Manifestasi atipikal pada infeksi virus dengue dapat berupa demam tak terdiferensiasi, demam dengue atau DHF. Dokumen ini membahas kasus seorang wanita 32 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan dan demam selama 11 hari yang diduga mengalami infeksi virus dengue bermanifestasi atipikal berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
GEA RINGAN SEDANG
Gastroenteritis akut dehidrasi ringan sedang
Mulai dari anamnesis pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang diagnosis banding hingga penegakan diagnosis serta tatalaksana yang tepat.
Terdapat skenario kasus dari pasien langsung yang di temui di Rumah sakit.
Pasien wanita berusia 58 tahun dirawat dengan keluhan demam, sesak nafas, dan lemas. Didiagnosis menderita infeksi saluran kemih, gagal jantung kongestif, sindrom mielodisplasia, peningkatan enzim hati, dan inanisi. Dilakukan berbagai pemeriksaan dan terapi suportif, namun kondisi pasien terus memburuk dengan gejala sesak nafas yang semakin parah.
1. Pasien laki-laki usia 55 tahun dengan keluhan sesak nafas, bengkak badan, dan asites yang didiagnosis menderita cardiac sirosis, sirosis hati, asites permagna, dan efusi perikardium berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan gambar thoraks dan USG abdomen.
Pasien perempuan berusia 13 tahun dengan keluhan sering berdebar dan keluhan lainnya. Pemeriksaan menunjukkan gizi kurang, takikardi, hipertiroid, dan anemia. Diagnosa hipertiroid dengan gizi buruk. Pengobatan dengan levotiroksin dan pemantauan berkala. Prognosis belum jelas.
Manifestasi atipikal pada infeksi virus dengue dapat berupa demam tak terdiferensiasi, demam dengue atau DHF. Dokumen ini membahas kasus seorang wanita 32 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan dan demam selama 11 hari yang diduga mengalami infeksi virus dengue bermanifestasi atipikal berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
GEA RINGAN SEDANG
Gastroenteritis akut dehidrasi ringan sedang
Mulai dari anamnesis pemeriksaan fisik pemeriksaan penunjang diagnosis banding hingga penegakan diagnosis serta tatalaksana yang tepat.
Terdapat skenario kasus dari pasien langsung yang di temui di Rumah sakit.
Pasien wanita berusia 58 tahun dirawat dengan keluhan demam, sesak nafas, dan lemas. Didiagnosis menderita infeksi saluran kemih, gagal jantung kongestif, sindrom mielodisplasia, peningkatan enzim hati, dan inanisi. Dilakukan berbagai pemeriksaan dan terapi suportif, namun kondisi pasien terus memburuk dengan gejala sesak nafas yang semakin parah.
1. Pasien laki-laki usia 55 tahun dengan keluhan sesak nafas, bengkak badan, dan asites yang didiagnosis menderita cardiac sirosis, sirosis hati, asites permagna, dan efusi perikardium berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan gambar thoraks dan USG abdomen.
Pasien perempuan berusia 13 tahun dengan keluhan sering berdebar dan keluhan lainnya. Pemeriksaan menunjukkan gizi kurang, takikardi, hipertiroid, dan anemia. Diagnosa hipertiroid dengan gizi buruk. Pengobatan dengan levotiroksin dan pemantauan berkala. Prognosis belum jelas.
Tn K datang dengan keluhan bengkak kaki dan perut selama 10 hari, sesak napas saat berbaring. Pasien didiagnosa gagal jantung dan diabetes, hipertensi. Pemeriksaan menunjukkan jantung gallop, hepatomegali, ascites, edema, hiperkalemia, AKI. Diagnosisnya CHF, hiperkalemia, ascites, edema tungkai, AKI.
Dokumen tersebut membahas tentang kunjungan rumah ke pasien wanita berusia 50 tahun yang didiagnosis menderita hipertensi stadium 2. Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat beberapa faktor risiko penyebabnya seperti genetik, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik. Intervensi yang diberikan meliputi edukasi tentang penyakit dan gaya hidup sehat serta dukungan untuk terapi dan kontrol lebih lan
Laporan kasus seorang pria berusia 39 tahun dengan keluhan utama badan terasa lemas selama 5 bulan. Pemeriksaan menunjukkan tekanan darah tinggi dan abnormalitas pada darah rutin serta fungsi ginjal dan hati. Diagnosis pasien gangguan fungsi ginjal lanjut, gastritis akut, dan hipertensi.
1. Laporan kasus tentang pasien wanita berusia 43 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati dan diagnosa cholelithiasis dan cholesistitis. 2. Pemeriksaan menemukan batu empedu multiple pada pemeriksaan USG abdomen. 3. Pasien dirawat inap dan diberi tatalaksana medikamentosa serta diet rendah lemak dan pulih dengan baik.
Dokumen tersebut membahas kasus pasien laki-laki berusia 76 tahun dengan keluhan utama nyeri ulu hati dan diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan diagnosa banding, didiagnosis dengan dispepsia tipe ulcer dan DM tipe 2 dengan polineuropati. Dilakukan treatment non-farmakologi, nutrisi medis, aktivitas fisik, dan farmakologi seperti infus dan obat oral.
