Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat hikmat dan pengetahuan yang diberikan kepada tim penyusun Laporan Antara Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Provinsi Sudut Pandang Sosial Budaya (Kawasan Banten Lama Di Kota Serang Dan Kawasan Baduy di Kabupaten Lebak) dapat selesai dengan baik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa kawasan yang termasuk dalam kawasan strategis adalah Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara lain, adalah kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia.
Berdasarkan kajian hukumnya, terkait dengan kawasan banten lama, kawasan strategis ini mendapat perlindungan dari RTRW Banten 2030, yakni PERDA No 2 Tahun 2011. Sedangkan KSP Masyarakat Adat Baduy, selain mendapat perlindungan dari RTRW tersebut juga terdapat perlindungan lainnya berupa Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Pada pasal 4 didalam peraturan daerah tersebut disampaikan bahwa “Segala peruntukkan lahan terhadap hak ulayat Masyarakat Baduy diserahkan sepenuhnya kepada Masyarakat Baduy”. Yang artinya Penataan ruang didalam KSP Masyarakat Adat Baduy yang mencakup sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dilandasi/didasari/diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat Baduy.
Pada penyusunan konsep pengembangan kawasan, diharapkan kawasan penyangga yang masuk dalam kesatuan kawasan strategis provinsi dikaji lebih dalam sehingga kualitas rencana tata ruang menjadi lebih baik.
Sesuai dengan kerangka acuan kerja (KAK), maka diharapkan Laporan Antara ini dapat memberikan proses untuk mengelurkan output atau keluaran (produk) berupa Arahan Zonasi, Pengaturan Perijinan, Insentif dan Disinsentif, dan pengaturan sanksi administratif di kedua KSP tersebut.
Kata kunci pada laporan ini adalah kawasan inti, kawasan penyangga, KSP, Baduy, dan Banten Lama.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa prinsip otonomi adalah mengurus dan mengatur pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak di capai, maka pemerintah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan, pengendalian, pengaturan, perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Dalam rangka perwujudan pengembangan KSP secara efisien dan efektif yang penyusunan rencana tata ruang (RTR)-nya diamanatkan oleh peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi, perlu suatu proses perencanaan untuk masing-masing KSP secara baik dan benar serta implementasi RTR KSP yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan di daerah.;
Kawasan Banten Lama – Kasemen dan Kawasan Permukiman Masyarakat Adat Baduy – Leuwidamar merupakan salah satu Kawasan Strategis Provinsi yang telah ditetapkan di dalam RTRW Provinsi Tahun 2010-2030 dengan kepentingan sosial budaya yang lokasi wilayahnya berada di Kota Serang dan Kabupaten Lebak yang mendapat perhatian khusus di tahun 2014;
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat hikmat dan pengetahuan yang diberikan kepada tim penyusun Laporan Antara Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Strategis Provinsi Sudut Pandang Sosial Budaya (Kawasan Banten Lama Di Kota Serang Dan Kawasan Baduy di Kabupaten Lebak) dapat selesai dengan baik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menetapkan bahwa kawasan yang termasuk dalam kawasan strategis adalah Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya, antara lain, adalah kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia.
Berdasarkan kajian hukumnya, terkait dengan kawasan banten lama, kawasan strategis ini mendapat perlindungan dari RTRW Banten 2030, yakni PERDA No 2 Tahun 2011. Sedangkan KSP Masyarakat Adat Baduy, selain mendapat perlindungan dari RTRW tersebut juga terdapat perlindungan lainnya berupa Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy. Pada pasal 4 didalam peraturan daerah tersebut disampaikan bahwa “Segala peruntukkan lahan terhadap hak ulayat Masyarakat Baduy diserahkan sepenuhnya kepada Masyarakat Baduy”. Yang artinya Penataan ruang didalam KSP Masyarakat Adat Baduy yang mencakup sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dilandasi/didasari/diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat Baduy.
Pada penyusunan konsep pengembangan kawasan, diharapkan kawasan penyangga yang masuk dalam kesatuan kawasan strategis provinsi dikaji lebih dalam sehingga kualitas rencana tata ruang menjadi lebih baik.
Sesuai dengan kerangka acuan kerja (KAK), maka diharapkan Laporan Antara ini dapat memberikan proses untuk mengelurkan output atau keluaran (produk) berupa Arahan Zonasi, Pengaturan Perijinan, Insentif dan Disinsentif, dan pengaturan sanksi administratif di kedua KSP tersebut.
Kata kunci pada laporan ini adalah kawasan inti, kawasan penyangga, KSP, Baduy, dan Banten Lama.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa prinsip otonomi adalah mengurus dan mengatur pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak di capai, maka pemerintah wajib melaksanakan pembinaan, pengawasan, pengendalian, pengaturan, perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Dalam rangka perwujudan pengembangan KSP secara efisien dan efektif yang penyusunan rencana tata ruang (RTR)-nya diamanatkan oleh peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi, perlu suatu proses perencanaan untuk masing-masing KSP secara baik dan benar serta implementasi RTR KSP yang disepakati oleh semua pemangku kepentingan di daerah.;
Kawasan Banten Lama – Kasemen dan Kawasan Permukiman Masyarakat Adat Baduy – Leuwidamar merupakan salah satu Kawasan Strategis Provinsi yang telah ditetapkan di dalam RTRW Provinsi Tahun 2010-2030 dengan kepentingan sosial budaya yang lokasi wilayahnya berada di Kota Serang dan Kabupaten Lebak yang mendapat perhatian khusus di tahun 2014;
Saudi Arabia [ Abortion pills) Jeddah/riaydh/dammam/+966572737505☎️] cytotec tablets uses abortion pills 💊💊
How effective is the abortion pill? 💊💊 +966572737505) "Abortion pills in Jeddah" how to get cytotec tablets in Riyadh " Abortion pills in dammam*💊💊
The abortion pill is very effective. If you’re taking mifepristone and misoprostol, it depends on how far along the pregnancy is, and how many doses of medicine you take:💊💊 +966572737505) how to buy cytotec pills
At 8 weeks pregnant or less, it works about 94-98% of the time. +966572737505[ 💊💊💊
At 8-9 weeks pregnant, it works about 94-96% of the time. +966572737505)
At 9-10 weeks pregnant, it works about 91-93% of the time. +966572737505)💊💊
If you take an extra dose of misoprostol, it works about 99% of the time.
