Dokumen tersebut membahas tentang pendekatan interaksional sosiolinguistik dalam analisis wacana yang fokus pada bagaimana pengguna bahasa menciptakan makna melalui interaksi sosial. Dokumen tersebut juga memperkenalkan kontribusi dari John Gumperz, Erving Goffman, dan Brown & Levinson terhadap sosiolinguistik interaksional serta menjelaskan konsep-konsep seperti kode ganti situasional dan metaforis, teori dramaturgi,

1. INTERACTIONAL
SOCIOLINGUISTIC
Presented by Dinda Syafitri

2. DEFINITION
 “Interactional sociolinguistics is an
approach to the study of discourse that
focuses on how language users create
meaning via social interaction.”
 The interactional sociolinguistic approach
to discourse analysis is multidisciplinary: It
concerns the study of the relationships
between language, culture and society
and has its roots in Anthropology,
Sociology and Linguistics.” (Alba-Juez,
2009)

3. Three experts who will be involved to
contribute to interactional sociolinguistics
in this discussion are;
◦ John Gumperz
◦ Erving Goffman
◦ Brown dan Levinson (1987)

4. John Gumperz:Anthropologist
 “Develops an interpretative sociolinguistic
approach to the analysis of real time
processes in face-to-face interactions.
Gumperz emphasizes the fact that
cognition and language are affected by
social and cultural force.” Alba-Juez, 2006

5. FACETO FACE INTERACTION
The main idea behind Gumperz’s
sociolinguistics of interpersonal
communication is that speakers are members
of social and cultural groups, and as such, the
way they use language not only reflects their
group identity but also provides indices of
who they are, what they want to
communicate, and how skilful they are in
doing so.

6. According to Gumperz there are two
types of code switching;
a) Situational code switching Based on the situations
where the speakers find that they speak one language in
one situation and another in different one (no topic
change).
b) Metaphorical code switching Occurs when a change
of the topic of the discourse requires a change in the
language used. (topic change; formal to informal, serious
to humorous).

7. Erving Goffman: Sociologist
 Goffman puts language in the same social and
interpersonal context as the presuppositions of
Gumperz's findings as an important background
for meaning coding.

8. TEORI DRAMATURGI ERVING
GOFFMAN
 Dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan
oleh manusia. Konsep yang digunakan Goffman berasal
dari gagasan-gagasan Burke, yang menggunakan konsep
“peran sosial” dalam menganalisis interaksi sosial. Peran
adalah ekspektasi yang didefinisikan secara sosial yang
dimainkan seseorang suatu situasi untuk memberikan
citra tertentu kepada khalayak yang hadir. Bagaimana
sang aktor berperilaku bergantung kepada peran
sosialnya dalam situasi tertentu.

9. BROWN AND LEVINSON’S
POLITENESSTHEORY
Face Wants
 Dalam interaksi sosial sehari-hari, orang pada umumnya berperilaku
seolah-olah ekspektasi mereka terhadap public self-image yang
mereka miliki akan dihargai orang lain. Jika penutur mengatakan
sesuatu yang merupakan ancaman terhadap ekspektasi orang lain
mengenai self-image mereka, tindakan tersebut dikatakan
sebagai Face Threatening Act (FTA). Sebagai alternatif, seseorang
dapat mengatakan sesuatu yang memiliki kemungkinan ancaman
lebih kecil. Hal ini disebut sebagai Face Saving Act (FSA).
E.g; Seorang tetangga sedang memainkan musik sangat keras dan
pasangan suami istri sedang mencoba untuk tidur. Si suami dapat
melakukan FTA: “Aku akan mengatakan padanya untuk mematikan
musik berisik itu sekarang juga!” atau si istri dapat melakukan FSA:
“Barangkali kita dapat memintanya untuk berhenti memainkan
musik itu karena sekarang sudah mulai larut dan kita perlu tidur”.

10. Negative dan Positive Face
➢ Negative face is the desire to be independent to have a
freedom of action and not be imposed by others. E.g:
Your friends asks for a ride to the campus.
▪ Negative face needs: You think, this is not favorable, I do
not feel like driving this guy to the campus. I have other
stuff that I could be doing, like sleeping or saving the
gasoline in my car. He can find his own ride.
➢ Positive face is the desire to be liked, appreciated,
approved, etc. E.g: Your friends asks for a ride to the
campus.
▪ Positive face needs: You better take him because you
want him to like you.

11. Negative Politeness
Penutur dapat menghindari kesan memaksa dengan
menekankan kepentingan orang lain dengan
menggunakan permintaan maaf, atau dengan mengajukan
pertanyaan yang memberikan kemungkinan untuk
menjawab tidak. E.g; “Maaf, saya tidak bermaksud
mengganggu, tapi bisakah anda memberitahukan alamat
situs yang dosen bicarakan tadi pagi?”

12. Positive Politeness
 Positive politeness bertujuan untuk menerapkan
kedekatan dan solidaritas, biasanya dalam pertemanan
atau persahabatan. E.g: Rudi, kamu kan punya memori
yang baik dan keren, akan lebih keren jika kamu
memberitahu saya alamat situs yang dimaksud Bu Nia
tadi pagi.”