SlideShare a Scribd company logo
Presentator : Dina Sabella
NIM: 22502004
Dosen Pengampu: Dr. H. A. Halil Thahir, M.HI.
09 November 2023, Pascasarjana IAIN Kediri
Menurut al-Shatibi (w. 790 H.), seluruh proses ijtihad, baik bertautan langsung dengan
teks maupun tidak, harus memperhatikan maslahah sebagai “ruh” dari maqâsid al-
sharî’ah. Sebuah ijtihad dapat dianggap sesuai dengan maqâsid al-sharî’ah (al-ijtihâd al-
maqâsidî), menurut al-Shatibi (w. 790 H.), harus memenuhi empat aspek:
1
• Pertama, didasarkan pada teks (nash) dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta maqâsid al-
sharî’ah (al-nusûs wa al-ahkâm bi maqâsidihâ)
2
• Kedua, mengkompromikan antara pesan-pesan yang bersifat universal dan umum dengan dalil-dalil
yang bersifat parsial (al-jam’u bayn al-kulliyât al-‘âmah wa aladillah al-khâsah
3
• Ketiga, berpedoman pada prinsip menarik maslahah dan menolak mafsadah (jalb al-masâlih wa dar’u
al-mafâsid)
4
• Keempat, mempertimbangkan hal-hal yang mungkin terjadi dalam jangka panjang (i’tibâr al-ma`âlât):
apakah keputusan hukum yang akan ditetapkan tersebut akan berdampak terealisirnya kebaikan
(maslahah), sehingga harus ditetapkan, atau justru sebaliknya, diyakini, atau paling tidak diduga kuat
akan menimbulkan hal-hal negatif (mafsadah).
Syari’ah ditetapkan untuk kemaslahatan di
dunia maupun diakhirat
 Ibn Qayyum dan al-Syatibi sepakat bahwa tujuan
hukum Islam adalah mewujudkan kemaslahatan
dunia dan akhirat. Menurutnya, seluruh hukum itu
harus mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan
dan hikmah. Jika keluar dari empat nilai tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai hukum Islam.
 Al-Raysuni juga sepakat dengan pernyataan diatas,
disampaikannya:
‫الغاياة‬
‫لمصلحة‬ ‫تحقيقها‬ ‫الجل‬ ‫الشريعة‬ ‫وضعت‬ ‫التي‬
‫العباد‬
 “Tujuan didirikannya hukum syari’ah adalah untuk
mencapai kemaslahatan manusia.”
Unsur-unsur Ijtihad Maqasidi
 Dalam ijtihad maqâsidiy terdapat tiga unsur yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lain :
3 Unsur
Ijtihad
Maqasidi
Teks (al-
nash)
Realitas (al-
waqi’)
Subjek
hukum (al-
mukallaf)
Penjelasan...
 al-Nash (teks), dalam konteks ijtihad maqâsidi adalah
dalil yang menentukan hukum, ‘illat (alasan hukum),
dan tujuannya (al-maqsad) akan diterapkan dalam
suatu kasus hukum.
 al-Waqi’ (realitas), adalah objek operasinal ijtihad
maqâsidi, dimana hukum yang ada didalam nash
berikut tujuannya akan dilekatkan padanya.
 al-Mukallaf (subjek hukum) adalah orang yang secara
akal, jiwa, dan fisik siap meneria realitas sejalan
dengan tuntuan hukum yang terdapat dalam nas
berikut maqâsid-nya.
Ringkasnya..
.
 Ijtihad maqâsidi tidak boleh keluar dari kaidah-kaidah kebahasaan, seperti
kaidah al-amr dan al-nahy, al-mutlaq dan al-muqayyad, al-haqiqah dan al-
majaz dan lain sebagainya.
 Kerja ijtihad maqâsidi bukan berkutat dalam analisis teks dan tujuan-
tujuannya, tapi juga menuntut ketepatan dalam mendudukkan hukum dalam
realitas yang antara satu realitas dengan realitas lainnya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, tujuannya agar tidak “salah alamat” ketika
menyematkan hukum terdahap realitas.
 Ijtihad maqâsidi juga harus mempertimbangkan karakteristik nalar mukallaf,
sebagai subjek yang akan bersentuhan langsung dan melakasanakan hukum,
disamping mujtahid juga harus membenahi kualitas nalarnya dalam melihat
teks, realitas, dan mukallaf.
Ijtihad perspektif al-Syatibi
 al-Syatibi memberikan definisi ijtihad dengan penekanan
pada upaya memperoleh hukum, baik pada tingkatan
yakin (al-‘ilm) atau hanya berupa dugaan kuat (al-zan)
sekaligus usaha untuk mengetahui tujuan Syari’ (maqsad
al- Syari’) yang tunggal.
 Menurut al- Syatibi ada tiga tahapan dalam proses ijtihad
:
Dalam ijtihad terdapat dua dimensi:
rasionalitas dan sakralitas.
 Dimensi rasionalitas ijtihad tak terelakkan ketika
seorang mujtahid harus cakap dalam mendialogkan
pesan Tuhan yang “terbatas” (al-mutanahiyah)
dengan realitas kehidupan manusia yang terus
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang “tak terbatas”
(ghayr al-mutanahiyah). Oleh karena itu, seorang
mujtahid harus memiliki perangkat keilmuan yang
