.
Berpijak dari hal diatas, tujuan mata kuliah ilmu budaya dasar adalah untuk
mengembangkan kepribadian dan wawasan pemikiran, khususnya berkenaan
dengan kebudayaan, agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai
lingkungan budaya mahasiswa dapat menjadi lebih halus. Untuk bisa menjangkau
tujuan tersebut IBD diharapkan dapat :
1. Mengusahakan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga
mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama
untuk kepentingan profesi mereka.
7
2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka
tentang masalah kemansiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis
mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut.
Jika diperinci maka tujuan pengajaran ilmu budaya dasar itu adalah :
1. Menimbulkan minat untuk mendalaminya.
2. Lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, serta lebih
bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut.
3. Mengusahakan kepekaan terhadap nilai-nilai lain untuk lebih mudah
menyesuaikan diri.
4. Menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,
hormat menghormati serta simpati pada nilai-nilai yang hidup pada masyarakat.
5. Dengan ringkas dapat disebutkan bahwa tujuan IBD adalah :
Perlunya melakukan pembentukan pemikiran yang khususnya berkenaan dengan
Kebudayaan dan Kemanusiaan,agar daya tanggap, persepsi dan penalaran
berkenaan dengan lingkungan budaya dapat diperluas.
Latar belakang ilmu budaya dasar bermula dari kritik yang diberikan oleh
sejumlah cendikiawan mengenai sistem pendidikan kita yang dinilai sebagai
warisan sistem pendidikan pemerintahan Belanda pada masa penjajahan. Sampai
sekarang, sistem pendidikan yang terkotak-kotak telah menghasilkan banyak
tenaga ahli yang berpengalaman dalam disiplin ilmu tertentu. Padahal pendidikan
itu seharusnya lebih ditujukan untuk menciptakan kaum cendikiawan daripada
mencetak tenaga yang terampil. Para lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat
berperan sebagai sumber utama bagi pembangunan Negara secara menyeluruh.
Latar belakang diberikannya IBD selain melihat konteks budaya Indonesia, dalam
rangka menyempurnakan pembentukan sarjana. Perguruan tinggi diharapkan
dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai pengetahuan yang terdiri
atas :
 Kemampuan akademis yang merupakan kemampuan untuk berkomunikasi secara
ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berfikir
logis.
8
 Kemampuan profesional yang merupakan kemampuan dalam bidang profesi
tenaga ahli yang bersangkutan.
 Kemampuan personal yang merupakan kemampuan kepribadian. Dengan
kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga
mampu menunjukkan sikap, tingkah laku dan tindakan yang mencerminkan
kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan peka
terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarkat Indonesia.
Latar belakang diberikannya mata kuliah IBD dalam konteks budaya, Negara dan
masyarakat Indonesia berikut contohnya:
 Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan
segala keanekaragaman budaya
 Membangunan telah membawa perubahan dalam masyarakat yang menimbulkan
pergeseran system nilai budaya dan sikap yang mengubah anggota masyarakat
terhadap nilai-nilai budaya
 Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi, membawa
pengaruh terhadap intensitas kontak budaya antarsuku maupun dengan
kebudayaan dari luar.
9
BAB II
PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA:
PENGERTIAN SERTA FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA
A. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya
Menurut Harper perubahan sosial didefinisikan sebagai pergantian (perubahan)
yang signifikan mengenai struktur sosial dalam kurun waktu tertentu. Perubahan
dalam struktur ini mengandung beberapa tipe perubahan struktur sosial, yaitu
Pertama perubahan dalam personal yang berhubungan dengan perubahan-
perubahan peran
dalam individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang berkaitan dengan
keberadaan struktur. Kedua, perubahan dalam cara bagianbagian struktur sosial
berhubungan. Perubahan ini misalnya terjadi dalam perubahan alur karja birokrasi
dalam lembaga pemerintahan. Ketiga, perubahan dalam fungsi struktur berkaitan
dengan apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat tersebut
melakukannya. Keempat, perubahan dalam hubungan struktur yang berbeda.
Kelima, kemunculan struktur baru yang merupakan peristiwa munculnya struktur
baru untuk menggantikan struktur sebelumnya. Menurut Himes dan Moore
perubahan sosial mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi struktural, kultural, dan
interaksional. Pertama, dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan
dalam struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya
peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial, dan perubahan dalam
lembaga sosial. Kedua dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan
dalam masyarakat. Perubahan ini meliputi inovasi, difusi, integrasi. Ketiga
dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam
masyarakat.
B. Faktor-faktor Perubahan Sosial dan Budaya
Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Pada
umumnya ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam munculnya perubahan
sosial. Faktor tersebut dapat digolongankan pada faktor dari dalam dan faktor dari
luar masyarakat.
10
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial yang berasal
dari dalam antara lain :
1) Bertambahnya atau berkurangnya penduduk, pertambahan jumlah
penduduk akan menyebabkan perubahan jumlah dan persebaran
wilayah pemukiman. Berkurangnya jumlah penduduk juga akan
menyebabkan perubahan sosial budaya.
2) Penemuan-penemuan baru, penemuan baru yang berupa teknologi
dapat mengubah cara individu berinteraksi dengan orang lain.
Perkembangan teknologi juga dapat mengurangi jumlah kebutuhan
tenaga kerja di sektor industri karena tenaga manusia telah
digantikan oleh mesin yang menyebabkan proses produksi semakin
efektif dan efesien.
3) Pertentangan (konflik) masayarakat, proses perubahan sosial dapat
terjadi sebagai akibat adanya koflik sosial dalam masyarakat.
Konflik sosial dapat terjadi manakala ada perbedaan kepentingan
atau terjadi ketimpangan sosial.
4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi, faktor ini berkaitan erat
dengan factor konflik sosial. Terjadinya pemberontakan tentu saja
akan melahirkan berbagai perubahan, pihak pemberontak akan
memaksa tuntutannya, lumpuhnnya kegiatan ekonomi, pergantian
kekuasaan dan sebagainya.
Faktor yang berasal dari luar antara lain :
1) Terjadinya bencana alam atau kondisi lingkungan fisik, kondisi ini
terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi
meninggalkan tanah kelahirannya.
2) Peperangan, peristiwa peperangan baik peperang saudara maupun
perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan, karena pihak
yang menang biasanya akan dapat memaksa ideologi dan
kebudayaannya kepada pihak yang kalah.
11
3) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, adanya interaksi antara dua
kebudayaan yang berbeda akan menghasikan perubahan. Jika
pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka
disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan
saling menolak, maka disebut kultural animosity.
Selanjutnya, adapun Fakor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan
1) Kontak dengan kebudayaan lain, bertemunya budaya yang
berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu
menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari
budaya asli maupun budaya asing dan bahkan hasil
perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan
dan tentu saja akan memperkaya kebudayaan yang ada.
2) Sistem pendidikan formal yang maju, pendidikan merupakan
faktor yang dapat mengukur tingkat kemajuan sebuah
masyarakat. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia
untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya mampu
memenuhi tuntutan perkembangan zaman, dan memerlukan
sebuah perubahan atau tidak.
3) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk
maju, apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat,
masyarakat merupakan pendorong bagi usaha penemuan baru,
misalnya hadiah Nobel.
4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau
merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya
perubahan sosial budaya.
5) Sistem terbuka lapisan masyarakat, sistem stratifikasi yang
terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertical atau
horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat.
Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam
12
menjalin hubungan dengan sesamanya.
6) Penduduk yang heterogen. Masyarakat yang heterogen dengan
latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan
mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan goncangan
sosial.
7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan
tertentu. Rasa tidak puas dapat menjadi sebab terjadinya
perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa
perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk
mengubahnya.
8) Orientasi ke masa depan. Kondisi yang senantiasa berubah
merangsang orang untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan
perubahan.
9) Nilai bahwa manusia harus senantisa berikhtiar untuk
memperbaiki hidupnya. Usaha merupakan keharusan bagi
manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak
terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
Usahausaha
ini merupakan faktor terjadinya perubahan.
Faktor-Faktor Yang Menghalangi Terjadinya Perubahan
1) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Apabila dalam
masyarakat tidak melakukan kontak sosial dengan masyarakat
lain, maka tidak akan terjadi tukar informasi, atau tidak akan
mungkin terjadi proses asimilasi, akulturasi yang mampu
mengubah kondisi masyarakat.
2) Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat. Ilmu pengetahuan
merupakan kunci perubahan yang akan membawa masyarakat
menuju pada peradaban yang lebih baik.
3) Sikap masyarakat yang sangat tradisional. Sikap masyarakat akan
mengagung-agungkan kepercayaan yang sudah diajarkan nenek
moyangnya yang dianggap sebuah kebenaran mutlak yang tidak
dapat diubah. Pandangan inilah yang dapat menghambat
13
masyarakat untuk melakukan perubahan.
4) Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam
setiap kehidupan bermasyarakat, akan ada sekelompok individu
yang ingin mempertahankan atau hanya sekedar ingin mewujudkan
ambisinya dalam meraih tujuan pribadi atau
golongannya. Kelompok ini akan berupaya keras untuk
mempertahankan posisinya dalam masyarakat.
5) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
Masuknya unsur-unsur kebudayaan dari luar diyakini akan
mengancam integrasi sebuah masyarakat. Untuk itu masyarakat
membatasi diri untuk menerima unsur budaya dari luar.
6) Prasangka terhadap hal-hal baru. Sikap demikian dapat dijumpai
pada masyarakat yang pernah dijajah oleh masyarakat lain. Hal
ini kemudian memunculkan prasangka ketika masyarakat
tersebut berinteraksi dengan masyarakat yang dulu pernah
menjajah mereka.
7) Hambatan yang bersifat ideologis. Setiap upaya untuk mengubah
masyarakat, adakalanya harus bertentangan dengan ideologi yang
telah dianut oleh masyarakat. Apabila nilai-nilai yang akan
diubah tersebut bertentangan dengan ideologi yang dianut selama
ini, maka akan dipastikan perubahan tersebut tidak akan berjalan.
8) Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota
masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya.
14
BAB III
TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG INTERAKSI
SOSIAL
A. Teori-teori Kebudayaan
Budaya Sebagai Sistem Adaptif
Satu perkembangan penting dalam teori kultural berasal dari aliran yang meninjau
kebudayaan dari sudut pandangan evolusionari. Satu jembatan antara kajian-
kajian tentang evolusi makhluk hominid (seperti Aus- tralopithecus dan
Pithecanthropus) dan kajian-kajian tentang kehidupan sosial makhluk manusia
telah membawa kita kepada pandangan yang lebih jelas bahwa pola bentuk
biologis tubuh manusia adalah "open ended", dan mengakui bahwa cara
penyempurnaan dan penyesuaiannya melalui proses pembelajaran kultural
(cultural learning) memungkinkan manusia untuk membentuk dan
mengembangkan kehidupan dalam lingkungan ekologi tertentu. Penerapan satu
model evolusionari seleksi-alam atas dasar biologis terhadap bangunan kultural
telah membuat ahli-ahli antropologi bertanya dengan kearifan yang makin tinggi
tentang cara bagaimana komuniti manusia mengembangkan pola-pola kultural
tertentu. Sejumlah besar penerbitan, populer dan teknis, telah membahas tentang
pentingnya dan tentang saling keterkaitan antara komponen biologis dan
komponen kultural dalam tingkah laku manusia. Agresi, teritorialitas, peranan-
peranan jenis kelamin, ekspresi wajah, seksualitas, dan ranah-ranah lain di mana
kultural dan biologis saling terkait telah dibicangkan orang tanpa putus-putusnya
dan seringkali tanpa perasaan (mindlessly). Dari semua perbincangan ini kita
dapat menarik dua kesimpulan singkat. Pertama, setiap pemikiran bahwa apabila
kita menguliti lapisan konvensi kultural maka pada akhirnya kita akan
menemukan Primal man dan keadaan manusia yang bugil di dasarnya, merupakan
pemikiran yang steril dan berbahaya. Kita memerlukan satu model
interaksional yang kompleks, bukan satu pelapisan yang sederhana seperti itu (19,
25).
Kedua, baik determinisme ekologis maupun determinisme kultural yang ekstrem
sekarang dapat didukung oleh kepercayaan dan ideologi, tetapi tidak oleh ilmu
pengetahuan yang arif bijaksana. Yang perlu untuk ditelusuri adalah cara-cara
15
bagaimana garis acuan biologis ditransformasikan dan dikembangkan ke dalam
pola-pola kultural; dan ini memerlukan rencana penelitian yang imajinasi dan
hati-hati dan penyelidikan yang telaten, bukan polemik-polemik dan
sensasionalisme. Dari sudut pandang teori kultural, perkembangan penting telah
muncul dari pendekatan evolusionari/ekologis terhadap budaya sebagai sistem
adaptif. Pusat-pusat besar perkembangan pemikiran-kembali evolusionari/
ekologis adalah Michigan dan Columbia. Dasar yang diletakkan oleh Leslie White
telah dipermak dengan kreatif oleh pakarpakar seperti Sahlins, Rappaport, Vayda,
Harris, Carneiro; dan oleh pakar-pakar arkeologi yang theory minded seperti
suami-istri Binford, Flannery, Longacre, Sanders, Price, dan Meggers.
Pendekatan-kembali (re-approachment) arkeologi teoritis dengan antropologi
ekologis muncul sebagai salah satu perkembangan penting dalam dasawarsa yang
lalu. Ini tidak berarli bahwa terdapat consensus dalam memandang bagaimana
sebaiknya konsep budaya didefinisikan atau bagaimana dan mengapa budaya
berkembang dan berubah. Perdebatan antara Service (75) dan Harris (42) baru-
baru ini, kritikan orang-orang Marxist terhadap materialism budaya dari Harris,
perbedaan-perbedaan antara ekologi-kultural dari Steward dan ekologi-manusia
yang dianjurkan Vayda dan Rappaport (8.1), perang sekte dan "arkeologi baru",
semuanya membuktikan adanya keanekaragaman dan percanggahan di antara
mereka. Meskipun terdapat keanekaragaman sekte tersebut, namun sebagian besar
sarjana yang bekerja mengikuti tradisi ini (untuk singkatnya mereka saya sebut
"cultural adaptionist")* sepakat dalam beberapa asumsi pokok. Asumsi-asumsi
tersebut adalah sebagai berikut:
(a) Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara
sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan
ekologi mereka.
Dalam "cara-hidup-komuniti" ini termasuklah teknologi dan bentuk organisasi
ekonomi,
pola-pola menetap, bentuk pengelompokan sosial dan organisasi politik,
kepercayaan dan praktek keagamaan, dan seterusnya. Bila budaya dipandang
secara luas sebagai sis -
16
tem tingkah laku yang khas dari suatu penduduk, satu penyambung dan
penyelaras kondisi-kondisi badaniah manusia, maka perbedaan pandangan
mengenai budaya sebagai pola -pola dari (pattern -of) atau pola-pola untuk
(pattern -for) adalah soal kedua.
(b) Perubahan kultural pada dasarnya adalah suatu proses adaptasi dan maksudnya
sama
dengan seleksi alam. Manusia adalah hewan, dan scperti semua hewan-hewan
lain, harus menjalankan satu hubungan adaptif dengan lingkungannya dalam
rangka untuk tetap dapat hidup. Meskipun manusia dapat melakukan adaptasi ini
secara prinsipil melalui alat budaya, namun prosesnya dipandu oleh aturan-aturan
seleksi alam seperti yang mengatur adaptasi bioiogis (Meggers 56, him. 4). Dilihat
sebagai sistem adaptif, budaya berubah ke arah keseimbangan ekosistem. Namun
kalau keseimbangan itu diganggu oleh perubahan lingkungan, kependudukan,
teknologi atau perubahan sistemik yang lain, maka perubahan yang terjadi sebagai
penyesuaian lebih lanjut akan muncul melalui sistem kebudayaan. Karena itu,
mekanisme umpan-balik dalam sistem kebudayaan mungkin bekerja secara
negatif (ke arah self correction dan keseimbangan) atau secara positif (ke arah
ketidakseimbangan dan perubahan arah).
(c) Teknologi, ekonomi secukup hidup (subsistence economy), dan elemen
organisasi sosial yang terikat langsung dengan produksi adalah bidang pokok
budaya yang paling bersifat adaptif. Dalam bidang inilah perubahan adaptif
biasanya mulai dan dari sini mereka biasanya berkembang. Namun demikian,
konsepsi yang berbeda mengenai
cara kerja proses ini telah memisahkan "cultural materialism" Harris dari orang -
orang Marxist dialektika sosial yang lebih otentik atau dari "cultural
evolutionism" Service,
dan mernbedakan orang-orang ekologi-kultural yang mengikuti tradisi Steward
dari
ahli-ahli ekologi-manusia seperti Vayda dan Rappaport. Namun demikian, semua
(kecuali mungkin pandangan Rappaport yang paling mutakhir) memandang
ekonomi dan korelasi sosialnya sebagai faktor yang utama, dan sistem ideasional
seperti agama, upacara dan pandangan hidup sebagai faktor yang kedua atau
17
epiphenomenal. Tuduhan-tuduhan Service tentang monistic reductionism [bahwa
realitas terdiri hanya dari satu hal elemen: mind atau matter] tidak mempunyai
tempat disini (lihat 42, 75). Strategi analitik Harris menyatakan satu harapan,
bukan satu asumsi: Teknologi yang sama yang diterapkan terhadap lingkungan
yang sama dalam produksi dan distribusi, dan semua ini kemudian menghasilkan
bentuk-bentuk pengelompokan sosial yang sama, yang membenarkan (justify) dan
mengkoordinasikan kegiatan- kegiatan mereka dengan cara-cara sistem nilai dan
kepercayaan yang sama (41, him. 4). Dalam merencanakan "prioritas untuk
