Ketuban pecah dini adalah kondisi pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dimulai. Dokumen ini membahas definisi, klasifikasi, epidemiologi, faktor risiko, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan ketuban pecah dini.
merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada perut ibu hamil untuk mengetahui apa yang ada d fundus, lateral kanan dan kiri uterus, menentukan sudah masuk pap atau belum dan untuk mengetahui seberapa jauh penurunan kepala
Buku saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Kementrian Kesehatan RI 2010, Perawatan Bayi Baru Lahir, Langkah KMC, Penanganan Bayi Baru Lahir dari Ibu TB
merupakan pemeriksaan yang dilakukan pada perut ibu hamil untuk mengetahui apa yang ada d fundus, lateral kanan dan kiri uterus, menentukan sudah masuk pap atau belum dan untuk mengetahui seberapa jauh penurunan kepala
Buku saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial Kementrian Kesehatan RI 2010, Perawatan Bayi Baru Lahir, Langkah KMC, Penanganan Bayi Baru Lahir dari Ibu TB
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...Warnet Raha
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN
RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(RDN) PADA NEONATUS
DI RUANG PERINATLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN MUNA TAHUN 2015
Makalah konsep dasar ketuban pecah dini (kpd)Warung Bidan
Makalah Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda persalinan dapat terjadi pada kehamilan preterem atau aterm.
Selengkapnya: http://warungbidan.blogspot.com/2017/09/makalah-konsep-dasar-ketuban-pecah-dini.html
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal, yakni dalam endometrium cavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstitial tuba dan kehamilan pada serviks uteri.
1. KETUBAN PECAH DINI
LAPORAN PBL1 : KETUBAN PECAH DINI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sisyem Reproduksi
Oleh :
Youshian Elmy 115070207111004
Henky Indra Laksono 115070201111002
Rindika Illa Kurniawan 115070200111036
Ervina Ayu Misgiarti 115070200111044
Merchilliea Eso Navy 115070200111046
Erwina Rusmawati 115070201111018
M F Fitri 115070207111010
Dicky Syahrulloh Bakhri 115070207111012
Rahmayani Latif 115070207111032
Ana Muhasshonah 115070207111028
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
TRIGGER
Ny. P usia 25th
G1 P0000 Ab000 usia kehamilan 37 minggu. Dating dengan
keluhan keluar cairan berwarna keruh merembes dari jalan lahir sejak kemarin pagi.
Pasien mengatakan sejak keluar cairan dari jalan lahir Ny.P tidak berani beraktivitas,
hanya tiduran sepanjang hari. Pasien mengeluh badanya demam, saat di RS hasil
pemeriksaan perawat didapatkan TD : 120/80 mmHg, N :98x/menit, RR : 18x/menit,
suhu : 37’C, DJJ : 120x/menit. Pasien tidakmerasakan adanya his. Hasil pemeriksaan
cairan amnion menunjukkan pH netral dan warnanya keruh. Pasien tampak tegang,
penurunan konsentrasi, pucat dan gelisah. Berdasarkan anamnesa perawat, pasien
mengatakan jarang control kehamilan ke puskesmas.
SLO
1. Definisi dan klasifikasi KPD
2. 2. Epidemiologi KPD
3. Factor resiko KPD
4. Manifestasi klinis KPD
5. Patofisiologi KPD
6. Pemeriksaan diagnostic KPD
7. Penatalaksanaan medis KPD
8. Komplikasi KPD
9. Asuhan keperawatan KPD
PEMBAHASAN
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan (UK) 37 minggu maka disebut KPD
pada kehamilan premature (Prawirohardjo, 2008)
KPD alah selaput ketuban yang pecah sebelum terdapat / dimulainya tanda
persalinan dan setelah ditunggu 1 jam belum ada tanda persalinan. (Manuaba, 2010)
Berdasarkan usia kehamilan (Manjoer, 2001), dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. KPD pada usia kehamilan < 37 minggu
KPD pada preterm pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan
atau disebut juga PPROM (premature PRELABOUR rupture of membrane). Dengan
insiden 2% kehamilan.