memadahi, baik berkaitan dengan al-Qur`an dan al-
Sunnah sebagai representasi kehendak Syari’,
maupun dengan kebutuhan riil manusia yang
membutuhkan adanya kepastian hukum yang
benar.
Dimensi sakralitas
 Sementara dalam dimensi sakralitas, apapun
hasil olah pikir mujtahid, baik benar (sawab)
atau salah (khata‘), terlepas kontroversi
ulama tentang ini, tetap dipandang sebagai
hukum Tuhan yang sakral, harus dipatuhi,
dan bahkan bisa dijadikan dasar untuk
mengebiri hak asasi manusia. Di sinilah letak
pentingnya syarat moralitas bagi mujtahid, di
samping terpenuhinya syarat ilmiah.
 Syarat ilmiah dapat dikelompokkan dalam dua
bagian:
 Pertama, syarat yang berkaitan dengan ilmu agama
(ulum al-din) seperti al-Qur‘an, al-Sunnah, Ijma,
sebab nuzul dan nasikh mansukh;
 Kedua, Syarat yang berkaitan dengan perangkat
(al-wasail) untuk memahami secara benar tentang
pesan al-Qur‘an dan al-Sunnah, yaitu kaidah kaidah
kebahasaan seperti perintah dan larangan, yang
umum dan yang khusus, dan lain sebagainya.
Metode Ijtihad Prespektif As-Syatibi
ada 3:
: ‫ويضع‬
‫في‬ ‫ينحصر‬ ‫المقاصد‬ ‫حسب‬ ‫لالجتهاد‬ ً‫ا‬‫منهج‬ ‫الشاطبي‬
‫المراحاللتالية‬
‫النهي‬ ‫أو‬ ‫األمر‬ ‫نفس‬ ‫في‬ ‫المقصد‬ ‫التماس‬
: .١
‫إن‬
‫المجتهد‬ ‫يلتمس‬ ‫أن‬ ‫المقاصد‬ ‫على‬ ‫االجتهاد‬ ‫منهج‬ ‫في‬ ‫مرحلة‬ ‫أول‬
‫مقصد‬ ‫الشارع‬
َّ‫فإن‬ ،‫الفعل‬ ‫يقتضي‬ ‫األمر‬ ‫كان‬ ‫فإذا‬ ، ‫والنواهي‬ ‫األوامر‬ ‫صريح‬ ‫في‬
‫فعل‬ ‫المأمور‬
‫به‬
‫المقصود‬ ‫هو‬
‫وإذا‬ ،‫للشارع‬
،‫الترك‬ ‫يقتضي‬ ‫النهي‬ ‫كان‬
‫فإن‬ ‫تركالمنهي‬
‫هو‬ ‫عنه‬
‫مقصود‬
‫الشارع‬
‫وال‬
‫في‬ ‫قصده‬ َّ‫إن‬ ‫إذ‬ ،‫ذلك‬ ‫وراء‬ ‫فيما‬ ‫الشارع‬ ‫قصد‬ ‫عن‬ ‫يبحث‬ ‫أن‬ ‫بالمجتهد‬ ‫حاجة‬
‫النوع‬ ‫وهذا‬ ،‫تركه‬ ‫طلب‬ ‫أو‬ ‫فعله‬ ‫طلب‬ ‫ما‬ ‫الصريحة‬ ‫والنواهي‬ ‫األوامر‬
‫من‬
‫المقاصد‬
‫ألن‬ ،‫تعبدي‬ ‫هو‬ ‫ما‬ ‫كل‬ ‫في‬ ‫يكون‬
‫الغاية‬
،‫به‬ ‫المأمور‬ ‫بفعل‬ ‫االمتثال‬ ‫منه‬
‫عنه‬ ‫المنهي‬ ‫واجتناب‬
.
Pertama,
Sumber: Hammadi al-’Ubaidi, al-Syatibi wa Maqashid al-Syari’ah, hal.
185
Penjelasan
Imam as-Syatibi menetapkan sebuah metodologi untuk ijtihad
terhadap persoalan maqâsid syari’ah yang diringkas dalam
fase/mekanisme berikut ini:
1. Mencari tujuan daripada syari’at itu didalam esensi perintah atau
larangan itu sendiri.
Mekanisme yang pertama dalam metodologi ijtihad terhadap
konsep maqashid yakni seorang mujtahid hendaklah mencari untuk
menemukan tujuan daripada syari’ (perintah Allah) didalam bentuk shighot
perintah dan shighot larangan yang sifatnya jelas, (contohnya: perintah
‫وا‬ُ‫م‬‫ي‬ِ‫ق‬َ‫أ‬ َ‫و‬
َ‫ة‬ َ
‫ال‬َّ‫ص‬‫ال‬
‫وا‬ُ‫ت‬‫آ‬ َ‫و‬
َ‫ة‬‫ا‬َ‫ك‬َّ‫الز‬ , kemudian larangan َ
‫ال‬ َ‫و‬
‫وا‬ُ‫ع‬ِ‫ب‬َّ‫ت‬َ‫ت‬
ِ‫ت‬ ََٰ‫و‬ُ‫ط‬ُ‫خ‬
ِ‫ن‬ََٰ‫ط‬ْ‫ي‬َّ‫ش‬‫ٱل‬ ), dan apabila
suatu perintah itu sifatnya menuntut untuk melakukan sesuatu maka
perintah itu merupakan tujuan daripada maqâsid syari’ah itu sendiri, dan
jika seandainya larangan itu menuntut untuk meninggalkan sesuatu maka
meninggalkan sesuatu yang dilarang itu merupakan tujuan syari’at.
Dan seorang mujtahid itu tidak perlu mencari/melakukan
penelitian terhadap maqâsid syariah dibalik itu semua (nash-nash yang
sifatnya sudah jelas), karena sesungguhnya tujuan daripada syari’at
didalam perintah dan larangan yang bersifat jelas adalah sebuah tuntutan
untuk melakukan sesuatu atau tuntutan untuk meninggalkan sesuatu, dan
jenis maqâsid yang ini berada pada sesuatu yang bersifat ta’abudi (ibadah),
karena tujuan pada yang demikian itu yaitu melaksanakan perbuatan yang
perintah dan meninggalkan sesuatu yang dilarang.
Yang kedua,
٢
-
‫علة‬ ‫في‬ ‫المقصد‬ ‫التماس‬
‫الحكم‬
:
‫إذا‬
‫فيها‬ ‫يلتمس‬ ‫ال‬ ‫المجتهد‬ ‫فإن‬ ‫صريحة‬ ‫غير‬ ‫والنواهي‬ ‫األوامر‬ ‫كانت‬
‫مقص‬
‫د‬
‫الشارع‬
‫علة‬ ‫في‬ ‫يلتمسه‬ ‫وإنما‬ ،
‫الحكم‬
.
‫يطرح‬ ‫أن‬ ‫أ‬ ‫هو‬ ‫االلتماس‬ ‫هذا‬ ‫وكيفية‬
‫فيتساءل‬ ‫سؤال‬ ‫قالب‬ ‫في‬ ‫المشكل‬
:
‫أولماذ‬ ‫الفعل؟‬ ‫بهذا‬ ‫الشارع‬ ‫أمر‬ ‫لماذا‬
‫نهى‬ ‫ا‬
‫الفعل؟‬ ‫هذا‬ ‫عن‬
‫ا‬ ‫وأن‬ ،‫للتناسل‬ ‫النكاح‬ ‫أن‬ ‫يعرف‬ ‫كان‬ ‫الحكم‬ ‫علة‬ ‫معرفة‬ ‫إلى‬ ‫توصل‬ ‫فإذا‬
‫لبيع‬
‫وثمن‬ ‫مبيع‬ ‫من‬ ‫عليه‬ ‫بالمعقود‬ ‫لالنتفاع‬
،
‫إذ‬ ،‫ذلك‬ ‫على‬ ‫يقيس‬ ‫أن‬ ‫أمكنه‬
‫العلة‬ ‫ليست‬
‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫إال‬
.
‫والسالم‬ ‫الصالة‬ ‫عليه‬ ‫قوله‬ ‫سمع‬ ‫وإذا‬
«
‫الق‬ ‫يقضي‬ ‫ال‬
‫اضي‬
