Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Konflik perbatasan dan klaim budaya antara Indonesia dan Malaysia sering muncul di berbagai titik, termasuk Ambalat, Sipadan-Ligitan, dan berbagai budaya seperti batik, angklung, dan wayang kulit yang dituntut berasal dari Malaysia menurut klaim pemerintahnya.
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Konflik indonesia vs malaysia
1. KONFLIK INDONESIA VS MALAYSIA
~ Titik Panas Indonesia-Malaysia
VIVAnews - Titik panas hubungan Indonesia-Malaysia
membujur hampir di sepanjang perbatasan kedua negara. Dari
Sipadan, Ambalat, daratan Kalimatan, hingga kepulauan Riau.
Di sejumlah titik itulah rupa-rupa penyebab konflik
besar bermunculan. Dari soal sepele seperti kepal nelayan
yang nyasar melintas batas, hingga aksi saling provokasi
angkatan perang kedua negara.
Dan perseteruan terbaru datang dari Sekupang, Batam,
Riau. Jumat 13 Agustus lalu, Indonesia menangkap 7 nelayan
Malaysia. Menurut petugas kelautan Indonesia, kapal nelayan
itu nyelonong masuk ke laut RI. Mereka lalu digiring ke Dermaga Direktorat Polisi Air Air Polda
Kepulauan Riau, Sekupang Batam.
Sedang melaju ke dermaga itu, Police Marine Malaysia nekat memasuki wilayah
Indonesia dan merebut tujuh nelayan yang sudah "ditangan" pihak berwajib. Debat pun sengit
antara tiga petugas pengawas dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kapal Patroli
Malaysia.
Walhasil, keputusannya memang rada aneh. Tujuh nelayan Malaysia dibawa ke
Indonesia, tetapi tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan ditahan ke Malaysia. Kalau
7 nelayan itu dianggap bersalah melanggar perbatasan, dan oleh karenanya mereka ditahan,
mengapa pula 3 pegawai DKP itu diangkut ke Malaysia.
Kejanggalan itulah yang memicu protes di Jakarta. Sejumlah organisasi masyarakat
menilai bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak pernah tegas dalam urusan
seperti ini, itu sebabnya mereka mengancam mengambil jalan sendiri: sweeping warga Malysia
di Jakarta.
Ancaman itu tentu saja kurang bijaksana dan juga kurang taktis, sebab ratusan ribu
warga Indonesia juga mencari hidup di Malaysia. Di kawasan Chowkit di tengah Kualalumpur
puluhan ribu warga Indonesia mengadu nasib. Chowkit sohor disebut sebagai ibukota
Indonesia di Malaysia.
Pemerintah kedua negara tampaknya harus segera serius mengurus konflik perbatasan
kedua negara. Mengulur-ulur waktu membereskan masalah perbatasan ini, hanya akan
menganggu perekonomian keduanya yang sudah saling bergantung.
Selain daerah Sekupang itu, titik rawan lainnya di Pulau Bintan, saling klaim perbatasan
juga sering terjadi.
Pada sejumlah titik di wilayah sekitar Aceh, juga kerap dilaporkan terjadi
penyelundupan senjata api dan bahan peledak. Penyelundupan ini diduga kuat untuk
mendukung gerakan separatis dan aksi terorisme. Apalagi saat masih terjadinya aktivitas
Gerakan Aceh Merdeka.
Seperti disampaikan dalam situs Kementerian Pertahanan, tiga titik rawan itu adalah
Selat Singapura, Selat Malaka dan Selat Sunda.
2. TNI AL tak jarang melakukan penangkapan terhadap kapal-kapal nelayan asing di
perairan Selat Singapura dan Malaka. Saat digeledah kapal asing itu membawa sejumlah
senjata api yang diduga diselundupkan ke Aceh.
Belum lagi perbatasan-perbatasan di wilayah daratan seperti di kawasan Kalimantan.
Seperti misalnya perbatasan di Entikong, Kalimantan Barat. Pengamanan di perbatasan
sepanjang 857 kilometer itu masih sangat terbatas.
