SlideShare a Scribd company logo
1
Laporan Kasus
Kehamilan Ektopik Terganggu
Oleh:
dr. Radhiatul Adillah Nasution
Preseptor:
dr. Salomo M Gultom
dr. Rahmi Yarnia
INSTALASI RAWAT INAP
RSUD MUKOMUKO
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berka
rahmat dan hidayah-Nya penulisan laporan kasus yang berjudul “Kehamilan
Ektopik Terganggu” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Dokter Internsip RSUD Mukomuko periode Februari 2019-
Februari 2020.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Jhon Heriansyah,
Sp. OG yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk
penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini
dapat selesai.
Mukomuko, 3 Desember 2019
Wassalam,
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
BAB I Pendahuluan 4
BAB II Tinjauan Pustaka 5
BAB III Laporan Kasus 35
BAB IV Pembahasan 44
BAB V Kesimpulan 45
BAB VI Daftar Pustaka 46
4
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik merupakan suatu keadaan dimana kantung gestasi
berada diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan.
Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada
triwulan pertama dari kehamilan.
Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa
menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar disaluran tuba maka
suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang
sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik
maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang
ditanggungnya.
Prinsip dasarnya jika pada wanita dalam masa reproduksi dengan
gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian
bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu. Gambaran klinik
kehamilan ektopik yang terganggu amat beragam. Sekitar 10 – 29% pasien
yang pernah mengalami kehamilan ektopik, mempunyai kemungkinan untuk
terjadi lagi. Kira – kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan
ektopik mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum
uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik
yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil
konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada
uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan
ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada
pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi
jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba
falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah
sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan
ektopik yang paling sering dijumpai.3,4
Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri,
kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan
abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5
6
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis
80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri
(0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya
kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik
mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum
abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1
ss
Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika
Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun
1992 di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh
kehamilan. Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang
berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun
1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika
Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk
mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia
7
berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami
kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan
resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih
besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami
kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum
dkk melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba
sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada
tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki
risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan
riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko
rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab
yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit
menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang
mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.
Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan
membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot
polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan
menyebabkan hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif,
sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada
wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii
mungkin menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang berhubungan
dengan penggunaan mini pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba.
Faktor predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada
8
kavum uterus terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba
lainnya yang mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF
Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 %
untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote
Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4
Gambar.3 Kehamilan Ektopik
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:
A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum
yang telah dibuahi ke kavum uteri.
1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi
lipatan arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa
tuba akibat infeksi dapat turut menyebabkan implantasi zigot dalam
tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom, wanita dengan riwayat
salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi) mempunyai risiko
4 kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi Klamidia
(antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat
risiko kehamilan ektopik.
9
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,
apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba dan penyempitan lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium
assesorius dan hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami
kehamilan ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi
7 hingga 15 persen. Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan
oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya.
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk
memperbaiki patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada
kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah mengalami pembedahan tuba
mempunyai risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi. Wanita dengan
kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan konservatif
mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik
berikutnya.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar
risiko terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah
satu kali menjalani abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat
setelah menjalani abortus induksi sebanyak dua kali atau lebih,
kenaikan risiko ini kemungkinan akibat peningkatan insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir
ini telah meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat
bahwa penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan
risiko kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap
kehamilan. Studi yang lebih besar yang dilakukan oleh WHO
menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang dari 50 %
untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil
10
maka kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik.
Sekitar 3-4 % kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik.
B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi ke dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali
pada kasus-kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal,
sehingga terjadi hemiuterus dengan kornu uterina rudimenter dan tidak
berhubungan. Risiko terjadinya kehamilan ektopik dapat pula sedikit
meningkat pada wanita dengan satu oviduk kalau saja dia mengalami
ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan
ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat migrasi
eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara
masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang
penting dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan
menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat
mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum
tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini
tidak banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada
kadar estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan
afinitas reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi
kemungkinan benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak
pada peningkatan insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah
penggunaan preparat kontrasepsi oral yang hanya mengandung
progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden kehamilan ektopik
sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah
mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini
mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh
abnormalitas strukturnya.
11
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah
dibuahi. Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan
implantasi dalam tuba. Meskipun para pengamat pernah melaporkan
adanya fokus-fokus endometriosis dalam tuba fallopi, namun hal ini
merupakan keadaan yang jarang dijumpai.
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi
total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu
pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.1,3
Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba
12
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi
secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga
perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok
dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina.1
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
13
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma
sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan
kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara
utuh. Perdarahan yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.1
2.6 Gambaran Klinis
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore,
nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,10 Gejala ini umumnya
terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah
mengalami ruptur. Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering.
Dalam buku teks dengan uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur,
haid yang normal digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda
dan biasanya disebut dengan istilah “spotting”. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan
nyeri abdomen bawah yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang
tajam, menusuk serta seperti perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi
yang berkisar dari gejala vertigo hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan
nyeri tekan, dan pemeriksaan pervaginam, khususnya ketika serviksnya
digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Forniks posterior vagina dapat
menonjol karena adanya darah dalam kavum Douglas, dan adanya benjolan yang
nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus. Keluhan iritasi diafragma yang
ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat inspirasi mungkin
terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup banyak.
Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi pada
saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat
14
inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh
berbaring terlentang. Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis
tersebut diatas, diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan
tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang
terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan
gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak
dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas
sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai
ialah sebagai berikut 1,4,6,8,9:
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang
terjadi pada kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral
dan bisa terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa
dirasakan sebagai nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau
hilang timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba
dan intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam
kavum peritonei. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak
terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah
masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh
perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat
,menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan
biasanya mulai 7-14 hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi.
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi
kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan
15
yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat
terputus-putus atau terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan
human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan
seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan
kehamilan tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan
janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore
