Kehamilan ektopik adalah kehamilan di luar kavum uteri, biasanya di tuba fallopi. Faktor risiko tinggi adalah riwayat salpingitis, kehamilan ektopik sebelumnya, dan operasi tuba. Implantasi zigot di luar uterus disebabkan oleh gangguan mekanis dan fungsional tuba yang menghambat perjalanan ovum. Kehamilan ektopik berisiko ruptur dan perdarahan yang membahayakan jika tidak ditangani.
LATAR BELAKANG
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.
Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.
ANATOMI
Kelenjar bartholini merupakan salah satu organ genetalia eksterna, kelenjar bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina (Mast, 2010).
Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8, mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini berakhir diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004).
Gambar 1. Anatomi Kista Bartholini (Setyadeng, 2011).
FISIOLOGI
Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk membasahi mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumas vagina saat melakukan hubungan seksual, kira-kira sepertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi (Manuba, 2008)
LATAR BELAKANG
Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini, kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.
Kista bartolini ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.
ANATOMI
Kelenjar bartholini merupakan salah satu organ genetalia eksterna, kelenjar bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina (Mast, 2010).
Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8, mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini berakhir diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004).
Gambar 1. Anatomi Kista Bartholini (Setyadeng, 2011).
FISIOLOGI
Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk membasahi mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumas vagina saat melakukan hubungan seksual, kira-kira sepertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi (Manuba, 2008)
Pencegahan transmisi perinatal Hepatitis B adalah salah satu langkah pencegahan utama timbulnya kasus Hepatitis Kronis pada dewasa. Beberapa langkah PMTCT pada hepatitis B akan dijelaskan dalam presentasi ini.
Dipresentasikan pada CME: 1st Surabaya Fetomaternal Update, 14 Mei 2016.
syaripin551siti@gmail.com
Hiperemesis gravidarun adalah mual muntah berlebihan sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dn keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering ditemui pada kehamilan trimester 1, kurang lebih 6 minggusetelah haid terakhir selama 10 minggu. Sekitar 60-80% multigravida mengalami mual muntah, namun gejala ini terjadi lebih berat hanya pada 1 diantara 1.000 kehamilan (Mitayani 2009).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal, yakni dalam endometrium cavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstitial tuba dan kehamilan pada serviks uteri.
Pencegahan transmisi perinatal Hepatitis B adalah salah satu langkah pencegahan utama timbulnya kasus Hepatitis Kronis pada dewasa. Beberapa langkah PMTCT pada hepatitis B akan dijelaskan dalam presentasi ini.
Dipresentasikan pada CME: 1st Surabaya Fetomaternal Update, 14 Mei 2016.
syaripin551siti@gmail.com
Hiperemesis gravidarun adalah mual muntah berlebihan sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dn keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering ditemui pada kehamilan trimester 1, kurang lebih 6 minggusetelah haid terakhir selama 10 minggu. Sekitar 60-80% multigravida mengalami mual muntah, namun gejala ini terjadi lebih berat hanya pada 1 diantara 1.000 kehamilan (Mitayani 2009).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal, yakni dalam endometrium cavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstitial tuba dan kehamilan pada serviks uteri.
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. 1
Laporan Kasus
Kehamilan Ektopik Terganggu
Oleh:
dr. Radhiatul Adillah Nasution
Preseptor:
dr. Salomo M Gultom
dr. Rahmi Yarnia
INSTALASI RAWAT INAP
RSUD MUKOMUKO
2019
2. 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan berka
rahmat dan hidayah-Nya penulisan laporan kasus yang berjudul “Kehamilan
Ektopik Terganggu” ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Dokter Internsip RSUD Mukomuko periode Februari 2019-
Februari 2020.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Jhon Heriansyah,
Sp. OG yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk
penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini
dapat selesai.
Mukomuko, 3 Desember 2019
Wassalam,
Penulis
3. 3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 2
Daftar isi 3
BAB I Pendahuluan 4
BAB II Tinjauan Pustaka 5
BAB III Laporan Kasus 35
BAB IV Pembahasan 44
BAB V Kesimpulan 45
BAB VI Daftar Pustaka 46
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik merupakan suatu keadaan dimana kantung gestasi
berada diluar kavum uteri. Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan.
Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada
triwulan pertama dari kehamilan.
Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa
menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar disaluran tuba maka
suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang
sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik
maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang
ditanggungnya.