At 10-11 weeks pregnant, it works about 87% of the time. +966572737505)
If you take an extra dose of misoprostol, it works about 98% of the time.
In general, taking both mifepristone and+966572737505 misoprostol works a bit better than taking misoprostol only.
+966572737505
Taking misoprostol alone works to end the+966572737505 pregnancy about 85-95% of the time — depending on how far along the+966572737505 pregnancy is and how you take the medicine.
+966572737505
The abortion pill usually works, but if it doesn’t, you can take more medicine or have an in-clinic abortion.
+966572737505
When can I take the abortion pill?+966572737505
In general, you can have a medication abortion up to 77 days (11 weeks)+966572737505 after the first day of your last period. If it’s been 78 days or more since the first day of your last+966572737505 period, you can have an in-clinic abortion to end your pregnancy.+966572737505
Why do people choose the abortion pill?
Which kind of abortion you choose all depends on your personal+966572737505 preference and situation. With+966572737505 medication+966572737505 abortion, some people like that you don’t need to have a procedure in a doctor’s office. You can have your medication abortion on your own+966572737505 schedule, at home or in another comfortable place that you choose.+966572737505 You get to decide who you want to be with during your abortion, or you can go it alone. Because+966572737505 medication abortion is similar to a miscarriage, many people feel like it’s more “natural” and less invasive. And some+966572737505 people may not have an in-clinic abortion provider close by, so abortion pills are more available to+966572737505 them.
+966572737505
Your doctor, nurse, or health center staff can help you decide which kind of abortion is best for you.
+966572737505
More questions from patients:
Saudi Arabia+966572737505
CYTOTEC Misoprostol Tablets. Misoprostol is a medication that can prevent stomach ulcers if you also take NSAID medications. It reduces the amount of acid in your stomach, which protects your stomach lining. The brand name of this medication is Cytotec®.+966573737505)
Unwanted Kit is a combination of two medicines, whi
SOSIALISASI TAHAPAN DAN PENCALONAN PERSEORANGAN DALAM PEMILIHAN SERENTAK 2024...
Kajian percepatan penegasan batas
1. Kajian Percepatan Penetapan dan Penegasan Batas .................................................................................................(Riadi & Makmuriyanto)
109
KAJIAN PERCEPATAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS
KECAMATAN/DISTRIK, DESA/KELURAHAN SECARA KARTOMETRIS
(Study onthe Used of Cartometric Method for Accelerating Districts and Villages Delimitation and
Affirmation)
Bambang Riadi dan Agus Makmuriyanto
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta – Bogor Km.46, Cibinong, Bogor – Jawa Barat.
E-mail: bambang.riadi@big.go.id
Diterima (received): 28 April 2014; Direvisi (revised): 5 Mei 2014; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 17 Mei 2014
ABSTRAK
Pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa wajib dilakukan oleh camat sebagai
perangkat daerah kabupaten atau daerah kota. Dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri wajib memfasilitasi
pelaksanaan PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa dengan mengeluarkan Pedoman Penetapan dan Penegasan
Batas Desa yang berupa Permendagri No. 27 Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan Batas
Desa.Penetapan dan penegasan batas desa dilaksanakan untuk memberikan kepastian hukum terhadap batas
desa di wilayah darat.Permendagri No. 76 Tahun 2012 diterbitkannya sebagai pengganti Permendagri No. 1
Tahun 2006 mengatur bahwa penetapan dan penegasan batas daerah dilakukan secara kartometris, sehingga
kajian penerapan metode iniperlu dilakukan terhadap penetapan batas desa/kelurahan. Pelaksanaan
penetapan dan penegasan batas desa dilakukan di atas peta skala 1:5.000 - 1:10.000, namun ketersediaan
peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) sampai saat ini baru pada skala 1:10.000 dan pada wilayah yang masih
terbatas. Inovasi teknologi dengan memanfaatkan data citrategak resolusi tinggi hasil perekaman satelit
ataupun pesawat tanpa awak (UnmannedAerial Vehicle/UAV) diperlukan untuk melengkapi ketentuan skala
peta dalam pelaksanaan penetapan dan penegasan batas desa. Lokasi penelitian ini adalah di sebagian
wilayah Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogordan Distrik Kais, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua
Barat. Hasil wawancara dengan penduduk pada kedua desa yang berbatasan menyatakan bahwa batas
wilayah indikatif yang terdapat pada peta RBI didapatkan pernyataan: salah, benar, dan tidak tahu.Demikian
juga dengan informasi mengenai unsur alam dan buatan yang lain sebagai indikasi batas dikarenakan
lurah/kepala desa belum mengetahui wilayah kerjanya.
