SlideShare a Scribd company logo
 Menghasilkan. Kita mungkin menghasilkan ide-ide baru dengan (15) menyimpulkan
(mengidentifikasi apa yang mungkin menjadi sebuah kebenaran), (16) memprediksi
(mengantisipasi apa yang mungkin akan terjadi), dan (17) menguraikan
(menambahkan rincian, penjelasan, dan pemberian contoh).
 Menggabungkan. Kita menggabungkan apa yang sudah kita pelajari dan menjadi
sebuah solusi dengan (18) merangkum (menyingkat, memilih dan menyatukan)) d an
(19) menyusun kembali (menyatukan sesuatu yang baru dengan yang lama menjadi
sesuatu yang baru).
 Mengevaluasi. Lalu kita dapat mengevaluasi bahwa (20) kriteria sudah ditentukan dan
solusi sudah (21) diuji. (pp. 68-114)
Carolyn Hudges (Hudges dan Jones, 1988) menambahkan sebuah pandangan visual yang
penting (Gambar 14.1) dari keterampilan Marzano dkk. Dia berfikir bahwa konten dapat
meningkatkan kesulitan dan bahwa para guru harus mengenali pengalaman belajar mengajar
(kongkrit, grafis, dan abstrak) harus sesuai dengan kesiapan peserta didik. Pendekatan lain
dalam keterampilan inti adalah langkah-langkah membuat keputusan yang dikemukakan oleh
Beyer (1984) dan saran-saran dari Baron dan Stenberg dalam memilih program keterampilan
pendidikan.
Menghubungkan Informasi Baru dengan Pengetahuan yang sudah ada
Jones, Palinscar, Ogle, dan Scar (1987) mengobservasi bahwa para peneliti percaya bahwa
‘informasi disimpan dalam memori (yang saling berhubungan) dalam struktur pengetahuan
yang disebut skema’(p.7). Ini terlihat jelas ketika seseorang menghubungkan pengalaman
terdahulu dengan solusi sebuah masalah atau ketika mereka membandingkan kesempatan-
kesempatan terdahulu untuk menyelesaikan sebuah masalah (p.8) meta kognisi dilibatkan.
Kemampuan untuk menghubungkan informasi baru dengan pengalaman terdahulu
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perspektif seseorang mempengaruhi bagaimana informasi
baru dipandang (contohnya perspektif berbeda jika seseorang melihat sebuah situs bangunan
dari referensi kerangka biayanya daripada pengaruh lingkungannya. Variabel yang lain
berhubungan dengan karakteristik peserta didik. Kurangnya informasi atau informasi yang
tidak terorganisir dapat membatasi kemampuan seseorang untuk melihat pola-pola, informasi
yang besar, analogi yang berkembang, dan mengenali kesamaan dan perbedaan diantara
masalah (p.9)
Penelitian menunjukkan bahwa (1) keberhasilan dalam pembelajaran sering
bergantung pada pengetahuan terdahulu yang spesifik, dan (20 bermodalkan pengetahuan
yang telah ada tidak cukup jika tidak bisa dijangkau atau jika peserta didik tidak mampu
untuk menghubungkannya kedalam informasi baru. Adalah hal penting untuk membangun
apa yang sudah peserta didik ketahui dan keterampilan yang sudah mereka pelajari. Peserta
didik mungkin sudah tahu bagaimana cara membandingkan atau memfarafrasekan.
Contohnya, peserta pasti sudah belajar atau harus belajar keterampilan seperti merubah,
mengatur, dan mendapatkan kembali informasi (Jones dkk, 1987, hal. 9-10).
Jones dkk (1987) berpendapat bahwa peserta didik berkemampuan kurang mungkin
membutuhkan instruksi yang jelas dalam memakai keterampilan berfikir dan bahwa konten
dan instruksi keterampilan harus berkembang untuk meminimalisir gangguan. Instruksi
dalam keterampilan strategis untuk peserta didik yang kurang harus mempunyai penekanan
konten yang kuat dan penerapan kedalam ranah konten harus menerima perhatian lebih.
Instruksi untuk peserta didik lain harus melibatkan keterampilan berfikir ‘dalam konteks
konten mata pelajaran’ (hal. 17). Menitikberatkan transfer keterampilan strategis terhadap
ranah konten alternatif.
Isu-isu Masa Kini dan Pendekatan Pengajaran
Pentingnya Proses
Program Penilaian Kalifornia meliputi proses dalam mengukur sains dan matematika.
Membedakan antara konten dan proses pembelajaran sama dalam membedakan antara
pendidikan yang berpusat pada anak dan yang berpusat pada pelajaran. Dapat dikatakan
bahwa proses pembelajaran adalah belajar untuk masa depan, dan konten pembelajaran
adalah belajar tentang hal-hal yang sudah ditemukan, dirumuskan, disusun ulang, dan
dipertimbangkan.
Para guru harus menyediakan dalam proses pembelajaran. Sebuah keputusan utama
adalah memutuskan ketika akan mengekstrak pengetahuan prosedural dari seluruh aktivitas.
Dilemma apakah harus mengajar sebuah proses secara langsung atau dalam konteks (yang
melekat dalam) kurikulum menjadi perhatian. Kedua pendekatan tersebut sesuai dengan saat
ini, dan keduanya sekaligus menjadi hal yang mendasar. Jika sebuah proses diajarkan secara
langsung, ketentuan harus dibuat untuk proses transfer .
Terlihat jelas bahwa pengajaran untuk berfikir menjadi sebuah prioritas pendidikan
yang tinggi jika lulusan sekolah menegah atas akan terlibat masyarakat yang berorientasi
secara teknik. Program-program sekolah dewasa ini tidaklah memadai. Banyak waktu
sekolah yang harus disediakan untuk keterampilan berfikir dan integrasinya dalam semua
kurikulum K-12. Terlalu banyak peserta didik tidak dapat merespon secara efektif dan kritis
terhadap lingkungan mereka.
Sebuah pendekatan terhadap proses pengajaran yang dapat kita pakai ditunjukkan
dalam gambar 14.2. Harus dipahami bahwa proses pengajaran adalah hal yang rumit dan
menguras banyak waktu dan energi. Dalam perhatian panjang tentang proses, dapat
membantu menerima tujuan-tujuan umum pendidikan. Kita harus belajar bagaimana menilai
‘proses’ pembelajaran. Jika kita hanya ’menghasilkan’ penilaian, tujuan aslinya akan gagal
(lihat Baron dan Sternberg, 1987, hal.224). Penilaian yang tepat membutuhkan peserta didik
untuk menerapkan proses dalam sebuah konteks baru untuk melihat apakah transfer sudah
berlangsung.
Proses secara normal melibatkan dua atau lebih keterampilan berfikir. Semua
manusia, dengan sifat alami mereka, adalah pemikir. Sebagai para guru, kita ingin membantu
peserta didik kita untuk berfikir lebih baik terlepas dari tahap perkembangan mereka.dalam
tambahannya terhadap keterampilan dan fakta-fakta dasar, hal ini memungkinkan untuk
mengidentifikasi urutan keterampilan yang lebih tinggi dan pengetahuan terdahulu, yaitu
konten dan proses. Sebuah ancaman berada diluar perhatian dalam replikasi dan penerapan
dan dibawah perhatian dalam penggunaan asosiatif atau jaringan asosiasi yang dimiliki
peserta didik dan pemakaian interpretif atau penerjemahan ide-ide dan memberikan arti.
Table 14.2 kelas yang Berorientasi Hasil dan Proses
Kelas Berorientasi Hasil Kelas Berorientasi Proses
- Guru menekankan, ‘Apa yang sudah
kalian lakukan?’
- Guru juga menekankan, ‘Bagaimana
kalian melakukannya?’
- Tugas-tugas berpusar pada item-item
konten.
- Tugas-tugas mencakup sebuah
‘proses’ pembelajaran.
- Jawaban adalah yang paling penting. - Cara menemukan sebuah jawaban
adalah sepenting jawabannya.
- Guru percaya adanya sebuah konten
pokok.
- Guru mengenali bahwa konten adalah
satu-satunya komponen proses
pembelajaran untuk dicakupi.
- Guru mengevaluasi hasil. - Guru juga mengevaluasi proses.
- Peserta didik ‘melakukan’. - Peserta didik ‘melakukan’ dan
berfikir apa yang telah mereka
lakukan.
- Peserta didik sering merasa kurang
kesadaran dalam bagaimana mereka
belajar.
- Peserta didik mempunyai kesadaran
yang tumbuh terhadap bagaimana
mereka belajar dan dapat belajar.
- Pembelajaran terjadi melalui
penerimaan pengetahuan factual.
- Pembelajaran terjadi ketika peserta
didik bekerja melalui proses dimana
pengetahuan dimanipulasi dan
disusun ulang untuk mencapai
pengetahuan.
- Keterampilan menyelesaikan masalah
berkembang secara otomatis ketika
mempelajari konten.
- Keterampilan menyelesaikan masalah
berkembang ketika mempelajari
konten dan refleksi dalam plroses
terjadi ketika bekerja dengan konten.
Pendidikan harus bergerak dibawah memori untuk mendidik akal/pikiran. Dan hal itu
menjadi patokan sebuah sekolah. Sebuah pendekatan dalam prosese pengajaran diilustrasikan
dalam gambar 14.3.
Ada pendekatan yang menjanjikan dalam pengajaran berfikir: berdiri sendiri,
mengingat, dan keterlibatan. Ada materi yang tersedia untuk menolong kita dalam
mengajar keterampilan berfikir melalui pendekatan berdiri sendiri, contohnya, materi yang
dikemukakan oleh Waserman (1978). Selama bertahun-tahun, ratusan penelitian telah
berkecimpung dalam penelitian pengajaran berfikir, berfikir kritis dan keatif dalam cara yang
lazim. Pendekatan mengingat membangun keterampilan berfikir kedalam mata pelajaran
sekolah regular, sebagaimana pendekatan keterlibatan. Yang terdahulu, teapi bukan yang
terakhir, keterampilan berfikir dibuat eksplisit. Mengingat merupakan cara yang umumnya
paling dapat diterima. Bagi peserta didik, ini harus dibuat ,eksplisit. Secara umum, para guru
harus memutuskan ketika mempraktekkan keterampilan tertentu dibutuhkan untuk
otomatisitas. Pemahaman yang lebih baik terjadi ketika keterampilan diekstrak dan dipelajari
dalam isolasi seperti halnya dalam konteks. Secara jelas, ‘agar bisa ditangkap, harus
diajarkan,’ dan jika pentransferan akan terjadi kepada bagian lain mata pelajaran, mata
pelajaran lain dan dalam kehidupan, ini, juga, harus ‘diajarkan’.
Tidak semua pengetahuan dasar harus diajarkan sebelum keterampilan berfikir.
Misalnya, keberagaman bentuk rangkaian dapat diajarkan dalam usia dini, dan anak-anak
dapat diajarkan dan didorong untuk mengembangkan sistem rangkaian mereka. Kelas
haruslah interaktif dan berorientasi aktivitas untuk membantu pekembangan pembelajaran
dan penerapan proses dan keterampilan berfikir.
Para guru harus membuat keputusan tentang pemilihan waktu dan aktivitas untuk
pembelajaran keterampilan kognitif dan melihat bahwa keterampilan ini ditransfer kedalam
konteks yang beragam. Ini adalah hal yang tepat bagi anak-anak dan bagi mereka yang
mengalami kesulitan dalam proses. Seringnya, mereka yang mengeluh tentang penerimaan
dalam kehidupan sekolah, mengeluh tentang kurang dipakainya keterampilan-keterampilan
ini dalam pendidikan yang lebih tinggi dan tempat kerja. Paul (1990) mempercayai bahwa isu
ini kompleks. Guru harus membuat keputusan untuk menjamin pertumbuhan dalam
pengetahuan procedural, system penggunaan dan artinya, atau dilemma atomistik versus
dilemma holistik. Dan bawah ini adalah urutan prosesnya dari awal sampai akhir.
1. Menyediakan ulasan proses
2. Mempertunjukkan
3. Memisahkan langkah-langkah
Mempraktekannya masing-masing
4. Menghubungkan bagian-bagian kedalam keseluruhan
5. Mempraktekkan keseluruhan dalam konteks
6. Mentransfer-mempraktekkan dalam konteks baru
7. Mengevaluasi
8. Mentransfer kedalam mata pelajaran/kehidupan lain
Gambar 14.3 Sebuah Pendekatan dalam Proses pengajaran
Berfikir Dialektika
Tingkatan lain berfikir untuk melibatkan dalam pengajaran kita adalah dialektika. ‘Karakter
utama berfikir dialektika adalah bahwa ia menempatkan semua perhatian dalam perubahan. .
. . dan karakteristik yang kedua . . . adalah bahwa ia menyatakan bahwa perubahan cara
terjadi melalui konflik dan oposisi’ Rowan (2004). Befikir dialektika adalah seperti
berargumen dengan diri kita sendiri. Barry dan Rudinow (1994) mempercayai bahwa berfikir
dialektika adalah kemampuan untuk menggambarkan dengan kritis pemikiran pribadi dan
untuk mempertimbangkan dengan simpatik dengan menggunakan sebuah kerangka referensi
yang berbeda atau mungkin bahkan bertentangan dengan kerangka referensi itu sendiri. Hal
semacam ini dapat disebut kritik pribadi reflektif. Meskipun saran Barry dan Rudinow lebih
sesuai dengan peserta didik tingkat menengah dan atas, mereka dapat diadaptasikan dengan
sekolah dasar.
Lengkah pertama dalam rencana Barry dan Rudinow adalah untuk memposisikan
sebuah pertanyaan untuk diskusi, tanpa mensyaratkan sebuah posisi. Setelah persiapan
diskusi dan klarifikasi, peserta didik mengambil posisi yang mereka siapkan untuk bertahan.
Mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan posisi lain dan menjawab pertanyaan dalam
pandangan mereka. Didalam tim dengan posisi yang sudah ditetapkan sebelumnya, tugas
yang beragam dapat diberikan dan diberikan ulang untuk praktek. Lalu, setiap tim
mempersiapkan sebuah pertahanan terhadap posisi dimana hal tersebut awalnya ditentang.
Latihan direkam lalu para peserta didik dapat mengulas dan mengkritik penampilan mereka.
Keberagaman strategi ini dapat diciptakan.
Strategi Kognitif dan Afektif
Sebuah situs web yang bagus, Komunitas Berfikir Kritis (www.criticalthinking.org)
memberikan sebuah daftar strategi tiga puluh lima dimensi berfikir kritis. Hal ini ditunjukkan
bagaimana daftat dapat dipakai dalam rencana mata pelajaran yang diperagakan ulang yang
ditambahkan dimensi berfikir kritis. Daftar lengkapnya tersedia di
www.criticalthinking.org/resources/TRK12-strategy-list.shtml.
Meskipun Pettus dan Blosser (2002) berfikir bahwa hal ini adalah hal penting untuk
mengajarkan keterampilan berfikir kepada peserta didik, mereka percaya ‘peserta didik dapat
dengan kreatif mengembangkan strategi-strategi dalam membantu konsep dan informasi
