Makalah ini membahas sejarah kemaritiman Indonesia pada masa kerajaan, kolonial, pra-kemerdekaan, dan pasca-kemerdekaan. Pada masa kerajaan, kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya, Singosari, dan Majapahit memiliki kekuatan angkatan laut yang kuat untuk mempertahankan perdagangan dan pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Namun, pada masa kolonial dan pra-kemerdekaan, jiwa
1. MAKALAH
WAWASAN
SOSIAL
BUDAYA
WAWASAN SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
TAHUN AKADEMIK 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada pahlawan revolusi umat
sedunia yaitu Nabi Muhammad SAW. Karena limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Wawasan Sosial Budaya Maritim dengan judul “Sejarah
Kemaritiman Indonesia”.
Adapun tujuan penyusunan makalah ini guna memenuhi tugas dan
melengkapi nilai mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim serta
sebagai materi atau bahan ajar yang dapat dipelajari oleh semua
kalangan yaitu masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya. Pada dasarnya penyusunan makalah ini dikarenakan
mata kulaih Wawasan Sosial Budaya Maritim merupakan mata
kuliah soft skill.
Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
makalah ini, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak.
Semoga makalah ini bermanfaat unuk memberikan kontribusi
kepada mahasiswa lain dan juga pembaca sebagai acuan agar dapat
mengetahui tentang Wawasan Sosial Budaya Maritim secara garis
2. besar. Pada awalnya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan,saya memohon kepada Bapak/Ibu dosen khususnya,
umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun
isinya, segala saran dan kritik sangat saya harapkan guna
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini di masa mendatang
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL I
KATA
PENGANTAR
II
DAFTAR
ISI II
I
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar
belakang
1
2. Rumusan
Masalah
2
3. Manfaat
Tulisan
2
4. Maksud dan Tujuan
Penulisan 3
5. Metode
Penulisan
3
BAB II PEMBAHASAN
1. Kemaritiman Pada Zaman
Kerajaan 4
2. Maritim Pada Masa
Kolonial 11
3. Maritim Pada Pra
Kemerdekaan 15
4. Maritim Pada Era
Kemerdekaan 16
3. BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan 18
2. Krtitik dan Saran 19
DAFTAR
PUSTAKA 2
0
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia seharusnya dapat menghargai dan mensyukuri suatu
anugerah yang sangat besar, yaitu hidup dalam suatu Negara Kepulauan
yang
merupakan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas
dari
Merauke sampai Sabang. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500
meliputi
wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta km2, Indonesia
adalah
Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang
sangat
strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta
memiliki
wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai
urat
nadi perdagangan dunia. Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut
memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk
menjalankan aturan
4. sebagaimana yang termaktub dalamUnited Nation Convention on the
Law of
the Sea 1982.
Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982dengan mengukuhkannya ke
dalam UU RI No 17 tahun 1985, sehingga telah resmi mempunyai hak
dan
kewajiban mengatur, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut
nasional
untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Geografi Indonesia yang
sangat
bersifat kelautan, seharusnya membuat Bangsa Indonesia terus
mengembangkan
tradisi, budaya dan kesadaran bahari serta menjadikan laut sebagai tali
kehidupannya. Namun, Indonesia juga wajib memperhatikan
kepentingan dunia
internasional terutama dalam menjamin keselamatan dan keamanan
pelayaran
internasional dalam wilayah kedaulatan dan wilayah berdaulatnya.
Kewajiban
ini tersurat dalam pasal-pasal UNCLOS 1982, serta tidak kalah
pentingnya,
merupakan salah satu tujuan nasional seperti termaktub dalam
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain berbunyi:…… ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, ……..
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki
pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama
melalui
5. kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian
Majapahit.
Wilayah laut Indonesia yang merupakan dua pertiga wilayah Nusantara
mengakibatkan sejak masa lampau, Nusantara diwarnai dengan berbagai
pergumulan kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-
bukti
bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara,
bahkan
mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika
Selatan.
Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-
Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan
atas suatu konsepsi
kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa
bangsa
Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat
bahari.
Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat,
yang
mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti
dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan
antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi.
6. Dengan latar belakang demikian, cukup jelas terlihat bahwa aspek
alamiah geografi Indonesia (bentuk dan posisinya), sejarahnya, kekayaan
alamnya dan demografinya sangat menentukan kebijakan pembangunan
nasional Indonesia.
1. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini membahas mengenai sejarah kemaritiman Indonesia,
yang mengulas tentang kemaritiman bangsa Indonesia dan dinamikanya.
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu;
1. Bagimana Sejarah Kemaritiman pada masa kerajaan ?
2. Bagaimana Sejarah Kemaritiman pada masa colonial ?
3. Bagaimana Sejarah Kemaritman pra kemerdekaan ?
4. Bagaimana Sejarah Kemaritiman era kemerdekaan ?
1. MANFAAT TULISAN
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah kemaritiman yang ada di
Indonesia. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya
penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan motivasi untuk acuan
dalam membangun kembali jiwa kemaritiman Indonesia yang dulu
seperti dimasa jayanya.
1. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Makalah yang berjudul “ Sejarah Kemaritiman Indonesia” yang di
dalamnya membahas tentang kemaritiman pada masa kerajaan, kolonial,
pra kemerdekaan dan era kemerdekaan, dibuat dengan maksud
memenuhi tugas mata kuliah serta sebagai salah satu referensi untuk
bahan pelajaran mahasiswa khususnya dalam mata kuliah wawasan
sosial budaya maritime.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan/mengulas kembali
tentang fakta sejarah sehingga Indonesia disebut sebagai Negara Maritim
dan mengetahui kerajaan – kerajaan Maritim yang pernah berjaya di
Indonesia sehingga dapat menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya
wilayah maritim untuk masyarakat Indonesia.
1. METODE PENULISAN
7. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
menggunakan metode tinjauan pustaka, yakni dengan cara
mengumpulkan sumber – sumber referensi yang berhubungan dengan
sejarah kemaritiman Indonesia. Sumber – sumber itu berupa buku, essay,
dan artikel yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam makalah
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. KEMARITIMAN PADA ZAMAN KERAJAAN
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi
lautan ke barat Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur
hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia
memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak dulu
kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-
kerajaan bercorak maritim dan memiliki armada laut
besar.Perkembangan budaya maritim pun membentuk peradaban bangsa
yang maju di zamannya.Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga
Demak, nusantara tampil sebagai kekuatan besar yang disegani negara di
kawasan Asia dan dunia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia
Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik
kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta
menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan
kekuatan laut.Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai
pangkalan strategis dan mendapat tugas mengawasi, melindungi kapal-
kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta mencegah
terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Ketangguhan maritim juga ditunjukkan era Kerajaan Singosari di bawah
pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Kekuatan armada laut yang
tidak ada tandingan, pada 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi
bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar
bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia
Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke
timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan
Majapahit (1293-1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan
8. nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti
Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran
Kerajaan Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim
Kerajaan Demak mampu mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus
yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal dengan
10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di
nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani
bangsa lain karena kehebatan armada niaga, keandalan manajemen
transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah telah
mencatat dengan tinta emas, bahwaSriwijaya dan Majapahit pernah
menjadi center of excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama
di seluruh wilayah Asia Tenggara.Kejayaan para pendahulu negeri ini
terbangun karena kemampuan mereka membaca potensi yang
dimilikihingga membentuk budaya negara maju. Ketajaman visi dan
kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa bangsa ini
besar dan disegani negara lain.
Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari
apa yang dilakukan para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret
kemiskinan yang melanda rakyat negeri ini.Kecintaan kepada laut juga
semakin dangkal.Rasa keberpihakan negara terhadap dunia maritim pun
lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di ribuan
pulau.
Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
namun orientasi pembangunan negara masih terfokus di sektor
darat.Bahkan, sejumlah kalangan masih menganggap sektor kelautan
merupakan sebuah beban dibandingkan aset berharga.
Masalah utamanya adalah paradigma.Darat atau agraris masih melekat
pada kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama pemerintahnya.Bangsa
Indonesia masih mengidap kerancuan identitas.Di satu pihak mempunyai
persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri secara kultural
sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang tidak
sanggup disejahterakan. Sementara kegiatan industri modern sulit
9. berkompetisi dengan bangsa lain, antara lain karena budaya kerja yang
berkultur agraris konservatif, disamping berbagai inefisiensi birokrasi
dan korupsi. Industri yang dibangun juga tidak berdasar pada keunggulan
kompetitif, namun komparatif tanpa kedalaman struktur serta keilmuan
dan teknologi yang kuat.
Akibat hal tersebut pembangunan perekonomian maritim dan
pembangunan sumber daya manusia Indonesia tidak pernah dijadikan
arus utama pembangunan nasional, yang didominasi persepsi dan
kepentingan daratan semata.
Bukti Budaya Maritim
Dalam perjalanan budaya bangsa Indonesia, para pakar sejarah maritim
menduga perahu telah lama memainkan peranan penting di wilayah
nusantara, jauh sebelum bukti tertulis menyebutkannya (prasasti dan
naskah-naskah kuno).Dugaan ini didasarkan atas sebaran artefak
perunggu, seperti nekara, kapak, dan bejana perunggu di berbagai tempat
di Sumatera, Sulawesi Utara, Papua hingga Rote.Berdasarkan bukti-bukti
tersebut, pada masa akhir prasejarah telah dikenal adanya jaringan
perdagangan antara Nusantara dan Asia daratan.
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan
peradaban antara nusantara dan India.Bukti-bukti tersebut berupa
barang-barang tembikar dari India (Arikamedu, Karaikadu dan
Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggeng) dan Bali
(Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut menggunakan
perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudera.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana
transportasi laut tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682
Masehi).Pada prasasti tersebut diberitakan; ”Dapunta Hiya? bertolak dari
Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan
perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8
Masehi) dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari
relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal
yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat nusantara, misalnya
Sumatera.
10. Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di
berbagai wilayah Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan
bagian dari sebuah perahu dan daun kemudi, yang ukurannya cukup
besar. Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di Desa
Samirejo, Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatra
Selatan).Situs ini berada di suatu tempat lahan gambut.Sebagian besar
arealnya merupakan rawa-rawa.Beberapa batang sungai yang berasal
dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu
kayu.Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan
sebuah kemudi. Dari sembilan bilah papan tersebut, dua bilah di
antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya berasal dari
perahu lain.