mengkaji kondisi-kondisi materi kehidupan sosiokultural", Harris (seperti para
penyokong lain dari pandangan yang bersangkutan) tidak mengajukan satu "prime
mover" yang sederhana, tapi mengajukan satu kompleks "prime mover"
(misalnya, Harris sendiri berbicara tentang "demo-techno-econo-environmental
condition"). Harris dan para cultural adaptionist lain memberi tempat bagi
kasuskasus
di mana satu ideologi (baik yang tumbuh dengan sendirinya dari dalam maupun
yang diimpor) merubah tatanan sosial dan ekonomi. Pengeritik Harris dari aliran
Marxist juga mcnekankan pentingnya konflik dan kontradiksi dalam tatanan
sosial, tidak sekedar adaptasi, dalam menghasilkan dan mengarahkan proses
perubahan sosial
dan kultural.
(d) Komponen-komponen ideasional dari sistem kultural6 bisa punya konsekuensi
adaptif dalam mengontrol penduduk, membantu mata pencaharian hidup, menjaga
ekosistem, dan Iain-Iain; dan semua ini, meskipun seringkali subtil, harus
ditelusuri kemana pun arahnya perlu mempertimbangkan keseluruhan budaya
ketika menganalisa adaptasi. Secara dangkal mungkin dapat diterima bahwa
perhatian dapat dibatasi pada aspek-aspek yang secara langsung berhubungan
dengan lingkungan
. . . (Tetapi) apakah analisis dimulai dari praktek-praktek keagamaan, organisasi
sosial, atau sektor lain dari satu kompleks budaya, . . . (ini) akan . . . menampilkan
hubungan-hubungan fungsional dengan kategori-kategori tingkah laku yang lain
yang bersifat adaptif (Meggers 56, him.43). Pendalaman yang paling meyakinkan
18
terhadap pandangan ini pada masa akhirakhir ini adalah analisis yang
mengagumkan
dari Rappaport terhadap lingkaran upacara pada Orang Tsembaga Maring sebagai
komponen dalam satu sistem adaptif (65); dan lebih baru lagi adalah
pandangannya bahwa sistem upacara dan kerangka kultural kesucian memainkan
peranan penting sebagai faktor-antara dalam adaptasi budaya (66-68).
Teori-Teori Ideasional Mengenai Budaya
Berlawanan dengan ahli teori adaptasi tentang budaya, yang beranekaragam
adalah sejumlah ahli teori yang melihat budaya sebagai sistem ideasional. Di sini
saya akan membedakan 18ersama1818 yang agak khas dalam mendekati budaya
sebagai sistem gagasan (ide).
Budaya Sebagai Sistem Kognitif
Satu tema besar yang lain pada 15 tahun terakhir ini adalah kemunculan satu
antropologi kognitif yang eksplisit (juga disebut “etnogrqfi baru”,
“ethnoscience”, “ethnographic semantics”). Dalam prakteknya “etnografi baru”
ini pada dasarnya adalah satu pengkajian terhadap sistem klasifikasi penduduk
setempat (folk classification). Di luar metode “pengumpulan kupu-kupu” ini, juga
telah muncul satu pandangan baru dan penting terhadap budaya, yaitu budaya
sebagai cognition (pengetahuan). Budaya dipandang sebagai sistem pengetahuan.
Menurut Ward Goodenough: Kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala
sesuatu yang harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku
dalam cara yang dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat tersebut.
Budaya bukanlah suatu 18ersama1818 material: dia tidak berdiri atas benda-
benda, manusia, tingkah laku atau emosi-emosi. Budaya lebih merupakan
organisasi dari hal-hal tersebut. Budaya adalah bentuk hal-hal yang ada dalam
pikiran (mind) manusia, model-model yang dipunyai manusia untuk menerima,
menghubungkan, dan kemudian menafsirkan 18ersama1818 material di atas (32,
him. 167).
Kebudayaan terdiri atas pedoman-pedoman untuk menentukan apa, untuk
menentukan apa yang dapat menjadi, untuk menentukan apa yang dirasakan
seseorang tentang hal itu, untuk menentukan bagaimana berbuat terhadap hal itu,
19
dan untuk menentukan bagaimana caranya menghadapi hal itu (33, him. 522).
Goodenough mempertentangkan pandangan ideasionalnya tentang kebudayaan
dengan pandangan yang digunakan oleh orang- orang adaptionist yang telah
didiskusikan dalam bagian terdahulu, yang melihat kebudayaan sebagai “pola
kehidupan dalam satu komuniti, yaitu: kegiatan yang terjadi berulang kali secara
ajeg dan susunan materi dan sosial” (33, him. 521; 34-37). Maka
kcsimpulannya, Goodenough memandang budaya secara 19ersama1919 ta berada
dalam alam yang sama dengan 19ersam (langue dari Sassure atau competence dari
Chomsky), sebagai aturan-aturan ideasional yang berada di luar bidang yang
dapat diamati dan diraba.
Budaya Sebagai Sistem Struktural
Levi-Strauss memandang budaya sebagai sistem simbolik yang dimiliki
19ersama, dan merupakan ciptaan pikiran (creation of mind) secara kumulatif. Dia
berusaha menemukan dalam penstrukturan bidang kultural (dalam mitologi,
kesenian, kekerabatan, dan 19ersam) prinsip-prinsip dari pikiran (mind) yang
menghasilkan budaya itu. Kondisi material dari mata pencaharian hidup dan
ekonomi memberi kendala (bukan menentukan) bentuk dunia yang kita hidupi ini.
Khususnya dalam mitologi, kondisi material tersebut membiarkan pemikiran
tentang dunia berkuasa secara bebas. Dunia fisik tempat manusia hidup
memberikan bahan mentah yang diperdalam lebih jauh oleh proses pemikiran
yang universal ke dalam pola-pola yang jauh berbeda secara substansif tetapi
sama secara formal. Pikiran (mind) memaksakan tatanan yang terpola secara
kultural (satu tatanan serba-dua yang kontras, satu tatanan hubungan dan
transformasi) pada suatu dunia yang terus-menerus berubah. Jarak antara ranah
kultural (di mana manusia memaksakan tatanan arbitrarinya) dan ranah alam,
adalah satu pusat utama serba-dua yang simbolik. “Alam lawan budaya” adalah
satu konsep yang paling mendasar dalam cara melihat kontras dalam 19ersam
semua waktu dan tempat. Khususnya dalam buku Mythologiques, Levi-Strauss
lebih memperhatikan “Budaya”
20
daripada “sebuah budaya”.” Dia melihat struktur mitologi Indian Amerika sebagai
sesuatu yang 20ersama-tindih. Struktur ini saling menghubungkan pola-pola
organisasi
kognitif individu-individu Orang Baroro, atau Orang Winnebago atau Orang
Mandan. Bahkan lebih jauh struktur ini melintasi garis sempadan 20ersam dan
adat yang memisahkan masyarakat yang berbeda tersebut. Karena itulah struktur
pemikiran tersebut lebih dipandang sebagai “Budaya”, yaitu bersifat universal,
daripada “sebuah budaya” yang bersifat 20ersa.
Budaya Sebagai Sistem Simbolik
Jalan lain dalam membahas kebudayaan adalah dengan cara memandang
kebudayaankebudayaan sebagai sistem makna dan symbol yang dimiliki
20ersama (13). Pendekatan ini masih berhubungan, meskipun berbeda, dari
pendekatan kognitif Amerika dan strukturalis Eropa daratan yang telah
dibicarakan diatas. Di daratan Eropa jalan ini telah dirambah oleh Louis
Dumont.11 Di AS pelopor yang paling menonjol adalah dua ahli antropologi
pewaris tradisi Parsons: Clifford Geertz dan David Schneider. Pandangan yang
kuat dari Geertz terhadap budaya, yang ditunjang satu aliran kemanusiaan yang
luas, makin lama makin menjadi sistematis. Seperti Levi-Strauss, Geertz berada
pada puncak pemikirannya 20ersam dia menciptakan grand theory dalam
menafsirkan bahan-bahan etnografi yang khusus. Namun berbeda dari Levi-
Strauss, dia menemukan kekhususan tersebut dalam kekayaan kehidupan manusia
yang sesungguhnya: dalam satu persabungan ayam, dalam satu upacara kematian,
dalam satu peristiwa pencurian biri-biri. Bahan analisisnya bukanlah mitologi atau
adat istiadat yang tcrlepas dari konteks dan akar masyarakatnya. Bahan tersebut
terikat dengan manusia-manusia didalam tingkah laku simbolik mereka . Geertz
melihat pandangan kognitif Goodenough dan para ahli ‘”etnografi baru” sebagai
pandangan reduksionis dan 20ersama2020 t yang kabur. Bagi Geertz, makna tidak
terletak di “dalam kepala orang”. Simbol dan makna dimiliki 20ersama oleh
anggota masyarakat, terletak di antara mereka, bukan di dalam diri mereka.
Simbol dan makna bersifat umum (public), bukan pribadi (private). Sama seperti
ideasionalnya kwartet Beethoven. Sistem itu berada di luar atau di antara
21
manifestasinya dalam pikiran 21ersama2121 tau penampilan konkrit. Pola-pola
kultural, katanya, tidak reified atau metafisikal. Seperti batu dan mimpi, “mereka
adalah benda dalam dunia nyata”. Geertz mengangggap pandangannya tentang
budaya adalah 21ersama21. Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan-
aturan makna yang dimiliki 21ersama. Dengan meminjam satu arti “text” yang
lebih luas dari Ricoeur, Geertz pada masa akhir-akhir ini menganggap satu
kebudayaan sebagai “satu kumpulan teks” (29 him. 26; cf. 13). Karena itu
antropologi merupakan satu usaha interpretation (penafsiran) bukan usaha
decipherment (menguraikan dengan cara memecah- mecah) (di sini Geertz
mempertentangkan pendekatannya terhadap Levi-Strauss)
(lihat Geertz 28 dan 29, him. 36; In. 38).”
B. Teori-teori Interaksi Sosial
A. Teori Perbandingan sosial
Teori ini di kemukakan oleh Festinger (1950, 1954). Pada dasarnya teori ini
berpendapat bahwa proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam
interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self
evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan memebandingkan diri dengan
orang lain.
1. Dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan
Festinger mempunyai hipotesa bahwa setiap orang mempunyai dorongan (drive)
untuk menilai pendapat dan kemampuan diri sendiri dengan cara membandingkan
dengan pendapat atau kemampuan orang lain.
Akan tetapi Festinger mengingatkan bahwa dalam menilai kemampuan ada 2
macam situasi. Situasi pertama adalah dimana kemampuan orang dinilai
berdasarkan ukuran yang objektif. Situasi kedua adalah situasi dimana kemampuan
dinilai berdasarkan pendapat.
2. Sumber-sumber penilaian
Orang yang akan menggunakan ukuran-ukuran yang objektif (realitas obyektif)
sebagai dasar penilaian-penilainnya selama ada kemungkina untuk melakuukan hal
22
itu. Tetapi kalau kemungkinan itu tidak ada maka orang akan mempergunakan
pendapat atau kemampuan orang lain sebagai ukuran. Dari kenyataan ini Festinger
sampai kepada hipotesisnya yang kedua yaitu bahwa jika tidak ada cara-cara yang
nonsosial, maka orang akan mengunakan ukuran-ukuran yang melibatkan orang
lain.
3. Memilih orang untuk perbandingan
Dalam membuat perbandingan dengan orang-orang lain, setiap orang
mempunyai banyak pilihan. Tetapi setiap oarng cenderung memilih oarng-orang
yang sebaya taua rekan-rekannya sendiri untuk dijadikan perbandingan.
Hipotesa 3 : Kecendrungan untuk membandingkan diri dengan orang lain
menurun jika perbedaan pendapat dengan orang lain itu meningkat.
Corollary 3 A : Kalau ia boleh memilih, seseorang akan memilih oarng yang
pendapat atau kemampuannya mendekati pendapat atau kemampuannya sendiri
untuk dijadikan pembanding.
Corollary 3 B : Jika tidak ada kemungkinan lain keculai membandingkan diri
dengan pendapat atau kemampuan orang lain yang jauh berbeda, maka seseorang
tidak akan mampu membuat penilaian yang tepat tentang pendapat atau
kemajuannya sendiri.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
Festinger mengajukan hipotesis 4 sebagai berikut : Dalam hal ini perbedaan
kemampuan, terdapat desaka untuk perubahan searah, yaitu perubahann ke atas,
yang tidak terdapat dalam dalam hal perbedaan pendapat. Hipotesa 4 ini menurut
Festinger setidak-tidaknya berlaku untuk masyarakat seperti di Amerika serikat
dimana prestasi yang tinggi sangat dihargai.
Hipotesa berikut adalh Hipotesa 5 : Ada faktor-faktor nonsosial yang menyulitkan
atau tidak memungkinkan perubahan kemampuan pada seseorang, yang hampir-
hampir tidak ada pada perubahan pendapat.
5. Berhentinya perbandingan
23
Deriviasi D3 : Jika perbedaan pendapat atau kemampuan dengan orang-orang lain
dalam kelompok terlalu besar, maka akan terdapat kecendrungan untuk
menhentikan perbandingan-perbandingan.
Hipotesis 6 : sejauh perbandingan yang berkepanjangan dengan orang lain
menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan, perhatian
perbandingan akan diikuti oleh persaan bermusuhan dan kebencian.
6. Desakan kearah keseragaman
Corollary 7 A : Desakan ke arah keseragaman pendapat atau kemampuan
tergantung dari daya tarik kelompok itu.
Corollary 7 B : Desakan kearah kseragaman bervariasi, tergantung pada relevansi
pendapat atau kemampuan bagi kelompok.
Hipotesis 8 : kecendrungan untuk memperkecil kemungkina perbandingan makin
besar jika orang-orang yang pandangan atau kemampuannya berbeda dari diri
tersebut, dianggap juga berbeda dalam sifat-sifat lain.
7. Pengaruhnya terhadap pembentukan kelompok
· Karena perbandingan hanya bisa terjadi dalam kelompok, maka untuk
menilai diri sendiri orang terdorong untuk berkelompok dan menghubungkan
dirinya sendiri dengan orang lain.
· Kelompok yang paling memuaskan adalah yang pendapatnya paling
dekat dengan pendapat sendiri.
8. Konsekuensi-konsekuensi dari perbandingan yang dipaksakan
Jika perbedaan pendapat dalam kelompok terlalu besar, maka kelompok akan
mengatur dirinya sedemikian rupa sehingga perbedaan-perbedaan itu dapat
didekatkan dan perbandingan-perbandingan dapat dilakukan.
B. Teori Inferensi Korespodensi
24
Teori ini dikembangkan oleh Jones & davis (1965). Teori ini pada dasarnya
mencoba untuk menernagkan kesimpulan yang ditarik oleh seorang pengamat
(perceiver) dari pengamatannya atas perilaku tertentu dari orang lain. Dengan
perkataan lain pengamat mengadakan peramalan (inferences) terhadap niat
(intention) orang lain dari perilaku orang lain tersebut.
Tesis utama dari teori ini adalah sebagai berikut : perkiraan tentang intensi dari
suatu perbuatan tertentu bisa ditarik dengan mempertimbangkan kemungkinan-
kemungkinan lain yang dapat dilakukan oleh si pelaku.
1. Konsep Korespondensi
Istilah korespondensi digunakan oleh Jones & Davis jika suatau perilaku dari
intensi yang mendasari tingkah laku itu diperkirakan sama.
Dengan perkataan lain, korespondensi dari hubungna anatara suatu perbuatan dan
niat yang mendasari perbuatan itu akan meningkat jika si pengamat menilai bahwa
ciri-ciri perilaku tersebut berbeda atau menyimpang dari ciri-ciri perilaku orang lain
pada umumnya yang berada pada posisi yang sama.
2. Tindakan dan Efek
Tindakan (act) oleh Jones &Davis diberi definisi yang luas, yaitu keseluruhan
respons (reaksi) yang mencerminkan piligan si pelaku dan yang mempunyai akibat
(efek) terhadap lingkungannya.
Efek diartikan oleh Jones & Daivis sebagai perubahan-perubahan yang nyata yang
dihasilkan oleh tindakan. Efek dari suatu tindakan bisa satu bisa bermacam-macam.
Kalau suatu tindakan mempunyai efek ganda, maka inferensi akan jadi lebih sulit.
3. Faktor-faktor yang menentukan korespondensi
· Bila suatu tindakan mengakibatkan efek ganda, maka si pengamat pertama-
tama memperkirakan bahwa ada beberapa efek tertentu yang lebih merupakan
tujuan dari pelaku. Jika dari berbagai efek itu ternyata hanya satu yang dianggap
merupakan tujuan pelaku oleh pengamat, maka ia dikatakan probabilitas.
· Aspek lain dari proses interferensi adalah signifikansi dari efek tindakan yang
menjadi tujuan kator bagi pengamat.
25
4. Faktor-faktor yang menentukan assumed desirability
Assumed desirability adalah perkiraan pengamat bahwa perilaku tertentu akan
dilakukan oleh orang-orang lain pada posisi perilaku dan bahwa pelaku
mengharapkan efek yang tidak berbeda dari orang-orang lain pada posisinua.
Yang mempengaruhi assumed desirabillity adlah hal-hal seperti penampilan
pelaku, stereotipi pengamat dan lain-lain.
5. Memperhitungkan kebiasaan efek
Di atas telah disebutkan bahwa pengamat harus memperhitungkan apakah suatu
efek biasa terjadi atau tidak bisa terjadi. Ada 2 masalh yang menyangkut proses
memperhitungkan kebiasaan dari efek-efek :
· Masalah yang menyangkut identifikasi dan penentuan biasa atau tidaknya
efek-efek
· Memilih efek-efek yang tida biasa dan memisahkanny dari efek-efek lain dari
suatu tindakan tertentu.
6. Korespondensi dan Keterlibatan Pribadi
Keterlibatan ini ada 2 macam yaitu : relevansi hedonik dan personalisme. Suatu
tindakan mempunyai relevansi hedonik buat pengamat jika tindakan itu mendorong
atau menghambat tercapainya tujuan-tujuan pengamat sendiri, jika tindakan itu
menyenangkan atau mengecewakan pengamat.
Di lain pihak, suatu tindakan adalah personalistik jika pengmat merasa yakin bahwa
dirinya sendirilah yang dijadikan sasaran dari tindakan termaksud.
C. Teori Atribusi Eksternal.
Teori atribusi eksternal adalah teori yang membahas tentang prilaku seseorang.
Apakah itu di sebabkan karena faktor internal, misalnya sifat, karakter, sikap, dan
sebagainya. Atau karena faktor eksternal, misalnya tekanan situasi atau keadaan
tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu. Sehingga
pengamat dapat mengambil kesimpulan atas prilaku yang sedang di tampilkan
26
orang lain. Ini berarti setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuan semu
yang berusaha mencari sebab kenapa seseorang berbuat dengan cara tertentu.
Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the
most influential contemporary theory with implications for academic motivation.
Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan
implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini
mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa
peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat
merasa baik tentang diri mereka sendiri.
Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua
bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi.
Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan
terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan
1930-an sampai 1950-an.
Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil
menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada
penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan
sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan
kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh
jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973)
· Komponen dan Karakteristik Atribusi
Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang
terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut
Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan
merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi,
misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan
kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini
merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204).
Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab
keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk
terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan
27
yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan
yang diharapkan terjadi.
Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis
dalam tiga karakteristik, yakni :