Kendala transportasi di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia yang masih berupa
hutan dan gunung itu, cukup menyulitkan petugas untuk melakukan patroli. Belum lagi titiktitik rawan di Kalimantan Barat, Tengah, dan Timur.
Masih terngiang dalam benak kita bagaimana militer Indonesia dan Malaysia adu nyali
di Ambalat, kawasan Kalimantan Timur. Pada 25 Mei 2009, Kapal Perang TNI Angkatan Laut KRI
Untung Suropati menghalau Kapal Perang Diraja Malaysia di blok Ambalat. Kapal Diraja
Malaysia menerobos 12 mil laut wilayah Indonesia pada blok yang diduga memiliki cadangan
minyak dan gas bumi.
Adu nyali di Ambalat itu tidak akan selesai jika kedua negara tidak duduk bersama.
Sebab harta yang diperebutkan di bawah laut Ambalat itu sangat besar. Ambalat menyimpan
gas dan minyak senilai Rp 4.200 triliun.
Juga masih teringat soal gagalnya diplomasi Indonesia dalam kepemilikan Pulau Sipadan
dan Ligitan. Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Malaysia memiliki kedaulatan atas
Pulau Sipadan-Ligitan.
Kemenangan Malaysia berdasarkan pertimbangan effectivitee, yaitu pemerintah Inggris
(penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan
ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu
sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an.
Mahkamah Internasional menolak argumentasi Indonesia yang bersandar pada
konvensi 1891, yang dinilai hanya mengatur perbatasan kedua negara di Kalimantan. Garis
paralel 14 derajat Lintang Utara ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai
timur Pulau Sebatik, sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional pada waktu itu yang
menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil.
(Sumber : www.vivanews.com)
3. ~ Deretan Perseteruan Budaya Indonesia-Malaysia
VIVAnews – Masyarakat di tanah air kembali
heboh dengan perselisihan budaya antara Malaysia dan
Indonesia. Kali ini giliran Tari Tor-tor dan Gordang
Sambilan. Dua budaya Mandailing ini mendapat ini
rencananya akan diregistrasikan ke dalam warisan
budaya mereka agar dapat dilestarikan.
Perselisihan budaya antara Indonesia dan
Malaysia tentu bukan pertama kali ini terjadi. Sudah
berkali-kali dua negara tetangga serumpun di Asia
Tenggara ini direpotkan dengan urusan selisih budaya – selalu Malaysia dianggap mengklaim,
dan selalu disusul oleh protes serta reaksi keras masyarakat Indonesia yang merasa dirugikan
karena berpendapat budayanya “dicuri” bangsa lain.
Namun demikian, peristiwa serupa selalu terjadi kembali di kemudian hari. Perselisihan
budaya antara Indonesia dan Malaysia ini bagai api dalam sekam, yang padam sejenak untuk
kemudian meletup kembali dengan skala tak kurang lebih besar dari perseteruan sebelumnya.
Berikut deretan budaya yang diperselisihkan Indonesia dan Malaysia:
* Tari Pendet
Tari khas asal Bali ini pertengahan tahun 2009 muncul dalam iklan ‘Enigmatic Malaysia’
di Discovery Channel. Masyarakat Indonesia pun kontan emosi. Pemerintah Indonesia melalui
Departemen Pariwisata pun melayangkan surat protes ke Malaysia.
Tari Pendet penyambutan yang diklaim Malaysia selama ini tidak pernah dipatenkan
oleh penciptanya, Wayan Rindi, karena kandungan nilai spiritualnya yang luas ia anggap tak
bisa dimonopoli oleh manusia maupun bangsa tertentu. Rindi sendiri menciptakan Tari
Pendet penyambutan sekitar tahun 1950. Tari ini merupakan modifikasi dari Tari Pendet
sakral.
Tak heran keputusan tidak mematenkan tarian ciptaannya itu membawa penyesalan
bagi Rindi. Apalagi Malaysia menggunakan tari itu sebagai iklan promosi kunjungan pariwisata.