Sisa perahu yang ditemukan tersebut dibangun secara tradisional di
daerah Asia Tenggara dengan teknik yang disebut “papan ikat dan
kupingan pengikat” (sewn-plank and lashed-lug technique), dan
diperkuat dengan pasak kayu atau bambu. Papan kayu yang terpanjang
berukuran panjang 9,95 meter dan terpendek 4,02 meter; lebar 0,23
meter; dan tebal sekitar 3,5 cm.Pada jarak-jarak tertentu (sekitar 0,5
meter), di bilah-bilah papan kayu terdapat bagian yang menonjol
berdenah empat persegi panjang, disebut tambuko. Di bagian itu terdapat
lubang yang bergaris tengah sekitar 1 cm. Lubang-lubang itu tembus ke
bagian sisi papan.Tambuko disediakan untuk memasukkan tali pengikat
ke gading-gading. Papan kayu setebal 3,5 cm kemudian dihubungkan
bagian lunas perahu dengan cara mengikatnya satu sama lain. Tali ijuk
(Arenga pinnata) mengikat bilah-bilah papan yang dilubangihingga
tersusun seperti bentuk perahu.Selanjutnya, dihubungkan dengan bagian
lunas perahu hingga menjadi dinding lambung.Sebagai penguat ikatan,
pada jarak tertentu (sekitar 18 cm) dari tepian papan dibuat pasak-pasak
dari kayu atau bambu.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di
desa Sambirejo berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis
laboratorium terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samirejo adalah
1350 ± 50 BP, atau sekitar tahun 610-775 Masehi.
Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 6
meter. Bagian bilah kemudinya berukuran lebar 50 cm. Kemudi ini
11. dibuat dari sepotong kayu, kecuali bagian bilahnya ditambah kayu lain
untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi terdapat
lubang segi empat untuk memasukkan palang.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih
kecil untuk memasukkan tali pengikat kemudi pada
kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini banyak ditemukan pada
perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya
perahu pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit
Siguntang, sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi
yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa
sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah banyak, namun
keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau untuk
mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada ujungnya
dilancipkan kemudian ditancapkan ke dalam tanah untuk memperkuat
lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan
lebar antara 20-30 cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan
papan yang ditemukan di Situs Samirejo, yaitu tembuko yang terdapat di
salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang ditatah pada
tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk
memasukkan tali ijuk yang menyatukan papan perahu dengan gading-
gading, serta menyatukan papan satu dengan lain. Pada bagian tepi
terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak kayu
atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14
menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia
sebenarnya memiliki darah, watak dan budaya maritim yang
kuat.Namunsemua itumemudar seiring peralihan zaman.Agar
kembalipada hakikatnyasebagai bangsa yang besar, masyarakatIndonesia
harus kembali memilikiwawasan maritim.
Permasalahannya apakah masih bisa membangkitkan kembali kejayaan
masa lalu di tengah krisis multi dimensi yang menerpa bangsa
ini?Mengembalikan visi kemaritiman bukan sesuatu hal mudah.Selain
12. dibutuhkan kemauan tinggi untuk merombak sistem yang ada, masalah
penyediaan infrastruktur menjadi permasalahan.
Diperlukan analisis dengan pendekatan konstruksi skenario guna
mengetahui apa saja kemungkinan yang bisa ditempuh untuk
mewujudkan visi negara maritim. Bagaimana pula strategi yang bisa
ditempuh di tengah derasnya globalisasi yang membuat arus
perdagangan laut kian tinggi.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki
budaya demokrasi yang teramat tinggi di mana kebijakan yang
dikeluarkan adalah keputusan dari masyarakat bawah yang dipoles
kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat pesisir sebagai
wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program
pemerintah yang disusun melalui pendekatan sosial budaya kebaharian,
yaitu pendekatan hubungan manusia dengan lingkungan dan sumberdaya
laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah
menunjukkan bangsa Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar
di wilayah Asia Tenggara.Terutama melalui kekuatan maritim di bawah
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.Tak heran, wilayah laut Indonesia
dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak pergumulan
kehidupan di perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim
Indonesia, antara lain di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs
yang diperkirakan budaya manusia sekitar 10.000 tahun sebelum masehi.
Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu
layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas
kerajaan Marina yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah
Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan tersebut diperoleh bangsa
Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada yang
berlayar lebih dari 4.000 mil.
Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia
melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada.Kerajaan
Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan
nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sebagai manifestasi
sebuah bangsa bahari yang besar.Sayang, setelah mencapai kejayaan,
13. Indonesia terus mengalami kemunduran.Terutama setelah masuknya
VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti
pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta
mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan
hasil wilayahnya kepada Belanda.Sejak itu, terjadi penurunan semangat
jiwa bahari bangsa Indonesia, dan pergeseran nilai budaya, dari budaya
bahari ke budaya daratan.Namun, budaya bahari Indonesia tidak boleh
hilang karena alamiah Indonesia sebagai negara kepulauan terus
menginduksi, dan membentuk budaya maritim bangsa Indonesia.
Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan, dibandingkan negara-
negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki
keunggulan budaya bahari secara alamiah.Berkurangnya budaya bahari
lebih disebabkan kurang perhatian pemerintah terhadap pembangunan
maritim.Padahal, kebudayaan maritimmerupakan kunci dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Politik kebijakan penataan ruang di Indonesia belum mempertimbangkan
aspek kebudayaan bahari atau maritim.Hal tersebut berdampak pada
meluasnya banjir, kerusakan lingkungan, dan kemiskinan di kota-kota
pantai Indonesia.Salah satunya adalah DKI Jakarta.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI
yang memiliki 13 sungai bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi
potensi yang dapat menjadi solusi perkembangan transportasi air dan
pariwisata. “Minimnya wawasan kelautan telah menjadikan potensi itu
berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan
yang urung teratasi,” kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada
September 2012, diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan
berstatus tercemar berat, 10,1 persen tercemar sedang, 7,2 persen
tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan
kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai,
Jakarta barometer pembangunan Indonesia. “Jika kondisi sosial dan
lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa kilometer
dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap
14. banyak dengan pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau
bahkan di pulau-pulau terdepan,” ujar Iman.
“Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya
alam adalah milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan
sungai kotor, hutan gundul, dan laut dikavling-kavling bukanlah adab
pembangunan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia,” jelas Iman,
yang juga ahli tata kota.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah
Mada (UGM) mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di
kepulauan Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan setelah tim arkeologi
berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia Tertua Homo
Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
“Sebagian penduduk Nusantara yang telah menguasai teknologi canggih
lalu berlayar ke berbagai penjuru dunia.Para pelaut itulah yang kemudian
membantu komunitas di berbagai tempat untuk mengembangkan budaya
mereka menjadi peradaban besar, seperti Mesopotamia, Mesir, China,
dan India,” jelasnya.
Sementara itu, sejarahwan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal
mengatakan, peradaban maritim Indonesia sudah dibangun para pendiri
bangsa.”Lagu tanah air menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap
sebagai negara daratan karena mendahulukan tanah daripada air,
harusnya di balik,” ujarnya saat memaparkan di diskusi bulanan
Indonesia Maritim Institute (IMI), beberapa waktu lalu.
Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung
melupakan air (laut). Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut,
muncul istilah kata “lupa daratan”.Saat ini harus dibalik “lupa lautan”
karena bangsa Indonesia terlalu mencintai daratan.”Melupakan unsur air
(laut) bukan hanya mengkhianati realitas bangsa, tapi melukai semangat
para leluhur kita,” katanya.
Irawan D Nugraha, pengarang buku Majapahit: Peradaban
Maritimberpendapat, bahwa kejayaan maritim Indonesia diawaliera
kerajaan-kerajaan, sepertiMajapahit dan Sriwijaya. Bahkan sejarah
mencatat bahwa kemampuan teknologi perkapalan Majapahit jauh lebih
15. dahsyat dari bangsa lain. Bahkan ukuran kapal Majapahit saat itu bisa
memuat 600 penumpang, sementara kapal bangsa lain hanya 50 orang.
“Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu
disebutkan pulau terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau
terdepan.Yang bisa diartikan sebagai halaman muka dari bangsa ini,”
katanya.
Hal senada diungkapkan Indra J Piliang,pengurus Balitbang Partai
Golkar.Dia menilai peradaban maritim di Indonesia telah luntur.Sebagai
contoh orang-orang Pariaman di Padang, Sumbar yang notabene adalah
orang laut atau pulau, tapi ketika naik kapal muntah.Bahkan yang lebih
menyedihkan, saat hendak melihat laut harus ke gunung lalu memandang
laut dari ketinggian.
“Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2
jam.Sementara jika ke pantai hanya memakan waktu 30 menit.Jarang
sekali orang Pariaman melihat laut langsung ke pantai.Inilah pudarnya
budaya maritim kita,” tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan
kualitas generasi muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK)
mendorong para lulusan perguruan tinggi lebih mengenal jati diri dan
budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di kepulauan sudah
seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.
“Kewirausahaan mendorong budaya di Indonesia saling berbaur karena
bertujuan mencapai kemajuan ekonomi.Budaya lokal di Indonesia saat
ini saling berbaur karena didorong oleh kebutuhan yang sama yakni
memajukan setiap usaha,” katanya.
Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang
tumbuh dan berkembang di sektor maritim dan agraris.”Pada awalnya
budaya maritim mendorong orang untuk menjadi pengusaha karena
orang yang tinggal di kawasan maritim cenderung agresif dan berani
mengambil risiko saat menjalankan usaha,” ungkapnya.
Sebaliknya masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan
agraris, seperti petani cenderung tidak berani menanggung risiko. Karena
itu, menurut JK, dalam perkembangannya kedua masyarakat ini harus
16. hidup dalam budaya saling berbaur karena memiliki tujuan sama, yakni
meningkatkan kemajuan bangsa.
Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali
perdaban bangsa Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim
yang dibangun nenek moyang dulu diharapkan bisa memperkuat NKRI,
dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu kekuatan,yaitu negara
maritim.
Bukti-bukti kebesaran budaya maritim Indonesia:
Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut
negeri ini, dengan tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki
teknologi pembuatan yang belum ada duanya di dunia.Catatan-catatan
dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai belahan dunia
(Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-
pelaut Nusantara, dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke
berbagai sudut dunia.