ingatan mereka. Seringnya, mereka mengembangkan strategi dan peralatan dengan lebih up
to date dan relevan daripada guru mereka’ (hal.14).
Penyelesaian Masalah
Peserta didik menghadapi masalah setiap hari, apakah dengan pekerjaan sekolah, teman
sebaya, atau dirumah. Para peserta didik mendekati masalah dengan 4 cara: (1) mereka
mengabaikan dan berharap masalah akan hilang dengan sendirinya, (2) mereka mengabaikan
masalah dan tidak peduli jika masalah sudah tidak ada, (3) mereka mempunyai kesempatan
untuk meyelesaikan masalah sebaik yang mereka bisa meskipun mereka tidak mempunyai
bekal dalam menyelesaikan masalah. Atau (4) mereka mendekati masalah dalam sebuah
pendengaran dan cara sistematis, yang sudah diajarkan bagaimana cara melakukan hal seperti
ini. Kita dapat membantu peserta didik untuk menerapkan keempat pendekatan ini.
Penyelesaian masalah membutuhkan aplikasi pengetahuan dan keterampilan untuk
menjangkau sebuah solusi atau menerima sebuah tujuan. Transfer pembelajaran kedalam
situasi baru harus terjadi. Penyelesaian masalah memiliki dua aspek: mengingat atau
menerima informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah masalah, dan mengikuti
prosedur penyelesaian masalah dengan efektif.
Dalam satu hal, diyakini bahwa penyelesaian masalah harus mengikuti sebuah definisi
rentetan permasalahan, menganjurkan sebab-sebab permasalahan yang mungkin terjadi
(hipotesis), dan menguji setiap hipotesis. Pendekatan masa kini bergantung pada apa yang
telah diajarkan tentang bagaimana orang-orang memproses informasi. Para ahli pemecah
masalah tidak memulai dengan menganjurkan banyak hipotesis dan lalu mengujinya satu per
satu. Pertama mereka membatasi masalah dengan membagi fitur-fitur kunci permasalahan
dan menghubungkannya kedalam informasi yang mereka miliki yang dapat segera digunakan
atau dicari. Lalu mereka mengambil satu atau beberapa hipotesis untuk diuji. Pendekatan ini
menghemat waktu kerja karena para ahli tidak menghabiskan waktu mereka dalam
menginvestigasi hipotesis yang rendah probabilitas. Pendekatan membutuhkan definisi
masalah yang akurat dan cepat dan pengenalan pola-pola. Peserta didik dapat diajarkan
mencari pola-pola, strategi, dan keterampilan berfikir yang dapat mereka gunakan untuk
menyelesaikan masalah.
Stenberg (1990) menekankan bahwa peserta didik harus menemukan masalah dalam
diri mereka sendiri. Masalah-masalah kehidupan tidaklah tersusun dengan baik, lalu
penerapan langkah-langkah yang keras seringnya tidak berpengaruh. Permasalahan disekolah
biasanya tidak berhubungan dengan konteks situasi. Langkah-langkah penyelesaian mungkin
berhasil bagi masalah-masalah tes, tapi bukanlah ‘yang sesungguhnya’. Peserta didik yang
peduli dengan sebuah masalah, karena itu adalah masalah mereka, terdorong untuk
menghadapinya. Stenberg menekankan bahwa peserta didik harus diajarkan bagaimana
menyelesaikan masalah dan keterampilan berfikir untuk digunakan.
Dimulai dengan meminta peserta didik untuk mempelajari langkah-langkah
penyelesaian masalah. Ketika kita melakukan hal ini, kita membantu mereka menemukan
bagaimana mereka menggambarkan masalah-masalah – beberapa mungkin hanya dapat
memikirkan fitur-fitur kuncinya saja, sedangkan yang lain harus menuliskannya, dan yang
lainnya lagi membutuhkan representasi visual. Ketika kita harus belajar dari pengalaman, kita
sering menjadi tahanan dari pengalaman kita sendiri. Peserta didik dapat belajar dari
pengalaman, untuk menghilangkan ikatan tradisi dan bekerja keras untuk menemukan hal
baru. Permasalahan kehidupan nyata hanya memiliki satu solusi, lantas peserta didik harus
berhati-hati terhadap harapan akan ‘satu jawaban tepat’. Kadang sebuah masalah dapat
diabaikan untuk beberapa saat; setelah menginkubasi, lalu jawabannya nampak ‘loncat’.
Rothstein (1990) menyarankan hal-hal yang dpat kita lakukan untuk membantu peserta didik
dalam menggunakan kemampuan penyelesaian masalah mereka.
 Menyediakan sebuah iklim yang memungkinkan mendapatkan resiko. Mendorong
peserta didik menelaah masalah dengan kreatif dan menyediakan waktu inkubasi.
Menerima dan sensitif terhadap perasaan peserta didik.
 Menunjukkan kepada peserta didik bagaimana cara menjelaskan masalah. Sebuah
masalah yang mudah untuk dijelaskan adalah ‘setengah selesai’. Yakinkan peserta didik
mengenali kebutuhan untuk menjelaskan masalah sebelum mereka mulai
menyelesaikannya. Bantulah mereka dalam belajar mencari fitur esensial masalah.
 Ajarkan peserta didik bagaimana melakukan analisis masalah. Mereka harus mereka
harus belajar membedakan informasi esensial dan non-esensial.. meminta mereka
menanyakan materi apa yang mereka kaji dan bagaimana ini dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah.
 Meminta peserta didik untuk belajar menghasilkan hipotesis. Mereka tidak harus
mencari sebuah hipotesis sebelum waktunya. Sediakanlah instruksi dan praktek dalam
keterampilan penting brainstorming.
 Tunjukkanlah kepada peserta didik bagimana menilai setiap hipotesis. Peserta didik
tidaklah harus belajar loncat langsung kedalam kesimpulan. Pintalah mereka mengatur
kriteria untuk menilai hipotesis dan merekam implikasinya atau konsekuensi-
konsekuensi dari beberap hipotesis.
 Ajarkan peserta didik untuk mengenali factor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian
masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelesaian masalah
medapatkan informasi yang dibutuhkan, menjelaskan masalah, dan membiarkan
masalah berinkubasi.
 Tunjukkanlah kepada peserta didik bagaimana cara menggunakan analogi. Doronglah
peserta didik untuk mencari permasalahan-permasalahan yang sama dengan masalah
mereka dan solusi-solusi yang sukses dalam hal semacam ini. Ini mengurangi beberapa
kesalahan (error) yang akan dibuat dan waktu harus menyelesaikan sebuah masalah.
 Pintalah peserta didik untuk mempraktekkan menyelesaikan masalah dan sediakanlah
timbal balik. Mereka harus didorong ketika mereka mempraktekannya, dan timbal balik
harus fokus terhadap proses penyelasaian masalah daripada fokus dalam mendapatkan
‘jawaban yang tepat’ (hal. 268-270).
Pembelajaran berdasarkan-masalah akan dibahas lebih jauh dalam bab ini.
Berfikir dan Membuat Keputusan
Membuat keputusan melibatkan pemilihan diantara beberapa pilihan. Ini adalah sebuah
proses (seperti menyelesaikan sebuah masalah, membuat konsep, dan berfikir reflektif) yang
meliputi beberapa keterampilan berfikir. Membuat kesimpulan biasanya meliputi (1)
menyatakan tujuan yang lebih diminati atau kondisi; (2) menyatakan hal-hal yang menjadi
penghambat, (3) mengidentifikasi pilihan untuk mengatasi setiap halangan; (4) memeriksa
pilihan-pilihan dalam hubungannya dengan sumber-sumber yang dibutuhkan dan membatasi
pemakaian mereka; (5) mengurutkan pilihan dalam hubungannnya dengan konsekuensi-
konsekuensi yang dapat terjadi; dan (6) memilih pilihan yang terbaik.
Menggunakan Pertanyaan untuk Menggugah Fikiran
Teknik bertanya telah dibahas dalam bab 8. Pertanyaan-pertanyaan dapat dikategorikan
kedalam sebuah hirarki dari tingkat rendah (fakta dan pemahaman) melalui penerapannya
terhadap tingkat tinggi (analisis, perpaduan, dan penilaian). Penekanan dalam pertanyaan
kognitif yang lebih tinggi lebih efektif, khususnya bagi peserta didik dengan kemampuan
rata-rata dan tinggi, ketika penekanan terhadap pertanyaan fakta efektif dalam penguasaan
keterampilan dasar (khususnya bagi peserta didik dengan kemampuan rendah). Guru
seringnya menekankan pertanyaan-pertanyaan tertutup, jawaban tunggal yang tepat, dan
tingkat rendah, ketika perhatian terhadap pertanyaan-pertanyaan dengan akhir-terbuka dan
tingkat-kognitif yang lebih tinggi akan menjadi lebih efektif. Kita belajar mengenai
penggunaan pemeriksaan dan pengalihan sebuah hal yang dapat membawa kedalam tingkat
berfikir yang lebih tinggi dan bahwa penerimaan guru terhadap gagasan peserta didik secara
positif dikorelasikan dengan pemerolehan pembelajaran peserta didik. Waktu tunggu yang
berlangsung setidaknya tiga detik bersifat kritis, khusunya bagi pertanyaan dengan tingkatan
yang lebih tinggi. Peserta didik harus didorong untuk merespon, dan respon-responnya harus
diseimbangkan diantara sukarelawan dan non-sukarelawan. Respon yang tepat harus diakui
dan pujian harus digunakan secara spesifik dan berbeda. Kualitas pertanyaan guru,
penggunaan dorongan, dan keterlibatan dan penerimaan peserta didik adalah hal penting.
Cara kita merespon selama pertanyaan dan jawaban mempengaruhi apakah keterampilan
berfikir sedang dikembangkan. Peserta didik harus merasa diterima, mampu menanggung
resiko, menggunakan pertanyaan akhir-terbuka dan waktu tunggu yang mencukupi
mendorong dalam proses berfikir.
Contoh-contoh pertanyaan yang menggugah pemikiran disajikan oleh King (1990).
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini dan ide-ide lainnya dalam mendorong proses berfikir
tersedia di Universitas Texas di situs web Divisi Penilaian dan Informasi Bahan-bahan
Pelajaran Austin , www.utexas.edu/academic/diia/gsi/coursedesign/advanced.php.
 Bagaimana kalian akan menggunakan . . . untuk . . . ?
 Apa contoh baru dari . . . ?
 Jelaskan kenapa . . .
 Apa yang kalian pikirkan yang akan terjadi jika . . . ?
 Apa perbedaan antara . . . dan . . . ?
 Bagaimana . . . dan . . . sama . . . ?
 Apa solusi yang memungkin terhadap masalah . . . ?
 Kesimpulan seperti apa yang dapat kalian buat . . . ?
 Bagaimana . . . memperngaruhi . . . ?
 Bagaimana pendapatmu, manakah yang terbaik . . . ? Kenapa . . .?
 Apa keunggulan dan kelemahan dari . . . ?
 Apa kalian setuju/tidak setuju dengan pernyataan ini . . . ?
 Bagiamana . . . berhubungan dengan . . . yang sudah kita pelajari . . . ?
Gejala-gejalanya hadir dalam kelas dengan sedikit dorongan bagi aktivitas berfikir
peserta didik adalah:
 Perbedaan yang besar dalam mengikuti kata hati (perhatian terhadap apa yang sedang
dilakukan, tanpa banyak berfikir dibelakangnya)
 Ketergantungan yang berlebih (‘Katakan kepadaku apa yang harus ku lakukan
Bu/Pak’)
 Pernyataan dogmatis (‘Jangan membingungkanku dengan data-data, pikiranku sedang
sibuk)
 Ketidakmampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang sudah dipelajari kedalam
situasi baru (‘Apa yang harus aku lakukan disini?’)
 Terlalu anti intelektualisme (‘Ini adalah pekerjaanmu untuk memberitahu apa yang
harus kita lakukan’)
Pengajaran tradisional yang dapat dikenali dari peranan guru yang lebih dominan
dalam menjelaskan, memberitahukan bagaimana, dan menunjukkan, membuat peserta didik
pasif daripada aktif. Peserta didik harus terlibat dalam memperoleh pengetahuan.
Menyediakan penerimaan, dukungan, pemerikasaan, dan dorongan untuk berfikir.
Pembelajaran yang menekankan dalam berfikir adalah hal mudah pecah, mencakup emosi,
tekanan, konsep pribadi peserta didik, kelompok kelas dinamis, dan perilaku tenaga pengajar.
Pengajaran berfikir dan Transfer
Salah satu isu yang paling didebatkan dalam pengajaran berfikir adalah transfer. Jika kita
ingin mentransfer, maka ajarkanlah. Hal ini harus ditekankan dalam pembukaan dan
penutupan sebuah mata pelajaran dan dipakai berangsur-angsur dalam konteks yang lebih
sampai hal itu diterapkan dalam konteks-konteks dimana peserta didik mencari transfer dari
pembelajaran sebelumnya.
Pemerolehan keterampilan berfikir atau proses-prosesnya mencakup pengetahuan
deklaratif. Seperti sebuah konsep, arti dari proses selalu dibawah susunan. Proses berfikir
bahkan dapat diajarkan kepada anak-anak melalui kelas berorientasi aktivitas ayng
mempunyai banyak kesempatan untuk membangun ide-ide. Sayangnya, kajian akhir-akhir ini
terhadap peserta didik awal yang melakukan kegiatan membaca ditemukan bahwa
mendapatkan aktivitas sudah selesai lebih penting dari membahas apa yang sedang mereka
kerjakan. Hal ini menyarankan bahwa guru harus memperhatikan pemahaman dan
penggunaan keterampilan berfikir.
Penilaian dan Berfikir
Tidak hanya keterampilan berfikir yang harus diajarkan secara langsung, mereka juga harus
menjadi bagian dari penilaian. Jika kita ingin peserta didik mengetahui dan mampu untuk
mentransfer penggunaan keterampilan tertentu kedalam konteks baru, ini harus menjadi
bagian dari ‘sistem ganjaran’. Penilaian harus secara spesifik diberikan terhadap bagaimana
peserta didik menggunakan keterampilan berfikir mereka dalam mata pelajaran yang sedang
mereka pelajari (tidak hanya dalam mengingat informasi atau ‘medapatkan jawaban tepat’).
Jika perkembangan peserta didik menggunakan proses dan keterampilan berfikir bukan
bagian dari penilaian, pembelajaran mungkin menurun menjadi ‘mengingat konten’. Level
terendah evaluasi mengulangi sebuah keterampilan berfikir dalam bentuk paling
sederhananya dan dalam sebuah konteks yang sudah digunakan. Banyak pendekatan yang
dibutuhkan: tertulis dan oral, deskripsi, merekam, luas dan sempit, baku, dan pemeriksaan
diri.
Langkah-langkah yang dapat kita ikuti ketika merencanakan untuk mengajarkan
keterampilan berfikir diilustrasikan dalam gambar 14.4 dalam halaman 460.
Penelitian Tindakan
