1. MAKALAH WAWASAN SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
TAHUN AKADEMIK 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada pahlawan revolusi umat sedunia yaitu Nabi Muhammad SAW. Karena
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Wawasan Sosial Budaya Maritim dengan judul “Sejarah Kemaritiman Indonesia”.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas dan melengkapi nilai
mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim serta sebagai materi atau bahan ajar yang dapat
dipelajari oleh semua kalangan yaitu masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya. Pada dasarnya penyusunan makalah ini dikarenakan mata kulaih Wawasan Sosial
Budaya Maritim merupakan mata kuliah soft skill.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, baik yang terlibat secara langsung
maupun tidak. Semoga makalah ini bermanfaat unuk memberikan kontribusi kepada
mahasiswa lain dan juga pembaca sebagai acuan agar dapat mengetahui tentang Wawasan
Sosial Budaya Maritim secara garis besar. Pada awalnya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan,saya memohon kepada Bapak/Ibu dosen khususnya, umumnya para pembaca
apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi bahasanya
maupun isinya, segala saran dan kritik sangat saya harapkan guna perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini di masa mendatang
2. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL I
KATA PENGANTAR II
DAFTAR ISI III
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang 1
Rumusan Masalah 2
Manfaat Tulisan 2
Maksud dan Tujuan Penulisan 3
Metode Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN
Kemaritiman Pada Zaman Kerajaan 4
Maritim Pada Masa Kolonial 11
Maritim Pada Pra Kemerdekaan 15
Maritim Pada Era Kemerdekaan 16
BAB III PENUTUP
Kesimpulan 18
Krtitik dan Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
3. BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia seharusnya dapat menghargai dan mensyukuri suatu
anugerah yang sangat besar, yaitu hidup dalam suatu Negara Kepulauan yang
merupakan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari
Merauke sampai Sabang. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 meliputi
wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta km2, Indonesia adalah
Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang sangat
strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki
wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai urat
nadi perdagangan dunia. Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut
memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk menjalankan aturan
sebagaimana yang termaktub dalamUnited Nation Convention on the Law of
the Sea 1982.
Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982dengan mengukuhkannya ke
dalam UU RI No 17 tahun 1985, sehingga telah resmi mempunyai hak dan
kewajiban mengatur, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut nasional
untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Geografi Indonesia yang sangat
bersifat kelautan, seharusnya membuat Bangsa Indonesia terus mengembangkan
tradisi, budaya dan kesadaran bahari serta menjadikan laut sebagai tali
kehidupannya. Namun, Indonesia juga wajib memperhatikan kepentingan dunia
internasional terutama dalam menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran
internasional dalam wilayah kedaulatan dan wilayah berdaulatnya. Kewajiban
ini tersurat dalam pasal-pasal UNCLOS 1982, serta tidak kalah pentingnya,
merupakan salah satu tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan
4. Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain berbunyi:…… ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, ……..
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki
pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui
kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit.
Wilayah laut Indonesia yang merupakan dua pertiga wilayah Nusantara
mengakibatkan sejak masa lampau, Nusantara diwarnai dengan berbagai
pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti
bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan
mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika
Selatan.
Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan
penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi
kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari.
Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat, yang
mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti
dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan
antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi.
Dengan latar belakang demikian, cukup jelas terlihat bahwa aspek
alamiah geografi Indonesia (bentuk dan posisinya), sejarahnya, kekayaan alamnya dan
demografinya sangat menentukan kebijakan pembangunan nasional Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini membahas mengenai sejarah kemaritiman Indonesia, yang mengulas
tentang kemaritiman bangsa Indonesia dan dinamikanya. Adapun rumusan masalah yang
akan dibahas pada makalah ini yaitu;
Bagimana Sejarah Kemaritiman pada masa kerajaan ?
5. Bagaimana Sejarah Kemaritiman pada masa colonial ?
Bagaimana Sejarah Kemaritman pra kemerdekaan ?
Bagaimana Sejarah Kemaritiman era kemerdekaan ?
MANFAAT TULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah
kemaritiman yang ada di Indonesia. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan
adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan motivasi untuk acuan dalam
membangun kembali jiwa kemaritiman Indonesia yang dulu seperti dimasa jayanya.
MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Makalah yang berjudul “ Sejarah Kemaritiman Indonesia” yang di dalamnya membahas
tentang kemaritiman pada masa kerajaan, kolonial, pra kemerdekaan dan era kemerdekaan,
dibuat dengan maksud memenuhi tugas mata kuliah serta sebagai salah satu referensi untuk
bahan pelajaran mahasiswa khususnya dalam mata kuliah wawasan sosial budaya maritime.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan/mengulas kembali tentang fakta sejarah
sehingga Indonesia disebut sebagai Negara Maritim dan mengetahui kerajaan – kerajaan
Maritim yang pernah berjaya di Indonesia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran betapa
pentingnya wilayah maritim untuk masyarakat Indonesia.
METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode tinjauan
pustaka, yakni dengan cara mengumpulkan sumber – sumber referensi yang berhubungan
dengan sejarah kemaritiman Indonesia. Sumber – sumber itu berupa buku, essay, dan artikel
yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam makalah ini.
6. BAB II
PEMBAHASAN
KEMARITIMAN PADA ZAMAN KERAJAAN
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat
Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti
bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak dulu
kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan bercorak
maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun membentuk
peradaban bangsa yang maju di zamannya.Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga
Demak, nusantara tampil sebagai kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan
dunia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah
mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta
menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan
laut.Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan
mendapat tugas mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya
cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Ketangguhan maritim juga ditunjukkan era Kerajaan Singosari di bawah pemerintahan
Kertanegara pada abad ke-13. Kekuatan armada laut yang tidak ada tandingan, pada 1275
Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin
persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia
Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di
bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai
dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti
Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak jarang
diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim armada laut
yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal
dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di nusantara dulu mampu
menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena kehebatan armada niaga,
keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah telah
mencatat dengan tinta emas, bahwaSriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center of
excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia
Tenggara.Kejayaan para pendahulu negeri ini terbangun karena kemampuan mereka
membaca potensi yang dimilikihingga membentuk budaya negara maju. Ketajaman visi dan
kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa bangsa ini besar dan disegani
negara lain.
7. Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari apa yang dilakukan
para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret kemiskinan yang melanda rakyat negeri
ini.Kecintaan kepada laut juga semakin dangkal.Rasa keberpihakan negara terhadap dunia
maritim pun lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di ribuan pulau.
Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun orientasi
pembangunan negara masih terfokus di sektor darat.Bahkan, sejumlah kalangan masih
menganggap sektor kelautan merupakan sebuah beban dibandingkan aset berharga.
Masalah utamanya adalah paradigma.Darat atau agraris masih melekat pada kebanyakan
masyarakat Indonesia, terutama pemerintahnya.Bangsa Indonesia masih mengidap kerancuan
identitas.Di satu pihak mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri
secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup
disejahterakan. Sementara kegiatan industri modern sulit berkompetisi dengan bangsa lain,
antara lain karena budaya kerja yang berkultur agraris konservatif, disamping berbagai
inefisiensi birokrasi dan korupsi. Industri yang dibangun juga tidak berdasar pada keunggulan
kompetitif, namun komparatif tanpa kedalaman struktur serta keilmuan dan teknologi yang
kuat.
Akibat hal tersebut pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya
manusia Indonesia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang
didominasi persepsi dan kepentingan daratan semata.
Bukti Budaya Maritim
Dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia, para pakar sejarah maritim menduga perahu
telah lama memainkan peranan penting di wilayah nusantara, jauh sebelum bukti tertulis
menyebutkannya (prasasti dan naskah-naskah kuno).Dugaan ini didasarkan atas sebaran
artefak perunggu, seperti nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat di Sumatera,
Sulawesi Utara, Papua hingga Rote.Berdasarkan bukti-bukti tersebut, pada masa akhir
prasejarah telah dikenal adanya jaringan perdagangan antara Nusantara dan Asia daratan.
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan peradaban antara nusantara
dan India.Bukti-bukti tersebut berupa barang-barang tembikar dari India (Arikamedu,
Karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggeng) dan Bali
(Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut menggunakan perahu atau kapal
yang mampu mengarungi samudera.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi laut tercetak
dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti tersebut diberitakan;
”Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan
perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi) dipahatkan
beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-
8. bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat nusantara,
misalnya Sumatera.
Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah
Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun
kemudi, yang ukurannya cukup besar. Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di
Desa Samirejo, Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatra Selatan).Situs ini
berada di suatu tempat lahan gambut.Sebagian besar arealnya merupakan rawa-
rawa.Beberapa batang sungai yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa perahu
yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah
papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya
berasal dari perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di daerah Asia Tenggara
dengan teknik yang disebut “papan ikat dan kupingan pengikat” (sewn-plank and lashed-lug
technique), dan diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang terpanjang
berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar 0,23 meter; dan tebal sekitar
3,5 cm.Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0,5 meter), di bilah-bilah papan kayu terdapat bagian
yang menonjol berdenah empat persegi panjang, disebut tambuko. Di bagian itu terdapat
lubang yang bergaris tengah sekitar 1 cm. Lubang-lubang itu tembus ke bagian sisi
papan.Tambuko disediakan untuk memasukkan tali pengikat ke gading-gading. Papan kayu
setebal 3,5 cm kemudian dihubungkan bagian lunas perahu dengan cara mengikatnya satu
sama lain. Tali ijuk (Arenga pinnata) mengikat bilah-bilah papan yang dilubangihingga
tersusun seperti bentuk perahu.Selanjutnya, dihubungkan dengan bagian lunas perahu hingga
menjadi dinding lambung.Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar 18 cm) dari
tepian papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa Sambirejo
berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium terhadap Karbon (C-14)
dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 ± 50 BP, atau sekitar tahun 610-775 Masehi.
Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 6 meter. Bagian bilah
kemudinya berukuran lebar 50 cm. Kemudi ini dibuat dari sepotong kayu, kecuali bagian
bilahnya ditambah kayu lain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi
terdapat lubang segi empat untuk memasukkan palang.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil untuk
memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini banyak
ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu
pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang, sekitar 5
km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih
dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah banyak,
9. namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau untuk mencari
harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke
dalam tanah untuk memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30 cm.
Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo,
yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang ditatah
pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan tali ijuk
yang menyatukan papan perahu dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu dengan
lain. Pada bagian tepi terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak
kayu atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan
pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki darah,
watak dan budaya maritim yang kuat.Namunsemua itumemudar seiring peralihan
zaman.Agar kembalipada hakikatnyasebagai bangsa yang besar, masyarakatIndonesia harus
kembali memilikiwawasan maritim.
Permasalahannya apakah masih bisa membangkitkan kembali kejayaan masa lalu di tengah
krisis multi dimensi yang menerpa bangsa ini?Mengembalikan visi kemaritiman bukan
sesuatu hal mudah.Selain dibutuhkan kemauan tinggi untuk merombak sistem yang ada,
masalah penyediaan infrastruktur menjadi permasalahan.
Diperlukan analisis dengan pendekatan konstruksi skenario guna mengetahui apa saja
kemungkinan yang bisa ditempuh untuk mewujudkan visi negara maritim. Bagaimana pula
strategi yang bisa ditempuh di tengah derasnya globalisasi yang membuat arus perdagangan
laut kian tinggi.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya demokrasi
yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah keputusan dari masyarakat
bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat pesisir sebagai
wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program pemerintah yang disusun
melalui pendekatan sosial budaya kebaharian, yaitu pendekatan hubungan manusia dengan
lingkungan dan sumberdaya laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bangsa
Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara.Terutama
melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.Tak heran, wilayah
laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak pergumulan kehidupan di
perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia, antara lain
di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan budaya manusia sekitar
10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan
perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina
yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan
10. tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada
yang berlayar lebih dari 4.000 mil.
Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti
Palapa dari Mahapatih Gajah Mada.Kerajaan Majapahit telah banyak mengilhami
pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sebagai
manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.Sayang, setelah mencapai kejayaan, Indonesia
terus mengalami kemunduran.Terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial
Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta
dan Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil
wilayahnya kepada Belanda.Sejak itu, terjadi penurunan semangat jiwa bahari bangsa
Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya bahari ke budaya daratan.Namun,
budaya bahari Indonesia tidak boleh hilang karena alamiah Indonesia sebagai negara
kepulauan terus menginduksi, dan membentuk budaya maritim bangsa Indonesia.
Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan, dibandingkan negara-negara tetangga di
kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki keunggulan budaya bahari secara
alamiah.Berkurangnya budaya bahari lebih disebabkan kurang perhatian pemerintah terhadap
pembangunan maritim.Padahal, kebudayaan maritimmerupakan kunci dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Politik kebijakan penataan ruang di Indonesia belum mempertimbangkan aspek kebudayaan
bahari atau maritim.Hal tersebut berdampak pada meluasnya banjir, kerusakan lingkungan,
dan kemiskinan di kota-kota pantai Indonesia.Salah satunya adalah DKI Jakarta.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki 13 sungai
bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat menjadi solusi
perkembangan transportasi air dan pariwisata. “Minimnya wawasan kelautan telah
menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan
yang urung teratasi,” kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September 2012,
diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1 persen
tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan kerusakan
lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer pembangunan Indonesia.
“Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa
kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap banyak
dengan pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau
terdepan,” ujar Iman.
“Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah milik
komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul, dan laut
dikavling-kavling bukanlah adab pembangunan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia,”
jelas Iman, yang juga ahli tata kota.
11. Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM)
mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini dapat
dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia Tertua
Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
“Sebagian penduduk Nusantara yang telah menguasai teknologi canggih lalu berlayar ke
berbagai penjuru dunia.Para pelaut itulah yang kemudian membantu komunitas di berbagai
tempat untuk mengembangkan budaya mereka menjadi peradaban besar, seperti
Mesopotamia, Mesir, China, dan India,” jelasnya.
Sementara itu, sejarahwan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal mengatakan, peradaban
maritim Indonesia sudah dibangun para pendiri bangsa.”Lagu tanah air menunjukkan bahwa
Indonesia masih dianggap sebagai negara daratan karena mendahulukan tanah daripada air,
harusnya di balik,” ujarnya saat memaparkan di diskusi bulanan Indonesia Maritim Institute
(IMI), beberapa waktu lalu.
Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung melupakan air (laut).
Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut, muncul istilah kata “lupa daratan”.Saat ini
harus dibalik “lupa lautan” karena bangsa Indonesia terlalu mencintai daratan.”Melupakan
unsur air (laut) bukan hanya mengkhianati realitas bangsa, tapi melukai semangat para
leluhur kita,” katanya.
Irawan D Nugraha, pengarang buku Majapahit: Peradaban Maritimberpendapat, bahwa
kejayaan maritim Indonesia diawaliera kerajaan-kerajaan, sepertiMajapahit dan Sriwijaya.
Bahkan sejarah mencatat bahwa kemampuan teknologi perkapalan Majapahit jauh lebih
dahsyat dari bangsa lain. Bahkan ukuran kapal Majapahit saat itu bisa memuat 600
penumpang, sementara kapal bangsa lain hanya 50 orang.
“Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu disebutkan pulau
terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau terdepan.Yang bisa diartikan sebagai halaman
muka dari bangsa ini,” katanya.
Hal senada diungkapkan Indra J Piliang,pengurus Balitbang Partai Golkar.Dia menilai
peradaban maritim di Indonesia telah luntur.Sebagai contoh orang-orang Pariaman di Padang,
Sumbar yang notabene adalah orang laut atau pulau, tapi ketika naik kapal muntah.Bahkan
yang lebih menyedihkan, saat hendak melihat laut harus ke gunung lalu memandang laut dari
ketinggian.
“Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika ke pantai
hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat laut langsung ke
pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita,” tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas generasi
muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan perguruan tinggi
lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di kepulauan
sudah seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.
12. “Kewirausahaan mendorong budaya di Indonesia saling berbaur karena bertujuan mencapai
kemajuan ekonomi.Budaya lokal di Indonesia saat ini saling berbaur karena didorong oleh
kebutuhan yang sama yakni memajukan setiap usaha,” katanya.
Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang tumbuh dan berkembang
di sektor maritim dan agraris.”Pada awalnya budaya maritim mendorong orang untuk
menjadi pengusaha karena orang yang tinggal di kawasan maritim cenderung agresif dan
berani mengambil risiko saat menjalankan usaha,” ungkapnya.
Sebaliknya masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan agraris, seperti petani
cenderung tidak berani menanggung risiko. Karena itu, menurut JK, dalam perkembangannya
kedua masyarakat ini harus hidup dalam budaya saling berbaur karena memiliki tujuan sama,
yakni meningkatkan kemajuan bangsa.
Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali perdaban bangsa
Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim yang dibangun nenek moyang dulu
diharapkan bisa memperkuat NKRI, dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu
kekuatan,yaitu negara maritim.
Bukti-bukti kebesaran budaya maritim Indonesia:
Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini, dengan tahun
pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang belum ada duanya di
dunia.Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai belahan
dunia (Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-pelaut Nusantara,
dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia.
Penemuan artefak-artefak di berbagai belahan dunia, termasuk beberapa tempat di negeri ini
(misalnya di gua Pasemah, Sumatera Selatan, gua Made di Jombang, Jawa Timur, lembah
Mada di Sulawesi Selatan, Batujaya di Bekasi, atau banyak lokasi lain seperti Timor, Kutai,
Maluku, Halmahera) mengindikasikan bukan hanya terjadi perlintasan antar bangsa, tapi juga
kebudayaan advance yang telah dicapai.Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia,
dan mengikutsertakan lebih dari 400 juta penutur membuktikan keberadaan bangsa-bangsa di
Nusantara di atas bumi ini.
Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak dari Afrika,
Timur Tengah, India, hingga Polynesia, memperlihatkan bagaimana pengaruh kultural sudah
jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.
MARITIM PADA MASA KOLONIAL
Sejarah Maritim Indonesia (Masa Kolonial Hindia Belanda)Perdagangan di Asia sudah
berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada berabad-abad sebelumnya, baik
perdagangan melalui darat (jalan sutra) maupun melalui laut Dalam masa modern awal itu
terjadi interaksi dagang antara para penguasa dan para penjajanya di Nusantara dan
organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da India dan East India
Company EIC) dari Inggris serta VOC dari Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki
13. Indonesia seperti Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah Nusantara
disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke tangan Turki Ottoman yang
merupakan pusat rempa-rempah dengan itu mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru,
lali semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin
seiring berjalannya waktu Belanda berhasil berkuasa tunggal di Indonesia dengan itu VOC
pun berkuasa di nusantara[1].
Seiring berjalannya waktu karena terus merugi VOC tidak sanggup membayar dividen dari
saham yang dibeli rakyat.Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang
kepada negara untuk membayar kewajibannya.Namun tahun 1795 negara mengambil alih
seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut.Tahun 1799 VOC
dinyatakan failite dan bubar.Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak seperti benteng-
benteng atau daerah-daerah produksi rempah di Nusantaar, diambil alih oleh negara. Itulah
asset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari negara lolonial Hindia Belanda yang
berdiri sejak tahun 1817 [2]. Wilayah yang dimiliki oleh Belanda kurang strategis karena
wilayah daratannya kecil dan wilayahnya daratnnya lebih rendah daripada laut maka
merekapun bekerja keras dan menjadi cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi
bangsa Belanda khususnya para Pelaut Belanda itu sendiri untuk mengembangkan jiwa
bahari karena lewat laut mereka dapat mengembangkan perekonomian negeri mereka sebagai
contoh dari semangat kerja mereka yaitu Bangsa Belanda pandai membuat Kapal-kapal Laut
yang kokoh dan kuat dalam menjelajahi perairan laut maupun samudera tidak ketinggalan
para pelautnya yang sangat tangguh di lautan.
Membahas kegiatan kemaritiman pada masa Kolonial Hindia Belanda menjadi sangat
menarik, dikarenakan pada masa ini Belanda melakukan berbagai kebijakan agar keutungan
pihak Kolonial Hindia Belanda pada masa itu tetap, bahkan bertambah.
Kegiatan Pelayaran
Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi peningkatan
aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah colonial
yang protektif terhadap pelayaran domestic. Hal ini mengakibatkan armada Belanda
mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal Nederland dan Hindia
Belanda merupakan 95% dari seluruh armada pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan
hanya 28,5% untuk pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung
pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX pelayaran antarpulau
meningkat rata-rata 7,6% angka ini lebih tinggi daripada yang dicapai pada perempatan
ketiga abad XIX yang hanya mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut
menjadi 2,4% dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai akibat
perang. Seperti diketahui penggunan kapal uap dan motor di perairan Indonesia lebih awal
jika dibandingkan dengan negara kepulauan lain di Asia. Hingga tahun 1860-an komunikasi
secara regular antarpulau menggunakan kapal layar, penggunaan kapal uap untuk
kepentingan komersial baru sejak 1868, sedangkan Hindia Belanda sejak 1842. Penggunaan
kapal uap lebih meningkat pesat dalam pelayaran antarpulau daripada pelayaran Internasioanl
hal imi menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan
14. hanya kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya kekuatan asing
serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga untuk menggapai integrasi
negara colonial dibawah bendera Pax Neerlandica.
Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap pelayaran antarpulau
daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda hal ini berhubungan dengan tuntutan
Inggris kepada Belanda untuk melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang
dilakukan Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional seperti
pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas serta penghapusan tarif differensial
hal ini telah memungkinkan berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara.
Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah kekuasaan yang
seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun realitanya Belanda hanya
menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu
Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper ditemukan
diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak
laut adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini
(terutama Selat Malaka) memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk
di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang
beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah Hindia
Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali
mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi laporan
mengenai bajak laut [5].
Wilayah pantai Barat Sumatera menjadi penting bagi Kolonial Hindia Belanda, dikarena di
wilayah ini lah Kolonial Hindia Belanda memfokuskan kegiatan maritimnya dikawasan ini,
sebab dikawasan pantai timur Sumatera atau wilayah dekat Selat Malaka terdapat pusat
perdagangan dunia yang berada diwilayah Tumasik (Singapura) dan itu merupakan wilayah
bagian dari Inggris yang menjadi penguasa didaerah tersebut, dan wilayah pantai barat juga
merupakan tempat komoditi utama pada masa itu dan pemerintah Belanda pun berfokus
kepada aktivitas perkebunan di wilayah Sumatera tersebut.
