Ijtihad merujuk pada pengerahan segala kemampuan seorang ahli fiqih atau mujtahid dalam memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap hukum syar'i berdasarkan sumber-sumber hukum Islam seperti Al-Quran, hadis, qiyas, istihsan, dan maslahah. Terdapat beberapa syarat untuk menjadi mujtahid seperti memahami bahasa Arab dan ilmu-ilmu dasar hukum Islam. Metode ijtihad mencakup
PESAN: Jangan langsung di-copy tanpa cross-check dan meng-update informasi baru ya. PLUS, jangan lupa ubah template-nya. :)
Sumber: Siswa biasa.
Bila ada informasi yang kurang, dapat ditambahkan. Kritik dan pesan dapat langsung menghubungi saya. :) Semoga bermanfaat!
Sejak masa Sahabat, kegiatan ijtihad dapat dikategorikan dalam dua aliran, yaitu aliran rasional (ahlu al-ra’yi) dan tradisional (ahlu al-hadits). Akan tetapi secara institusional, kedua aliran ini terbentuk pada masa Tabi’in, di mana aliran rasional (ahlu al-ra’yi) berkembang di Irak, sedangkan aliran tradisional (ahlu al-hadits) berkembang di Hijaz Makkah dan Madinah Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya ulama tradisionalis (ahlu al-hadits) di Irak dan ulama rasionalis (ahlu al-ra’yi) di kawasan Hijaz.
Secara umum, yang dimaksud dengan aliran rasional (ahlu al-ra’yi) adalah aliran ijtihad yang berpandangan bahwa hukum syara’ merupakan sesuatu yang dapat ditelaah esensi-esensi yang mendasari ketentuan-ketentuan doktrinnya yang mengacu pada kemaslahatan kehidupan manusia. Dalam hal ini, para mujtahid rasionalis mengkaji illat untuk setiap norma hukum dengan melihat pada sisi yang memungkinkannya untuk memperoleh illat sebanyak-banyaknya, sehingga mereka dapat leluasa melakukan kajian analogis dengan memelihara kepentingan kehidupan manusia dan masyarakat secara keseluruhan.
qawaid fiqhiyyah merupakan hal yang paling esensial unutk menetukan suatu hukum utamanya di zaman modern ini. dengan menguasainya,maka kita akan tahu mengenai tujuan dalam beragama Islam.
Qawaid Fiqh adalah satu Science oleh Ulama Islam bagi mengeluarkan Hukum Fiqh. Ianya adalah Garis Sempadan dan Ungkapan yang mendalam dan Boleh di Gunakan secara Umum oleh Pencinta Islam dan Pendakwah sebagai petunjuk umum.
PESAN: Jangan langsung di-copy tanpa cross-check dan meng-update informasi baru ya. PLUS, jangan lupa ubah template-nya. :)
Sumber: Siswa biasa.
Bila ada informasi yang kurang, dapat ditambahkan. Kritik dan pesan dapat langsung menghubungi saya. :) Semoga bermanfaat!
Sejak masa Sahabat, kegiatan ijtihad dapat dikategorikan dalam dua aliran, yaitu aliran rasional (ahlu al-ra’yi) dan tradisional (ahlu al-hadits). Akan tetapi secara institusional, kedua aliran ini terbentuk pada masa Tabi’in, di mana aliran rasional (ahlu al-ra’yi) berkembang di Irak, sedangkan aliran tradisional (ahlu al-hadits) berkembang di Hijaz Makkah dan Madinah Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan adanya ulama tradisionalis (ahlu al-hadits) di Irak dan ulama rasionalis (ahlu al-ra’yi) di kawasan Hijaz.
Secara umum, yang dimaksud dengan aliran rasional (ahlu al-ra’yi) adalah aliran ijtihad yang berpandangan bahwa hukum syara’ merupakan sesuatu yang dapat ditelaah esensi-esensi yang mendasari ketentuan-ketentuan doktrinnya yang mengacu pada kemaslahatan kehidupan manusia. Dalam hal ini, para mujtahid rasionalis mengkaji illat untuk setiap norma hukum dengan melihat pada sisi yang memungkinkannya untuk memperoleh illat sebanyak-banyaknya, sehingga mereka dapat leluasa melakukan kajian analogis dengan memelihara kepentingan kehidupan manusia dan masyarakat secara keseluruhan.
qawaid fiqhiyyah merupakan hal yang paling esensial unutk menetukan suatu hukum utamanya di zaman modern ini. dengan menguasainya,maka kita akan tahu mengenai tujuan dalam beragama Islam.
Qawaid Fiqh adalah satu Science oleh Ulama Islam bagi mengeluarkan Hukum Fiqh. Ianya adalah Garis Sempadan dan Ungkapan yang mendalam dan Boleh di Gunakan secara Umum oleh Pencinta Islam dan Pendakwah sebagai petunjuk umum.
Al-Maqāṣid wa al-Ijtihad dalam penjelasan maqasid .pptxRohman248433
Penafsiran al-Qur’an telah dipraktikkan sejak diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagai bayan atas ayat-ayat al-Qur’an, tafsir yang paling benar adalah penafsiran yang dilakukan oleh Nabi SAW., karena beliau yang mendapatkan tugas untuk menyebarluaskan dan menjelasakan wahyu Allah. Penafsiran yang dilakukan oleh Nabi SAW., juga merupakan penafsiran yang paling canggih, karena beliau mampu mengamalkan al-Qur’an, baik dengan perkataan maupun perbuatan.
4. (Orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang
mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-
orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar
kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka.
Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab
yang pedih.
5.
6. MENURUT BAHASA, IJTIHAD BERMAKNA (BAHASA ARAB )
AL-JHAD ATAU AL-JUHD YANG BERERTI LA-MASYAQAT
(KESULITAN ATAU KESUSAHAN) DAN AKTH-THAQAT (KESUSAHAN
DAN KEMAMPUAN).
