Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Idik Saeful Bahri
Hukum pidana khusus adalah ketentuan pidana yang diatur secara khusus di luar KUHP untuk tindak pidana tertentu seperti korupsi, pencucian uang, dan terorisme. Hukum pidana khusus mencakup hukum pidana materiil dan formil, serta menggunakan pengadilan dan instrumen khusus. Hukum pidana khusus diperlukan untuk mengimbangi perkembangan kriminalitas baru yang tidak tertangani oleh KUHP
1. Dokumen tersebut membahas jenis-jenis pidana pokok dan tambahan menurut KUHP seperti pidana mati, penjara, kurungan, denda, dan tutupan sebagai pidana pokok serta pencabutan hak, perampasan barang, dan pengumuman putusan sebagai pidana tambahan.
Dokumen tersebut menjelaskan tentang berbagai aspek upaya paksa dalam hukum pidana Indonesia, termasuk pengertian, jenis (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat), syarat pelaksanaan, dan batas waktu pelaksanaan untuk masing-masing upaya paksa.
Dokumen tersebut membahas tentang sarana tata usaha negara lainnya seperti peraturan perundang-undangan, peraturan kebijaksanaan, rencana, petugas publik seperti pejabat politik/negara, pegawai negeri, dan para hakim.
Hukum pidana khusus - Definisi, ruang lingkup, dan posisi hukum pidana khusus...Idik Saeful Bahri
Hukum pidana khusus adalah ketentuan pidana yang diatur secara khusus di luar KUHP untuk tindak pidana tertentu seperti korupsi, pencucian uang, dan terorisme. Hukum pidana khusus mencakup hukum pidana materiil dan formil, serta menggunakan pengadilan dan instrumen khusus. Hukum pidana khusus diperlukan untuk mengimbangi perkembangan kriminalitas baru yang tidak tertangani oleh KUHP
1. Dokumen tersebut membahas jenis-jenis pidana pokok dan tambahan menurut KUHP seperti pidana mati, penjara, kurungan, denda, dan tutupan sebagai pidana pokok serta pencabutan hak, perampasan barang, dan pengumuman putusan sebagai pidana tambahan.
Dokumen tersebut menjelaskan tentang berbagai aspek upaya paksa dalam hukum pidana Indonesia, termasuk pengertian, jenis (penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat), syarat pelaksanaan, dan batas waktu pelaksanaan untuk masing-masing upaya paksa.
Dokumen tersebut membahas tentang sarana tata usaha negara lainnya seperti peraturan perundang-undangan, peraturan kebijaksanaan, rencana, petugas publik seperti pejabat politik/negara, pegawai negeri, dan para hakim.
Dokumen tersebut membahas proses hukum pidana militer dan sanksi bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana, mencakup proses penyidikan, pengadilan, dan eksekusi pidana seperti pidana penjara, mati, atau tambahan seperti pemecatan. Dokumen ini juga membandingkan hukum pidana militer dengan peraturan pidana umum.
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
Dokumen menjelaskan sumber-sumber hukum acara pidana di Indonesia yang terdiri atas Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), beberapa undang-undang terkait peradilan dan lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, serta peraturan pemerintah dan keputusan presiden.
Dokumen tersebut membahas tentang kriminologi, meliputi pengertian kriminologi, teori-teori kausalitas kejahatan, karakteristik dan tipologi kejahatan, serta upaya penanggulangan kejahatan.
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana khusus terorisme di Indonesia. Terdapat definisi terorisme, kekerasan, ancaman kekerasan, dan bahan peledak. Juga dijelaskan ruang lingkup keberlakuan hukum tersebut, yurisdiksi negara lain, ketentuan pidana, serta sanksi bagi korporasi yang terlibat tindak pidana terorisme.
This document discusses international criminal law. It provides definitions and scope of international criminal law, sources of international law, and characteristics of international crimes. International crimes include aggression, war crimes, crimes against humanity, genocide, torture, among others. It also discusses jurisdiction and extradition in international criminal law. In 3 sentences: International criminal law concerns crimes under international law and the intersection of domestic criminal law and international law. It defines international crimes and principles of universal jurisdiction and extradition. The document outlines key concepts in international criminal law including definitions, sources, crimes, jurisdiction, and extradition.
Teks tersebut merupakan ringkasan sejarah, pengertian, status personil, renvoi dan kualifikasi dalam hukum perdata internasional. Dokumen tersebut membahas lima tahap perkembangan hukum perdata internasional dan pengertian serta perbedaan antara hukum perdata internasional dengan hukum internasional publik.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana Indonesia, mulai dari pengertian hukum pidana, jenis-jenisnya, fungsi dan tujuannya, serta sejarah pembentukan KUHP Indonesia. Dibahas pula aspek-aspek penting hukum pidana seperti asas legalitas, sanksi pidana, dan upaya pembaharuan hukum pidana di Indonesia.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Hukum pidana adalah bagian hukum yang mengatur larangan-larangan perbuatan serta sanksi pidananya.
2) Hukum pidana terbagi menjadi hukum pidana materiil yang mengatur larangan perbuatan dan hukum pidana formil yang mengatur proses penegakannya.
3) Sumber hukum pidana di Indonesia meliputi KUHP, UU-UU yang merubah dan menambah KUHP, serta ketentuan pidana dalam
Hukum pidana adalah seluruh peraturan dan larangan yang ditetapkan negara yang diancam dengan sanksi pidana bagi pelanggar, serta mengatur cara pelaksanaan pidana tersebut.
Dokumen tersebut membahas proses hukum pidana militer dan sanksi bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana, mencakup proses penyidikan, pengadilan, dan eksekusi pidana seperti pidana penjara, mati, atau tambahan seperti pemecatan. Dokumen ini juga membandingkan hukum pidana militer dengan peraturan pidana umum.
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
Dokumen menjelaskan sumber-sumber hukum acara pidana di Indonesia yang terdiri atas Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), beberapa undang-undang terkait peradilan dan lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan, serta peraturan pemerintah dan keputusan presiden.