Kita percaya bahwa kebanyakan guru, dalam semua umur dan tingkatan, memperhatikan
tentang pengajaran berfikir. Para dapat dibantu untuk menyusun kerja mereka dalam tujuan
ini. Perhatian pada perkembangan professional dan tindakan kelas kerjasama dimana kita
memulai dengan sebuah posisi tersusun dan, melalui sebuah pendekatan interaktif dan
reflektif, dibawa kedalam sebuah perbaikan penilaian professional. Sebuah pendekatan
kedalam perkembangan bersangkutan dengan pengajaran berfikir karena aspek politis dan
moral dalam kebudayaan yang beragam. Pembelajaran yang berhubungan dari penelitian usia
dini, anak-anak, remaja, dan pendidikan dewasa dapat menyediakan sebuah latarbelakang
kekayaan. Contohnya, membaca dapat dipandang sebagai sebuah keterampilan berfikir dalam
susunan yang lebih tinggi. (keterampilan-keterampilan) dilibatkan, beberapa, termasuk
McPeck (1990) , mempecayai bahwa tidak ada kemampuan umum. Dapat dinyatakan bahwa,
bagaimanapun juga, ada banyak penempatan dan peralatan yang dapat dipelajari and
ditransfer dalam sebuah cara yang mengenali keunikan disiplin, isu, dan situasi.
Scriven dan Paul (1996) mengatakan bahwa berfikir kritis ‘proses disiplin secara
intelektual yang berkonsep secara aktif dan penuh keterampilan, penerapan, penggabungan,
dan atau menilai informasi yang dikumpulkan dari observasi, pengalaman, penggambaran,
pertimbangan, atau komunikasi, sebagai sebuah bimbingan untuk diyakini dan ditindak.’
Lebih awal lagi, Norris (1985) menyatakan bahwa berfikir kritis adalah memutuskan secara
rasional apa yang harus di/atau tidak dipercayai.’ Berfikir kritis dapat dirangkum sebagai
‘kemampuan untuk berfikir tentang pemikiran seseorang untuk mengenali keunggulan dan
kelemahannya dan sebagai sebuah hasil, melakukan ulang dan memperbaiki pemikiran dalam
bentuk yang sudah diperbaiki’ (Scriven dan Paul, 1996). Singkatnya, ‘berfikir kritis berarti
membuat penilaian yang masuk akal’(Beyer, 1995, hal.8). Apapun definisinya, tujuannya
adalah, melalui pertanyaan dan pemeriksaan ketika menjadi sensitif terhadap konteks,
memperoleh pemahaman, menilai sudut pandang, dan menyelesaikan masalah. Proses
berfikir kritis adalah penting bagi pendidikan. Bagi tujuan kita, kita menjelaskan berfikir
kritis sebagai penerjemahan, analisis, atau menilai informasi, argument, atau pengalaman
dengan seperangkat perilaku reflektif, keterampilan dan kemampuan untuk membimbing ide,
kepercayaan dan tindakan kita. Singkatnya, berfikir kritis mencakup evaluasi dalam
kredibilitas informasi.
Penyusunan Berfikir Kritis dan Perilaku
Mampu berfikir secara kritis dimulai dengan sebuah perilaku yang cenderung untuk
memandang, dalam cara yang perseptif dan masuk akal, masalah dan subjek aspek-aspek
kehidupan. Ketika kita melibatkan berfikir kritis disekolah kita harus memperhatikan,
memperagakan, dan mendorong penyusunan berfikir kritis. Kita dapat membantu peserta
didik untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan mengajarkan mereka
bagaimana menginvestigasi sebab-sebab kejadian. Kita dapat memperagakan dan
mempromosikan kejujuran intelektual, meskipun bukti-bukti menantang secara pribadi
terhadap kepercayaan yang dihormati. Peserta didik harus mempelajari pentingnya
fleksibilitas dan mempunyai, tetapi tidak harus dihalangi oleh, skeptisisme sehat sampai
bukti-bukti yang memadai muncul ke permukaan. Sebuah pendekatan yang sabar, terus-
menerus, dan sistematis akan sampai pada kesimpulan dan menyelesaikan perbedaan harus
dinilai sebagaimana perilaku hormat terhadap sudut pandang lain setelah mendengarkan
pandangan-pandangan itu dengan seksama.
Prosedur dan Keterampilan
Otoritas tidak setuju apa yang terlibat dalam berfikir kritis dan kapan, dimana, dan bagaimana
ia harus diajarkan. Kita percaya bahwa berfikir kritis harus diajarkan dalam rasa yang lazim
dan mata pelajaran tertentu. Ini tidaklah harus diajarkan dalam isolasi, apakah sebuah topik
yang dapat berdiri sendiri atau sebagai bagian dari sebuah disiplin, tanpa menyediakan
transfer – itu adalah hal yang penting. Jika peserta didik mempraktekan berfikir kritis, konten
selalu dibutuhkan – apakah berasal dari mata pelajaran sekolah atau sumber lainnya. Jika,
contohnya, diajarkan sebagai bagian dari kajian sosial, guru harus membantu peserta didik
untuk memahami, contohnya, sains, bahasa Inggris, dan mata pelajaran lainnya. Berfikir
kritis dalam kajian sosial seperti berfikir kritis dalam sains, seperti berfikir kritis dalam,
menyelesaikanisu sebuah komunitas, seperti membuat keputusan yang berarti dalam sebuah
bisnis, dan seperti membuat keputusan yang tepat tentang sebuah kebingungan pribadi.
Transfer mungkin tidak terjadi kecuali jika kita dengan sengaja memperhatikan langsung
posibilitas transfer dan meminta peserta didik untuk memperoleh susunan untuk mencari
transfer terhadap situasi baru.
Sternberg (1985) mempercayai bahwa pengajaran berfikir kritis, ‘sebagaimana
biasanya selesai, mempersiapkan peserta didik dengan kurang tepat untuk beberapa jenis
masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari’ (hal.227). Ia menambahkan
bahwapemikiran yang bagus dalam satu ranah akademis tidak menjamin bagus dalam ranah
yang lain. Solusinya adalah dengan mempunyai program yang menguji ranah konten yang
beragam dan keterampilan berfikir dalam sebuah cara yang ‘benar dimana masalah muncul
dalam kehidupan sehari-hari’ (hal. 278). Prosedur dan keterampilan berfikir kritisdapat
diajarkan! Peserta didik harus mempraktekkan hal ini dan menemukan permasalahan bagi diri
mereka sendiri. Beyer (1984) memberikan daftar prosedur yang mungkin mempunyai
relevansi dengan masa kini:
1. Membedakan antara fakta-fakta dan klaim-klaim nilai.
2. Memutuskan keabsahan sebuah klaim atau sumber.
3. Memutuskan keakuratan sebuah pernyataan.
4. Membedakan antara klaim pembenaran dan non-pembenaran.
5. Membedakan antara informasi yang relevan dan tidak relevan, klaim, atau argument.
6. Mendeteksi bias.
7. Mengidentifikasi asumsi yang dinyatakan dan tidak dinyatakan.
8. Mengidentifikasi klaim atau argument yang ambigu dan samar.
9. Mengenali ketidakkonsistensian logis dalam sebuah garis pertimbangan.
10. Memutuskan kekuatan sebuah argument (hal.557)
Paul dan Elder (2001) mendeskripsikan karakter intelektual yang membantu berfikir
kritis: kerendahan hati intelektual, keberanian, empati, otonomi, integritas, ketekunan,
kepercayaan diri dalam pertimbangan. Berfikir kritis, dapat dinyatakan, membutuhkan
seperangkat susunan (atau perilaku) dan proses dan keterampilan yang spesifik. Penyusunan
ini harus diajarkan (berdasarkan bab 4).
Kemampuan untuk berfikir secara kritis melibatkan perilaku yang dapat dipelajari.
Seseorang dapat menguji masalah, mengidentifikasi isu-isu kunci, dan menanyakan
pertanyaan seperti dibawah ini: apakah ada asumsi yang mendasar? Generalisasi apa yang
dapat dibuat dengan aman? Sumber-sumber terpercaya apa saja yang mungkin dapat
mencerahkan masalah? Apa yang sudah kita pelajari sebelumnya tentang masalah? Jenis data
seperti apa yang relevan? Seberapa sesuaikah datanya? Apakah datanya disajikan dengan bias
atau menyimpang? Seberapa konsisten dan relevan argumentasi kita? Apa yang dapat kita
lakukan untuk memastikan bahwa bias pribadi tidak mempengaruhi apa yang kitta lakukan?
Apa kesimpulan dan solusi yang memungkinkan yang dapat diajukan? Apa saja pro dan
kontra dari setiap solusi esensial? Solusi manakah atau kombinasi solusi manakah yang
Nampak terbaik? Bagaimana kita menguji solusi atau kombinasi solusi? Jika test tidak dapat
dilalui, apa yang dapat dilakukan untuk mendatangkan solusi yang memungkinkan yang lain
untuk diuji?
Berfikir Kreatif
TCP-BERFIKIR KREATIF
Pastikan peserta didik berfikir kreatif
Mendukung potensi kreatif peserta didik;
menyambut ide baru dan respon imaginatif’
menggunakan pendekatan yang berbeda;
memperagakan kreativitas dan mengizinkan
ekspresi akhir-terbuka; pendekatan
pengalaman, induktif, dan melibatkan orang
lain.
Kreativitas tidak disambut dengan
jelas;kepercayaan atau informasi standar’
hanya jawaban ‘tepat’ yang disambut, sedikit
kesempatan untuk menggugah ide baru, ide
kreatif dan imaginatif.
Kreativitas bukanlah proses tunggal. Meskipun kita mengenali dan menilai berfikir
kreatif, hal itu menghadapi deskripsi yang tepat. Berfikir kreatif dapat dipandang sebagai
pembentukan kombinasi baru ide-ide untuk memenuhi sebuah kebutuhan atau sebagai proses
berfikir dimana hal itu menghasilkan hasil yang asli dan tepat. Kreativitas sudah dihubungkan
denganpemikiran yang berbeda dan keaslian ide atau pengabsahanya. Mekipun sesuatu dapat
menjadi kreatif (asli) bagi seseorang, itu tidak harus menjadi asli untuk umat manusia.
Kreativitas ditemukan dalam hamper semua ranah kehidupan dan tidak dibatasi dalam bidang
seni, mereka yang genius, atau mereka yang berbakat. Berfikir kreatif harus ditata kedalam
kurikulum dan didorong melalui tantangan akhir-terbuka.
Pengajaran Kreativitas
Setiap peserta didik memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat bertubrukan dengan aturan
yang sudah dibuat, prosedur, pola, dan apa yang ‘benar’. Ketika kita mempetimbangkan
kreativitas, mengharapkan sebuah campuran ide baru, imaginatif, dan jawaban yang bernilai,
dan juga jawaban yang mungkin terkesan konyol dan ganjil. Biarkanlah peserta didik berfikir,
menyelesaikan masalah, menggunakan ide-ide mereka yang lainnya.
Pengajaran kreativitas mencakup pengajaran keterampilan berfikir. Kreativitas sudah
dikenal sebagai bentuk fungsi mental tertinggi. Beberapa strategi yang bersifat pelajaran lebih
efektif dari yang lain dalam menghasilkan reswpon kreatif dari peserta didik. Kita harus
membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berfikir dan perperasaan kreatif
mereka. Para peserta didik yang sudah mempunyai kesempatan besar menggunakan bakat
kreatif mereka mungkin akan menggunakan keterampilan mereka dengan baik dalam
kehidupan mereka. Penghambat untuk berfikir kreatif sering berada dalam pikiran para
peserta didik; mereka yang pandai tetapi tidak begitu kreatif mungkin tidak akan segan
menjadi imaginatif. Penghambat terjadi mungkin karena ketakutan sosial, takut salah, kurang
percaya diri, atau merasa diri mereka tidak kreatif.
Memeragakan kreativitas dan menyediakan kesempatan yang besar untuk ekspresi
kreatif dengan memperkenankan peserta didik untuk mengekspresikan diri mereka dalam
cara akhir-terbuka dan untuk mencari cara lain untuk melakukan sesuatu dan menyelesaikan
masalah. Takut akan kegagalan atau nampak ‘bodoh’ membatasi kreativitas. Peserta didik
tidak harus merasa bahwa jawaan mereka akan merendahkan tingkatan yang sedang mereka
jalani; mencoba hal baru haruslah diapresiasi, tidak harus dibuli. Penyelesaian masalah
kelompok kecil atau membuat keputusan dapat mempromosikan kreativitas. Ajarkanlah
brainstorming dan pintalah mereka untuk melakukannya. Peserta didik juga harus diajarkan
ketidaksetujuan yang bersifat konstruktif, dan bahwa ide-ide dan prosedur-prosedur itu dapat
diuji, tetapi orang-orang dan kepribadian mereka tidak harus diserang.
Rothstein (1990) menyediakan saran-saran untuk pengajaran kreativitas:
 Mendorong peserta didik untuk menyelidiki hal-hal dalam lingkungan mereka.
Pintalah mereka menggunakan indera mereka dan menemukan pesan yang dikirim
melalui setiap kombinasi indera. Pintalah mereka menerangkan hal-hal yang mereka
merasa tertarik terhadapnya. Pintalah mereka menemukan bagaimana ‘menatap hal-
hal dengan mata segar’.
 Menyediakan waktu sekolah untuk mendorong kreativitas. Susunlah aktivitas dan
latihan yang membutuhkan orisinalitas atau penyelesaian masalah. Pintalah peserta
didik untuk menyarankan penggunaan hal baru terhadap hal yang lama. Buatlah
penggunaan brainstorming yang sering dilakukan dan aktivitas kreatif. Beritahukan
mereka bahwa kreativitas sedang dicari.
 Mendorong peserta didik untuk menjadi tertarik akan banyak hal. Variasikanlah
aktivitas, bawalah peserta didik dalam sebuah penjelahan kenyataan, bawalah mereka
menjadi pembicara, dan gunakanlah media untuk membantu mereka ‘melebarkan
pikiran mereka’.
 Membantu peserta didik percaya bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih kreatif.
Sedikit penemu, ilmuwan, dan seniman yang sangat kreatif pada awalnya. Hadiahilah
mereka yang menunjukkan bukti kreativitas dan menunjukkan kemajuan.
 Ajarkan peserta didik apa saja yang ada dalam kreativitas. Bantulah mereka belajar
bahwa kreativitas dipengaruhi oleh tipe-tipe, jumlah, dan orisinalitas pilihan-pilihan
yang dihasilkan. Latihlah peserta didik untuk menggunakan keterampilan berfikir
tertentu, meyelidiki, dan proses menyelesaikan masalah dan bagaimana menyalurkan
pengetahuan semacam ini terhadap situasi baru.
 Mendorong peserta didik untuk menerima informasi dan menggunakannya dengan
kreatif. Tunjukkanlah kepada peserta didik bagaimana pengetahuan dapat digunakan
untuk menghasilkan alternatif/pilihan, analogi atau untuk membuat kesimpulan (hal.
274).