Pasien perempuan 37 tahun dirawat dengan keluhan lemas berkepanjangan dan nyeri dada. Pemeriksaan menunjukkan anemia, hipoalbuminemia, hipokalemia, hiponatremia, dan peningkatan enzim hati serta bilirubin. Diagnosis utama adalah kolangitis primer biliaris, lupus eritematosus sistemik, anemia hemolitik autoimun, dan diabetes melitus tipe 2.
Pasien perempuan berusia 14 tahun 3 bulan datang dengan keluhan mimisan berulang, haid memanjang, gusi berdarah dan BAB hitam. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia dengan trombosit <2.000/mm3. Berdasarkan gejala klinis dan hasil laboratorium didiagnosis menderita ITP (Immune Trombocytopenia Purpura) atau penyakit perdarahan akibat penghancuran trombosit berlebihan secara autoim
Tatalaksana
- Pemberian suplemen zat besi oral (ferrous sulfate 200 mg 3x1)
- Pemberian asam folat oral 1x1
- Pemantauan Hb setiap 2 minggu
- Jika tidak respons, pertimbangkan transfusi darah
- Edukasi diet kaya zat besi dan asam folat
- Pantau gejala anemia (lemah lemas, pusing)
Diagnosis
- Pemeriksaan sumsum tulang (jika tidak respons terapi) untuk mengecek adanya infeksi kronis atau kanker
Pasien wanita berusia 71 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar. Pemeriksaan fisik dan status neurologis menunjukkan adanya tanda-tanda vertigo perifer. Diagnosis kerja adalah benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Pasien diberikan penatalaksanaan non-medikamentosa berupa manuver Epley dan medikamentosa seperti betahistine, flunarizine, dan diazepam.
Pasien laki-laki berusia 49 tahun mengeluhkan nyeri perut kanan atas selama sebulan disertai demam dan penurunan nafsu makan yang drastis. Pemeriksaan menunjukkan adanya massa di kuadran kanan atas abdomen dan peningkatan enzim hepatik. MRCP menunjukkan kemungkinan tumor pankreas yang mendesak duktus hepatikus dan koleduk. Diagnosisnya diduga pankreatitis kronis dengan komplikasi obstruksi koleduk oleh
Cholelithiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau duktus koledokus. Pemeriksaan utama meliputi USG dan ERCP. Pengobatan definitifnya adalah kolesistektomi.
Pasien wanita berusia 22 tahun dengan keluhan utama gusi berdarah selama 6 hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan gusi berdarah, mata konjungtiva pucat dan ikterik, serta bintik merah di kulit dan kaki. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia berat dengan hemoglobin 8 g/dL, trombositopenia, dan peningkatan bilirubin total. Diagnosis awal adalah sindrom hemolitik uremik.
Pasien perempuan berusia 2 tahun 7 bulan datang dengan keluhan nyeri perut dan kembung selama 3 hari disertai demam dan BAB hijau selama 1 hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan abdomen cembung dan nyeri, serta stridor paru. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia dan elektrolit rendah. Diagnosis banding ileus akibat intususepsi atau volvulus.
Tn K datang dengan keluhan bengkak kaki dan perut selama 10 hari, sesak napas saat berbaring. Pasien didiagnosa gagal jantung dan diabetes, hipertensi. Pemeriksaan menunjukkan jantung gallop, hepatomegali, ascites, edema, hiperkalemia, AKI. Diagnosisnya CHF, hiperkalemia, ascites, edema tungkai, AKI.
Dokumen tersebut membahas tentang kunjungan rumah ke pasien wanita berusia 50 tahun yang didiagnosis menderita hipertensi stadium 2. Berdasarkan hasil pemeriksaan, terdapat beberapa faktor risiko penyebabnya seperti genetik, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik. Intervensi yang diberikan meliputi edukasi tentang penyakit dan gaya hidup sehat serta dukungan untuk terapi dan kontrol lebih lan
Laporan kasus seorang pria berusia 39 tahun dengan keluhan utama badan terasa lemas selama 5 bulan. Pemeriksaan menunjukkan tekanan darah tinggi dan abnormalitas pada darah rutin serta fungsi ginjal dan hati. Diagnosis pasien gangguan fungsi ginjal lanjut, gastritis akut, dan hipertensi.
1. Laporan kasus tentang pasien wanita berusia 43 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati dan diagnosa cholelithiasis dan cholesistitis. 2. Pemeriksaan menemukan batu empedu multiple pada pemeriksaan USG abdomen. 3. Pasien dirawat inap dan diberi tatalaksana medikamentosa serta diet rendah lemak dan pulih dengan baik.
Dokumen tersebut membahas kasus pasien laki-laki berusia 76 tahun dengan keluhan utama nyeri ulu hati dan diabetes melitus tipe 2. Berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan diagnosa banding, didiagnosis dengan dispepsia tipe ulcer dan DM tipe 2 dengan polineuropati. Dilakukan treatment non-farmakologi, nutrisi medis, aktivitas fisik, dan farmakologi seperti infus dan obat oral.
Pasien perempuan 37 tahun dirawat dengan keluhan lemas berkepanjangan dan nyeri dada. Pemeriksaan menunjukkan anemia, hipoalbuminemia, hipokalemia, hiponatremia, dan peningkatan enzim hati serta bilirubin. Diagnosis utama adalah kolangitis primer biliaris, lupus eritematosus sistemik, anemia hemolitik autoimun, dan diabetes melitus tipe 2.
