SlideShare a Scribd company logo
PERMASALAHAN

       52 imigran gelap asal Afghanistan, Iran, Bangladesh, Srilanka, dan Pakistan lepas dari
rumah detensi imigrasi, Kalideres pada Minggu 10 Oktober 2010 dini hari. Hal ini menambah
deret masalah terkait imigran gelap sekaligus menegaskan data meningkatnya kasus imigran
gelap di Indonesia yang pernah dipaparkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenhukham) pada awal Agustus (3/8/2010) lalu.
Fakta ini menjadi paradoks jika dihadapkan dengan proses pembahasan RUU Keimigrasian yang
tengah memasuki proses akhir pembahasan di DPR-RI. Ditjen Imigrasi akan menjadi satu-
satunya institusi berwenang dalam hal penanganan imigran. Oleh karena itu, meskipun
pembahasan ‘kilat’ antara DPR-RI dengan Pemerintah telah dilakukan (23-25/7/2010), namun
Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR-RI agaknya masih perlu mengambil peluang untuk
mengoreksi ulang RUU tersebut pada kesempatan berikutnya. Koreksi ini perlu ditempuh agar
terdapat sikap politik terhadap imigran yang tidak ego-sektoral dan berorientasi kepentingan
nasional yang berbasis dua konstruksi yaitu, logika hukum dan implementasi hukum.


PEMBAHASAN


Meningkatnya kasus imigran ilegal yang dipaparkan oleh Ditjen Imigrasi perlu kita simak
dengan seksama. Kasus imigran gelap yang terjadi pada periode 2010 (Januari-Mei), dari total
1.245 imigran di periode 2010 ini, kasus imigran ilegal berjumlah 61 kasus, meningkat hampir
100% dari jumlah periode sebelumnya (2009) sebanyak 31 kasus dari sekitar 1.178 imigran.
Paparan data ditjen Imigrasi tersebut sebenarnya merupakan ungkapan jujur yang menegaskan
kebutuhan dirinya akan pihak lain dalam menangani permasalahan ini. Bahwa ada 79 pintu lintas
batas tradisional dan 130 Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) tidaklah cukup sebagai instrumen
penyelesaian masalah. Belum lagi jika diungkap kasus meningkatnya kejahatan transnasional
dan campur tangan imigran dalam berbagai situasi sosial-budaya, politik, dan ekonomi.
Termasuk diantaranya ialah kejadian di akhir Agustus 2010 lalu juga waktu lalu terjadi
perampokan dengan menggunakan hipnotis di beberapa daerah oleh sekelompok Warga Negara
Asing (WNA), baik di Lampung Tengah maupun di Balikpapan, Kalimantan Timur.


Maka dapat dilihat bahwa Draft terakhir RUU Keimigrasian agaknya memberikan porsi
berlebihan kepada Ditjen Imigrasi dalam hal ini pengawasan keimigrasian dalam hal ini orang
asing. Sementara dalam kasus aktual lepasnya 52 imigran gelap, tentu saja kita dapat melihat
peran kepolisian untuk pengawasan sangat dibutuhkan dengan berbagai kelengkapan keahlian
dan infrastruktur jaringannya.
Logika hukum yang mengacu pada sistem peradilan pidana (criminal justice system) sebenarnya
telah menggariskan bahwa empat komponen aparat penegak hukum harus terintegrasi
(Integrated), yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Pesan itu
terdapat pada Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Maka ide pemberian
kewenangan penuh pengawasan orang asing kepada Ditjen Imigrasi akan menimbulkan paradoks
baru antara keinginan dan kemampuan.


Kedua, logika implementasi hukum juga tidak menghendaki adanya aturan penumpukan
wewenang pada satu institusi dalam menangani permasalahan besar, sehingga kemudian hal
tersebut menjadi tidak efektif dan rasional untuk optimal dilakukan. Dalam penanganan
keimigrasian, mungkin aparat kemenkumham dengan kultur birokrat pemerintah dapat
menangani penanganan di TPI dan pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan dan rumah detensi.
Akan tetapi apakah mereka juga sanggup untuk melakukan kewajiban dan tanggung-jawab
deteksi masuknya imigran gelap, mengintai segala aktivitas mereka di tengah masyrakat, hingga
menelusuri data spesifik dari asal negara mereka?