More Related Content

What's hot

Model pembelajaran berbasis masalah 1
Model pembelajaran berbasis masalah 1Model pembelajaran berbasis masalah 1
Model pembelajaran berbasis masalah 1Taryadi Taryadi
 
15 model model-pembelajaran_inovatif (1)
15 model model-pembelajaran_inovatif (1)15 model model-pembelajaran_inovatif (1)
15 model model-pembelajaran_inovatif (1)Asep Hidayat
 
Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0
Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0
Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0hasansanung
 
Strategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran KontextualStrategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran Kontextual
PratiwiKartikaSari
 
Logika Matematika
Logika MatematikaLogika Matematika
Logika Matematika
AdeSusanti3
 
Modul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextualModul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextual
PratiwiKartikaSari
 
Objek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VI
Objek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VIObjek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VI
Objek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VI
Qonita Aliyatunnuha
 
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA Kimia
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA KimiaArtikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA Kimia
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA Kimia
M Wahyudi Haidar
 
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUANPENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUAN
Dedi Mukhlas
 
Penelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruan
Penelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruanPenelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruan
Penelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruan
Dedi Mukhlas
 
Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019
Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019
Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019
Qonita Aliyatunnuha
 
Ptk agama kristen
Ptk agama kristenPtk agama kristen
Ptk agama kristen
Johnson Hutagaol
 
Penelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelasPenelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelas
smkfarmasi
 
Dian
DianDian
DianFaizF
 
Implementasi penelitian tindakan kelas
Implementasi penelitian tindakan kelasImplementasi penelitian tindakan kelas
Implementasi penelitian tindakan kelassmkfarmasi
 
Bab ii ragam hias
Bab ii ragam hiasBab ii ragam hias
Bab ii ragam hias
Irawan Jawandono
 
Siklus penelitian tindakan kelas
Siklus penelitian tindakan kelasSiklus penelitian tindakan kelas
Siklus penelitian tindakan kelasMAFIA '11
 

What's hot (20)

Model pembelajaran berbasis masalah 1
Model pembelajaran berbasis masalah 1Model pembelajaran berbasis masalah 1
Model pembelajaran berbasis masalah 1
 
15 model model-pembelajaran_inovatif (1)
15 model model-pembelajaran_inovatif (1)15 model model-pembelajaran_inovatif (1)
15 model model-pembelajaran_inovatif (1)
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0
Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0
Makalah pengembangan rpp berbasis kontekstual 0
 
Strategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran KontextualStrategi Pembelajaran Kontextual
Strategi Pembelajaran Kontextual
 
Logika Matematika
Logika MatematikaLogika Matematika
Logika Matematika
 
Modul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextualModul (kb 6) contextual
Modul (kb 6) contextual
 
Objek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VI
Objek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VIObjek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VI
Objek dalam Penelitian Tindakan Kelas - smst VI
 
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA Kimia
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA KimiaArtikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA Kimia
Artikel ptk (Penelitian tinddakan Kelas) SMA Kimia
 
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUANPENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUAN
PENELITIAN TINDAKAN KELAS DAN PENTINGNYA BAGI KERJA KEGURUAN
 
Penelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruan
Penelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruanPenelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruan
Penelitian tindakan kelas dan pentingnya bagi kerja keguruan
 
Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019
Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019
Resume UAS - Pembelajaran Inovatif smst V thn 2019
 
Ptk agama kristen
Ptk agama kristenPtk agama kristen
Ptk agama kristen
 
Penelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelasPenelitian tindakan kelas
Penelitian tindakan kelas
 