Pasien perempuan berusia 14 tahun 3 bulan datang dengan keluhan mimisan berulang, haid memanjang, gusi berdarah dan BAB hitam. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia dengan trombosit <2.000/mm3. Berdasarkan gejala klinis dan hasil laboratorium didiagnosis menderita ITP (Immune Trombocytopenia Purpura) atau penyakit perdarahan akibat penghancuran trombosit berlebihan secara autoim
Tatalaksana
- Pemberian suplemen zat besi oral (ferrous sulfate 200 mg 3x1)
- Pemberian asam folat oral 1x1
- Pemantauan Hb setiap 2 minggu
- Jika tidak respons, pertimbangkan transfusi darah
- Edukasi diet kaya zat besi dan asam folat
- Pantau gejala anemia (lemah lemas, pusing)
Diagnosis
- Pemeriksaan sumsum tulang (jika tidak respons terapi) untuk mengecek adanya infeksi kronis atau kanker
Pasien wanita berusia 71 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar. Pemeriksaan fisik dan status neurologis menunjukkan adanya tanda-tanda vertigo perifer. Diagnosis kerja adalah benign paroxysmal positional vertigo (BPPV). Pasien diberikan penatalaksanaan non-medikamentosa berupa manuver Epley dan medikamentosa seperti betahistine, flunarizine, dan diazepam.
Pasien laki-laki berusia 49 tahun mengeluhkan nyeri perut kanan atas selama sebulan disertai demam dan penurunan nafsu makan yang drastis. Pemeriksaan menunjukkan adanya massa di kuadran kanan atas abdomen dan peningkatan enzim hepatik. MRCP menunjukkan kemungkinan tumor pankreas yang mendesak duktus hepatikus dan koleduk. Diagnosisnya diduga pankreatitis kronis dengan komplikasi obstruksi koleduk oleh
Cholelithiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau duktus koledokus. Pemeriksaan utama meliputi USG dan ERCP. Pengobatan definitifnya adalah kolesistektomi.
Pasien wanita berusia 22 tahun dengan keluhan utama gusi berdarah selama 6 hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan gusi berdarah, mata konjungtiva pucat dan ikterik, serta bintik merah di kulit dan kaki. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia berat dengan hemoglobin 8 g/dL, trombositopenia, dan peningkatan bilirubin total. Diagnosis awal adalah sindrom hemolitik uremik.
Pasien perempuan berusia 2 tahun 7 bulan datang dengan keluhan nyeri perut dan kembung selama 3 hari disertai demam dan BAB hijau selama 1 hari. Pemeriksaan fisik menunjukkan abdomen cembung dan nyeri, serta stridor paru. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia dan elektrolit rendah. Diagnosis banding ileus akibat intususepsi atau volvulus.
Similar to Case Report Peritonitis Generalisata ec App Perforasi (20)
PRESENTASI LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIFratnawulokt
Peningkatan status kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu hal prioritas di Indonesia. Status derajat kesehatan ibu dan anak sendiri dapat dinilai dari jumlah AKI dan AKB. Pemerintah berupaya menerapkan program Sustainable Development Goals (SDGs) dengan harapan dapat menekan AKI dan AKB, tetapi kenyataannya masih tinggi sehingga tujuan dari penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif dari ibu hamil trimester III sampai KB.
Metode penelitian menggunakan Continuity of Care dengan pendokumentasian SOAP Notes. Subjek penelitian Ny. “H” usia 34 tahun masa kehamilan Trimester III hingga KB di PMB E Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.
Hasil asuhan selama masa kehamilan trimester III tidak ada komplikasi pada Ny. “E”. Masa persalinan berjalan lancar meskipun terdapat kesenjangan dimana IMD dilakukan kurang dari 1 jam. Kunjungan neonatus hingga nifas normal tidak ada komplikasi, metode kontrasepsi memilih KB implant.
Kesimpulan asuhan pada Ny. “H” ditemukan kesenjangan antara kenyataan dan teori di penatalaksanaan, tetapi dalam pemberian asuhan ini kesenjangan masih dalam batas normal. Asuhan kebidanan ini diberikan untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadi komplikasi pada saat masa kehamilan hingga KB.
3. : Tn. LM
: Laki-laki
: Bestobe, 11 April 1995
: 28 tahun
: Jl. Permata 4 Blok N8 No 8, RT 006/RW 011, Tegal
Alur, Kalideres
: SMA
: Sudah menikah
: Katolik
: Jawa
: 150967
: 22 Maret 2024
: 25 Maret 2024
Identitas
Nama Lengkap
Jenis Kelamin
Tempat,Tanggal Lahir
Umur
Alamat
Pendidikan
Status Pernikahan
Agama
Suku
No. RM
Tanggal Masuk
Tanggal Keluar
5. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kalideres dengan keluhan nyeri seluruh
perut terutama di kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri terasa tajam,
awalnya di bagian ulu hati dan sekitar pusar kemudian berpindah ke perut
kanan bawah sejak 12 jam SMRS, intensitas nyeri semakin memberat, VAS
8/10, memberat saat bergerak, dan membaik jika istirahat dan berbaring.
Pasien pernah merasakan keluhan serupa 1 tahun SMRS, pasien hanya
konsumsi obat anti nyeri dari warung kemudian keluhan membaik.