Kata Kunci: batas indikatif, penetapan, penegasan, UAV
ABSTRACT
Supervision and monitoring of the village governance carried out by the head of sub-district as part of
regency or city supervision. Here, theMinistry of HomeAffairs facilitates the implementation of the Government
Regulation No.72 Year 2005 about Village by issuing Guidelines for Village Boundaries Delimitation and
Affirmation through Regulation of Ministry of Home Affairs No. 27 Year 2006 about Village Boundaries
Delimitation and Affirmation. The village boundaries delimitation is implemented to provide legal certainty
especially to the village boundaries on the land portion. TheRegulation of Ministry of Home Affairs No. 76 Year
2012 as a replacement of Regulation of Ministry of Home Affairs No. 1 Year 2006regulates that the village
boundaries delimitation shall be done by using chartometric method, so that an assessment of the
implementation ofthe method forvillage’sboundaries is required. Implementation of the village boundaries
delimitation shall be done on a map with scale of 1:5,000 - 1:10,000, yet the RBI maps is only availableon a
scale of 1:10,000 and cover limited areas. An innovation, such as by utilizing high-resolution imageriesobtained
by using satellite or Unmanned Aerial Vehicle (UAV), is required to accelerate the accomplishment to the village
boundaries delimitation. This research was carried outat some parts of Cibinong sub-district, Bogor Regencyand
Kais District, Sorong Selatan Regency, Papua Barat Province.Results of interview to people live in two nearby
villages borders regarding the indicative boundaries shown on the topographic (RBI) maps provide answers of:
false, true and unclear. Similar answers also addressed to a question about natural and artificial elements as
indicative boundaries because the head of the village do not familiar with their villages area.
Keywords: boundary indicative, determination, affirmation,UAV
2. Majalah Ilmiah Globë, Volume 16 No. 2 Desember 2014: 109-116
110
PENDAHULUAN
Batas wilayah didefinisikan sebagai garis
khayal yang menggambarkan batas antar wilayah
kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, dan negara. Sesuai UU No. 4 Tahun 2011
tentang Informasi Geospasial, batas wilayah
merupakan salah satu unsur yang harus
digambarkan pada peta dasar. Sementara itu, UU
No. 6 Tahun 2014 membawa implikasi pada arti
penting pemetaan batas desa. Pada BAB III Pasal
8 Ayat 3 disebutkan bahwa pembentukan desa
harus memenuhi syarat batas wilayah desa yang
dinyatakan dalambentuk peta desa yang ditetapkan
dalam peraturan bupati/walikota. Selanjutnya, Pasal
17 Ayat 1 menyatakan bahwa “peraturan daerah
kabupaten/kota tentang pembentukan,
penghapusan, penggabungan, dan perubahan
status desa jadi kelurahan dan/atau kelurahan
menjadi desa diundangkan setelah mendapat
nomor registrasi dari gubernur dan kode desa dari
Kementerian Dalam Negeri”. Peraturan daerah
tersebutharus disertai lampiran peta batas wilayah
desa.
Penetapan dan penegasan batas
desa/kelurahan menjadi penting terkait keuangan
dan aset desa karena dana alokasi desa dihitung
berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.Pada
tahun 1969/1970, jumlah desa tercatat sebanyak
44.478, dan pada tahun 1973/1974 bertambah
menjadi 45.587, kemudian pada tahun 1978/1979
desa bertambah lagi sekitar 15.000 total menjadi
60.645. Pada tahun 1983/1984, ketika terjadi
penataan desa baru berdasarkan UU No. 5 Tahun
1979, jumlah desa/kelurahan bertambah menjadi
66.437. Berdasarkan Permendagri No. 18
Tahun2013 tentang Kode dan Data Wilayah
AdministrasiPemerintahan jumlah desa/kelurahan
telah mencapai 81.253. Namun demikian, laju
pemekaran yang meningkat dari tahun ke tahun ini
hampir keseluruhan tidak didahului bahkan diikuti
dengan penetapan dan penegasan desa yang
mengakibatkan tidak jelasnya pembagian aset
desa, sehingga mengakibatkan konflik antar-desa
dan bahkan antar-daerah kabupaten/kota jika batas
desa yang belum ditetapkan dan ditegaskan
tersebut sekaligus merupakan batas daerah.
Penelitian ini pada dasarnya adalah mengenai
delimitasi batas dan adjudikasi penentuan batas di
atas peta secara kartometris. Dengan cara ini,
penentuan batas wilayah lebih banyak dilakukan
diatas peta, baikhardcopy maupun digital,
sedangkan kegiatan lapangan dilaksanakan hanya
jika diperlukan.Maksud penelitian ini adalah untuk
pemodelan penetapan batas wilayah dalam rangka
percepatan implementasi dari Permendagri No. 27
Tahun 2006 yang mengacu pada Permendagri
No.76 Tahun 2012, dan tujuannya adalah
menyediakan data geospasial berupa koordinat titik
batas dan delineasi garis batas
kecamatan/kelurahan/desa secara kartometris dan
menyajikannya pada peta.
Tahap awal yang sangat penting dalam
penegasan batas daerah secara kartometris
adalah menyiapkan dan membuat peta kerja yang
akan digunakan dalam pelacakan untuk mencapai
kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan
dan digunakan untuk menentukan koordinat titik-
titik batas. Peta dasar harus memenuhi kriteria
memadai, baik dari aspek skala maupun ketelitian
dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam
peta dasar tersebut (Joyosumarto dkk.,2013).Citra
tegak resolusi tinggi dan peta Rupabumi Indonesia
(RBI) digunakan sebagai peta kerja. Batas
administrasi indikatif diperoleh dari peta RBI
sebagai referensi batas awal. Setiap wilayah
kelurahan/desa dibuat pada satu lembar peta kerja.