Tak tanggung-tanggung, seniman kawakan Indonesia Putu Wijaya juga ikut geram atas
langkah Malaysia ini.
“Itu sama saja dengan menantang. Ini bukan hanya masalah budaya. Kami tersinggung,”
kata dia wkatu itu. Padahal, menurut Putu, seniman Malaysia sendiri keberatan dengan
digunakannya Tari Pendet dalam iklan pariwisata Malaysia itu.
Rektor Seni Indonesia (ISI), Wayan Dibia, bahkan jengkel karena Tari Pendet itu jelasjelas ditarikan di Bali. “Itu direkam sekitar tahun 2005-2006. Saya mengenal dua penari paling
depan. Mereka bernama Lusia dan Wiwik yang juga alumni ISI Bali. Tarian itu direkam oleh
Bali Record dan mengambil lokasi di Kebun Raya Bedugul, Bali,” paparnya.
Setelah ramai di Indonesia, pemerintah Malaysia pun menyampaikan permohonan
maafnya. Kedutaan Malaysia menjelaskan, ada salah paham atas video klip Tari Pendet yang
beredar dalam iklan Enigmatic Malaysia. Mereka mengatakan, iklan tersebut tidak dibuat oleh
4. pemerintah Malaysia, melainkan oleh Discovery-Asia Pasifik. Pihak Malaysia bahkan sama
sekali tidak dilibatkan.
Kedutaan Malaysia bahkan menegaskan, tak seorang pun di Malaysia yang mengklaim
Pendet sebagai tarian asal Malaysia. Discovery Channel yang berkantor di Singapura itu
sendiri merupakan pihak ketiga yang mengerjakan iklan pendek berdurasi 30 detik itu.
* Batik
Selisih budaya Malaysia-Indonesia atas batik ini juga terjadi tahun 2009, dan berakhir
dengan pengakuan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organizations (UNESCO)
atas batik sebagai warisan budaya Indonesia. Pengakuan Badan PBB itu disambut perajin
batik Indonesia dengan suka cita.
“Menjaga dan membuktikan batik benar-benar budaya asli Indonesia memang berat,
karena kita tahu teknik membatik sudah ada sejak ribuan tahun lalu,” kata Ketua Paguyuban
Kampoeng Batik Laweyan Solo, Alpha Febela, ketika itu.
Alpha lantas menjelaskan, teknik membatik yang berkembang ribuan tahun lalu
memang bukan berasal dari Indonesia, namun kemungkinan dari Timur Tengah dan
Mesopotamia yang masuk ke Indonesia berbarengan dengan Islam. Hanya saja,
perkembangan batik paling pesat terjadi di Indonesia. “Lihat saja kekayaan motif-motif batik
di Indonesia,” kata dia.
Pengakuan UNESCO atas batik Indonesia ini tak pelak menjadi modal dan motivasi besar
bagi pengusaha batik dalam negeri untuk mengembangkan produk batik mereka ke tingkat
dunia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan mencanangkan tanggal 2 Oktober
sebagai hati batik.
Di sisi lain, Malaysia melayangkan keberatan asal pengakuan UNESCO atas batik
Indonesia. Malaysia bersikukuh, negeri mereka juga memiliki corak batik khas yang berbeda
dengan Indonesia, termasuk dari segi teknik pembuatan. Pengakuan UNESCO pun dipandang
Malaysia akan merugikan industri batik tradisional Malaysia.
* Angklung
Klaim Malaysia atas angklung dituangkan dalam situs www.malaysiana.pnm.my yang
menyeruak pada tahun 2010. Disebutkan, angklung adalah salah satu warisan budaya
Malaysia. Di situs itu juga dijelaskan tentang bahan dasar angklung, fungsi, dan cara
bermainnya. Ada pula foto-foto alat musik angklung.