1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya,
kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki
asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan
kita.
2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak
stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan
sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain.
3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak
terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat
mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor tak
terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat
mengubahnya.
Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan
usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol
, misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil
jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai
factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan
tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan.
Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik,
mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi
ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk factor-faktor
dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau bernasib
buruk.
28
BAB IV
HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN
KEMUNCULAN BUDAYA
Hierarki kebutuhan Maslow adalah teori psikologi yang diperkenalkan oleh Abraham
Maslow dalam makalahnya, "A Theory of Human Motivation", di Psychological
Review pada tahun 1943. Ia beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah
harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-
kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi.
Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow
melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya,
didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan
dengan kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan
cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan
selama berminggu-minggu. Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama
beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan
makan.
Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan
untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti
kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang,
pangan, papan). Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar
bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu
termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan
mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya
itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa
lapar adalah sebuah gaya hidup. Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan,
tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah
citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya. Seseorang
yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa,
bau, temperatur ataupun tekstur makanan.
29
Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal. Pertama,
kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya
atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan
sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang. Bagi seseorang yang
baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah
makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual. Kedua, yang khas dalam
kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya. Setelah manusia makan, mereka
akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari makanan dan air
lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus
muncul. Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian kebutuhan mereka
untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka dapat
mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-carinya
lagi.
Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety/Security Needs)
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang
disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan
akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan,
perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti
kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana
alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak
diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman
berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total.
Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor,
kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.
Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti
anak-anak yang tidak aman. Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam
keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan
keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-
hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.
30
Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang (Social Needs)
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka
muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan-
kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap
sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti
bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada
keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima
cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak
tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa
dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang
lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut
suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling
percaya. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika
kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Maslow juga mengatakan bahwa
kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus
memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya.
Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas
untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki
prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai
kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan
yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan
akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat,
bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk
perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan
kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah
siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan
Maslow.
31
Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs)
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan
untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini,
seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya.
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan,
tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow
melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow
berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan
untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa
banyak anak muda memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan
lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai
aktualisasi diri.
Adapun kaitannya dengan kemunculan budaya adalah, dari yang dipaparkan Maslow
mengenai kebutuhan manusia dari tingkat rendah menuju tingkat tinggi ini
menunjukkan adanya perkembangan kebutuhan manusia sesuai dengan konsep budaya.
Budaya berfungsi membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia
mempunyai berbagai macam kebutuhan agar dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Selain itu, kebutuhan manusia muncul sebagai upaya manusia untuk
memanfaatkan lingkungan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan tumbuh dan
berkembang menjadi sebuah kebiasaan. Misalkan saja dari kebutuhan fisiologis
terciptanya budaya berburu. Pada kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih saying
tercipta suatu adat istiadat dalam pernikahan, dan begitu seterusnya.
32
BAB V
SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS,
GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN)
Kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai sistem sosial oleh karena didalam
masyarakat terdapat unsur-unsur sistem sosial. Secara garis besar, unsur-unsur sistem
sosial dalam masyarakat adalah orangorang yang saling tergantung antara satu sama
lainya dalam suatu keseluruhan. Dalam ketergantungan itu sekumpulan manusia yang
terintegrasi yang bersifat lebih kekal dan stabil. Selama masing-masing individu dalam
kelompok masyarakat itu masih saling tergantung dan masih memiliki kesamaan dan
keseimbangan perilaku, maka selama itu pula unsur-unsur sistem sosial menjalankan
fungsinya. Sedangkan secara khusus dan rinci unsur sistem sosial dalam masyarakat
adalah status, peranan dan perbedaan sosial dari individu-individu yang saling
berhubungan dalam suatu struktur sosial. Seorang filosof barat untuk pertama kalinya
menelaah masyarakat secara sistematis adalah Plato, seorang filosof Romawi. Ia
menyatakan bahwasanya masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia
perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya
manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur
yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteleigensia merupakan unsur pengendali,
sehingga suatu Negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari tiga unsur yang
berimbang atau serasi tadi. Masyarakat tidak pernah ada sebagai sesuatu benda obyektif
terlepas dari anggota-anggotanya. Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi
timbal balik.
1) Gemeinschaft (Masyarakat Paguyuban)
Masyarakat yang ditandai hubungan Gemeinschaft berfifat homogeny, sebagian besar
diikat kekerabatan dan hubungan organic, dan memiliki kohesi moral yang didasarkan
pada sentiment keagamaan yang umum.Gemeinschaft (masyarakat paguyuban) sendiri
terbagi menjadi tiga bagian yaitu, Gemeinschaft by blood, Gemeinschaft by place,
Gemeinschaft of mind. Gemeinschaft of blood yaitu ikatan-ikatan kekerabatan,
Gemeinschaft by place yaitu ikatan berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal serta
tempat kerja yang mendorong orang untuk berhubungan secara intim satu sama lain dan
33
mengacu pada kehidupan bersama didaerah pedesaan. Sedangkan Gemeinschaft of mind
yaitu hubungan persahabatan yang disebabkan karena persamaan keahlian atau
pekerjaan serta pandangan yang mendorong untuk saling berhubungan secara teratur.
Konsensus terhadap kepercayaan-kepercayaan serta pandangan-pandangan dasar selalu
merupakan dasar untuk solidaritas dalam masyarakat. Karena kebanyakan sejarah
manusia berada dibawah dominasi cara berfikir teologis, tidak mengherankan kalau
agama dilihat sebagai sumber utama solidaritas sosial dan consensus. Selain ini isi
kepercayaan agama mendorong individu untuk berdisiplin dalam mencapai tujuan yang
mengatasi kepentingan individu dan meningkatkan perkembangan ikatan emosional
yang mempersatukan individu dalam keteraturan sosial. Begitu juga dengan yang ada di
Desa Tebuwung yang mayoritas orang muslim, dan juga terdapat Pondok Pesantren
ditengah-tengah masyarakat, yang mana itu menjadi panutan seluruh masyarakat
Tebuwung dalam hal agama, sehingga dari sana tercipta solidaritas atau hubungan sosial
atas dasar kesamaan agama dan kesamaan golongan dengan diperkuat oleh adanya
seorang Kyai yang berada di Pondok Pesantren Al-Karimi. Selanjutnya, karena aplikasi
dari tradisi merupakan kegiatan yang dilakukan tidak dengan satu orang tetapi secara
bersama-sama, karena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tradisi masyarakat,
dan yang tampak dari masyarakat yakni kumpulan dari individu, kemudian mengapa
individu-indivitu tersebut berkumpul dan membentuk kelompok masyarakat untuk
menjalankan tradisi. Dalam bagian ini akan diuraikan alasan-alasan mengapa seseorang
tertarik kepada lainya, sehingga terjalin hubungan kelompok. Alasan-alasan itu dapat
dikelompokkan sebagai berikut;
Kesempatan untuk berinteraksi: Dasar pokok yang amat penting dari daya tarik antar
individu, dan pembentukan kelompok adalah secara sederhana karena adanya
kesempatan berinteraksi satu sama lain. Hal ini dapat dipahami secara jelas, bahwa
orang yang jarang melihat, atau berbicara satu sama lain sulit dapat tertarik.
Kesamaan latar belakang: Latar belakang yang sama merupakan salah satu faktor
penentu dari proses daya tarik individu untuk berinteraksi satu sama lain. Kesamaan
latar belakang seperti misalnya usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, ras, kebangsaan,
dan status sosio ekonomis seseorang akan memudahkan mereka untuk menemukan daya
tarik berinteraksi satu sama lain.
34
Kesamaan sikap: Kesamaan sikap ini sebenarnya pengembangan lebih lanjut dari
kesamaan latar belakang. Orangorang yang mempunyai kesamaan latar belakang
tampaknya mempunyai kesamaan pengalaman, dan orang yang mempunyai kesamaan
pengalaman ini lebih memudahkan untuk berinteraksi dibandingkan dengan orang yang
tidak mempunyai kesamaan pengalaman. Kesamaan yang didasarkan dari pengalaman
yang melatarbelakangi itu membawa orang-orang kearah kesamaan
sikap.
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gemeinschaft
merupakan situasi yang berorientasi pada nilai, aspiratif, memiliki peran dan terkadang
menjadi kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial, Gemeninschaft lahir dari
dalam individu, keinginan berhubungan didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan
tindakan. Kesamaan individu dalam hal ini merupakan faktor penguat hubungan sosial
yang kemudia diperkuat dengan adanya hubungan emosional serta interaksi antar
individu.
2) Gesellschaft (Masyarakat Patembayan)
Globalisasi merupakan tahap lanjut dari perkembangan peradaban manusia. Ibnu
Khaldun memandang bahwa kohesi sosial (ashobiyah) begitu kuat dalam masyarakat
tradisional dan primitif. Hal ini sering dijumpai pada masyarakat pedesaan yang
bercirikan paguyuban atau gotong royong, dan berbanding terbalik dengan masyarakat
perkotaan yang bercirikan invidualistik. Untuk kenyataan dijaman sekarang perbedaan
antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan sulit dibedakan, itu karena
peradaban sudah mulai masuk pada wilayah-wilayah pedesaan. Tetapi walau begitu
masih akan tetap bisa kita jumpai perbedaanya melalui kebudayaan, adat kebiasaan
yang masih dipertahankan oleh masyarakat pedesaan. Masyarakat yang kapitalistik
menurut Ibnu Khaldun akan mengalami krisis sosial, dalam kondisi krisis, kohesi sosial
tidak bertambah kuat, tetapi kohesi sosial sangat rapuh akibat terlalu mendewakan
materi dan hidup hanya untuk hidup, tidak ada lagi makna lain dari kehidupan ini
kecuali kesenangan dan kemewahan duniawi. Hal tersebut hanyalah salah satu ciri dari
masyarakat Patembayan (Gesellschaft). Masyarakat Patembayan (Gesellschaft)
Merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu pendek, bersifat satu
35
bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis
sebagaimana dapat di umpamakan dengan sebuah mesin. Secara historis, retaknya
kohesi atau solidaritas sosial dalam masyarakat muslim telah berlangsung lama dan
retaknya kohesi sosial ini sulit terhindarkan akibat orientasi kepentingan dan kekuasan
yang mengabaikan etika sosial. Dalam hal ini, Spencer menggambarkan perkembangan
masyarakat dari tipe masyarakat yang homogeny menuju tipe masyarakat yang
heterogen. Perbedaan ini dianalogikan dengan tipe masyarakat primitif (yang
homogeny) dan modern (yang heterogen) dan juga bisa kita sebut dengan masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan. Masyarakat patembayan juga ber-cirikan sebgai
masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen adalah sebuah suasana dimana segala
sesuatu dijual. Tidak hanya itu saja, segala sesuatu itu adalah komoditas tanda, bahkan
semua tanda adalah komoditas. Yang terakhir, semua “obyek, pelayanan, tubuh, seks,
kultur, ilmu pengetahuan dan sebagainya diciptakan dan dipertukarkan. Masyarakat
perkotaan (masyarakat patembayan) identik dengan dunia modern, yang mana dunia
modern adalah sebuah sangkar besi sistem rasional dimana tiada lubang untuk
melepaskan diri darinya, kehidupan perkotaan melahirkan tipe kepribadian khusus,
dalam kehidupan sosial perkotaan orang cenderung menggunakan berbagai tindakan
teatrikal, kohesi moral dunia modern lebih lemah ketimbang didalam masyarakat
sebelumnya. Berikut perbedaan Gemeinschaft dan Gesellschaf secara singkat.
Gemeinschaft Gesellschaft
- Adanya hubungan perasaan
kasih sayang
- Hubungan antaranggota
bersifat formal
- Adanya keinginan untuk
meningkatkan
kebersamaan
- Memiliki orientasi
ekonomi dan tidak kekal
- Tidak suka menonjolkan
diri
- Memperhitungkan nilai
36
guna (utilitarian)
- Selalu memegang teguh
adat lama yang konservatif
- Lebih didasarkan pada
kenyataan sosial
- Terdapat ikatan batin yang
kuat antaranggota
- Hubungan antaranggota
bersifat informal
Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Gesellschaft merupakan sebuah ikatan yang
lemah, terkadang antar individu tidak saling mengenal, nilai norma dan sikap menjadi
kurang berperan dengan baik. Gesellchaft disebut dengan konsep kurwille yang
merupakan bentuk-bentuk kehendak yang mendasarkan pada akal manusia yang
ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu dan sifstnya rasional dengan menggunakan alat-
alat dan unsureunsur kehidupan lainya atau dapat pula berupa pertimbangan dan
pertolongan.
37
Daftar Pustaka
Mumtazinur, MA.2019.ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR. Banda Aceh :
LEMBAGA KAJIAN KONSTITUSI INDONESIA (LKKI)
Keesing, R.2014. Teori-Teori Tentang Budaya.Antropologi.Diakses dari
https://www.google.com/search?q=Teori-
Teori+Tentang+Budaya*+Roger+M.+Keesing1&oq=Teori-
Teori+Tentang+Budaya*+Roger+M.+Keesing1&aqs=chrome..69i57j33i10i160.788j0j1
5&sourceid=chrome&ie=UTF-8#
Keesing, R.M., Keesing, F.M.1971 New Perspectives in Cultural Anthropology. New
York: Holt, Rinehart & Winston.
Wikipedia. 2021. Heararki Kebutuhan Maslow. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Hierarki_kebutuhan_Maslow
Sarwono, S. 2018. Teori-Teori Psikologi Sosial. Rajawali Pers. Jakarta
Umanailo, C.B.,2016. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Fakultas Hukum Universitas Iqra
Buru : FAM PUBLISHING
Amalia, R.N.,2016. Ilmu Budaya Dasar. Diakses dari
http://nadyarizkiamalia.blogspot.com/2016/04/ilmu-budaya-dasar12.html
Santoso, Y. 2019. Pengertian, Konsep dan Tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar. Diakses
dari https://slideplayer.info/slide/13722530/
Elly M., Kolip S, Pengantar Sosiologi, hal. 369-370
Abdulsyani, Sosiologi-Sistematika, Teori Dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
Hal 129-130
38