Penemuan artefak-artefak di berbagai belahan dunia, termasuk beberapa
tempat di negeri ini (misalnya di gua Pasemah, Sumatera Selatan, gua
Made di Jombang, Jawa Timur, lembah Mada di Sulawesi Selatan,
Batujaya di Bekasi, atau banyak lokasi lain seperti Timor, Kutai,
Maluku, Halmahera) mengindikasikan bukan hanya terjadi perlintasan
antar bangsa, tapi juga kebudayaan advance yang telah
dicapai.Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia, dan
mengikutsertakan lebih dari 400 juta penutur membuktikan keberadaan
bangsa-bangsa di Nusantara di atas bumi ini.
Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai
kawasan, sejak dari Afrika, Timur Tengah, India, hingga Polynesia,
memperlihatkan bagaimana pengaruh kultural sudah jauh lebih dulu
sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.
1. MARITIM PADA MASA KOLONIAL
Sejarah Maritim Indonesia (Masa Kolonial Hindia Belanda)Perdagangan
di Asia sudah berawal di masa Portugis dan VOC, bahkan telah ada
berabad-abad sebelumnya, baik perdagangan melalui darat (jalan sutra)
maupun melalui laut Dalam masa modern awal itu terjadi interaksi
dagang antara para penguasa dan para penjajanya di Nusantara dan
organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da
17. India dan East India Company EIC) dari Inggris serta VOC dari
Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki Indonesia seperti
Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah
Nusantara disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke
tangan Turki Ottoman yang merupakan pusat rempa-rempah dengan itu
mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru, lali semangat 3G (Gold,
Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin seiring
berjalannya waktu Belanda berhasil berkuasa tunggal di Indonesia
dengan itu VOC pun berkuasa di nusantara[1].
Seiring berjalannya waktu karena terus merugi VOC tidak sanggup
membayar dividen dari saham yang dibeli rakyat.Oleh sebab itu, dari
tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang kepada negara untuk
membayar kewajibannya.Namun tahun 1795 negara mengambil alih
seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut.Tahun
1799 VOC dinyatakan failite dan bubar.Harta kekayaan VOC yang tidak
bergerak seperti benteng-benteng atau daerah-daerah produksi rempah di
Nusantaar, diambil alih oleh negara. Itulah asset kerajaan Belanda yang
menjadi cikal bakal dari negara lolonial Hindia Belanda yang berdiri
sejak tahun 1817 [2]. Wilayah yang dimiliki oleh Belanda kurang
strategis karena wilayah daratannya kecil dan wilayahnya daratnnya
lebih rendah daripada laut maka merekapun bekerja keras dan menjadi
cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi bangsa Belanda
khususnya para Pelaut Belanda itu sendiri untuk mengembangkan jiwa
bahari karena lewat laut mereka dapat mengembangkan perekonomian
negeri mereka sebagai contoh dari semangat kerja mereka yaitu Bangsa
Belanda pandai membuat Kapal-kapal Laut yang kokoh dan kuat dalam
menjelajahi perairan laut maupun samudera tidak ketinggalan para
pelautnya yang sangat tangguh di lautan.
Membahas kegiatan kemaritiman pada masa Kolonial Hindia Belanda
menjadi sangat menarik, dikarenakan pada masa ini Belanda melakukan
berbagai kebijakan agar keutungan pihak Kolonial Hindia Belanda pada
masa itu tetap, bahkan bertambah.
Kegiatan Pelayaran
Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan
mempengaruhi peningkatan aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah colonial yang protektif terhadap
pelayaran domestic. Hal ini mengakibatkan armada Belanda
mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal
Nederland dan Hindia Belanda merupakan 95% dari seluruh armada
18. pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan hanya 28,5% untuk
pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM merupakan tulang punggung
pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan memasuki abad XX
pelayaran antarpulau meningkat rata-rata 7,6% angka ini lebih tinggi
daripada yang dicapai pada perempatan ketiga abad XIX yang hanya
mencapai 5,5% menjelang perang dunia I angka tersebut menjadi 2,4%
dikarenakan dengan stagnasi dalam perdagangan luar negeri sebagai
akibat perang. Seperti diketahui penggunan kapal uap dan motor di
perairan Indonesia lebih awal jika dibandingkan dengan negara
kepulauan lain di Asia. Hingga tahun 1860-an komunikasi secara regular
antarpulau menggunakan kapal layar, penggunaan kapal uap untuk
kepentingan komersial baru sejak 1868, sedangkan Hindia Belanda sejak
1842. Penggunaan kapal uap lebih meningkat pesat dalam pelayaran
antarpulau daripada pelayaran Internasioanl hal imi menunjukkan bahwa
pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan hanya
kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya
kekuatan asing serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu
juga untuk menggapai integrasi negara colonial dibawah bendera Pax
Neerlandica.
Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap
pelayaran antarpulau daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda
hal ini berhubungan dengan tuntutan Inggris kepada Belanda untuk
melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang dilakukan
Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional
seperti pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas serta
penghapusan tarif differensial hal ini telah memungkinkan
berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara.
Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi
wilayah kekuasaan yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga
Indrapura, namun realitanya Belanda hanya menguasai wilayah kota
Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu Sibolga,
Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper
ditemukan diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang
paling terkenal daerah operasi bajak laut adalah Selat Malaka, Laut Cina
Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini (terutama Selat Malaka)
memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di
Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu
banyak yang beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas
bajak laut, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan berbagai pos
pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali mengirim
19. ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi
laporan mengenai bajak laut [5].
Wilayah pantai Barat Sumatera menjadi penting bagi Kolonial Hindia
Belanda, dikarena di wilayah ini lah Kolonial Hindia Belanda
memfokuskan kegiatan maritimnya dikawasan ini, sebab dikawasan
pantai timur Sumatera atau wilayah dekat Selat Malaka terdapat pusat
perdagangan dunia yang berada diwilayah Tumasik (Singapura) dan itu
merupakan wilayah bagian dari Inggris yang menjadi penguasa didaerah
tersebut, dan wilayah pantai barat juga merupakan tempat komoditi
utama pada masa itu dan pemerintah Belanda pun berfokus kepada
aktivitas perkebunan di wilayah Sumatera tersebut.
Aktivitas Pelayaran di wilayah Makassar dipengaruhi karena Angin
Muson baratlaut yang biasa digunakan untuk pelayaran perdagangan,
dimanfaatkan oleh para pedagang wilayah barat seperti Malaka, Riau,
Johor, dan Batavia, untuk berlayar kearah timur ke Kota Makassar dan
kepulauan Maluku. Pelayaran ke kepulauan Maluku dari kota Makassar
dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu : pertama dengan menyusur ke
Selatan kemudian belok kiri melayari pesisir hingga Buton dan
selanjutnya berlayar ke Maluku. Kedua menyusuri Selat Makassar
berlayar kea rah timur memasuki pelabuhan Manado dan terus ke pulau
Ternate; bila perlu berlayar ke selatan hingga mencapai pulau Seram atau
Papua. Angin Muson Utara dan Tenggara memungkinkan terciptanya
jalur pelayaran Utara-Selatan (Amoy dan Kanton-Makassar-Kepulauan
Indonesia bagian Timur) [6].
Wilayah Sulawesi menjadi istimewa dikarenakan menjadi pusat
perniagaan dikarenakan beberapa faktor pertama : letaknya strategis
(berada ditengah-tengah dunia perdagangan). Kedua munculnya
intervensi bangsa Eropa sehingga sehingga pedagang di pusat niaga
mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar.
Ketiga pedagang dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke
daerah-daerah penghasil dan Bandar niaga lain[7] .
Kegiatan Perdagangan Maritim
Kegiatan perdagangan Maritim pada masa ini terjadi monopoli cengkeh
di Ambon. Cengkeh dan Pala di Indonesia Timur sama kedudukannya
dengan Lada di Indonesia Barat yang tumbuh di Sumatera, Malaka, dan
Jawa Barat dan terjadilah monopoli Lada yang Suamatera bagian Utara
dikuasai Aceh, dan Sumatera bagian Selatan dikuasai Banten.
Perdagangan daerah Makassar ditandai dengan melemahnya monopoli
dan berkembangnya perdagangan bebas dan menjadikan Makassar
20. sebagai Bandar niaga Internasional dan pelabuhan transit terpenting di
kepulauan Hindia Belanda dibagian timur dipertengahan abad 19.
Belanda dan Inggris bersaing ketat dalam penjualan komoditi Teh dan
berniat menguasai perdagangan Cina, akan tetapi Belanda lebih
menguntungkan karena wilayah koloninya banyak menghasilkan yang
diperlukan Cina mereka pun melakukan perjanjian tetapi Belanda ingkar
janji dan Inggris mencari pelabuhan yang aman untuk pelayaran ke Cina
dan tahun 1819 Inggris pun mendapatkan Singapura. Di wilayah Pantai
Barat Sumatera pada sekitar abad ke-19 NHM membuat tiga kegiatan
utama yaitu Perbankan, Perdagangan, dan Perkebunan hanyalah
Perkebunan yang berhasil dikarena kegiatan Perbankan memghasilkan
kredit macet dan kegiatan Perdagangan yang tidak memberikan untung,
hanyalah Perkebunan dalam hal ini perkebunan Kopi yang
menguntungkan lalu kopi-kopi itu akhirnya di ekspor ke Belanda dan
termasuk sebagai perdagangan maritim
Perkembangan Kerajaan-Kerajaan
Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui
dalam dalam pergaulan antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan
sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan
fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemilikan armada tempur dan
pertahanan yang memadai.Di wilayah laut Sulawesi diantara kekuatan
laut yang muncul hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao yang berhasil
menjadi kekuatan maritime terbesar.Tetapi sejak pertengahan abad XIX
Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai Spanyol sehingga
akhirnya hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi
dikawasan ini.Raja-raja di pantai timur Kalimantan dan dibagian utara
Sulawesi tidak berhasil mengembangkan suatu armada yang besar.Begitu
pula di Kepulauan Sangihe-Talaud, walaupun penduduknya
berkebudayaan maritim, fragmentasi dalam satuan-satuan kecil tidak bisa
menampilkan suatu kekuatan laut yang berjangkauan regional.