Keluhan disertai mual sejak 1 hari SMRS yang diperberat setelah makan
disertai muntah sebanyak 1x, muntahan berisi ampas makanan, warna putih
kekuningan, tidak disertai darah merah segar atau kehitaman, tidak berbau
feses. Napsu makan pasien berkurang sejak 1 hari SMRS.
6. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sempat berobat ke IGD RS di hari keluhan muncul, dilakukan
pemeriksaan darah dan urin kemudian disarankan untuk rawat jalan dengan
obat pulang.
Keluhan nyeri perut pasien kemudian memberat disertai demam sejak
12 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut, yang membaik jika pasien
istirahat dan tidak bergerak. Pasien tidak mengukur suhu demamnya.
Pasien terakhir BAB 1 hari SMRS sebelum keluhan nyeri perut, sebanyak
1x, warna cokelat, konsistensi lunak cair, tidak disertai darah atau lendir.
Keluhan diare, sembelit, atau BAB berdarah sebelumnya disangkal. BAK
pasien tidak ada keluhan. Keluhan lainnya disangkal pasien.
7. Riwayat Penyakit Dahulu
Benjolan pada buah zakar yang hilang timbul, tidak terasa
nyeri, belum berobat.
Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
Riwayat alergi disangkal.
Riwayat Pengobatan
Obat rutin disangkal. Riwayat rawat inap di RS
dan operasi disangkal.
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, DM, keganasan, dan alergi pada
keluarga disangkal.
Riwayat kebiasaan dan sosial ekonomi
Pasien suka konsumsi makanan pedas. Pasien umumnya
makan makanan dari luar, berupa nasi, lauk, dan sayur. Pasien
kurang konsumsi buah-buahan. Pasien minum air sebanyak 1-
1,5L setiap hari.
9. Pemeriksaan Fisik
I. Keadaan Umum : Tampak nyeri
II.Kesadaran : CM (E4M6V5)
III.Tanda Vital
Tekanan darah : 134/84 mmHg
Frekuensi nadi : 111x/menit, teratur, isi cukup
Frekuensi nafas : 22x/menit, teratur,
kedalaman cukup
SpO2 : 98% on RA
Suhu : 38.40C
VAS : 8/10
IV. Antropometri dan Status Gizi
Berat badan : 76 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 27,9 kg/m2 (obese I)
22 Maret 2024 di IGD RSUD Kalideres
10. Status Generalis
Kepala Normocephali
Mata
pupil isokor, ukuran 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-),
konjungtiva pucat (-/-), injeksi konjungtiva (-/-)
Telinga Bentuk normal, simetris, deformitas (-/-)
Hidung Bentuk normal, deformitas (-)
Mulut
mukosa oral basah, atrofi papil lidah (-), tonsil T1-T1, detritus (-), kripta tidak
melebar, faring hiperemis (-).
Leher
tidak ada pembengkakan kelenjar parotis dan pembesaran kelenjar getah
bening.
Paru
Inspeksi : bentuk normal, tampak simetris dalam keadaan stasis ataupun
dinamis, retraksi (-)
Palpasi : taktil fremitus kanan-kiri depan-belakang sama kuat
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara paru vesikuler +/+, rhonkhi -/-, wheezing -/-
11. Status Generalis
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra
Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 & S2 normal, tidak terdengar murmur & gallop
Abdomen
Inspeksi : tampak cembung
Auskultasi : bising usus (+) menurun di seluruh lapang abdomen, bruit (-), borboritmi (-)
Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
Palpasi : Guarding (+), McBurney sign (+), Rovsing sign (+), Rebound tenderness (+),
Dunphy (+), Psoas (-), Obturator (+), hepar dan lien tidak teraba.
Anus dan
Genitalia
tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
akral teraba hangat, CRT < 2 detik, tidak tampak deformitas, terpasang IV line di manus
sinistra, flebitis (-)
Kulit Dalam batas normal, turgor kulit baik, sianosis (-), petekie (-), jaundice (-)
Kelenjar Getah
Bening :
Tidak teraba pembesaran KGB
20. CT Abdomen Non Kontras
22 Maret 2024
Tampak struktur appendix dengan kaliber 0,62 cm – 0,65 cm, ditemukan fat
stranding minimal sekitar appendix dengan subcentimeter limfadenopati
multiple parailliaca dextra.
Kesan :
• Mengarah gambaran acute appendicitis dengan periappendiceal fat
stranding inflammation ringan dan multiple limfadenopati subcentimeter
parailliaca dextra.
• Tak tampak kelainan pada organ intra abdomen lainnya.
21. Resume
Tn. LM (28 tahun) datang ke IGD RSUD Kalideres dengan keluhan nyeri
seluruh perut terutama di kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Nyeri terasa tajam,
migrasi dari epigastrium ke iliaca dextra, intensitas nyeri semakin memberat,
VAS 8/10, memberat saat bergerak, dan membaik jika istirahat dan berbaring.
Keluhan disertai mual sejak 1 hari SMRS yang diperberat setelah makan
disertai muntah sebanyak 1x berisi ampas makanan. Napsu makan pasien
berkurang sejak 1 hari SMRS. 12 jam SMRS, nyeri perut pasien kemudian
memberat juga disertai timbulnya demam. Keluhan lainnya disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak nyeri dengan kesadaran compos
mentis. Tanda-tanda vital pasien meliputi tekanan darah 134/84 mmHg, nadi
111x/menit (teratur, kuat angkat), RR 22x/menit, dan suhu febris 38,4C. Status
gizi pasien berdasarkan BMI adalah obese I.