Suara angklung bahkan bisa didengar dengan mengklik gambar speaker yang ada pada
laman itu. Sementara situs www.musicmall_asia.com menyatakan, angklung berasal dari
Malaysia, tepatnya dari Kota Johor. Disebutkan, musik angklung merupakan pengiring
kesenian kuda kepang.
Klaim Malaysia atas angklung itu membuat sejumlah budayawan tanah air melakukan
berbagai upaya untuk membuktikan bahwa angklung merupakan budaya asli Indonesia. Di
Bandung misalnya, Saung Angklung Udjo (SAU) mendirikan museum angklung yang pertama
sekaligus satu-satunya di Indonesia.
Museum angklung ini juga menjadi tempat penelitian dan tempat untuk menimba ilmu
kerajinan serta kesenian Jawa Barat, khususnya angklung. “Museum ini merupakan artefak
5. budaya Sunda dan bentuk tanggung jawab kami terhadap kebudayaan daerah,” kata Direktur
Utama SAU, Taufik Hidayat.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga mendaftarkan angklung menjadi alat musik
warisan dunia ke UNESCO. Pakar seni dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia, Sistriaji,
menekankan pentingnya melestarikan angklung. “Masyarakat Indonesia kerap amnesia,
melupakan potensi-potensi lokal. Ini berbahaya bagi Indonesia,” kata dia.
Upaya berbagai elemen masyarakat Indonesia untuk “mengembalikan” angklung ke
negeri ini juga terlihat dari dirilisnya buku ‘Diplomasi Angklung’ karya Sulhan Syafii. Dalam
buku itu, diungkap sejumlah fakta tentang angklung.
* Wayang Kulit dan Gamelan
Situs pemerintah Malaysia, warisan.gov.my, memasukkan wayang kulit dan gamelan ke
dalam Statistik Daftar Warisan dan Warisan Kebangsaan Malaysia. Wayang kulit terdaftar
dengan nomor P.U.(A) 85, sedangkan gamelan terdaftar dengan nomor P.U.(A) 78. Persoalan
ini sempat mengemuka tahun 2009.
Gamelan yang ada di Malaysia sama dengan gamelan yang berasal dari Jawa. Alatalatnya terdiri dari Gong Agong, Gong Sawokan, Gendang Ibu, Gendang Anak, dan Saron.
Gamelan di Malaysia pertama kali diperkenalkan di Pahang pada masa pemerintahan Sultan
Ahmad Muaddzam Shah.
Permaisuri sang Sultan, Fatimah, dan istri kedua Sultan, Che Bedah, juga ikut berperan
menyebarkan gamelan. Tahun 1913, gamelan di Malaysia lantas menyebar ke Trengganu,
dibawa oleh putri Sultan Pahang, Mariam, yang ketika itu menikah dengan Sultan Trengganu,
Sultan Sulaiman badrul Alam Syah.
Sultan Sulaiman bahkan menciptakan berbagai lagu dan tarian dengan iringan gamelan,
termasuk Lambang Sari, Geliung, Ketam Renjong, Togok, Gagak Seteri, dan Lancang Kuning.
Akar sejarah inilah yang membuat Malaysia mendaftarkan gamelan dan wayang kulit sebagai
warisan budaya mereka.
Bisa diperkirakan, Indonesia memprotes pemerintah Malaysia. Apalagi wayang kulit
telah ditetapkan sebagai warisan budaya asli Indonesia oleh UNESCO pada tahun 2004. “Kami
tersinggung. Persatuan Pedalang Indonesia keberatan,” kata Ki Dalang Mantheb Sudharsono.
Kejengkelan Ki Mantheb semakin menjadi karena di tahun 2004 itu, ia sendiri yang
mewakili Indonesia menerima pengakuan UNESCO atas wayang kulit sebagai budaya asli
Indonesia. “Di Indonesia, wayang ada dua, wayang kulit dan wayang golek. Wayang kulit
hanya ada di Jawa,” ujarnya.