TELAH DISEBUT DALAM AL-QURAN
“… …”
ERTINYA:
..DAN (MENCELA) ORANG YANG TIDAK MEMPEROLEH
(SESUATU UNTUK DISEDEKAHKAN) SELAIN KESANGGUPAN
(AT-TAUBAH: 79)
7. Dalam pengertian inila Nabi mengungkapkan kata-kata:
"Shallu 'alayya wajtahiduu fiddua'"
artinya: "Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah
dalam dua"
Demikian dengan kata Ijtihad "pengerahan segala kemampuan
untukmengerjakan sesuatu yang sukar. "Atas dasar ini maka
tidak tepatapabila kata "ijtihad" dipergunakan untuk melakukan
sesuatu yang mudah / ringan.
Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada kaitan dengan
pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk
melakukannya diperlukan beberapa syarat-syarat yang kerananya
tidak mungkin pekerjaan itu(ijtihad) dilakukan mana-mana orang.
8. Dalam kaitan pengertian ijtihad menurut istilah, ada dua
kumpulan ahliushul flqh (ushuliyyin)-kumpulan majoriti dan
kumpulan minoriti-yang mengemukakan
rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan didedahkan
pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kumpulan
majoriti.
Menurut mereka,
ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari
seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian
tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara '(hukum Islam).
9.
10. Dasar ijtihad terdapat pula pada sebuah hadist
yang artinya:
“Apabila seorang hakim berijtihad dan benar, maka
baginya dua pahala, tetapi bila berijtihad lalu keliru
maka baginya satu pahala”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Di dalam kitab ihyaUlumu ad-Din,
hukum mengenai berijtihad dikategorikan menjadi
fardhu „ain, fardu kifayah, dan sunnah.
11. Hukum ijtihad menjadi fardhu „ain jika timbul
persoalan yang sangat mendesak untuk
ditentukan kepastian hukumnya.
Hukum ijtihad menjadi fardhu kifayah apabila
ada persoalan yang diajukan kepada beberapa
ulama sedemikian hingga kewajiban berijtihad
bagi ulama atau orang lain menjadi hilang
manakala telah ada salah seorang yang telah
menjawab persoalan tersebut.
Sedangkan ijtihad menjadi sunnah jika masalah
yang akan dicari kepastian hukumnya adalah
masalah yang tidak mendesak atau masalah
yang belum terjadi dalam
masyarakat.
12.
13. Menurut Yusuf Qardawi,
terdapat beberapa persyaratan yang harus
dimiliki seseorang untuk menjadi mujtahid:
memahami Al-Qur’an beserta sebab turunya ayat-ayat,
memahami hadist,
mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang
bahasa arab,
mengetahui tempat-tempat ijmak,
mengetahui usul fikih, mengetahui maksud-maksud
syariat,
memahami masyarakat dan adat-istiadatnya,
bersifat adil dan takwa.
14. Dalam melaksanakan ijtihad,
para mujtahid menempuh beberapa cara
diantaranya:
qiyas,
istihsan,
al-maslahah al mursalah
‘urf.
adalah menyamakan hukum suatu masalah dengan
masalah lain yang telah ada kepastian hukumnya di
dalam Al-Qur‟an dan Hadist karena sebabnya sama.
Contohnya, hukum minum bir sama dengan hukum
meminum khamr, yaitu haram, kerana sifat keduanya
adalah sama-sama memabukkan.
adalah mengecualikan hukum suatu masalah dari
hukum masalah-masalah lain yang sejenis lalu
menetapkan suatu hukum bagi masalah itu dengan
hukum yang berbeda berdasarkan pada alasan bagi
pengecualian itu.
adalah menetapkan hukum suatu
masalah yang tidak ada nashnya
dalam Al-Qur‟an dan sunnah untuk
mencapai kebaikan.
adalah kebiasaan umum atau adat-
istiadat yang dapat berupa perkataan
atau perbuatan.
15. Qiyas
adalah menyamakan hukum suatu masalah
dengan masalah lain yang telah ada kepastian
hukumnya di dalam
Al-Qur’an dan Hadist karena sebabnya sama.
Contohnya, hukum minum bir sama dengan hukum meminum
khamr, iaitu haram,kerana sifat keduanya adalah sama-sama
memabukkan.
istihsan
adalah mengecualikan hukum suatu masalah dari hukum
masalah-masalah lain yang sejenis lalu menetapkan suatu hukum
bagi masalah itu dengan hukum yang berbeda berdasarkan pada
alasan bagi pengecualian itu.
Al-maslahah al mursalah
adalah menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada
nashnya dalam Al-Qur’an dan sunnah untuk mencapai kebaikan.
‘urf
adalah kebiasaan umum atau adat-istiadat yang dapat
berupa perkataan atau perbuatan.
16.
17. Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih / hukum
Islam
(faqih), bukan yang lain.
Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum
syar'i, yaitu
hukum Islam yang berkaitan dengan tingkah laku
dan
perbuatan orang- orang dewasa, bukan undang-
undang
i'tiqadi atau undang-undang khuluqi,
Status undang-undang syar'i yang dihasilkan oleh
ijtihad adalah dhanni.
18. Jadi apabila kita konsisten dengan
definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan
bahawa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah
monopoli dunia undang-undang.
Dalam hubungan ini komentator Jam'u'l-
Jawami' (Jalaluddin al-Mahally)
menegaskan, "yang dimaksudkan ijtihad
adalah bila dimutlakkan
makaijtihad itu bidang undang-undang fiqh / hukum
furu '. (Jam'u 'l-Jawami', Juz II, hal. 379).