More Related Content

What's hot

Soal soal problem-solving dan pembahasannya
Soal soal problem-solving dan pembahasannyaSoal soal problem-solving dan pembahasannya
Soal soal problem-solving dan pembahasannyaHyronimus Lado
 
RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013
RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013
RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013Yoshiie Srinita
 
Poster bilangan pangkat dan akar
Poster bilangan pangkat dan akarPoster bilangan pangkat dan akar
Poster bilangan pangkat dan akarhasanah sn
 
Soal peluang kaidah pencacahan aturan perkalian
Soal peluang kaidah pencacahan aturan perkalianSoal peluang kaidah pencacahan aturan perkalian
Soal peluang kaidah pencacahan aturan perkalianSang Pujangga Espede
 
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA
BARISAN DAN DERET ARITMATIKABARISAN DAN DERET ARITMATIKA
BARISAN DAN DERET ARITMATIKAIndah Oktriani
 
Powerpoint operasi hitung bentuk aljabar
Powerpoint operasi hitung bentuk aljabarPowerpoint operasi hitung bentuk aljabar
Powerpoint operasi hitung bentuk aljabarRobiatul Bangkawiyah
 
materi perbandingan smp kelas 7
materi perbandingan smp kelas 7materi perbandingan smp kelas 7
materi perbandingan smp kelas 7Varizka Amelia
 
Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)
Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)
Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)Maskurinhs Maskurinhs
 
Rangkuman materi Fisika SMP kelas IX
Rangkuman materi Fisika SMP kelas IXRangkuman materi Fisika SMP kelas IX
Rangkuman materi Fisika SMP kelas IXSulistiyo Wibowo
 
Hakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBD
Hakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBDHakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBD
Hakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBDFox Broadcasting
 
18. soal soal notasi sigma barisan- deret dan induksi matematika
18. soal soal notasi sigma  barisan- deret dan induksi matematika18. soal soal notasi sigma  barisan- deret dan induksi matematika
18. soal soal notasi sigma barisan- deret dan induksi matematikaDian Fery Irawan
 
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...Muhammad Alfiansyah Alfi
 
Etika Kristen Materi Kuliah
Etika Kristen Materi KuliahEtika Kristen Materi Kuliah
Etika Kristen Materi KuliahSAROFAMATI DUHA
 
Tes formatif 1 (geometri)
Tes formatif 1 (geometri)Tes formatif 1 (geometri)
Tes formatif 1 (geometri)sera abraham
 

What's hot (20)

Soal soal problem-solving dan pembahasannya
Soal soal problem-solving dan pembahasannyaSoal soal problem-solving dan pembahasannya
Soal soal problem-solving dan pembahasannya
 
Fungsi bessel
Fungsi besselFungsi bessel
Fungsi bessel
 
RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013
RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013
RPP Statistika Kelas X Matematika Kurikulum 2013
 
Poster bilangan pangkat dan akar
Poster bilangan pangkat dan akarPoster bilangan pangkat dan akar
Poster bilangan pangkat dan akar
 
Soal peluang kaidah pencacahan aturan perkalian
Soal peluang kaidah pencacahan aturan perkalianSoal peluang kaidah pencacahan aturan perkalian
Soal peluang kaidah pencacahan aturan perkalian
 
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA
BARISAN DAN DERET ARITMATIKABARISAN DAN DERET ARITMATIKA
BARISAN DAN DERET ARITMATIKA
 
Powerpoint operasi hitung bentuk aljabar
Powerpoint operasi hitung bentuk aljabarPowerpoint operasi hitung bentuk aljabar
Powerpoint operasi hitung bentuk aljabar
 
materi perbandingan smp kelas 7
materi perbandingan smp kelas 7materi perbandingan smp kelas 7
materi perbandingan smp kelas 7
 
RPP - Pemodelan SPLDV
RPP - Pemodelan SPLDVRPP - Pemodelan SPLDV
RPP - Pemodelan SPLDV
 
Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)
Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)
Sistem persamaan linier dua variabel (spdlv)
 
Karakteristik matematik1
Karakteristik matematik1Karakteristik matematik1
Karakteristik matematik1
 
Rangkuman materi Fisika SMP kelas IX
Rangkuman materi Fisika SMP kelas IXRangkuman materi Fisika SMP kelas IX
Rangkuman materi Fisika SMP kelas IX
 
Makalah Perkembangan IPTEK di Indonesia
Makalah Perkembangan IPTEK di IndonesiaMakalah Perkembangan IPTEK di Indonesia
Makalah Perkembangan IPTEK di Indonesia
 
Hakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBD
Hakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBDHakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBD
Hakekat Keragaman dan Kesetaraan Manusia - ISBD
 
18. soal soal notasi sigma barisan- deret dan induksi matematika
18. soal soal notasi sigma  barisan- deret dan induksi matematika18. soal soal notasi sigma  barisan- deret dan induksi matematika
18. soal soal notasi sigma barisan- deret dan induksi matematika
 
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...
TUJUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN K...
 
Etika Kristen Materi Kuliah
Etika Kristen Materi KuliahEtika Kristen Materi Kuliah
Etika Kristen Materi Kuliah
 
Tes formatif 1 (geometri)
Tes formatif 1 (geometri)Tes formatif 1 (geometri)
Tes formatif 1 (geometri)
 
AKM SPLDV - Pertemuan 2
AKM SPLDV - Pertemuan 2AKM SPLDV - Pertemuan 2
AKM SPLDV - Pertemuan 2
 
2. KARTU SOAL - MINAT.docx
2. KARTU SOAL - MINAT.docx2. KARTU SOAL - MINAT.docx
2. KARTU SOAL - MINAT.docx
 

Similar to Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Citra Aulia Rizki , ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Citra Aulia Rizki , ISBD,  Farmasi,  Dr.  Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosCitra Aulia Rizki , ISBD,  Farmasi,  Dr.  Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Citra Aulia Rizki , ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosChimonWave
 
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosFatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosFatyaKamila
 
Hidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sos
Hidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sosHidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sos
Hidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sosHidayatulAzizah3
 
Astika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Astika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosAstika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Astika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosAstikaSariDewi
 
Ilmu sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
Ilmu sosial dan Budaya Dasar        (ISBD)Ilmu sosial dan Budaya Dasar        (ISBD)
Ilmu sosial dan Budaya Dasar (ISBD)RadiologiStikesPerta
 
Desy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Desy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosDesy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Desy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosDesy Aryanti Pardilla Vitri
 
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosGina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosGina Hanindya
 
Baiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Baiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosBaiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Baiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosBaiqAluh
 
Hakikat ilmu budaya dasar
Hakikat ilmu budaya dasarHakikat ilmu budaya dasar
Hakikat ilmu budaya dasarmudiantari
 
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...Annisa Rizka Nirmala
 
ar__sos_bud_007_lengkap.ppt
ar__sos_bud_007_lengkap.pptar__sos_bud_007_lengkap.ppt
ar__sos_bud_007_lengkap.pptFajarSubekti7
 
ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
 ruang lingkup dan perkembangan sosiologi ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
ruang lingkup dan perkembangan sosiologisuher lambang
 
Makalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya DasarMakalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya Dasarmithasuciana
 
Ithnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.Sos
Ithnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.SosIthnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.Sos
Ithnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.SosIthnan
 
Materi 1 mengenal ilmu sosial
Materi 1 mengenal ilmu sosialMateri 1 mengenal ilmu sosial
Materi 1 mengenal ilmu sosialStarren Screamo
 
POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR
POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR
POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR nissaaa25
 
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptx
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptxRuang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptx
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptxssuser22c71b
 
Ilmu budaya dasar
Ilmu budaya dasarIlmu budaya dasar
Ilmu budaya dasaryollaristy
 

Similar to Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos (20)

Ilmu Sosial Budaya Dasar
Ilmu Sosial Budaya DasarIlmu Sosial Budaya Dasar
Ilmu Sosial Budaya Dasar
 
Citra Aulia Rizki , ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Citra Aulia Rizki , ISBD,  Farmasi,  Dr.  Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosCitra Aulia Rizki , ISBD,  Farmasi,  Dr.  Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Citra Aulia Rizki , ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosFatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Fatya kamila putri isbd farmasi_dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
 
Hidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sos
Hidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sosHidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sos
Hidayatul azizah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i.,m.sos
 
Astika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Astika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosAstika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Astika sari dewi, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Ilmu sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
Ilmu sosial dan Budaya Dasar        (ISBD)Ilmu sosial dan Budaya Dasar        (ISBD)
Ilmu sosial dan Budaya Dasar (ISBD)
 
Desy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Desy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosDesy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Desy Aryanti Pardilla Vitri, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.SosGina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
Gina Hanindya Rini, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos
 
Baiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Baiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sosBaiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
Baiq aluh nurfatimah, isbd, farmasi, dr. taufiq ramdani, s.th.i., m.sos
 
Hakikat ilmu budaya dasar
Hakikat ilmu budaya dasarHakikat ilmu budaya dasar
Hakikat ilmu budaya dasar
 
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...
Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar - Annisa Rizka Nirmala, ISBD, Farma...
 
ar__sos_bud_007_lengkap.ppt
ar__sos_bud_007_lengkap.pptar__sos_bud_007_lengkap.ppt
ar__sos_bud_007_lengkap.ppt
 
ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
 ruang lingkup dan perkembangan sosiologi ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
ruang lingkup dan perkembangan sosiologi
 
Makalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya DasarMakalah Ilmu Budaya Dasar
Makalah Ilmu Budaya Dasar
 
Sosiologi Sebagai Ilmu
Sosiologi Sebagai IlmuSosiologi Sebagai Ilmu
Sosiologi Sebagai Ilmu
 
Ithnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.Sos
Ithnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.SosIthnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.Sos
Ithnan Baqi Putra Erlangga, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S. Th. I., M.Sos
 
Materi 1 mengenal ilmu sosial
Materi 1 mengenal ilmu sosialMateri 1 mengenal ilmu sosial
Materi 1 mengenal ilmu sosial
 
POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR
POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR
POWER POINT ILMU BUDAYA DASAR
 
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptx
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptxRuang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptx
Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar.pptx
 
Ilmu budaya dasar
Ilmu budaya dasarIlmu budaya dasar
Ilmu budaya dasar
 

Recently uploaded

Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 

Recently uploaded (20)

Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 

Kumpulan Artikel Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) - Baiq Rilda Erliana Zahara, ISBD, Farmasi, Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