2. KPD pada usia kehamilan > 37 minggu
KPD pada aterm pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau
disebut juga PROM (premature rupture of membrane). Dengan insiden 6-19% kehamilan.
EPIDEMIOLOGI
Ketuban pecah dini merupakan salah satu dari komplikasi kehamilan yang
paling sering dijumpai. Insiden ketuban pecah dini dilaporkan bervariasi sekitar 6 – 10
persen dimana sekitar 20 persen kasus terjadi sebelum memasuki masa getasi 37
minggu. Sekitar 8 – 10 persen ketuban pecah dini memiliki resiko infeksi intrauterine
akibat interval ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini
3. berhubungan erat dengan30 – 44 persen persalinan pretermdimana 75 persen klien akan
mengalami persalinan 1minggu lebih dini dari jadwal. (Wiknjosastro, 2007)
Berdasarkan servei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) 2002/2003 angka
kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup
atau setiap jam nya terdapat 2 orang ibu meninggal karena bebrbagai sebab.
Diantaranya 65 persen kematian terjadi akibat komplikasi dari ketuban pecah dini.
(Wiknjosastro, 2007)
FAKTOR RESIKO
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa
laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-
faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Nugroho, 2011).
Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:
1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi
ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008).
Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu
oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Grup B streptococcus mikroorganisme
yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis,
Lactobacilli dan Staphylococcusepidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering
ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat
melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan
adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban (Varney,
2007).
2. Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini
kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban
pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi (Nugroho,
2010).
Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan
maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan
lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak
mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi
mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
(Nugroho, 2010).
3. Tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi
4. pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban
pecah dini (Nugroho, 2010).
Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir
kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan
perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan
kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan
pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil).
Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung neural,
obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8,
13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin,
ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan pada
ibu (Prawirohardjo, 2008).
4. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)
Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya
ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks
sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat
berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis.
Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi,
produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi
kehamilan atau laserasi obstetrik (Prawirohardjo, 2008).
5. Paritas
Paritas terbagi menjadi primipara dan multipara. Primiparitas adalah seorang wanita
yang telah melahirkan bayi hidup atau mati untuk pertama kali. Multiparitas adalah
wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati beberapa kali (sampai 5 kali atau
lebih) (Varney, 2007).
6. Kehamilan dengan janin kembar
Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya tetapi juga
korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja menentukan apakah
janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan
apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk
memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan
untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau
kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan (Nugroho, 2010).
Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga
preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi
hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam
mengamati gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah
(Varney, 2007).
7. Usia ibu yang ≤ 20 tahun
Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan
uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah
dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk
5. melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah
dini (Nugroho, 2010).
8. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang
berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
9. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden
KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran
yang dekat.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala adalah kunci untuk diagnosis, pasien biasanya melaporkan cairan yang tiba-tiba
menyembur dari vagina dan pengeluaran cairan yang berlanjutan. Gejala tambahan yang mungkin
penting termasuk warna dan konsistensi cairan adalah adanya bintik-bintik dari vernix atau
mekonium,penguranganukuranuterus,danpeningkatankeunggulanjaninuntukpalpasi(Saiffudin,
2011).
Menurut Mansjoer ( 2000) manifestasi ketuban pecah dini adalah:
1. Keluar air krtuban warna keruh. Jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi
3. Janin mudah diraba
4. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tiadak ada, air ketuban sidah kering
5. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban tidak ada dan air ketuban sudah
kering
6. Usia kehamilan vible (>20 minggu)
7. Buyi jantung bisa tetap normal
PATOFISIOLOGI (terlampir)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Mendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan
melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya,
merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan
baunya. Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai
berikut(Suwiyoga, 2006 ; Steer, 1999) :
Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan
pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan
keluarnya cairan amnion dari lubang serviks.
Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada
forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan
amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis).
6. Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi
akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine
kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna
hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu.
Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan
menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit
rumit dan tidak dilakukan secara luas.
Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan
vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap,
cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas.
Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna
dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan
berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya
IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume
cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis.
Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-
fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan
dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Konservatif (Prawirohardjo, 2008).
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari).
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar.
Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif berikan deksametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 mingguu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi
sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, berikan antibiotik dan lakukan
induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru
janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6
jam selama 4 kali.
2. Aktif (Prawirohardjo, 2008).
Kehamilan lebih dari 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila ada tanda – tanda infeksi berikan dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
7. Bila skor
pelvik < 5 lakukan
pematangan serviks,
kemudian induksi.
Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan
dengan seksio
sesarea. Bila skor
pelvik > 5 induksi
perlasinan
KOMPLIKASI
KPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya ketuban
dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin muda umur
kehamilan makin memanjang LP-nya. KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi
sesuai dengan usia kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya
pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam
penatalaksanaannya (Saifudin, 2002; Manuaba, 201) :
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena
infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum
gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:
- Infeksi intrauterin
- Tali pusat menumbung
- Kelahiran prematur
- Amniotic Band Syndrome
2. Terhadap ibu
8. Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi
bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis
(nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di
tempat tidur, partus akan menjadi lam, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan
morbiditas pada ibu.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Ny. P
Usia : 25 th
Jenis kelamin : Perempuan
2. Keluhan Utama :
Ny. P usia 25 th G1 P0000 Ab000 usia kehamilan 37 minggu datang ke rumah sakit dengan
keluhan keluar cairan berwarna keruh merembes dari jalan lahir.
3. Lama Keluhan :
Sejak kemarin pagi.
4. Riwayat Penyakit
Sekarang :
Pasien mengeluh keluar cairan berwarna keruh merembes dari jalan lahir sejak kemarin
pagi. Pasien mengeluh badannya demam. Pasien tampak tegang, penurunan konsentrasi,
pucat, dan gelisah.
5. Riwayat kehamilan
G1 P0000 Ab000
Pasien hamil pertama dengan riwayat tidak pernah hamil sebelumnya dan tidak
pernah mengalami abortus.
6. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum : Composmentis (klien tampak tegang, penurunan konsentrasi,
pucat dan gelisah)
TTV : TD = 120/80 mmHg, N = 98x/menit, RR =
18x/menit, Suhu = 37o
C.
Pasien tidak merasakan adanya his.
7. Pemeriksaan Penunjang
DJJ : 120x/menit.
Hasil pemeriksaan cairan amnion menunjukkan pH netral dan warnanya keruh.
8. Diagnosa Medis : Premature Rupture of Membrane (Ketuban Pecah Dini)
B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
Ds : mengeluh keluar cairan dari
jalan lahir sejak kemarin pagi, pasien
Beberapa factor resiko
↓
Resiko Infeksi
9. tidak berani beraktivitas berat dan hanya
tiduran sepanjang hari, mengeluh
badannya demam, dan dari hasil
anamnesa perawat, pasien mengatakan
jarang control kehamilan ke puskesmas
Do : Td :120/80, suhu : 37’C, DJJ :
120x. pH amnion netral & keruh.
Mempengaruhi pembentukan dan pemeliharan kolagen
selaput amnion kurang optimal
↓
Selaput ketuban mudah pecah
↓
Cairan amnion merembes keluar melalui jalan lahir
↓
Adanya kondisi kelembabab dan kebersihan daerah parineal
yang buruk
↓
Perkembangan pathogen dan invasi
↓
Meningkatkan resiko terjasdinya infeksi
Ds : mengeluh keluar cairan dari
jalan lahir sejak kemarin pagi, pasien
tidak berani beraktivitas berat dan hanya
tiduran sepanjang hari, mengeluh
badannya demam, dan dari hasil
anamnesa perawat, pasien mengatakan
jarang control kehamilan ke puskesmas
Do : Td :120/80, suhu : 37’C, DJJ :
120x. pH amnion netral & keruh. Pasien
tampak tegang, pucat dan gelisah.