Perlu dipahami bahwa ada tiga kategori orang asing atau imigran berdasarkan cara masuknya.
Pertama, cara masuk prosedural dan wajar (clear). Kedua, mereka yang masuk sesuai misi dan
kepentingan beraktivitas tertentu, terkadang mengikuti aturan atau kerap juga menyelundup.
Ketiga, mereka yang masuk secara ‘gelap’ tanpa dokumen atau menggunakan dokumen palsu,
atau tidak melalui ‘Tempat Pemeriksaan Imigrasi’ (TPI). Kategori yang ketiga menegaskan
bahwa keimigrasian tidak sesederhana apa yang terjadi di pelabuhan, bandara dan TPI tertentu
saja. Mereka yang menjadi bagian dari jaringan teroris, jaringan narkotika, dan jaringan
perdagangan orang mengetahui betul celah-celah formal semacam itu.


Ada banyak alasan empirik kenapa hilangnya aturan dan pengambil alih secara penuh wewenang
Polri kepada Ditjen keimigrasian akan berakibat fatal. Pertama, hakikat pelaporan orang asing ke
Intelijen Keamanan (Intelkam) Polri sebagai bagian dari kontra intelijen, yang meliputi kontra
spionase, kontra sabotase, dan kontra penggalangan terhadap orang asing di Indonesia. Kedua,
fakta infrastruktur satuan Intelkam dari pusat sampai ke daerah, kecamatan, dan desa, sehingga
punya kemampuan memantau kegiatan orang asing sampai ke pelosok. Sementara kemampuan
imigrasi belum sampai ke struktur terbawah. Ketiga, praktik operasi intelijen di seluruh dunia
yang dapat masuk dalam wujud diplomat, konsultan, peneliti, mahasiswa, dan sebagainya.
Aktivitas mereka di Indonesia membutuhkan pemahaman dan kapasitas aparat tentang kontra
intelijen seperti yang dijalankan Intelkam selama ini. Segala risiko dari RUU Keimigrasian jelas
harus dilihat dalam dua logika besar tadi. Sejauh mana permasalahan ini membagi peran secara
terintegrasi sesuai Sistem Peradilan Pidana. Kemudian, bagaimana ketepatan delegasi tugas
sesuai kompetensi inti dari institusi yang bersangkutan.
KESIMPULAN


Indonesia sebagai negara kepulauan telah menjadi tempat singgah (destination country) yang
‘nyaman’ bagi siapa saja. Wilayah Indonesia yang sebagian besar perairan dan terdiri dari
17.508 pulau, banyak terdapat tempat-tempat terbuka yang tidak terawasi, mudah dimasuki oleh
imigran. Kasus imigran gelap yang melintasi perairan Indonesia dari Srilanka, Irak, Afganistan,
Myanmar dan lainnya yang hendak menuju ke Australia, banyak yang ‘terdampar’ di Indonesia,
saat ini Polri yang mengamankan dan memproses secara hukum atas pelanggaran mereka. Jika
Polri tidak lagi ikut dalam pengamanan dan pengawasan imigran, tentunya Polri tidak
bertanggung jawab lagi penanganan masalah imigran gelap atau akan menjadi tanggung jawab
Ditjen Imigrasi.


Berbagai kasus yang telah terjadi juga hendaknya dapat menjadi pelajaran. Dalam aspek politik
misalnya lepasnya Timor Timur, OPM di Papua, RMS di Maluku, dan Aceh. Pada setiap Pemilu,
keterlibatan pemantau asing, NGO, dan jurnalis. Dalam aspek ekonomi, kekayaan alam di
Indonesia yang selalu menjadi incaran asing juga membutuhkan pengamanan intelijen yang tidak
sederhana. Kegiatan imigran yang dapat berimplikasi bagi aspek sosial budaya Indonesia, seperti
jejaring narkotika internasional, prostitusi terselubung, jaringan penari bugil, pemandu karaoke,
jelas semua itu tidak akan tertangani jika diserahkan penuh kepada Ditjen Imigrasi.