karena kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi
amenore yang dikemukakan berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat
amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya
adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada
kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang
penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan
teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu
mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan
apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal
terhadap perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi
dan hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah
(> 110 kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30
kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan
berlangsung terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas
(1990) melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4%
dalam keadaan syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena
pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana
tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati
ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin
16
masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke
salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga
panggul. Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi.
Biasanya massa berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi,
dengan terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba
keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral
uterus. Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan
dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan
peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan
hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan
salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari,
dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau
sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur
terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding
tuba yang terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke
dalam lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
17
perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus,
hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa
pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum
peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian,
peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat
adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus
semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,5,6
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala
yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama
kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga
ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol
dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit
membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus
tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu,
penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah.
Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan
menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-
lama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah
uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
18
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya
Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin
pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka
kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat
setelah 24 jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada
perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000
biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.
19
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam
kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi
tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG
menurun dan menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian
adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang
paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil
positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan
kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai
normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan
mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya
dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga
didapatkan suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran
kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil
yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka
menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan
produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti
yang sangat subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut
mengakui bahwa rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48
jam dan bahwa hasil tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 %
wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai
wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam
hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang
20
doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam
48 jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada
awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG
transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal
biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan
bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal
digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan
kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang
berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-
35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang
dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di
sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat
dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan
jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan
untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38
hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah
bisa dilihat dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara
lain sebagai berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang
tebal, konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan
mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih
besar dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa
aktivitas kardiak.
21
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik
terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal
pole, yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan
adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran
vaskular uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat
berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan
medisinalis seawal mungkin.6,8
]
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Gambar 6b. Garis merah - bagian luar
uterus,hijau - uterus,kuning- kehamilan
ektopik. Cairan dalam uterus yang
dilingkari warna biru disebut dengan
Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan
kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba
Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan
ektopik
Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
22
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG
serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan
dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat
kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4
a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan
terlihat di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka
diagnosis kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak
kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau
segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu
kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru
mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada
bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan
untuk melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada
pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5
minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui
pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini,
wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat
pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum,
kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks
posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan
yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini
23
mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari
kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat
dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat
membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan
darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis
hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya
kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan
ektopik lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang
melibatkan lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa
70% dari penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih
dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang
mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak
sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone
serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan
titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak
perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase
pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil
kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien
24
yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien
dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi
dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya
untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan
cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi
yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang
berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada
pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila
terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.
Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit
dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8
Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu
laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa
ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan
dengan pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara
hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis
sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang
dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi
jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius
dalam panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8
Laparotomi dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan
membutuhkan terapi definitif secepatnya 4.
25
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron
Serum dan ß-Hcg
2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut
yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik
lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-
kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi
cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit
yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran
berkurang atau tidak sadar.
26
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan,
nyeri ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri
tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar,
kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum
Douglas menonjol oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran
tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis
yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut
adalah sebagai berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
27
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada
kehamilan tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan
di kornu. Pada kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun
sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan
fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta
mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah
diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta,
plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk
mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa
ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam
28
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap
kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk
mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan
dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik
pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba
fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi
berbentuk baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba
(tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan
miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas
agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi
akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan
dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat
dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan
penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling
dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah
pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi
eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang
peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya.
Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik
yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang
diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan
keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak,
29
tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko.
Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang
masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya
pada kehamilan berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat
tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur
pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan
memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa
tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba
fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas
antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan
menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati.
Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi
dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba
fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan
forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan
larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat
perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan
luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang
vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi
kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan
lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba
30
diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut
direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali kedua
puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain
secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan
terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan
dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan
dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan
menambah kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan
untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap”
implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan
karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua
kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat
angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren
akibat jaringan trofoblastik persisten.
31
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada
pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid
pada orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid
reduktase, sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat
(bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama
sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan
perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif
seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel
KEHAMILAN EKTOPIK
Tidak terganggu
(Observasi KE)
Terganggu
(Curiga KET)
MRS, Rapid Test, USG
Transvaginal Obs 24 jam
Akut (KET)
Douglas Punctie
Kronik
(Hemato
GS (+)
Intra Uteri
GS (-)
/ PPT
(-)
GS (+)
Extra
GS (-) /
PPT (+)
Bukan KE
Laparotomi/Proof
Laparotomi
Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
32
mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap
efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa
ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak
digunakan jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan
kurang dari 6 minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati,
dan beta-hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a,
Stoval, 1995). Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists
(1998), kontraindikasi termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati
dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu
sesuai dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara
medis atau pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen
dan pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan
hubungan seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat,
termasuk vitamin prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke
4 dan 7
 Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
 Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai
hari pertama.
 Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX
dan hitung sebagai hari pertama.
33
 Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
 MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
 Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48
jam, atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak
terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek
samping yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan
gastroenteritis (1 %). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan
kasus juga menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa,
pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20
hari. Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG
meningkat pada 4 hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu
resolusi 27 hari. Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan
kesembuhan rata-rata, yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari.
Waktu terlama adalah 109 hari. 4
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10. Komplikasi
yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten .
Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum
pecah dan menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan
pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif
melalui laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan
tingginya angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan
34
pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan
hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000
IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan
pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat
diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis
tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.4,6,8
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya
60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak
yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali
lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
35
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. AY
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Ujung Padang
No. Rekam Medik : 17.14.40
Masuk : 19 November 2019 pukul 18.00 WIB
Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri perut yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Peyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu memberat 1 hari
SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, dirasakan seperti
tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk rumah sakit. Nyeri tidak
menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan mengakibatkan os tidak
dapat berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya oleh
os. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari,
sedikit-sedikit, berwarna kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh
merasa sangat lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti
biasa. Os mengatakan sudah telambat haid dan payudara terasa tegang. Kepala
dirasakan sedikit pusing dan pandangan kadang-kadang berkunang-kunang.
Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan oleh os. Tidak ada
keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
36
HPHT : 10 – 10 – 2019
TP : 17– 7 – 2020
Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama : 7 hari
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat keputihan (-)
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat minum jamu (-)
 Riwayat perut diurut-urut (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Menurut keterangan pasien dan keluarga pasien, tidak ada keluarga yang
mengalami keluhan yang sama .
Riwayat perkawinan
 1 kali, lama 3 bulan
Riwayat keadaan lingkungan dan sosial
 Keadaan lingkungan baik
 Os berasal dari keluarga taraf sosial menengah
PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : CM
Kooperatif : Kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
37
Nadi : teraba kuat angkat, teratur, frekuensi 100 x/menit
Napas : Frekuensi 22 x/menit, teratur
Suhu : 36,7oC
Status Generalis
Rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kulit dan kuku : sianosis tidak ada, turgor kulit baik .
KGB : tidak ditemukan pembesaran kelenjer getah bening
pada leher, aksila, dan inguinal.
Kepala : normochepal, tidak ditemukan kelainan
Mata : pupil isokor Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+,
gerakan bola mata bebas ke segala arah
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Mulut : bibir kering, faring hiperemis (-), Tonsil T1-1
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran tiroid,
PARU
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, gerak teratur
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/- .
38
JANTUNG
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus suit di raba
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada,
gallop tidak ada
ABDOMEN :
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan abdomen regio iliac kiri
Perkusi : timpani
Ekstremitas Sup : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis ( - ), oedem ( - )
Inf : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis ( - ), oedem ( - )
Status Ginekologis
Inspeksi : v/u tidak ada kelainan, perdarahan aktif (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
PD : nyeri goyang portio (+), ostium tertutup, adneksa dbn, cavum douglas
menonjol
39
II. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10,2 g/dl
Leukosit : 9.200 /mm3
Hematokrit : 30 %
Trombosit : 210.000 /mm3
CT : 04.30’
BT : 03.00’
GDS : 141 mg/dL
HBSAg : non reaktif
HIV : non reaktif
Golongan darah : A+
Plano test : positif
Diagnosis
Diagnosis Klinis : akut abdomen e.c kehamilan ektopik terganggu
VI. Penatalaksanaan
- Komunikasi, informasi, edukasi kepada keluarga pasien mengenai
keadaan pasien
- Observasi tanda vital, perdarahan
- Rencana laparotomi eksplorasi cito
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj. Ceftriaxone vial 2x1g (skintest) IV
40
Durante operasi
 Ditemukan darah dan storsel di retro abdominal ± 2500 cc
 Ditemukan ruptur tuba pars ismika dextra
 Ovarium dextra et sinistra dan tuba sinistra normal
 Dilakukan salpingektomi dextra
Follow up post salpingektomi :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Diagnosis : Post salfingektomi dextra oleh karena ruptur tuba pars ismika
Instruksi post operasi
- Observasi tanda vital, perdarahan, nyeri abdomen
- Lakukan pemeriksaan darah rutin post operasi
- Diet bertahap
- Mobilisasi bertahap
- Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
41
VII. Follow up
Tanggal 20 November 2019
S : nyeri luka post op (+)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
Tanggal 21 Oktober 2019
S : nyeri luka post op (+)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
42
Tanggal 22 November 2019
S : nyeri luka post op (+), flatus (+), BAB (-)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
Tanggal 23 November 2019
S : nyeri luka post op (+)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- Ganti verban
- Os boleh pulang
- Ketorolac tab 3x1 (PO)
- Ciprofloxacin caps 2x1 (PO)
- Clindamysin tab 2x1 (PO)
43
VII. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
44
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien perempuan usia 26 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut hebat. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, pasien juga
mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari. pasien juga
mengeluh merasa sangat lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat
beraktivitas seperti biasa. Os mengatakan sudah telambat haid dan payudara terasa
tegang. Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan.
Derajat kesadaran pasien pada kasus ini Compos mentis, di pemeriksaan
fisik vaginal toucher di temukan nyeri goyang portio , dan cavum douglas
menonjol.
Pasien pada kasus ini di diagnosis kehamilan ektopik terganggu karena dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditemukan gejala-gejela
kehamilan ektopik terganggu. Pasien sudah dilakukan salfingektomi dextra.
45
BAB V
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu
membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran
yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel
dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan
apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan
sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel,
perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik
berulang.
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;
323-334
2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998; 226-37
4. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for
Practice.In: Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw
Hill; 2001;pp 1134-1147
5. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs
BP. Seri Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara;
2000. Hal 54-56.
6. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia
Lippincot Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
7. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4ed.
William & Wilkins the Science of Review. New York. 1996; 315-320
8. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE,
Lambrou BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of
Gynecology and Obstetric; 2nd ed. Philadelphia. Lippincott William &
Wilkins; 2002;pp 305-13.
9. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari
2007. Accessed : 1 April 2010.
10. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.