‫غضبان‬ ‫وهو‬
»
(
‫تشوي‬ ‫وحكمته‬ ،‫الغضب‬ ‫فرآها‬ ‫القضاء‬ ‫منع‬ ‫علة‬ ‫إلى‬ ‫نظر‬
‫ش‬
‫الخصوم‬ ‫بين‬ ‫الحجج‬ ‫استيفاء‬ ‫عن‬ ‫الذهن‬
(
Sumber: Hammadi al-’Ubaidi, al-Syatibi wa Maqashid al-Syari’ah, hal.
185-186
2. Mencari sebuah tujuan daripada suatu syari'at yang
terletak pada 'illat hukum.
Jika seandainya teks-teks dari larangan/perintah
itu bersifat tidak langsung, maka seorang mujtahid
tidak bisa langsung mencari tujuan syariah dalam
teks-teks yang tidak langsung/tidak sharih tersebut,
akan tetapi seorang mujtahid itu mencari maqasidnya
didalam 'illat hukum.
Adapun cara untuk melakukan eksplorasi
dengan analogi caranya dengan melontarkan
pertanyaan sederhana, mengapa Allah
memerintahkan hal ini? Mengapa Allah melarang hal
ini?
Penjelasan
Next...
 Jika telah sampai menemukan pada ‘illat al-hukmi, jadi ketika
Allah memerintahkan manusia untuk menikah maka disitu kita
akan menemukan tujuannya yakni untuk regenerasi (agar
manusia tidak punah/melanjutkan keturunan).
 Perihal perintah jual beli bahwasanya untuk mencari kemanfaatan
terhadap barang yang dijual/barang yang mempunyai nilai jual.
 Ketika seseorang menemukan (‘illat hukum dari suatu
perintah/larangan) yang demikian itu, seorang mujtahid akan
mampu melakukan analogi terhadap hal-hal demikian.
 Karena tidak ada ‘illat itu kecuali yaitu tujuannya daripada syari’at.
 Rasulullah SAW. bersabda: “ Seorang qadi/hakim itu tidak boleh
melakukan sebuah putusan hukum ketika dia dalam keadaan
emosi (marah(”. Maka dapat direnungkan bahwa ‘illat dari
dilarangnya suatu putusan adalah karena masih dalam keadaan
marah/kacau.
 Hikmahnya, menyelesaikan emosi yang kacau terlebih dahulu
agar hakim dapat memberi putusan yang adil dan bisa bersifat
obyektif.
Yang ketiga,
3
-
‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫يتضح‬ ‫حتى‬ ‫التوقف‬
:
‫إذا‬
‫نفس‬ ‫الحكم‬ ‫في‬ ‫ال‬ ،‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫إلى‬ ‫التوصل‬ ‫المجتهد‬ ‫يستطع‬ ‫لم‬
‫في‬ ‫وال‬ ،‫ه‬
‫يتوقف‬ ‫أن‬ ‫عليه‬ ‫ينبغي‬ ‫فإنه‬ ،‫علته‬
.
‫ع‬ ‫المنهي‬ ‫أو‬ ،‫به‬ ‫المأمور‬ ‫حدود‬ ‫عند‬
‫ال‬ ،‫نه‬
‫يتض‬ ‫حتى‬ ‫مصلحي‬ ‫نظر‬ ‫أو‬ ‫قياس‬ ‫كل‬ ‫هنا‬ ‫يمتنع‬ ‫إذ‬ ،‫غيره‬ ‫إلى‬ ‫يتجاوزه‬
‫ح‬
‫التي‬ ‫المسألة‬ ‫غير‬ ‫إلى‬ ‫الحكم‬ ‫تعدية‬ ‫يجوز‬ ‫فال‬ ،‫الشارع‬ ‫مقصود‬
‫وردفي‬
‫ها‬
Sumber: Hammadi al-’Ubaidi, al-Syatibi wa Maqashid al-Syari’ah, hal.
186
3. Membiarkan/mendiamkan sampai tujuan
daripada syari’at itu jelas:
Jika seorang mujtahid tidak mampu untuk
menemukan tujuan suatu syari’at, tidak bisa menemukan
dari redaksi teks yang jelas, tidak bisa menemukan
dalam hukum secara langsung, dan tidak menemukan
pada ‘illat hukumnya maka seorang hakim itu
seharusnya tidak mengambil sikap/interpretasi yang
berlebihan terhadap batasan-batasan perintah ataupun
larangan, dan tidak juga melampauinya. Karena disini
dilarang adanya beberapa qiyas-qiyas sampai tujuan
syara’ itu jelas. Maka tidak boleh melakukan
penenelusuran hukum pada selain masalah yang terjadi
didalamnya.
Penjelasan
Hubungan maqasid al-syari’ah dengan
metode-metode ijtihad lainnya
 Setiap metode penetapan hukum yang dipakai oleh para ahli
ushul fiqih bermuara pada al-maqasid al-syari’ah.
 Metode istimbat hukum dengan menggunakan qiyas dan
maslahah al-mursalah ataupun yang lainnya adalah metode yang
dapat digunakan dalam pengembangan hukum Islam dengan
menggunakan atau dikaitkan dengan maqasid al-syari’ah sebagai
dasar untuk memperoleh kemaslahatan yang hendak dicapai
dalam hukum yang ditetapkannya. Misalnya metode qiyas baru
bisa dilaksanakan apabila dapat ditentukan maqasid al-syari’ah
yaitu dengan cara menemukan illat hukum dari sebuah
permasalahan hukum.
 Dari sini dapat dilihat betapa erat hubungan antara metode qiyas
dengan maqasid al-syari’ah. Para ahli ushul fiqih mengelaborasi
keterkaitannya, menurut mereka illat baru bisa dijadikan sebagai
dasar penetapan hukum setelah diketahui dan ditelusuri maksud
disyari’atkannya hukum itu. Dalam menentukan maksud dan
tujuan hukum, tidak dapat diabaikan pemahaman tentang
maslahat dan mafsadat yang menjadi inti kajian maqasid al-
syari’ah.
Terimakasih atas perhatiannya
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

