Dokumen ini membahas perbandingan pandangan objectivist dan konstruktivist tentang pembelajaran, di mana konstruktivisme menekankan peran pengalaman dalam membangun pengetahuan seseorang secara individual berbeda dari orang lain. Dokumen ini juga membahas implikasi konstruktivisme dalam desain pembelajaran dan teknologi pembelajaran, serta memberikan contoh penerapan teori konstruktivis dalam beberapa bab.
1. KONSTRUKTIVISME : IMPLIKASI BARU DALAM TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
OBJECTIVIST DAN KONSTRUKTIVIST
KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Pokok bahasan :
Pembelajar dan proses pembelajaran
Mengidentifikasi tujuan pembelajaran
Mendesain materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan
Pemilihan atau pengembangan suatu pendekatan dalam mendukung penyampaian materi
pembelajaran.
Pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh sebelumnya oleh pendesain merupakan
hal yang sangat menentukan (peran sentral) dalam desain pembelajaran.
“They call to mind previous instruction they have designed, have experienced, or have seen
that fits the particular constraints of the current situation” (Rowland, 1993)
Pengalaman memainkan peranan sentral dalam penetapan isi dan penentuan strategi
pembelajaran.
Model yang diperoleh dari pengalaman mencerminkan metode dan strategi pembelajaran –
aktifitas tingkah laku sederhana. Juga mencerminkan dasar konseptualisasi belajar,
memahami dan mengajar. Caroll mengemukakan bahwa hal-hal yang dibangun (peggunaan
komputer dalam kasus ini) menyediakan basis yang sangat kaya untuk belajar dan
pemahaman tentang teori yang mendasari desain kita. Teori belajar secara implisit telah ada
dalam desain kita dan oleh karenanya sesorang akan mendapatkan pemahaman tentang
belajar dari suatu analisa desain itu. Pendesain pembelajaran secara khas mungkin tidak
akan cukup waktu dan dukungan secara tegas dalam menerapkan teori belajar selama
menyelesaikan tugas pengembangan dan mendesain pembelajaran. Meskipun demikian
teori belajar merupakan suatu bagian integral dari produk pembelajaran.
2. Integrasi teori belajar dan disain yang dihasilkan dibedakan oleh Reigeluth antara teori
belajar deskriptif dan teori pembelajaran preskriptif. Reigeluth (1983) mengemukakan
bahwa pendesain pembelajaran memerlukan teori pembelajaran preskriptif – metode
memanipulasi lingkungan belajar dengan kondisi yang dirancang khusus untuk digunakan
dalam memperoleh hasil belajar yang diinginkan. Lebih penting lagi, ia membantah bahwa
teori pembelajaran preskriptif adalah teori pembelajaran yang independen – teori deskriptif
tidak perlu mempertimbangkan asumsi-asumsi tetang proses pembelajaran dan arti belajar
dan mengerti (memahami).
Sebagaimana yang disampaikan oleh Carroll dan Campbell, artifak (hasil disain) yang kita
buat mencerminkan teori yang kita gunakan. Desain yang kita buat tidak hanya menyangkut
tentang deskripsi tujuan dari serangkaian pembelajaran, namun lebih dari itu desain juga
mengungkapkan secara implisit yang terkandung dalam teori belajar yang diterapkan.
Teori belajar dan pembelajaran preskriptif pada praktiknya harus berjalan secara bersamasama. Tentu saja, pendesain pembelajaran akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan
instruktur/pengajar untuk mengikuti rencana pembelajaran yang telah disusun. Hal ini
dikarenakan pengajar memiliki perbedaan tujuan pembelajaran dan pebedaan konsep
dalam mengartikan “memahami/mengerti” pokok materi. Instruktur/pengajar akan
memodifikasi pembelajaran preskriptifnya supaya dapat mengakomodasi perbedaan teori
belajar yang mereka miliki. Oleh karenanya intruktur akan mencari suplemen/pelengkap
atau penggati isi dan strateginya melalui pendekatan yang menurut mereka sesuai dengan
pemahaman siswanya.
Komitmen : dasar teori pembelajaran yang dibutuhkan tidak perlu diperdebatkan untuk
preskripsi dalam kerangka pikir tentang pembelajaran. Tidak juga kita perdebatkan teori
belajar terbaik yang diperlukan untuk mengembangkan strategi pembelajaran atau
penerapan taktik oleh teori tersebut. Tujuan buku ini adalah menyediakan mata rantai yang
lebih kokoh antara teori dengan praktek pembelajaran. Kami percaya bahwa preskripsi,
dengan berbagai macam contohnya, akan menjadi landasan yang kokoh dalam membangun
3. sebuah desain pembelajaran. Preskripsi menyediakan ide dasar bagi pendesain untuk
mengembangkan rencana pembelajaran mereka pada situasi tertentu. (Duffy, 1990;
Rowland, 1991)
TRADISI OBJEKTIVIST.
Desain pembelajaran, dan pembelajaran pada umumnya di AS, muncul oleh tradisi
objektivist. “Objectivism holds that the world is completely and correctly structured in terms
of entities, properties, and relations” (Lakoff, 1987, p.159) Objektivism meyakini bahwa dunia
ini telah tersusun lengkap dan tepat dalam kaitannya sebagai entitas (entities), kekayaan
(properties), dan hubungan (relations). Pengalaman memainkan peranan yang signifikan
dalam struktur dunia; artinya bahwa segala sesuatu telah tersedia di dunia ini kecuali
pengalaman. Oleh karenanya, tujuan dari pemahaman adalah untuk dapat mengetahui
entitas, konsep dan hubungan yang telah ada. Pandangan objektivist mengakui bahwa
pemahaman manusia berbeda-beda tergantung dari pengalaman yang mereka dapat.