Aktivitas Pelayaran di wilayah Makassar dipengaruhi karena Angin Muson baratlaut yang
biasa digunakan untuk pelayaran perdagangan, dimanfaatkan oleh para pedagang wilayah
barat seperti Malaka, Riau, Johor, dan Batavia, untuk berlayar kearah timur ke Kota
Makassar dan kepulauan Maluku. Pelayaran ke kepulauan Maluku dari kota Makassar dapat
dibagi menjadi dua jalur, yaitu : pertama dengan menyusur ke Selatan kemudian belok kiri
melayari pesisir hingga Buton dan selanjutnya berlayar ke Maluku. Kedua menyusuri Selat
Makassar berlayar kea rah timur memasuki pelabuhan Manado dan terus ke pulau Ternate;
bila perlu berlayar ke selatan hingga mencapai pulau Seram atau Papua. Angin Muson Utara
dan Tenggara memungkinkan terciptanya jalur pelayaran Utara-Selatan (Amoy dan Kanton-
Makassar-Kepulauan Indonesia bagian Timur) [6].
Wilayah Sulawesi menjadi istimewa dikarenakan menjadi pusat perniagaan dikarenakan
beberapa faktor pertama : letaknya strategis (berada ditengah-tengah dunia perdagangan).
15. Kedua munculnya intervensi bangsa Eropa sehingga sehingga pedagang di pusat niaga
mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar. Ketiga pedagang
dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke daerah-daerah penghasil dan Bandar niaga
lain[7] .
Kegiatan Perdagangan Maritim
Kegiatan perdagangan Maritim pada masa ini terjadi monopoli cengkeh di Ambon. Cengkeh
dan Pala di Indonesia Timur sama kedudukannya dengan Lada di Indonesia Barat yang
tumbuh di Sumatera, Malaka, dan Jawa Barat dan terjadilah monopoli Lada yang Suamatera
bagian Utara dikuasai Aceh, dan Sumatera bagian Selatan dikuasai Banten. Perdagangan
daerah Makassar ditandai dengan melemahnya monopoli dan berkembangnya perdagangan
bebas dan menjadikan Makassar sebagai Bandar niaga Internasional dan pelabuhan transit
terpenting di kepulauan Hindia Belanda dibagian timur dipertengahan abad 19. Belanda dan
Inggris bersaing ketat dalam penjualan komoditi Teh dan berniat menguasai perdagangan
Cina, akan tetapi Belanda lebih menguntungkan karena wilayah koloninya banyak
menghasilkan yang diperlukan Cina mereka pun melakukan perjanjian tetapi Belanda ingkar
janji dan Inggris mencari pelabuhan yang aman untuk pelayaran ke Cina dan tahun 1819
Inggris pun mendapatkan Singapura. Di wilayah Pantai Barat Sumatera pada sekitar abad ke-
19 NHM membuat tiga kegiatan utama yaitu Perbankan, Perdagangan, dan Perkebunan
hanyalah Perkebunan yang berhasil dikarena kegiatan Perbankan memghasilkan kredit macet
dan kegiatan Perdagangan yang tidak memberikan untung, hanyalah Perkebunan dalam hal
ini perkebunan Kopi yang menguntungkan lalu kopi-kopi itu akhirnya di ekspor ke Belanda
dan termasuk sebagai perdagangan maritim
Perkembangan Kerajaan-Kerajaan
Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui dalam dalam pergaulan
antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak
ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemilikan armada tempur
dan pertahanan yang memadai.Di wilayah laut Sulawesi diantara kekuatan laut yang muncul
hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao yang berhasil menjadi kekuatan maritime
terbesar.Tetapi sejak pertengahan abad XIX Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai
Spanyol sehingga akhirnya hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi
dikawasan ini.Raja-raja di pantai timur Kalimantan dan dibagian utara Sulawesi tidak
berhasil mengembangkan suatu armada yang besar.Begitu pula di Kepulauan Sangihe-
Talaud, walaupun penduduknya berkebudayaan maritim, fragmentasi dalam satuan-satuan
kecil tidak bisa menampilkan suatu kekuatan laut yang berjangkauan regional. Sebagaimana
telah diketengahkan di depan, dalam hal ini Raja Laut harus bekerjasama dengan orang laut
untuk membina kekuatan bahari. Umumnya kerajaan-kerajaan ini mempunyai penduduk yang
terbatas sehingga tidak sanggup membentuk kekuatan laut yang besar.Kekurangan penduduk
di Sulu dan lembah sungai Pulangi di Mindanao Selatan dapat diatasi dengan mengadakan
ekspedisi lintas laut yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan budak sebagai sumber tenaga
kerja. Dengan kata lain Raja laut, bekerjasama dengan Bajak laut untuk menjamin adanya
suplai tenaga kerja yang tetap .