Langkah ptk
Langkah ptkLangkah ptk
Langkah ptk
 
Dian
DianDian
Dian
 
Implementasi penelitian tindakan kelas
Implementasi penelitian tindakan kelasImplementasi penelitian tindakan kelas
Implementasi penelitian tindakan kelas
 
Proposal ptk
Proposal ptkProposal ptk
Proposal ptk
 
Bab ii ragam hias
Bab ii ragam hiasBab ii ragam hias
Bab ii ragam hias
 
Siklus penelitian tindakan kelas
Siklus penelitian tindakan kelasSiklus penelitian tindakan kelas
Siklus penelitian tindakan kelas
 

Similar to Mengajar Berfikir

Strategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana SumantriStrategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Hariyatunnisa Ahmad
 
PPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptx
PPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptxPPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptx
PPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptx
dinariawansutopo1
 
Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)
Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)
Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)
Hariyatunnisa Ahmad
 
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmodel model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
mustamin17
 
Model Belajar "Probelm Base Learning"
Model Belajar "Probelm Base Learning"Model Belajar "Probelm Base Learning"
Model Belajar "Probelm Base Learning"
Harrys Samosir
 
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...Dunia Komputer
 
Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...
Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...
Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...Rfebiola
 
21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual
21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual
21198220 apakah-pembelajaran-kontekstualCandra Kurniawan
 
ARTIKEL UNTUK DIANALISIS.pdf
ARTIKEL  UNTUK DIANALISIS.pdfARTIKEL  UNTUK DIANALISIS.pdf
ARTIKEL UNTUK DIANALISIS.pdf
JamaalChannel
 
jurnal 1 modul 3.pdf
jurnal 1 modul 3.pdfjurnal 1 modul 3.pdf
jurnal 1 modul 3.pdf
ZakiCell1
 
28456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-1
28456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-128456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-1
28456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-1
Mairiza Nopia
 
PROBLEM BASED LEARNING.pptx
PROBLEM BASED LEARNING.pptxPROBLEM BASED LEARNING.pptx
PROBLEM BASED LEARNING.pptx
hilda405137
 
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran MatematikaArtikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
rianti aprilia
 
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
elissugiharti1
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
R. Herawati Suryanegara
 
Tugas makalah Andi
Tugas makalah AndiTugas makalah Andi
Tugas makalah Andianirsu
 
kemampuan awal siswa
kemampuan awal siswakemampuan awal siswa
kemampuan awal siswa
Rosmalia Eva
 

Similar to Mengajar Berfikir (20)

Strategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana SumantriStrategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
Strategi Belajar Mengajar - Mulyana Sumantri
 
PPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptx
PPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptxPPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptx
PPT_MODEL_BERBASIS_MASALAH_pptx.pptx
 
Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)
Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)
Strategi Belajar Mengajar (Mulyana Sumantri)
 
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontohmodel model pembelajaran yang bisa dicontoh
model model pembelajaran yang bisa dicontoh
 
Model Belajar "Probelm Base Learning"
Model Belajar "Probelm Base Learning"Model Belajar "Probelm Base Learning"
Model Belajar "Probelm Base Learning"
 
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN...
 
Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...
Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...
Pendekatan dan penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran materi matema...
 
21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual
21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual
21198220 apakah-pembelajaran-kontekstual
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
ARTIKEL UNTUK DIANALISIS.pdf
ARTIKEL  UNTUK DIANALISIS.pdfARTIKEL  UNTUK DIANALISIS.pdf
ARTIKEL UNTUK DIANALISIS.pdf
 
jurnal 1 modul 3.pdf
jurnal 1 modul 3.pdfjurnal 1 modul 3.pdf
jurnal 1 modul 3.pdf
 
28456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-1
28456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-128456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-1
28456564 laporan-pkp-ipa-kelas-5-a-1
 
PROBLEM BASED LEARNING.pptx
PROBLEM BASED LEARNING.pptxPROBLEM BASED LEARNING.pptx
PROBLEM BASED LEARNING.pptx
 
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran MatematikaArtikel Strategi Pembelajaran Matematika
Artikel Strategi Pembelajaran Matematika
 
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
Tt2 perspektif-sri sulastri-857428482 (1)
 
17630173.ppt
17630173.ppt17630173.ppt
17630173.ppt
 
Model model pembelajaran
Model model pembelajaranModel model pembelajaran
Model model pembelajaran
 
2
22
2
 
Tugas makalah Andi
Tugas makalah AndiTugas makalah Andi
Tugas makalah Andi
 
kemampuan awal siswa
kemampuan awal siswakemampuan awal siswa
kemampuan awal siswa
 