Citra dipotong sesuai dengan luasan wilayah
kelurahan/desa, dengan membuat batas
pemotongan sepadan segmen batas indikatif diluar
wilyah kelurahan/desa. Penelitian penetapan dan
penegasan batas wilayah secara kartometris ini
dilakukan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat dan Distrik Kais,
Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.
METODE
Persiapan teknis dan persiapan administrasi
perijinan diperlukan untuk keperluan koordinasi dan
survei.Permendagri No. 27 Tahun 2006 tentang
Penetapan dan Penegasan Batas Desa
menyebutkan bahwa penetapan batas desa
diwujudkan melalui tahapan penelitian dokumen,
penentuan peta dasar yang dipakai, dan delineasi
garis batas secara kartometris di atas peta dasar.
Persiapan teknis yang dilakukan meliputi
pengumpulan data citra dan peta dengan cakupan
berdasarkan lokasi wilayah kecamatan hasil
koordinasi dengan kabupaten/kota yang menjadi
area studi. Data peta dasar tersedia pada skala
1:25.000 dijadikan sebagai acuan geometri data-
data lain yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Data citra resolusi tinggi dapat diperoleh secara
gratis dengan unduh dari berbagai website.
Tahapan Kegiatan
Tahapan kegiatan yang dilaksanakan meliputi
kegiatan menyiapkan peta daerah studi dengan
menampilkan tematik batas wilayah kecamatan dan
desa serta menyiapkan citra resolusi tinggi. Peta
kerja dibuat berdasarkan peta dasar dan citra guna
keperluan sosialisasi dan koordinasi dengan
pemerintah setempat. Selanjutnya, proses
adjudikasi dengan melakukan verifikasi batas
indikatif di peta ke setiap desa/kelurahan dan
kecamatan. Proses updating peta dengan cara
melakukan overlay batas hasil adjudikasi, untuk
3. Kajian Percepatan Penetapan dan Penegasan Batas .................................................................................................(Riadi& Makmuriyanto)
111
selanjutnya proses pembuatan peta wilayah
kecamatan dan peta wilayah desa/kelurahan.
Tahapan pelaksanaan pekerjaan adjudikasi
batas antar-kecamatan/kelurahan ditampilkan
dalamGambar 1.Pada tahap ppersiapan,
pengunduhan citra satelit untuk keperluan
penentuan batas wilayah dilakukan dengan
menggunakan beberapa perangkat lunak antara
lain ScreenGrab yang dikombinasikan dengan
Mozilla Firefox, Easy Bing Downloader, Google
Maps Saver, Universal Maps Downloader, Google
Hybrid Maps Downloader, Google Satellite Maps
Downloader, Google Maps Downloader, Quantum
GIS, Globbal Mapper dan lain-lain. Kegunaan dari
beberapa perangkat lunak tersebut antara lain
untuk mengunduh citra, menyusun kembali
(membuat mosaik) dalam satu sistem koordinat,
menampilkan hasil mosaik dengan skala yang
bervariasi. Pada pengunduhan citra dilakukan
zooming yang optimal artinya dilakukan perbesaran
sehingga memiliki jangkauan spasial dan tingkat
kedetailan yang memadai untuk interpretasi
kenampakanobjek sebagai batas wilayah.
Citra satelit yang akan digunakan dalam
kegiatan ini perlu diolah terlebih dahulu sehingga
diperoleh tampilan citra yang optimal dengan posisi
georeferensi yang benar sehingga setiap objek
pada citra terlihat jelas untuk menonjolkan
kenampakan penutupan lahannya.
Citra digital atau peta hasil unduhan, biasanya
belum memiliki koordinat bumi (georeferensi), atau
masih berkoordinat lokal (baris dan kolom). Syarat
utama untuk dapat digunakan atau ditampilkan
bersama dengan data lain misalnya peta rupabumi
yang sudah bergeoreferensi atau titik batas hasil
tracking di lapangan, untuk itu data citra
digeoreferensi sesuai dengan sistem georeferensi
peta dasar yang digunakan sebagai acuan. Untuk
memastikan posisi citra terkoreksi (rectified) maka
dilakukan superimpose dengan peta RBI. Apabila
posisi citra baru sudah menempel pada peta
rupabumi maka proses rektifikasi dianggap sudah
benar, tetapi apabila sebaliknya, maka proses
orthorektifikasi perlu diulang dengan memperbaiki
posisi titik ikat (Ground Control Point/GCP) atau
mencari GCP lain yang lebih representatif.
Gambar1. Diagram alir pelaksanaan adjudikasi batas kecamatan/kelurahan.
Persiapan
Sudah betul
Belum betul
Pembuatan Peta Kerja
(overlay batas indikatif dari RBI di
atas citra resolusi tinggi)
PERSIAPAN
File MXD layout ArcGIS per NLP
File MXD ArcGIS seamless
File SHP per NLP
File SHP seamless
Sosialisasi dan
Koordinasi
Pengumpulan Data
-Peta RBI
-Citra Satelit
Pemetaan (dalam format
SIG)
- Plotting Titik dan
Delineasi Garis
Batas
- Digitasi Objek lain
- Cleaning Data
Pengisian data
atribut dan Proses
Layout
Proses Adjudikasi Batas
- Segmentasi garis batas (alam, buatan)
- Penentuan titik dan garis batas secara kartometris
(menggunakan peta RBI, citra satelit)
- Plotting data segmen batas hasil kegiatan ajudikasi
batas
Verifikasi Batas
Indikatif
Proses
Pengolahan
Data GIS
Penyajian
Hasil
4. Majalah Ilmiah Globë, Volume 16 No. 2 Desember 2014: 109-116
112
Penggunaan peta RBI sebagai acuan kegiatan
adjudikasi karena peta rupabumi menampilkan
sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia.