Oleh karenanya, RUU Keimigrasian harus memperhatikan secara cermat segala hal terkait misi
pengawasan imigran yang tinggal dan menetap, baik yang bersifat global maupun detail seperti
aturan wajib lapor 1x24 jam kepada pejabat Imigrasi dan Kepolisian. Membangun sebuah
keimigrasian baru yang lebih terbuka dan berorientasi pelayanan, bukan berarti harus menjadi
‘bandul’ yang mengarah pada keterbukaan ekstrim dan mengabaikan pengamanan. Itu harus
diwujudkan dalam kebijakan holistik. Jika tidak, sangat mungkin kasus imigran gelap di tahun
depan meningkat lagi.
TUGAS

HUKUM KEWARGANEGARAAN DAN KEIMIGRASIAN
          Permasalahan Dalam Keimigrasian

         Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur I




                     Disusun Oleh :

                  Chenly M. Sihombing

                   NIM. 0810110106




        KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

              UNIVERSITAS BRAWIJAYA

                  FAKULTAS HUKUM

                       MALANG

                          2011

More Related Content

What's hot

Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...
Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...
Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...
Uiversitas Muhammadiyah Maluku Utara
 
Politik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesia
Politik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesiaPolitik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesia
Politik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesia
Uiversitas Muhammadiyah Maluku Utara
 
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
moremoremorena
 
Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028
Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028
Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028
Silvia Kumalasari
 
Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945
Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945
Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945
Uiversitas Muhammadiyah Maluku Utara
 
Proposal Skripsi
Proposal Skripsi Proposal Skripsi
Proposal Skripsi
Norsel Maranden
 
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta, Indonesia
 
Studi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negaraStudi kasus hukum tata negara
PROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSIPROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSI
DELA ASFARINA
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negara
Nina Ruspina
 
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansosProposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Andy Susanto
 
Ujian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana Bansos
Ujian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana BansosUjian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana Bansos
Ujian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana BansosAndy Susanto
 
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaAndy Susanto
 
Posisi dan Peran SANKRI
Posisi dan Peran SANKRIPosisi dan Peran SANKRI
Posisi dan Peran SANKRI
Siti Sahati
 
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHANPENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
Paul SinlaEloE
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
Rayvicky Asmarayandhie
 
Bahan ajar han lanjut
Bahan ajar han lanjutBahan ajar han lanjut
Bahan ajar han lanjut
Sri Nur Hari
 
Politik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukum
Politik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukumPolitik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukum
Politik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukum
Uiversitas Muhammadiyah Maluku Utara
 

What's hot (20)

Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...
Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...
Politik Hukum - Pertemuan Ketujuh - 7. politik hukum penegakan hukum dan poli...
 
Politik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesia
Politik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesiaPolitik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesia
Politik Hukum - Pertemuan Kedua - 2. politik hukum di indonesia
 
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM  PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAK...
 
Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028
Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028
Makalah hukum administrasi negara silvia-8111412028
 
Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945
Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945
Politik Hukum - Pertemuan Keempat - 4. politik hukum amandemen uud 1945
 
Proposal Skripsi
Proposal Skripsi Proposal Skripsi
Proposal Skripsi
 
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
 
Studi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negaraStudi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negara
 
PROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSIPROPOSAL SKRIPSI
PROPOSAL SKRIPSI
 
Makalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negaraMakalah hukum administrasi negara
Makalah hukum administrasi negara
 
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansosProposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
 
Ujian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana Bansos
Ujian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana BansosUjian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana Bansos
Ujian proposal Penegakan Hukum TP Korupsi Dana Bansos
 
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidanaBab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
Bab I Pengembalian Kerugian Keuangan Negara TP Korupsi tdk hapuskan pidana
 
Posisi dan Peran SANKRI
Posisi dan Peran SANKRIPosisi dan Peran SANKRI
Posisi dan Peran SANKRI
 
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsiMakalah pkn tentang pemberantasan korupsi
Makalah pkn tentang pemberantasan korupsi
 
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHANPENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Bahan ajar han lanjut
Bahan ajar han lanjutBahan ajar han lanjut
Bahan ajar han lanjut
 
Politik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukum
Politik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukumPolitik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukum
Politik Hukum - Pertemuan Keenam - 6. hubungan moral hukum dengan politik hukum
 

Similar to Keimigrasian dan kewarganegaraan

Ngopi Edisi RUU Intelijen
Ngopi Edisi RUU IntelijenNgopi Edisi RUU Intelijen
Ngopi Edisi RUU Intelijen
Niko Arwenda
 
Draf jurnal people smuggling
Draf jurnal people smugglingDraf jurnal people smuggling
Draf jurnal people smuggling
Dede Rohman
 
PPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdf
PPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdfPPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdf
PPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdf
AlbimaUmari
 
korupsi di finlandia
korupsi di finlandiakorupsi di finlandia
korupsi di finlandia
Made Rahayu Indrayani
 
208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf
208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf
208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf
mawarsitohang
 
Bahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten KorupsiBahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten Korupsi
Azinuddin Haq
 
Human traficking.doc
Human traficking.docHuman traficking.doc
Human traficking.doc
Meehawk
 
pemberantasan korupsi di finlandia
pemberantasan korupsi di finlandiapemberantasan korupsi di finlandia
pemberantasan korupsi di finlandia
Reza Yudhalaksana
 
Pemberantasan Korupsi di Finlandia
Pemberantasan Korupsi di FinlandiaPemberantasan Korupsi di Finlandia
Pemberantasan Korupsi di FinlandiaM Arief Fakhruddin
 
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
NaomiSitoppul
 
UNCAC-Final draft policy paper illicit enrichment
UNCAC-Final draft policy paper illicit enrichmentUNCAC-Final draft policy paper illicit enrichment
UNCAC-Final draft policy paper illicit enrichment
Indonesia Anti Corruption Forum
 
Esay hukuman bagi koruptor
Esay hukuman bagi koruptorEsay hukuman bagi koruptor
Esay hukuman bagi koruptor
Agewen Stifford
 
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaPresentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
ARY SETIADI
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Andy Susanto
 
Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_
Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_
Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_Fathur Rohman
 
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH JakartaRilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
CIkumparan
 
Bab 8 wawasan nusantara
Bab 8 wawasan nusantaraBab 8 wawasan nusantara
Bab 8 wawasan nusantara
Fathandy Isragana Naim
 
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezhaMakalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
berlian_priyandany
 

Similar to Keimigrasian dan kewarganegaraan (20)

Ngopi Edisi RUU Intelijen
Ngopi Edisi RUU IntelijenNgopi Edisi RUU Intelijen
Ngopi Edisi RUU Intelijen
 
Draf jurnal people smuggling
Draf jurnal people smugglingDraf jurnal people smuggling
Draf jurnal people smuggling
 
PPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdf
PPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdfPPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdf
PPT Pemantauan Orang Asing Palembang.pdf
 
korupsi di finlandia
korupsi di finlandiakorupsi di finlandia
korupsi di finlandia
 
208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf
208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf
208-Article Text-362-1-10-20210628 (1).pdf
 
Bahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten KorupsiBahaya Laten Korupsi
Bahaya Laten Korupsi
 
Human traficking.doc
Human traficking.docHuman traficking.doc
Human traficking.doc
 
pemberantasan korupsi di finlandia
pemberantasan korupsi di finlandiapemberantasan korupsi di finlandia
pemberantasan korupsi di finlandia
 
Pemberantasan Korupsi di Finlandia
Pemberantasan Korupsi di FinlandiaPemberantasan Korupsi di Finlandia
Pemberantasan Korupsi di Finlandia
 
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docxMAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
MAKALAH PERLINDUNGAN ANAK.docx
 
UNCAC-Final draft policy paper illicit enrichment
UNCAC-Final draft policy paper illicit enrichmentUNCAC-Final draft policy paper illicit enrichment
UNCAC-Final draft policy paper illicit enrichment
 
Esay hukuman bagi koruptor
Esay hukuman bagi koruptorEsay hukuman bagi koruptor
Esay hukuman bagi koruptor
 
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
 
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaPresentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
 
Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)Makalah perlindungan anak (traficing child)
Makalah perlindungan anak (traficing child)
 
Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_
Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_
Materi 8 pemberantasan korupsi_negara_lain 2010_
 
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH JakartaRilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
Rilis Calon Kapolri - LBH Jakarta
 
Bab 8 wawasan nusantara
Bab 8 wawasan nusantaraBab 8 wawasan nusantara
Bab 8 wawasan nusantara
 
Xxxx
XxxxXxxx
Xxxx
 
Makalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezhaMakalah human trafficking nezha
Makalah human trafficking nezha
 