Dokumen tersebut membahas tentang kriminologi, meliputi pengertian kriminologi, teori-teori kausalitas kejahatan, karakteristik dan tipologi kejahatan, serta upaya penanggulangan kejahatan.
Hukum pidana khusus - Hukum materiil tindak pidana terorisme (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana khusus terorisme di Indonesia. Terdapat definisi terorisme, kekerasan, ancaman kekerasan, dan bahan peledak. Juga dijelaskan ruang lingkup keberlakuan hukum tersebut, yurisdiksi negara lain, ketentuan pidana, serta sanksi bagi korporasi yang terlibat tindak pidana terorisme.
This document discusses international criminal law. It provides definitions and scope of international criminal law, sources of international law, and characteristics of international crimes. International crimes include aggression, war crimes, crimes against humanity, genocide, torture, among others. It also discusses jurisdiction and extradition in international criminal law. In 3 sentences: International criminal law concerns crimes under international law and the intersection of domestic criminal law and international law. It defines international crimes and principles of universal jurisdiction and extradition. The document outlines key concepts in international criminal law including definitions, sources, crimes, jurisdiction, and extradition.
Teks tersebut merupakan ringkasan sejarah, pengertian, status personil, renvoi dan kualifikasi dalam hukum perdata internasional. Dokumen tersebut membahas lima tahap perkembangan hukum perdata internasional dan pengertian serta perbedaan antara hukum perdata internasional dengan hukum internasional publik.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana Indonesia, mulai dari pengertian hukum pidana, jenis-jenisnya, fungsi dan tujuannya, serta sejarah pembentukan KUHP Indonesia. Dibahas pula aspek-aspek penting hukum pidana seperti asas legalitas, sanksi pidana, dan upaya pembaharuan hukum pidana di Indonesia.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Hukum pidana adalah bagian hukum yang mengatur larangan-larangan perbuatan serta sanksi pidananya.
2) Hukum pidana terbagi menjadi hukum pidana materiil yang mengatur larangan perbuatan dan hukum pidana formil yang mengatur proses penegakannya.
3) Sumber hukum pidana di Indonesia meliputi KUHP, UU-UU yang merubah dan menambah KUHP, serta ketentuan pidana dalam
Hukum pidana adalah seluruh peraturan dan larangan yang ditetapkan negara yang diancam dengan sanksi pidana bagi pelanggar, serta mengatur cara pelaksanaan pidana tersebut.
Dokumen tersebut membahas tentang Pengadilan HAM di Indonesia. Secara singkat, UU No. 26 Tahun 2000 membentuk Pengadilan HAM khusus untuk mengadili pelanggaran HAM berat dan mengatur kewenangan, hukum acara, dan jenis kejahatan yang dapat diadili oleh Pengadilan HAM.
Asas asas hukum pidana, betlehem ketaren, sh., kuliah 7 pthi di universitas q...BetlehemKetarenR
Dokumen tersebut membahas tentang asas-asas hukum pidana. Mencakup pengertian hukum pidana, pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana objektif dan subjektif, tujuan hukum pidana yaitu pencegahan dan pemasyarakatan, pengertian tindak pidana beserta unsur-unsur dan jenis-jenisnya, serta pembenaran tindak pidana.
Hukum pidana mengatur pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum dan hak-hak individu. Hukum pidana membedakan pelanggaran dan kejahatan berdasarkan tingkat keseriusannya, di mana pelanggaran dihukum dengan denda dan kejahatan dihukum dengan pidana pokok seperti penjara. Unsur-unsur pokok hukum pidana antara lain perbuatan, akibat, dan unsur subjektif seperti niat atau kelalaian
Dokumen tersebut membahas tentang pembedaan hukum perdata dan hukum pidana. Hukum perdata mengatur hubungan antar individu yang berkaitan dengan kepentingan pribadi. Hukum pidana mengatur hubungan antara warga masyarakat dengan negara yang berkaitan dengan kepentingan negara. Perbedaan lainnya adalah hukum perdata dituntut atas pengaduan pihak yang dirugikan, sedangkan hukum pidana dapat ditindaklanjuti tan
Undang-undang ini membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat seperti genosida dan kejahatan kemanusiaan. Pengadilan HAM berwenang memeriksa pelanggaran HAM berat di dalam dan luar negeri yang dilakukan warga negara Indonesia. Undang-undang ini juga mengatur tentang prosedur penyelidikan, penangkapan, dan penahanan terhadap tersangka pelanggaran HAM berat
Disertasi ini membahas tentang pertanggungjawaban komando atas pelanggaran HAM berat di Indonesia dengan menggunakan studi kasus kejahatan terhadap kemanusiaan. Dokumen ini berisi daftar istilah terkait HAM dan singkatan yang digunakan dalam disertasi.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana dan perdata. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum yang diancam dengan hukuman. Hukum perdata mengatur hubungan antar warga negara yang satu dengan yang lain. Terdapat perbedaan antara kedua hukum yaitu pada isi, pelaksanaan, dan penafsiran.
4. Pengantar
• Pada intinya, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang mengandung
penyimpangan dari asas-asas umum, baik hukum pidana materiil maupun hukum pidana
formil
• Notes: hukum pidana khusus tidak tepat apabila disebut sebagai hukum pidana di luar
KUHP karena tidak setiap hukum pidana di luar KUHP berisi penyimpangan asas-asas
umum
PIDANA KHUSUS
4
5. Latar Belakang dan Tujuan Pengaturan
Hukum Pidana Khusus
• Kriminalitas berkembang pesat seiring pesatnya globalisasi globalisasi memunculkan
kejahatan terorganisasi dan bersifat transnasional penanganan kejahatan memerlukan
kerja sama internasional (Vide Konvensi Palermo)
• Sesempurnanya KUHP WvS yang kurang lebih sudah 300 tahun pada suatu saat sulit untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat
• Diperlukan hukum pidana yang menyimpangi asas-asas umum yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin maju dan berkembang.