More Related Content

What's hot

Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
dr. Bobby Ahmad
 
Hepatitis B dalam kehamilan
Hepatitis B dalam kehamilan   Hepatitis B dalam kehamilan
Hepatitis B dalam kehamilan
Muhammad Ilham Aldika Akbar
 
Power point (penanaman plasenta)
Power point (penanaman plasenta)Power point (penanaman plasenta)
Power point (penanaman plasenta)Juwita_Wulandari
 
Hidrokel nakal
Hidrokel nakalHidrokel nakal
Hidrokel nakal
Norman Prabowo
 
Hiperemesis gravidarum pada ibu hamil
Hiperemesis gravidarum pada ibu hamilHiperemesis gravidarum pada ibu hamil
Hiperemesis gravidarum pada ibu hamilDian Setyawan
 
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaCaput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Fuji Astuti
 
Power point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis GravidarumPower point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis Gravidarum
syaripinsiti
 
Hirschsprung Disease.pptx
Hirschsprung Disease.pptxHirschsprung Disease.pptx
Hirschsprung Disease.pptx
Anestesi21FKUB
 
1. ppt kasus peb+ impending eklamsia
1. ppt kasus peb+ impending eklamsia 1. ppt kasus peb+ impending eklamsia
1. ppt kasus peb+ impending eklamsia
Kohita Perdana
 
Manajemen kasus tonsilitis
Manajemen kasus tonsilitisManajemen kasus tonsilitis
Manajemen kasus tonsilitisIrna Wati
 
Case hernia putri
Case hernia putriCase hernia putri
Case hernia putri
fikri asyura
 
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopikKehamilan ektopik
Kehamilan ektopik
Dokter Tekno
 
Fimosis
FimosisFimosis
Fimosis
Meri Fitri
 
Abortus
AbortusAbortus
Abortus
Dokter Tekno
 
Ketuban pecah dini dan kelahiran preterm
Ketuban pecah dini dan kelahiran pretermKetuban pecah dini dan kelahiran preterm
Ketuban pecah dini dan kelahiran preterm
youngdoctorsnote
 
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILANHIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Asyifa Adawiyah
 
Abortus
AbortusAbortus

What's hot (20)

86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa
 
Mioma Uteri
Mioma UteriMioma Uteri
Mioma Uteri
 
2.pemeriksaan ginekologi
2.pemeriksaan ginekologi2.pemeriksaan ginekologi
2.pemeriksaan ginekologi
 
Hepatitis B dalam kehamilan
Hepatitis B dalam kehamilan   Hepatitis B dalam kehamilan
Hepatitis B dalam kehamilan
 
Power point (penanaman plasenta)
Power point (penanaman plasenta)Power point (penanaman plasenta)
Power point (penanaman plasenta)
 
Hidrokel nakal
Hidrokel nakalHidrokel nakal
Hidrokel nakal
 
Hiperemesis gravidarum pada ibu hamil
Hiperemesis gravidarum pada ibu hamilHiperemesis gravidarum pada ibu hamil
Hiperemesis gravidarum pada ibu hamil
 
Perdarahan ante partum
Perdarahan ante partumPerdarahan ante partum
Perdarahan ante partum
 
Caput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematomaCaput succedaneum dan cephalhematoma
Caput succedaneum dan cephalhematoma
 
Power point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis GravidarumPower point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis Gravidarum
 
Hirschsprung Disease.pptx
Hirschsprung Disease.pptxHirschsprung Disease.pptx
Hirschsprung Disease.pptx
 
1. ppt kasus peb+ impending eklamsia
1. ppt kasus peb+ impending eklamsia 1. ppt kasus peb+ impending eklamsia
1. ppt kasus peb+ impending eklamsia
 
Manajemen kasus tonsilitis
Manajemen kasus tonsilitisManajemen kasus tonsilitis
Manajemen kasus tonsilitis
 