Sebagaimana telah diketengahkan di depan, dalam hal ini Raja Laut
harus bekerjasama dengan orang laut untuk membina kekuatan bahari.
Umumnya kerajaan-kerajaan ini mempunyai penduduk yang terbatas
sehingga tidak sanggup membentuk kekuatan laut yang
besar.Kekurangan penduduk di Sulu dan lembah sungai Pulangi di
Mindanao Selatan dapat diatasi dengan mengadakan ekspedisi lintas laut
yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan budak sebagai sumber tenaga
kerja. Dengan kata lain Raja laut, bekerjasama dengan Bajak laut untuk
menjamin adanya suplai tenaga kerja yang tetap .
21. Perkembangan Sosial
Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni
tak mungkin dapat masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga
Hindia Belanda yang berjumlah beribu-ribu didaerah yang amat luas ini
perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian Indonesia Barat.
Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia,
tetapi terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut
Indonesia menyebabkan timbulnya kembali para perompak perlu
diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak termasuk kejahatan, pada
masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi sosial
yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai
Utara Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan
menawan orang untuk dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum
bangsawan turut serta dalam pelajaran perompakan ini, malahan
merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan .
1. MARITIM PADA PRA KEMERDEKAAN
Dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, pada masa jauh
sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora di
bumi Nusantara. Bahkan beberapa kerajaan pada zaman itu seperti
Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah mampu menguasai
lautan dengan armada perang, perdagangan yang besar serta
pengaruhnya hingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa
maritim yang memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah
mengalami masa keemasan sejak awal abad masehi.Menggunakan kapal
bercadik, mereka berlayar mengelilingi dunia dan menjadi bangsa yang
disegani.
Berbakal alat navigasi seadanya, bangsa Indonesia mampu berlayar ke
utara, memotong lautan Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur
hingga Pulau Paskah.Seiring perjalanan waktu, ramainya alur
pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong
munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut
besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak,
Nusantara adalah negara kuat yang disegani di kawasan Asia.Sebagai
22. kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M)
telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran
dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah wilayah strategis yang
digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.
Puncak kejayaan maritim Nusantara terjadi pada masa Kerajaan
Majapahit (1293-1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan
Nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti
Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa besarnya kerajaan-
kerajaan di Nusantara. Mereka mampu menyatukan wilayah Nusantara
dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatnya mampu
menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya,
ekonomi, politik dan sosial. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas
bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim,
kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia. Namun di masa
kekuasaan Kolonial Belanda dan pengaruh ilmu pengetahuan dari
dataran Eropa yang berkuasa di Indonesia kurang lebih selama 3,5 abad.,
sangat memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap semangat
maritim nusantara. Pengikisan semangat bermaritim akhirnya
menggiring bangsa ini hanya berkutat di sektor agraris demi kepentingan
kaum kolonialis.Kesuraman budaya maritim Indonesia semakin parah
dan berlanjut pada masa orde baru sampai sekarang.keberpihakan
Pemerintah semakin jelas condong ke wilayah pertanian.
Minimnya keberpihakan pemerintah pada sektor maritim (maritime
policy) menyebabkan masih semrawutnya penataan Selat Malaka yang
sejatinya menjadi sumber devisa. Hal lainnya adalah pelabuhan negeri
ini belum menjadi international hub port, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
yang telantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama
di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas.Ditambah, semakin
maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people,
dan penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi
strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga
aspek, yaitu alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent
passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan
ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi
Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang mempunyai
sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar
biasa jika dikelola dengan baik. Terkait dengan visi pembangunan
23. nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa
Indonesia secara menyeluruh dan merata, dibutuhkan kemampuan
pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat
melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah
dicapai.Pesatnya perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan
kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut
dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan kepentingan
bangsa bangsa ini.nasional.Karena itu, perubahan orientasi pembangunan
nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal
yang sangat penting dan mendesak.
1. MARITIM PADA ERA KEMERDEKAAN
Indonesia merdeka dan berusaha memanfaatkan keuntungan geografis
yang dimilikinya. Posisi silang Indonesia yang diapit oleh samudera
Pasifik dan Hindia, serta diapit benua Asia dan Australia, membuat
Indonesia memiliki Semangat negara maritim ini dituangkan pendiri
Republik Indonesia di dalam Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan
Soekarno pun berusaha membuat Indonesia sebagai poros
maritim.Banyak perusahaan pelayaran Indonesia pun tumbuh.Salah
satunya yakni Jakarta Lloyd yang didirikan oleh beberapa orang TNI dari
angkatanlautpada1950.
“Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak
zaman Presiden Soekarno,” kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB
Hassanudin saat berbincang denganmetrotvnews.com.
Pemerintah juga berusaha menutup “lubang” di laut antar pulau dengan
memperjuangkan konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan
deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut yang berlaku saat itu, batas
teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas di
antara pulau-pulau Indonesia. Indonesia terus mengupayakan konsep
negara kepulauan diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai
terluar sebagai titik ukur batas teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam
PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB) 1982 yang
diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia
bertambah hingga 2,5 kali. Industri maritim Indonesia pun semakin
menggeliat.Beberapa perusahaan pelayaran niaga bermunculan dan
semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut Indonesia yang
memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil
menembus pasar dunia. “Para era saya masih berlayar tahun 80an,
Indonesia bisa dibilang menguasai ASEAN,” kata Bobby. Kapal
berbendera Indonesia pun bisa ditemui hampir di seluruh pelabuhan
24. negara Asia Tenggara.