  • 1. KUMPULAN ARTIKEL 1. PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR 2. PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA: PENGERTIAN SERTA FAKTOR- FAKTOR PENYEBABNYA 3. TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG INTERAKSI SOSIAL 4. HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KEMUNCULAN BUDAYA 5. SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS, GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN) Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) Dosen Pengampu: Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos Disusun Oleh : Nama : Baiq Rilda Erliana Zahara NIM : K1A020009 Prodi / Kelas : Farnasi / A PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2021
  • 2. i DAFTAR ISI Halaman BAB 1 PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar………………………………………1 B. Konsep Ilmu Sosial Budaya Dasar…………………………………….........3 C. Tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar…………………………………………..6 BAB II PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA: PENGERTIAN SERTA FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA A. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya………………………………….9 B. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial dan Budaya…………………...9 BAB III TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG INTERAKSI SOSIAL A. Teori-Teori Kebudayaan…………………………………………………...14 B. Teori-Teori Interaksi Sosial………………………………………………..21 BAB IV HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KEMUNCULAN BUDAYA A. Hirarkhi Kebutuhan Manusia dan Kaitannya dengan Kemunculan Budaya …………………………………………………………………....28 BAB V SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS, GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN) A. Solidaritas Sosial Kota dan Desa (Mekanisme-Organis, Gemeinschaft- Gesselschaft, Paguyuban-Patembayan……………………………………...32
  • 3. 1 BAB I PENGERTIAN, KONSEP, SERTA TUJUAN ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR A. Pengertian Ilmu Sosial Budaya Dasar Secara umum ISBD (Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Dasar) termasuk kelompok pengetahuan, yakni mempelajari mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep hubungan antar manusia (sosial) dan budaya yg dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah kemanusiaan, sosial, dan budaya. Ilmu sosial budaya dasar merupakan sebagai integarasidari ISD dan IBD yang memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada mahasiswa sehinggan mampu mengkaji masalah social, kemanusian, dan budaya. Pendekatan Ilmu sosial budaya dasar juga merupakan akan memperluas pandangan bahwa masalah social, kemanusian, dan budaya dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Dengan wawasan sehinggan mampu mengkaji sebuah masalah kemasyarakat yang lebih kompleks,demikian pula dengan solusi pemecahannya. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar adalah cabang ilmu pengetahuan yang merupakan integrasi dari dua ilmu lainnya, yaitu ilmu sosial yang juga merupakan sosiologi (sosio: sosial, logos: ilmu) dan ilmu budaya yang 6 merupakan salah satu cabang dari ilmu sosial. Pengertian lebih lanjut tentang ilmu sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang menggunakan berbagai disiplin ilmu untuk menanggapi masalah-masalah sosial, sedangkan ilmu budaya adalah ilmu yang termasuk dalam pengetahuan budaya, mengkaji masalah kemanusiaan dan budaya. Secara umum dapat dikatakan ilmu sosial budaya dasar merupakan pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep- konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah sosial manusia dan kebudayaan. Istilah ilmu sosial budaya dasar dikembangkan pertama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humanus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities 7 berkaitan
  • 4. 2 dengan nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang asal mula ilmu sosial dan budaya dasar, perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu; Ilmu-ilmu Alamiah (natural scince). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku mengenai keteraturanketeraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat prediksi. Ilmu-ilmu sosial (social scince). Ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu alamiah. Tetapi hasil pengkajian ini lebih bersifat kualitatif, sebab hal ini menyangkut pola 8 perilaku dan tingkah laku manusia di masyarakat yang cenderung berubah-ubah. Pengetahuan budaya (the humanities) bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat unik, kemudian diberi arti. Latar belakang diberikannya mata kuliah ilmu sosial budaya dasar adalah selain melihat konteks budaya Indonesia, juga sesuai dengan program pendidikan di Perguruan Tinggi, dalam rangka menyempurnakan pembentukan sarjana. Latar belakang ilmu sosial budaya dasar dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut: 1. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan segala keanekaraman budaya yang tercermin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yang biasanya tak lepas dari ikatan-ikatan primordial, kesukuan dan kedaerahan. 2. Proses pembangunan yang sedang berlangsung terus menerus menimbulkan dampak positif dan dampak negative berupa terjadinya pergeseran nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya. Akibat lebih
  • 5. 3 jauh dari pembenturan nilai budaya ini ialah timbulnya konflik dalam kehidupan. 3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan manusia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung terhadap kemajuan yang telah diciptakannya itu. Hal ini merupakan sikap ambivalen teknologi, yang disamping memberikan segi positf, juga memiliki segi negatif. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar supaya manusia bisa menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri. B. Konsep Ilmu Sosial Budaya Dasar Secara umum ISBD (Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Dasar) termasuk kelompok pengetahuan, yakni mempelajari mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep hubungan antar manusia (sosial) dan budaya yg dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah kemanusiaan, sosial, dan budaya. Ilmu sosial budaya dasar merupakan sebagai integarasidari ISD dan IBD yang memberikan dasar-dasar pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya. Adapun beberapa konsep dari Ilmu Sosial Budaya antara lain : 1) Konsep Makhluk Berbudaya Setiap manusia memiliki kebudayaannya masingmasing, dan masing-masing manusia tersebut mewujudkan kebudayaannya dalam bentuk ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan yang ada pada masyarakat, dan suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, serta benda-benda hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1990 : 186 - 187). Wujud dari kebudayaan yang diungkapkan tersebut terdapat juga di dalam sistem religi (kepercayaan) yang ada pada setiap masyarakat, dan juga merupakan kenyataan hidup dari masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan dan adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat merupakan alat pengatur dan memberi arahan kepada setiap tindakan, prilaku dan karya manusia yang menghasilkan benda- benda kebudayaan. 32 Kebudayaan yang ada pada masyarakat juga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga cara berpikir dari setiap masyarakat. Manusia
  • 6. 4 adalah makhluk berbudaya dan budaya manusia penuh dengan simbol, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia penuh diwarnai dengan simbolisme yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan atau mengikuti pola-pola yang mendasarkan diri kepada simbol atau lambang. Simbol merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang terkandung sebuah makna yang dapat menjelaskan kebudayaan dari manusia. Geertz ( 1992 ) berpendapat bahwa, hal-hal yang berhubungan dengan simbol yang dikenal oleh masyarakat yang bersangkutan sehingga untuk mengetahui kebudayaan dari masyarakat dapat dilihat dari simbol yang mereka gunakan, dan makna harus dicari dalam fenomena budaya. Sehingga untuk memahami makna yang terdapat di dalam simbol, harus mengetahui terlebih dahulu tentang pengetahuan dan pemahaman dari masyarakat mengenai simbol - simbol kebudayan yang mereka wujudkan di dalam tingkah laku dan perbuatannya. 33 Manusia pada dasarnya hidup sebagai makhluk budaya yang memiliki akal, budi dan daya untuk dapat membuahkan suatu gagasan dan hasil karya yang berupa seni, moral, hukum, kepercayaan yang terus dilakukan dan pada akhirnya membentuk suatu kebiasaan atau adat istiadat yang kemudian diakumulasikan dan ditransmisikan secara sosial atau kemasyarakatan. Akal: kemampuan pikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki manusia. Berpikir adalah perbuatan operasional yang mendorong untuk aktif berbuat demi kepentingan dan peningkatan hidup manusia. Fungsi akal adalah untuk berfikir, kemampuan berfikir manusia mempunyai fungsi mengingat kembali apa yang telah diketahui sebagai tugas dasarnya untuk memecahkan masalah dan akhirnya membentuk tingkah laku Budi : akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan. Budi diartikan sebagai batin manusia, panduan akal dan perasaan yang dapat menimbang baik buruk segala sesuatu 2) Konsep Etika Dan Estetika Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan 34 bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapatpendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
  • 7. 5 rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain (Bertens, 2000). Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia. Burhanuddin Salam (1987:1), menyebutkan bahwa etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara 35 mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan -permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan nilai dan norma moral tersebut. Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Seorang akademisi dan rohaniwan Magnis Suseno mengatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Yang memberi kita norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. Sedangkan etika justru hanya melakukan refleksi kritis atas norma atau ajaran moral tersebut at au kita juga bisa mengatakan bahwa moralitas adalah petunjuk konkret yang siap pakai tentang bagaimana kita harus hidup. Sedangkan etika adalah perwujudan dan pengejawantahan secara kritis dan rasional ajaran moral yang siap pakai. Keduanya mempunyai fungsi yang sama, yaitu memberi kita orientasi bagaimana dan ke mana kita harus melangkah dalam hidup ini. Tetapi bedanya moralitas langsung mengatakan kepada kita; inilah 36 caranya anda harus melangkah. Sedangkan etika harus mempersoalkan; apakah saya harus melangkah dengan cara itu dan mengapa harus dengan cara itu? (Salam, 1987: 2). Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggungjawabankan tindakannya itu, karena memang ada alasan-alasan
  • 8. 6 dan pertimbangan-pertimbangan yang kuat mengapa ia betindak begitu. Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalankan hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang patut dilakukan. Oleh karena itu etika merupakan bagian dari wujud pokok budaya yang pertama yaitu gagasan atau sistem ide. Menyangkut masalah budaya atau kebudayaan di sini, bukan berarti budaya dalam arti yang sempit, yang hanya bergerak dalam tataran seni (art) seperti seni tari, seni rupa, seni pahat, seni suara, seni 37 suara atupun seni drama. Namun menyangkut tentang hal ikhwal terkait dengan hajad hidup manusia sebagai makhluk sosial. C. Tujan Ilmu Sosial Budaya Dasar Penyajian mata kuliah ilmu budaya dasar tidak lain merupakan usaha yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Dengan demikian mata kuliah ini tidak dimaksudkan untuk mendidik ahli-ahli dalam salah satu bidang keahlian yang termasuk didalam pengetahuan budaya (the humanities) akan tetapi IBD semata-mata sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara memperluas wawasan pemikiran serta kemampuan kritikalnya terhadap nilai-nilai budaya, baik yang menyangkut orang lain dan alam sekitarnya, maupun yang menyangkut dirinya sendiri. Berpijak dari hal diatas, tujuan mata kuliah ilmu budaya dasar adalah untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan pemikiran, khususnya berkenaan dengan kebudayaan, agar daya tangkap, persepsi dan penalaran mengenai lingkungan budaya mahasiswa dapat menjadi lebih halus. Untuk bisa menjangkau tujuan tersebut IBD diharapkan dapat : 1. Mengusahakan kepekaan mahasiswa terhadap lingkungan budaya, sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, terutama untuk kepentingan profesi mereka.
  • 9. 7 2. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memperluas pandangan mereka tentang masalah kemansiaan dan budaya serta mengembangkan daya kritis mereka terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kedua hal tersebut. Jika diperinci maka tujuan pengajaran ilmu budaya dasar itu adalah : 1. Menimbulkan minat untuk mendalaminya. 2. Lebih peka dan terbuka terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut. 3. Mengusahakan kepekaan terhadap nilai-nilai lain untuk lebih mudah menyesuaikan diri. 4. Menyadarkan mahasiswa terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai-nilai yang hidup pada masyarakat. 5. Dengan ringkas dapat disebutkan bahwa tujuan IBD adalah : Perlunya melakukan pembentukan pemikiran yang khususnya berkenaan dengan Kebudayaan dan Kemanusiaan,agar daya tanggap, persepsi dan penalaran berkenaan dengan lingkungan budaya dapat diperluas. Latar belakang ilmu budaya dasar bermula dari kritik yang diberikan oleh sejumlah cendikiawan mengenai sistem pendidikan kita yang dinilai sebagai warisan sistem pendidikan pemerintahan Belanda pada masa penjajahan. Sampai sekarang, sistem pendidikan yang terkotak-kotak telah menghasilkan banyak tenaga ahli yang berpengalaman dalam disiplin ilmu tertentu. Padahal pendidikan itu seharusnya lebih ditujukan untuk menciptakan kaum cendikiawan daripada mencetak tenaga yang terampil. Para lulusan perguruan tinggi diharapkan dapat berperan sebagai sumber utama bagi pembangunan Negara secara menyeluruh. Latar belakang diberikannya IBD selain melihat konteks budaya Indonesia, dalam rangka menyempurnakan pembentukan sarjana. Perguruan tinggi diharapkan dapat menghasilkan sarjana-sarjana yang mempunyai pengetahuan yang terdiri atas :  Kemampuan akademis yang merupakan kemampuan untuk berkomunikasi secara ilmiah, baik lisan maupun tulisan, menguasai peralatan analisis, maupun berfikir logis.
  • 10. 8  Kemampuan profesional yang merupakan kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli yang bersangkutan.  Kemampuan personal yang merupakan kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan sikap, tingkah laku dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia, memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemasyarakatan dan kenegaraan, serta memiliki pandangan yang luas dan peka terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarkat Indonesia. Latar belakang diberikannya mata kuliah IBD dalam konteks budaya, Negara dan masyarakat Indonesia berikut contohnya:  Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya  Membangunan telah membawa perubahan dalam masyarakat yang menimbulkan pergeseran system nilai budaya dan sikap yang mengubah anggota masyarakat terhadap nilai-nilai budaya  Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi, membawa pengaruh terhadap intensitas kontak budaya antarsuku maupun dengan kebudayaan dari luar.