Case hernia putri
Case hernia putriCase hernia putri
Case hernia putri
 
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopikKehamilan ektopik
Kehamilan ektopik
 
Fimosis
FimosisFimosis
Fimosis
 
Abortus
AbortusAbortus
Abortus
 
Ketuban pecah dini dan kelahiran preterm
Ketuban pecah dini dan kelahiran pretermKetuban pecah dini dan kelahiran preterm
Ketuban pecah dini dan kelahiran preterm
 
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILANHIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
 
Abortus
AbortusAbortus
Abortus
 

Similar to Word lapsus ket

Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik tergangguKehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik terganggu
Syarifah Merisa Dewi
 
Ketuban pecah dini
Ketuban pecah diniKetuban pecah dini
Ketuban pecah dini
Wahyoe Poesh
 
Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinanKomplikasi persalinan
Komplikasi persalinan
Irmadani Irmadani
 
Kehamilan by Eka_P
Kehamilan by Eka_PKehamilan by Eka_P
Kehamilan by Eka_PMia Wibowo
 
Kehamilan by eka_P
Kehamilan by eka_PKehamilan by eka_P
Kehamilan by eka_PMia Wibowo
 
Referat vicki
Referat vickiReferat vicki
Referat vicki
Vicky Jessica Effendi
 
Power point kehamilan ektopika
Power point kehamilan ektopikaPower point kehamilan ektopika
Power point kehamilan ektopikaChuliez Tiiya
 
Abortus-Inkomplit.pptx
Abortus-Inkomplit.pptxAbortus-Inkomplit.pptx
Abortus-Inkomplit.pptx
estikuliah21
 
86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa
Warnet Raha
 
Plasenta Previa
Plasenta PreviaPlasenta Previa
Plasenta Previa
Phil Adit R
 
Askeb ketuban pecah dini.docx
Askeb ketuban pecah dini.docxAskeb ketuban pecah dini.docx
Askeb ketuban pecah dini.docx
arveminsovia
 
Askeb kegawatdaruratan
Askeb kegawatdaruratanAskeb kegawatdaruratan
Askeb kegawatdaruratan
Shanty Septi
 

Similar to Word lapsus ket (20)

Bab i1
Bab i1Bab i1
Bab i1
 
Kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik tergangguKehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik terganggu
 
Is
IsIs
Is
 
Ketuban pecah dini
Ketuban pecah diniKetuban pecah dini
Ketuban pecah dini
 
Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinanKomplikasi persalinan
Komplikasi persalinan
 
Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA
Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA
Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA
 
Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA
Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNAKehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA
Kehamilan ektopik AKPER PEMKAB MUNA
 
Kehamilan by Eka_P
Kehamilan by Eka_PKehamilan by Eka_P
Kehamilan by Eka_P
 
Kehamilan by eka_P
Kehamilan by eka_PKehamilan by eka_P
Kehamilan by eka_P
 
Referat vicki
Referat vickiReferat vicki
Referat vicki
 
PPT KET
PPT KETPPT KET
PPT KET
 
Power point kehamilan ektopika
Power point kehamilan ektopikaPower point kehamilan ektopika
Power point kehamilan ektopika
 
Abortus-Inkomplit.pptx
Abortus-Inkomplit.pptxAbortus-Inkomplit.pptx
Abortus-Inkomplit.pptx
 
Askep nina ket
Askep nina ketAskep nina ket
Askep nina ket
 
Askep nina ket
Askep nina ketAskep nina ket
Askep nina ket
 
86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa
 
Plasenta Previa
Plasenta PreviaPlasenta Previa
Plasenta Previa
 
Kesehatan
KesehatanKesehatan
Kesehatan
 
Askeb ketuban pecah dini.docx
Askeb ketuban pecah dini.docxAskeb ketuban pecah dini.docx
Askeb ketuban pecah dini.docx
 
Askeb kegawatdaruratan
Askeb kegawatdaruratanAskeb kegawatdaruratan
Askeb kegawatdaruratan
 

Recently uploaded

Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
haryonospdsd011
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
lastri261
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
MuhammadBagusAprilia1
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
heridawesty4
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
TarkaTarka
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
Hernowo Subiantoro
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
MirnasariMutmainna1
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
ssuser289c2f1
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
RinawatiRinawati10
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 

Recently uploaded (20)

Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
Dokumen Rangkuman Kehadiran Guru ini dipergunakan sebagai bukti dukung yang w...
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docxSOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
SOAL SHB PKN SEMESTER GENAP TAHUN 2023-2024.docx
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdfLaporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
Laporan pembina seni tari - www.kherysuryawan.id.pdf
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdfSapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
Sapawarga - Manual Guide PPDB Tahun 2024.pdf
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdfPETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
PETUNJUK TEKNIS PPDB JATIM 2024-sign.pdf
 
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...Modul Projek  - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
Modul Projek - Modul P5 Kearifan Lokal _Menampilkan Tarian Daerah Nusantara_...
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdfMATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
MATERI SOSIALISASI PPDB JABAR- 4PAN052024.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
813 Modul Ajar KurMer Usaha, Energi, dan Pesawat Sederhana (2).docx
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 