More Related Content

Similar to Al-Maqāṣid wa al-Ijtihad dalam penjelasan maqasid .pptx

Pendidikan agama tatap muka vi
Pendidikan agama tatap muka viPendidikan agama tatap muka vi
Pendidikan agama tatap muka vi
Nurul Arifin S
 
Bab 2 Sumber Hukum Islam
Bab 2   Sumber Hukum IslamBab 2   Sumber Hukum Islam
Bab 2 Sumber Hukum Islam
WanBK Leo
 
01. pendahuluan ushul fiqh
01. pendahuluan  ushul fiqh01. pendahuluan  ushul fiqh
01. pendahuluan ushul fiqh
asnin_syafiuddin
 
83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx
83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx
83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx
IrwnSptr
 
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
pamtahpamtah
 
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)
Muhsin Hariyanto
 
Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1
faizcol
 

Similar to Al-Maqāṣid wa al-Ijtihad dalam penjelasan maqasid .pptx (20)

Pendidikan agama tatap muka vi
Pendidikan agama tatap muka viPendidikan agama tatap muka vi
Pendidikan agama tatap muka vi
 
Bab 2 Sumber Hukum Islam
Bab 2   Sumber Hukum IslamBab 2   Sumber Hukum Islam
Bab 2 Sumber Hukum Islam
 
01. pendahuluan ushul fiqh
01. pendahuluan  ushul fiqh01. pendahuluan  ushul fiqh
01. pendahuluan ushul fiqh
 
Ijtihad
IjtihadIjtihad
Ijtihad
 
83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx
83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx
83712170-MAKALAH-IJTIHAD.docx
 
IJTIHAD
IJTIHADIJTIHAD
IJTIHAD
 
Edit usul fiqh 2 0506
Edit usul fiqh 2 0506Edit usul fiqh 2 0506
Edit usul fiqh 2 0506
 
Ijtihad
IjtihadIjtihad
Ijtihad
 
Hukum makan katak
Hukum makan katakHukum makan katak
Hukum makan katak
 
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdfMetode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
Metode Ijtihad Ushul Fiqh.pdf
 
PPT Bab 5
PPT Bab 5 PPT Bab 5
PPT Bab 5
 
Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1
 
Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
Jurnal fikih
Jurnal fikihJurnal fikih
Jurnal fikih
 