* Lagu Rasa Sayange
Oktober 2007, Malaysia memakai lagu ini dalam kampanye parisiwata "Malaysia Truly
Asia". Rakyat Indonesia pun marah. Jero Wacik yang saat itu menjabat sebagai Menteri
Kebudayaan dan Parawisata menegaskan, Indonesia menyimpan sejumlah bukti kuat bahwa
Rasa Sayange itu warisan Maluku.
Salah satu bukti kuat itu adalah rekaman milik Lokananta, perusahaan yang pernah
merekam lagu itu dalam piringan hitam pada tahun 1958. Presiden Soekarno pun suka
dengan lagu itu. Alhasil dalam hajatan Asian Games di Jakarta, 15 Agustus 1962, Soekarno
6. membagi-bagikan piringan hitam itu kepada kontingen setiap negara sebagai “buah tangan”
dari Jakarta.
Bukti lain yang memperkuat kepemilikan Indonesia atas lagu Rasa Sayange juga bisa
ditelusuri hingga ke negeri Jepang. Di negeri Sakura itu ada Minoru Endo Music Foundation,
yayasan yang pernah mengumpulkan lagu-lagu rakyat yang populer di kawasan Asia.
Namun Malaysia tak hirau. Menteri Malaysia Bidang Informasi, Komunikasi dan
Kebudayaan, Rais Yatim, menilai klaim Indonesia atas Rasa Sayange sungguh tak realistis. Ia
menilai wajar jika terdapat beberapa aspek budaya yang sama antara Indonesia dan Malaysia
karena kedua negeri ini serumpun bahkan bertetangga dekat.
Rais bahkan meragukan ada pihak yang bisa membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange
adalah murni hasil karya Indonesia. “Menurut saya, Indonesia atau pihak-pihak lain tidak akan
mampu membuktikan komposer lagu Rasa Sayang itu,” kata Rais dalam jumpa pers yang
dikutip kantor berita Bernama pada Oktober 2007.
Tak dinyana, Februari 2012, tim peneliti dari Bandung Fe Institute merilis hasil riset
mereka yang membuktikan, lagu Rasa Sayange berada sangat jauh dari cabang pohon lagulagu Melayu. Penelitian ini membuktikan bahwa klaim Rais Yatim keliru dan Indonesia secara
saintifik dapat membuktikan asal lagu Rasa Sayange.
Dari riset mereka, terlihat bahwa secara struktur nada, durasi, kepadatan, dinamika,
keragaman melodi, dan tingkat kompleksitas, lagu Rasa Sayange memiliki karakteristik yang
sangat dekat dengan lagu-lagu tradisional dari daerah Maluku. Karakteristik ini sangat
berbeda dengan kelompok lagu dari Riau yang dekat dengan karakteristik lagu tradisional
Malaysia.
Tim peneliti Bandung Fe Institute ini mengembangkan metode fisika mekanika statistik
untuk mengeksplorasi lagu tradisional Indonesia. Hasil analisis tersebut lalu dikomposisikan
menggunakan pendekatan biologi evolusioner menjadi pohon filomemetika lagu tradisional
Indonesia. Penelitian ini pun dapat melihat pola evolusi lagu tradisional Indonesia. Rasa
Sayange terbukti lagu asli Indonesia.
* Tari Tor-tor dan Gordang Sambilan
Minggu, 17 Juni 2012, masyarakat Indonesia mulai ramai membicarakan “klaim”
Malaysia atas Tari Tor-tor dan Gordang Sambilan. Keriuhan ini berasal dari berita di situs
Bernama yang menyatakan Malaysia akan meregistrasi tari Tor-tor dan Gordang Sambilan
sebagai peninggalan nasional mereka berdasarkan Bab 67 Undang-undang Peninggalan
Nasional 2005.
Rais Yatim menyatakan, mempromosikan kebudayaan dan seni asal Mandailing penting
untuk mempererat persatuan. Namun rakyat Indonesia keburu murka. Ini kasus kesekian
yang menyulut perseteruan budaya kedua negara.