Word lapsus ket

  • 1. 1 Laporan Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu Oleh: dr. Radhiatul Adillah Nasution Preseptor: dr. Salomo M Gultom dr. Rahmi Yarnia INSTALASI RAWAT INAP RSUD MUKOMUKO 2019
  • 2. 2 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berka rahmat dan hidayah-Nya penulisan laporan kasus yang berjudul “Kehamilan Ektopik Terganggu” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Dokter Internsip RSUD Mukomuko periode Februari 2019- Februari 2020. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Jhon Heriansyah, Sp. OG yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai. Mukomuko, 3 Desember 2019 Wassalam, Penulis
  • 3. 3 DAFTAR ISI Kata Pengantar 2 Daftar isi 3 BAB I Pendahuluan 4 BAB II Tinjauan Pustaka 5 BAB III Laporan Kasus 35 BAB IV Pembahasan 44 BAB V Kesimpulan 45 BAB VI Daftar Pustaka 46
  • 4. 4 BAB I PENDAHULUAN Kehamilan ektopik merupakan suatu keadaan dimana kantung gestasi berada diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada triwulan pertama dari kehamilan. Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar disaluran tuba maka suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang ditanggungnya. Prinsip dasarnya jika pada wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu. Gambaran klinik kehamilan ektopik yang terganggu amat beragam. Sekitar 10 – 29% pasien yang pernah mengalami kehamilan ektopik, mempunyai kemungkinan untuk terjadi lagi. Kira – kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya.
  • 5. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3,4 Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri, kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5
  • 6. 6 Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis 80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1 ss Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik 2.2 Epidemiologi Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan. Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia
  • 7. 7 berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik. 2.3 Etiologi Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.5 Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8 Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada
  • 8. 8 kavum uterus terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.8 The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 % untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4 Gambar.3 Kehamilan Ektopik Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8: A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke kavum uteri. 1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi dapat turut menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom, wanita dengan riwayat salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi) mempunyai risiko 4 kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi Klamidia (antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko kehamilan ektopik.
  • 9. 9 2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan penyempitan lumennya. 3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi. 4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15 persen. Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya. 5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi. Wanita dengan kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan konservatif mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik berikutnya. 6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali menjalani abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus induksi sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini kemungkinan akibat peningkatan insiden salpingitis. 7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksa. 8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini telah meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan. Studi yang lebih besar yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang dari 50 % untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil
  • 10. 10 maka kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik. Sekitar 3-4 % kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik. B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke dalam kavum uteri 1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada kasus-kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus dengan kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya kehamilan ektopik dapat pula sedikit meningkat pada wanita dengan satu oviduk kalau saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang penting dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia. 2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini tidak banyak. 3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah penggunaan preparat kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh abnormalitas strukturnya.
  • 11. 11 C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi. Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba. Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus endometriosis dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai. 2.4 Patofisiologi Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1 Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.1,3 Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba
  • 12. 12 Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5 Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.1 Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
  • 13. 13 2.5 Patologi Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1 Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.1 2.6 Gambaran Klinis Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,10 Gejala ini umumnya terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami ruptur. Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks dengan uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut dengan istilah “spotting”. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta seperti perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala vertigo hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan pervaginam, khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Forniks posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum Douglas, dan adanya benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus. Keluhan iritasi diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat inspirasi mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi pada saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat
  • 14. 14 inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh berbaring terlentang. Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis tersebut diatas, diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6 Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai ialah sebagai berikut 1,4,6,8,9: 1. Nyeri perut Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi. 2. Perdarahan pervaginam Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14 hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan
  • 15. 15 yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-putus atau terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya. 3. Amenore Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal. 4. Tekanan darah dan denyut nadi Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110 kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990) melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan syok. 5. Perubahan uterus Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin
  • 16. 16 masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut. 6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis) Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul. Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi. 7. Gangguan kencing Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh darah di dalam rongga perut. 8. Suhu tubuh Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C. 9. Pada pemeriksaan dalam Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi. 10. Hematokel pelvis Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