  • 11. 9 BAB II PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA: PENGERTIAN SERTA FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA A. Pengertian Perubahan Sosial dan Budaya Menurut Harper perubahan sosial didefinisikan sebagai pergantian (perubahan) yang signifikan mengenai struktur sosial dalam kurun waktu tertentu. Perubahan dalam struktur ini mengandung beberapa tipe perubahan struktur sosial, yaitu Pertama perubahan dalam personal yang berhubungan dengan perubahan- perubahan peran dalam individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang berkaitan dengan keberadaan struktur. Kedua, perubahan dalam cara bagianbagian struktur sosial berhubungan. Perubahan ini misalnya terjadi dalam perubahan alur karja birokrasi dalam lembaga pemerintahan. Ketiga, perubahan dalam fungsi struktur berkaitan dengan apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat tersebut melakukannya. Keempat, perubahan dalam hubungan struktur yang berbeda. Kelima, kemunculan struktur baru yang merupakan peristiwa munculnya struktur baru untuk menggantikan struktur sebelumnya. Menurut Himes dan Moore perubahan sosial mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi struktural, kultural, dan interaksional. Pertama, dimensi struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam struktur masyarakat, menyangkut perubahan dalam peranan, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial, dan perubahan dalam lembaga sosial. Kedua dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan dalam masyarakat. Perubahan ini meliputi inovasi, difusi, integrasi. Ketiga dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan hubungan sosial dalam masyarakat. B. Faktor-faktor Perubahan Sosial dan Budaya Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan sendirinya. Pada umumnya ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam munculnya perubahan sosial. Faktor tersebut dapat digolongankan pada faktor dari dalam dan faktor dari luar masyarakat.
  • 12. 10 Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial yang berasal dari dalam antara lain : 1) Bertambahnya atau berkurangnya penduduk, pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan perubahan jumlah dan persebaran wilayah pemukiman. Berkurangnya jumlah penduduk juga akan menyebabkan perubahan sosial budaya. 2) Penemuan-penemuan baru, penemuan baru yang berupa teknologi dapat mengubah cara individu berinteraksi dengan orang lain. Perkembangan teknologi juga dapat mengurangi jumlah kebutuhan tenaga kerja di sektor industri karena tenaga manusia telah digantikan oleh mesin yang menyebabkan proses produksi semakin efektif dan efesien. 3) Pertentangan (konflik) masayarakat, proses perubahan sosial dapat terjadi sebagai akibat adanya koflik sosial dalam masyarakat. Konflik sosial dapat terjadi manakala ada perbedaan kepentingan atau terjadi ketimpangan sosial. 4) Terjadinya pemberontakan atau revolusi, faktor ini berkaitan erat dengan factor konflik sosial. Terjadinya pemberontakan tentu saja akan melahirkan berbagai perubahan, pihak pemberontak akan memaksa tuntutannya, lumpuhnnya kegiatan ekonomi, pergantian kekuasaan dan sebagainya. Faktor yang berasal dari luar antara lain : 1) Terjadinya bencana alam atau kondisi lingkungan fisik, kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah untuk mengungsi meninggalkan tanah kelahirannya. 2) Peperangan, peristiwa peperangan baik peperang saudara maupun perang antarnegara dapat menyebabkan perubahan, karena pihak yang menang biasanya akan dapat memaksa ideologi dan kebudayaannya kepada pihak yang kalah.
  • 13. 11 3) Pengaruh kebudayaan masyarakat lain, adanya interaksi antara dua kebudayaan yang berbeda akan menghasikan perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut kultural animosity. Selanjutnya, adapun Fakor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan 1) Kontak dengan kebudayaan lain, bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun budaya asing dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya perubahan dan tentu saja akan memperkaya kebudayaan yang ada. 2) Sistem pendidikan formal yang maju, pendidikan merupakan faktor yang dapat mengukur tingkat kemajuan sebuah masyarakat. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai apakah kebudayaan masyarakatnya mampu memenuhi tuntutan perkembangan zaman, dan memerlukan sebuah perubahan atau tidak. 3) Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju, apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat merupakan pendorong bagi usaha penemuan baru, misalnya hadiah Nobel. 4) Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. 5) Sistem terbuka lapisan masyarakat, sistem stratifikasi yang terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertical atau horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi mempermasalahkan status sosial dalam
  • 14. 12 menjalin hubungan dengan sesamanya. 6) Penduduk yang heterogen. Masyarakat yang heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan goncangan sosial. 7) Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu. Rasa tidak puas dapat menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk mengubahnya. 8) Orientasi ke masa depan. Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang untuk mengikuti dan menyesuaikan dengan perubahan. 9) Nilai bahwa manusia harus senantisa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya. Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usahausaha ini merupakan faktor terjadinya perubahan. Faktor-Faktor Yang Menghalangi Terjadinya Perubahan 1) Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Apabila dalam masyarakat tidak melakukan kontak sosial dengan masyarakat lain, maka tidak akan terjadi tukar informasi, atau tidak akan mungkin terjadi proses asimilasi, akulturasi yang mampu mengubah kondisi masyarakat. 2) Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat. Ilmu pengetahuan merupakan kunci perubahan yang akan membawa masyarakat menuju pada peradaban yang lebih baik. 3) Sikap masyarakat yang sangat tradisional. Sikap masyarakat akan mengagung-agungkan kepercayaan yang sudah diajarkan nenek moyangnya yang dianggap sebuah kebenaran mutlak yang tidak dapat diubah. Pandangan inilah yang dapat menghambat
  • 15. 13 masyarakat untuk melakukan perubahan. 4) Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam setiap kehidupan bermasyarakat, akan ada sekelompok individu yang ingin mempertahankan atau hanya sekedar ingin mewujudkan ambisinya dalam meraih tujuan pribadi atau golongannya. Kelompok ini akan berupaya keras untuk mempertahankan posisinya dalam masyarakat. 5) Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan. Masuknya unsur-unsur kebudayaan dari luar diyakini akan mengancam integrasi sebuah masyarakat. Untuk itu masyarakat membatasi diri untuk menerima unsur budaya dari luar. 6) Prasangka terhadap hal-hal baru. Sikap demikian dapat dijumpai pada masyarakat yang pernah dijajah oleh masyarakat lain. Hal ini kemudian memunculkan prasangka ketika masyarakat tersebut berinteraksi dengan masyarakat yang dulu pernah menjajah mereka. 7) Hambatan yang bersifat ideologis. Setiap upaya untuk mengubah masyarakat, adakalanya harus bertentangan dengan ideologi yang telah dianut oleh masyarakat. Apabila nilai-nilai yang akan diubah tersebut bertentangan dengan ideologi yang dianut selama ini, maka akan dipastikan perubahan tersebut tidak akan berjalan. 8) Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya.
  • 16. 14 BAB III TEORI-TEORI KEBUDAYAAN DAN TEORI-TEORI TENTANG INTERAKSI SOSIAL A. Teori-teori Kebudayaan Budaya Sebagai Sistem Adaptif Satu perkembangan penting dalam teori kultural berasal dari aliran yang meninjau kebudayaan dari sudut pandangan evolusionari. Satu jembatan antara kajian- kajian tentang evolusi makhluk hominid (seperti Aus- tralopithecus dan Pithecanthropus) dan kajian-kajian tentang kehidupan sosial makhluk manusia telah membawa kita kepada pandangan yang lebih jelas bahwa pola bentuk biologis tubuh manusia adalah "open ended", dan mengakui bahwa cara penyempurnaan dan penyesuaiannya melalui proses pembelajaran kultural (cultural learning) memungkinkan manusia untuk membentuk dan mengembangkan kehidupan dalam lingkungan ekologi tertentu. Penerapan satu model evolusionari seleksi-alam atas dasar biologis terhadap bangunan kultural telah membuat ahli-ahli antropologi bertanya dengan kearifan yang makin tinggi tentang cara bagaimana komuniti manusia mengembangkan pola-pola kultural tertentu. Sejumlah besar penerbitan, populer dan teknis, telah membahas tentang pentingnya dan tentang saling keterkaitan antara komponen biologis dan komponen kultural dalam tingkah laku manusia. Agresi, teritorialitas, peranan- peranan jenis kelamin, ekspresi wajah, seksualitas, dan ranah-ranah lain di mana kultural dan biologis saling terkait telah dibicangkan orang tanpa putus-putusnya dan seringkali tanpa perasaan (mindlessly). Dari semua perbincangan ini kita dapat menarik dua kesimpulan singkat. Pertama, setiap pemikiran bahwa apabila kita menguliti lapisan konvensi kultural maka pada akhirnya kita akan menemukan Primal man dan keadaan manusia yang bugil di dasarnya, merupakan pemikiran yang steril dan berbahaya. Kita memerlukan satu model interaksional yang kompleks, bukan satu pelapisan yang sederhana seperti itu (19, 25). Kedua, baik determinisme ekologis maupun determinisme kultural yang ekstrem sekarang dapat didukung oleh kepercayaan dan ideologi, tetapi tidak oleh ilmu pengetahuan yang arif bijaksana. Yang perlu untuk ditelusuri adalah cara-cara
  • 17. 15 bagaimana garis acuan biologis ditransformasikan dan dikembangkan ke dalam pola-pola kultural; dan ini memerlukan rencana penelitian yang imajinasi dan hati-hati dan penyelidikan yang telaten, bukan polemik-polemik dan sensasionalisme. Dari sudut pandang teori kultural, perkembangan penting telah muncul dari pendekatan evolusionari/ekologis terhadap budaya sebagai sistem adaptif. Pusat-pusat besar perkembangan pemikiran-kembali evolusionari/ ekologis adalah Michigan dan Columbia. Dasar yang diletakkan oleh Leslie White telah dipermak dengan kreatif oleh pakarpakar seperti Sahlins, Rappaport, Vayda, Harris, Carneiro; dan oleh pakar-pakar arkeologi yang theory minded seperti suami-istri Binford, Flannery, Longacre, Sanders, Price, dan Meggers. Pendekatan-kembali (re-approachment) arkeologi teoritis dengan antropologi ekologis muncul sebagai salah satu perkembangan penting dalam dasawarsa yang lalu. Ini tidak berarli bahwa terdapat consensus dalam memandang bagaimana sebaiknya konsep budaya didefinisikan atau bagaimana dan mengapa budaya berkembang dan berubah. Perdebatan antara Service (75) dan Harris (42) baru- baru ini, kritikan orang-orang Marxist terhadap materialism budaya dari Harris, perbedaan-perbedaan antara ekologi-kultural dari Steward dan ekologi-manusia yang dianjurkan Vayda dan Rappaport (8.1), perang sekte dan "arkeologi baru", semuanya membuktikan adanya keanekaragaman dan percanggahan di antara mereka. Meskipun terdapat keanekaragaman sekte tersebut, namun sebagian besar sarjana yang bekerja mengikuti tradisi ini (untuk singkatnya mereka saya sebut "cultural adaptionist")* sepakat dalam beberapa asumsi pokok. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut: (a) Budaya adalah sistem (dari pola-pola tingkah laku yang diturunkan secara sosial) yang bekerja menghubungkan komunitas manusia dengan lingkungan ekologi mereka. Dalam "cara-hidup-komuniti" ini termasuklah teknologi dan bentuk organisasi ekonomi, pola-pola menetap, bentuk pengelompokan sosial dan organisasi politik, kepercayaan dan praktek keagamaan, dan seterusnya. Bila budaya dipandang secara luas sebagai sis -
  • 18. 16 tem tingkah laku yang khas dari suatu penduduk, satu penyambung dan penyelaras kondisi-kondisi badaniah manusia, maka perbedaan pandangan mengenai budaya sebagai pola -pola dari (pattern -of) atau pola-pola untuk (pattern -for) adalah soal kedua. (b) Perubahan kultural pada dasarnya adalah suatu proses adaptasi dan maksudnya sama dengan seleksi alam. Manusia adalah hewan, dan scperti semua hewan-hewan lain, harus menjalankan satu hubungan adaptif dengan lingkungannya dalam rangka untuk tetap dapat hidup. Meskipun manusia dapat melakukan adaptasi ini secara prinsipil melalui alat budaya, namun prosesnya dipandu oleh aturan-aturan seleksi alam seperti yang mengatur adaptasi bioiogis (Meggers 56, him. 4). Dilihat sebagai sistem adaptif, budaya berubah ke arah keseimbangan ekosistem. Namun kalau keseimbangan itu diganggu oleh perubahan lingkungan, kependudukan, teknologi atau perubahan sistemik yang lain, maka perubahan yang terjadi sebagai penyesuaian lebih lanjut akan muncul melalui sistem kebudayaan. Karena itu, mekanisme umpan-balik dalam sistem kebudayaan mungkin bekerja secara negatif (ke arah self correction dan keseimbangan) atau secara positif (ke arah ketidakseimbangan dan perubahan arah). (c) Teknologi, ekonomi secukup hidup (subsistence economy), dan elemen organisasi sosial yang terikat langsung dengan produksi adalah bidang pokok budaya yang paling bersifat adaptif. Dalam bidang inilah perubahan adaptif biasanya mulai dan dari sini mereka biasanya berkembang. Namun demikian, konsepsi yang berbeda mengenai cara kerja proses ini telah memisahkan "cultural materialism" Harris dari orang - orang Marxist dialektika sosial yang lebih otentik atau dari "cultural evolutionism" Service, dan mernbedakan orang-orang ekologi-kultural yang mengikuti tradisi Steward dari ahli-ahli ekologi-manusia seperti Vayda dan Rappaport. Namun demikian, semua (kecuali mungkin pandangan Rappaport yang paling mutakhir) memandang ekonomi dan korelasi sosialnya sebagai faktor yang utama, dan sistem ideasional seperti agama, upacara dan pandangan hidup sebagai faktor yang kedua atau
  • 19. 17 epiphenomenal. Tuduhan-tuduhan Service tentang monistic reductionism [bahwa realitas terdiri hanya dari satu hal elemen: mind atau matter] tidak mempunyai tempat disini (lihat 42, 75). Strategi analitik Harris menyatakan satu harapan, bukan satu asumsi: Teknologi yang sama yang diterapkan terhadap lingkungan yang sama dalam produksi dan distribusi, dan semua ini kemudian menghasilkan bentuk-bentuk pengelompokan sosial yang sama, yang membenarkan (justify) dan mengkoordinasikan kegiatan- kegiatan mereka dengan cara-cara sistem nilai dan kepercayaan yang sama (41, him. 4). Dalam merencanakan "prioritas untuk mengkaji kondisi-kondisi materi kehidupan sosiokultural", Harris (seperti para penyokong lain dari pandangan yang bersangkutan) tidak mengajukan satu "prime mover" yang sederhana, tapi mengajukan satu kompleks "prime mover" (misalnya, Harris sendiri berbicara tentang "demo-techno-econo-environmental condition"). Harris dan para cultural adaptionist lain memberi tempat bagi kasuskasus di mana satu ideologi (baik yang tumbuh dengan sendirinya dari dalam maupun yang diimpor) merubah tatanan sosial dan ekonomi. Pengeritik Harris dari aliran Marxist juga mcnekankan pentingnya konflik dan kontradiksi dalam tatanan sosial, tidak sekedar adaptasi, dalam menghasilkan dan mengarahkan proses perubahan sosial dan kultural. (d) Komponen-komponen ideasional dari sistem kultural6 bisa punya konsekuensi adaptif dalam mengontrol penduduk, membantu mata pencaharian hidup, menjaga ekosistem, dan Iain-Iain; dan semua ini, meskipun seringkali subtil, harus ditelusuri kemana pun arahnya perlu mempertimbangkan keseluruhan budaya ketika menganalisa adaptasi. Secara dangkal mungkin dapat diterima bahwa perhatian dapat dibatasi pada aspek-aspek yang secara langsung berhubungan dengan lingkungan . . . (Tetapi) apakah analisis dimulai dari praktek-praktek keagamaan, organisasi sosial, atau sektor lain dari satu kompleks budaya, . . . (ini) akan . . . menampilkan hubungan-hubungan fungsional dengan kategori-kategori tingkah laku yang lain yang bersifat adaptif (Meggers 56, him.43). Pendalaman yang paling meyakinkan
  • 20. 18 terhadap pandangan ini pada masa akhirakhir ini adalah analisis yang mengagumkan dari Rappaport terhadap lingkaran upacara pada Orang Tsembaga Maring sebagai komponen dalam satu sistem adaptif (65); dan lebih baru lagi adalah pandangannya bahwa sistem upacara dan kerangka kultural kesucian memainkan peranan penting sebagai faktor-antara dalam adaptasi budaya (66-68). Teori-Teori Ideasional Mengenai Budaya Berlawanan dengan ahli teori adaptasi tentang budaya, yang beranekaragam adalah sejumlah ahli teori yang melihat budaya sebagai sistem ideasional. Di sini saya akan membedakan 18ersama1818 yang agak khas dalam mendekati budaya sebagai sistem gagasan (ide). Budaya Sebagai Sistem Kognitif Satu tema besar yang lain pada 15 tahun terakhir ini adalah kemunculan satu antropologi kognitif yang eksplisit (juga disebut “etnogrqfi baru”, “ethnoscience”, “ethnographic semantics”). Dalam prakteknya “etnografi baru” ini pada dasarnya adalah satu pengkajian terhadap sistem klasifikasi penduduk setempat (folk classification). Di luar metode “pengumpulan kupu-kupu” ini, juga telah muncul satu pandangan baru dan penting terhadap budaya, yaitu budaya sebagai cognition (pengetahuan). Budaya dipandang sebagai sistem pengetahuan. Menurut Ward Goodenough: Kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku dalam cara yang dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat tersebut. Budaya bukanlah suatu 18ersama1818 material: dia tidak berdiri atas benda- benda, manusia, tingkah laku atau emosi-emosi. Budaya lebih merupakan organisasi dari hal-hal tersebut. Budaya adalah bentuk hal-hal yang ada dalam pikiran (mind) manusia, model-model yang dipunyai manusia untuk menerima, menghubungkan, dan kemudian menafsirkan 18ersama1818 material di atas (32, him. 167). Kebudayaan terdiri atas pedoman-pedoman untuk menentukan apa, untuk menentukan apa yang dapat menjadi, untuk menentukan apa yang dirasakan seseorang tentang hal itu, untuk menentukan bagaimana berbuat terhadap hal itu,