16. Perkembangan Sosial
Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak mungkin dapat
masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda yang berjumlah beribu-
ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian
Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi
terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut Indonesia menyebabkan
timbulnya kembali para perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak
termasuk kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi
sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara
Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang untuk
dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam pelajaran perompakan
ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan .
MARITIM PADA PRA KEMERDEKAAN
Dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, pada masa jauh sebelum Indonesia
merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi Nusantara. Bahkan beberapa kerajaan
pada zaman itu seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah mampu menguasai
lautan dengan armada perang, perdagangan yang besar serta pengaruhnya hingga negara-
negara di kawasan Asia Tenggara.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang
memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal
abad masehi.Menggunakan kapal bercadik, mereka berlayar mengelilingi dunia dan menjadi
bangsa yang disegani.
Berbakal alat navigasi seadanya, bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong
lautan Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.Seiring perjalanan
waktu, ramainya alur pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong
munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara kuat
yang disegani di kawasan Asia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara,
Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur
pelayaran dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah wilayah strategis yang digunakan
sebagai pangkalan kekuatan laut.
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di
bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai
dan mempersatukan Nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti
Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu
memberi gambaran, betapa besarnya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka mampu
menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatnya mampu
menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan
sosial. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah
17. menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia. Namun di
masa kekuasaan Kolonial Belanda dan pengaruh ilmu pengetahuan dari dataran Eropa yang
berkuasa di Indonesia kurang lebih selama 3,5 abad., sangat memberikan dampak yang
sangat signifikan terhadap semangat maritim nusantara. Pengikisan semangat bermaritim
akhirnya menggiring bangsa ini hanya berkutat di sektor agraris demi kepentingan kaum
kolonialis.Kesuraman budaya maritim Indonesia semakin parah dan berlanjut pada masa orde
baru sampai sekarang.keberpihakan Pemerintah semakin jelas condong ke wilayah pertanian.
Minimnya keberpihakan pemerintah pada sektor maritim (maritime policy) menyebabkan
masih semrawutnya penataan Selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa. Hal
lainnya adalah pelabuhan negeri ini belum menjadi international hub port, Zona Ekonomi
Ekslusif (ZEE) yang telantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di
wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas.Ditambah, semakin maraknya praktik illegal
fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan penyelundupan di perairan Indonesia.
Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam
tiga aspek, yaitu alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit
passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial
yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang
mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa
jika dikelola dengan baik. Terkait dengan visi pembangunan nasional yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, dibutuhkan
kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat
melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai.Pesatnya
perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin
besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan
kepentingan bangsa bangsa ini.nasional.Karena itu, perubahan orientasi pembangunan
nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan
mendesak.
MARITIM PADA ERA KEMERDEKAAN
Indonesia merdeka dan berusaha memanfaatkan keuntungan geografis yang dimilikinya.
Posisi silang Indonesia yang diapit oleh samudera Pasifik dan Hindia, serta diapit benua Asia
dan Australia, membuat Indonesia memiliki Semangat negara maritim ini dituangkan pendiri
Republik Indonesia di dalam Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan Soekarno pun berusaha
membuat Indonesia sebagai poros maritim.Banyak perusahaan pelayaran Indonesia pun
tumbuh.Salah satunya yakni Jakarta Lloyd yang didirikan oleh beberapa orang TNI dari
angkatanlautpada1950.
“Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman Presiden
Soekarno,” kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat berbincang
denganmetrotvnews.com.
Pemerintah juga berusaha menutup “lubang” di laut antar pulau dengan memperjuangkan
konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut
18. yang berlaku saat itu, batas teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas
di antara pulau-pulau Indonesia. Indonesia terus mengupayakan konsep negara kepulauan
diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai terluar sebagai titik ukur batas
teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB)
1982 yang diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia bertambah
hingga 2,5 kali. Industri maritim Indonesia pun semakin menggeliat.Beberapa perusahaan
pelayaran niaga bermunculan dan semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut
Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil
menembus pasar dunia. “Para era saya masih berlayar tahun 80an, Indonesia bisa dibilang
menguasai ASEAN,” kata Bobby. Kapal berbendera Indonesia pun bisa ditemui hampir di
seluruh pelabuhan negara Asia Tenggara.