Unsur-unsur tersebut dikelompokkan menjadi tujuh
tema, yaitu penutup lahan, hidrografi, hipsografi,
bangunan: gedung, transportasi dan utilitas, batas
administrasi, dan toponimi. Batas administrasi di
sini dapat berupa batas negara provinsi, batas
kota/kabupaten, batas kecamatan dan
desa/kelurahan yang menunjukkan batas wilayah
administrasi suatu daerah.
Kewenangan penetapan dan penegasan batas
provinsi dan batas kota/kabupaten adalah
Kementerian Dalam Negeri, dan Pemerintah
Daerah untuk batas kecamatan/kelurahan/desa.
Garis batas administrasi pada peta rupabumi
merupakan batas yang sifatnya indikatif. Dalam
rangka membuat batas indikatif menjadi batas
definitif, diperlukan proses penetapan batas
(delimitasi) dan penegasan batas
(demarkasi).Untuk penetapan batas desa
(delimitasi) dapat dilakukan secara kartometris
pada peta rupabumi atau citra.
UAVmerupakan sistem pesawat tanpa awak
yang menggunakan sistem berbasis elektromekanik
yang dapat melakukan misi-misi terprogram dengan
karakteristik: (1) tanpa awak pesawat; (2) beroperasi
pada mode mandiri baik secara penuh atau
sebagian; dan (3) sistem ini dapat dirancang untuk
dapat dipergunakan secara berulang (Wikantika,
2008). UAV untuk aplikasi inderaja patut
dikembangkan sebagai alternatif untuk monitoring
lahan pertanian, kemudahan pengoperasian,
fleksibilitas waktu dan areal pemotretan yang
diinginkan, biaya relatif lebih murah dibandingkan
harga perekaman wahana satelit, sebagai kelebihan
yang harus diperhitungkan (Shofiyanti, 2011). Pada
kegiatan penelitian ini UAV belum dipergunakan
karena pertimbangan belum mendapatkan hasil
kajian ketelitian geometrinya.
Tahapan kegiatan sosialisasi dilaksanakan
untuk menyampaikan dasar hukum, peraturan
perundangan dan arti pentingnya penataan batas
wilayah administrasi desa kepada para aparat
pemerintahan di daerah. Untuk itu dalam sosialisasi
dan koordinasi diikuti oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat juga diikuti oleh para
camat dan para lurah pada wilayah yang akan
diadjudikasi. Pada saat koordinasi, disampaikan
teknis pelaksanaan adjudikasi atau metode
penetapan batas yang membutuhkan bantuan
aparat desa sebagai penunjuk batas. Untuk
selanjutnya disusun jadwal kunjungan tim
adjudikasi ke masing-masing desa, berdasarkan
kesepakatan dan kesiapan pihak desa.
Batas secara definisi dapat diartikan sebagai
garis pemisah antara objek. Selanjutnya batas
wilayah kecamatan/kelurahan/desa adalah tanda
pemisah antara kecamatan/kelurahan/desa yang
bersebelahan. Batas wilayah dimaksud sebagai
batas administrasi, yaitu pemisah wilayah
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan suatu desa/kelurahan dengan
desa/kelurahan lain. Dengan terwujudnya batas
administrasi yang jelas dan tegas, diharapkan
dalam penyelenggaraan pemerintahan umum dapat
terwujud tertib administrasi kewilayahan, tertib
penyelenggaraan pembangunan, tertib pelayanan
umum, dan tertib pengelolaan kegiatan
kemasyarakatan.
Jenis-jenis batas desa/kelurahan di darat
dapat berupa batas alam atau batas buatan. Batas
alam adalah unsur-unsur alami seperti gunung,
sungai pantai, danau dan sebagainya, yang
dinyatakan atau ditetapkan sebagai batas
desa/kelurahan. Batas buatan adalah unsur-unsur
buatan manusia seperti pilar batas, jalan, rel
keretaapi, saluran irigasi dan sebagainya yang
dinyatakan atau ditetapkan sebagai batas
desa/kelurahan. Apabila batas wilayahnya adalah
tampakan geomorfologi berarti garis batas ini terdiri
dari watershed, sungai, dan alur terdalam
(thalwegs) dari sungai besar (Handoyo, 2011).
Garis batas di sungai merupakan garis khayal yang
melewati tengah-tengah sungai (thalwegs), garis
pemisah air (watershed) merupakan garis yang
dimulai dari suatu puncak gunung dan menyelusuri
punggung bukit yang mengarah kepada puncak
gunung pada sisi berikutnya.
Adjudikasi batas kecamatan/kelurahan/desa
sebagai kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
proses penetapan dan penegasan batas wilayah
kecamatan/kelurahan/desa, meliputi pengumpulan
dan penetapan kebenaran data fisik (berupa peta)
dan data yuridis (peraturan daerah) mengenai satu
atau beberapa segmen batas. Adjudikasi ini pada
dasarnya adalah kegiatan verifikasi yang dilakukan
bersama aparat kelurahan/desa untuk mencari
kebenaran data fisik (peta) dan kebenaran yuridis
(perda), kemudian membuat justifikasi dengan cara
membuat penetapan dan pengesahan hasil
verifikasi tersebut.