Beberapa factor resiko
↓
Mempengaruhi pembentukan dan pemeliharan kolagen
selaput amnion kurang optimal
↓
Selaput ketuban mudah pecah
↓
Cairan amnion merembes keluar melalui jalan lahir
↓
Kurangnya pajanan informasi tentang kondisinya
↓
Memicu kondisi tegang, gelisah dan penuruna konsentrasi
Ansietas
Ds: mengeluh keluar cairan dari jalan
lahir sejak kemarin pagi, pasien tidak
berani beraktivitas berat dan hanya
tiduran sepanjang hari, mengeluh
badannya demam, dan dari hasil
anamnesa perawat, pasien mengatakan
jarang control kehamilan ke puskesmas.
DO : Pasien tampak tegang, pucat
dan gelisah.
Selama kehamilah, ibu jarang control ke RS (pernah tapi
tidak rutin sesuai jadwal)
↓
Ibu kurang informasi tentang tanda-tanda dan gejala di
setiap usia kehamilan, apa yang harus dilakukan dan apa
yang harus dihindari selama kehamilan
↓
Ibu terpajan dengan factor resiko ekternal ataupun internal
yang membuat membrane amnion tidak adekuat
↓
Ketuban pecah dini terjadi pada ibu
↓
Ibu tidak tau apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan
↓
Ibu hanya tiduran sepanjang hari
↓
ketidakefektif dalam manajemen kesehatan dirinya
Ketidakefektifan
manajemen
kesehatan diri b.d
kurang
pengetahuan
10. C. PERENCANAAN INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN & KH INTERVENSI
Risiko Infeksi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
2x24 jam risiko infeksi pada klien
terkendali/terkontrol
KH :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi yaitu
demam suhu : 37 0C
Menunjukan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi: mengurangi demam
Kaji tanda dan gejala infeksi (kemerahan,
panas, drainase)
Monitor jumlah granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang
beresiko
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
seperti ampicilin 4x500 mg atau eritomicin bila
tidak tahan ampicilin dan metronidozol
2x500mg selama 7 hari
Ajarkan pasien dan keluarga tanda gejala
infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
Ansietas b.d
perubahan dalam
status kesehatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
1x24 jam ansietas yang di alamai klien terkontrol
atau terkendali
KH :
Klien mampu mengidentifikasi,
mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk
mengontrol cemas
Klien menunjukan postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktifitas mengalami
penurunan kecemasan
Kaji tingkat kecemasan
Gunakan pendekatan yang menyenangkan
Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
Temani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut
Berikan informasi faktual mengenai
diagnosis, tindakan prognosis
Intruksikan pasien untuk menggunakan
teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
sesuai indikasi
Ketidak efektifan
managemen
kesehatan b.d
kurang
pengetahuan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1 x 20 klien mampu memenejemen
kesehatan dirinya (kesadaran akan pentingnya
kontrol kehamilan)
KH :
klien mampu menyeimbangkan aktivitas dan
istirahat
Klien mengerti pentingnya control rutin ke
pelayanan kesehatan
gunakan teknik intervensi sesuai dengan usia
klien
Identivikasi factor ekterna dan internal yang
mengurangi motivasi klien
Ajarkan dalam membuat jadwal kegiatan
yang sesuai dengan kondisi klien
Kolaborasi dengan keluarga untuk
mempermudah klien menuju pelayanan
kesehatan
11. Yakinkan klien agar rutin memeriksakan
kesehatan
DAFTAR REFERENSI
Prawirohardjo E.J. 2008, Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Manuaba I.B.G. 2010. Gawat Darurat, Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
Sosial untuk Profesi Bidan, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Wiknjosastro H,. ILMU KEBIDANAN. Edisi III, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, jakarta, 2007
Saifuddin, Abdul bari. 2002. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal.Jakarta : YBP-SP
Nugroho, Taufan. 2011, Kasus Emergency Kebidanan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Varney, Hellen, 2007, Midwifery, Edisi ketiga
Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini
terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia
Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17
Steer P, Flint C. ABC of labour care Preterm labour and prematur rupture of membrans.
BMJ volume 318, April 1999. http://www.bmj.com. Akses 17 Oktober 2011.