  • 21. 19 dan untuk menentukan bagaimana caranya menghadapi hal itu (33, him. 522). Goodenough mempertentangkan pandangan ideasionalnya tentang kebudayaan dengan pandangan yang digunakan oleh orang- orang adaptionist yang telah didiskusikan dalam bagian terdahulu, yang melihat kebudayaan sebagai “pola kehidupan dalam satu komuniti, yaitu: kegiatan yang terjadi berulang kali secara ajeg dan susunan materi dan sosial” (33, him. 521; 34-37). Maka kcsimpulannya, Goodenough memandang budaya secara 19ersama1919 ta berada dalam alam yang sama dengan 19ersam (langue dari Sassure atau competence dari Chomsky), sebagai aturan-aturan ideasional yang berada di luar bidang yang dapat diamati dan diraba. Budaya Sebagai Sistem Struktural Levi-Strauss memandang budaya sebagai sistem simbolik yang dimiliki 19ersama, dan merupakan ciptaan pikiran (creation of mind) secara kumulatif. Dia berusaha menemukan dalam penstrukturan bidang kultural (dalam mitologi, kesenian, kekerabatan, dan 19ersam) prinsip-prinsip dari pikiran (mind) yang menghasilkan budaya itu. Kondisi material dari mata pencaharian hidup dan ekonomi memberi kendala (bukan menentukan) bentuk dunia yang kita hidupi ini. Khususnya dalam mitologi, kondisi material tersebut membiarkan pemikiran tentang dunia berkuasa secara bebas. Dunia fisik tempat manusia hidup memberikan bahan mentah yang diperdalam lebih jauh oleh proses pemikiran yang universal ke dalam pola-pola yang jauh berbeda secara substansif tetapi sama secara formal. Pikiran (mind) memaksakan tatanan yang terpola secara kultural (satu tatanan serba-dua yang kontras, satu tatanan hubungan dan transformasi) pada suatu dunia yang terus-menerus berubah. Jarak antara ranah kultural (di mana manusia memaksakan tatanan arbitrarinya) dan ranah alam, adalah satu pusat utama serba-dua yang simbolik. “Alam lawan budaya” adalah satu konsep yang paling mendasar dalam cara melihat kontras dalam 19ersam semua waktu dan tempat. Khususnya dalam buku Mythologiques, Levi-Strauss lebih memperhatikan “Budaya”
  • 22. 20 daripada “sebuah budaya”.” Dia melihat struktur mitologi Indian Amerika sebagai sesuatu yang 20ersama-tindih. Struktur ini saling menghubungkan pola-pola organisasi kognitif individu-individu Orang Baroro, atau Orang Winnebago atau Orang Mandan. Bahkan lebih jauh struktur ini melintasi garis sempadan 20ersam dan adat yang memisahkan masyarakat yang berbeda tersebut. Karena itulah struktur pemikiran tersebut lebih dipandang sebagai “Budaya”, yaitu bersifat universal, daripada “sebuah budaya” yang bersifat 20ersa. Budaya Sebagai Sistem Simbolik Jalan lain dalam membahas kebudayaan adalah dengan cara memandang kebudayaankebudayaan sebagai sistem makna dan symbol yang dimiliki 20ersama (13). Pendekatan ini masih berhubungan, meskipun berbeda, dari pendekatan kognitif Amerika dan strukturalis Eropa daratan yang telah dibicarakan diatas. Di daratan Eropa jalan ini telah dirambah oleh Louis Dumont.11 Di AS pelopor yang paling menonjol adalah dua ahli antropologi pewaris tradisi Parsons: Clifford Geertz dan David Schneider. Pandangan yang kuat dari Geertz terhadap budaya, yang ditunjang satu aliran kemanusiaan yang luas, makin lama makin menjadi sistematis. Seperti Levi-Strauss, Geertz berada pada puncak pemikirannya 20ersam dia menciptakan grand theory dalam menafsirkan bahan-bahan etnografi yang khusus. Namun berbeda dari Levi- Strauss, dia menemukan kekhususan tersebut dalam kekayaan kehidupan manusia yang sesungguhnya: dalam satu persabungan ayam, dalam satu upacara kematian, dalam satu peristiwa pencurian biri-biri. Bahan analisisnya bukanlah mitologi atau adat istiadat yang tcrlepas dari konteks dan akar masyarakatnya. Bahan tersebut terikat dengan manusia-manusia didalam tingkah laku simbolik mereka . Geertz melihat pandangan kognitif Goodenough dan para ahli ‘”etnografi baru” sebagai pandangan reduksionis dan 20ersama2020 t yang kabur. Bagi Geertz, makna tidak terletak di “dalam kepala orang”. Simbol dan makna dimiliki 20ersama oleh anggota masyarakat, terletak di antara mereka, bukan di dalam diri mereka. Simbol dan makna bersifat umum (public), bukan pribadi (private). Sama seperti ideasionalnya kwartet Beethoven. Sistem itu berada di luar atau di antara
  • 23. 21 manifestasinya dalam pikiran 21ersama2121 tau penampilan konkrit. Pola-pola kultural, katanya, tidak reified atau metafisikal. Seperti batu dan mimpi, “mereka adalah benda dalam dunia nyata”. Geertz mengangggap pandangannya tentang budaya adalah 21ersama21. Mempelajari budaya berarti mempelajari aturan- aturan makna yang dimiliki 21ersama. Dengan meminjam satu arti “text” yang lebih luas dari Ricoeur, Geertz pada masa akhir-akhir ini menganggap satu kebudayaan sebagai “satu kumpulan teks” (29 him. 26; cf. 13). Karena itu antropologi merupakan satu usaha interpretation (penafsiran) bukan usaha decipherment (menguraikan dengan cara memecah- mecah) (di sini Geertz mempertentangkan pendekatannya terhadap Levi-Strauss) (lihat Geertz 28 dan 29, him. 36; In. 38).” B. Teori-teori Interaksi Sosial A. Teori Perbandingan sosial Teori ini di kemukakan oleh Festinger (1950, 1954). Pada dasarnya teori ini berpendapat bahwa proses saling mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self evaluation) dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan memebandingkan diri dengan orang lain. 1. Dorongan untuk menilai pendapat dan kemampuan Festinger mempunyai hipotesa bahwa setiap orang mempunyai dorongan (drive) untuk menilai pendapat dan kemampuan diri sendiri dengan cara membandingkan dengan pendapat atau kemampuan orang lain. Akan tetapi Festinger mengingatkan bahwa dalam menilai kemampuan ada 2 macam situasi. Situasi pertama adalah dimana kemampuan orang dinilai berdasarkan ukuran yang objektif. Situasi kedua adalah situasi dimana kemampuan dinilai berdasarkan pendapat. 2. Sumber-sumber penilaian Orang yang akan menggunakan ukuran-ukuran yang objektif (realitas obyektif) sebagai dasar penilaian-penilainnya selama ada kemungkina untuk melakuukan hal
  • 24. 22 itu. Tetapi kalau kemungkinan itu tidak ada maka orang akan mempergunakan pendapat atau kemampuan orang lain sebagai ukuran. Dari kenyataan ini Festinger sampai kepada hipotesisnya yang kedua yaitu bahwa jika tidak ada cara-cara yang nonsosial, maka orang akan mengunakan ukuran-ukuran yang melibatkan orang lain. 3. Memilih orang untuk perbandingan Dalam membuat perbandingan dengan orang-orang lain, setiap orang mempunyai banyak pilihan. Tetapi setiap oarng cenderung memilih oarng-orang yang sebaya taua rekan-rekannya sendiri untuk dijadikan perbandingan. Hipotesa 3 : Kecendrungan untuk membandingkan diri dengan orang lain menurun jika perbedaan pendapat dengan orang lain itu meningkat. Corollary 3 A : Kalau ia boleh memilih, seseorang akan memilih oarng yang pendapat atau kemampuannya mendekati pendapat atau kemampuannya sendiri untuk dijadikan pembanding. Corollary 3 B : Jika tidak ada kemungkinan lain keculai membandingkan diri dengan pendapat atau kemampuan orang lain yang jauh berbeda, maka seseorang tidak akan mampu membuat penilaian yang tepat tentang pendapat atau kemajuannya sendiri. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Festinger mengajukan hipotesis 4 sebagai berikut : Dalam hal ini perbedaan kemampuan, terdapat desaka untuk perubahan searah, yaitu perubahann ke atas, yang tidak terdapat dalam dalam hal perbedaan pendapat. Hipotesa 4 ini menurut Festinger setidak-tidaknya berlaku untuk masyarakat seperti di Amerika serikat dimana prestasi yang tinggi sangat dihargai. Hipotesa berikut adalh Hipotesa 5 : Ada faktor-faktor nonsosial yang menyulitkan atau tidak memungkinkan perubahan kemampuan pada seseorang, yang hampir- hampir tidak ada pada perubahan pendapat. 5. Berhentinya perbandingan
  • 25. 23 Deriviasi D3 : Jika perbedaan pendapat atau kemampuan dengan orang-orang lain dalam kelompok terlalu besar, maka akan terdapat kecendrungan untuk menhentikan perbandingan-perbandingan. Hipotesis 6 : sejauh perbandingan yang berkepanjangan dengan orang lain menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan, perhatian perbandingan akan diikuti oleh persaan bermusuhan dan kebencian. 6. Desakan kearah keseragaman Corollary 7 A : Desakan ke arah keseragaman pendapat atau kemampuan tergantung dari daya tarik kelompok itu. Corollary 7 B : Desakan kearah kseragaman bervariasi, tergantung pada relevansi pendapat atau kemampuan bagi kelompok. Hipotesis 8 : kecendrungan untuk memperkecil kemungkina perbandingan makin besar jika orang-orang yang pandangan atau kemampuannya berbeda dari diri tersebut, dianggap juga berbeda dalam sifat-sifat lain. 7. Pengaruhnya terhadap pembentukan kelompok · Karena perbandingan hanya bisa terjadi dalam kelompok, maka untuk menilai diri sendiri orang terdorong untuk berkelompok dan menghubungkan dirinya sendiri dengan orang lain. · Kelompok yang paling memuaskan adalah yang pendapatnya paling dekat dengan pendapat sendiri. 8. Konsekuensi-konsekuensi dari perbandingan yang dipaksakan Jika perbedaan pendapat dalam kelompok terlalu besar, maka kelompok akan mengatur dirinya sedemikian rupa sehingga perbedaan-perbedaan itu dapat didekatkan dan perbandingan-perbandingan dapat dilakukan. B. Teori Inferensi Korespodensi
  • 26. 24 Teori ini dikembangkan oleh Jones & davis (1965). Teori ini pada dasarnya mencoba untuk menernagkan kesimpulan yang ditarik oleh seorang pengamat (perceiver) dari pengamatannya atas perilaku tertentu dari orang lain. Dengan perkataan lain pengamat mengadakan peramalan (inferences) terhadap niat (intention) orang lain dari perilaku orang lain tersebut. Tesis utama dari teori ini adalah sebagai berikut : perkiraan tentang intensi dari suatu perbuatan tertentu bisa ditarik dengan mempertimbangkan kemungkinan- kemungkinan lain yang dapat dilakukan oleh si pelaku. 1. Konsep Korespondensi Istilah korespondensi digunakan oleh Jones & Davis jika suatau perilaku dari intensi yang mendasari tingkah laku itu diperkirakan sama. Dengan perkataan lain, korespondensi dari hubungna anatara suatu perbuatan dan niat yang mendasari perbuatan itu akan meningkat jika si pengamat menilai bahwa ciri-ciri perilaku tersebut berbeda atau menyimpang dari ciri-ciri perilaku orang lain pada umumnya yang berada pada posisi yang sama. 2. Tindakan dan Efek Tindakan (act) oleh Jones &Davis diberi definisi yang luas, yaitu keseluruhan respons (reaksi) yang mencerminkan piligan si pelaku dan yang mempunyai akibat (efek) terhadap lingkungannya. Efek diartikan oleh Jones & Daivis sebagai perubahan-perubahan yang nyata yang dihasilkan oleh tindakan. Efek dari suatu tindakan bisa satu bisa bermacam-macam. Kalau suatu tindakan mempunyai efek ganda, maka inferensi akan jadi lebih sulit. 3. Faktor-faktor yang menentukan korespondensi · Bila suatu tindakan mengakibatkan efek ganda, maka si pengamat pertama- tama memperkirakan bahwa ada beberapa efek tertentu yang lebih merupakan tujuan dari pelaku. Jika dari berbagai efek itu ternyata hanya satu yang dianggap merupakan tujuan pelaku oleh pengamat, maka ia dikatakan probabilitas. · Aspek lain dari proses interferensi adalah signifikansi dari efek tindakan yang menjadi tujuan kator bagi pengamat.
  • 27. 25 4. Faktor-faktor yang menentukan assumed desirability Assumed desirability adalah perkiraan pengamat bahwa perilaku tertentu akan dilakukan oleh orang-orang lain pada posisi perilaku dan bahwa pelaku mengharapkan efek yang tidak berbeda dari orang-orang lain pada posisinua. Yang mempengaruhi assumed desirabillity adlah hal-hal seperti penampilan pelaku, stereotipi pengamat dan lain-lain. 5. Memperhitungkan kebiasaan efek Di atas telah disebutkan bahwa pengamat harus memperhitungkan apakah suatu efek biasa terjadi atau tidak bisa terjadi. Ada 2 masalh yang menyangkut proses memperhitungkan kebiasaan dari efek-efek : · Masalah yang menyangkut identifikasi dan penentuan biasa atau tidaknya efek-efek · Memilih efek-efek yang tida biasa dan memisahkanny dari efek-efek lain dari suatu tindakan tertentu. 6. Korespondensi dan Keterlibatan Pribadi Keterlibatan ini ada 2 macam yaitu : relevansi hedonik dan personalisme. Suatu tindakan mempunyai relevansi hedonik buat pengamat jika tindakan itu mendorong atau menghambat tercapainya tujuan-tujuan pengamat sendiri, jika tindakan itu menyenangkan atau mengecewakan pengamat. Di lain pihak, suatu tindakan adalah personalistik jika pengmat merasa yakin bahwa dirinya sendirilah yang dijadikan sasaran dari tindakan termaksud. C. Teori Atribusi Eksternal. Teori atribusi eksternal adalah teori yang membahas tentang prilaku seseorang. Apakah itu di sebabkan karena faktor internal, misalnya sifat, karakter, sikap, dan sebagainya. Atau karena faktor eksternal, misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang memaksa seseorang melakukan perbuatan tertentu. Sehingga pengamat dapat mengambil kesimpulan atas prilaku yang sedang di tampilkan
  • 28. 26 orang lain. Ini berarti setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuan semu yang berusaha mencari sebab kenapa seseorang berbuat dengan cara tertentu. Sementara menurut Weiner (Weiner, 1980, 1992) attribution theory is probably the most influential contemporary theory with implications for academic motivation. Artinya Atribusi adalah teori kontemporer yang paling berpengaruh dengan implikasi untuk motivasi akademik. Hal ini dapat diartikan bahwa teori ini mencakup modifikasi perilaku dalam arti bahwa ia menekankan gagasan bahwa peserta didik sangat termotivasi dengan hasil yang menyenangkan untuk dapat merasa baik tentang diri mereka sendiri. Teori yang dikembangkan oleh Bernard Weiner ini merupakan gabungan dari dua bidang minat utama dalam teori psikologi yakni motivasi dan penelitian atribusi. Teori yang diawali dengan motivasi, seperti halnya teori belajar dikembangkan terutama dari pandangan stimulus-respons yang cukup popular dari pertengahan 1930-an sampai 1950-an. Sebenarnya istilah atribusi mengacu kepada penyebab suatu kejadian atau hasil menurut persepsi individu. Dan yang menjadi pusat perhatian atau penekanan pada penelitian di bidang ini adalah cara-cara bagaimana orang memberikan penjelasan sebab-sebab kejadian dan implikasi dari penjelasan-penjelasan tersebut. Dengan kata lain, teori itu berfokus pada bagaimana orang bisa sampai memperoleh jawaban atas pertanyaan “mengapa”? (Kelly 1973) · Komponen dan Karakteristik Atribusi Model Atribusi mengenai motivasi mempunyai beberapa komponen, yang terpenting adalah hubungan antara atribusi, perasaan dan tingkah laku. Menurut Weiner, urutan-urutan logis dari hubungan psikologi itu ialah bahwa perasaan merupakan hasil dari atribusi atau kognisi. Perasaan tidak menentukan kognisi, misalnya semula orang merasa bersyukur karena memperoleh hasil positif dan kemudian memutuskan bahwa keberhasilan itu berkat bantuan orang lain. Hal ini merupakan urutan yang tidak logis (weiner, 1982 hal 204). Hubungan antara kepercayaan, pada reaksi afektif dan tingkah laku. Penyebab keberhasilan dan kegagalan menurut persepsi menyebabkan pengharapan untuk terjadinya tindakan yang akan datang dan menimbulkan emosi tertentu. Tindakan