PIDANA KHUSUS
5
6. Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus
• Karena bersifat khusus, dasar keberlakuannya menyimpang dari Ketentuan Umum Buku I KUHP WvS.
• Penyimpangan baik dalam pidana materiil maupun pidana formil.
• Kekhususan dapat dilihat dari perbuatan yang diatur, subjek tindak pidana, pertanggungjawaban pidana, APH,
pidana dan pemidanaan:
• Subjek tindak pidana korporasi, komandan militer
• Pertanggungjawaban pidana vicarious liability, pembagian beban pembuktian
• APH BNPT, BNN, PPATK, Komnas HAM
• Pidana dan pemidanaan kumulatif, alternatif-kumulatif, minimum khusus, defininte sentence
PIDANA KHUSUS
6
7. Pintu Pembuka Pertumbuhan Hukum Pidana
Khusus
• Pasal 103 KUHP WvS “Ketentuan-Ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-
perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-
undang ditentukan lain”.
• Tafsir Pasal 103 KUHP WvS:
• Semua ketentuan yang ada dalam Buku I KUHP berlaku terhadap UU di luar KUHP sepanjang UU itu tidak
menentukan lain.
• Adanya kemungkinan UU Pidana di luar KUHP karena KUHP WvS tidak mengatur seluruh tindak pidana di
dalamnya
PIDANA KHUSUS
7
8. Komparasi Pidana Umum dan Pidana Khusus
Pidana Umum Pidana Khusus
Pengertian Perundang-undangan pidana
yang berlaku umum
Perundang-undangan pidana di
bidang tertentu yang berisi ketentuan
khusus menyimpang dari aturan
umum
Dasar Tercantum dalam KUHP dan
perundang-undangan yang
mengubah dan menambah
KUHP
Tercantum dalam perundang-
undangan di luar KUHP yang
bersanksi pidana
Kewenangan
Penyidikan
Polisi atau PPNS Polisi, PPNS, Jaksa, BNN, KPK,
Komnas HAM
Penuntutan Jaksa Penuntut Umum Jaksa Penuntut Umum, Jaksa KPK,
Penuntut Umum Ad Hoc
Pengadilan Pengadilan Negeri Pengadilan Negeri, Pengadilan
Khusus
PIDANA KHUSUS
8
9. Kekhususan di Bidang Hukum Pidana Formil
• Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM Pelanggaran HAM yang berat (Vide Pasal 18 UU 26 Tahun 200 tentang Pengadilan
HAM)
• Penyidikan dapat dilakukan oleh Polisi, Jaksa, atau KPK (Tipikor)
• Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana umum atau pidana ringan Vide Pasal 25 UU Tipikor
• Dimungkinkan gugatan perdata terhadap keluarga tersangka atau terdakwa tipikor apabila tersangka atau terdakwa meninggal
dunia Vide Pasal 33 dan Pasal 34 UU Tipikor
• Diadili di peradilan khusus Pengadilan Tipikor, Pengadilan HAM, Pengadilan Militer, Pengadilan Perikanan
• Peradilan in absentia Tipikor (Vide Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor), TPPU (Vide Pasal 79 ayat (1) UU PTPPU), Perikanan (Vide
Pasal 79 UU Perikanan jo. SEMA 3/2007), Terorisme (Vide Pasal 35 ayat (1) PERPPU 1/2002)
• Pembuktian terbalik Tipikor (Vide Pasal 37 UU Tipikor), TPPU (Vide Pasal 77 UU PTPPU)
• Larangan menyebutkan identitas pelapor Terorisme (Vide Pasal 34A UU Terorisme)
• Perluasan alat bukti (alat bukti elektronik, informasi intelijen)
PIDANA KHUSUS
9
10. Kekhususan di Bidang Hukum Pidana Materiil
• Sanksi pidana kumulatif-alternatif, kumulatif, minimum khusus, definite sentence, double track system
• Pidana untuk korporasi pidana denda ditambah 1/3
• Ancaman pidana untuk percobaan dan pembantuan disamakan dengan pelaku (Vide Pasal 41 UU Pengadilan
HAM, Pasal 10 UU PTPPU)
• Perluasan asas territorial Pasal 2 UU ITE
• Bisa berlaku retroaktif Pelanggaran HAM yang berat (Vide Pasal 43 UU Pengadilan HAM berat)
PIDANA KHUSUS
10
12. Pelanggaran HAM vs Pelanggaran HAM yang Berat
• HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia (Vide Pasal 1 angka 1 UU HAM).
• HAM ada 2, yakni derogables dan non derogables
• Derogables hak berpendapat, hak berasosiasi
• Non derogables hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak persamaan di hadapan hukum
• Pelanggaran HAM pelanggaran terhadap derogables dan non derogables rights
• Pelanggaran HAM Berat pelanggaran terhadap derogables dan non derogables rights yang
dilakukan secara seluas dan sistematis
PIDANA KHUSUS
12
13. Latar belakang adanya Pengadilan HAM Berat
• Pelanggaran HAM berat ketika Orde Baru
• Pelanggaran HAM Berat Timor Timur
PIDANA KHUSUS
13
14. Genosida, Kejahatan terhadap Kemanusiaan, dan Kejahatan Perang
Genosida Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan Perang
Pengertian
• Perbuatan yang dilakukan dengan
maksud menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama (Pasal 8 UU
Pengadilan HAM)
• Salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau
sistematis yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil
(Pasal 9 UU Pengadilan HAM)
• Perbuatan dapat berupa
pembunuhan, pemusnahan,
penyiksaan, atau perbudakan
Segala macam bentuk
kejahatan yang dilakukan
dalam konteks perang yang
terdiri atas international
conflict dan internal conflict
Unsur
• Merupakan dolus specialis • Tindakan yang ditujukan secara
langsung terhadap penduduk sipil
tidak tergantung pada identitas
kelompok
• Tindakan tersebut sebagai bagian
dari serangan yang meluas dan
sistematis
• Pelanggaran terhadap
konvensi Geneva dan
konvensi hague
• Pelanggaran harus
memiliki hubungan
dengan perang
Tempus Perang Perang atau waktu damai Perang
PIDANA KHUSUS
14
15. Yurisdiksi Pengadilan HAM
• Material Jurisdiction (Ratione Materiae)
• Genosida
• Kejahatan terhadap Kemanusiaan
• Terrritorial Jurisdiction (Ratione Loci)
• Di dalam wilayah Indonesia
• Di luar wilayah Indonesia
• Temporal Jurisdiction (Ratione Temporis)
• Setelah berlakunya UU Pengadilan HAM
• Sebelum berlakunya UU Pengadilan HAM
• Personal Jurisdiction
• Individual Responsibility, termasuk komandan militer dan atasan polisi atau sipil
PIDANA KHUSUS
15
16. Kekhususan dalam Pelanggaran HAM Berat
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Dapat berlaku retroaktif (Pasal 43)
2. Tidak mengenal daluwarsa (Pasal 46)
3. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan
jahat dianggap delik selesai (Pasal 41)
4. Indeterminate Sentence
1. Penyelidikan oleh Komnas HAM, Penyidikan
dan Penuntutan oleh Jaksa Agung, Hakim
berjumlah 5 (2 Hakim Pengadilan HAM
bersangkutan dan 3 Hakim ad-hoc)
2. Adanya Pengadilan HAM sebagai
Pengadilan khusus di bawah lingkungan
peradilan umum
3. Penahanan di penyidikan maksimal 240 hari,
Penuntutan maksimal 70 hari, Pengadilan
maksimal 120 hari
PIDANA KHUSUS
16
19. Pengertian dan Lingkup Hukum Pidana Militer
• Hukum pidana militer merupakan bagian dari hukum militer yang dapat ditinjau secara luas maupun
sempit
• Dalam arti luas mencakup tiga macam:
• Hukum pidana militer materiil
• Hukum acara pidana militer
• Hukum pelaksanaan pidana (penitensier) militer
• Dalam arti sempit, hanya hukum pidana materiil.
PIDANA KHUSUS
19
20. Pengertian Hukum Pidana Militer Materiil
• Hukum pidana militer materiil merupakan bagian dari hukum pidana militer yang mengatur
atau membicarakan tiga hal, yakni:
• Perbuatan yang dilarang tindak pidana
• Sanksi yang diancamkan terhadap perbuatan yang dilarang sanksi pidana
• Persyaratan yang harus dipenuhi supaya sanksi pidana bisa dijatuhkan pertanggungjawaban pidana
PIDANA KHUSUS
20
21. Sumber Hukum Pidana Militer Materiil
• Sumber hukum pidana materiil militer di Indonesia adalah KUHPM
• KUHPM berasal dari WvMS v. NI
• WvMS v. NI diubah menjadi WvMS dan diberlakukan di Indonesia melalui UU 39/1947
PIDANA KHUSUS
21
22. Tindak Pidana Militer
• Tindak pidana militer kejahatan yang diatur dalam Buku II KUHPM
• Tindak pidana militer diklasifikasikan menjadi tindak pidana militer murni dan tindak pidana
militer campuran
• Tindak pidana militer murni (Zuiver Militaria Delict) hanya bisa dilakukan oleh milter (tidak
hadir tanpa izin, desersi, insubordinasi)
• Tindak pidana militer campuran (Gemengde Militerire Delict) perkara koneksitas
(dilakukan secara Bersama-sama antara sipil dan militer)
PIDANA KHUSUS
22
23. Ketidakhadiran Tanpa Izin (Pasal 85 & 86 KUHPM)
• Dengan sengaja ancaman pidana dibedakan, yakni:
• Dalam waktu damai pidana penjara maksimum 1 tahun 4 bulan, apabila ketidakhadiran dalam waktu damai
minimal 1 hari dan tidak lebih lama dari 30 hari
• Dalam waktu perang pidana penjara maksimum 2 tahun 8 bulan, apabila ketidakhadiran itu dalam waktu
perang tidak lebih lama dari 4 hari
PIDANA KHUSUS
23
24. Desersi (Pasal 87 KUHPM)
• Desersi murni Pasal 87 ayat (1) ke-1
• Desersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidakhadiran tanpa izin Pasal 87 ayat (1)
ke-2 dan ke-3
• Empat macam keadaan yang dirumuskan sebagai bentuk desersi murni:
• Militer yang pergi dengan maksud untuk menarik diri untuk selamanya dari kewajiban dinas;
• Militer yang pergi dengan maksud untuk menghindari bahaya perang;
• Militer yang pergi dengan maksud untuk menyeberang ke musuh;
• Militer yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara atau kekuasaan lain tanpa
dibenarkan untuk itu.
PIDANA KHUSUS
24
25. Insubordinasi (Pasal 106-109 KUHPM)
• Merupakan tindak pidana melawan atasan yang dilakukan oleh TNI di saat jam dinas
ataupun di luar jam dinas dengan syarat atasan tersebut mendapat surat perintah dinas
untuk mengemban tugas atau mewakili kompi satuannya
• Terbagi menjadi 3
• Direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan luka, menyebabkan kematian Pasal 107 KUHPM
• Dilakukan dua orang atau lebih secara Bersatu (muiterij) Pasal 108 KUHPM
• Dilakukan waktu perang atau muiterij di perahu atau pesawat terbang Pasal 109 KUHPM
PIDANA KHUSUS
25
26. Tindak Pidana Militer Campuran
• Merupakan beberapa tindak pidana dalam Buku II KUHP WvS yang dimasukkan ke KUHPM dengan
pertimbangan kepentingan militer, misalnya kejahatan terhadap keamanan negara (Pasal 64 s.d. Pasal
72 KUHPM, pencurian dan penadahan barang-barang militer (Pasal 140 s.d. Pasal 146 KUHPM),
merusakkan, penghancuran, atau penghilangan fasilitas atau aset militer (Pasal 147 s.d. Pasal 149
KUHPM)
PIDANA KHUSUS
26
27. Tindak Pidana Militer
• Sanksi pidana yang diancamkan terhadap tindak pidana militer di KUHPM meliputi pidana
pokok dan pidana tambahan
• Pidana pokok dalam KUHPM:
• Pidana mati
• Pidana penjara
• Pidana kurungan
• Pidana tutupan
• Pidana tambahan dalam KUHPM:
• Pemecatan dari dinas militer
• Penurunan pangkat
• Pencabutan hak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) ke-1, ke-2, dan ke-3 KUHP WvS
PIDANA KHUSUS
27
28. Hukum Acara Pidana Militer
• Hukum Acara Pidana Militer merupakan bagian dari Hukum Pidana Militer yang mengatur proses
penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer
• Tindak pidana yang dilakukan oleh militer bisa mencakup “tindak pidana militer” maupun “tindak pidana
umum”
• Tindak pidana militer merupakan semua tindak pidana yang diatur dan dirumuskan di dalam KUHPM.
• Tindak pidana umum merupakan semua tindak pidana yang diatur dan dirumuskan di luar KUHPM
(misal KUHP dan UU Pidana di luar KUHP).
• Dasar hukum UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
PIDANA KHUSUS
28
29. Penyidikan dalam Hukum Acara Pidana Militer
• Penyidikan merupakan tindakan Penyidik TNI untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti guna
membuat terang tindak pidana dan menemukan tersangkanya
• Penyidik TNI meliputi Atasan yang Berhak Menghukum (Ankum), PM, dan Oditur (Pasal 1 angka 11 UU
Peradilan Militer)
• Pelaksanaan penyidikan dilakukan oleh PM dan Oditur
• Penyelidikan tidak diatur dalam UU Peradilan Militer karena penyelidikan merupakan fungsi dan
kewenangan yang melekat dalam penyidikan
PIDANA KHUSUS
29
30. Penyerahan Perkara dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Penyerahan Perkara merupakan tindakan Perwira Penyerah Perkara (Papera) untuk menyerahkan
perkara tindak pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer (Pasal 1 angka 22 UU Peradilan
Militer)
• Menyerahkan perkara berarti Papera meminta kepada Oditur untuk melakukan “penuntutan” tindak
pidana yang dilakukan oleh militer ke Peradilan Militer
• Penuntutan merupakan tindakan Oditur untuk melimpahkan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh
militer ke Peradilan Militer
• Penuntutan berarti bagian dari tahap penyerahan perkara dalam Hukum Acara Pidana Militer
• Papera adalah para komandan militer, meliputi Panglima TNI, Kepala Staf (KSAD, KSAL, KSAU), dan
komandan militer lainnya minimal setingkat Komandan Korem (Pasal 122 UU Peradilan Militer)
PIDANA KHUSUS
30
31. Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Mekanisme pemeriksaan sidang Pengadilan terdiri dari acara pemeriksaan biasa (Pasal 141 s.d. Pasal 197), acara
pemeriksaan cepat (Pasal 211 s.d. Pasal 218), acara pemeriksaan koneksitas (Pasal 198 s.d. Pasal 203), dan
acara pemeriksaan khusus (Pasal 204 s.d. Pasal 210)
• Alat bukti dalam Hukum Acara Pidana Militer (Pasal 172) meliputi:
• Keterangan saksi
• Keterangan ahli
• Keterangan terdakwa
• Surat
• petunjuk
• Putusan pengadilan terdiri atas putusan pemidanaan (veroordeling), putusan bebas (vrijspraak), dan putusan lepas
(onslag van alle rechtsvervolging)
PIDANA KHUSUS
31
32. Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Acara Pemeriksaan Cepat untuk perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-
undangan lalu lintas dan angkutan jalan
• Acara Pemeriksaan Koneksitas untuk perkara tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara
militer dengan sipil, akan diperiksa dan diadili di peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan
Menteri dengan persetujuan Menteri Hukum dan HAM harus diperiksa dan diadili di peradilan militer
• Acara Pemeriksaan Khusus untuk perkara pidana yang dilakukan di daerah pertempuran (ketika
perang). Dalam hal upaya hukum, Oditur atau Terdakwa hanya dappat mengajukan kasasi.
PIDANA KHUSUS
32
33. Pemeriksaan Sidang dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Pemeriksaan sidang di Peradilan Militer dilaksanakan oleh:
• Pengadilan Militer
• Pengadilan Militer Tinggi
• Pengadilan Militer Utama
• Pemeriksaan sidang terhadap tindak pidana yang dilakukan anggota militer pada waktu perang akan
dilaksanakan oleh Pengadilan khusus yang disebut Pengadilan Militer Pertempuran (Pasal 204)
PIDANA KHUSUS
33
34. Pengadilan Militer
• Berwenang mengadili pada tingkat pertama terhadap tindak pidana yang dilakukan militer berpangkat
kapten ke bawah
• Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah pangkatnya Mayor, sedangkan
Hakim Anggota dan Oditur paling rendah berpangkat Kapten atau setidaknya berpangkat setingkat
lebih tinggi dari pangkat Terdakwa yang diadili
• Berkedudukan di Banda Aceh, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Madiun, Denpasar, Kupang, Makassar, Manado,
Ambon, Jayapura, Manokwari
PIDANA KHUSUS
34
35. Pengadilan Militer Tinggi
• Berwenang mengadili pada tingkat pertama terhadap tindak pidana yang dilakukan militer berpangkat
mayor ke atas
• Hakim Ketua dalam persidangan Pengadilan Militer paling rendah pangkatnya Kolonel, sedangkan
Hakim Anggota dan Oditur paling rendah berpangkat Letkol atau setidaknya berpangkat setingkat lebih
tinggi dari pangkat Terdakwa yang diadili
• Berwenang mengadili tingkat banding terhadap putusan Pengadilan Militer yang dimohonkan banding
• Berkedudukan di Medan, Jakarta, dan Surabaya
PIDANA KHUSUS
35
36. Pengadilan Militer Utama
• Berwenang mengadili pada tingkat banding terhadap putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Militer
Tinggi dan dimohonkan upaya hukum banding kepada Pengadilan Militer Utama
• Berkedudukan di Ibu kota negara
PIDANA KHUSUS
36
37. Perkembangan Baru dalam Hukum Acara Pidana
Militer
• Berdasarkan Pasal 9 angka 1 UU Peradilan Militer, militer yang melakukan tindak pidana (tindak
pidana militer dan tindak pidana umum) diadili di Peradilan Militer
• Berdasarkan Pasal 3 ayat (4) TAP MPR VII/MPR/2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU TNI, militer yang
melakukan tindak pidana militer diadili di Peradilan Militer, sedangkan militer yang melakukan tindak
pidana umum diadili di Peradilan Umum
PIDANA KHUSUS
37
39. Peraturan
• UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
• UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
• PP Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
• PP Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU Narkotika
• PP Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
• Perpres Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 2010 tentang BNN
• SEMA Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan
Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
• SEMA Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam
Lembaga Rehabilitas Medis dan Rehabilitas Sosial
PIDANA KHUSUS
39
40. Pengertian dan Jenis
• Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Narkotika, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
• Tujuan narkotika Pasal 4 UU Narkotika. Pertama, menjamin ketersediaan narkotika untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua,
mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. Ketiga,
memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika. Keempat, menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika
• UU Narkotika merupakan administrative penal law mengatur pengelolaan dan persediaan narkotika
dan mengatur penyalahgunaan narkotika
PIDANA KHUSUS
40
41. Penggolongan Narkotika (Pasal 6 ayat (1) dan
Penjelasannya)
• Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan (65
jenis)
• Golongan II berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan (86 jenis)
• Golongan III berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (14
jenis)
* Narkotika Golongan I digolongkan sebagai reagensia diagnostik (secara terbatas digunakan untuk
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis narkotika atau
bukan) dan sebagai reagensia laboratorium (secara terbatas digunakan untuk mendeteksi suatu
zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh penyidik apakah termasuk jenis narkotika atau bukan)
PIDANA KHUSUS
41
42. Penggolongan Narkotika (Permenkes Nomor 4 Tahun
2021)
• Legalitas penggolongan narkotika dalam Permenkes Pasal 6 ayat (3) UU Narkotika
• Golongan I berjumlah 191 jenis
• Golongan II berjumlah 91 jenis
• Golongan III berjumlah 15 jenis
PIDANA KHUSUS
42
43. Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika
dan Psikotropika
• Menggunakan perspektif politik kriminal kebijakan yang penanggulangan tindak pidana dengan penal dan non
penal yang harus dijalankan secara integral dan komprehensif
• Langkah melaksanakan politik kriminal menurut Peter Hoefnagels:
• Criminal Law Application
• Prevention without Punishment
• Infuencing views of society on crime and punishment by mass media
PIDANA KHUSUS
43
44. Pencegahan Penanggulangan Tindak Pidana
Narkotika dan Psikotropika
• Pengurangan Permintaan
• Primer individu yang belum tersentuh narkotika
• Sekunder yang rawan akan narkotika, misalnya pekerja malam
• Tersier pada orang orang yang sudah terkena narkotika dengan cara rehabilitasi
• Terapi dan rehabilitasi
• Pengawasan sediaan (supply control)
• Pengawasan jalur legal narkotika dan prekursor untuk keperluan medis, iptek, dan industry diawasi
pemerintah
• Pengawasan jalur illegal penyelundupan darat, udara, laut
PIDANA KHUSUS
44
45. Tindak Pidana dan Jenis Sanksi
• Perihal perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 UU Narkotika
• Jenis sanksi pidana:
• Pidana pokok mati, penjara seumur hidup, penjara dalam kurung waktu tertentu, kurungan, denda
• Pidana tambahan pencabutan izin usaha dan/atau pencabutan status badan hukum
• Sanksi tindakan pengusiran WNA, rehabilitasi
• Pidana mati dalam UU Narkotika Pasal 113 ayat (2), 114 ayat (2), 116 ayat (2), 118 ayat
(2), 119 ayat (2), 121 ayat (2), 133 ayat (1)
• Percobaan atau permufakatan jahat dianggap delik selesai
PIDANA KHUSUS
45
46. Penyidikan dalam Tindak Pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika
• Dasar Hukum:
• Pasal 71 UU Narkotika Penyidik BNN
• Pasal 81 UU Narkotika Penyidik Polri
• Pasal 1 ayat (1) Perpres 23/2010
• Pasal 4 Perpres 23/2010
• Kewenangan Penyidik BNN (Pasal 75 UU Narkotika) melakukan penyelidikan atas
laporan serta keterangan tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
precursor, memeriksa orang atau korporasi yang diduga, memanggil orang sebagai saksi,
melakukan tes urine, mengambil sidik jari dan memfoto tersangka
PIDANA KHUSUS
46
47. Kekhususan dalam Tindak Pidana Narkotika
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi (Pasal 130)
2. Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan
pencabutan status badan hukum (Pasal 130 ayat (2)
3. Pembuktian terbalik (Pasal 98)
4. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat
dianggap delik selesai (Pasal 132)
5. Indeterminate Sentence
1. Penangkapan 3x24 jam bisa diperpanjang 3x24 jam
2. diperbolehkan adanya penyadapan yang dapat
dilakukan paling lama 3 bulan dan kalau dalam
keadaan mendesak dapat tanpa izin
3. Terdapat kewenangan khusus penyidik BNN, misanya
dapat memerintahkan bank atau Lembaga keuangan
untuk blokir rekening yang diduga hasil
penyalahgunaan narkotika, meminta bantuan interpol
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan
penyitaan barang bukti di LN
4. Ada sanksi tindakan berupa rehabilitasi (medis dan
sosial)
5. Perluasan alat bukti informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atau yang serupa dan data yang
dapat dilihat, dibaca, atau didengar (Pasal 86)
PIDANA KHUSUS
47
48. Psikotropika
• Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sistesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
• Tujuan psikotropika adalah untuk menjamin ketersedian psikotropika guna kepentingan pelayanan Kesehatan dan ilmu
pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredaran gelap psikotropika (Pasal 3
UU Psikotropika)
• Ruang lingkup psikotropika adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan psikotropika
• Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan II hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan III hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan
• Golongan IV hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan daam terapi, serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan
PIDANA KHUSUS
48
49. Tindak Pidana dan Jenis Sanksi
• Perihal perbuatan yang dilarang diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 72 UU Psikotropika
• Jenis sanksi pidana:
• Pidana pokok mati, penjara seumur hidup, penjara dalam kurung waktu tertentu, denda
• Pidana tambahan pencabutan izin usaha
• Sanksi tindakan pengusiran WNA, rehabilitasi
• Perumusan jenis pidana ada yang bersifat kumulasi-alternatif (Pasal 65) dan kumulasi (Pasal 59 dan 60)
• Percobaan atau permufakatan jahat dianggap delik selesai (Pasal 69)
PIDANA KHUSUS
49
50. Kekhususan dalam Tindak Pidana Psikotropika
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi (Pasal 130)
2. Pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha
(Pasal 70)
3. Percobaan, penyertaan, dan permufakatan jahat
dianggap delik selesai (Pasal 69)
4. Indeterminate Sentence (Pasal 59), indefinite sentence
(Pasal 60)
1. Adanya penyidik PPNS (PPNS bidang Kesehatan,
PPNS Ditjen Bea Cukai) yang berwenang melakukan
penyidikan (Pasal 56)
2. Penyidik Polri diperbolehkan adanya penyadapan yang
dapat dilakukan paling lama 30 hari (Pasal 55)
3. Terdapat kewenangan khusus penyidik BNN, misanya
dapat memerintahkan bank atau Lembaga keuangan
untuk blokir rekening yang diduga hasil
penyalahgunaan narkotika, meminta bantuan interpol
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan
penyitaan barang bukti di LN
4. Ada sanksi tindakan berupa rehabilitasi (medis dan
sosial) dan pengusiran bagi WNA
PIDANA KHUSUS
50
52. Tindak Pidana Perbankan
• Diatur dan dirumuskan dalam UU Perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
• Bentuk-bentuk tindak pidana perbankan meliputi tindak pidana yang berkaitan dengan perizinan,
berkaitan dengan pembukuan, dan berkaitan dengan perkreditan
PIDANA KHUSUS
52
53. Tindak Pidana Berkaitan dengan Perizinan
• Bank gelap Pasal 46 ayat (1) UU Perbankan, yakni menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan tanpa izin dari pimpinan BI diancam dengan pidana penjara 5-15 tahun dan denda
10-200 M
• Tidak memberikan keterangan di Pasal 47 UU Perbankan: bank yang bersifat privat dapat ditembus
dengan syarat izin dari BI
PIDANA KHUSUS
53
54. Tindak Pidana Berkaitan dengan Pembukuan
• Melakukan tindak pidana sesuai dengan anggaran dasar. Di Pasal 49 UU Perbankan seperti
pencatatan palsu dalam pembukuan atau proses laporan, menghilangkan atau tidak memasukkan atau
menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan, atau menghapus suatu pencatatan
dalam pembukuan atau laporan
PIDANA KHUSUS
54
55. Tindak Pidana Berkaitan dengan Perkreditan
• Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan dengan sengaja pihak bank menerima, mengizinkan, menyetujui
untuk terima imbalan, komisi, uang, barang untuk kepentingan pribadi untuk kelancaran kredit melebihi
batas
PIDANA KHUSUS
55
56. Pertanggungjawaban dan Sanks Pidana dalam Tindak
Pidana Perbankan
• Pertanggungjawaban pidana
• Subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan
• di UU Perbankan sendiri menggunakan frasa “barang siapa”, sehingga merujuk ke perseorangan ataupun korporasi. Akan
tetapi, terdapat kekurangan di UU Perbankan bahwa korporasi tidak dikualifikasikan sebagai subjek hukum “barang siapa”
sehingga sering terjadi perdebatan terkait hal ini
• Ada subjek khusus, seperti dewan komisaris, pegawai bank, atau pihak lain
• Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan
• Dengan adanya unsur “dengan sengaja” ataupun “kelalaian atau kealpaan” dalam perumusan pasal maka dapat dikatakan
pertanggungjawaban pidananya berdasarkan liability based on fault
• Pidana penjara dan denda diancamkan terhadap tindak pidana perbankan yang dikualifikasikan sebagai kejahatan,
sedangkan tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran diancam dengan pidana kurungan dan denda
• Sanksi pidana Pertama, pidana penjara dan denda diancamkan terhadap tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai
kejahatan, sedangkan tindak pidana perbankan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran diancam dengan pidana kurungan dan
denda. Kedua, straftmaat nya adalah indeterminate sentence . Ketiga, terdapat sanksi administratif Pada Pasal 52 berupa denda
uang, teguran tertulis, atau penurunan tingkat kesehatan bank
PIDANA KHUSUS
56
57. Kekhususan dalam Tindak Pidana Perbankan
Hukum Materiil Hukum Formil
1. Perluasan subjek hukum berupa korporasi dan adresat
khusus seperti dewan komisaris, direksi, pegawai
bank, atau pihak lainnya
2. Perumusan sanksi pidana menggunakan sistem
kumulasi dan perumusan ancaman pidana
menggunakan indeterminate sentence
1. Adanya sanksi administratif oleh Bank Indonesia
2. Permintaan keterangan terdakwa dari Bank
PIDANA KHUSUS
57
59. Latihan Soal UTS
1. Hukum pidana khusus adalah
a. Peraturan pidana di luar KUHP
b. Peraturan pidana yang tidak sesuai dengan ketentuan pemidanaan
c. Peraturan pidana yang sesuai dengan ketentuan umum pidana materiill dan formil
d. Peraturan pidana yang menyimpang dari ketentuan umum pidana materiil dan formil
2. Hukum pidana khusus disebut sebagai hukum pidana di luar KUHP
True
False
3. Tindak pidana khusus di bawah ini merupakan pidana khusus intra, kecuali
a. UU Narkotika
b. UU Terorisme
c. UU Perdagangan Orang
d. UU Pemberantasan Korupsi
4. Pasal 103 KUHP menyatakan bahwa Buku I KUHP berlaku terhadap
a. Tindak pidana dalam KUHP saja
b. Tindak pidana yang belum diatur
c. Tindak pidana warisan hukum Belanda
d. Tindak Pidana di dalam dan luar KUHP
5. Administrative Penal Law adalah
a. UU administratif yang memiliki ketentuan pidana
b. Perda dengan penegakan hukum
c. UU HAN yang mengatur pidana sebagai pengaturan
d. Semua benar
PIDANA KHUSUS
59
60. Latihan Soal UTS
1. Berikut adalah hal yang dapat menjadi elemen pembeda antara genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah
a. Korban dari genosida adalah suatu kelompok ras/etnis/agama tertentu
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan secara meluas dan sistematis
c. Kejahatan terhadap kemanusiaan dapat terjadi dalam masa perang
d. Genosida diatur dalam Statuta Roma dan hukum positif
2. Pada orde baru, ada banyak kasus pelanggaran HAM berat yang luput dari proses peradilan dan mengakibatkan impunitas. Pasca orde baru, dikeluarkan UU
Pengadilan HAM untuk mengadili para pelanggar HAM berat. Berikut adalah pernyataan yang paling tepat terkait proses peradilan terhadap kasus pelanggaran HAM
berat di Indonesia di masa lalu:
a. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili atas Kepres dengan rekomendasi DPR
b. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili di Pengadillan HAM karena Pasal 43 UU Pengadilan HAM menganut asas nonretroaktif
c. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu dapat diadili dengan dibentuk Pengadilan HAM Ad-Hoc atas inisiatif Jaksa Agung
d. Kasus pelanggaran HAM di masa lalu tidak dapat diadili di Pengadilan HAM karena UU Pengadilan HAM menganut asas nonretroaktif
3. Berikut adalah pernyataan yang tepat terkait dengan Hakim Ad-Hoc berdasarkan UU Pengadilan HAM, kecuali
a. Setidaknya Hakim Ad-Hoc di Pengadillan Tinggi berjumlah 12 orang
b. Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadillan HAM dilakukan oleh presiden
c. Komposisi Hakim Ad-Hoc dalam pemeriksaan perkara Pelanggaran HAM berat adalah 3 orang
d. Ketua MA dapat memberikan saran dalam pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad-Hoc Pengadilan HAM
4. Kelompok bersenjata X melakukan penyerangan terhadap Suku Y dengan menyabotase akses transportasi bahan pangan untuk anggota Suku Y dan melakukan
pemindahan secara paksa. Hal tersebut dikategorikan sebagai Pelanggaran HAM berat karena:
a. Memiliki tujuan menghancurkan seluruh atau sebagian suatu kelompok
b. Adanya ketidakberdayaan korban dalam melakukan perlawanan
c. Melanggar HAM orang
d. Korban merupakan suatu kelompok sipil
PIDANA KHUSUS
60
61. Latihan Soal UTS
1. Berikut ini merupakan jenis upaya hukum atas putusan perkara pidana yang diatur dalam UU Peradilan Milliter, kecuali
a. Banding
b. Kasasi
c. Peninjauan Kemballi
d. amnesti
2. Mekanisme acara pemeriksaan khusus dalam UU Peradilan Militer ditujukan untuk:
a. Mengadili anggota militer yang melakukan pelanggaran hukum disiplin militer yang berupa tindak pidana ringan
b. Mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana pada waktu perang
c. Mengadili anggota militer yang melakukan tindak pidana pelanggaran HAM yang berat
d. Mengadili anggota militer yang merugikan kepentingan militer
3. Tindak pidana militer dalam KUHPM di bawah ini yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana militer murni adalah
a. Ketidakhadiran tanpa izin yang dilakukan oleh anggota militer
b. Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh militer
c. Pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota militer
d. Pemberontakan yang dilakukan oleh anggota militer
4. Dalam UU Peradilan Militer dikenal mekanisme acara pemeriksaan cepat yang dimaksudkan untuk mengadili perkara tertentu yang dilakukan anggota militer, yaitu:
a. Pelanggaran hukum disiplin militer yang dilakukan oleh anggota militer
b. Perkara tindak pidana ringan dan pelanggaran lalu lintas tertentu yang dilakukan anggota militer
c. Ketidakhadiran tanpa izin
d. Desersi
PIDANA KHUSUS
61
62. Latihan Soal UTS
1. Dalam hal penyidik polri atau penyidik BNN menemukan tanaman narkotika, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan yang sudah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan maka penyidik wajib memusnahkan dalam waktu
a. Paling lama 14 hari sejak saat ditemukan
b. Paling lama 7 hari sejak saat ditemukan
c. Paling lama 2 x 24 jam sejak saat ditemukan
d. Tidak dimusnahkan
2. Selain pidana pokok dan pidana tambahan, UU Narkotika juga mengenal sanksi tindakan:
True
False
3. Memerintahkan pihak bank atau Lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahguna dan peredaran gelap narkotika milik
tersangka atau pihak lain yang terkait merupakan kewenangan dari
a. Penyidik Polri
b. Penyidik BNN
c. Penyidik PPNS tertentu
d. Semua benar
PIDANA KHUSUS
62