penyebab kanker pada anak termasuk sesuatu yang belum diketahui hingga saat ini. peran orang tua dalam membangun mental seorang anak yang sakit penting dilakukan.
penyebab kanker pada anak termasuk sesuatu yang belum diketahui hingga saat ini. peran orang tua dalam membangun mental seorang anak yang sakit penting dilakukan.
Gulzar e tareeqat sawaneh hayat pir muhammad bakhsh lakhan shareefMuhammad Tariq
Gulzar E Tareeqat Sawaneh Hayat Pir Muhammad Bakhsh Lakhan Shareef, Hazrat Pir Muhammad Bakhsh Lakhanvi, sufi muhammad bakhsh lakhan shareef, Jallo more, Auilya Allah, Wali Allah, Lakhan Shareef, khawaja Muhammad Bakhsh, khawaja Muhammad Arif Hussain, Professor Dr Khalil ahmad khalil
Gulzar e tareeqat sawaneh hayat pir muhammad bakhsh lakhan shareefMuhammad Tariq
Gulzar E Tareeqat Sawaneh Hayat Pir Muhammad Bakhsh Lakhan Shareef, Hazrat Pir Muhammad Bakhsh Lakhanvi, sufi muhammad bakhsh lakhan shareef, Jallo more, Auilya Allah, Wali Allah, Lakhan Shareef, khawaja Muhammad Bakhsh, khawaja Muhammad Arif Hussain, Professor Dr Khalil ahmad khalil
Bayi baru lahir merupakan periode awal kehidupan seseorang menghirup udara dunia. Kehadirannya membawa kebahagiaan bagi pasangan suami istri yang membuat hidup penuh warna. Akan tetapi kadang warna itu berubah menjadi pudar karena permasalahan yang menyertainya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah anak berkebutuhan khusus oleh sebagian orang dianggap sebagai padanan kata dari istilah anak berkelaianan atau anak penyandang cacat. Anggapan seperti ini tentu saja tidak tepat, sebab pengertian anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang lebih luas, yaitu anak-anak yang memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar termasuk di dalamnya anak-anak penyandang cacat. Mereka memerlukan layanan yang bersifat khusus dalam pendidikan, agar hambatan belajarnya dapat dihilangkan sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
2. Mengetahui Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia
3. Mengetahui Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep Anak Berkebutuhan Khusus ?
2. Bagaimanakah prevalensi Anak Berkebutuan Khusus di Indonesia ?
3. Apakah faktor penyebab Anak Berkebutuhan Khusus ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Anak Berkebutuhan Khusus
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan menyimpang dari kriteria normal baik secara fisik, psikis, emosi, dan perilaku, sehingga dalam mengembangkan potensinya memerlukan perlakuan dan pendidikan khusus.
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.
Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang besifat menetap (permanent).
1. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementara (Temporer)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, misalnya trauma akibat bencana alam atau kerusuhan, anak yang mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar, atau anak yang tidak bisa membaca karena kekeliruan guru mengajar. Pengalaman traumatis dapat menjadi hambatan dalam belajar karena mengganggu emosional siswa. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat bisa jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi a
Tugas Manajemen & Intervensi Bencana Alam_KEVIN PUTRA HERWANSYAH_20530014.pptxKevinPutraHerwansyah
Mata Kuliah : Manajemen intervensi bencana alam
Dosen : Heru Dwi Herbowo, S.Sos., MA.
Judul : Resume Buku Panduan Dukungan Psikososial Bagi Anak Korban Bencana Alam
Oleh : Kevin Putra Herwansyah (20530014)
Program Studi Kesejahteraan Sosial
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Tahun Akademik 2022/2023
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
M. Fattahillah Ajrun Azhiima_2021B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Hospitalisasi dan kecemasan pada anak
1. HOSPITALISASI DAN KECEMASAN PADA ANAK
1. Hospitalisasi
Hospitalisasi selama kanak-kanak adalah pengalaman yang memiliki efek yang
lama kira-kira satu dari tiga anak pernah mengalami hospitalisasi (Fortinas and Warrel,
1995). Hospitalisasi menjadi stresor terbesar bagi anak dan keluarganya yang
menimbulkan ketidaknyamanan, jika koping yang biasa digunakan tidak mampu
mengatasi atau mengedalikan akan berkembang menjadi krisis. Tetapi besarnya efek
tergantung pada masing-masing anak dalam mempersepsikannya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi koping anak :
a. Umur dan perkembangan kognitifnya
b. Pengalaman sakit terdahulu
c. Kedekatan anak pada orang tua
d. Lamanya sakit dan seringnya anak dirawat
e. Tipe dan frekwensi tindakan invasif yang dilakukan
f. Tingkat kecemasan orang tua
g. Stres yang dialami anak sebelum di rumah sakit
3. Kecemasan anak usia pra sekolah selama dirawat di rumah sakit menurut Hewen
Lewer (1996), adalah :