Bagaimanapun juga, dampak dari pengalaman terdahulu dan interpretasi manusia
mendorong kepada pemahaman parsial dan pemahaman yang bias. Tujuan belajar adalah
untuk memperoleh pemahaman yang lengkap dan tepat.
Asumsi dasar ini mempunyai implikasi yang signifikan pada pembelajaran. Dunia, menurut
pandangan objektivist, dapat dijelaskan melalui model teoritik (misalnya : model
pengetahuan dari berbagai macam teori kognitif saat ini). Tujuan pembelajaran membantu
pebelajar untuk memperoleh kesatuan dan hubungan dan konsepnya masing-masing –
untuk membangun struktur pengetahuan yang tepat. Pendekatan objectivist memfokuskan
untuk menganilisa dari awal dan akhir pada indentifikasi entitas, hubungan dan konsep yang
harus diketahui oleh pebelajar. Pembelajaran dalam pandangan objectivist boleh disebut
sebagai belajar siswa aktif, namun tujuan aktivitas itu menyebabkan siswa harus
memperhatikan secara dekat untuk setiap stimulus, untuk berlatih dan mendemontrasikan
pengetahuannya secara tuntas.Yang menjadi isu dalam pembelajaran objectivist adalah
kedalaman dan jumlah peristiwa stimulus yang diolah.
4. Pengetahuan dipercaya telah ada tidak berkaitan dengan pembelajaran yang diterapkan,
objectivist tidak lagi melihat aktivitas pembelajaran telah sesuai dengan apa yang dipelajari.
Pendesain menghasilkan tes yang berdiri secara terpisah dari pembelajaran dan didesain
untuk memeriksa pengetahuan yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Asumsi belajar tuntas, yaitu setiap orang memerlukan dasar informasi yang seragam/sama
dan siap untuk dimanfaatkan.
KONTRUKTIVISTME
Konstrukstivisme sebagaimana objectivisme meyakini bahwa dunia nyata sebenarnya
adalah pengalaman kita. Kebermaknaan (meaning) berakar dan diuraikan oleh pengalaman
(Brown, Collins dan Duguid;1989a) Setiap pengalaman disertai dengan ide – dan lingkungan
yang melingkupi ide merupakan bagian pengalaman, menjadi bagian dari makna (meaning)
ide tersebut. Pengalaman yang melekat pada ide sangat penting untuk pemahaman
individual dan kemampuan untuk menggunakan ide tersebut. Pengalaman yang diperoleh di
lingkungan sekolah akan sangat berbeda dengan pengalaman yang diperoleh di dunia
nyata, dan ini menjadi suatu sebab terjadinya kegagalan transfer dari pembelajaran yang
berbasis sekolah.
Konstruktivist menekankan pada situasi pengalaman kognitif dalam aktivitas otentik.
Suchman (1987) : “plans are simply projective or retrospective accounts of action” . Ketika
individu masuk dalam situasi yang direncanakan, aspek penting yang harus dimiliki adalah
bagaimana merespon hambatan-hambatan yang muncul pada situasi terbut – kemampuan
untuk mengkonstruksi rencana baru berdasarkan perubahan dan hambatan situasi tersebut.
Pembelajaran tidak terfokus pada rencana penyampaian kepada pembelajar namun lebih
menekankan pada pengembangan ketrampilan pembelajar untuk mengkonstruksi respon.
5. Komponen penting dari konstruktivisme yaitu kenyataan adalah hasil proses konstruksi.
Dengan demikan masing-masing individu pasti memiliki pemahaman yang berlainan
tergantung proses konstruksinya.
PENGANTAR
PART II : PERSPEKTIF KONSTRUKTIVIST
Perspektif Konstrukstivist akan menguji implikasi konstruktivist pada teori pembelajaran dan
penerapannya.
Bednar dkk (Bab 2) :
Memberikan landasan untuk mendiskusikan konstruktivistme, tentang konsep dan strategi
dari berbagai teori, sebagai sistem pembelajaran yang akan diterapkan, membebaskan
pemahaman, juga tak kalah pentingnya untuk membebaskan dalam hal penerapan teori
belajar untuk mendesain dan mengembangkan materi pembelajaran.
Cunningham (Bab 3) :
Tujuan pembelajaran tidak menjamin pengetahuan individu tetang sesuatu.
Perkins (Bab 4) :
Lebih menekankan pada “active learner” sebagai komponen dari konstruktivist.
Spiro dkk (Bab 5) :
Menekankan konteks dengan cara yang berbeda. Konteks adalah bagian integral dari
pengetahuan.
Cognition and Technology Group at Vanderbilt (Bab 6) :
Menekankan pentingnya situasi belajar.
PART III
6. PERSPEKTIF TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Bagian ini menyediakan banyak epistemology dan teori desain pembelajaran serta
pengembangannya yang sangat berbeda dengan pengajaran tradisional selama ini.
PART IV
PENJELASAN
Berisi komentar-komentar tentang konstruktivist dan desain pembelajaran.
7. PERSPEKTIF TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
Bagian ini menyediakan banyak epistemology dan teori desain pembelajaran serta
pengembangannya yang sangat berbeda dengan pengajaran tradisional selama ini.
PART IV
PENJELASAN
Berisi komentar-komentar tentang konstruktivist dan desain pembelajaran.