  • 17. 17 perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,5,6 Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6 a. Gambaran gangguan mendadak Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya. b. Gambaran gangguan tidak mendadak Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama- lama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
  • 18. 18 c. Gambaran gangguan atipik Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik ialah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6. b. Perhitungan leukosit Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.
  • 19. 19 c. Tes kehamilan Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8 Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8 Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.6 Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang
  • 20. 20 doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan. 5 2. Ultrasonografi (USG) USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30- 35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8 Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat dengan USG abdominal.11 USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain sebagai berikut :11 1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya. 2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
  • 21. 21 3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac atau keduanya. USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat. Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal mungkin.6,8 ] 3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG Gambar 6b. Garis merah - bagian luar uterus,hijau - uterus,kuning- kehamilan ektopik. Cairan dalam uterus yang dilingkari warna biru disebut dengan Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan ektopik Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm (diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
  • 22. 22 Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4 a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan. b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya. c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua. d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik. 4. Kuldosintesis Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini
  • 23. 23 mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku. Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4 5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25 ng/mL. Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa. 6. Kuretase uterus Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien
  • 24. 24 yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8 7. Laparoskopi Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4. 8. Laparotomi Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya 4.
  • 25. 25 Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg 2.8 Diagnosis Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang1-8 1. Anamnesis Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang- kadang gangguan defekasi. 2. Pemeriksaan fisik a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
  • 26. 26 b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas dari dinding perut. c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh karena terisi darah. 3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan b. USG c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG d. Kuldosintesis e. Kadar progesteron f. Kuretase uterus g. Laparoskopi h. Laparotomi 2.9 Diagnosis Banding Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai berikut:4,5,6,7,8,10 1. Infeksi pelvis Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif. 2. Abortus iminens atau insipiens
  • 27. 27 Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri. 3. Ruptur korpus luteum Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan pervaginam, serta tes kehamilan (-). 4. Torsi kista ovarium dan apendisitis Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney. 2.10 Penatalaksanaan Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8: 1. Segera dibawa ke rumah sakit 2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan hipovolemia. 3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup. Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam
  • 28. 28 upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,5,6,8,11 1. Salpingektomi Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah. 2. Ooforektomi ipsilateral Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut. 3. Sterilisasi Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak,
  • 29. 29 tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar. 4. Menyelamatkan tuba fallopi Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini: a. Salpingostomi Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri. b. Salpingotomi Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu. c. Reseksi segmental dan anastomosis Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba
  • 30. 30 diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan pertama. d. Evakuasi fimbria Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap” implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.
  • 31. 31 Methotrexate sistemik Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel KEHAMILAN EKTOPIK Tidak terganggu (Observasi KE) Terganggu (Curiga KET) MRS, Rapid Test, USG Transvaginal Obs 24 jam Akut (KET) Douglas Punctie Kronik (Hemato GS (+) Intra Uteri GS (-) / PPT (-) GS (+) Extra GS (-) / PPT (+) Bukan KE Laparotomi/Proof Laparotomi Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
  • 32. 32 mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap efek dari MTX.5 Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6 minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995). Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4 Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai dengan hal-hal berikut :4 1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm. 2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau pembedahan. 3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia. 4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat. 5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin prenatal. Dosis MTX :4 1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4 dan 7  Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.  Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari pertama.  Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari pertama.
  • 33. 33  Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung persisten setelah 3 dosis MTX. 2. Dosis variable :  MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7  Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8 Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam, atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi. Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1 %). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4 Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari. Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4 hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari. Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata, yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109 hari. 4 2.11 Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10. Komplikasi yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8 Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan
  • 34. 34 pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8 2.12 Prognosis Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8 Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
  • 35. 35 BAB III LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : Ny. AY Usia : 26 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status : Menikah Pekerjaan : Swasta Agama : Islam Alamat : Ujung Padang No. Rekam Medik : 17.14.40 Masuk : 19 November 2019 pukul 18.00 WIB Anamnesis Keluhan Utama: Nyeri perut yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS Riwayat Peyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu memberat 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, dirasakan seperti tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk rumah sakit. Nyeri tidak menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan mengakibatkan os tidak dapat berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya oleh os. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari, sedikit-sedikit, berwarna kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh merasa sangat lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Os mengatakan sudah telambat haid dan payudara terasa tegang. Kepala dirasakan sedikit pusing dan pandangan kadang-kadang berkunang-kunang. Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan oleh os. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
  • 36. 36 HPHT : 10 – 10 – 2019 TP : 17– 7 – 2020 Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun Siklus haid : 28 hari Lama : 7 hari Riwayat Penyakit Dahulu :  Riwayat keputihan (-)  Riwayat trauma (-)  Riwayat minum jamu (-)  Riwayat perut diurut-urut (-) Riwayat Penyakit Keluarga:  Menurut keterangan pasien dan keluarga pasien, tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama . Riwayat perkawinan  1 kali, lama 3 bulan Riwayat keadaan lingkungan dan sosial  Keadaan lingkungan baik  Os berasal dari keluarga taraf sosial menengah PEMERIKSAAN FISIK I. Pemeriksaan Umum Keadaan umum : sakit sedang Kesadaran : CM Kooperatif : Kooperatif Tekanan darah : 120/80 mmHg
  • 37. 37 Nadi : teraba kuat angkat, teratur, frekuensi 100 x/menit Napas : Frekuensi 22 x/menit, teratur Suhu : 36,7oC Status Generalis Rambut : Tidak ditemukan kelainan Kulit dan kuku : sianosis tidak ada, turgor kulit baik . KGB : tidak ditemukan pembesaran kelenjer getah bening pada leher, aksila, dan inguinal. Kepala : normochepal, tidak ditemukan kelainan Mata : pupil isokor Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+, gerakan bola mata bebas ke segala arah Hidung : tidak ditemukan kelainan Telinga : tidak ditemukan kelainan Mulut : bibir kering, faring hiperemis (-), Tonsil T1-1 Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran tiroid, PARU Inspeksi : simetris kiri dan kanan, gerak teratur Palpasi : fremitus kanan=kiri Perkusi : sonor Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/- .
  • 38. 38 JANTUNG Inspeksi : ictus tidak terlihat Palpasi : ictus suit di raba Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V Kanan : linea sternalis dextra Atas : RIC II Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada, gallop tidak ada ABDOMEN : Inspeksi : datar Auskultasi : bising usus (+) Palpasi : supel, nyeri tekan abdomen regio iliac kiri Perkusi : timpani Ekstremitas Sup : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis ( - ), oedem ( - ) Inf : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis ( - ), oedem ( - ) Status Ginekologis Inspeksi : v/u tidak ada kelainan, perdarahan aktif (-) Inspekulo : tidak dilakukan PD : nyeri goyang portio (+), ostium tertutup, adneksa dbn, cavum douglas menonjol
  • 39. 39 II. Pemeriksaan Laboratorium Hb : 10,2 g/dl Leukosit : 9.200 /mm3 Hematokrit : 30 % Trombosit : 210.000 /mm3 CT : 04.30’ BT : 03.00’ GDS : 141 mg/dL HBSAg : non reaktif HIV : non reaktif Golongan darah : A+ Plano test : positif Diagnosis Diagnosis Klinis : akut abdomen e.c kehamilan ektopik terganggu VI. Penatalaksanaan - Komunikasi, informasi, edukasi kepada keluarga pasien mengenai keadaan pasien - Observasi tanda vital, perdarahan - Rencana laparotomi eksplorasi cito - IVFD RL 20 tpm makro - Inj. Ceftriaxone vial 2x1g (skintest) IV
  • 40. 40 Durante operasi  Ditemukan darah dan storsel di retro abdominal ± 2500 cc  Ditemukan ruptur tuba pars ismika dextra  Ovarium dextra et sinistra dan tuba sinistra normal  Dilakukan salpingektomi dextra Follow up post salpingektomi : Tensi : 110/70 mmHg Nadi : 88 x/menit Respirasi : 22 x/menit Diagnosis : Post salfingektomi dextra oleh karena ruptur tuba pars ismika Instruksi post operasi - Observasi tanda vital, perdarahan, nyeri abdomen - Lakukan pemeriksaan darah rutin post operasi - Diet bertahap - Mobilisasi bertahap - Medikamentosa - IVFD RL 20 tpm makro - Inj Cefotaxime 2x1g (IV) - Inj Ketorolac 3x30mg (IV) - Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV) - Drip metronidazole 3x500mg (IV)
  • 41. 41 VII. Follow up Tanggal 20 November 2019 S : nyeri luka post op (+) O : ku : tampak sakit sedang TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C, Tampak luka post op tertutup verban A : Pasca salfingektomi dextra P : - Diet makanan biasa - IVFD RL 20 tpm makro - Inj Cefotaxime 2x1g (IV) - Inj Ketorolac 3x30mg (IV) - Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV) - Drip metronidazole 3x500mg (IV) Tanggal 21 Oktober 2019 S : nyeri luka post op (+) O : ku : tampak sakit sedang TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C, Tampak luka post op tertutup verban A : Pasca salfingektomi dextra P : - Diet makanan biasa - IVFD RL 20 tpm makro - Inj Cefotaxime 2x1g (IV) - Inj Ketorolac 3x30mg (IV) - Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV) - Drip metronidazole 3x500mg (IV)
  • 42. 42 Tanggal 22 November 2019 S : nyeri luka post op (+), flatus (+), BAB (-) O : ku : tampak sakit sedang TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C, Tampak luka post op tertutup verban A : Pasca salfingektomi dextra P : - Diet makanan biasa - IVFD RL 20 tpm makro - Inj Cefotaxime 2x1g (IV) - Inj Ketorolac 3x30mg (IV) - Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV) - Drip metronidazole 3x500mg (IV) Tanggal 23 November 2019 S : nyeri luka post op (+) O : ku : tampak sakit sedang TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C, Tampak luka post op tertutup verban A : Pasca salfingektomi dextra P : - Diet makanan biasa - Ganti verban - Os boleh pulang - Ketorolac tab 3x1 (PO) - Ciprofloxacin caps 2x1 (PO) - Clindamysin tab 2x1 (PO)
  • 43. 43 VII. Prognosis - Ad vitam : dubia ad bonam - Ad sanationam : dubia ad bonam - Ad functionam : dubia ad bonam
  • 44. 44 BAB IV PEMBAHASAN Pasien perempuan usia 26 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut hebat. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, pasien juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari. pasien juga mengeluh merasa sangat lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Os mengatakan sudah telambat haid dan payudara terasa tegang. Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan. Derajat kesadaran pasien pada kasus ini Compos mentis, di pemeriksaan fisik vaginal toucher di temukan nyeri goyang portio , dan cavum douglas menonjol. Pasien pada kasus ini di diagnosis kehamilan ektopik terganggu karena dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditemukan gejala-gejela kehamilan ektopik terganggu. Pasien sudah dilakukan salfingektomi dextra.
  • 45. 45 BAB V KESIMPULAN Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan penyebab yang masih diperdebatkan. Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis. Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.
  • 46. 46 DAFTAR PUSTAKA 1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 323-334 2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204 3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 226-37 4. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for Practice.In: Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill; 2001;pp 1134-1147 5. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs BP. Seri Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara; 2000. Hal 54-56. 6. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia Lippincot Williams & Wilkins, 2002, pp510-534 7. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4ed. William & Wilkins the Science of Review. New York. 1996; 315-320 8. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE, Lambrou BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of Gynecology and Obstetric; 2nd ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2002;pp 305-13. 9. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in : http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari 2007. Accessed : 1 April 2010. 10. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive Medicine.1996.