Keimigrasian dan kewarganegaraan

  • 1. PERMASALAHAN 52 imigran gelap asal Afghanistan, Iran, Bangladesh, Srilanka, dan Pakistan lepas dari rumah detensi imigrasi, Kalideres pada Minggu 10 Oktober 2010 dini hari. Hal ini menambah deret masalah terkait imigran gelap sekaligus menegaskan data meningkatnya kasus imigran gelap di Indonesia yang pernah dipaparkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenhukham) pada awal Agustus (3/8/2010) lalu. Fakta ini menjadi paradoks jika dihadapkan dengan proses pembahasan RUU Keimigrasian yang tengah memasuki proses akhir pembahasan di DPR-RI. Ditjen Imigrasi akan menjadi satu- satunya institusi berwenang dalam hal penanganan imigran. Oleh karena itu, meskipun pembahasan ‘kilat’ antara DPR-RI dengan Pemerintah telah dilakukan (23-25/7/2010), namun Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR-RI agaknya masih perlu mengambil peluang untuk mengoreksi ulang RUU tersebut pada kesempatan berikutnya. Koreksi ini perlu ditempuh agar terdapat sikap politik terhadap imigran yang tidak ego-sektoral dan berorientasi kepentingan nasional yang berbasis dua konstruksi yaitu, logika hukum dan implementasi hukum. PEMBAHASAN Meningkatnya kasus imigran ilegal yang dipaparkan oleh Ditjen Imigrasi perlu kita simak dengan seksama. Kasus imigran gelap yang terjadi pada periode 2010 (Januari-Mei), dari total 1.245 imigran di periode 2010 ini, kasus imigran ilegal berjumlah 61 kasus, meningkat hampir 100% dari jumlah periode sebelumnya (2009) sebanyak 31 kasus dari sekitar 1.178 imigran. Paparan data ditjen Imigrasi tersebut sebenarnya merupakan ungkapan jujur yang menegaskan kebutuhan dirinya akan pihak lain dalam menangani permasalahan ini. Bahwa ada 79 pintu lintas batas tradisional dan 130 Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) tidaklah cukup sebagai instrumen penyelesaian masalah. Belum lagi jika diungkap kasus meningkatnya kejahatan transnasional dan campur tangan imigran dalam berbagai situasi sosial-budaya, politik, dan ekonomi. Termasuk diantaranya ialah kejadian di akhir Agustus 2010 lalu juga waktu lalu terjadi perampokan dengan menggunakan hipnotis di beberapa daerah oleh sekelompok Warga Negara Asing (WNA), baik di Lampung Tengah maupun di Balikpapan, Kalimantan Timur. Maka dapat dilihat bahwa Draft terakhir RUU Keimigrasian agaknya memberikan porsi berlebihan kepada Ditjen Imigrasi dalam hal ini pengawasan keimigrasian dalam hal ini orang asing. Sementara dalam kasus aktual lepasnya 52 imigran gelap, tentu saja kita dapat melihat peran kepolisian untuk pengawasan sangat dibutuhkan dengan berbagai kelengkapan keahlian dan infrastruktur jaringannya.
  • 2. Logika hukum yang mengacu pada sistem peradilan pidana (criminal justice system) sebenarnya telah menggariskan bahwa empat komponen aparat penegak hukum harus terintegrasi (Integrated), yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Pesan itu terdapat pada Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Maka ide pemberian kewenangan penuh pengawasan orang asing kepada Ditjen Imigrasi akan menimbulkan paradoks baru antara keinginan dan kemampuan. Kedua, logika implementasi hukum juga tidak menghendaki adanya aturan penumpukan wewenang pada satu institusi dalam menangani permasalahan besar, sehingga kemudian hal tersebut menjadi tidak efektif dan rasional untuk optimal dilakukan. Dalam penanganan keimigrasian, mungkin aparat kemenkumham dengan kultur birokrat pemerintah dapat menangani penanganan di TPI dan pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan dan rumah detensi. Akan tetapi apakah mereka juga sanggup untuk melakukan kewajiban dan tanggung-jawab deteksi masuknya imigran gelap, mengintai segala aktivitas mereka di tengah masyrakat, hingga menelusuri data spesifik dari asal negara mereka? Perlu dipahami bahwa ada tiga kategori orang asing atau imigran berdasarkan cara masuknya. Pertama, cara masuk prosedural dan wajar (clear). Kedua, mereka yang masuk sesuai misi dan kepentingan beraktivitas tertentu, terkadang mengikuti aturan atau kerap juga menyelundup. Ketiga, mereka yang masuk secara ‘gelap’ tanpa dokumen atau menggunakan dokumen palsu, atau tidak melalui ‘Tempat Pemeriksaan Imigrasi’ (TPI). Kategori yang ketiga menegaskan bahwa keimigrasian tidak sesederhana apa yang terjadi di pelabuhan, bandara dan TPI tertentu saja. Mereka yang menjadi bagian dari jaringan teroris, jaringan narkotika, dan jaringan perdagangan orang mengetahui betul celah-celah formal semacam itu. Ada banyak alasan empirik kenapa hilangnya aturan dan pengambil alih secara penuh wewenang Polri kepada Ditjen keimigrasian akan berakibat fatal. Pertama, hakikat pelaporan orang asing ke Intelijen Keamanan (Intelkam) Polri sebagai bagian dari kontra intelijen, yang meliputi kontra spionase, kontra sabotase, dan kontra penggalangan terhadap orang asing di Indonesia. Kedua, fakta infrastruktur satuan Intelkam dari pusat sampai ke daerah, kecamatan, dan desa, sehingga punya kemampuan memantau kegiatan orang asing sampai ke pelosok. Sementara kemampuan imigrasi belum sampai ke struktur terbawah. Ketiga, praktik operasi intelijen di seluruh dunia yang dapat masuk dalam wujud diplomat, konsultan, peneliti, mahasiswa, dan sebagainya. Aktivitas mereka di Indonesia membutuhkan pemahaman dan kapasitas aparat tentang kontra intelijen seperti yang dijalankan Intelkam selama ini. Segala risiko dari RUU Keimigrasian jelas harus dilihat dalam dua logika besar tadi. Sejauh mana permasalahan ini membagi peran secara terintegrasi sesuai Sistem Peradilan Pidana. Kemudian, bagaimana ketepatan delegasi tugas sesuai kompetensi inti dari institusi yang bersangkutan.
  • 3. KESIMPULAN Indonesia sebagai negara kepulauan telah menjadi tempat singgah (destination country) yang ‘nyaman’ bagi siapa saja. Wilayah Indonesia yang sebagian besar perairan dan terdiri dari 17.508 pulau, banyak terdapat tempat-tempat terbuka yang tidak terawasi, mudah dimasuki oleh imigran. Kasus imigran gelap yang melintasi perairan Indonesia dari Srilanka, Irak, Afganistan, Myanmar dan lainnya yang hendak menuju ke Australia, banyak yang ‘terdampar’ di Indonesia, saat ini Polri yang mengamankan dan memproses secara hukum atas pelanggaran mereka. Jika Polri tidak lagi ikut dalam pengamanan dan pengawasan imigran, tentunya Polri tidak bertanggung jawab lagi penanganan masalah imigran gelap atau akan menjadi tanggung jawab Ditjen Imigrasi. Berbagai kasus yang telah terjadi juga hendaknya dapat menjadi pelajaran. Dalam aspek politik misalnya lepasnya Timor Timur, OPM di Papua, RMS di Maluku, dan Aceh. Pada setiap Pemilu, keterlibatan pemantau asing, NGO, dan jurnalis. Dalam aspek ekonomi, kekayaan alam di Indonesia yang selalu menjadi incaran asing juga membutuhkan pengamanan intelijen yang tidak sederhana. Kegiatan imigran yang dapat berimplikasi bagi aspek sosial budaya Indonesia, seperti jejaring narkotika internasional, prostitusi terselubung, jaringan penari bugil, pemandu karaoke, jelas semua itu tidak akan tertangani jika diserahkan penuh kepada Ditjen Imigrasi. Oleh karenanya, RUU Keimigrasian harus memperhatikan secara cermat segala hal terkait misi pengawasan imigran yang tinggal dan menetap, baik yang bersifat global maupun detail seperti aturan wajib lapor 1x24 jam kepada pejabat Imigrasi dan Kepolisian. Membangun sebuah keimigrasian baru yang lebih terbuka dan berorientasi pelayanan, bukan berarti harus menjadi ‘bandul’ yang mengarah pada keterbukaan ekstrim dan mengabaikan pengamanan. Itu harus diwujudkan dalam kebijakan holistik. Jika tidak, sangat mungkin kasus imigran gelap di tahun depan meningkat lagi.
  • 4. TUGAS HUKUM KEWARGANEGARAAN DAN KEIMIGRASIAN Permasalahan Dalam Keimigrasian Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur I Disusun Oleh : Chenly M. Sihombing NIM. 0810110106 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2011