KELOMPOK 1-USHUL FIQH.pptx
KELOMPOK 1-USHUL FIQH.pptxKELOMPOK 1-USHUL FIQH.pptx
KELOMPOK 1-USHUL FIQH.pptx
 
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)
Bahan ajar ushul fiqh (semester gasal 2013 2014)
 
Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1Bab 5 sem 1
Bab 5 sem 1
 
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocxKata pengantar.studi hukum islamdocx
Kata pengantar.studi hukum islamdocx
 
2_Pengantar_Ushul_Fiqh_dan_Fiqh.ppt
2_Pengantar_Ushul_Fiqh_dan_Fiqh.ppt2_Pengantar_Ushul_Fiqh_dan_Fiqh.ppt
2_Pengantar_Ushul_Fiqh_dan_Fiqh.ppt
 

Recently uploaded

Recently uploaded (20)

Najwa Qarina_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Najwa Qarina_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdfNajwa Qarina_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Najwa Qarina_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.comModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptxSejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
Sejarah dan Perkembangan Agama Hindu.pptx
 
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdfSusi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
CONTOH LAPORAN PARTISIPAN OBSERVASI.docx
CONTOH LAPORAN PARTISIPAN OBSERVASI.docxCONTOH LAPORAN PARTISIPAN OBSERVASI.docx
CONTOH LAPORAN PARTISIPAN OBSERVASI.docx
 
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.pptperumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
 
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) B. Inggris kelas 7.pdf
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) B. Inggris kelas 7.pdfALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) B. Inggris kelas 7.pdf
ALUR TUJUAN PEMBELAJARAN (ATP) B. Inggris kelas 7.pdf
 
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis JurnalRepi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
Repi jayanti_2021 B_Analsis Kritis Jurnal
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANGKERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 1 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...
RENCANA + Link2 MATERI  Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...RENCANA + Link2 MATERI  Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...
RENCANA + Link2 MATERI Training _PEMBEKALAN Kompetensi_PENGELOLAAN PENGADAAN...
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 
AKSI NYATA PENYEBARAN PEMAHAMAN MERDEKA BELAJAR
AKSI NYATA PENYEBARAN PEMAHAMAN MERDEKA BELAJARAKSI NYATA PENYEBARAN PEMAHAMAN MERDEKA BELAJAR
AKSI NYATA PENYEBARAN PEMAHAMAN MERDEKA BELAJAR
 