Verifikasi batas indikatif di atas citra tegak
resolusi tinggi dilakukan dengan cara interpretasi,
yaitu untuk memahami atau menafsirkan citra
sehingga mendapatkan informasi yang akurat
mengenai objek alam atau objek buatan yang
terekam pada citra. Interpretasi citra dilakukan
berdasarkan unsur-unsur: rona atau warna, bentuk,
ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi.
Interpretasi objekpada citra relatif lebih mudah
dilakukankarena citra yang digunakan citra tegak
resolusi tinggi berwarna. Pada citra tegak resolusi
tinggi dapat dibedakan dan diyakini bahwa objek
tersebut adalah jalan, sungai, rumah, dan
sebagainya. Verifikasi batas desa/kelurahan
dilakukan oleh tim adjudikasi bersama dengan
aparat desa sebagai penunjuk batas. Keterlibatan
aparat desa/kelurahan dalam kegiatan ini
merupakan tahap untuk mendapatkan kesepakatan
letak garis batas, dengan atau tanpa sumber
hukum tertulis mengenai batas tersebut. Jika garis
batas sudah dapat disepakati kedua belah pihak
5. Kajian Percepatan Penetapan dan Penegasan Batas .................................................................................................(Riadi& Makmuriyanto)
113
desa/kelurahan yang berbatasan, misal sebagai
batas berupa unsur alam buatan selanjutnya
dilakukan perapatan titik secara kartometris. Titik-
titik ini ditempatkan pada objek-objek yang mudah
dikenali, dengan kerapatan disesuaikan kebutuhan.
Untuk objek yang lurus seperti sungai atau jalan
hanyadibuat pada ujung-ujung segmen
(persimpangan atau belokan jalan atau sungai).
Penggambaran batas wilayah desa/ kelurahan
hasil adjudikasi sebagai bagian dari data
geospasial dasar, disajikan mengikuti kaidah
kartografis. Keterbatasan data peta skala besar
yang dapat digunakan sebagai data dasar
menyebabkan peta wilayah yang dibuat sebagai
hasil akhir proses kartografi ini adalah berupa peta
citra dengan cakupan wilayah satu kelurahan/desa.
Sebagai acuan adalah peta kerja dan daftar
koordinat serta segmen batas hasil adjudikasi.
Skala dan tata letak peta menyesuaikan bentuk
wilayah kelurahan/desa yang dipetakan.Untuk peta
desa/kelurahan legenda dapat diletakkan di
sebelah kanan isi peta atau di bawah isi peta.
Setiap titik kartometris hasil perapatan titik diberi
nomor dan nilai koordinatnya serta data atribut
nama desa/kelurahan yang bersebelahan pada titik
tersebut.
Optimalisasi penyelesaian batas dengan cara
kartometris dilakukan untuk mengurangi kegiatan
pelacakan lapangan. Guna memperkuat
argumentasi klaim wilayah diperlukan kegiatan
lanjutan berupa pengamatan koordinat kampung-
kampung (desa) terluar yang selama ini telah
masuk dalam pengelolaan administrasi wilayah.
Pengamatan kampung dilakukan dengan alat GPS
dan tempat pengamatan ditentukan di bawah tiang
bendera pada bangunan pemerintahan dan atau
bangunan fasilitas sosial atau fasilitas umum.
Tanda batas berupa pilar dipasang jika dipandang
perlu dan memungkinkan. Metode kartometris
dengan pengamatan koordinat kampung/desa
terluar sangat disarankan untuk menghasilkan
penetapan garis batas administrasi antar wilayah
(Riadi & Sudarmadji, 2012).
Luas wilayah desa/kelurahan disetiap
kabupaten/kota sangat variatif, luas wilayah
desa/kelurahan di Pulau Jawa dan Pulau Bali tidak
seluas wilayah desa/kelurahan di luar Pulau Jawa.
Metode kartometris penerapannya mengacu pada
Permendagri No.76 Tahun 2012 pada BAB I Pasal
1 Ayat 3 yang menyatakan bahwa “batas daerah di
darat adalah pembatas wilayah administrasi
pemerintah antar daerah yang merupakan
rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada
permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam
seperti igir/punggung gunung/pegunungan
(watershed), median sungai dan/atau unsur buatan
di lapangan dituangkan dalam bentuk peta”.
Penetapan batas wilayah di darat, dengan
analisis kartometris, terutama diterapkan di daerah
dengan topografi perbukitan atau pegunungan.
Visualisasi topografi dari data Digital Elevation
Model (DEM) dengan teknik hillshading dapat
digunakan untuk mengidentifikasi dan mendelineasi
batas wilayah yang berupa igir (punggung)
perbukitan atau pegunungan Gambar
2(Riadi&Soleman, 2011). Peta batas administrasi
yang ada saat ini (existing data) ditumpang-
susunkan (overlay) di atas DEM, kemudian
dilakukan penarikan batas sesuai dengan
kenampakan topografi.
Aspek geospasial/peta dalam boundary
making memiliki arti penting dalam sengketa batas,
yang pertama menjadi penyebab sengketa, kedua
sebagai alat yang digunakan untuk mengusulkan
posisi batas masing-masing pihak yang
bersengketa, ketiga sebagai alat penyelesaian
sengketa dan keempat sebagai alat
untukmengilustrasikan pendapat dalam negosiasi
atau mediasi sengketa batas (Sumaryo, 2012).