22. Resume
Pada status generalis, kepala, mata, hidung, mulut, leher, jantung, paru,
dan ekstremitas pasien dalam batas normal. Pada PF abdomen, tampak
cembung, dengan hipoperistaltik pada auskultasi, timpani seluruh lapang
abdomen, Guarding (+), McBurney sign (+), Rovsing sign (+), Rebound
tenderness (+), Dunphy (+), dan Obturator (+).
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan leukositosis (17140 /µL) dengan
shift to the left pada hitung jenis. ALVARADO score pasien 10. Pada urinalisa
juga ditemukan leukosit esterasi +1, protein +1, dan eritrosit 50-100/LPB. CT
scan abdomen ditemukan kesan appendicitis akut dengan periappendiceal fat
stranding inflammation ringan dan multiple limfadenopati subcentimeter
parailliaca dextra.
24. Tatalaksana
Tatalaksana awal IGD
• Inj Ketorolac 30 mg IV
• Inj Ranitidine 50 mg IV
• Inj Ondansetron 8 mg IV
• Konsul dr. Erwin Sp. B untuk
rencana operasi
Tatalaksana IGD ranap
• IVFD Ringer Laktat 500cc/24 jam
• Ceftriaxone 1x2gr iv
• Omeprazol 2x40mg iv
• Paracetamol 3x1gr IV kp
demam/nyeri
• Ketorolac 3x30 mg IV
• Pro laparotomi appendektomi
• Puasa 6 jam pre op
• Konsul dokter spesialis anestesi
25. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
26. Laporan Operasi
Tindakan : Laparotomi
appendektomi
Jumlah perdarahan : 5 cc
• Pasien posisi supine dalam
general anesthesia (GA).
• Asepsis dan antisepsis daerah
operasi.
• Insisi midline, perdalam hingga
cavum peritoneum.
• Ikat dan potong mesoappendix.
• Ikat dan potong appendix.
• Jahit luka operasi.
• Operasi selesai
Tanggal Operasi: 23 Maret 2024
27. Tatalaksana Post Operasi
• IVFD Ringer Laktat 63cc/jam
• Ceftriaxone 1x2gr iv
• Omeprazol 2x40mg iv
• Paracetamol 3x1gr IV kp demam/nyeri
• Ketorolac 3x30 mg IV
• Pantau tanda-tanda vital dan produksi drain
• Diet lunak jika sudah flatus
29. 24 Maret 2024 25 Maret 2024
S :
- Pasien masih merasa nyeri pada area bekas operasi, berkurang
setelah diberikan obat anti nyeri.
- Pasien sudah flatus.
- Demam, mual, muntah disangkal.
- BAK on kateter, tidak ada keluhan.
S :
- Nyeri post operasi sudah berkurang dibandingkan kemarin.
- Demam, mual, muntah disangkal.
- BAK on kateter, tidak ada keluhan.
- Makan dan minum baik.
O :
KU/Kes : Baik/CM
TTV :
- TD : 119/67 mmHg
- N : 91 x/menit
- RR 17 x/menit
- S : 37ºC
Kepala : normocephali
Mata : KA -/-, SI -/-
Paru : simetris, vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : S1-S2 reguler, murmur -, gallop -
O :
KU/Kes : Baik/CM
TTV :
- TD : 132/83 mmHg
- N : 84 x/menit
- RR 20 x/menit
- S : 37.4ºC
Kepala : normocephali
Mata : KA -/-, SI -/-
Paru : simetris, vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung : S1-S2 reguler, murmur -, gallop -
30. 24 Maret 2024 25 Maret 2024
Abdomen:
- I : cembung, tampak balutan bekas operasi a/r midline,
rembesan (-), terpasang drain a/r RLQ dengan produksi 20 cc,
serosanguineous.
- A : BU + seluruh lapang abdomen
- P : timpani
- P : supel
Extremitas : akral hangat, CRT<2s, nadi kuat, turgor baik, terpasang
venflon a/r manus dextra, phlebitis (-)
Genitalia : terpasang urin kateter
Abdomen:
- I : cembung, tampak balutan bekas operasi a/r midline, rembesan (-
), terpasang drain a/r RLQ dengan produksi minimal,
serosanguineous.
- A : BU + seluruh lapang abdomen
- P : timpani
- P : supel
Extremitas : akral hangat, CRT<2s, nadi kuat, turgor baik, terpasang
venflon a/r manus dextra, phlebitis (-)
Genitalia : terpasang urin kateter
A : Post laparotomi POD 1 A : Post laparotomi POD 2
P :
- IVFD Ringer Laktat 63cc/jam
- Ceftriaxone 1x2gr iv
- Omeprazol 2x40mg iv
- Paracetamol 3x1gr IV kp demam/nyeri
- Ketorolac 3x30 mg IV
- Pantau tanda-tanda vital dan produksi drain
- Diet lunak
P:
- Boleh pulang
- Aff drain dan urine catheter
- Asam mefenamat 3x500 mg PO
- Ciprofloxacin 2x500 mg PO
- Metronidazole 3x500 mg PO
- Kontrol dalam 1 minggu ke Poli Bedah
32. • Stimulasi reseptor nosiseptif dan reseptor
regangan (afferent sympathetic stretch
receptors).