Ramli Abdul Karim Hasibuan, Presiden Persatuan Halak Mandailing Malaysia, sebuah
Lembaga Swadaya Masyarakat perhimpunan warga keturunan Mandailing di jiran,
mengklarifikasi. Ia menjelaskan, organisasinya lah yang mengajukan permohonan kepana
pemerintah Malaysia untuk mengakui Tari Tor-tor dan Gordang Sembilan.
Tujuannya, agar kesenian rakyat Mandailing tersebut bisa berdiri setara dengan
kebudayaan Jawa, Minang, dan Banjar di Malaysia. “Kami ingin diakui bahwa kami eksis di
7. Malaysia,” kata Ramli. Rais Yatim pun menyanggupi. Ia meneliti dulu kebudayaan Mandailing
sebelum menyetujui permintaan itu.
Ramli mengatakan, Tari Tor-tor dan Gordang Sembilan telah mendarah daging di
tengah rakyat Malaysia. Tarian ini sering dimainkan saat perkawinan atau acara-acara
perayaan lainnya. Dimasukkannya Tor-tor ke dalam Warisan Kebangsaan Malaysia, tegas dia,
bukan untuk klaim negara, melainkan demi pelestarian agar budaya itu tidak hilang.
“Apabila tarian Tor-tor sudah terdaftar, maka kami akan mendapat anggaran dari
kementerian untuk melestarikan budaya ini. Atau bahkan kementerian akan membuat satu
perkumpulan tari Tor-tor dan Gordang Sembilan,” kata Ramli. Suatu keuntungan bagi
pelestarian budaya Mandailing.
Jadi, Ramli menekankan, warisan budaya itu bukan berarti klaim pemerintah. “Dalam
akta tahun 2005 tersebut dikatakan, kebudayaan yang terdaftar dipelihara atau
dipertahankan, tetapi kepemilikannya tetap kepada asal-usul negara, yaitu Indonesia. Tidak
dimiliki pemerintah Malaysia,” lanjutnya lagi.
Ramli menjelaskan, jumlah warga suku Mandailing di Malaysia mencapai 500.000 orang.
Warga Mandailing, telah ada di Malaysia sejak tahun 1800, sebelum negara Indonesia dan
Malaysia berdiri. “Kami tidak mengatakan Tor-tor itu punya kami. Tor-tor itu punya rakyat
Mandailing, Sumatera Utara. Di manapun Anda berada, jika bicara Tor-tor, maka itu milik
orang Mandailing,” ujarnya.
(Sumber : www.vivanews.com)
8. 1. PENYEBAB KONFLIK
Konflik antara Indonesia dengan Malaysia ini sudah dimulai pada zaman pemerintahan
Soekarno. Masih ingatkah anda dengan perang tahun 1962-1966? Perang ini terjadi setelah
Soekarno menolak keinginan Federasi Malaya untuk menggabungkan Brunei, Sabah, dan
Sarawak ke dalam Federasi Malaysia. Pada tahun 1963, amarah Soekarno akhirnya meledak
karena demonstrasi anti-Indonesian yang menginjak-injak lambing negara Indonesia.
Akhirnya Soekarno menyuarakan slogan “Ganyang Malaysia”. Selain itu, banyak faktor yang
menyebabkan konflik antara Indonesia dengan Malaysia, diantaranya :
a. Permasalahan Perbatasan Dua Negara
Layaknya orang bertetangga dengan pekarangan rumah yang berbatasan, Indonesia
dan Malaysia sering mengalami pengklaiman batas negara tertentu di kawasan masingmasing.Perbatasan tersebut meliputi batas daratan dan lautan. Beberapa pulau sengketa
di bawa ke pengadilan internasional. Contohnya kasus Pulau Sipadan dan Ligitan.
b. Pengklaiman Budaya Indonesia secara Sepihak oleh Malaysia
Ada banyak budaya Indonesia yang sering diklaim oleh Malaysia secara sepihak.