Kemunduran industri maritim Indonesia
Pemerintah Soeharto membuat sebuah ‘blunder’ dengan mengeluarkan kebijakan
membesituakan (scrapping) kapal berusia di atas 25 tahun. Kebijakan ini membuat kapal
Indonesia terpaksa dipensiunkan. Kebijakan yang menampar keras perusahaan pelayaran ini
pun akhirnya membuat industri maritim Indonesia semakin mundur.Cita-cita membuat poros
maritim ini pun jadi semakin jauh dari kenyataan. “Scrapping kapal membuat kita
kekurangan kapal,” tutur Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA)
Carmelita Hartoto saat berdiskusi denganmetrotvnews.com, Selasa, 13 Oktober 2015. Hal ini
juga diakui oleh Bobby yang sempat merasakan langsung dampak kebijakan ini kepada
industri maritim Indonesia.”Itu tidak bias dipungkiri,” ungkap dia. Karena kekurangan kapal,
perusahaan pelayaran asing pun menyasar kekosongan ini.Akibatnya pelayaran asing
mendominasi industri maritim Indonesia.Pada tahun 1995 misalnya, jumlah kapal asing
mencapai 6.397 unit sedangkan kapal nasional hanya 5.050 unit. Bahkan sebelum asas
cabotage dikeluarkan pada 2005, 46 perse angkutan domestik dan 96 persen ekspor-impor
dikuasai asing. “Sejak diterapkan, asas sabotage memberi dampak positif kepada pelayaran
nasional,” tutur CarmelitaNamun kebijakan yang tidak konsisten antar rezim membuat
pengusaha pemilik kapal dan industri maritim masih sulit berkembang. Komunikasi antar
kementerian terkait pun tidak lancar dan menyebabkan industri maritim tak dapat berlari.
Namun dengan naiknya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang
mengusung semangat menjadikan Indonesia poros maritim dunia, membawa angin segar bagi
industri ini.
“Kami menyambut baik saat Presiden Jokowi menyatakan akan menjadikan laut sebagai
pendorong utama ekonomi nasional,” pungkas Carmelita.
19. BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai
Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan
nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan –
peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim
Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi maritim
tida lagi jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis
nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim yang dulu seperti
diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya Indonesia menyandang predikat “Negara
Maritim” atau negara kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak strategis dari
Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang melimpah, maka bukan mustahil jika
Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan diperhitunkan di dunia dalam bidang
maritim layaknya dimasa jayanya dulu., tidak dapat dibantahkan lagi bahwa Indonesia
memang terlahir sebagai Negara maritime.Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang telah
menunjukkan bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah berlayar jauh dengan perahu
sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui kebudayaannya. Hingga munculnya
kerajaan-kerajaan maritime yang semakin memperkuat konsep “kemaritiman” Indonesia.
Ditambah dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh kerajaan Sriwijaya pada abad
ke-11 semakin menambah keyakinan kita bahwa Indonesia memang Negara maritime yang
kuat dulunya.Selain itu, kegiatan pengembaraan dan perikanan nelayan Indonesia pada masa
lampau sangat menggambarkan jiwa kemaritiman yang tinggi.Mereka berlayar sampai ke
NTT, Maluku, bahkan ke pantai utara Australia.
KRITIK DAN SARAN
Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin – pemimpinya menciptakan persepsi kelautan
yang tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa depan bangsa.
Dengan persepsi demikian tersebut dapat memacu kesadaran akan arti penting maritim dalam
pembangunan nasional.
Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan
kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media
perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan
serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan akhirnya tentulah
penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan harga diri bangsa.
20. DAFTAR PUSTAKA
M Djuliati Suroyo, dkk,Sejarah Maritim Indonesia 1(Semarang : Jeda, 2007) hlm. 206.
https://wahyuwidodok.blogspot.co.id/
Bakrie, C. R. (2010, Juli 09). Indonesia Maritime Institute. Dipetik Desember 23, 2013, dari
Negara Visi Maritim : http://indomaritimeinstitute.org /2010/07/negara-visi-maritim.
Setiawan, E. (t.thn.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dipetik Desember 23, 2013,
dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) web site:http://kbbi.web.id/maritim.
No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Inpres V Tahun 2005 Tentang Pengembangan Industri Pelayaran Niaga
Nasional.
Perpres No. 19 Tahun 1960 Tentang Pembentukan Dewan Maritim