• Klasifikasi:
Nyeri visceral
Nyeri parietal (somatic)
Nyeri Abdomen
Kleigman R, Patricia S L, Brett J. B, Toth H, Donald B. Nelson pediatric symptom-based diagnosis. Philadelphia, PA: Elsevier; 2018.
33. Nyeri Viseral
Kleigman R, Patricia S L, Brett J. B, Toth H, Donald B. Nelson pediatric symptom-based diagnosis. Philadelphia, PA: Elsevier; 2018.
34. • Muncul dari stimulasi noxious direk dari peritoneum
parietal atau diafragma.
• Karateristik nyeri : terasa lebih tajam dan intens.
• Nyeri diperberat dengan gerakan atau batuk dan
disertai tenderness diatas daerah iritasi dan lateralisasi
ke salah satu dari keempat kuadran.
Nyeri Parietal
Kleigman R, Patricia S L, Brett J. B, Toth H, Donald B. Nelson pediatric symptom-based diagnosis. Philadelphia, PA: Elsevier; 2018.
35.
36.
37. 1) lokasi nyeri,
2) onset dan durasi nyeri
3) tanda iritasi peritoneum
4) hipotensi
5) distensi abdomen
Diagnosis Banding Nyeri Abdomen
Kleigman R, Patricia S L, Brett J. B, Toth H, Donald B. Nelson pediatric symptom-based diagnosis. Philadelphia, PA: Elsevier; 2018.
41. Anatomi
• Vermiform appendix merupakan organ
yang berasal dari midgut dengan suplai
darah yang berasal dari arteri
mesenterika superior.
• Ukuran appendiks bervariasi (sepanjang
5-36 cm) dengan rata-rata 8-9 cm pada
dewasa.
• Ujung dari apendiks dapat terletak di
pelvis, retrosekal, atau ekstraperitoneal.
42. Anatomi
• Pertama meradang adalah serabut saraf
viseral sekitar apendiks sehingga
seringkali nyeri awalnya dirasakan di
periumbilikal dan dermatom T10.
• Menyebar ke saraf somatik sensorik
pada dinding peritoneum, nyeri akan
bergeser ke kanan bawah abdomen dan
terfokus pada lokasi inflamasi.
43. 1) lapisan serosa terluas dan terkompleks dalam tubuh
2) membentuk kantong tertutup dengan melapisi permukaan interior
dari dinding abdomen (anterior dan lateral), dengan membentuk
batasan terhadap retroperitoneum (posterior), menutupi struktur
ekstraperitoneal di pelvis (inferior) dan melapisi permukaan inferior
diafragma (superior).
3) Lapisan parietal lanjut melapisi organ viseral abdomen untuk
membentuk lapisan viseral peritoneum, membentuk ruangan
antara kedua lapisan tersebut yang disebut kavum peritoneum.
4) Jumlah normal cairan peritoneum adalah < 50 cc.
5) Kavum peritoneum dibagi menjadi beberapa kompartemen oleh
mesenterium, hal ini mempengaruhi lokalisasi dan penyebaran
infeksi peritoneum.
Peritoneum
44. • Simple/early stage
• Supuratif
• Gangrenous
• Perforasi
• Abses
• Resolusi spontan
• Rekuren
• Kronis
Staging
Apendisitis
Definisi
• Apendisitis merupakan proses inflamasi
dari veriform appendix.
• Umumnya berlangsung secara akut,
dalam 24 jam dari onset tetapi juga dapat
berupa kondisi kronis.
45. Peritonitis
• Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum, membran serosa yang melapisi
kavitas abdomen dan organ intraabdomen.
• Peritonitis -> yang mengancam nyawa dan merupakan kegawatdaruratan
bedah.
• Peritoneum yang umumnya merupakan lingkungan steril bereaksi dengan
stimulus patologis dengan respon inflamasi yang seragam dan serupa.
• Etiologi :
• Infeksius
• steril (contoh kimiawi atau mekanik)
• Proses inflamasi dapat terlokalisir (abses) atau difus.
• Infeksi peritoneal diklasifikasikan :
• Primer : diseminasi hematogan, biasanya pada kondisi imunokompromais
• Sekunder : proses patologis dari organ viseral seperti perforasi atau
trauma
• Tersier : akibat infeksi persisten atau rekuren setelah terapi inisial yang
adekuat
46. Epidemiologi
• Appendisitis paling sering : usia antara 5-
45 tahun dengan usia rata-rata 28 tahun.
• Estimasi insidensi adalah 233/100.000
orang
• Predisposisi laki-laki > perempuan.
• Appendisitis merupakan penyebab utama
peritonitis dengan estimasi prevalensi
sekitar 43,1%.
• Peritonitis merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas tinggi, dengan
estimasi 10-60% pada kasus bedah.
47. Acute GI Related Abdominal Pain | Calgary Guide [Internet]. 2015 [cited 2022 Jul 3]. Available from: https://calgaryguide.ucalgary.ca/acute-gi-
related-abdominal-pain/
48. ● Dunphy sign : nyeri yang timbul saat
batuk
● Tenderness atau nyeri tekan di
kuadran kanan bawah (termasuk
flank)
● Rigiditas otot abdomen
○ Voluntary guarding →
Involuntary guarding
● Rectal toucher : nyeri rektum kanan
(dd/ PID)
Pemeriksaan Fisik
49. ● Rebound tenderness : tanda inflamasi
peritoneum dari apendisitis
● Rovsing sign : palpasi dalam LLQ dan lepas
dengan cepat
● Hiperestia kutaneus : angkat kulit abdomen
tanpa mencubit.