Kebudayaan tari, alat musik, lagu daerah, makanan khas daerah, dan sebagainya
merupakan contoh dari unsur-unsur budaya yang sering diakui oleh Malaysia.
c. Penangkapan nelayan Malaysia dan Penahanan Kementerian Kelautan dan Perikanan
7 nelayan Malaysia beberapa waktu lalu ditangkap. Menurut petugas kelautan
Indonesia, kapal nelayan itu nyelonong masuk ke laut RI. Mereka lalu digiring ke Dermaga
Direktorat Polisi Air Air Polda Kepulauan Riau, Sekupang Batam. Kemudian Malaysia
menahan 3 orang Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ini memicu amarah rakyat
Indonesia.
2. BENTUK-BENTUK KONFLIK
Konflik yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia termasuk ke dalam konflik antarnegara.
Tetapi, dapat juga digolongkan ke dalam beberapa konflik di bawah ini, yaitu :
a. Konflik Budaya
1.
Masih ingat kasus lagu rasa sayange yang dulu sempat jadi isu besar di kalangan
budayawan Indonesia? penjelasan yang di akui dunia internasional adalah sebagai
berikut:
Rasa Sayange atau Rasa Sayang-Sayange adalah lagu daerah yang berasal dari
Maluku, Indonesia. Lagu ini merupakan lagu daerah yang selalu dinyanyikan secara turuntemurun sejak dahulu untuk mengungkapkan rasa sayang mereka terhadap lingkungan
dan sosialisasi di antara masyarakat Maluku.
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu “Rasa Sayange” adalah milik
Indonesia karena ia merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi Maluku
sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu adalah salah. Gubernur melihat bukti otentik
bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut
terkumpul, akan diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri
Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak
9. bisa membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia.
Bagaimanapun, bukti tersebut akhirnya ditemukan. ‘Rasa Sayange’ diketahui direkam
pertama kali di perusahaan rekaman Lokananta Solo 1962. Pada tanggal 11 November
2007, Menteri Kebudayaan, Kesenian, dan Warisan Budaya Malaysia, Rais Yatim,
mengakui bahwa Rasa Sayange adalah milik Indonesia.
2.
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di
pura. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia.
Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet
menjadi “ucapan selamat datang”, meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius,
tapi dengan bangga pihak malaysia mengumumkan bahwa tari pendet berasal dari
malaysia.
3. Angklung
Klaim Malaysia atas angklung dituangkan dalam situs www.malaysiana.pnm.my yang
menyeruak pada tahun 2010. Disebutkan, angklung adalah salah satu warisan budaya
Malaysia. Di situs itu juga dijelaskan tentang bahan dasar angklung, fungsi, dan cara
bermainnya. Ada pula foto-foto alat musik angklung.
b. Konflik Wilayah Teritorial
1. Pulau jemur di wilayah Kep.Riau di Klaim oleh Malaysia
Pemerintah Malaysia menyebutkan bahwa Pulau jemur adalah bagian dari daerah
tujuan wisata negeri Selangor, Malaysia.
2. Malaysia merebut Sipadan – Ligitan
Bila mengingat kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan menyakitkan karena kedua
pulau itu posisi strategis di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dan
pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²)Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah ini
melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini
melalui jalur hukum Mahkamah InternasionalSelasa 17 Desember 2002 Mahkamah
Internasional memenangkan Malaysia dengan 16 hakim dan Indonesia cuma 1 hakim.
Sehingga Pulau Sipadan-Ligitan syah milik Malaysia.
3. Melakukan pelanggaran batas wilayah Indonesia–Malaysia
Malaysia sering melakukan pelanggaran batas wilayah Indonesia–Malaysia di pulau
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Bila orang Malaysia ditangkap karena melakukan
pencurian ikan di Indonesia, selalu beralasan mereka merasa masih di wilayah Malaysia.