Mengajar Berfikir

  • 1.  Menghasilkan. Kita mungkin menghasilkan ide-ide baru dengan (15) menyimpulkan (mengidentifikasi apa yang mungkin menjadi sebuah kebenaran), (16) memprediksi (mengantisipasi apa yang mungkin akan terjadi), dan (17) menguraikan (menambahkan rincian, penjelasan, dan pemberian contoh).  Menggabungkan. Kita menggabungkan apa yang sudah kita pelajari dan menjadi sebuah solusi dengan (18) merangkum (menyingkat, memilih dan menyatukan)) d an (19) menyusun kembali (menyatukan sesuatu yang baru dengan yang lama menjadi sesuatu yang baru).  Mengevaluasi. Lalu kita dapat mengevaluasi bahwa (20) kriteria sudah ditentukan dan solusi sudah (21) diuji. (pp. 68-114) Carolyn Hudges (Hudges dan Jones, 1988) menambahkan sebuah pandangan visual yang penting (Gambar 14.1) dari keterampilan Marzano dkk. Dia berfikir bahwa konten dapat meningkatkan kesulitan dan bahwa para guru harus mengenali pengalaman belajar mengajar (kongkrit, grafis, dan abstrak) harus sesuai dengan kesiapan peserta didik. Pendekatan lain dalam keterampilan inti adalah langkah-langkah membuat keputusan yang dikemukakan oleh Beyer (1984) dan saran-saran dari Baron dan Stenberg dalam memilih program keterampilan pendidikan. Menghubungkan Informasi Baru dengan Pengetahuan yang sudah ada Jones, Palinscar, Ogle, dan Scar (1987) mengobservasi bahwa para peneliti percaya bahwa ‘informasi disimpan dalam memori (yang saling berhubungan) dalam struktur pengetahuan yang disebut skema’(p.7). Ini terlihat jelas ketika seseorang menghubungkan pengalaman terdahulu dengan solusi sebuah masalah atau ketika mereka membandingkan kesempatan- kesempatan terdahulu untuk menyelesaikan sebuah masalah (p.8) meta kognisi dilibatkan. Kemampuan untuk menghubungkan informasi baru dengan pengalaman terdahulu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perspektif seseorang mempengaruhi bagaimana informasi baru dipandang (contohnya perspektif berbeda jika seseorang melihat sebuah situs bangunan dari referensi kerangka biayanya daripada pengaruh lingkungannya. Variabel yang lain berhubungan dengan karakteristik peserta didik. Kurangnya informasi atau informasi yang tidak terorganisir dapat membatasi kemampuan seseorang untuk melihat pola-pola, informasi
  • 2. yang besar, analogi yang berkembang, dan mengenali kesamaan dan perbedaan diantara masalah (p.9) Penelitian menunjukkan bahwa (1) keberhasilan dalam pembelajaran sering bergantung pada pengetahuan terdahulu yang spesifik, dan (20 bermodalkan pengetahuan yang telah ada tidak cukup jika tidak bisa dijangkau atau jika peserta didik tidak mampu untuk menghubungkannya kedalam informasi baru. Adalah hal penting untuk membangun apa yang sudah peserta didik ketahui dan keterampilan yang sudah mereka pelajari. Peserta didik mungkin sudah tahu bagaimana cara membandingkan atau memfarafrasekan. Contohnya, peserta pasti sudah belajar atau harus belajar keterampilan seperti merubah, mengatur, dan mendapatkan kembali informasi (Jones dkk, 1987, hal. 9-10). Jones dkk (1987) berpendapat bahwa peserta didik berkemampuan kurang mungkin membutuhkan instruksi yang jelas dalam memakai keterampilan berfikir dan bahwa konten dan instruksi keterampilan harus berkembang untuk meminimalisir gangguan. Instruksi dalam keterampilan strategis untuk peserta didik yang kurang harus mempunyai penekanan konten yang kuat dan penerapan kedalam ranah konten harus menerima perhatian lebih. Instruksi untuk peserta didik lain harus melibatkan keterampilan berfikir ‘dalam konteks konten mata pelajaran’ (hal. 17). Menitikberatkan transfer keterampilan strategis terhadap ranah konten alternatif. Isu-isu Masa Kini dan Pendekatan Pengajaran Pentingnya Proses Program Penilaian Kalifornia meliputi proses dalam mengukur sains dan matematika. Membedakan antara konten dan proses pembelajaran sama dalam membedakan antara pendidikan yang berpusat pada anak dan yang berpusat pada pelajaran. Dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran adalah belajar untuk masa depan, dan konten pembelajaran adalah belajar tentang hal-hal yang sudah ditemukan, dirumuskan, disusun ulang, dan dipertimbangkan. Para guru harus menyediakan dalam proses pembelajaran. Sebuah keputusan utama adalah memutuskan ketika akan mengekstrak pengetahuan prosedural dari seluruh aktivitas. Dilemma apakah harus mengajar sebuah proses secara langsung atau dalam konteks (yang melekat dalam) kurikulum menjadi perhatian. Kedua pendekatan tersebut sesuai dengan saat
  • 3. ini, dan keduanya sekaligus menjadi hal yang mendasar. Jika sebuah proses diajarkan secara langsung, ketentuan harus dibuat untuk proses transfer . Terlihat jelas bahwa pengajaran untuk berfikir menjadi sebuah prioritas pendidikan yang tinggi jika lulusan sekolah menegah atas akan terlibat masyarakat yang berorientasi secara teknik. Program-program sekolah dewasa ini tidaklah memadai. Banyak waktu sekolah yang harus disediakan untuk keterampilan berfikir dan integrasinya dalam semua kurikulum K-12. Terlalu banyak peserta didik tidak dapat merespon secara efektif dan kritis terhadap lingkungan mereka. Sebuah pendekatan terhadap proses pengajaran yang dapat kita pakai ditunjukkan dalam gambar 14.2. Harus dipahami bahwa proses pengajaran adalah hal yang rumit dan menguras banyak waktu dan energi. Dalam perhatian panjang tentang proses, dapat membantu menerima tujuan-tujuan umum pendidikan. Kita harus belajar bagaimana menilai ‘proses’ pembelajaran. Jika kita hanya ’menghasilkan’ penilaian, tujuan aslinya akan gagal (lihat Baron dan Sternberg, 1987, hal.224). Penilaian yang tepat membutuhkan peserta didik untuk menerapkan proses dalam sebuah konteks baru untuk melihat apakah transfer sudah berlangsung. Proses secara normal melibatkan dua atau lebih keterampilan berfikir. Semua manusia, dengan sifat alami mereka, adalah pemikir. Sebagai para guru, kita ingin membantu peserta didik kita untuk berfikir lebih baik terlepas dari tahap perkembangan mereka.dalam tambahannya terhadap keterampilan dan fakta-fakta dasar, hal ini memungkinkan untuk mengidentifikasi urutan keterampilan yang lebih tinggi dan pengetahuan terdahulu, yaitu konten dan proses. Sebuah ancaman berada diluar perhatian dalam replikasi dan penerapan dan dibawah perhatian dalam penggunaan asosiatif atau jaringan asosiasi yang dimiliki peserta didik dan pemakaian interpretif atau penerjemahan ide-ide dan memberikan arti. Table 14.2 kelas yang Berorientasi Hasil dan Proses Kelas Berorientasi Hasil Kelas Berorientasi Proses - Guru menekankan, ‘Apa yang sudah kalian lakukan?’ - Guru juga menekankan, ‘Bagaimana kalian melakukannya?’ - Tugas-tugas berpusar pada item-item konten. - Tugas-tugas mencakup sebuah ‘proses’ pembelajaran. - Jawaban adalah yang paling penting. - Cara menemukan sebuah jawaban
  • 4. adalah sepenting jawabannya. - Guru percaya adanya sebuah konten pokok. - Guru mengenali bahwa konten adalah satu-satunya komponen proses pembelajaran untuk dicakupi. - Guru mengevaluasi hasil. - Guru juga mengevaluasi proses. - Peserta didik ‘melakukan’. - Peserta didik ‘melakukan’ dan berfikir apa yang telah mereka lakukan. - Peserta didik sering merasa kurang kesadaran dalam bagaimana mereka belajar. - Peserta didik mempunyai kesadaran yang tumbuh terhadap bagaimana mereka belajar dan dapat belajar. - Pembelajaran terjadi melalui penerimaan pengetahuan factual. - Pembelajaran terjadi ketika peserta didik bekerja melalui proses dimana pengetahuan dimanipulasi dan disusun ulang untuk mencapai pengetahuan. - Keterampilan menyelesaikan masalah berkembang secara otomatis ketika mempelajari konten. - Keterampilan menyelesaikan masalah berkembang ketika mempelajari konten dan refleksi dalam plroses terjadi ketika bekerja dengan konten. Pendidikan harus bergerak dibawah memori untuk mendidik akal/pikiran. Dan hal itu menjadi patokan sebuah sekolah. Sebuah pendekatan dalam prosese pengajaran diilustrasikan dalam gambar 14.3. Ada pendekatan yang menjanjikan dalam pengajaran berfikir: berdiri sendiri, mengingat, dan keterlibatan. Ada materi yang tersedia untuk menolong kita dalam mengajar keterampilan berfikir melalui pendekatan berdiri sendiri, contohnya, materi yang dikemukakan oleh Waserman (1978). Selama bertahun-tahun, ratusan penelitian telah berkecimpung dalam penelitian pengajaran berfikir, berfikir kritis dan keatif dalam cara yang lazim. Pendekatan mengingat membangun keterampilan berfikir kedalam mata pelajaran sekolah regular, sebagaimana pendekatan keterlibatan. Yang terdahulu, teapi bukan yang terakhir, keterampilan berfikir dibuat eksplisit. Mengingat merupakan cara yang umumnya
  • 5. paling dapat diterima. Bagi peserta didik, ini harus dibuat ,eksplisit. Secara umum, para guru harus memutuskan ketika mempraktekkan keterampilan tertentu dibutuhkan untuk otomatisitas. Pemahaman yang lebih baik terjadi ketika keterampilan diekstrak dan dipelajari dalam isolasi seperti halnya dalam konteks. Secara jelas, ‘agar bisa ditangkap, harus diajarkan,’ dan jika pentransferan akan terjadi kepada bagian lain mata pelajaran, mata pelajaran lain dan dalam kehidupan, ini, juga, harus ‘diajarkan’. Tidak semua pengetahuan dasar harus diajarkan sebelum keterampilan berfikir. Misalnya, keberagaman bentuk rangkaian dapat diajarkan dalam usia dini, dan anak-anak dapat diajarkan dan didorong untuk mengembangkan sistem rangkaian mereka. Kelas haruslah interaktif dan berorientasi aktivitas untuk membantu pekembangan pembelajaran dan penerapan proses dan keterampilan berfikir. Para guru harus membuat keputusan tentang pemilihan waktu dan aktivitas untuk pembelajaran keterampilan kognitif dan melihat bahwa keterampilan ini ditransfer kedalam konteks yang beragam. Ini adalah hal yang tepat bagi anak-anak dan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam proses. Seringnya, mereka yang mengeluh tentang penerimaan dalam kehidupan sekolah, mengeluh tentang kurang dipakainya keterampilan-keterampilan ini dalam pendidikan yang lebih tinggi dan tempat kerja. Paul (1990) mempercayai bahwa isu ini kompleks. Guru harus membuat keputusan untuk menjamin pertumbuhan dalam pengetahuan procedural, system penggunaan dan artinya, atau dilemma atomistik versus dilemma holistik. Dan bawah ini adalah urutan prosesnya dari awal sampai akhir. 1. Menyediakan ulasan proses 2. Mempertunjukkan 3. Memisahkan langkah-langkah Mempraktekannya masing-masing 4. Menghubungkan bagian-bagian kedalam keseluruhan 5. Mempraktekkan keseluruhan dalam konteks 6. Mentransfer-mempraktekkan dalam konteks baru 7. Mengevaluasi 8. Mentransfer kedalam mata pelajaran/kehidupan lain Gambar 14.3 Sebuah Pendekatan dalam Proses pengajaran
  • 6. Berfikir Dialektika Tingkatan lain berfikir untuk melibatkan dalam pengajaran kita adalah dialektika. ‘Karakter utama berfikir dialektika adalah bahwa ia menempatkan semua perhatian dalam perubahan. . . . dan karakteristik yang kedua . . . adalah bahwa ia menyatakan bahwa perubahan cara terjadi melalui konflik dan oposisi’ Rowan (2004). Befikir dialektika adalah seperti berargumen dengan diri kita sendiri. Barry dan Rudinow (1994) mempercayai bahwa berfikir dialektika adalah kemampuan untuk menggambarkan dengan kritis pemikiran pribadi dan untuk mempertimbangkan dengan simpatik dengan menggunakan sebuah kerangka referensi yang berbeda atau mungkin bahkan bertentangan dengan kerangka referensi itu sendiri. Hal semacam ini dapat disebut kritik pribadi reflektif. Meskipun saran Barry dan Rudinow lebih sesuai dengan peserta didik tingkat menengah dan atas, mereka dapat diadaptasikan dengan sekolah dasar. Lengkah pertama dalam rencana Barry dan Rudinow adalah untuk memposisikan sebuah pertanyaan untuk diskusi, tanpa mensyaratkan sebuah posisi. Setelah persiapan diskusi dan klarifikasi, peserta didik mengambil posisi yang mereka siapkan untuk bertahan. Mereka menanyakan pertanyaan-pertanyaan posisi lain dan menjawab pertanyaan dalam pandangan mereka. Didalam tim dengan posisi yang sudah ditetapkan sebelumnya, tugas yang beragam dapat diberikan dan diberikan ulang untuk praktek. Lalu, setiap tim mempersiapkan sebuah pertahanan terhadap posisi dimana hal tersebut awalnya ditentang. Latihan direkam lalu para peserta didik dapat mengulas dan mengkritik penampilan mereka. Keberagaman strategi ini dapat diciptakan. Strategi Kognitif dan Afektif Sebuah situs web yang bagus, Komunitas Berfikir Kritis (www.criticalthinking.org) memberikan sebuah daftar strategi tiga puluh lima dimensi berfikir kritis. Hal ini ditunjukkan bagaimana daftat dapat dipakai dalam rencana mata pelajaran yang diperagakan ulang yang ditambahkan dimensi berfikir kritis. Daftar lengkapnya tersedia di www.criticalthinking.org/resources/TRK12-strategy-list.shtml. Meskipun Pettus dan Blosser (2002) berfikir bahwa hal ini adalah hal penting untuk mengajarkan keterampilan berfikir kepada peserta didik, mereka percaya ‘peserta didik dapat dengan kreatif mengembangkan strategi-strategi dalam membantu konsep dan informasi