Pemeriksaan Fisik
52. Skor ≤ 4 :
Kemungkinan lebih kecil
apendisitis
Skor ≥ 7 :
Kemungkinan besar pasien
apendisitis
Marcdante KJ, Kleigman R. Nelson essentials of pediatrics. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2019.
54. Manifestasi Klinis Peritonitis
• Kenaikan suhu tubuh >38ºC (walau pada kondisi sepsis berat, dapat menjadi
hipotermi)
• Takikardia
• Hipovolemia intravaskuler
• Anoreksia
• Mual
• Demam
• Third space loss ke kavum peritoneum.
• Oliguria atau anuria (pada kondisi peritonitis berat dan mengalami syok
sepsis)
• Nyeri tekan pada seluruh abdomen pada kondisi peritonitis generalisata
dengan titik paling nyeri pada situs dengan iritasi peritoneum utama.
• Peningkatan rigiditas dinding abdomen
• Umumnya pasien juga menghindari pergerakan dan memfleksikan panggul.
• Abdomen juga tampak cembung dengan penurunan bising usus.
64. 1. Kleigman R, Patricia S L, Brett J. B, Toth H, Donald B. Nelson pediatric symptom-based diagnosis. Philadelphia, PA: Elsevier; 2018.
2. Marcdante KJ, Kleigman R. Nelson essentials of pediatrics. 8th ed. Philadelphia, PA: Elsevier; 2019.
3. Townsend J, Courtney M, Daniel R. Sabiston Textbook of Surgery. 20th ed. Philadelphia: Elsevier - Health Sciences Division; 2016.
4. Pediatric Appendicitis: Background, Anatomy, Pathophysiology. 2021 Jun 26 [cited 2022 Jun 14]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/926795-overview#a3
5. Jones MW, Lopez RA, Deppen JG. Appendicitis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 [cited 2022 Jun 15]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493193/
6. Peritonitis and Abdominal Sepsis: Background, Anatomy, Pathophysiology. 2023 Feb 2 [cited 2024 Apr 12]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#a2
7. Gadiparthi R, Waseem M. Pediatric Appendicitis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 [cited 2022 Jun 15]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441864/
8. Kim D, Butterworth SA, Goldman RD. Chronic appendicitis in children. Can Fam Physician. 2016 Jun;62(6):e304–5.
9. Holm N, Rømer MU, Markova E, Buskov LK, Hansen ABE, Rose MV. Chronic appendicitis: two case reports. Journal of Medical Case Reports. 2022 Feb
9;16(1):51.
10.Appendicitis Clinical Presentation: History, Physical Examination, Appendicitis and Pregnancy [Internet]. [cited 2022 Jun 22]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/773895-clinical#b6
11.Kumar D, Garg I, Sarwar AH, Kumar L, Kumar V, Ramrakhia S, et al. Causes of Acute Peritonitis and Its Complication. Cureus. 13(5):e15301.
12.Acute GI Related Abdominal Pain | Calgary Guide [Internet]. 2015 [cited 2022 Jul 3]. Available from: https://calgaryguide.ucalgary.ca/acute-gi-related-
abdominal-pain/
13.Di Saverio S, Podda M, De Simone B, Ceresoli M, Augustin G, Gori A, et al. Diagnosis and treatment of acute appendicitis: 2020 update of the WSES
Jerusalem guidelines. World J Emerg Surg. 2020 Dec;15(1):1–42.
14.Appendicitis Empiric Therapy: Empiric Therapy Regimens. 2022 Jan 5 [cited 2024 Apr 13]; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1976216-overview
15.Farquharson M. Farquharson’s Textbook of Operative General Surgery. 10th ed. London: CRC Press; 2014.
Referensi
Editor's Notes
Reseptor nyeri viseral terletak pada permukaan serosa, mesenterium, dalam otot intestinal, dan mukosa dari organ dengan lumen.
Nyeri terinisiasi saat reseptor terstimulasi oleh kontraksi, regangan, tekanan, atau iskemia dari dinding usus, kapsul dari hepar, lien, dan ginjal, atau dari mesenterium. Peningkatan kontraksi dari otot polos mungkin diakibatkan oleh infeksi, toksin (bakterial atau agen kimiawi), ulserasi, inflamasi, atau iskemia. Peningkatan tekanan kapsul hepar dapat bersifat sekunder akibat kongesti pasif (gagal jantung, perikarditis), atau inflamasi (hepatitis). Serabut aferen yang berperan dalam nyeri viseral adalah C-fibres yang tidak bermielin masuk ke medula spinal secara bilateral yang menghasilkan nyeri tumpul yang tidak terlokalisir.
1. Vermiform appendix merupakan organ yang berasal dari midgut dengan suplai darah yang berasal dari arteri mesenterika superior.
2. Arteri meseterika superior akan bercabang menjadi Arteri ileokolik berjalan melewati mesoappendiks menjadi arteri arteri apendicular.