Al-Maqāṣid wa al-Ijtihad dalam penjelasan maqasid .pptx

  • 1. Presentator : Dina Sabella NIM: 22502004 Dosen Pengampu: Dr. H. A. Halil Thahir, M.HI. 09 November 2023, Pascasarjana IAIN Kediri
  • 2. Menurut al-Shatibi (w. 790 H.), seluruh proses ijtihad, baik bertautan langsung dengan teks maupun tidak, harus memperhatikan maslahah sebagai “ruh” dari maqâsid al- sharî’ah. Sebuah ijtihad dapat dianggap sesuai dengan maqâsid al-sharî’ah (al-ijtihâd al- maqâsidî), menurut al-Shatibi (w. 790 H.), harus memenuhi empat aspek: 1 • Pertama, didasarkan pada teks (nash) dan hukum yang terkandung di dalamnya, serta maqâsid al- sharî’ah (al-nusûs wa al-ahkâm bi maqâsidihâ) 2 • Kedua, mengkompromikan antara pesan-pesan yang bersifat universal dan umum dengan dalil-dalil yang bersifat parsial (al-jam’u bayn al-kulliyât al-‘âmah wa aladillah al-khâsah 3 • Ketiga, berpedoman pada prinsip menarik maslahah dan menolak mafsadah (jalb al-masâlih wa dar’u al-mafâsid) 4 • Keempat, mempertimbangkan hal-hal yang mungkin terjadi dalam jangka panjang (i’tibâr al-ma`âlât): apakah keputusan hukum yang akan ditetapkan tersebut akan berdampak terealisirnya kebaikan (maslahah), sehingga harus ditetapkan, atau justru sebaliknya, diyakini, atau paling tidak diduga kuat akan menimbulkan hal-hal negatif (mafsadah).
  • 3. Syari’ah ditetapkan untuk kemaslahatan di dunia maupun diakhirat  Ibn Qayyum dan al-Syatibi sepakat bahwa tujuan hukum Islam adalah mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat. Menurutnya, seluruh hukum itu harus mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah. Jika keluar dari empat nilai tersebut tidak dapat dikatakan sebagai hukum Islam.  Al-Raysuni juga sepakat dengan pernyataan diatas, disampaikannya: ‫الغاياة‬ ‫لمصلحة‬ ‫تحقيقها‬ ‫الجل‬ ‫الشريعة‬ ‫وضعت‬ ‫التي‬ ‫العباد‬  “Tujuan didirikannya hukum syari’ah adalah untuk mencapai kemaslahatan manusia.”
  • 4. Unsur-unsur Ijtihad Maqasidi  Dalam ijtihad maqâsidiy terdapat tiga unsur yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain : 3 Unsur Ijtihad Maqasidi Teks (al- nash) Realitas (al- waqi’) Subjek hukum (al- mukallaf)
  • 5. Penjelasan...  al-Nash (teks), dalam konteks ijtihad maqâsidi adalah dalil yang menentukan hukum, ‘illat (alasan hukum), dan tujuannya (al-maqsad) akan diterapkan dalam suatu kasus hukum.  al-Waqi’ (realitas), adalah objek operasinal ijtihad maqâsidi, dimana hukum yang ada didalam nash berikut tujuannya akan dilekatkan padanya.  al-Mukallaf (subjek hukum) adalah orang yang secara akal, jiwa, dan fisik siap meneria realitas sejalan dengan tuntuan hukum yang terdapat dalam nas berikut maqâsid-nya.
  • 6. Ringkasnya.. .  Ijtihad maqâsidi tidak boleh keluar dari kaidah-kaidah kebahasaan, seperti kaidah al-amr dan al-nahy, al-mutlaq dan al-muqayyad, al-haqiqah dan al- majaz dan lain sebagainya.  Kerja ijtihad maqâsidi bukan berkutat dalam analisis teks dan tujuan- tujuannya, tapi juga menuntut ketepatan dalam mendudukkan hukum dalam realitas yang antara satu realitas dengan realitas lainnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tujuannya agar tidak “salah alamat” ketika menyematkan hukum terdahap realitas.  Ijtihad maqâsidi juga harus mempertimbangkan karakteristik nalar mukallaf, sebagai subjek yang akan bersentuhan langsung dan melakasanakan hukum, disamping mujtahid juga harus membenahi kualitas nalarnya dalam melihat teks, realitas, dan mukallaf.
  • 7. Ijtihad perspektif al-Syatibi  al-Syatibi memberikan definisi ijtihad dengan penekanan pada upaya memperoleh hukum, baik pada tingkatan yakin (al-‘ilm) atau hanya berupa dugaan kuat (al-zan) sekaligus usaha untuk mengetahui tujuan Syari’ (maqsad al- Syari’) yang tunggal.  Menurut al- Syatibi ada tiga tahapan dalam proses ijtihad :
  • 8. Dalam ijtihad terdapat dua dimensi: rasionalitas dan sakralitas.  Dimensi rasionalitas ijtihad tak terelakkan ketika seorang mujtahid harus cakap dalam mendialogkan pesan Tuhan yang “terbatas” (al-mutanahiyah) dengan realitas kehidupan manusia yang terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang “tak terbatas” (ghayr al-mutanahiyah). Oleh karena itu, seorang mujtahid harus memiliki perangkat keilmuan yang memadahi, baik berkaitan dengan al-Qur`an dan al- Sunnah sebagai representasi kehendak Syari’, maupun dengan kebutuhan riil manusia yang membutuhkan adanya kepastian hukum yang benar.