Sudah begitu, polisi Malaysia juga sering mengawal aktivitas illegal fishing tersebut. Jika
sudah beralasan perbatasan, ujung-ujungnya nelayan tersebut dilepas.
c. Konflik Indonesia dengan Malaysia di ”Dunia Maya”
Banyak yang memprotes sikap Malaysia yang selama ini banyak mengklaim
kebudayaan Indonesia, terutama rakyat Indonesia. Salah satu bentuk protes mereka
melalui dunia maya, seperti situs jejaring sosial ataupun artikel dalam blog-blog orang
lain. Mereka mengecam tindakan Malaysia, dan akhirnya menimbulkan reaksi bagi yang
membaca dengan membalas atau memberikan komentar.
10. 3. DAMPAK KONFLIK
Sebelum menentukan sikap dalam menghadapi negara tetangga tersebut haruslah
kita memikirkan dampak yang akan ditimbulkan dari konflik ataupun sikap yang kita ambil.
Ada beberapa dampak positif dan negatif dari konflik ini, diantaranya :
* Dampak Positif
1. Terlepas dari teknologi yang ada dan perjanjian-perjanjian yang ada, Indonesia memiliki
jumlah yang jauh lebih banyak budaya dan hal lain daripada Malaysia. Jumlah armada
pesawat tempur yang lebih banyak, armada laut yang berlipat-lipat, dan sebagainya.
2. Walaupun mereka sering menginjak-injak harga diri TKI kita yang sedang bekerja di sana,
namun faktanya mereka sangat membutuhkan TKI.
3. Banyak orang pintar di Indonesia. Sumber daya manusia kita jauh lebih banyak
dibandingkan mereka.
* Dampak Negatif
1. Jumlah TKI kita yang bekerja di negara tersebut adalah sekitar 2 juta lebih. Baik yang
resmi maupun yang masuk secara ilegal. Jumlah pelajar kita yang belajar di negara
tersebut sekitar 20ribu mahasiswa/siswa. Sedikit saja kita melukai hati negara tersebut,
nyawa jutaan TKI dan pelajar kita bisa terancam. Sedangkan apabila dilakukan kebijakan
menarik semua TKI yang ada di sana, pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan
kerja yang cukup dalam waktu singkat.
2. Malaysia tergabung dalam Five Nation Defense Agreement yang terdiri dari Malaysia itu
sendiri, Singapore, Australia, New Zealand, England. Apabila kita menyatakan perang
dengan negara tetangga itu, kita tentu harus berhadapan dengan negara 5 tadi ditambah
dengan Inggris.
3. Ada ASEAN Treaty yang ditandatangani oleh semua negara ASEAN pada tahun 2007, yang
menyatakan bahwa di region Asia Tenggara tidak boleh ada perang. Apabila salah satu
pihak menyatakan perang, maka negara tersebut akan dikucilkan dari negara ASEAN,
bahkan dikeluarkan. Walaupun salah satu pendiri ASEAN.
Selain itu, kalau kedua negara ini berperang, maka akan merugikan masingmasing negara. Ekonomi di negara masing-masing akan berkurang, kunjungan pariwisata
dari negara lain akan berkurang bahkan tidak ada, kemudian mengeluarkan biaya yang
besar. Justru dengan adanya konflik ini, membuka wawasan kita bahwa kita harus
melestarikan budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
11. 4. PENGENDALIAN KONFLIK
Jalur yang ditempuh dalam pengendalian konflik antara Indonesia dengan Malaysia
adalah diplomasi. Hal ini disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam
pidato kenegaraan tahun 2010. Dalam pidatonya, Presiden menegaskan bahwa jalur
diplomasi adalah yang akan dipakai oleh Indonesia dalam menyelasaikan konflik dengan
Malaysia. Aspek-aspek seperti kerjasama ekonomi, TKI, hubungan sejarah dan kekerabatan
menjadi alasan SBY menggutamakan jalur diplomasi.
Pemerintah juga kini sudah mematenkan budaya Indonesia seperti Angklung, lagu
Rasa Sayange menjadi budaya Indonesia. Ini bisa menjadi salah satu bukti upaya pemerintah
dalam menanggulangi konflik ini.