3. Mesoappendiks juga mengandung pembuluh limfe dari appendiks yang drainase ke kelenjar ileosekal.3
4. Ukuran appendiks bervariasi (sepanjang 5-36 cm) dengan rata-rata 8-9 cm pada dewasa.
5. Pangkal appendiks dapat diidentifikasi dengan mencari konvergensi dari ketiga taenia pada ujung sekum.3 Ujung dari apendiks dapat terletak di pelvis, retrosekal, atau ekstraperitoneal
Serabut aferen yang berperan dalam nyeri viseral adalah C-fibres yang tidak bermielin masuk ke medula spinal secara bilateral
disebut kavum peritoneum
Simple atau early stage : inflamasi fokal, tanpa eksudat serosa, peningkatan tekanan intraluminal. Serabut aferen viseral terstimulasi yang pasien merasakan nyeri periumbilikal atau epigastrik, yang umumnya bertahan selama 4-6 jam.
Supuratif : terdapat obstruksi, inflamasi, edema, peningkatan cairan peritoneal yang tertahan oleh omental dan mesenterik. Peningkatan tekanan intraluminal melebihi perfusi kapiler yang diasosiasikan dengan obstruksi limfatik dan drainase vena yang mengakibatkan invasi bakteri dan cairan inflamasi ke dinding apendiks. Saat serosa yang inflamasi kontak dengan peritoneum parietal, nyeri bermigrasi dari periumbilikal ke kuadran kanan bawah, yang lebih nyeri dan berlangsung terus menerus.
Gangrenous : terjadi trombus pada arteri dan vena intramural yang mengakibatkan gangren.
Perforasi : iskemia jaringan yang berlanjut mengakibatkan infark apendiks dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis lokal atau general.
Abses : apendiks yang mengalami inflamasi atau perforasi dapat tertahan (contained) oleh omentum atau usus sekitar yang mengakibatkan apendisitis phlegmonous atau abses fokal.
Resolusi spontan : jika obstruksi dari lumen apendiks berkurang atau hilang, apendisitis akut dapat resolusi secara spontan. Hal ini terjadi pada hiperplasia limfoid atau saat fecalith berhasil keluar dari lumen.
Rekuren : klinis dari apendisitis rekuren sama dengan gejala nyeri perut kuadran kanan bawah yang timbul pada waktu yang tidak menentu setelah tindakan apendektomi yang secara histopatologis menggambarkan inflamasi appendiks.
Kronis : nyeri abdomen kuadran kanan bawah dengan durasi minimal 3 minggu, terdapat perbaikan gejala setelah apendektomi, dan secara histopatologis gejala terbukti diakibatkan oleh inflamasi apendiks.10
. Terjadi invasi dan perkembangan bakteri, awalnya didominasi oleh organisme aerob dan dilanjutkan dengan perkembangan aerob dan anaerob pada tahap lanjut. Organisme yang sering berperan meliputi Escherichia coli, Peptostreptococcus, Bacteroides, dan Pseudomonas.5
Psoas : apendiks retrocecal
Psoas sign : fleksi dan ekstensi tungkai pada sendi panggul
Psoas : apendiks retrocecal
Obturator sign : fleksi pada sendi panggul, lutut ditekuk, rotasi internal
Obturator : Provokasi apendiks yang meradang bersentuhan dengan otot obturator internus → appendisitis pelvika
Umumnya apendisitis dapat di diagnosis secara klinis tetapi pemeriksaan laboratorium dan pencitraan dapat membantu menegakan diagnosis.
Jumlah leukosit > 10.000/mm3 ditemukan pada 89% dengan apendisitis dan 93% dengan perforasi apendisitis tetapi tidak spesifik sebab ditemukan juga pada 62% pasien nyeri abdomen tanpa apendisitis.
Urinalisis dilakukan untuk mengeksklusi infeksi saluran kemih (ISK)
Rontgen toraks untuk eksklusi pneumonia lobus bawah
Enzim pankreas, amilase, dan lipase untuk kelainan pankreas, hepar, atau empedu.
Foto polos abdomen dapat menunjukan fecalith terkalsifikasi.
Saat hasil penunjang diatas inkonklusif dapat dilakukan USG abdomen atau CT scan. Pembesaran apendiks berdinding tebal dengan diameter > 6 mm menegakan diagnosis apendisitis.
Gambaran pemeriksaan darah pada pasien peritonitis, ditemukan leukositosis (>11000), dengan peningkatan sel imatur pada hitung jenis. Hasil kimia darah dapat menggambarkan dehidrasi dan asidosis.
Pada foto polos abdomen tiga posisi, dapat ditemukan gambaran udara bebas yang dibawah diafragma (walau lebih sering pada gaster anterior dan duodenum dibanding di saluran cerna lainnya).
Pada USG, dapat dilakukan evaluasi terhadap organ intraabdomen dengan akurasi > 85% jika dilakukan oleh ultrasonografer yang berpengalaman, walau terkadang terbatas akibat nyeri yang dirasakan pasien dan distensi abdomen serta bowel gas yang menghalangi gambaran.
Pemeriksaan CT scan abdomen diindikasikan pada kasus yang tidak dapat ditegakkan secara klinis atau tidak ditemukan pada foto polos abdomen dan tetap menjadi modalitas pilihan. CT scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah sedikit, area inflamasi, dan patologi saluran cerna dengan sensitivitas mendekati 100%.6
Perlu diperhatikan bahwa penemuan pada pemeriksaan fisik tidak spesifik pada pasien dengan kondisi imunosupresi berat (DM, penggunaan steroid, HIV), penurunan kesadaran, dan pada usia lanjut.