  • 9. Dimensi sakralitas  Sementara dalam dimensi sakralitas, apapun hasil olah pikir mujtahid, baik benar (sawab) atau salah (khata‘), terlepas kontroversi ulama tentang ini, tetap dipandang sebagai hukum Tuhan yang sakral, harus dipatuhi, dan bahkan bisa dijadikan dasar untuk mengebiri hak asasi manusia. Di sinilah letak pentingnya syarat moralitas bagi mujtahid, di samping terpenuhinya syarat ilmiah.
  • 10.  Syarat ilmiah dapat dikelompokkan dalam dua bagian:  Pertama, syarat yang berkaitan dengan ilmu agama (ulum al-din) seperti al-Qur‘an, al-Sunnah, Ijma, sebab nuzul dan nasikh mansukh;  Kedua, Syarat yang berkaitan dengan perangkat (al-wasail) untuk memahami secara benar tentang pesan al-Qur‘an dan al-Sunnah, yaitu kaidah kaidah kebahasaan seperti perintah dan larangan, yang umum dan yang khusus, dan lain sebagainya.
  • 11. Metode Ijtihad Prespektif As-Syatibi ada 3: : ‫ويضع‬ ‫في‬ ‫ينحصر‬ ‫المقاصد‬ ‫حسب‬ ‫لالجتهاد‬ ً‫ا‬‫منهج‬ ‫الشاطبي‬ ‫المراحاللتالية‬ ‫النهي‬ ‫أو‬ ‫األمر‬ ‫نفس‬ ‫في‬ ‫المقصد‬ ‫التماس‬ : .١ ‫إن‬ ‫المجتهد‬ ‫يلتمس‬ ‫أن‬ ‫المقاصد‬ ‫على‬ ‫االجتهاد‬ ‫منهج‬ ‫في‬ ‫مرحلة‬ ‫أول‬ ‫مقصد‬ ‫الشارع‬ َّ‫فإن‬ ،‫الفعل‬ ‫يقتضي‬ ‫األمر‬ ‫كان‬ ‫فإذا‬ ، ‫والنواهي‬ ‫األوامر‬ ‫صريح‬ ‫في‬ ‫فعل‬ ‫المأمور‬ ‫به‬ ‫المقصود‬ ‫هو‬ ‫وإذا‬ ،‫للشارع‬ ،‫الترك‬ ‫يقتضي‬ ‫النهي‬ ‫كان‬ ‫فإن‬ ‫تركالمنهي‬ ‫هو‬ ‫عنه‬ ‫مقصود‬ ‫الشارع‬ ‫وال‬ ‫في‬ ‫قصده‬ َّ‫إن‬ ‫إذ‬ ،‫ذلك‬ ‫وراء‬ ‫فيما‬ ‫الشارع‬ ‫قصد‬ ‫عن‬ ‫يبحث‬ ‫أن‬ ‫بالمجتهد‬ ‫حاجة‬ ‫النوع‬ ‫وهذا‬ ،‫تركه‬ ‫طلب‬ ‫أو‬ ‫فعله‬ ‫طلب‬ ‫ما‬ ‫الصريحة‬ ‫والنواهي‬ ‫األوامر‬ ‫من‬ ‫المقاصد‬ ‫ألن‬ ،‫تعبدي‬ ‫هو‬ ‫ما‬ ‫كل‬ ‫في‬ ‫يكون‬ ‫الغاية‬ ،‫به‬ ‫المأمور‬ ‫بفعل‬ ‫االمتثال‬ ‫منه‬ ‫عنه‬ ‫المنهي‬ ‫واجتناب‬ . Pertama, Sumber: Hammadi al-’Ubaidi, al-Syatibi wa Maqashid al-Syari’ah, hal. 185
  • 12. Penjelasan Imam as-Syatibi menetapkan sebuah metodologi untuk ijtihad terhadap persoalan maqâsid syari’ah yang diringkas dalam fase/mekanisme berikut ini: 1. Mencari tujuan daripada syari’at itu didalam esensi perintah atau larangan itu sendiri. Mekanisme yang pertama dalam metodologi ijtihad terhadap konsep maqashid yakni seorang mujtahid hendaklah mencari untuk menemukan tujuan daripada syari’ (perintah Allah) didalam bentuk shighot perintah dan shighot larangan yang sifatnya jelas, (contohnya: perintah ‫وا‬ُ‫م‬‫ي‬ِ‫ق‬َ‫أ‬ َ‫و‬ َ‫ة‬ َ ‫ال‬َّ‫ص‬‫ال‬ ‫وا‬ُ‫ت‬‫آ‬ َ‫و‬ َ‫ة‬‫ا‬َ‫ك‬َّ‫الز‬ , kemudian larangan َ ‫ال‬ َ‫و‬ ‫وا‬ُ‫ع‬ِ‫ب‬َّ‫ت‬َ‫ت‬ ِ‫ت‬ ََٰ‫و‬ُ‫ط‬ُ‫خ‬ ِ‫ن‬ََٰ‫ط‬ْ‫ي‬َّ‫ش‬‫ٱل‬ ), dan apabila suatu perintah itu sifatnya menuntut untuk melakukan sesuatu maka perintah itu merupakan tujuan daripada maqâsid syari’ah itu sendiri, dan jika seandainya larangan itu menuntut untuk meninggalkan sesuatu maka meninggalkan sesuatu yang dilarang itu merupakan tujuan syari’at. Dan seorang mujtahid itu tidak perlu mencari/melakukan penelitian terhadap maqâsid syariah dibalik itu semua (nash-nash yang sifatnya sudah jelas), karena sesungguhnya tujuan daripada syari’at didalam perintah dan larangan yang bersifat jelas adalah sebuah tuntutan untuk melakukan sesuatu atau tuntutan untuk meninggalkan sesuatu, dan jenis maqâsid yang ini berada pada sesuatu yang bersifat ta’abudi (ibadah), karena tujuan pada yang demikian itu yaitu melaksanakan perbuatan yang perintah dan meninggalkan sesuatu yang dilarang.
  • 13. Yang kedua, ٢ - ‫علة‬ ‫في‬ ‫المقصد‬ ‫التماس‬ ‫الحكم‬ : ‫إذا‬ ‫فيها‬ ‫يلتمس‬ ‫ال‬ ‫المجتهد‬ ‫فإن‬ ‫صريحة‬ ‫غير‬ ‫والنواهي‬ ‫األوامر‬ ‫كانت‬ ‫مقص‬ ‫د‬ ‫الشارع‬ ‫علة‬ ‫في‬ ‫يلتمسه‬ ‫وإنما‬ ، ‫الحكم‬ . ‫يطرح‬ ‫أن‬ ‫أ‬ ‫هو‬ ‫االلتماس‬ ‫هذا‬ ‫وكيفية‬ ‫فيتساءل‬ ‫سؤال‬ ‫قالب‬ ‫في‬ ‫المشكل‬ : ‫أولماذ‬ ‫الفعل؟‬ ‫بهذا‬ ‫الشارع‬ ‫أمر‬ ‫لماذا‬ ‫نهى‬ ‫ا‬ ‫الفعل؟‬ ‫هذا‬ ‫عن‬ ‫ا‬ ‫وأن‬ ،‫للتناسل‬ ‫النكاح‬ ‫أن‬ ‫يعرف‬ ‫كان‬ ‫الحكم‬ ‫علة‬ ‫معرفة‬ ‫إلى‬ ‫توصل‬ ‫فإذا‬ ‫لبيع‬ ‫وثمن‬ ‫مبيع‬ ‫من‬ ‫عليه‬ ‫بالمعقود‬ ‫لالنتفاع‬ ، ‫إذ‬ ،‫ذلك‬ ‫على‬ ‫يقيس‬ ‫أن‬ ‫أمكنه‬ ‫العلة‬ ‫ليست‬ ‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫إال‬ . ‫والسالم‬ ‫الصالة‬ ‫عليه‬ ‫قوله‬ ‫سمع‬ ‫وإذا‬ « ‫الق‬ ‫يقضي‬ ‫ال‬ ‫اضي‬ ‫غضبان‬ ‫وهو‬ » ( ‫تشوي‬ ‫وحكمته‬ ،‫الغضب‬ ‫فرآها‬ ‫القضاء‬ ‫منع‬ ‫علة‬ ‫إلى‬ ‫نظر‬ ‫ش‬ ‫الخصوم‬ ‫بين‬ ‫الحجج‬ ‫استيفاء‬ ‫عن‬ ‫الذهن‬ ( Sumber: Hammadi al-’Ubaidi, al-Syatibi wa Maqashid al-Syari’ah, hal. 185-186