Prinsip dasarnya jika pada wanita dalam masa reproduksi dengan
gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian
bawah, perlu difikirkan kehamilan ektopik terganggu. Gambaran klinik
kehamilan ektopik yang terganggu amat beragam. Sekitar 10 – 29% pasien
yang pernah mengalami kehamilan ektopik, mempunyai kemungkinan untuk
terjadi lagi. Kira – kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan
ektopik mempunyai riwayat infeksi pelvis sebelumnya.
5. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal
endometrium. Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum
uteri. Bila blastokis tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut
kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan
ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik
yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Implantasi hasil
konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum abdomen atau pada
uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan
ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada
pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi
jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba
falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah
sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe kehamilan
ektopik yang paling sering dijumpai.3,4
Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri,
kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan
abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5
6. 6
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis
80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri
(0,2%), kornu uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya
kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik
mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum
abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1
ss
Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika
Serikat meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun
1992 di Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh
kehamilan. Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang
berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun
1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika
Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk
mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia
7. 7
berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami
kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan
resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih
besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami
kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum
dkk melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba
sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada
tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki
risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita dengan
riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko
rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab
yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit
menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang
mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.
Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan
membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot
polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan
menyebabkan hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif,
sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada
wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii
mungkin menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang berhubungan
dengan penggunaan mini pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba.
Faktor predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada
8. 8
kavum uterus terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba
lainnya yang mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF
Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 %
untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote
Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4
Gambar.3 Kehamilan Ektopik
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:
A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum
yang telah dibuahi ke kavum uteri.
1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi
lipatan arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa
tuba akibat infeksi dapat turut menyebabkan implantasi zigot dalam
tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom, wanita dengan riwayat
salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi) mempunyai risiko
4 kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi Klamidia
(antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat
risiko kehamilan ektopik.
9. 9
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,
apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba dan penyempitan lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium
assesorius dan hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami
kehamilan ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi
7 hingga 15 persen. Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan
oleh salpingitis yang terjadi sebelumnya.
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk
memperbaiki patensi tuba atau kadang-kadang dilakukan pada
kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah mengalami pembedahan tuba
mempunyai risiko kehamilan ektopik yang lebih tinggi. Wanita dengan
kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan konservatif
mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik
berikutnya.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar
risiko terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah
satu kali menjalani abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat
setelah menjalani abortus induksi sebanyak dua kali atau lebih,
kenaikan risiko ini kemungkinan akibat peningkatan insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir
ini telah meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat
bahwa penggunaan IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan
risiko kehamilan ektopik dan malahan merupakan proteksi terhadap
kehamilan. Studi yang lebih besar yang dilakukan oleh WHO
menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang dari 50 %
untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil
10. 10
maka kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik.
Sekitar 3-4 % kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik.
B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi ke dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali
pada kasus-kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal,
sehingga terjadi hemiuterus dengan kornu uterina rudimenter dan tidak
berhubungan. Risiko terjadinya kehamilan ektopik dapat pula sedikit
meningkat pada wanita dengan satu oviduk kalau saja dia mengalami
ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan pengangkutan
ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat migrasi
eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara
masih berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang
penting dalam proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya
kehamilan ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan
menstruasi pada waktu sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat
mencegah masuknya ovum ke dalam uterus atau menyebabkan ovum
tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang mendukung fenomena ini
tidak banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada
kadar estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan
afinitas reseptor adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi
kemungkinan benar menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak
pada peningkatan insiden kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah
penggunaan preparat kontrasepsi oral yang hanya mengandung
progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden kehamilan ektopik
sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah
mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini
mungkin lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh
abnormalitas strukturnya.
11. 11
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah
dibuahi. Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan
implantasi dalam tuba. Meskipun para pengamat pernah melaporkan
adanya fokus-fokus endometriosis dalam tuba fallopi, namun hal ini
merupakan keadaan yang jarang dijumpai.
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi
total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu
pada umur kehamilan antara 6-10 minggu.1,3
Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba
12. 12
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi
secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga
perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok
dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,
perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba
membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke
rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina.1
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
13. 13
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum
graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma
sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan
kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara
utuh. Perdarahan yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.1
2.6 Gambaran Klinis
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore,
nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,10 Gejala ini umumnya
terdapat hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah
mengalami ruptur. Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering.
Dalam buku teks dengan uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur,
haid yang normal digantikan dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda
dan biasanya disebut dengan istilah “spotting”. Tiba-tiba wanita ini akan merasakan
nyeri abdomen bawah yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang
tajam, menusuk serta seperti perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi
yang berkisar dari gejala vertigo hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan
nyeri tekan, dan pemeriksaan pervaginam, khususnya ketika serviksnya
digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Forniks posterior vagina dapat
menonjol karena adanya darah dalam kavum Douglas, dan adanya benjolan yang
nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus. Keluhan iritasi diafragma yang
ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat inspirasi mungkin
terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup banyak.
Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi pada
saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat
14. 14
inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh
berbaring terlentang. Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis
tersebut diatas, diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan
tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang
terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan
gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak
dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas
sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai
ialah sebagai berikut 1,4,6,8,9:
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang
terjadi pada kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral
dan bisa terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa
dirasakan sebagai nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau
hilang timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba
dan intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam
kavum peritonei. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak
terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah
masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh
perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat
,menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan
biasanya mulai 7-14 hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi.
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi
kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan
15. 15
yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat
terputus-putus atau terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan
human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan
seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan
kehamilan tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan
janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore
karena kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi
amenore yang dikemukakan berbagai penulis berkisar antara 23-97%. Riwayat
amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya
adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada
kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang
penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan
teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu
mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan
apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal
terhadap perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi
dan hipotensi. Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah
(> 110 kali/menit), pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30
kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan
berlangsung terus dan terjadi hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas
(1990) melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4%
dalam keadaan syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena
pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana
tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati
ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin
16. 16
masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke
salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga
panggul. Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi.
Biasanya massa berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi,
dengan terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba
keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral
uterus. Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan
dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan
peritoneum oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan
hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan
salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari,
dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau
sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur
terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding
tuba yang terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke
dalam lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
17. 17
perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus,
hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa
pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum
peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian,
peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat
adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus
semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,5,6
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala
yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama
kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga
ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol
dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit
membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus
tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu,
penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah.
Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan
menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-
lama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah
uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
18. 18
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya
Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin
pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka
kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat
setelah 24 jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada
perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000
biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.
19. 19
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam
kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi
tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG
menurun dan menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian
adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang
paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan hasil
positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita dengan
kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai
normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan
mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya
dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan seratus sehingga
didapatkan suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa kedua pengukuran
kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang bersamaan dan bahwa hasil-hasil
yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval waktu 48 jam. Mereka
menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan peningkatan
produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan bukti
yang sangat subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut
mengakui bahwa rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48
jam dan bahwa hasil tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 %
wanita normal sebagai kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai
wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam
hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang
20. 20
doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam
48 jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada
awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG
transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal
biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan
bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal
digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan
kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang
berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-
35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang
dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di
sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat
dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan
jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan
untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38
hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah
bisa dilihat dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara
lain sebagai berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang
tebal, konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan
mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih
besar dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa
aktivitas kardiak.
21. 21
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik
terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal
pole, yolk sac atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan
adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran
vaskular uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat
berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan
medisinalis seawal mungkin.6,8
]
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Gambar 6b. Garis merah - bagian luar
uterus,hijau - uterus,kuning- kehamilan
ektopik. Cairan dalam uterus yang
dilingkari warna biru disebut dengan
Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan
kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba
Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan
ektopik
Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.
22. 22
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG
serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan
dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat
kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4
a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan
terlihat di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka
diagnosis kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak
kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau
segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu
kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru
mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada
bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan
untuk melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada
pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5
minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui
pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini,
wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat
pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas
ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum,
kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks
posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan
yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini
23. 23
mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari
kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat
dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat
membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan
darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis
hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya
kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan
ektopik lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang
melibatkan lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa
70% dari penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih
dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang
mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak
sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone
serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone
serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan
titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak
perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase
pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil
kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien
24. 24
yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien
dengan kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi
dan pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya
untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan
cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi
yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang
berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada
pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila
terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.
Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit
dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8
Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu
laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa
ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan
dengan pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara
hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis
sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang
dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi
jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius
dalam panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8
Laparotomi dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan
membutuhkan terapi definitif secepatnya 4.
25. 25
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron
Serum dan ß-Hcg
2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut
yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik
lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-
kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi
cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit
yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran
berkurang atau tidak sadar.
26. 26
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan,
nyeri ketok dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri
tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar,
kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum
Douglas menonjol oleh karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran
tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis
yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut
adalah sebagai berikut:4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
27. 27
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada
kehamilan tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan
di kornu. Pada kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun
sebaiknya dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan
fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta
mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah
diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta,
plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk
mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa
ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam
28. 28
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap
kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk
mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan
dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik
pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba
fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi
berbentuk baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba
(tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan
miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas
agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi
akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan
dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat
dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan
penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling
dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah
pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi
eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang
peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya.
Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik
yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang
diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan
keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak,
29. 29
tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko.
Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang
masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya
pada kehamilan berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat
tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur
pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan
memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa
tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba
fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas
antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan
menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati.
Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi
dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba
fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan
forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan
larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat
perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti dijelaskan di atas. Penutupan
luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang
vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi
kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan
lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba
30. 30
diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut
direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali kedua
puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain
secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan
terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan
dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan
dengan hati-hati agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan
menambah kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan
untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap”
implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan
karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua
kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat
angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi perdarahan rekuren
akibat jaringan trofoblastik persisten.
31. 31
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada
pengobatan terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid
pada orang dewasa. MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid
reduktase, sebuah enzim yang mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat
(bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport 1 grup karbon selama
sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis DNA dan
perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif
seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel
KEHAMILAN EKTOPIK
Tidak terganggu
(Observasi KE)
Terganggu
(Curiga KET)
MRS, Rapid Test, USG
Transvaginal Obs 24 jam
Akut (KET)
Douglas Punctie
Kronik
(Hemato
GS (+)
Intra Uteri
GS (-)
/ PPT
(-)
GS (+)
Extra
GS (-) /
PPT (+)
Bukan KE
Laparotomi/Proof
Laparotomi
Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik
32. 32
mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap
efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa
ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak
digunakan jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan
kurang dari 6 minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati,
dan beta-hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a,
Stoval, 1995). Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists
(1998), kontraindikasi termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati
dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu
sesuai dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada
kehamilan lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara
medis atau pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen
dan pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan
hubungan seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat,
termasuk vitamin prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke
4 dan 7
Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai
hari pertama.
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX
dan hitung sebagai hari pertama.
33. 33
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48
jam, atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak
terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek
samping yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan
gastroenteritis (1 %). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan
kasus juga menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa,
pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20
hari. Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG
meningkat pada 4 hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu
resolusi 27 hari. Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan
kesembuhan rata-rata, yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari.
Waktu terlama adalah 109 hari. 4
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10. Komplikasi
yang lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten .
Namun kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum
pecah dan menjalani terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan
pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif
melalui laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan
tingginya angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan
34. 34
pengobatan lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan
hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000
IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan
pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat
diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis
tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.4,6,8
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya
60% wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi,
walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak
yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali
lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6
35. 35
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. AY
Usia : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Alamat : Ujung Padang
No. Rekam Medik : 17.14.40
Masuk : 19 November 2019 pukul 18.00 WIB
Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri perut yang semakin memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Peyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu memberat 1 hari
SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, dirasakan seperti
tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk rumah sakit. Nyeri tidak
menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan mengakibatkan os tidak
dapat berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya oleh
os. Os juga mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari,
sedikit-sedikit, berwarna kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh
merasa sangat lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti
biasa. Os mengatakan sudah telambat haid dan payudara terasa tegang. Kepala
dirasakan sedikit pusing dan pandangan kadang-kadang berkunang-kunang.
Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan oleh os. Tidak ada
keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan disangkal oleh os.
36. 36
HPHT : 10 – 10 – 2019
TP : 17– 7 – 2020
Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama : 7 hari
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keputihan (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat minum jamu (-)
Riwayat perut diurut-urut (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Menurut keterangan pasien dan keluarga pasien, tidak ada keluarga yang
mengalami keluhan yang sama .
Riwayat perkawinan
1 kali, lama 3 bulan
Riwayat keadaan lingkungan dan sosial
Keadaan lingkungan baik
Os berasal dari keluarga taraf sosial menengah
PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : CM
Kooperatif : Kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
37. 37
Nadi : teraba kuat angkat, teratur, frekuensi 100 x/menit
Napas : Frekuensi 22 x/menit, teratur
Suhu : 36,7oC
Status Generalis
Rambut : Tidak ditemukan kelainan
Kulit dan kuku : sianosis tidak ada, turgor kulit baik .
KGB : tidak ditemukan pembesaran kelenjer getah bening
pada leher, aksila, dan inguinal.
Kepala : normochepal, tidak ditemukan kelainan
Mata : pupil isokor Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+,
gerakan bola mata bebas ke segala arah
Hidung : tidak ditemukan kelainan
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Mulut : bibir kering, faring hiperemis (-), Tonsil T1-1
Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran tiroid,
PARU
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, gerak teratur
Palpasi : fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/- , wheezing -/- .