Secara teoritis, batas dapat didefinisikan dengan
menggunakan batas alami atau buatan, garis batas
ditarik menurut unsur-unsur budaya seperti bahasa,
agama atau etnologi, yang dikenal sebagai
antropomorfik (Smith, 1995). Teori tentang batas
wilayah dalam Smith (1995) perlu direkonstruksi
pemahamannya bahwa batas wilayah administrasi
hanya mengatur soal administrasi pelayanan
pemerintahan ke masyarakatnya dan bahwa garis
batas administrasi tidak menjadi
pemisahkeberadaan suku/etnis. Pada beberapa
daerah terjadi konflik akibat penetapan batas desa
yang secara adminstrasi pemerintahan tidak
bermasalah akan tetapi batas administrasi ini telah
memisahkan sistem kekerabatan yang ada
(Faturochman,1993). Pada Gambar 3 diilustrasikan
penarikan garis batas berdasarkan unsur jalan,
sedangkan pada Gambar 4 diberikan contoh
penarikan garis batas berdasarkan garis kedalaman
maksimum pada unsur alam yakni thalweg.
Gambar 2. Penarikan garis batas di igir/punggung
gunung (watershed), garis putih garis
batas existing.
6. Majalah Ilmiah Globë, Volume 16 No. 2 Desember 2014: 109-116
114
Gambar 3. Garis batas berdasarkan batas alam
buatan yakni unsur jalan.
Gambar 4. Garis batas berdasarkan thalweg.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua tema.
Pertama adalah penetapan dan penegasan batas
wilayah desa/kelurahan dengan studi di Kecamatan
Cibinong Kabupaten Bogor. Kedua adalah rencana
pemekaran wilayah Distrik / Kecamatan Kais
Kabupaten Sorong Selatan.
Penetapan dan Penegasan Batas Desa /
Kelurahan
Gambar 5 menyajikan hasil tumpangsusun
batas indikatif dari RBI keatas peta citra yang
belum tergeoreferensi, terlihat garis batas belum
sesuai. Apabila citra sudah tergeoreferensi dan
mendapati kondisi pada seperti Gambar 6, asumsi
awal adalah batas berupa batas alam buatan (jalan)
sehingga garis batas perlu diperbaharui. Secara
garis besar hasil yang didapat dari penelitian ini
adalah berupa data hasil verifikasi batas indikatif
dari peta RBI yang diwujudkan berupa delineasi
garis batas dan koordinat titik-titik batas
kartometris. Hasil adjudikasi yang dilakukan di
kecamatan Cibinong ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 5. Peta batas indikatif RBI ditumpang-
susunkan ke citra satelit sebelum
proses rektifikasi.
Gambar 6. Batas kelurahan menggunakan unsur
alam buatan berupa jalan pada citra
yang sudah terektifikasi dengan benar.
Gambar 7. Hasil adjudikasi di Kecamatan Cibinong.
Garis berwarna kuning pada Gambar 7
menunjukkan batas indikatif dan garis merah
menunjukkan hasil adjudikasi. Secara lebih detail
pada Gambar 8 ditunjukkan hasil penetapan titik
kartometris pada wilayah Cibinong, dimana garis
7. Kajian Percepatan Penetapan dan Penegasan Batas .................................................................................................(Riadi& Makmuriyanto)
115
warna kuning menunjukkan batas indikatif dan garis
merah menunjukkan hasil adjudikasi. Pelaksanaan
delineasi terutama menggunakan batas indikatif
sebagai referensi, interpretasi citra dengan asumsi
bahwa batas administrasi menggunakan unsur
alam dan unsur buatan, selanjutnya diklarifikasi ke
aparat desa/kelurahan.
Gambar 8.Contoh hasil penetapan titik kartometris
di Cibinong.
Dari hasil delineasi di atas peta kerja ada
beberapa kemungkinan, antara lain kemungkinan
pertama batas indikatif dari peta RBI disepakati
sesuai menurut dua desa yang bersebelahan, dan
sepakat digunakan sebagai batas wilayahnya.
Kemungkinan kedua batas indikatif dari peta RBI
betul menurut satu desa tetapi desa yang lain
memberikan unsur alam/buatan yang masuk
sebagai batas, sehingga tidak didapatkan
kesepakatan. Kemungkinan ketiga adalah batas
indikatif dari peta RBI salah menurut kedua desa
yang bersebelahan, tetapi kedua desa sama-sama
tidak tahu dan tidak bisa memberikan unsur
alam/buatan sebagai garis batas. Bahkan
berdasarkan batas indikatif ada area yang tidak
diakui oleh desa-desa yang saling berbatasan.
Sebagai hasil akhir penetapan dan penegasan
batas desa/kelurahan tersaji pada Gambar 9.
Gambar 9. Peta Citra Wilayah Kelurahan Cibinong
Skala 1:5.000.