  • 7. ingatan mereka. Seringnya, mereka mengembangkan strategi dan peralatan dengan lebih up to date dan relevan daripada guru mereka’ (hal.14). Penyelesaian Masalah Peserta didik menghadapi masalah setiap hari, apakah dengan pekerjaan sekolah, teman sebaya, atau dirumah. Para peserta didik mendekati masalah dengan 4 cara: (1) mereka mengabaikan dan berharap masalah akan hilang dengan sendirinya, (2) mereka mengabaikan masalah dan tidak peduli jika masalah sudah tidak ada, (3) mereka mempunyai kesempatan untuk meyelesaikan masalah sebaik yang mereka bisa meskipun mereka tidak mempunyai bekal dalam menyelesaikan masalah. Atau (4) mereka mendekati masalah dalam sebuah pendengaran dan cara sistematis, yang sudah diajarkan bagaimana cara melakukan hal seperti ini. Kita dapat membantu peserta didik untuk menerapkan keempat pendekatan ini. Penyelesaian masalah membutuhkan aplikasi pengetahuan dan keterampilan untuk menjangkau sebuah solusi atau menerima sebuah tujuan. Transfer pembelajaran kedalam situasi baru harus terjadi. Penyelesaian masalah memiliki dua aspek: mengingat atau menerima informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah masalah, dan mengikuti prosedur penyelesaian masalah dengan efektif. Dalam satu hal, diyakini bahwa penyelesaian masalah harus mengikuti sebuah definisi rentetan permasalahan, menganjurkan sebab-sebab permasalahan yang mungkin terjadi (hipotesis), dan menguji setiap hipotesis. Pendekatan masa kini bergantung pada apa yang telah diajarkan tentang bagaimana orang-orang memproses informasi. Para ahli pemecah masalah tidak memulai dengan menganjurkan banyak hipotesis dan lalu mengujinya satu per satu. Pertama mereka membatasi masalah dengan membagi fitur-fitur kunci permasalahan dan menghubungkannya kedalam informasi yang mereka miliki yang dapat segera digunakan atau dicari. Lalu mereka mengambil satu atau beberapa hipotesis untuk diuji. Pendekatan ini menghemat waktu kerja karena para ahli tidak menghabiskan waktu mereka dalam menginvestigasi hipotesis yang rendah probabilitas. Pendekatan membutuhkan definisi masalah yang akurat dan cepat dan pengenalan pola-pola. Peserta didik dapat diajarkan mencari pola-pola, strategi, dan keterampilan berfikir yang dapat mereka gunakan untuk menyelesaikan masalah.
  • 8. Stenberg (1990) menekankan bahwa peserta didik harus menemukan masalah dalam diri mereka sendiri. Masalah-masalah kehidupan tidaklah tersusun dengan baik, lalu penerapan langkah-langkah yang keras seringnya tidak berpengaruh. Permasalahan disekolah biasanya tidak berhubungan dengan konteks situasi. Langkah-langkah penyelesaian mungkin berhasil bagi masalah-masalah tes, tapi bukanlah ‘yang sesungguhnya’. Peserta didik yang peduli dengan sebuah masalah, karena itu adalah masalah mereka, terdorong untuk menghadapinya. Stenberg menekankan bahwa peserta didik harus diajarkan bagaimana menyelesaikan masalah dan keterampilan berfikir untuk digunakan. Dimulai dengan meminta peserta didik untuk mempelajari langkah-langkah penyelesaian masalah. Ketika kita melakukan hal ini, kita membantu mereka menemukan bagaimana mereka menggambarkan masalah-masalah – beberapa mungkin hanya dapat memikirkan fitur-fitur kuncinya saja, sedangkan yang lain harus menuliskannya, dan yang lainnya lagi membutuhkan representasi visual. Ketika kita harus belajar dari pengalaman, kita sering menjadi tahanan dari pengalaman kita sendiri. Peserta didik dapat belajar dari pengalaman, untuk menghilangkan ikatan tradisi dan bekerja keras untuk menemukan hal baru. Permasalahan kehidupan nyata hanya memiliki satu solusi, lantas peserta didik harus berhati-hati terhadap harapan akan ‘satu jawaban tepat’. Kadang sebuah masalah dapat diabaikan untuk beberapa saat; setelah menginkubasi, lalu jawabannya nampak ‘loncat’. Rothstein (1990) menyarankan hal-hal yang dpat kita lakukan untuk membantu peserta didik dalam menggunakan kemampuan penyelesaian masalah mereka.  Menyediakan sebuah iklim yang memungkinkan mendapatkan resiko. Mendorong peserta didik menelaah masalah dengan kreatif dan menyediakan waktu inkubasi. Menerima dan sensitif terhadap perasaan peserta didik.  Menunjukkan kepada peserta didik bagaimana cara menjelaskan masalah. Sebuah masalah yang mudah untuk dijelaskan adalah ‘setengah selesai’. Yakinkan peserta didik mengenali kebutuhan untuk menjelaskan masalah sebelum mereka mulai menyelesaikannya. Bantulah mereka dalam belajar mencari fitur esensial masalah.  Ajarkan peserta didik bagaimana melakukan analisis masalah. Mereka harus mereka harus belajar membedakan informasi esensial dan non-esensial.. meminta mereka menanyakan materi apa yang mereka kaji dan bagaimana ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.
  • 9.  Meminta peserta didik untuk belajar menghasilkan hipotesis. Mereka tidak harus mencari sebuah hipotesis sebelum waktunya. Sediakanlah instruksi dan praktek dalam keterampilan penting brainstorming.  Tunjukkanlah kepada peserta didik bagimana menilai setiap hipotesis. Peserta didik tidaklah harus belajar loncat langsung kedalam kesimpulan. Pintalah mereka mengatur kriteria untuk menilai hipotesis dan merekam implikasinya atau konsekuensi- konsekuensi dari beberap hipotesis.  Ajarkan peserta didik untuk mengenali factor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyelesaian masalah medapatkan informasi yang dibutuhkan, menjelaskan masalah, dan membiarkan masalah berinkubasi.  Tunjukkanlah kepada peserta didik bagaimana cara menggunakan analogi. Doronglah peserta didik untuk mencari permasalahan-permasalahan yang sama dengan masalah mereka dan solusi-solusi yang sukses dalam hal semacam ini. Ini mengurangi beberapa kesalahan (error) yang akan dibuat dan waktu harus menyelesaikan sebuah masalah.  Pintalah peserta didik untuk mempraktekkan menyelesaikan masalah dan sediakanlah timbal balik. Mereka harus didorong ketika mereka mempraktekannya, dan timbal balik harus fokus terhadap proses penyelasaian masalah daripada fokus dalam mendapatkan ‘jawaban yang tepat’ (hal. 268-270). Pembelajaran berdasarkan-masalah akan dibahas lebih jauh dalam bab ini. Berfikir dan Membuat Keputusan Membuat keputusan melibatkan pemilihan diantara beberapa pilihan. Ini adalah sebuah proses (seperti menyelesaikan sebuah masalah, membuat konsep, dan berfikir reflektif) yang meliputi beberapa keterampilan berfikir. Membuat kesimpulan biasanya meliputi (1) menyatakan tujuan yang lebih diminati atau kondisi; (2) menyatakan hal-hal yang menjadi penghambat, (3) mengidentifikasi pilihan untuk mengatasi setiap halangan; (4) memeriksa pilihan-pilihan dalam hubungannya dengan sumber-sumber yang dibutuhkan dan membatasi pemakaian mereka; (5) mengurutkan pilihan dalam hubungannnya dengan konsekuensi- konsekuensi yang dapat terjadi; dan (6) memilih pilihan yang terbaik.
  • 10. Menggunakan Pertanyaan untuk Menggugah Fikiran Teknik bertanya telah dibahas dalam bab 8. Pertanyaan-pertanyaan dapat dikategorikan kedalam sebuah hirarki dari tingkat rendah (fakta dan pemahaman) melalui penerapannya terhadap tingkat tinggi (analisis, perpaduan, dan penilaian). Penekanan dalam pertanyaan kognitif yang lebih tinggi lebih efektif, khususnya bagi peserta didik dengan kemampuan rata-rata dan tinggi, ketika penekanan terhadap pertanyaan fakta efektif dalam penguasaan keterampilan dasar (khususnya bagi peserta didik dengan kemampuan rendah). Guru seringnya menekankan pertanyaan-pertanyaan tertutup, jawaban tunggal yang tepat, dan tingkat rendah, ketika perhatian terhadap pertanyaan-pertanyaan dengan akhir-terbuka dan tingkat-kognitif yang lebih tinggi akan menjadi lebih efektif. Kita belajar mengenai penggunaan pemeriksaan dan pengalihan sebuah hal yang dapat membawa kedalam tingkat berfikir yang lebih tinggi dan bahwa penerimaan guru terhadap gagasan peserta didik secara positif dikorelasikan dengan pemerolehan pembelajaran peserta didik. Waktu tunggu yang berlangsung setidaknya tiga detik bersifat kritis, khusunya bagi pertanyaan dengan tingkatan yang lebih tinggi. Peserta didik harus didorong untuk merespon, dan respon-responnya harus diseimbangkan diantara sukarelawan dan non-sukarelawan. Respon yang tepat harus diakui dan pujian harus digunakan secara spesifik dan berbeda. Kualitas pertanyaan guru, penggunaan dorongan, dan keterlibatan dan penerimaan peserta didik adalah hal penting. Cara kita merespon selama pertanyaan dan jawaban mempengaruhi apakah keterampilan berfikir sedang dikembangkan. Peserta didik harus merasa diterima, mampu menanggung resiko, menggunakan pertanyaan akhir-terbuka dan waktu tunggu yang mencukupi mendorong dalam proses berfikir. Contoh-contoh pertanyaan yang menggugah pemikiran disajikan oleh King (1990). Pertanyaan-pertanyaan semacam ini dan ide-ide lainnya dalam mendorong proses berfikir tersedia di Universitas Texas di situs web Divisi Penilaian dan Informasi Bahan-bahan Pelajaran Austin , www.utexas.edu/academic/diia/gsi/coursedesign/advanced.php.  Bagaimana kalian akan menggunakan . . . untuk . . . ?  Apa contoh baru dari . . . ?  Jelaskan kenapa . . .  Apa yang kalian pikirkan yang akan terjadi jika . . . ?  Apa perbedaan antara . . . dan . . . ?  Bagaimana . . . dan . . . sama . . . ?
  • 11.  Apa solusi yang memungkin terhadap masalah . . . ?  Kesimpulan seperti apa yang dapat kalian buat . . . ?  Bagaimana . . . memperngaruhi . . . ?  Bagaimana pendapatmu, manakah yang terbaik . . . ? Kenapa . . .?  Apa keunggulan dan kelemahan dari . . . ?  Apa kalian setuju/tidak setuju dengan pernyataan ini . . . ?  Bagiamana . . . berhubungan dengan . . . yang sudah kita pelajari . . . ? Gejala-gejalanya hadir dalam kelas dengan sedikit dorongan bagi aktivitas berfikir peserta didik adalah:  Perbedaan yang besar dalam mengikuti kata hati (perhatian terhadap apa yang sedang dilakukan, tanpa banyak berfikir dibelakangnya)  Ketergantungan yang berlebih (‘Katakan kepadaku apa yang harus ku lakukan Bu/Pak’)  Pernyataan dogmatis (‘Jangan membingungkanku dengan data-data, pikiranku sedang sibuk)  Ketidakmampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang sudah dipelajari kedalam situasi baru (‘Apa yang harus aku lakukan disini?’)  Terlalu anti intelektualisme (‘Ini adalah pekerjaanmu untuk memberitahu apa yang harus kita lakukan’) Pengajaran tradisional yang dapat dikenali dari peranan guru yang lebih dominan dalam menjelaskan, memberitahukan bagaimana, dan menunjukkan, membuat peserta didik pasif daripada aktif. Peserta didik harus terlibat dalam memperoleh pengetahuan. Menyediakan penerimaan, dukungan, pemerikasaan, dan dorongan untuk berfikir. Pembelajaran yang menekankan dalam berfikir adalah hal mudah pecah, mencakup emosi, tekanan, konsep pribadi peserta didik, kelompok kelas dinamis, dan perilaku tenaga pengajar. Pengajaran berfikir dan Transfer Salah satu isu yang paling didebatkan dalam pengajaran berfikir adalah transfer. Jika kita ingin mentransfer, maka ajarkanlah. Hal ini harus ditekankan dalam pembukaan dan penutupan sebuah mata pelajaran dan dipakai berangsur-angsur dalam konteks yang lebih sampai hal itu diterapkan dalam konteks-konteks dimana peserta didik mencari transfer dari pembelajaran sebelumnya.
  • 12. Pemerolehan keterampilan berfikir atau proses-prosesnya mencakup pengetahuan deklaratif. Seperti sebuah konsep, arti dari proses selalu dibawah susunan. Proses berfikir bahkan dapat diajarkan kepada anak-anak melalui kelas berorientasi aktivitas ayng mempunyai banyak kesempatan untuk membangun ide-ide. Sayangnya, kajian akhir-akhir ini terhadap peserta didik awal yang melakukan kegiatan membaca ditemukan bahwa mendapatkan aktivitas sudah selesai lebih penting dari membahas apa yang sedang mereka kerjakan. Hal ini menyarankan bahwa guru harus memperhatikan pemahaman dan penggunaan keterampilan berfikir. Penilaian dan Berfikir Tidak hanya keterampilan berfikir yang harus diajarkan secara langsung, mereka juga harus menjadi bagian dari penilaian. Jika kita ingin peserta didik mengetahui dan mampu untuk mentransfer penggunaan keterampilan tertentu kedalam konteks baru, ini harus menjadi bagian dari ‘sistem ganjaran’. Penilaian harus secara spesifik diberikan terhadap bagaimana peserta didik menggunakan keterampilan berfikir mereka dalam mata pelajaran yang sedang mereka pelajari (tidak hanya dalam mengingat informasi atau ‘medapatkan jawaban tepat’). Jika perkembangan peserta didik menggunakan proses dan keterampilan berfikir bukan bagian dari penilaian, pembelajaran mungkin menurun menjadi ‘mengingat konten’. Level terendah evaluasi mengulangi sebuah keterampilan berfikir dalam bentuk paling sederhananya dan dalam sebuah konteks yang sudah digunakan. Banyak pendekatan yang dibutuhkan: tertulis dan oral, deskripsi, merekam, luas dan sempit, baku, dan pemeriksaan diri. Langkah-langkah yang dapat kita ikuti ketika merencanakan untuk mengajarkan keterampilan berfikir diilustrasikan dalam gambar 14.4 dalam halaman 460. Penelitian Tindakan Kita percaya bahwa kebanyakan guru, dalam semua umur dan tingkatan, memperhatikan tentang pengajaran berfikir. Para dapat dibantu untuk menyusun kerja mereka dalam tujuan ini. Perhatian pada perkembangan professional dan tindakan kelas kerjasama dimana kita memulai dengan sebuah posisi tersusun dan, melalui sebuah pendekatan interaktif dan