38. 38
JANTUNG
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus suit di raba
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : linea sternalis dextra
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada,
gallop tidak ada
ABDOMEN :
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan abdomen regio iliac kiri
Perkusi : timpani
Ekstremitas Sup : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis ( - ), oedem ( - )
Inf : Akral hangat, CRT < 2 detik, sianosis ( - ), oedem ( - )
Status Ginekologis
Inspeksi : v/u tidak ada kelainan, perdarahan aktif (-)
Inspekulo : tidak dilakukan
PD : nyeri goyang portio (+), ostium tertutup, adneksa dbn, cavum douglas
menonjol
39. 39
II. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10,2 g/dl
Leukosit : 9.200 /mm3
Hematokrit : 30 %
Trombosit : 210.000 /mm3
CT : 04.30’
BT : 03.00’
GDS : 141 mg/dL
HBSAg : non reaktif
HIV : non reaktif
Golongan darah : A+
Plano test : positif
Diagnosis
Diagnosis Klinis : akut abdomen e.c kehamilan ektopik terganggu
VI. Penatalaksanaan
- Komunikasi, informasi, edukasi kepada keluarga pasien mengenai
keadaan pasien
- Observasi tanda vital, perdarahan
- Rencana laparotomi eksplorasi cito
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj. Ceftriaxone vial 2x1g (skintest) IV
40. 40
Durante operasi
Ditemukan darah dan storsel di retro abdominal ± 2500 cc
Ditemukan ruptur tuba pars ismika dextra
Ovarium dextra et sinistra dan tuba sinistra normal
Dilakukan salpingektomi dextra
Follow up post salpingektomi :
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Diagnosis : Post salfingektomi dextra oleh karena ruptur tuba pars ismika
Instruksi post operasi
- Observasi tanda vital, perdarahan, nyeri abdomen
- Lakukan pemeriksaan darah rutin post operasi
- Diet bertahap
- Mobilisasi bertahap
- Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
41. 41
VII. Follow up
Tanggal 20 November 2019
S : nyeri luka post op (+)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
Tanggal 21 Oktober 2019
S : nyeri luka post op (+)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
42. 42
Tanggal 22 November 2019
S : nyeri luka post op (+), flatus (+), BAB (-)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- IVFD RL 20 tpm makro
- Inj Cefotaxime 2x1g (IV)
- Inj Ketorolac 3x30mg (IV)
- Inj Asam traneksamat 3x500mg (IV)
- Drip metronidazole 3x500mg (IV)
Tanggal 23 November 2019
S : nyeri luka post op (+)
O : ku : tampak sakit sedang
TD: 120/80 mmHg, nadi 80 x/ menit, RR 22 x/menit, Suhu : 37°C,
Tampak luka post op tertutup verban
A : Pasca salfingektomi dextra
P : - Diet makanan biasa
- Ganti verban
- Os boleh pulang
- Ketorolac tab 3x1 (PO)
- Ciprofloxacin caps 2x1 (PO)
- Clindamysin tab 2x1 (PO)
43. 43
VII. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad functionam : dubia ad bonam
44. 44
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien perempuan usia 26 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
perut hebat. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak, pasien juga
mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari. pasien juga
mengeluh merasa sangat lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat
beraktivitas seperti biasa. Os mengatakan sudah telambat haid dan payudara terasa
tegang. Keluhan mual-mual ringan tanpa disertai muntah juga dirasakan.
Derajat kesadaran pasien pada kasus ini Compos mentis, di pemeriksaan
fisik vaginal toucher di temukan nyeri goyang portio , dan cavum douglas
menonjol.
Pasien pada kasus ini di diagnosis kehamilan ektopik terganggu karena dari
hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditemukan gejala-gejela
kehamilan ektopik terganggu. Pasien sudah dilakukan salfingektomi dextra.
45. 45
BAB V
KESIMPULAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu
membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran
yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel
dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan
apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan
sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel,
perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada
operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik
berulang.
46. 46
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu
Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002;
323-334
2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998; 226-37
4. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for
Practice.In: Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw
Hill; 2001;pp 1134-1147
5. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs
BP. Seri Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara;
2000. Hal 54-56.
6. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia
Lippincot Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
7. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4ed.
William & Wilkins the Science of Review. New York. 1996; 315-320
8. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE,
Lambrou BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of
Gynecology and Obstetric; 2nd ed. Philadelphia. Lippincott William &
Wilkins; 2002;pp 305-13.
9. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari
2007. Accessed : 1 April 2010.
10. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.