Kemunduran industri maritim Indonesia
Pemerintah Soeharto membuat sebuah ‘blunder’ dengan mengeluarkan
kebijakan membesituakan (scrapping) kapal berusia di atas 25 tahun.
Kebijakan ini membuat kapal Indonesia terpaksa dipensiunkan.
Kebijakan yang menampar keras perusahaan pelayaran ini pun akhirnya
membuat industri maritim Indonesia semakin mundur.Cita-cita membuat
poros maritim ini pun jadi semakin jauh dari kenyataan.
“Scrapping kapal membuat kita kekurangan kapal,” tutur Ketua Umum
Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto
saat berdiskusi denganmetrotvnews.com, Selasa, 13 Oktober 2015. Hal
ini juga diakui oleh Bobby yang sempat merasakan langsung dampak
kebijakan ini kepada industri maritim Indonesia.”Itu tidak bias
dipungkiri,” ungkap dia. Karena kekurangan kapal, perusahaan pelayaran
asing pun menyasar kekosongan ini.Akibatnya pelayaran asing
mendominasi industri maritim Indonesia.Pada tahun 1995 misalnya,
jumlah kapal asing mencapai 6.397 unit sedangkan kapal nasional hanya
5.050 unit. Bahkan sebelum asas cabotage dikeluarkan pada 2005, 46
perse angkutan domestik dan 96 persen ekspor-impor dikuasai asing.
“Sejak diterapkan, asas sabotage memberi dampak positif kepada
pelayaran nasional,” tutur CarmelitaNamun kebijakan yang tidak
konsisten antar rezim membuat pengusaha pemilik kapal dan industri
maritim masih sulit berkembang. Komunikasi antar kementerian terkait
pun tidak lancar dan menyebabkan industri maritim tak dapat berlari.
Namun dengan naiknya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla yang mengusung semangat menjadikan Indonesia poros maritim
dunia, membawa angin segar bagi industri ini.
“Kami menyambut baik saat Presiden Jokowi menyatakan akan
menjadikan laut sebagai pendorong utama ekonomi nasional,” pungkas
Carmelita.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir
sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang
ada, serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan –
kerajaan, ditambah dengan peninggalan – peninggalan sejarah yang
makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim Indonesia
saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi
25. maritim tida lagi jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia
melihat potensi dari posisi strategis nusantara.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya jita kembali kapada visi maritim
yang dulu seperti diterapkan nenek moyang kita, karena sejatinya
Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara
kepulauan. Sehingga dengan mengoptimalkan letak strategis dari
Indonesia dan kekayaan sember daya bahari yang melimpah, maka
bukan mustahil jika Indonesia akan menjadi bangsa yang disegani dan
diperhitunkan di dunia dalam bidang maritim layaknya dimasa jayanya
dulu., tidak dapat dibantahkan lagi bahwa Indonesia memang terlahir
sebagai Negara maritime.Sebelum Indonesia merdeka, nenek moyang
telah menunjukkan bahwa Indonesia pada zaman dahulu sudah berlayar
jauh dengan perahu sederhana dan ilmu yang mereka miliki melalui
kebudayaannya. Hingga munculnya kerajaan-kerajaan maritime yang
semakin memperkuat konsep “kemaritiman” Indonesia. Ditambah
dengan puncak kejayaan Indonesia yang diraih oleh kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-11 semakin menambah keyakinan kita bahwa Indonesia
memang Negara maritime yang kuat dulunya.Selain itu, kegiatan
pengembaraan dan perikanan nelayan Indonesia pada masa lampau
sangat menggambarkan jiwa kemaritiman yang tinggi.Mereka berlayar
sampai ke NTT, Maluku, bahkan ke pantai utara Australia.
1. KRITIK DAN SARAN
Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin – pemimpinya menciptakan
persepsi kelautan yang tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai
tali kehidupan dan masa depan bangsa. Dengan persepsi demikian
tersebut dapat memacu kesadaran akan arti penting maritim dalam
pembangunan nasional.
Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah
dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut
sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media
sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan
serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh dunia, yang tujuan
akhirnya tentulah penguasaan laut nasional yang dapat menegakkan
harga diri bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
26. 206. M Djuliati Suroyo, dkk,Sejarah Maritim Indonesia
1(Semarang : Jeda, 2007) hlm. 206.
https://wahyuwidodok.blogspot.co.id/
Bakrie, C. R. (2010, Juli 09). Indonesia Maritime Institute. Dipetik
Desember 23, 2013, dari Negara Visi Maritim
: http://indomaritimeinstitute.org /2010/07/negara-visi-maritim.
Setiawan, E. (t.thn.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dipetik
Desember 23, 2013, dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) web
site:http://kbbi.web.id/maritim.
1. No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Inpres V Tahun 2005 Tentang Pengembangan Industri Pelayaran Niaga
Nasional.
Perpres No. 19 Tahun 1960 Tentang Pembentukan Dewan Maritim