Penetapan dan Penegasan Batas Kecamatan /
Distrik
Rencana pemekaran distrik di Kabupaten
Sorong Selatan, distrik yang dimekarkan adalh
Distrik Kais menjadi dua distrik yaitu Distrik Kais
dan Distrik Kaisdarat. Klip wilayah distrik disajikan
pada Gambar 10, dalam rencana penarikan garis
batas mempertimbangkan hak ulayat masyarakat
adat setempat.Rencana garis batas pemekaran
Distrik Kais dideskripsikan sebagai berikut:
a. Batas wilayah Kais dan Kaisdarat ditarik
secara kartometris dimulai dari garis batas
Kabupaten Sorong Selatan dengan
Kabupaten Maybrat di Sungai Kais (Titik 1)
Koordinat 1º49’10,2”LS dan 132º21’ 30,8”BT.
b. Garis batas ditarik menyusuri talweq Sungai
Kais hingga (Titik 2 di timur laut Kampung
Kais) Koordinat 1º50’18”LS dan
132º15’50,75”BT, selanjutnya garis batas
ditarik lurus dari Titik 2 ke Titik 3 yang berada
di Sungai Sekak pada koordinat 1º47’13,3”LS
dan 132º06’25,7”BT.
c. Dari Titik 3, garis batas ditarik menyusuri
talweq Sungai Sekak ke arah muara di Teluk
Warongge (Titik 4) Koordinat 1º42’42,3”LS
dan 132º01’39,2”BT. Sumber data dalam
rencana penarikan garis batas menggunakan
peta rupabumi skala 1:50.000.
Gambar 10. Rencana pemekaran Distrik Kais
Kabupaten Sorong Selatan Provinsi
Papua Barat.
Penetapan dan Penegasan Batas Desa dengan
Citra UAV
Pemanfaatan data citra UAV dapat
dipertimbangkan pada daerah yang belum ada
ketersediaan citra tegak resolusi tinggi, mengingat
pemesanan citra ini memerlukan waktu yang lama
dan belum ada jaminan ketersediaan datanya. UAV
untuk aplikasi inderaja patut dikembangkan sebagai
alternatif untuk penetapan dan penegasan batas
wilayah dalam penyediaan citra resolusi tinggi
8. Majalah Ilmiah Globë, Volume 16 No. 2 Desember 2014: 109-116
116
mengingat ketersediaan teknologi dan sumber daya
manusianya; serta biaya yang relatif murah.
Pemanfaatan citra ini dikombinasikan dengan hasil
pengukuran teristris dan diskripsi batas dijelaskan
secara rinci yang akan menutup kelemahan
geometri data citra UAV.
KESIMPULAN
Metode kartometris dengan berbagai teknologi
cukup efektif untuk diterapkan dalam rangka
penetapan dan penegasan batas wilayah
kecamatan, desa/kelurahan. Apabila terjadi
perbedaan karena masih ada perselisihan batas
antar-wilayah akibat pemekaran/penggambungan
wilayah kecamatan atau desa, dan juga akibat
kesalahan dalam delineasi batas pada saat proses
pemetaan. Permendagri No. 27 Tahun 2006
tentang Pedoman Penetapan dan Penegasan
Batas Desa di atas peta skala 1:5.000 s.d. 1:10.000
akan menyulitkan daerah di luar Pulau Jawa
mengingat wilayahnya yang luas sehingga tidak
mungkin ditampilkan dalam satu lembar peta
wilayah desa pada kertas ukuran A0 dan atau
kertas ukuran A1. Peta hasil penetapan dan
penegasan batas akan dibuatkan berita acara
sebagai pengesahan atau legitimasi, agar hasil
adjudikasi dapat digunakan sebagai dokumen untuk
menerbitkan produk hukum.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Kepala
Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi
Geospasial serta Sekretaris Daerah Kabupaten
Sorong Selatan yang telah membantu menyediakan
data yang dimanfaatkan dalam kegiatan penelitian
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Faturochman. (1993). Perang Kecil Problem yang Terus
Berlangsung. Buletin Psikologi(2). UGM.
Yogyakarta.
Handoyo, S. (2011). Geospatial Aspect of the Land
Border Between Indonesia and Timor Leste.
Majalah Ilmiah Globe. 13(2). 175-183.
Joyosumarto, S., L. Hadiyatno, &H. Batubara. (2013).
Akselerasi Penegasan Batas Daerah di Indonesia
dengan Metode Kartometris. Prosiding Forum Ilmiah
Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia 2013.UGM.
Yogyakarta.
Riadi, B. & M.K. Soleman. (2011). Aspek Geospasial
Dalam Delineasi Batas Wilayah Kota Gorontalo.
Majalah Ilmiah Globe. 13(1).41-49.
Riadi, B. & B.W. Sudarmaji. (2012). Pemetaan Kampung
Terluar Sebagai Dasar Penyusunan Peta Batas
Wilayah.Prosiding Seminar Internasional dan Forum
Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia 2012.
ISI.Jakarta.
Shofiyanti, R.(2011). Teknologi Pesawat Tanpa Awak
untuk Pemetaan dan Pemantauan Tanaman dan
Lahan Pertanian.Informatika Pertanian (20) 2. 58 –
64.
Smith, B. (1995). On Drawing Lines on a Map.475-484
pp. In A. Frank and W.Kuhn (Ed.). Spatial
Information Theory.A Theoretical Basis for GIS.
Proceeding of COSIT ’95. Springer Verlag. Berlin.
Sumaryo. (2012). Aspek Geospasial dalam Sengketa
Pulau Berhala.Prosiding Konferensi Teknik dan
Sains Informasi Geospasial ke-1 Jurusan Teknik
Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.247-256
Wikantika, K. (2008). Unmanned Mapping Technology:
Development and Applications. Proceeding
Workshop UnMapTech2008. Bandung, Indonesia. 9
Juni 2008.
Republik Indonesia (2004). Undang Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.
Republik Indonesia (2006). Permendagri Nomor 27
Tahun 2006 tentang Penetapan dan Penegasan
Batas Desa.
Republik Indonesia. (2012). Permendagri Nomor 76
Tahun 2012tentang Pedoman Penetapan dan
Penegasan Batas Daerah.
Republik Indonesia. (2014). Undang Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa