SlideShare a Scribd company logo
HUKUM PIDANA KHUSUS
Rio Christian
TOPIK
Pengantar
Pelanggaran HAM yang Berat
Narkotika
Pidana Militer
Perbankan
2
PENGANTAR
Pengantar
• Pada intinya, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang mengandung
penyimpangan dari asas-asas umum, baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana
formil
• Notes: hukum pidana khusus tidak tepat apabila disebut sebagai hukum pidana di luar
KUHP  karena tidak setiap hukum pidana di luar KUHP berisi penyimpangan asas-asas
umum
PIDANA KHUSUS
4
Latar Belakang dan Tujuan Pengaturan
Hukum Pidana Khusus
• Kriminalitas berkembang pesat seiring pesatnya globalisasi  globalisasi memunculkan
kejahatan terorganisasi dan bersifat transnasional  penanganan kejahatan memerlukan
kerja sama internasional (Vide Konvensi Palermo)
• Sesempurnanya KUHP WvS yang kurang lebih sudah 300 tahun pada suatu saat sulit untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat
• Diperlukan hukum pidana yang menyimpangi asas-asas umum yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan berkembang.
PIDANA KHUSUS
5
Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus
• Karena bersifat khusus, dasar keberlakuannya menyimpang dari Ketentuan Umum Buku I KUHP WvS.
• Penyimpangan baik dalam pidana materiil maupun pidana formil.
• Kekhususan dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, subjek tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, APH,
pidana dan pemidanaan:
• Subjek tindak pidana  korporasi, komandan militer
• Pertanggungjawaban pidana  vicarious liability, pembagian beban pembuktian
• APH  BNPT, BNN, PPATK, Komnas HAM
• Pidana dan pemidanaan  kumulatif, alternatif-kumulatif, minimum khusus, defininte sentence
PIDANA KHUSUS
6
Pintu Pembuka Pertumbuhan Hukum Pidana
Khusus
• Pasal 103 KUHP WvS “Ketentuan-Ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-
perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-
undang ditentukan lain”.
• Tafsir Pasal 103 KUHP WvS:
• Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU itu tidak
menentukan lain.
• Adanya kemungkinan UU Pidana di luar KUHP karena KUHP WvS tidak mengatur seluruh tindak pidana di
dalamnya
PIDANA KHUSUS
7
Komparasi Pidana Umum dan Pidana Khusus
Pidana Umum Pidana Khusus
Pengertian Perundang-undangan pidana
yang berlaku umum
Perundang-undangan pidana di
bidang tertentu yang berisi ketentuan
khusus menyimpang dari aturan
umum
Dasar Tercantum dalam KUHP dan
perundang-undangan yang
mengubah dan menambah
KUHP
Tercantum dalam perundang-
undangan di luar KUHP yang
bersanksi pidana
Kewenangan
Penyidikan
Polisi atau PPNS Polisi, PPNS, Jaksa, BNN, KPK,
Komnas HAM
Penuntutan Jaksa Penuntut Umum Jaksa Penuntut Umum, Jaksa KPK,
Penuntut Umum Ad Hoc
Pengadilan Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri, Pengadilan
Khusus
PIDANA KHUSUS
8
Kekhususan di Bidang Hukum Pidana Formil
• Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM  Pelanggaran HAM yang berat (Vide Pasal 18 UU 26 Tahun 200 tentang Pengadilan
HAM)
• Penyidikan dapat dilakukan oleh Polisi, Jaksa, atau KPK (Tipikor)
• Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana umum atau pidana ringan  Vide Pasal 25 UU Tipikor
• Dimungkinkan gugatan perdata terhadap keluarga tersangka atau terdakwa tipikor apabila tersangka atau terdakwa meninggal
dunia  Vide Pasal 33 dan Pasal 34 UU Tipikor
• Diadili di peradilan khusus  Pengadilan Tipikor, Pengadilan HAM, Pengadilan Militer, Pengadilan Perikanan
• Peradilan in absentia  Tipikor (Vide Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor), TPPU (Vide Pasal 79 ayat (1) UU PTPPU), Perikanan (Vide
Pasal 79 UU Perikanan jo. SEMA 3/2007), Terorisme (Vide Pasal 35 ayat (1) PERPPU 1/2002)
• Pembuktian terbalik  Tipikor (Vide Pasal 37 UU Tipikor), TPPU (Vide Pasal 77 UU PTPPU)
• Larangan menyebutkan identitas pelapor  Terorisme (Vide Pasal 34A UU Terorisme)
• Perluasan alat bukti (alat bukti elektronik, informasi intelijen)
PIDANA KHUSUS
9
Kekhususan di Bidang Hukum Pidana Materiil
• Sanksi pidana kumulatif-alternatif, kumulatif, minimum khusus, definite sentence, double track system
• Pidana untuk korporasi  pidana denda ditambah 1/3
• Ancaman pidana untuk percobaan dan pembantuan  disamakan dengan pelaku (Vide Pasal 41 UU Pengadilan
HAM, Pasal 10 UU PTPPU)
• Perluasan asas territorial  Pasal 2 UU ITE
• Bisa berlaku retroaktif  Pelanggaran HAM yang berat (Vide Pasal 43 UU Pengadilan HAM berat)
PIDANA KHUSUS
10
PELANGGARAN HAM YANG
BERAT
Pelanggaran HAM vs Pelanggaran HAM yang Berat
• HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia (Vide Pasal 1 angka 1 UU HAM).
• HAM ada 2, yakni derogables dan non derogables
• Derogables  hak berpendapat, hak berasosiasi
• Non derogables  hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak persamaan di hadapan hukum
• Pelanggaran HAM  pelanggaran terhadap derogables dan non derogables rights
• Pelanggaran HAM Berat  pelanggaran terhadap derogables dan non derogables rights yang
dilakukan secara seluas dan sistematis
PIDANA KHUSUS
12
Latar belakang adanya Pengadilan HAM Berat
• Pelanggaran HAM berat ketika Orde Baru
• Pelanggaran HAM Berat Timor Timur
PIDANA KHUSUS
13
Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, dan Kejahatan Perang
Genosida Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan Perang
Pengertian
• Perbuatan yang dilakukan dengan
maksud menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama (Pasal 8 UU
Pengadilan HAM)
• Salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau
sistematis yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil
(Pasal 9 UU Pengadilan HAM)
• Perbuatan dapat berupa
pembunuhan, pemusnahan,
penyiksaan, atau perbudakan
Segala macam bentuk
kejahatan yang dilakukan
dalam konteks perang yang
terdiri atas international
conflict dan internal conflict
Unsur
• Merupakan dolus specialis • Tindakan yang ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil
tidak tergantung pada identitas
kelompok
• Tindakan tersebut sebagai bagian
dari serangan yang meluas dan
sistematis
• Pelanggaran terhadap
konvensi Geneva dan
konvensi hague
• Pelanggaran harus
memiliki hubungan
dengan perang
Tempus Perang Perang atau waktu damai Perang
PIDANA KHUSUS
14
Yurisdiksi Pengadilan HAM
• Material Jurisdiction (Ratione Materiae)
• Genosida
• Kejahatan terhadap Kemanusiaan
• Terrritorial Jurisdiction (Ratione Loci)
• Di dalam wilayah Indonesia
• Di luar wilayah Indonesia
• Temporal Jurisdiction (Ratione Temporis)
• Setelah berlakunya UU Pengadilan HAM
• Sebelum berlakunya UU Pengadilan HAM
• Personal Jurisdiction
• Individual Responsibility, termasuk komandan militer dan atasan polisi atau sipil
PIDANA KHUSUS
15
Kekhususan dalam Pelanggaran HAM Berat
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Dapat berlaku retroaktif (Pasal 43)
2. Tidak mengenal daluwarsa (Pasal 46)
3. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan
jahat dianggap delik selesai (Pasal 41)
4. Indeterminate Sentence
1. Penyelidikan oleh Komnas HAM, Penyidikan
dan Penuntutan oleh Jaksa Agung, Hakim
berjumlah 5 (2 Hakim Pengadilan HAM
bersangkutan dan 3 Hakim ad-hoc)
2. Adanya Pengadilan HAM sebagai
Pengadilan khusus di bawah lingkungan
peradilan umum
3. Penahanan di penyidikan maksimal 240 hari,
Penuntutan maksimal 70 hari, Pengadilan
maksimal 120 hari
PIDANA KHUSUS
16
Pengadilan HAM Ad-Hoc
PIDANA KHUSUS
17
TINDAK PIDANA MILITER
Pengertian dan Lingkup Hukum Pidana Militer
• Hukum pidana militer merupakan bagian dari hukum militer yang dapat ditinjau secara luas maupun
sempit
• Dalam arti luas mencakup tiga macam:
• Hukum pidana militer materiil
• Hukum acara pidana militer
• Hukum pelaksanaan pidana (penitensier) militer
• Dalam arti sempit, hanya hukum pidana materiil.
PIDANA KHUSUS
19
Pengertian Hukum Pidana Militer Materiil
• Hukum pidana militer materiil merupakan bagian dari hukum pidana militer yang mengatur
atau membicarakan tiga hal, yakni:
• Perbuatan yang dilarang  tindak pidana
• Sanksi yang diancamkan terhadap perbuatan yang dilarang  sanksi pidana
• Persyaratan yang harus dipenuhi supaya sanksi pidana bisa dijatuhkan  pertanggungjawaban pidana
PIDANA KHUSUS
20
Sumber Hukum Pidana Militer Materiil
• Sumber hukum pidana materiil militer di Indonesia adalah KUHPM
• KUHPM berasal dari WvMS v. NI
• WvMS v. NI diubah menjadi WvMS dan diberlakukan di Indonesia melalui UU 39/1947
PIDANA KHUSUS
21
Tindak Pidana Militer
• Tindak pidana militer  kejahatan yang diatur dalam Buku II KUHPM
• Tindak pidana militer diklasifikasikan menjadi tindak pidana militer murni dan tindak pidana
militer campuran
• Tindak pidana militer murni (Zuiver Militaria Delict)  hanya bisa dilakukan oleh milter (tidak
hadir tanpa izin, desersi, insubordinasi)
• Tindak pidana militer campuran (Gemengde Militerire Delict)  perkara koneksitas
(dilakukan secara Bersama-sama antara sipil dan militer)
PIDANA KHUSUS
22
Ketidakhadiran Tanpa Izin (Pasal 85 & 86 KUHPM)
• Dengan sengaja  ancaman pidana dibedakan, yakni:
• Dalam waktu damai  pidana penjara maksimum 1 tahun 4 bulan, apabila ketidakhadiran dalam waktu damai
minimal 1 hari dan tidak lebih lama dari 30 hari
• Dalam waktu perang  pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu
perang tidak lebih lama dari 4 hari
PIDANA KHUSUS
23
Desersi (Pasal 87 KUHPM)
• Desersi murni  Pasal 87 ayat (1) ke-1
• Desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin  Pasal 87 ayat (1)
ke-2 dan ke-3
• Empat macam keadaan yang dirumuskan sebagai bentuk desersi murni:
• Militer yang pergi dengan maksud untuk menarik diri untuk selamanya dari kewajiban dinas;
• Militer yang pergi dengan maksud untuk menghindari bahaya perang;
• Militer yang pergi dengan maksud untuk menyeberang ke musuh;
• Militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa
dibenarkan untuk itu.
PIDANA KHUSUS
24
Insubordinasi (Pasal 106-109 KUHPM)
• Merupakan tindak pidana melawan atasan yang dilakukan oleh TNI di saat jam dinas
ataupun di luar jam dinas dengan syarat atasan tersebut mendapat surat perintah dinas
untuk mengemban tugas atau mewakili kompi satuannya
• Terbagi menjadi 3
• Direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan luka, menyebabkan kematian  Pasal 107 KUHPM
• Dilakukan dua orang atau lebih secara Bersatu (muiterij)  Pasal 108 KUHPM
• Dilakukan waktu perang atau muiterij di perahu atau pesawat terbang  Pasal 109 KUHPM
PIDANA KHUSUS
25
Tindak Pidana Militer Campuran
• Merupakan beberapa tindak pidana dalam Buku II KUHP WvS yang dimasukkan ke KUHPM dengan
pertimbangan kepentingan militer, misalnya kejahatan terhadap keamanan negara (Pasal 64 s.d. Pasal
72 KUHPM, pencurian dan penadahan barang-barang militer (Pasal 140 s.d. Pasal 146 KUHPM),
merusakkan, penghancuran, atau penghilangan fasilitas atau aset militer (Pasal 147 s.d. Pasal 149
KUHPM)
PIDANA KHUSUS
26
Tindak Pidana Militer
• Sanksi pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana militer di KUHPM meliputi pidana
pokok dan pidana tambahan
• Pidana pokok dalam KUHPM:
• Pidana mati
• Pidana penjara
• Pidana kurungan
• Pidana tutupan
• Pidana tambahan dalam KUHPM:
• Pemecatan dari dinas militer
• Penurunan pangkat
• Pencabutan hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) ke-1, ke-2, dan ke-3 KUHP WvS
PIDANA KHUSUS
27
Hukum Acara Pidana Militer
• Hukum Acara Pidana Militer merupakan bagian dari Hukum Pidana Militer yang mengatur proses
penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer
• Tindak pidana yang dilakukan oleh militer bisa mencakup “tindak pidana militer” maupun “tindak pidana
umum”
• Tindak pidana militer merupakan semua tindak pidana yang diatur dan dirumuskan di dalam KUHPM.
• Tindak pidana umum merupakan semua tindak pidana yang diatur dan dirumuskan di luar KUHPM
(misal KUHP dan UU Pidana di luar KUHP).
• Dasar hukum  UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
PIDANA KHUSUS
28
Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana Militer
• Penyidikan merupakan tindakan Penyidik TNI untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti guna
membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya
• Penyidik TNI meliputi Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum), PM, dan Oditur (Pasal 1 angka 11 UU
Peradilan Militer)
• Pelaksanaan penyidikan dilakukan oleh PM dan Oditur
• Penyelidikan tidak diatur dalam UU Peradilan Militer karena penyelidikan merupakan fungsi dan
kewenangan yang melekat dalam penyidikan
PIDANA KHUSUS
29
Penyerahan Perkara dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Penyerahan Perkara merupakan tindakan Perwira Penyerah Perkara (Papera) untuk menyerahkan
perkara tindak pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer (Pasal 1 angka 22 UU Peradilan
Militer)
• Menyerahkan perkara berarti Papera meminta kepada Oditur untuk melakukan “penuntutan” tindak
pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer
• Penuntutan merupakan tindakan Oditur untuk melimpahkan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh
militer ke Peradilan Militer
• Penuntutan berarti bagian dari tahap penyerahan perkara dalam Hukum Acara Pidana Militer
• Papera adalah para komandan militer, meliputi Panglima TNI, Kepala Staf (KSAD, KSAL, KSAU), dan
komandan militer lainnya minimal setingkat Komandan Korem (Pasal 122 UU Peradilan Militer)
PIDANA KHUSUS
30
Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Mekanisme pemeriksaan sidang Pengadilan terdiri dari acara pemeriksaan biasa (Pasal 141 s.d. Pasal 197), acara
pemeriksaan cepat (Pasal 211 s.d. Pasal 218), acara pemeriksaan koneksitas (Pasal 198 s.d. Pasal 203), dan
acara pemeriksaan khusus (Pasal 204 s.d. Pasal 210)
• Alat bukti dalam Hukum Acara Pidana Militer (Pasal 172) meliputi:
• Keterangan saksi
• Keterangan ahli
• Keterangan terdakwa
• Surat
• petunjuk
• Putusan pengadilan terdiri atas putusan pemidanaan (veroordeling), putusan bebas (vrijspraak), dan putusan lepas
(onslag van alle rechtsvervolging)
PIDANA KHUSUS
31
Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Acara Pemeriksaan Cepat  untuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-
undangan lalu lintas dan angkutan jalan
• Acara Pemeriksaan Koneksitas  untuk perkara tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara
militer dengan sipil, akan diperiksa dan diadili di peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan
Menteri dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM harus diperiksa dan diadili di peradilan militer
• Acara Pemeriksaan Khusus  untuk perkara pidana yang dilakukan di daerah pertempuran (ketika
perang). Dalam hal upaya hukum, Oditur atau Terdakwa hanya dappat mengajukan kasasi.
PIDANA KHUSUS
32
Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Pemeriksaan sidang di Peradilan Militer dilaksanakan oleh:
• Pengadilan Militer
• Pengadilan Militer Tinggi
• Pengadilan Militer Utama
• Pemeriksaan sidang terhadap tindak pidana yang dilakukan anggota militer pada waktu perang akan
dilaksanakan oleh Pengadilan khusus yang disebut Pengadilan Militer Pertempuran (Pasal 204)
PIDANA KHUSUS
33
Pengadilan Militer
• Berwenang mengadili pada tingkat pertama terhadap tindak pidana yang dilakukan militer berpangkat
kapten ke bawah
• Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah pangkatnya Mayor, sedangkan
Hakim Anggota dan Oditur paling rendah berpangkat Kapten atau setidaknya berpangkat setingkat
lebih tinggi dari pangkat Terdakwa yang diadili
• Berkedudukan di Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, Denpasar, Kupang, Makassar, Manado,
Ambon, Jayapura, Manokwari
PIDANA KHUSUS
34
Pengadilan Militer Tinggi
• Berwenang mengadili pada tingkat pertama terhadap tindak pidana yang dilakukan militer berpangkat
mayor ke atas
• Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah pangkatnya Kolonel, sedangkan
Hakim Anggota dan Oditur paling rendah berpangkat Letkol atau setidaknya berpangkat setingkat lebih
tinggi dari pangkat Terdakwa yang diadili
• Berwenang mengadili tingkat banding terhadap putusan Pengadilan Militer yang dimohonkan banding
• Berkedudukan di Medan, Jakarta, dan Surabaya
PIDANA KHUSUS
35
Pengadilan Militer Utama
• Berwenang mengadili pada tingkat banding terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Militer
Tinggi dan dimohonkan upaya hukum banding kepada Pengadilan Militer Utama
• Berkedudukan di Ibu kota negara
PIDANA KHUSUS
36
Perkembangan Baru dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Berdasarkan Pasal 9 angka 1 UU Peradilan Militer, militer yang melakukan tindak pidana (tindak
pidana militer dan tindak pidana umum) diadili di Peradilan Militer
• Berdasarkan Pasal 3 ayat (4) TAP MPR VII/MPR/2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU TNI, militer yang
melakukan tindak pidana militer diadili di Peradilan Militer, sedangkan militer yang melakukan tindak
pidana umum diadili di Peradilan Umum
PIDANA KHUSUS
37
TINDAK PIDANA NARKOTIKA
DAN PSIKOTROPIKA
Peraturan
• UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
• UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
• PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
• PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Narkotika
• PP Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
• Perpres Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 2010 tentang BNN
• SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan
Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
• SEMA Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam
Lembaga Rehabilitas Medis dan Rehabilitas Sosial
PIDANA KHUSUS
39
Pengertian dan Jenis
• Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
• Tujuan narkotika  Pasal 4 UU Narkotika. Pertama, menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua,
mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. Ketiga,
memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Keempat, menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika
• UU Narkotika merupakan administrative penal law  mengatur pengelolaan dan persediaan narkotika
dan mengatur penyalahgunaan narkotika
PIDANA KHUSUS
40
Penggolongan Narkotika (Pasal 6 ayat (1) dan
Penjelasannya)
• Golongan I  hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan (65
jenis)
• Golongan II  berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (86 jenis)
• Golongan III  berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (14
jenis)
* Narkotika Golongan I digolongkan sebagai reagensia diagnostik (secara terbatas digunakan untuk
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis narkotika atau
bukan) dan sebagai reagensia laboratorium (secara terbatas digunakan untuk mendeteksi suatu
zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh penyidik apakah termasuk jenis narkotika atau bukan)
PIDANA KHUSUS
41
Penggolongan Narkotika (Permenkes Nomor 4 Tahun
2021)
• Legalitas penggolongan narkotika dalam Permenkes  Pasal 6 ayat (3) UU Narkotika
• Golongan I berjumlah 191 jenis
• Golongan II berjumlah 91 jenis
• Golongan III berjumlah 15 jenis
PIDANA KHUSUS
42
Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika
dan Psikotropika
• Menggunakan perspektif politik kriminal  kebijakan yang penanggulangan tindak pidana dengan penal dan non
penal yang harus dijalankan secara integral dan komprehensif
• Langkah melaksanakan politik kriminal menurut Peter Hoefnagels:
• Criminal Law Application
• Prevention without Punishment
• Infuencing views of society on crime and punishment by mass media
PIDANA KHUSUS
43
Pencegahan Penanggulangan Tindak Pidana
Narkotika dan Psikotropika
• Pengurangan Permintaan
• Primer  individu yang belum tersentuh narkotika
• Sekunder  yang rawan akan narkotika, misalnya pekerja malam
• Tersier  pada orang orang yang sudah terkena narkotika dengan cara rehabilitasi
• Terapi dan rehabilitasi
• Pengawasan sediaan (supply control)
• Pengawasan jalur legal  narkotika dan prekursor untuk keperluan medis, iptek, dan industry diawasi
pemerintah
• Pengawasan jalur illegal  penyelundupan darat, udara, laut
PIDANA KHUSUS
44
Tindak Pidana dan Jenis Sanksi
• Perihal perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika
• Jenis sanksi pidana:
• Pidana pokok  mati, penjara seumur hidup, penjara dalam kurung waktu tertentu, kurungan, denda
• Pidana tambahan  pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum
• Sanksi tindakan  pengusiran WNA, rehabilitasi
• Pidana mati dalam UU Narkotika  Pasal 113 ayat (2), 114 ayat (2), 116 ayat (2), 118 ayat
(2), 119 ayat (2), 121 ayat (2), 133 ayat (1)
• Percobaan atau permufakatan jahat dianggap delik selesai
PIDANA KHUSUS
45
Penyidikan dalam Tindak Pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika
• Dasar Hukum:
• Pasal 71 UU Narkotika  Penyidik BNN
• Pasal 81 UU Narkotika  Penyidik Polri
• Pasal 1 ayat (1) Perpres 23/2010
• Pasal 4 Perpres 23/2010
• Kewenangan Penyidik BNN (Pasal 75 UU Narkotika)  melakukan penyelidikan atas
laporan serta keterangan tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
precursor, memeriksa orang atau korporasi yang diduga, memanggil orang sebagai saksi,
melakukan tes urine, mengambil sidik jari dan memfoto tersangka
PIDANA KHUSUS
46
Kekhususan dalam Tindak Pidana Narkotika
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi (Pasal 130)
2. Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan
pencabutan status badan hukum (Pasal 130 ayat (2)
3. Pembuktian terbalik (Pasal 98)
4. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat
dianggap delik selesai (Pasal 132)
5. Indeterminate Sentence
1. Penangkapan 3x24 jam bisa diperpanjang 3x24 jam
2. diperbolehkan adanya penyadapan yang dapat
dilakukan paling lama 3 bulan dan kalau dalam
keadaan mendesak dapat tanpa izin
3. Terdapat kewenangan khusus penyidik BNN, misanya
dapat memerintahkan bank atau Lembaga keuangan
untuk blokir rekening yang diduga hasil
penyalahgunaan narkotika, meminta bantuan interpol
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan
penyitaan barang bukti di LN
4. Ada sanksi tindakan berupa rehabilitasi (medis dan
sosial)
5. Perluasan alat bukti  informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dan data yang
dapat dilihat, dibaca, atau didengar (Pasal 86)
PIDANA KHUSUS
47
Psikotropika
• Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sistesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
• Tujuan psikotropika adalah untuk menjamin ketersedian psikotropika guna kepentingan pelayanan Kesehatan dan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredaran gelap psikotropika (Pasal 3
UU Psikotropika)
• Ruang lingkup psikotropika adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan psikotropika
• Golongan I  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan II  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan III  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan IV  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan
PIDANA KHUSUS
48
Tindak Pidana dan Jenis Sanksi
• Perihal perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 72 UU Psikotropika
• Jenis sanksi pidana:
• Pidana pokok  mati, penjara seumur hidup, penjara dalam kurung waktu tertentu, denda
• Pidana tambahan  pencabutan izin usaha
• Sanksi tindakan  pengusiran WNA, rehabilitasi
• Perumusan jenis pidana ada yang bersifat kumulasi-alternatif (Pasal 65) dan kumulasi (Pasal 59 dan 60)
• Percobaan atau permufakatan jahat dianggap delik selesai (Pasal 69)
PIDANA KHUSUS
49
Kekhususan dalam Tindak Pidana Psikotropika
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi (Pasal 130)
2. Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha
(Pasal 70)
3. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat
dianggap delik selesai (Pasal 69)
4. Indeterminate Sentence (Pasal 59), indefinite sentence
(Pasal 60)
1. Adanya penyidik PPNS (PPNS bidang Kesehatan,
PPNS Ditjen Bea Cukai) yang berwenang melakukan
penyidikan (Pasal 56)
2. Penyidik Polri diperbolehkan adanya penyadapan yang
dapat dilakukan paling lama 30 hari (Pasal 55)
3. Terdapat kewenangan khusus penyidik BNN, misanya
dapat memerintahkan bank atau Lembaga keuangan
untuk blokir rekening yang diduga hasil
penyalahgunaan narkotika, meminta bantuan interpol
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan
penyitaan barang bukti di LN
4. Ada sanksi tindakan berupa rehabilitasi (medis dan
sosial) dan pengusiran bagi WNA
PIDANA KHUSUS
50
TINDAK PIDANA PERBANKAN
Tindak Pidana Perbankan
• Diatur dan dirumuskan dalam UU Perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
• Bentuk-bentuk tindak pidana perbankan meliputi tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan,
berkaitan dengan pembukuan, dan berkaitan dengan perkreditan
PIDANA KHUSUS
52
Tindak Pidana Berkaitan dengan Perizinan
• Bank gelap  Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan, yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan tanpa izin dari pimpinan BI diancam dengan pidana penjara 5-15 tahun dan denda
10-200 M
• Tidak memberikan keterangan  di Pasal 47 UU Perbankan: bank yang bersifat privat dapat ditembus
dengan syarat izin dari BI
PIDANA KHUSUS
53
Tindak Pidana Berkaitan dengan Pembukuan
• Melakukan tindak pidana sesuai dengan anggaran dasar. Di Pasal 49 UU Perbankan seperti
pencatatan palsu dalam pembukuan atau proses laporan, menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan, atau menghapus suatu pencatatan
dalam pembukuan atau laporan
PIDANA KHUSUS
54
Tindak Pidana Berkaitan dengan Perkreditan
• Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan  dengan sengaja pihak bank menerima, mengizinkan, menyetujui
untuk terima imbalan, komisi, uang, barang untuk kepentingan pribadi untuk kelancaran kredit melebihi
batas
PIDANA KHUSUS
55
Pertanggungjawaban dan Sanks Pidana dalam Tindak
Pidana Perbankan
• Pertanggungjawaban pidana
• Subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan
• di UU Perbankan sendiri menggunakan frasa “barang siapa”, sehingga merujuk ke perseorangan ataupun korporasi. Akan
tetapi, terdapat kekurangan di UU Perbankan bahwa korporasi tidak dikualifikasikan sebagai subjek hukum “barang siapa”
sehingga sering terjadi perdebatan terkait hal ini
• Ada subjek khusus, seperti dewan komisaris, pegawai bank, atau pihak lain
• Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan
• Dengan adanya unsur “dengan sengaja” ataupun “kelalaian atau kealpaan” dalam perumusan pasal maka dapat dikatakan
pertanggungjawaban pidananya berdasarkan liability based on fault
• Pidana penjara dan denda diancamkan terhadap tindak pidana perbankan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan,
sedangkan tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran diancam dengan pidana kurungan dan denda
• Sanksi pidana  Pertama, pidana penjara dan denda diancamkan terhadap tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai
kejahatan, sedangkan tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran diancam dengan pidana kurungan dan
denda. Kedua, straftmaat nya adalah indeterminate sentence . Ketiga, terdapat sanksi administratif Pada Pasal 52 berupa denda
uang, teguran tertulis, atau penurunan tingkat kesehatan bank
PIDANA KHUSUS
56
Kekhususan dalam Tindak Pidana Perbankan
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi dan adresat
khusus seperti dewan komisaris, direksi, pegawai
bank, atau pihak lainnya
2. Perumusan sanksi pidana menggunakan sistem
kumulasi dan perumusan ancaman pidana
menggunakan indeterminate sentence
1. Adanya sanksi administratif oleh Bank Indonesia
2. Permintaan keterangan terdakwa dari Bank
PIDANA KHUSUS
57
LATIHAN SOAL
Latihan Soal UTS
1. Hukum pidana khusus adalah
a. Peraturan pidana di luar KUHP
b. Peraturan pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan pemidanaan
c. Peraturan pidana yang sesuai dengan ketentuan umum pidana materiill dan formil
d. Peraturan pidana yang menyimpang dari ketentuan umum pidana materiil dan formil
2. Hukum pidana khusus disebut sebagai hukum pidana di luar KUHP
True
False
3. Tindak pidana khusus di bawah ini merupakan pidana khusus intra, kecuali
a. UU Narkotika
b. UU Terorisme
c. UU Perdagangan Orang
d. UU Pemberantasan Korupsi
4. Pasal 103 KUHP menyatakan bahwa Buku I KUHP berlaku terhadap
a. Tindak pidana dalam KUHP saja
b. Tindak pidana yang belum diatur
c. Tindak pidana warisan hukum Belanda
d. Tindak Pidana di dalam dan luar KUHP
5. Administrative Penal Law adalah
a. UU administratif yang memiliki ketentuan pidana
b. Perda dengan penegakan hukum
c. UU HAN yang mengatur pidana sebagai pengaturan
d. Semua benar
PIDANA KHUSUS
59
Latihan Soal UTS
1. Berikut adalah hal yang dapat menjadi elemen pembeda antara genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
a. Korban dari genosida adalah suatu kelompok ras/etnis/agama tertentu
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan secara meluas dan sistematis
c. Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat terjadi dalam masa perang
d. Genosida diatur dalam Statuta Roma dan hukum positif
2. Pada orde baru, ada banyak kasus pelanggaran HAM berat yang luput dari proses peradilan dan mengakibatkan impunitas. Pasca orde baru, dikeluarkan UU
Pengadilan HAM untuk mengadili para pelanggar HAM berat. Berikut adalah pernyataan yang paling tepat terkait proses peradilan terhadap kasus pelanggaran HAM
berat di Indonesia di masa lalu:
a. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili atas Kepres dengan rekomendasi DPR
b. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili di Pengadillan HAM karena Pasal 43 UU Pengadilan HAM menganut asas nonretroaktif
c. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili dengan dibentuk Pengadilan HAM Ad-Hoc atas inisiatif Jaksa Agung
d. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu tidak dapat diadili di Pengadilan HAM karena UU Pengadilan HAM menganut asas nonretroaktif
3. Berikut adalah pernyataan yang tepat terkait dengan Hakim Ad-Hoc berdasarkan UU Pengadilan HAM, kecuali
a. Setidaknya Hakim Ad-Hoc di Pengadillan Tinggi berjumlah 12 orang
b. Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadillan HAM dilakukan oleh presiden
c. Komposisi Hakim Ad-Hoc dalam pemeriksaan perkara Pelanggaran HAM berat adalah 3 orang
d. Ketua MA dapat memberikan saran dalam pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadilan HAM
4. Kelompok bersenjata X melakukan penyerangan terhadap Suku Y dengan menyabotase akses transportasi bahan pangan untuk anggota Suku Y dan melakukan
pemindahan secara paksa. Hal tersebut dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM berat karena:
a. Memiliki tujuan menghancurkan seluruh atau sebagian suatu kelompok
b. Adanya ketidakberdayaan korban dalam melakukan perlawanan
c. Melanggar HAM orang
d. Korban merupakan suatu kelompok sipil
PIDANA KHUSUS
60
Latihan Soal UTS
1. Berikut ini merupakan jenis upaya hukum atas putusan perkara pidana yang diatur dalam UU Peradilan Milliter, kecuali
a. Banding
b. Kasasi
c. Peninjauan Kemballi
d. amnesti
2. Mekanisme acara pemeriksaan khusus dalam UU Peradilan Militer ditujukan untuk:
a. Mengadili anggota militer yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer yang berupa tindak pidana ringan
b. Mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana pada waktu perang
c. Mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat
d. Mengadili anggota militer yang merugikan kepentingan militer
3. Tindak pidana militer dalam KUHPM di bawah ini yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana militer murni adalah
a. Ketidakhadiran tanpa izin yang dilakukan oleh anggota militer
b. Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh militer
c. Pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota militer
d. Pemberontakan yang dilakukan oleh anggota militer
4. Dalam UU Peradilan Militer dikenal mekanisme acara pemeriksaan cepat yang dimaksudkan untuk mengadili perkara tertentu yang dilakukan anggota militer, yaitu:
a. Pelanggaran hukum disiplin militer yang dilakukan oleh anggota militer
b. Perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas tertentu yang dilakukan anggota militer
c. Ketidakhadiran tanpa izin
d. Desersi
PIDANA KHUSUS
61
Latihan Soal UTS
1. Dalam hal penyidik polri atau penyidik BNN menemukan tanaman narkotika, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan yang sudah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan maka penyidik wajib memusnahkan dalam waktu
a. Paling lama 14 hari sejak saat ditemukan
b. Paling lama 7 hari sejak saat ditemukan
c. Paling lama 2 x 24 jam sejak saat ditemukan
d. Tidak dimusnahkan
2. Selain pidana pokok dan pidana tambahan, UU Narkotika juga mengenal sanksi tindakan:
True
False
3. Memerintahkan pihak bank atau Lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahguna dan peredaran gelap narkotika milik
tersangka atau pihak lain yang terkait merupakan kewenangan dari
a. Penyidik Polri
b. Penyidik BNN
c. Penyidik PPNS tertentu
d. Semua benar
PIDANA KHUSUS
62
63
PIDANA
KHUSUS
THANK YOU
Rio Christian

More Related Content

What's hot

Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Fenti Anita Sari
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
alsalcunsoed
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Roy Pangkey
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTAndhika Pratama
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Idik Saeful Bahri
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalNuelnuel11
 
Hukum pidana internasional
Hukum pidana internasionalHukum pidana internasional
Hukum pidana internasional
Kardoman Tumangger
 
Resume HPI
Resume HPIResume HPI
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
Ir. Zakaria, M.M
 
Hukum Pidana
Hukum PidanaHukum Pidana
Hukum Pidana
Muhamad Yogi
 
Perbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhap
Perbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhapPerbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhap
Perbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhapElanda Harviyata
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
NasiPadang7
 
Stelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaanStelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaan
Sigit Riono
 
Hukum pidana i
Hukum pidana iHukum pidana i
Hukum pidana i
yahyaanto
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...
Idik Saeful Bahri
 
Hukum Pidana Pemidanaan 2
Hukum Pidana Pemidanaan 2Hukum Pidana Pemidanaan 2
Hukum Pidana Pemidanaan 2
alsalcunsoed
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Rudi Sudirdja
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Sigit Riono
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
Indah Greensei
 

What's hot (20)

Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
 
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPTMateri kuliah Hukum Acara Pidana PPT
Materi kuliah Hukum Acara Pidana PPT
 
Kriminologi
KriminologiKriminologi
Kriminologi
 
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)
 
Sumber hukum internasional
Sumber hukum internasionalSumber hukum internasional
Sumber hukum internasional
 
Hukum pidana internasional
Hukum pidana internasionalHukum pidana internasional
Hukum pidana internasional
 
Resume HPI
Resume HPIResume HPI
Resume HPI
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Hukum Pidana
Hukum PidanaHukum Pidana
Hukum Pidana
 
Perbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhap
Perbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhapPerbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhap
Perbandingan antara uu korupsi dengan kuhp dan kuhap
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
 
Stelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaanStelsel pemidanaan
Stelsel pemidanaan
 
Hukum pidana i
Hukum pidana iHukum pidana i
Hukum pidana i
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana ekonomi: tindak pidana perbankan (Idik Sa...
 
Hukum Pidana Pemidanaan 2
Hukum Pidana Pemidanaan 2Hukum Pidana Pemidanaan 2
Hukum Pidana Pemidanaan 2
 
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
Pembahasan soal hukum pidana fh unpas tahun 2014
 
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidanaAlasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
Alasan penghapus penuntutan & kewenangan menjalankan pidana
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 

Similar to Hukum Pidana Khusus.pptx

Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
AZIS50
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
ssuser0a01f91
 
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptxOK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
ssuserfaa0b2
 
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesia
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesiaPENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesia
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesia
annisa615455
 
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...
BetlehemKetarenR
 
ILMU HUKUM - Asas Asas Hukum Pidana
ILMU HUKUM - Asas Asas Hukum PidanaILMU HUKUM - Asas Asas Hukum Pidana
ILMU HUKUM - Asas Asas Hukum Pidana
Diana Amelia Bagti
 
VII. Pembedaan Hukum.pptx
VII. Pembedaan Hukum.pptxVII. Pembedaan Hukum.pptx
VII. Pembedaan Hukum.pptx
donihasmanto
 
hukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdfhukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdf
FitriaAbdullah
 
Tindak pidana khusus
Tindak pidana khususTindak pidana khusus
Tindak pidana khususAyuu Ebbol
 
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................
AmazingIrham
 
Uu 26 2000
Uu 26 2000Uu 26 2000
Uu 26 2000
People Power
 
Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...
Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...
Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...
ssuserb1f6831
 
Disertasi hukum
Disertasi hukum Disertasi hukum
Disertasi hukum
Konsultan Tesis
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
angkat re
 
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
DiasSaktiawan
 
hukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptx
hukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptxhukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptx
hukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptx
ssuserd30037
 
Konstitusi Indonesia.pptx
Konstitusi Indonesia.pptxKonstitusi Indonesia.pptx
Konstitusi Indonesia.pptx
SuprihatinTinah
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PuputDachi
 

Similar to Hukum Pidana Khusus.pptx (20)

Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptxOK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
OK_Pengadilan_HAM_di_Indonesia.pptx
 
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesia
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesiaPENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesia
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA untuk kelas pengantar hukum indonesia
 
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...
 
ILMU HUKUM - Asas Asas Hukum Pidana
ILMU HUKUM - Asas Asas Hukum PidanaILMU HUKUM - Asas Asas Hukum Pidana
ILMU HUKUM - Asas Asas Hukum Pidana
 
VII. Pembedaan Hukum.pptx
VII. Pembedaan Hukum.pptxVII. Pembedaan Hukum.pptx
VII. Pembedaan Hukum.pptx
 
hukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdfhukum_pidana.pdf
hukum_pidana.pdf
 
Uu 26 2000 Pjls
Uu 26 2000 PjlsUu 26 2000 Pjls
Uu 26 2000 Pjls
 
Tindak pidana khusus
Tindak pidana khususTindak pidana khusus
Tindak pidana khusus
 
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................
HUKUM ACARA PENGADILAN HAM.pptx..............................
 
Uu 26 2000
Uu 26 2000Uu 26 2000
Uu 26 2000
 
Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...
Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...
Menganalisis-sistem-hukum-dan-peradilan-di-Indonesia-sesuai-dengan-UUD-Negara...
 
Disertasi hukum
Disertasi hukum Disertasi hukum
Disertasi hukum
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
 
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
4. Dr. Yenti - TP Khusus & TP Baru UU KUHP 2023 (3).pdf
 
hukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptx
hukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptxhukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptx
hukumpidanakhusus-111205222429-phpapp01.pptx
 
Konstitusi Indonesia.pptx
Konstitusi Indonesia.pptxKonstitusi Indonesia.pptx
Konstitusi Indonesia.pptx
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
 

Recently uploaded

PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAPEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
AchmadHasanBasri
 
Estimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptx
Estimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptxEstimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptx
Estimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptx
pcaiolenovo20232
 
PERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdf
PERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdfPERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdf
PERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdf
OsmanHjAbdulWahid
 
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
muhammadarsyad77
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
CI kumparan
 
ILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptx
ILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptxILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptx
ILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptx
NinaRahayuBelia
 

Recently uploaded (6)

PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAPEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PEMBUKTIAN HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Estimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptx
Estimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptxEstimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptx
Estimasi Pendapatan Pemerintah Dalam Manajemen Keuangan Daerah.pptx
 
PERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdf
PERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdfPERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdf
PERATURAN KKP (LOJI YANG MENGHENDAKI PERAKUAN KELAYAKAN) 2024.pdf
 
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptxMATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
MATERI PANWASLU KELURAHAN DESA JUNI 2024.pptx
 
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdfRUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
RUU KIA pada Seribu HPK-Raker Tingkat I Komisi VIII DPR RI-25032024-FINAL.pdf
 
ILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptx
ILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptxILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptx
ILMU HUKUM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.pptx
 

Hukum Pidana Khusus.pptx

  • 2. TOPIK Pengantar Pelanggaran HAM yang Berat Narkotika Pidana Militer Perbankan 2
  • 4. Pengantar • Pada intinya, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang mengandung penyimpangan dari asas-asas umum, baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil • Notes: hukum pidana khusus tidak tepat apabila disebut sebagai hukum pidana di luar KUHP  karena tidak setiap hukum pidana di luar KUHP berisi penyimpangan asas-asas umum PIDANA KHUSUS 4
  • 5. Latar Belakang dan Tujuan Pengaturan Hukum Pidana Khusus • Kriminalitas berkembang pesat seiring pesatnya globalisasi  globalisasi memunculkan kejahatan terorganisasi dan bersifat transnasional  penanganan kejahatan memerlukan kerja sama internasional (Vide Konvensi Palermo) • Sesempurnanya KUHP WvS yang kurang lebih sudah 300 tahun pada suatu saat sulit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat • Diperlukan hukum pidana yang menyimpangi asas-asas umum yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan berkembang. PIDANA KHUSUS 5
  • 6. Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus • Karena bersifat khusus, dasar keberlakuannya menyimpang dari Ketentuan Umum Buku I KUHP WvS. • Penyimpangan baik dalam pidana materiil maupun pidana formil. • Kekhususan dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, subjek tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, APH, pidana dan pemidanaan: • Subjek tindak pidana  korporasi, komandan militer • Pertanggungjawaban pidana  vicarious liability, pembagian beban pembuktian • APH  BNPT, BNN, PPATK, Komnas HAM • Pidana dan pemidanaan  kumulatif, alternatif-kumulatif, minimum khusus, defininte sentence PIDANA KHUSUS 6
  • 7. Pintu Pembuka Pertumbuhan Hukum Pidana Khusus • Pasal 103 KUHP WvS “Ketentuan-Ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang- undang ditentukan lain”. • Tafsir Pasal 103 KUHP WvS: • Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU itu tidak menentukan lain. • Adanya kemungkinan UU Pidana di luar KUHP karena KUHP WvS tidak mengatur seluruh tindak pidana di dalamnya PIDANA KHUSUS 7
  • 8. Komparasi Pidana Umum dan Pidana Khusus Pidana Umum Pidana Khusus Pengertian Perundang-undangan pidana yang berlaku umum Perundang-undangan pidana di bidang tertentu yang berisi ketentuan khusus menyimpang dari aturan umum Dasar Tercantum dalam KUHP dan perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP Tercantum dalam perundang- undangan di luar KUHP yang bersanksi pidana Kewenangan Penyidikan Polisi atau PPNS Polisi, PPNS, Jaksa, BNN, KPK, Komnas HAM Penuntutan Jaksa Penuntut Umum Jaksa Penuntut Umum, Jaksa KPK, Penuntut Umum Ad Hoc Pengadilan Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri, Pengadilan Khusus PIDANA KHUSUS 8
  • 9. Kekhususan di Bidang Hukum Pidana Formil • Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM  Pelanggaran HAM yang berat (Vide Pasal 18 UU 26 Tahun 200 tentang Pengadilan HAM) • Penyidikan dapat dilakukan oleh Polisi, Jaksa, atau KPK (Tipikor) • Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana umum atau pidana ringan  Vide Pasal 25 UU Tipikor • Dimungkinkan gugatan perdata terhadap keluarga tersangka atau terdakwa tipikor apabila tersangka atau terdakwa meninggal dunia  Vide Pasal 33 dan Pasal 34 UU Tipikor • Diadili di peradilan khusus  Pengadilan Tipikor, Pengadilan HAM, Pengadilan Militer, Pengadilan Perikanan • Peradilan in absentia  Tipikor (Vide Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor), TPPU (Vide Pasal 79 ayat (1) UU PTPPU), Perikanan (Vide Pasal 79 UU Perikanan jo. SEMA 3/2007), Terorisme (Vide Pasal 35 ayat (1) PERPPU 1/2002) • Pembuktian terbalik  Tipikor (Vide Pasal 37 UU Tipikor), TPPU (Vide Pasal 77 UU PTPPU) • Larangan menyebutkan identitas pelapor  Terorisme (Vide Pasal 34A UU Terorisme) • Perluasan alat bukti (alat bukti elektronik, informasi intelijen) PIDANA KHUSUS 9
  • 10. Kekhususan di Bidang Hukum Pidana Materiil • Sanksi pidana kumulatif-alternatif, kumulatif, minimum khusus, definite sentence, double track system • Pidana untuk korporasi  pidana denda ditambah 1/3 • Ancaman pidana untuk percobaan dan pembantuan  disamakan dengan pelaku (Vide Pasal 41 UU Pengadilan HAM, Pasal 10 UU PTPPU) • Perluasan asas territorial  Pasal 2 UU ITE • Bisa berlaku retroaktif  Pelanggaran HAM yang berat (Vide Pasal 43 UU Pengadilan HAM berat) PIDANA KHUSUS 10
  • 12. Pelanggaran HAM vs Pelanggaran HAM yang Berat • HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Vide Pasal 1 angka 1 UU HAM). • HAM ada 2, yakni derogables dan non derogables • Derogables  hak berpendapat, hak berasosiasi • Non derogables  hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak persamaan di hadapan hukum • Pelanggaran HAM  pelanggaran terhadap derogables dan non derogables rights • Pelanggaran HAM Berat  pelanggaran terhadap derogables dan non derogables rights yang dilakukan secara seluas dan sistematis PIDANA KHUSUS 12
  • 13. Latar belakang adanya Pengadilan HAM Berat • Pelanggaran HAM berat ketika Orde Baru • Pelanggaran HAM Berat Timor Timur PIDANA KHUSUS 13
  • 14. Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, dan Kejahatan Perang Genosida Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan Perang Pengertian • Perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama (Pasal 8 UU Pengadilan HAM) • Salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil (Pasal 9 UU Pengadilan HAM) • Perbuatan dapat berupa pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, atau perbudakan Segala macam bentuk kejahatan yang dilakukan dalam konteks perang yang terdiri atas international conflict dan internal conflict Unsur • Merupakan dolus specialis • Tindakan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil tidak tergantung pada identitas kelompok • Tindakan tersebut sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sistematis • Pelanggaran terhadap konvensi Geneva dan konvensi hague • Pelanggaran harus memiliki hubungan dengan perang Tempus Perang Perang atau waktu damai Perang PIDANA KHUSUS 14
  • 15. Yurisdiksi Pengadilan HAM • Material Jurisdiction (Ratione Materiae) • Genosida • Kejahatan terhadap Kemanusiaan • Terrritorial Jurisdiction (Ratione Loci) • Di dalam wilayah Indonesia • Di luar wilayah Indonesia • Temporal Jurisdiction (Ratione Temporis) • Setelah berlakunya UU Pengadilan HAM • Sebelum berlakunya UU Pengadilan HAM • Personal Jurisdiction • Individual Responsibility, termasuk komandan militer dan atasan polisi atau sipil PIDANA KHUSUS 15
  • 16. Kekhususan dalam Pelanggaran HAM Berat Hukum Materiil Hukum Formil 1. Dapat berlaku retroaktif (Pasal 43) 2. Tidak mengenal daluwarsa (Pasal 46) 3. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat dianggap delik selesai (Pasal 41) 4. Indeterminate Sentence 1. Penyelidikan oleh Komnas HAM, Penyidikan dan Penuntutan oleh Jaksa Agung, Hakim berjumlah 5 (2 Hakim Pengadilan HAM bersangkutan dan 3 Hakim ad-hoc) 2. Adanya Pengadilan HAM sebagai Pengadilan khusus di bawah lingkungan peradilan umum 3. Penahanan di penyidikan maksimal 240 hari, Penuntutan maksimal 70 hari, Pengadilan maksimal 120 hari PIDANA KHUSUS 16
  • 19. Pengertian dan Lingkup Hukum Pidana Militer • Hukum pidana militer merupakan bagian dari hukum militer yang dapat ditinjau secara luas maupun sempit • Dalam arti luas mencakup tiga macam: • Hukum pidana militer materiil • Hukum acara pidana militer • Hukum pelaksanaan pidana (penitensier) militer • Dalam arti sempit, hanya hukum pidana materiil. PIDANA KHUSUS 19
  • 20. Pengertian Hukum Pidana Militer Materiil • Hukum pidana militer materiil merupakan bagian dari hukum pidana militer yang mengatur atau membicarakan tiga hal, yakni: • Perbuatan yang dilarang  tindak pidana • Sanksi yang diancamkan terhadap perbuatan yang dilarang  sanksi pidana • Persyaratan yang harus dipenuhi supaya sanksi pidana bisa dijatuhkan  pertanggungjawaban pidana PIDANA KHUSUS 20
  • 21. Sumber Hukum Pidana Militer Materiil • Sumber hukum pidana materiil militer di Indonesia adalah KUHPM • KUHPM berasal dari WvMS v. NI • WvMS v. NI diubah menjadi WvMS dan diberlakukan di Indonesia melalui UU 39/1947 PIDANA KHUSUS 21
  • 22. Tindak Pidana Militer • Tindak pidana militer  kejahatan yang diatur dalam Buku II KUHPM • Tindak pidana militer diklasifikasikan menjadi tindak pidana militer murni dan tindak pidana militer campuran • Tindak pidana militer murni (Zuiver Militaria Delict)  hanya bisa dilakukan oleh milter (tidak hadir tanpa izin, desersi, insubordinasi) • Tindak pidana militer campuran (Gemengde Militerire Delict)  perkara koneksitas (dilakukan secara Bersama-sama antara sipil dan militer) PIDANA KHUSUS 22
  • 23. Ketidakhadiran Tanpa Izin (Pasal 85 & 86 KUHPM) • Dengan sengaja  ancaman pidana dibedakan, yakni: • Dalam waktu damai  pidana penjara maksimum 1 tahun 4 bulan, apabila ketidakhadiran dalam waktu damai minimal 1 hari dan tidak lebih lama dari 30 hari • Dalam waktu perang  pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu perang tidak lebih lama dari 4 hari PIDANA KHUSUS 23
  • 24. Desersi (Pasal 87 KUHPM) • Desersi murni  Pasal 87 ayat (1) ke-1 • Desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin  Pasal 87 ayat (1) ke-2 dan ke-3 • Empat macam keadaan yang dirumuskan sebagai bentuk desersi murni: • Militer yang pergi dengan maksud untuk menarik diri untuk selamanya dari kewajiban dinas; • Militer yang pergi dengan maksud untuk menghindari bahaya perang; • Militer yang pergi dengan maksud untuk menyeberang ke musuh; • Militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu. PIDANA KHUSUS 24
  • 25. Insubordinasi (Pasal 106-109 KUHPM) • Merupakan tindak pidana melawan atasan yang dilakukan oleh TNI di saat jam dinas ataupun di luar jam dinas dengan syarat atasan tersebut mendapat surat perintah dinas untuk mengemban tugas atau mewakili kompi satuannya • Terbagi menjadi 3 • Direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan luka, menyebabkan kematian  Pasal 107 KUHPM • Dilakukan dua orang atau lebih secara Bersatu (muiterij)  Pasal 108 KUHPM • Dilakukan waktu perang atau muiterij di perahu atau pesawat terbang  Pasal 109 KUHPM PIDANA KHUSUS 25
  • 26. Tindak Pidana Militer Campuran • Merupakan beberapa tindak pidana dalam Buku II KUHP WvS yang dimasukkan ke KUHPM dengan pertimbangan kepentingan militer, misalnya kejahatan terhadap keamanan negara (Pasal 64 s.d. Pasal 72 KUHPM, pencurian dan penadahan barang-barang militer (Pasal 140 s.d. Pasal 146 KUHPM), merusakkan, penghancuran, atau penghilangan fasilitas atau aset militer (Pasal 147 s.d. Pasal 149 KUHPM) PIDANA KHUSUS 26
  • 27. Tindak Pidana Militer • Sanksi pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana militer di KUHPM meliputi pidana pokok dan pidana tambahan • Pidana pokok dalam KUHPM: • Pidana mati • Pidana penjara • Pidana kurungan • Pidana tutupan • Pidana tambahan dalam KUHPM: • Pemecatan dari dinas militer • Penurunan pangkat • Pencabutan hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) ke-1, ke-2, dan ke-3 KUHP WvS PIDANA KHUSUS 27
  • 28. Hukum Acara Pidana Militer • Hukum Acara Pidana Militer merupakan bagian dari Hukum Pidana Militer yang mengatur proses penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer • Tindak pidana yang dilakukan oleh militer bisa mencakup “tindak pidana militer” maupun “tindak pidana umum” • Tindak pidana militer merupakan semua tindak pidana yang diatur dan dirumuskan di dalam KUHPM. • Tindak pidana umum merupakan semua tindak pidana yang diatur dan dirumuskan di luar KUHPM (misal KUHP dan UU Pidana di luar KUHP). • Dasar hukum  UU 31/1997 tentang Peradilan Militer PIDANA KHUSUS 28
  • 29. Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana Militer • Penyidikan merupakan tindakan Penyidik TNI untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti guna membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya • Penyidik TNI meliputi Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum), PM, dan Oditur (Pasal 1 angka 11 UU Peradilan Militer) • Pelaksanaan penyidikan dilakukan oleh PM dan Oditur • Penyelidikan tidak diatur dalam UU Peradilan Militer karena penyelidikan merupakan fungsi dan kewenangan yang melekat dalam penyidikan PIDANA KHUSUS 29
  • 30. Penyerahan Perkara dalam Hukum Acara Pidana Militer • Penyerahan Perkara merupakan tindakan Perwira Penyerah Perkara (Papera) untuk menyerahkan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer (Pasal 1 angka 22 UU Peradilan Militer) • Menyerahkan perkara berarti Papera meminta kepada Oditur untuk melakukan “penuntutan” tindak pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer • Penuntutan merupakan tindakan Oditur untuk melimpahkan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer • Penuntutan berarti bagian dari tahap penyerahan perkara dalam Hukum Acara Pidana Militer • Papera adalah para komandan militer, meliputi Panglima TNI, Kepala Staf (KSAD, KSAL, KSAU), dan komandan militer lainnya minimal setingkat Komandan Korem (Pasal 122 UU Peradilan Militer) PIDANA KHUSUS 30
  • 31. Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana Militer • Mekanisme pemeriksaan sidang Pengadilan terdiri dari acara pemeriksaan biasa (Pasal 141 s.d. Pasal 197), acara pemeriksaan cepat (Pasal 211 s.d. Pasal 218), acara pemeriksaan koneksitas (Pasal 198 s.d. Pasal 203), dan acara pemeriksaan khusus (Pasal 204 s.d. Pasal 210) • Alat bukti dalam Hukum Acara Pidana Militer (Pasal 172) meliputi: • Keterangan saksi • Keterangan ahli • Keterangan terdakwa • Surat • petunjuk • Putusan pengadilan terdiri atas putusan pemidanaan (veroordeling), putusan bebas (vrijspraak), dan putusan lepas (onslag van alle rechtsvervolging) PIDANA KHUSUS 31
  • 32. Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana Militer • Acara Pemeriksaan Cepat  untuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang- undangan lalu lintas dan angkutan jalan • Acara Pemeriksaan Koneksitas  untuk perkara tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara militer dengan sipil, akan diperiksa dan diadili di peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM harus diperiksa dan diadili di peradilan militer • Acara Pemeriksaan Khusus  untuk perkara pidana yang dilakukan di daerah pertempuran (ketika perang). Dalam hal upaya hukum, Oditur atau Terdakwa hanya dappat mengajukan kasasi. PIDANA KHUSUS 32
  • 33. Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana Militer • Pemeriksaan sidang di Peradilan Militer dilaksanakan oleh: • Pengadilan Militer • Pengadilan Militer Tinggi • Pengadilan Militer Utama • Pemeriksaan sidang terhadap tindak pidana yang dilakukan anggota militer pada waktu perang akan dilaksanakan oleh Pengadilan khusus yang disebut Pengadilan Militer Pertempuran (Pasal 204) PIDANA KHUSUS 33
  • 34. Pengadilan Militer • Berwenang mengadili pada tingkat pertama terhadap tindak pidana yang dilakukan militer berpangkat kapten ke bawah • Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah pangkatnya Mayor, sedangkan Hakim Anggota dan Oditur paling rendah berpangkat Kapten atau setidaknya berpangkat setingkat lebih tinggi dari pangkat Terdakwa yang diadili • Berkedudukan di Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, Denpasar, Kupang, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Manokwari PIDANA KHUSUS 34
  • 35. Pengadilan Militer Tinggi • Berwenang mengadili pada tingkat pertama terhadap tindak pidana yang dilakukan militer berpangkat mayor ke atas • Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah pangkatnya Kolonel, sedangkan Hakim Anggota dan Oditur paling rendah berpangkat Letkol atau setidaknya berpangkat setingkat lebih tinggi dari pangkat Terdakwa yang diadili • Berwenang mengadili tingkat banding terhadap putusan Pengadilan Militer yang dimohonkan banding • Berkedudukan di Medan, Jakarta, dan Surabaya PIDANA KHUSUS 35
  • 36. Pengadilan Militer Utama • Berwenang mengadili pada tingkat banding terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Militer Tinggi dan dimohonkan upaya hukum banding kepada Pengadilan Militer Utama • Berkedudukan di Ibu kota negara PIDANA KHUSUS 36
  • 37. Perkembangan Baru dalam Hukum Acara Pidana Militer • Berdasarkan Pasal 9 angka 1 UU Peradilan Militer, militer yang melakukan tindak pidana (tindak pidana militer dan tindak pidana umum) diadili di Peradilan Militer • Berdasarkan Pasal 3 ayat (4) TAP MPR VII/MPR/2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU TNI, militer yang melakukan tindak pidana militer diadili di Peradilan Militer, sedangkan militer yang melakukan tindak pidana umum diadili di Peradilan Umum PIDANA KHUSUS 37
  • 39. Peraturan • UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika • UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika • PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor • PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Narkotika • PP Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika • Perpres Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 2010 tentang BNN • SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial • SEMA Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitas Medis dan Rehabilitas Sosial PIDANA KHUSUS 39
  • 40. Pengertian dan Jenis • Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir • Tujuan narkotika  Pasal 4 UU Narkotika. Pertama, menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. Ketiga, memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Keempat, menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika • UU Narkotika merupakan administrative penal law  mengatur pengelolaan dan persediaan narkotika dan mengatur penyalahgunaan narkotika PIDANA KHUSUS 40
  • 41. Penggolongan Narkotika (Pasal 6 ayat (1) dan Penjelasannya) • Golongan I  hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan (65 jenis) • Golongan II  berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (86 jenis) • Golongan III  berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (14 jenis) * Narkotika Golongan I digolongkan sebagai reagensia diagnostik (secara terbatas digunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis narkotika atau bukan) dan sebagai reagensia laboratorium (secara terbatas digunakan untuk mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh penyidik apakah termasuk jenis narkotika atau bukan) PIDANA KHUSUS 41
  • 42. Penggolongan Narkotika (Permenkes Nomor 4 Tahun 2021) • Legalitas penggolongan narkotika dalam Permenkes  Pasal 6 ayat (3) UU Narkotika • Golongan I berjumlah 191 jenis • Golongan II berjumlah 91 jenis • Golongan III berjumlah 15 jenis PIDANA KHUSUS 42
  • 43. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika • Menggunakan perspektif politik kriminal  kebijakan yang penanggulangan tindak pidana dengan penal dan non penal yang harus dijalankan secara integral dan komprehensif • Langkah melaksanakan politik kriminal menurut Peter Hoefnagels: • Criminal Law Application • Prevention without Punishment • Infuencing views of society on crime and punishment by mass media PIDANA KHUSUS 43
  • 44. Pencegahan Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika • Pengurangan Permintaan • Primer  individu yang belum tersentuh narkotika • Sekunder  yang rawan akan narkotika, misalnya pekerja malam • Tersier  pada orang orang yang sudah terkena narkotika dengan cara rehabilitasi • Terapi dan rehabilitasi • Pengawasan sediaan (supply control) • Pengawasan jalur legal  narkotika dan prekursor untuk keperluan medis, iptek, dan industry diawasi pemerintah • Pengawasan jalur illegal  penyelundupan darat, udara, laut PIDANA KHUSUS 44
  • 45. Tindak Pidana dan Jenis Sanksi • Perihal perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika • Jenis sanksi pidana: • Pidana pokok  mati, penjara seumur hidup, penjara dalam kurung waktu tertentu, kurungan, denda • Pidana tambahan  pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum • Sanksi tindakan  pengusiran WNA, rehabilitasi • Pidana mati dalam UU Narkotika  Pasal 113 ayat (2), 114 ayat (2), 116 ayat (2), 118 ayat (2), 119 ayat (2), 121 ayat (2), 133 ayat (1) • Percobaan atau permufakatan jahat dianggap delik selesai PIDANA KHUSUS 45
  • 46. Penyidikan dalam Tindak Pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika • Dasar Hukum: • Pasal 71 UU Narkotika  Penyidik BNN • Pasal 81 UU Narkotika  Penyidik Polri • Pasal 1 ayat (1) Perpres 23/2010 • Pasal 4 Perpres 23/2010 • Kewenangan Penyidik BNN (Pasal 75 UU Narkotika)  melakukan penyelidikan atas laporan serta keterangan tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan precursor, memeriksa orang atau korporasi yang diduga, memanggil orang sebagai saksi, melakukan tes urine, mengambil sidik jari dan memfoto tersangka PIDANA KHUSUS 46
  • 47. Kekhususan dalam Tindak Pidana Narkotika Hukum Materiil Hukum Formil 1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi (Pasal 130) 2. Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan pencabutan status badan hukum (Pasal 130 ayat (2) 3. Pembuktian terbalik (Pasal 98) 4. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat dianggap delik selesai (Pasal 132) 5. Indeterminate Sentence 1. Penangkapan 3x24 jam bisa diperpanjang 3x24 jam 2. diperbolehkan adanya penyadapan yang dapat dilakukan paling lama 3 bulan dan kalau dalam keadaan mendesak dapat tanpa izin 3. Terdapat kewenangan khusus penyidik BNN, misanya dapat memerintahkan bank atau Lembaga keuangan untuk blokir rekening yang diduga hasil penyalahgunaan narkotika, meminta bantuan interpol untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di LN 4. Ada sanksi tindakan berupa rehabilitasi (medis dan sosial) 5. Perluasan alat bukti  informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dan data yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar (Pasal 86) PIDANA KHUSUS 47
  • 48. Psikotropika • Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sistesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku • Tujuan psikotropika adalah untuk menjamin ketersedian psikotropika guna kepentingan pelayanan Kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredaran gelap psikotropika (Pasal 3 UU Psikotropika) • Ruang lingkup psikotropika adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan • Golongan psikotropika • Golongan I  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan • Golongan II  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan • Golongan III  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan • Golongan IV  hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan PIDANA KHUSUS 48
  • 49. Tindak Pidana dan Jenis Sanksi • Perihal perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 72 UU Psikotropika • Jenis sanksi pidana: • Pidana pokok  mati, penjara seumur hidup, penjara dalam kurung waktu tertentu, denda • Pidana tambahan  pencabutan izin usaha • Sanksi tindakan  pengusiran WNA, rehabilitasi • Perumusan jenis pidana ada yang bersifat kumulasi-alternatif (Pasal 65) dan kumulasi (Pasal 59 dan 60) • Percobaan atau permufakatan jahat dianggap delik selesai (Pasal 69) PIDANA KHUSUS 49
  • 50. Kekhususan dalam Tindak Pidana Psikotropika Hukum Materiil Hukum Formil 1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi (Pasal 130) 2. Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha (Pasal 70) 3. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat dianggap delik selesai (Pasal 69) 4. Indeterminate Sentence (Pasal 59), indefinite sentence (Pasal 60) 1. Adanya penyidik PPNS (PPNS bidang Kesehatan, PPNS Ditjen Bea Cukai) yang berwenang melakukan penyidikan (Pasal 56) 2. Penyidik Polri diperbolehkan adanya penyadapan yang dapat dilakukan paling lama 30 hari (Pasal 55) 3. Terdapat kewenangan khusus penyidik BNN, misanya dapat memerintahkan bank atau Lembaga keuangan untuk blokir rekening yang diduga hasil penyalahgunaan narkotika, meminta bantuan interpol untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di LN 4. Ada sanksi tindakan berupa rehabilitasi (medis dan sosial) dan pengusiran bagi WNA PIDANA KHUSUS 50
  • 52. Tindak Pidana Perbankan • Diatur dan dirumuskan dalam UU Perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan • Bentuk-bentuk tindak pidana perbankan meliputi tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan, berkaitan dengan pembukuan, dan berkaitan dengan perkreditan PIDANA KHUSUS 52
  • 53. Tindak Pidana Berkaitan dengan Perizinan • Bank gelap  Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan, yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari pimpinan BI diancam dengan pidana penjara 5-15 tahun dan denda 10-200 M • Tidak memberikan keterangan  di Pasal 47 UU Perbankan: bank yang bersifat privat dapat ditembus dengan syarat izin dari BI PIDANA KHUSUS 53
  • 54. Tindak Pidana Berkaitan dengan Pembukuan • Melakukan tindak pidana sesuai dengan anggaran dasar. Di Pasal 49 UU Perbankan seperti pencatatan palsu dalam pembukuan atau proses laporan, menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan, atau menghapus suatu pencatatan dalam pembukuan atau laporan PIDANA KHUSUS 54
  • 55. Tindak Pidana Berkaitan dengan Perkreditan • Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan  dengan sengaja pihak bank menerima, mengizinkan, menyetujui untuk terima imbalan, komisi, uang, barang untuk kepentingan pribadi untuk kelancaran kredit melebihi batas PIDANA KHUSUS 55
  • 56. Pertanggungjawaban dan Sanks Pidana dalam Tindak Pidana Perbankan • Pertanggungjawaban pidana • Subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan • di UU Perbankan sendiri menggunakan frasa “barang siapa”, sehingga merujuk ke perseorangan ataupun korporasi. Akan tetapi, terdapat kekurangan di UU Perbankan bahwa korporasi tidak dikualifikasikan sebagai subjek hukum “barang siapa” sehingga sering terjadi perdebatan terkait hal ini • Ada subjek khusus, seperti dewan komisaris, pegawai bank, atau pihak lain • Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan • Dengan adanya unsur “dengan sengaja” ataupun “kelalaian atau kealpaan” dalam perumusan pasal maka dapat dikatakan pertanggungjawaban pidananya berdasarkan liability based on fault • Pidana penjara dan denda diancamkan terhadap tindak pidana perbankan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan, sedangkan tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran diancam dengan pidana kurungan dan denda • Sanksi pidana  Pertama, pidana penjara dan denda diancamkan terhadap tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai kejahatan, sedangkan tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran diancam dengan pidana kurungan dan denda. Kedua, straftmaat nya adalah indeterminate sentence . Ketiga, terdapat sanksi administratif Pada Pasal 52 berupa denda uang, teguran tertulis, atau penurunan tingkat kesehatan bank PIDANA KHUSUS 56
  • 57. Kekhususan dalam Tindak Pidana Perbankan Hukum Materiil Hukum Formil 1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi dan adresat khusus seperti dewan komisaris, direksi, pegawai bank, atau pihak lainnya 2. Perumusan sanksi pidana menggunakan sistem kumulasi dan perumusan ancaman pidana menggunakan indeterminate sentence 1. Adanya sanksi administratif oleh Bank Indonesia 2. Permintaan keterangan terdakwa dari Bank PIDANA KHUSUS 57
  • 59. Latihan Soal UTS 1. Hukum pidana khusus adalah a. Peraturan pidana di luar KUHP b. Peraturan pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan pemidanaan c. Peraturan pidana yang sesuai dengan ketentuan umum pidana materiill dan formil d. Peraturan pidana yang menyimpang dari ketentuan umum pidana materiil dan formil 2. Hukum pidana khusus disebut sebagai hukum pidana di luar KUHP True False 3. Tindak pidana khusus di bawah ini merupakan pidana khusus intra, kecuali a. UU Narkotika b. UU Terorisme c. UU Perdagangan Orang d. UU Pemberantasan Korupsi 4. Pasal 103 KUHP menyatakan bahwa Buku I KUHP berlaku terhadap a. Tindak pidana dalam KUHP saja b. Tindak pidana yang belum diatur c. Tindak pidana warisan hukum Belanda d. Tindak Pidana di dalam dan luar KUHP 5. Administrative Penal Law adalah a. UU administratif yang memiliki ketentuan pidana b. Perda dengan penegakan hukum c. UU HAN yang mengatur pidana sebagai pengaturan d. Semua benar PIDANA KHUSUS 59
  • 60. Latihan Soal UTS 1. Berikut adalah hal yang dapat menjadi elemen pembeda antara genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah a. Korban dari genosida adalah suatu kelompok ras/etnis/agama tertentu b. Kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan secara meluas dan sistematis c. Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat terjadi dalam masa perang d. Genosida diatur dalam Statuta Roma dan hukum positif 2. Pada orde baru, ada banyak kasus pelanggaran HAM berat yang luput dari proses peradilan dan mengakibatkan impunitas. Pasca orde baru, dikeluarkan UU Pengadilan HAM untuk mengadili para pelanggar HAM berat. Berikut adalah pernyataan yang paling tepat terkait proses peradilan terhadap kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia di masa lalu: a. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili atas Kepres dengan rekomendasi DPR b. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili di Pengadillan HAM karena Pasal 43 UU Pengadilan HAM menganut asas nonretroaktif c. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili dengan dibentuk Pengadilan HAM Ad-Hoc atas inisiatif Jaksa Agung d. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu tidak dapat diadili di Pengadilan HAM karena UU Pengadilan HAM menganut asas nonretroaktif 3. Berikut adalah pernyataan yang tepat terkait dengan Hakim Ad-Hoc berdasarkan UU Pengadilan HAM, kecuali a. Setidaknya Hakim Ad-Hoc di Pengadillan Tinggi berjumlah 12 orang b. Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadillan HAM dilakukan oleh presiden c. Komposisi Hakim Ad-Hoc dalam pemeriksaan perkara Pelanggaran HAM berat adalah 3 orang d. Ketua MA dapat memberikan saran dalam pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadilan HAM 4. Kelompok bersenjata X melakukan penyerangan terhadap Suku Y dengan menyabotase akses transportasi bahan pangan untuk anggota Suku Y dan melakukan pemindahan secara paksa. Hal tersebut dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM berat karena: a. Memiliki tujuan menghancurkan seluruh atau sebagian suatu kelompok b. Adanya ketidakberdayaan korban dalam melakukan perlawanan c. Melanggar HAM orang d. Korban merupakan suatu kelompok sipil PIDANA KHUSUS 60
  • 61. Latihan Soal UTS 1. Berikut ini merupakan jenis upaya hukum atas putusan perkara pidana yang diatur dalam UU Peradilan Milliter, kecuali a. Banding b. Kasasi c. Peninjauan Kemballi d. amnesti 2. Mekanisme acara pemeriksaan khusus dalam UU Peradilan Militer ditujukan untuk: a. Mengadili anggota militer yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer yang berupa tindak pidana ringan b. Mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana pada waktu perang c. Mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat d. Mengadili anggota militer yang merugikan kepentingan militer 3. Tindak pidana militer dalam KUHPM di bawah ini yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana militer murni adalah a. Ketidakhadiran tanpa izin yang dilakukan oleh anggota militer b. Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh militer c. Pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota militer d. Pemberontakan yang dilakukan oleh anggota militer 4. Dalam UU Peradilan Militer dikenal mekanisme acara pemeriksaan cepat yang dimaksudkan untuk mengadili perkara tertentu yang dilakukan anggota militer, yaitu: a. Pelanggaran hukum disiplin militer yang dilakukan oleh anggota militer b. Perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas tertentu yang dilakukan anggota militer c. Ketidakhadiran tanpa izin d. Desersi PIDANA KHUSUS 61
  • 62. Latihan Soal UTS 1. Dalam hal penyidik polri atau penyidik BNN menemukan tanaman narkotika, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan maka penyidik wajib memusnahkan dalam waktu a. Paling lama 14 hari sejak saat ditemukan b. Paling lama 7 hari sejak saat ditemukan c. Paling lama 2 x 24 jam sejak saat ditemukan d. Tidak dimusnahkan 2. Selain pidana pokok dan pidana tambahan, UU Narkotika juga mengenal sanksi tindakan: True False 3. Memerintahkan pihak bank atau Lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahguna dan peredaran gelap narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait merupakan kewenangan dari a. Penyidik Polri b. Penyidik BNN c. Penyidik PPNS tertentu d. Semua benar PIDANA KHUSUS 62