Hospitalisasi anak dapat menimbulkan stres baik pada anak maupun orang tuanya karena berbagai faktor seperti perpisahan, ketidaknyamanan, dan rasa takut. Terapi bermain dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kerjasama anak selama perawatan di rumah sakit.
Tugas Manajemen & Intervensi Bencana Alam_KEVIN PUTRA HERWANSYAH_20530014.pptxKevinPutraHerwansyah
Mata Kuliah : Manajemen intervensi bencana alam
Dosen : Heru Dwi Herbowo, S.Sos., MA.
Judul : Resume Buku Panduan Dukungan Psikososial Bagi Anak Korban Bencana Alam
Oleh : Kevin Putra Herwansyah (20530014)
Program Studi Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Tahun Akademik 2022/2023
Tugas Manajemen & Intervensi Bencana Alam_KEVIN PUTRA HERWANSYAH_20530014.pptxKevinPutraHerwansyah
Mata Kuliah : Manajemen intervensi bencana alam
Dosen : Heru Dwi Herbowo, S.Sos., MA.
Judul : Resume Buku Panduan Dukungan Psikososial Bagi Anak Korban Bencana Alam
Oleh : Kevin Putra Herwansyah (20530014)
Program Studi Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Tahun Akademik 2022/2023
Dukungan Psikososial Bagi Anak Korban Bencana Alam (Luthfia).pptxluthfia30
Berikut merupakan hasil resume buku panduan Dukungan Psikososial Bagi Anak Korban Bencana Alam
Mata Kuliah : Manajemen Intervensi Bencana Alam
Dosen : Heru Dwi Herbowo, S.Sos., MA.
Judul : Resume Buku Panduan Dukungan Psikososial bagi Anak Korban Bencana Alam
Oleh : Luthfia Rizqi Nurazizah (20530009)
Program Studi Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Tahun Akademik 2022/2023
1. Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dapat mengalamai berbagai
kejadian yang menunjukan pengalaman yang sangat trauma dan penuh dengan
stress. Hospitalisasi merupakan salah satu penyebab stress baik pada anak
maupun keluarganya, terutama disebabkan oleh perpisahan dengan keluarga, kehilangan
kendali, perlukaan tubuh dan rasa nyeri (Hidayat, 2008).
Perasaan cemas merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami oleh anak karena
menghadapi stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Pada umumnya reaksi anak
terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa
nyeri. Pada masa prasekolah reaksi anak terhadap hospitalisasi adalah menolak makan,
sering bertanya, menangis perlahan, tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Sehingga
perawatan di rumah sakit menjadi kehilangan kontrol dan pembatasan aktivitas. Sering kali
hospitalisasi dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman, sehingga ada perasaan malu, takut
sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan
perawat (Jovan, 2007).
Reaksi anak pra sekolah ketika mengalami perawatan di rumah sakit adalah dengan
menunjukkan reaksi perilaku seperti protes, putus asa dan regresi. Hal ini bisa dibuktikan
dengan anak tampak tidak aktif, sedih, tidak tertarik pada lingkungan, tidak komunikatif,
mundur ke perilaku sebelumnya (misalnya : menghisap ibu jari, mengompol dan lain-lain)
dan juga perilaku regresi seperti : ketergantungan, menarik diri dan ansietas (Wong, 2003).
Sikap regresi merupakan fenomena yang umum terjadi pada anak yang menjalani rawat inap.
Sikap regresi pada kasus yang lebih ringan muncul dalam bentuk menangis, bersandar pada
ibu dan menghisap jari serta pada yang agak lebih berat anak bisa menolak makan.
Kemungkinan lain adalah terjadinya ketergantungan seperti keinginan untuk terus
diperhatikan dan tidak dapat tidur.
Penelitian membuktikan bahwa hospitalisasi anak dapat menjadi suatu permasalahan yang
menimbulkan trauma baik bagi anak maupun orang tua sehingga meimbulkan reaksi tertentu
yang akan sangat berdampak pada kerjasama anak dan orang tua dalam perawatan anak
selama di rumah sakit (Halstroom & Elander, 1997, Brewis, 1995 & Brennam, 1994
dalam Supartini, 2004).
Lingkungan rumah sakit merupakan penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik
lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat, alat-alat, bau yang khas,
pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien anak,
2. ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perawat memegang posisi kunci
untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan
anaknya dirumah sakit karena perawat berada disamping pasien selama 24 jam. Untuk itu
berkaitan dengan upaya mengatasi masalah yang timbul baik pada anak maupun orang tua
selama anaknya dalam perawatan di rumah sakit, untuk mengurangi ketakutan anak yang
harus mengalami rawat inap di rumah sakit dapat dilakukan beberapa cara salah satunya
adalah dengan terapi bermain. Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalah anak,
apapun bentuknya harus berlandaskan pada asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai
terapi bagi anak (Syeh, 2010).
Anak yang perlu melakukan adaptasi dari mulai lingkungan, ketidaknyamanan kondisi fisik
karena penyakit yang di derita dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan proses keperawatan
yang diberikan, bentuk ketidaknyamanan yang dapat dilihat pada anak dari segi fisik seperti
menangis, gangguan pola tidur, sehingga anak sulit untuk dapat mencukupi kebutuhan
nutrisinya, selain itu pada saat hospitalisasi yang dilakukan pada anak dirumah sakit pada
umumnya sulit untuk dapat bersikap kooperatif sehingga intervensi hospitalisasi tidak
tercapai secara maksimal, keadaan tersebut merupakan hambatan bagi proses keperawatan
dalam rangka mengembalikan kondisi anak pada kondisi normal (Yuli, 2009).
Menurut Supartini (2004), terapi bermain merupakan terapi pada anak yang menjalani
hospitalisasi. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas dan nyeri. Dengan melakukan permainan anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan
permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Bermain tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan anak, karena bermain sangat diperlukan untuk
perkembangan anak.
Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau pengobatan terhadap anak yang
dikenal dengan sebutan Terapi Bermain . Karena pada saat dirawat di rumah sakit, anak
akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti cemas. Adapun
tujuan bermain bagi anak di rumah sakit yaitu, mengurangi perasaan takut, cemas, sedih,
tegang dan nyeri (Supartini, 2004).
Anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang
dari pada usia Toddler. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya anak usia
prasekolah sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Permainan adalah satu dari aspek yang
paling penting dalam kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu cara yang paling
3. efektif untuk menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah “pekerjaan” anak, dan
dalam lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk meningkatkan
ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan benci.
Menggambar atau mewarnai sebagai salah satu permainan yang memberikan kesempatan
anak untuk bebas berekspresi dan sangat terapeutik (sebagai permainan penyembuh). Anak
dapat mengekspresikan perasaannya dengan cara menggambar, ini berarti menggambar bagi
anak merupakan suatu cara untuk berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata (Suparto,
2003). Dengan menggambar atau mewarnai gambar juga dapat memberikan rasa senang
karena pada dasarnya anak usia pra sekolah sudah sangat aktif dan imajinatif selain itu anak
masih tetap dapat melanjutkan perkembangan kemampuan motorik halus dengan
menggambar meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit. Anak usia prasekolah
sedang senang-senangnya mengembangkan daya imajinasinya. Ditambah dengan
keterampilan verbalnya yang semakin baik, jadilah anak yang mampu menceritakan pikiran-
pikiran yang ada di kepalanya. Berimajinasi atau mengeluarkan ide-ide adalah bagian dari
tugas perkembangan di usia prasekolah, hal ini menunjukkan kecerdasan si anak.