  • 29. 27 yang menyusul dipengaruhi baik oleh perasaan individu maupun hasil tindakan yang diharapkan terjadi. Menurut teori atribusi, keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat dianalisis dalam tiga karakteristik, yakni : 1. Penyebab keberhasilan atau kegagalan mungkin internal atau eksternal. Artinya, kita mungkin berhasil atau gagal karena factor-faktor yang kami percaya memiliki asal usul mereka di dalam diri kita atau karena factor yang berasal di lingkungan kita. 2. Penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dapat berupa stabil atau tidak stabil. Maksudnya, jika kita percaya penyebab stabil maka hasilnya mungkin akan sama jika melakukan perilaku yang sama pada kesempatan lain. 3. Penyebab keberhasilan atau kegagalan dapat berupa dikontrol atau tidak terkendali. Faktor terkendali adalah salah satu yang kami yakin kami dapat mengubah diri kita sendiri jika kita ingin melakukannya. Adapun factor tak terkendali adalah salah satu yang kita tidak percaya kita dengan mudah dapat mengubahnya. Merupakan factor internal yang dapat dikontrol, yakni kita dapat mengendalikan usaha dengan mencoba lebih keras. Demikian juga factor eksternal dapat dikontrol , misalnya seseorang gagal dalam suatu lembaga pelatihan , namun dapat berhasil jika dapat mengambil pelatihan yang lebih mudah. Atau dapat disebut sebagai factor tidak terkendali apabila kalkulus dianggap sulit kareba bersifat abstrak, akan tetap abstrak, tidak akan terpengaruh terhadap apa yang kita lakukan. Secara umum, ini berarti bahwa ketika peserta didik berhasil di tugas akademik, mereka cenderung ingin atribut keberhasilan ini untuk usaha mereka sendiri, tetapi ketika mereka gagal, mereka ingin atribut kegagalan mereka untuk factor-faktor dimana mereka tidak memiliki kendali, sepeti mengajarkan hal buruk atau bernasib buruk.
  • 30. 28 BAB IV HIRARKHI KEBUTUHAN MANUSIA DAN KAITANNYA DENGAN KEMUNCULAN BUDAYA Hierarki kebutuhan Maslow adalah teori psikologi yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow dalam makalahnya, "A Theory of Human Motivation", di Psychological Review pada tahun 1943. Ia beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan- kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi. Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain. Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga. Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu. Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan). Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya. Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai. Manusia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan. Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar adalah sebuah gaya hidup. Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan, tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya. Seseorang yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa, bau, temperatur ataupun tekstur makanan.
  • 31. 29 Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal. Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi. Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang. Bagi seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual. Kedua, yang khas dalam kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya. Setelah manusia makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari makanan dan air lagi. Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus muncul. Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian kebutuhan mereka untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka dapat mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-carinya lagi. Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety/Security Needs) Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam. Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain. Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti anak-anak yang tidak aman. Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam besar. Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berlebihan serta akan berusaha keras menghindari hal- hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.
  • 32. 30 Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang (Social Needs) Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki. Kebutuhan- kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta. Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta. Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya. Ketika ada orang lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur. Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya. Maslow juga mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima. Kita harus memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya. Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs) Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise. Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi. Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi. Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan. Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.
  • 33. 31 Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs) Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi. Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi. Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri. Adapun kaitannya dengan kemunculan budaya adalah, dari yang dipaparkan Maslow mengenai kebutuhan manusia dari tingkat rendah menuju tingkat tinggi ini menunjukkan adanya perkembangan kebutuhan manusia sesuai dengan konsep budaya. Budaya berfungsi membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, kebutuhan manusia muncul sebagai upaya manusia untuk memanfaatkan lingkungan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi sebuah kebiasaan. Misalkan saja dari kebutuhan fisiologis terciptanya budaya berburu. Pada kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih saying tercipta suatu adat istiadat dalam pernikahan, dan begitu seterusnya.
  • 34. 32 BAB V SOLIDARITAS SOSIAL KOTA DAN DESA (MEKANIS-ORGANIS, GEMEINSCHAFT-GESSELSCHAFT, PAGUYUBAN-PATEMBAYAN) Kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai sistem sosial oleh karena didalam masyarakat terdapat unsur-unsur sistem sosial. Secara garis besar, unsur-unsur sistem sosial dalam masyarakat adalah orangorang yang saling tergantung antara satu sama lainya dalam suatu keseluruhan. Dalam ketergantungan itu sekumpulan manusia yang terintegrasi yang bersifat lebih kekal dan stabil. Selama masing-masing individu dalam kelompok masyarakat itu masih saling tergantung dan masih memiliki kesamaan dan keseimbangan perilaku, maka selama itu pula unsur-unsur sistem sosial menjalankan fungsinya. Sedangkan secara khusus dan rinci unsur sistem sosial dalam masyarakat adalah status, peranan dan perbedaan sosial dari individu-individu yang saling berhubungan dalam suatu struktur sosial. Seorang filosof barat untuk pertama kalinya menelaah masyarakat secara sistematis adalah Plato, seorang filosof Romawi. Ia menyatakan bahwasanya masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteleigensia merupakan unsur pengendali, sehingga suatu Negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari tiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Masyarakat tidak pernah ada sebagai sesuatu benda obyektif terlepas dari anggota-anggotanya. Kenyataan itu terdiri dari kenyataan proses interaksi timbal balik. 1) Gemeinschaft (Masyarakat Paguyuban) Masyarakat yang ditandai hubungan Gemeinschaft berfifat homogeny, sebagian besar diikat kekerabatan dan hubungan organic, dan memiliki kohesi moral yang didasarkan pada sentiment keagamaan yang umum.Gemeinschaft (masyarakat paguyuban) sendiri terbagi menjadi tiga bagian yaitu, Gemeinschaft by blood, Gemeinschaft by place, Gemeinschaft of mind. Gemeinschaft of blood yaitu ikatan-ikatan kekerabatan, Gemeinschaft by place yaitu ikatan berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal serta tempat kerja yang mendorong orang untuk berhubungan secara intim satu sama lain dan
  • 35. 33 mengacu pada kehidupan bersama didaerah pedesaan. Sedangkan Gemeinschaft of mind yaitu hubungan persahabatan yang disebabkan karena persamaan keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang mendorong untuk saling berhubungan secara teratur. Konsensus terhadap kepercayaan-kepercayaan serta pandangan-pandangan dasar selalu merupakan dasar untuk solidaritas dalam masyarakat. Karena kebanyakan sejarah manusia berada dibawah dominasi cara berfikir teologis, tidak mengherankan kalau agama dilihat sebagai sumber utama solidaritas sosial dan consensus. Selain ini isi kepercayaan agama mendorong individu untuk berdisiplin dalam mencapai tujuan yang mengatasi kepentingan individu dan meningkatkan perkembangan ikatan emosional yang mempersatukan individu dalam keteraturan sosial. Begitu juga dengan yang ada di Desa Tebuwung yang mayoritas orang muslim, dan juga terdapat Pondok Pesantren ditengah-tengah masyarakat, yang mana itu menjadi panutan seluruh masyarakat Tebuwung dalam hal agama, sehingga dari sana tercipta solidaritas atau hubungan sosial atas dasar kesamaan agama dan kesamaan golongan dengan diperkuat oleh adanya seorang Kyai yang berada di Pondok Pesantren Al-Karimi. Selanjutnya, karena aplikasi dari tradisi merupakan kegiatan yang dilakukan tidak dengan satu orang tetapi secara bersama-sama, karena yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tradisi masyarakat, dan yang tampak dari masyarakat yakni kumpulan dari individu, kemudian mengapa individu-indivitu tersebut berkumpul dan membentuk kelompok masyarakat untuk menjalankan tradisi. Dalam bagian ini akan diuraikan alasan-alasan mengapa seseorang tertarik kepada lainya, sehingga terjalin hubungan kelompok. Alasan-alasan itu dapat dikelompokkan sebagai berikut; Kesempatan untuk berinteraksi: Dasar pokok yang amat penting dari daya tarik antar individu, dan pembentukan kelompok adalah secara sederhana karena adanya kesempatan berinteraksi satu sama lain. Hal ini dapat dipahami secara jelas, bahwa orang yang jarang melihat, atau berbicara satu sama lain sulit dapat tertarik. Kesamaan latar belakang: Latar belakang yang sama merupakan salah satu faktor penentu dari proses daya tarik individu untuk berinteraksi satu sama lain. Kesamaan latar belakang seperti misalnya usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, ras, kebangsaan, dan status sosio ekonomis seseorang akan memudahkan mereka untuk menemukan daya tarik berinteraksi satu sama lain.
  • 36. 34 Kesamaan sikap: Kesamaan sikap ini sebenarnya pengembangan lebih lanjut dari kesamaan latar belakang. Orangorang yang mempunyai kesamaan latar belakang tampaknya mempunyai kesamaan pengalaman, dan orang yang mempunyai kesamaan pengalaman ini lebih memudahkan untuk berinteraksi dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kesamaan pengalaman. Kesamaan yang didasarkan dari pengalaman yang melatarbelakangi itu membawa orang-orang kearah kesamaan sikap. Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Gemeinschaft merupakan situasi yang berorientasi pada nilai, aspiratif, memiliki peran dan terkadang menjadi kebiasaan asal yang mendominasi kekuatan sosial, Gemeninschaft lahir dari dalam individu, keinginan berhubungan didasarkan atas kesamaan dalam keinginan dan tindakan. Kesamaan individu dalam hal ini merupakan faktor penguat hubungan sosial yang kemudia diperkuat dengan adanya hubungan emosional serta interaksi antar individu. 2) Gesellschaft (Masyarakat Patembayan) Globalisasi merupakan tahap lanjut dari perkembangan peradaban manusia. Ibnu Khaldun memandang bahwa kohesi sosial (ashobiyah) begitu kuat dalam masyarakat tradisional dan primitif. Hal ini sering dijumpai pada masyarakat pedesaan yang bercirikan paguyuban atau gotong royong, dan berbanding terbalik dengan masyarakat perkotaan yang bercirikan invidualistik. Untuk kenyataan dijaman sekarang perbedaan antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan sulit dibedakan, itu karena peradaban sudah mulai masuk pada wilayah-wilayah pedesaan. Tetapi walau begitu masih akan tetap bisa kita jumpai perbedaanya melalui kebudayaan, adat kebiasaan yang masih dipertahankan oleh masyarakat pedesaan. Masyarakat yang kapitalistik menurut Ibnu Khaldun akan mengalami krisis sosial, dalam kondisi krisis, kohesi sosial tidak bertambah kuat, tetapi kohesi sosial sangat rapuh akibat terlalu mendewakan materi dan hidup hanya untuk hidup, tidak ada lagi makna lain dari kehidupan ini kecuali kesenangan dan kemewahan duniawi. Hal tersebut hanyalah salah satu ciri dari masyarakat Patembayan (Gesellschaft). Masyarakat Patembayan (Gesellschaft) Merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu pendek, bersifat satu
  • 37. 35 bentuk dalam pikiran belaka (imaginary) serta strukturnya bersifat mekanis sebagaimana dapat di umpamakan dengan sebuah mesin. Secara historis, retaknya kohesi atau solidaritas sosial dalam masyarakat muslim telah berlangsung lama dan retaknya kohesi sosial ini sulit terhindarkan akibat orientasi kepentingan dan kekuasan yang mengabaikan etika sosial. Dalam hal ini, Spencer menggambarkan perkembangan masyarakat dari tipe masyarakat yang homogeny menuju tipe masyarakat yang heterogen. Perbedaan ini dianalogikan dengan tipe masyarakat primitif (yang homogeny) dan modern (yang heterogen) dan juga bisa kita sebut dengan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Masyarakat patembayan juga ber-cirikan sebgai masyarakat konsumen. Masyarakat konsumen adalah sebuah suasana dimana segala sesuatu dijual. Tidak hanya itu saja, segala sesuatu itu adalah komoditas tanda, bahkan semua tanda adalah komoditas. Yang terakhir, semua “obyek, pelayanan, tubuh, seks, kultur, ilmu pengetahuan dan sebagainya diciptakan dan dipertukarkan. Masyarakat perkotaan (masyarakat patembayan) identik dengan dunia modern, yang mana dunia modern adalah sebuah sangkar besi sistem rasional dimana tiada lubang untuk melepaskan diri darinya, kehidupan perkotaan melahirkan tipe kepribadian khusus, dalam kehidupan sosial perkotaan orang cenderung menggunakan berbagai tindakan teatrikal, kohesi moral dunia modern lebih lemah ketimbang didalam masyarakat sebelumnya. Berikut perbedaan Gemeinschaft dan Gesellschaf secara singkat. Gemeinschaft Gesellschaft - Adanya hubungan perasaan kasih sayang - Hubungan antaranggota bersifat formal - Adanya keinginan untuk meningkatkan kebersamaan - Memiliki orientasi ekonomi dan tidak kekal - Tidak suka menonjolkan diri - Memperhitungkan nilai
  • 38. 36 guna (utilitarian) - Selalu memegang teguh adat lama yang konservatif - Lebih didasarkan pada kenyataan sosial - Terdapat ikatan batin yang kuat antaranggota - Hubungan antaranggota bersifat informal Dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Gesellschaft merupakan sebuah ikatan yang lemah, terkadang antar individu tidak saling mengenal, nilai norma dan sikap menjadi kurang berperan dengan baik. Gesellchaft disebut dengan konsep kurwille yang merupakan bentuk-bentuk kehendak yang mendasarkan pada akal manusia yang ditujukan pada tujuan-tujuan tertentu dan sifstnya rasional dengan menggunakan alat- alat dan unsureunsur kehidupan lainya atau dapat pula berupa pertimbangan dan pertolongan.
  • 39. 37 Daftar Pustaka Mumtazinur, MA.2019.ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR. Banda Aceh : LEMBAGA KAJIAN KONSTITUSI INDONESIA (LKKI) Keesing, R.2014. Teori-Teori Tentang Budaya.Antropologi.Diakses dari https://www.google.com/search?q=Teori- Teori+Tentang+Budaya*+Roger+M.+Keesing1&oq=Teori- Teori+Tentang+Budaya*+Roger+M.+Keesing1&aqs=chrome..69i57j33i10i160.788j0j1 5&sourceid=chrome&ie=UTF-8# Keesing, R.M., Keesing, F.M.1971 New Perspectives in Cultural Anthropology. New York: Holt, Rinehart & Winston. Wikipedia. 2021. Heararki Kebutuhan Maslow. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Hierarki_kebutuhan_Maslow Sarwono, S. 2018. Teori-Teori Psikologi Sosial. Rajawali Pers. Jakarta Umanailo, C.B.,2016. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Fakultas Hukum Universitas Iqra Buru : FAM PUBLISHING Amalia, R.N.,2016. Ilmu Budaya Dasar. Diakses dari http://nadyarizkiamalia.blogspot.com/2016/04/ilmu-budaya-dasar12.html Santoso, Y. 2019. Pengertian, Konsep dan Tujuan Ilmu Sosial Budaya Dasar. Diakses dari https://slideplayer.info/slide/13722530/ Elly M., Kolip S, Pengantar Sosiologi, hal. 369-370 Abdulsyani, Sosiologi-Sistematika, Teori Dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Hal 129-130
  • 40. 38