  • 13. reflektif, dibawa kedalam sebuah perbaikan penilaian professional. Sebuah pendekatan kedalam perkembangan bersangkutan dengan pengajaran berfikir karena aspek politis dan moral dalam kebudayaan yang beragam. Pembelajaran yang berhubungan dari penelitian usia dini, anak-anak, remaja, dan pendidikan dewasa dapat menyediakan sebuah latarbelakang kekayaan. Contohnya, membaca dapat dipandang sebagai sebuah keterampilan berfikir dalam susunan yang lebih tinggi. (keterampilan-keterampilan) dilibatkan, beberapa, termasuk McPeck (1990) , mempecayai bahwa tidak ada kemampuan umum. Dapat dinyatakan bahwa, bagaimanapun juga, ada banyak penempatan dan peralatan yang dapat dipelajari and ditransfer dalam sebuah cara yang mengenali keunikan disiplin, isu, dan situasi. Scriven dan Paul (1996) mengatakan bahwa berfikir kritis ‘proses disiplin secara intelektual yang berkonsep secara aktif dan penuh keterampilan, penerapan, penggabungan, dan atau menilai informasi yang dikumpulkan dari observasi, pengalaman, penggambaran, pertimbangan, atau komunikasi, sebagai sebuah bimbingan untuk diyakini dan ditindak.’ Lebih awal lagi, Norris (1985) menyatakan bahwa berfikir kritis adalah memutuskan secara rasional apa yang harus di/atau tidak dipercayai.’ Berfikir kritis dapat dirangkum sebagai ‘kemampuan untuk berfikir tentang pemikiran seseorang untuk mengenali keunggulan dan kelemahannya dan sebagai sebuah hasil, melakukan ulang dan memperbaiki pemikiran dalam bentuk yang sudah diperbaiki’ (Scriven dan Paul, 1996). Singkatnya, ‘berfikir kritis berarti membuat penilaian yang masuk akal’(Beyer, 1995, hal.8). Apapun definisinya, tujuannya adalah, melalui pertanyaan dan pemeriksaan ketika menjadi sensitif terhadap konteks, memperoleh pemahaman, menilai sudut pandang, dan menyelesaikan masalah. Proses berfikir kritis adalah penting bagi pendidikan. Bagi tujuan kita, kita menjelaskan berfikir kritis sebagai penerjemahan, analisis, atau menilai informasi, argument, atau pengalaman dengan seperangkat perilaku reflektif, keterampilan dan kemampuan untuk membimbing ide, kepercayaan dan tindakan kita. Singkatnya, berfikir kritis mencakup evaluasi dalam kredibilitas informasi. Penyusunan Berfikir Kritis dan Perilaku Mampu berfikir secara kritis dimulai dengan sebuah perilaku yang cenderung untuk memandang, dalam cara yang perseptif dan masuk akal, masalah dan subjek aspek-aspek kehidupan. Ketika kita melibatkan berfikir kritis disekolah kita harus memperhatikan, memperagakan, dan mendorong penyusunan berfikir kritis. Kita dapat membantu peserta
  • 14. didik untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan mengajarkan mereka bagaimana menginvestigasi sebab-sebab kejadian. Kita dapat memperagakan dan mempromosikan kejujuran intelektual, meskipun bukti-bukti menantang secara pribadi terhadap kepercayaan yang dihormati. Peserta didik harus mempelajari pentingnya fleksibilitas dan mempunyai, tetapi tidak harus dihalangi oleh, skeptisisme sehat sampai bukti-bukti yang memadai muncul ke permukaan. Sebuah pendekatan yang sabar, terus- menerus, dan sistematis akan sampai pada kesimpulan dan menyelesaikan perbedaan harus dinilai sebagaimana perilaku hormat terhadap sudut pandang lain setelah mendengarkan pandangan-pandangan itu dengan seksama. Prosedur dan Keterampilan Otoritas tidak setuju apa yang terlibat dalam berfikir kritis dan kapan, dimana, dan bagaimana ia harus diajarkan. Kita percaya bahwa berfikir kritis harus diajarkan dalam rasa yang lazim dan mata pelajaran tertentu. Ini tidaklah harus diajarkan dalam isolasi, apakah sebuah topik yang dapat berdiri sendiri atau sebagai bagian dari sebuah disiplin, tanpa menyediakan transfer – itu adalah hal yang penting. Jika peserta didik mempraktekan berfikir kritis, konten selalu dibutuhkan – apakah berasal dari mata pelajaran sekolah atau sumber lainnya. Jika, contohnya, diajarkan sebagai bagian dari kajian sosial, guru harus membantu peserta didik untuk memahami, contohnya, sains, bahasa Inggris, dan mata pelajaran lainnya. Berfikir kritis dalam kajian sosial seperti berfikir kritis dalam sains, seperti berfikir kritis dalam, menyelesaikanisu sebuah komunitas, seperti membuat keputusan yang berarti dalam sebuah bisnis, dan seperti membuat keputusan yang tepat tentang sebuah kebingungan pribadi. Transfer mungkin tidak terjadi kecuali jika kita dengan sengaja memperhatikan langsung posibilitas transfer dan meminta peserta didik untuk memperoleh susunan untuk mencari transfer terhadap situasi baru. Sternberg (1985) mempercayai bahwa pengajaran berfikir kritis, ‘sebagaimana biasanya selesai, mempersiapkan peserta didik dengan kurang tepat untuk beberapa jenis masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari’ (hal.227). Ia menambahkan bahwapemikiran yang bagus dalam satu ranah akademis tidak menjamin bagus dalam ranah yang lain. Solusinya adalah dengan mempunyai program yang menguji ranah konten yang beragam dan keterampilan berfikir dalam sebuah cara yang ‘benar dimana masalah muncul dalam kehidupan sehari-hari’ (hal. 278). Prosedur dan keterampilan berfikir kritisdapat
  • 15. diajarkan! Peserta didik harus mempraktekkan hal ini dan menemukan permasalahan bagi diri mereka sendiri. Beyer (1984) memberikan daftar prosedur yang mungkin mempunyai relevansi dengan masa kini: 1. Membedakan antara fakta-fakta dan klaim-klaim nilai. 2. Memutuskan keabsahan sebuah klaim atau sumber. 3. Memutuskan keakuratan sebuah pernyataan. 4. Membedakan antara klaim pembenaran dan non-pembenaran. 5. Membedakan antara informasi yang relevan dan tidak relevan, klaim, atau argument. 6. Mendeteksi bias. 7. Mengidentifikasi asumsi yang dinyatakan dan tidak dinyatakan. 8. Mengidentifikasi klaim atau argument yang ambigu dan samar. 9. Mengenali ketidakkonsistensian logis dalam sebuah garis pertimbangan. 10. Memutuskan kekuatan sebuah argument (hal.557) Paul dan Elder (2001) mendeskripsikan karakter intelektual yang membantu berfikir kritis: kerendahan hati intelektual, keberanian, empati, otonomi, integritas, ketekunan, kepercayaan diri dalam pertimbangan. Berfikir kritis, dapat dinyatakan, membutuhkan seperangkat susunan (atau perilaku) dan proses dan keterampilan yang spesifik. Penyusunan ini harus diajarkan (berdasarkan bab 4). Kemampuan untuk berfikir secara kritis melibatkan perilaku yang dapat dipelajari. Seseorang dapat menguji masalah, mengidentifikasi isu-isu kunci, dan menanyakan pertanyaan seperti dibawah ini: apakah ada asumsi yang mendasar? Generalisasi apa yang dapat dibuat dengan aman? Sumber-sumber terpercaya apa saja yang mungkin dapat mencerahkan masalah? Apa yang sudah kita pelajari sebelumnya tentang masalah? Jenis data seperti apa yang relevan? Seberapa sesuaikah datanya? Apakah datanya disajikan dengan bias atau menyimpang? Seberapa konsisten dan relevan argumentasi kita? Apa yang dapat kita lakukan untuk memastikan bahwa bias pribadi tidak mempengaruhi apa yang kitta lakukan? Apa kesimpulan dan solusi yang memungkinkan yang dapat diajukan? Apa saja pro dan kontra dari setiap solusi esensial? Solusi manakah atau kombinasi solusi manakah yang Nampak terbaik? Bagaimana kita menguji solusi atau kombinasi solusi? Jika test tidak dapat dilalui, apa yang dapat dilakukan untuk mendatangkan solusi yang memungkinkan yang lain untuk diuji?
  • 16. Berfikir Kreatif TCP-BERFIKIR KREATIF Pastikan peserta didik berfikir kreatif Mendukung potensi kreatif peserta didik; menyambut ide baru dan respon imaginatif’ menggunakan pendekatan yang berbeda; memperagakan kreativitas dan mengizinkan ekspresi akhir-terbuka; pendekatan pengalaman, induktif, dan melibatkan orang lain. Kreativitas tidak disambut dengan jelas;kepercayaan atau informasi standar’ hanya jawaban ‘tepat’ yang disambut, sedikit kesempatan untuk menggugah ide baru, ide kreatif dan imaginatif. Kreativitas bukanlah proses tunggal. Meskipun kita mengenali dan menilai berfikir kreatif, hal itu menghadapi deskripsi yang tepat. Berfikir kreatif dapat dipandang sebagai pembentukan kombinasi baru ide-ide untuk memenuhi sebuah kebutuhan atau sebagai proses berfikir dimana hal itu menghasilkan hasil yang asli dan tepat. Kreativitas sudah dihubungkan denganpemikiran yang berbeda dan keaslian ide atau pengabsahanya. Mekipun sesuatu dapat menjadi kreatif (asli) bagi seseorang, itu tidak harus menjadi asli untuk umat manusia. Kreativitas ditemukan dalam hamper semua ranah kehidupan dan tidak dibatasi dalam bidang seni, mereka yang genius, atau mereka yang berbakat. Berfikir kreatif harus ditata kedalam kurikulum dan didorong melalui tantangan akhir-terbuka. Pengajaran Kreativitas Setiap peserta didik memiliki potensi kreatif. Kreativitas dapat bertubrukan dengan aturan yang sudah dibuat, prosedur, pola, dan apa yang ‘benar’. Ketika kita mempetimbangkan kreativitas, mengharapkan sebuah campuran ide baru, imaginatif, dan jawaban yang bernilai, dan juga jawaban yang mungkin terkesan konyol dan ganjil. Biarkanlah peserta didik berfikir, menyelesaikan masalah, menggunakan ide-ide mereka yang lainnya. Pengajaran kreativitas mencakup pengajaran keterampilan berfikir. Kreativitas sudah dikenal sebagai bentuk fungsi mental tertinggi. Beberapa strategi yang bersifat pelajaran lebih efektif dari yang lain dalam menghasilkan reswpon kreatif dari peserta didik. Kita harus
  • 17. membantu peserta didik mengembangkan keterampilan berfikir dan perperasaan kreatif mereka. Para peserta didik yang sudah mempunyai kesempatan besar menggunakan bakat kreatif mereka mungkin akan menggunakan keterampilan mereka dengan baik dalam kehidupan mereka. Penghambat untuk berfikir kreatif sering berada dalam pikiran para peserta didik; mereka yang pandai tetapi tidak begitu kreatif mungkin tidak akan segan menjadi imaginatif. Penghambat terjadi mungkin karena ketakutan sosial, takut salah, kurang percaya diri, atau merasa diri mereka tidak kreatif. Memeragakan kreativitas dan menyediakan kesempatan yang besar untuk ekspresi kreatif dengan memperkenankan peserta didik untuk mengekspresikan diri mereka dalam cara akhir-terbuka dan untuk mencari cara lain untuk melakukan sesuatu dan menyelesaikan masalah. Takut akan kegagalan atau nampak ‘bodoh’ membatasi kreativitas. Peserta didik tidak harus merasa bahwa jawaan mereka akan merendahkan tingkatan yang sedang mereka jalani; mencoba hal baru haruslah diapresiasi, tidak harus dibuli. Penyelesaian masalah kelompok kecil atau membuat keputusan dapat mempromosikan kreativitas. Ajarkanlah brainstorming dan pintalah mereka untuk melakukannya. Peserta didik juga harus diajarkan ketidaksetujuan yang bersifat konstruktif, dan bahwa ide-ide dan prosedur-prosedur itu dapat diuji, tetapi orang-orang dan kepribadian mereka tidak harus diserang. Rothstein (1990) menyediakan saran-saran untuk pengajaran kreativitas:  Mendorong peserta didik untuk menyelidiki hal-hal dalam lingkungan mereka. Pintalah mereka menggunakan indera mereka dan menemukan pesan yang dikirim melalui setiap kombinasi indera. Pintalah mereka menerangkan hal-hal yang mereka merasa tertarik terhadapnya. Pintalah mereka menemukan bagaimana ‘menatap hal- hal dengan mata segar’.  Menyediakan waktu sekolah untuk mendorong kreativitas. Susunlah aktivitas dan latihan yang membutuhkan orisinalitas atau penyelesaian masalah. Pintalah peserta didik untuk menyarankan penggunaan hal baru terhadap hal yang lama. Buatlah penggunaan brainstorming yang sering dilakukan dan aktivitas kreatif. Beritahukan mereka bahwa kreativitas sedang dicari.  Mendorong peserta didik untuk menjadi tertarik akan banyak hal. Variasikanlah aktivitas, bawalah peserta didik dalam sebuah penjelahan kenyataan, bawalah mereka menjadi pembicara, dan gunakanlah media untuk membantu mereka ‘melebarkan pikiran mereka’.
  • 18.  Membantu peserta didik percaya bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih kreatif. Sedikit penemu, ilmuwan, dan seniman yang sangat kreatif pada awalnya. Hadiahilah mereka yang menunjukkan bukti kreativitas dan menunjukkan kemajuan.  Ajarkan peserta didik apa saja yang ada dalam kreativitas. Bantulah mereka belajar bahwa kreativitas dipengaruhi oleh tipe-tipe, jumlah, dan orisinalitas pilihan-pilihan yang dihasilkan. Latihlah peserta didik untuk menggunakan keterampilan berfikir tertentu, meyelidiki, dan proses menyelesaikan masalah dan bagaimana menyalurkan pengetahuan semacam ini terhadap situasi baru.  Mendorong peserta didik untuk menerima informasi dan menggunakannya dengan kreatif. Tunjukkanlah kepada peserta didik bagaimana pengetahuan dapat digunakan untuk menghasilkan alternatif/pilihan, analogi atau untuk membuat kesimpulan (hal. 274).