  • 14. 2. Mencari sebuah tujuan daripada suatu syari'at yang terletak pada 'illat hukum. Jika seandainya teks-teks dari larangan/perintah itu bersifat tidak langsung, maka seorang mujtahid tidak bisa langsung mencari tujuan syariah dalam teks-teks yang tidak langsung/tidak sharih tersebut, akan tetapi seorang mujtahid itu mencari maqasidnya didalam 'illat hukum. Adapun cara untuk melakukan eksplorasi dengan analogi caranya dengan melontarkan pertanyaan sederhana, mengapa Allah memerintahkan hal ini? Mengapa Allah melarang hal ini? Penjelasan
  • 15. Next...  Jika telah sampai menemukan pada ‘illat al-hukmi, jadi ketika Allah memerintahkan manusia untuk menikah maka disitu kita akan menemukan tujuannya yakni untuk regenerasi (agar manusia tidak punah/melanjutkan keturunan).  Perihal perintah jual beli bahwasanya untuk mencari kemanfaatan terhadap barang yang dijual/barang yang mempunyai nilai jual.  Ketika seseorang menemukan (‘illat hukum dari suatu perintah/larangan) yang demikian itu, seorang mujtahid akan mampu melakukan analogi terhadap hal-hal demikian.  Karena tidak ada ‘illat itu kecuali yaitu tujuannya daripada syari’at.  Rasulullah SAW. bersabda: “ Seorang qadi/hakim itu tidak boleh melakukan sebuah putusan hukum ketika dia dalam keadaan emosi (marah(”. Maka dapat direnungkan bahwa ‘illat dari dilarangnya suatu putusan adalah karena masih dalam keadaan marah/kacau.  Hikmahnya, menyelesaikan emosi yang kacau terlebih dahulu agar hakim dapat memberi putusan yang adil dan bisa bersifat obyektif.
  • 16. Yang ketiga, 3 - ‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫يتضح‬ ‫حتى‬ ‫التوقف‬ : ‫إذا‬ ‫نفس‬ ‫الحكم‬ ‫في‬ ‫ال‬ ،‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫إلى‬ ‫التوصل‬ ‫المجتهد‬ ‫يستطع‬ ‫لم‬ ‫في‬ ‫وال‬ ،‫ه‬ ‫يتوقف‬ ‫أن‬ ‫عليه‬ ‫ينبغي‬ ‫فإنه‬ ،‫علته‬ . ‫ع‬ ‫المنهي‬ ‫أو‬ ،‫به‬ ‫المأمور‬ ‫حدود‬ ‫عند‬ ‫ال‬ ،‫نه‬ ‫يتض‬ ‫حتى‬ ‫مصلحي‬ ‫نظر‬ ‫أو‬ ‫قياس‬ ‫كل‬ ‫هنا‬ ‫يمتنع‬ ‫إذ‬ ،‫غيره‬ ‫إلى‬ ‫يتجاوزه‬ ‫ح‬ ‫التي‬ ‫المسألة‬ ‫غير‬ ‫إلى‬ ‫الحكم‬ ‫تعدية‬ ‫يجوز‬ ‫فال‬ ،‫الشارع‬ ‫مقصود‬ ‫وردفي‬ ‫ها‬ Sumber: Hammadi al-’Ubaidi, al-Syatibi wa Maqashid al-Syari’ah, hal. 186
  • 17. 3. Membiarkan/mendiamkan sampai tujuan daripada syari’at itu jelas: Jika seorang mujtahid tidak mampu untuk menemukan tujuan suatu syari’at, tidak bisa menemukan dari redaksi teks yang jelas, tidak bisa menemukan dalam hukum secara langsung, dan tidak menemukan pada ‘illat hukumnya maka seorang hakim itu seharusnya tidak mengambil sikap/interpretasi yang berlebihan terhadap batasan-batasan perintah ataupun larangan, dan tidak juga melampauinya. Karena disini dilarang adanya beberapa qiyas-qiyas sampai tujuan syara’ itu jelas. Maka tidak boleh melakukan penenelusuran hukum pada selain masalah yang terjadi didalamnya. Penjelasan
  • 18. Hubungan maqasid al-syari’ah dengan metode-metode ijtihad lainnya  Setiap metode penetapan hukum yang dipakai oleh para ahli ushul fiqih bermuara pada al-maqasid al-syari’ah.  Metode istimbat hukum dengan menggunakan qiyas dan maslahah al-mursalah ataupun yang lainnya adalah metode yang dapat digunakan dalam pengembangan hukum Islam dengan menggunakan atau dikaitkan dengan maqasid al-syari’ah sebagai dasar untuk memperoleh kemaslahatan yang hendak dicapai dalam hukum yang ditetapkannya. Misalnya metode qiyas baru bisa dilaksanakan apabila dapat ditentukan maqasid al-syari’ah yaitu dengan cara menemukan illat hukum dari sebuah permasalahan hukum.  Dari sini dapat dilihat betapa erat hubungan antara metode qiyas dengan maqasid al-syari’ah. Para ahli ushul fiqih mengelaborasi keterkaitannya, menurut mereka illat baru bisa dijadikan sebagai dasar penetapan hukum setelah diketahui dan ditelusuri maksud disyari’atkannya hukum itu. Dalam menentukan maksud dan tujuan hukum, tidak dapat diabaikan pemahaman tentang maslahat dan mafsadat yang menjadi inti kajian maqasid al- syari’ah.