a. Perpisahan dengan orang tua
2. b. Tidak mengenal petugas dan lingkungan rumah sakit
c. Pembatasan aktifitas dan merasa sebagai hukuman
d. Kehilangan keutuhan/cedera tubuhnya atau nyeri
4. Respon-respon kecemasan pada anak.
Menurut (Borkovee, et all, 1977), reaksi ketakutan dan kecemasan pada anak
merupakan suatu yang kompleks, pengorganisasian dari tiga sistem respon yaitu
subyektif, motorik dan fisiologi.
Dampak Hospitalisasi pada Ana Usia Prasekolah
Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau gangguan
fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan (Parini, 1999). Hospitalisasi terjadi
apabila dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami suatu gangguan fisik
maupun mentalnya yang memungkinkan anak untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Hospitalisasi dapat merupakan satu penyebab stres bagi anak dan keluarganya. Tetapi tingkat
stresor terhadap panyakit dan hospitalisasi tersebut berbeda menurut anak secara individu.
Mungkin seorang anak menganggap hal itu sebagai hal yang biasa tetapi mungkin yang
lainnya menganggap hal tersebut sebagai suatu stresor.
Menurut Sandra R. Mott et all (1990) dampak hospitalisasi pada anak meliputi :
a. Dampak perpisahan
perpisahan dengan orang yang dapat memberinya semangat menimbulkan suatu kecemasan
pada anak. Perpisahan dengan figur pemberi kasih sayang selama prosedur yang menakutkan
atau menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak nyaman pada anak. Lebih jauhnya, anak
tidak mampu untuk mengerti bahwa hal tersebut merupakan perpisahan sementara dan alasan
ketidakhadiran orang tua berakibat perasaan dibiarkan.
b. Kehilangan kontrol
Hospitalisasi pada anak tanpa melihat usia anak sering menimbulkan kehilangan kontol pada
fungsi tubuh tertentu. Anak sering membutuhkan bantuan dalam mengerjakan aktifitas yang
dia dapat lakukan sendiri di rumah. Hal ini menyebabkan anak merasa tidak berdaya dan
frustasi serta meningkatkn ketergantungan pada orang lain.
c. Gangguan body image
Dimulai pada masa pra sekolah, anak sering merasa tidak nyaman terhadap perubahan
penampilan tubuh atau fungsinya yang disebabkan oleh pengobatan, perlukaan, atau
ketidakmampuan. Mereka mungkin takut bertemu orang lain dan tidak memperbolehkan
orang lain untuk melihatnya.
3. d. Sakit/pain
prosedur yang menyakitkan dan invasif merupakan stresor bagi anak pada semua usia.
Selama masa pra sekolah anak belajar mengasosiasikan nyeri dengan prosedur spesifik misal
pengambilan sampel darah, aspirasi sumsum tulang belakang, ganti balutan atau injeksi.
Anak yang mendapat suntikan berulang tidak mengerti mengapa tubuhnya selalu disakiti.
Pengalaman ini dapat menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya anak tidak
memberikan rasa nyaman atau menenangkannya.
e. Ketakutan
Terjadinya karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang mungkin asing baginya dan
karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah dikenalnya.
f. Lingkungan Asing
Menurut Wong & Whaley (1996) lingkungan asing merupakan lingkungan yang berbeda dari
lingkungan rumah atau tempat tinggalnya dan tidak dikenali sebelumnya. Dalam hal ini
adalah lingkungan rumah sakit yang menakutkan atau mengerikan bagi anak, tidak ada orang
yang dikenalinya dan banyak terdapat perawat dan dokter yang berbaju putih serta peralatan
yang mengerikan seperti jarum suntik, infus, kateter maupun alat-alat pemeriksaan radiologis.
Melestarikan kelanjutan antara lingkungan rumah dan rumah sakit merupakan pemikiran
yang sangat penting untuk mengatasi dan meringankan penyakit anak. Tujuannya adalah
untuk menyembuhkan (jika mungkin) atau memperbaiki status fisik dan mental sehingga
anak dapat berkembang dalam keterbatasannya.
Lingkungan yang ramah, suasana seperti rumah, terbuka pada anak di rumah sakit dan tempat
diatur seperti di rumah misalnya seperti tempat makan, tempat minum, duduk dan istirahat
sehingga dapat meminimalkan dampak hospitalisasi.
g. Jenis Tindakan/Prosedur
Tindakan/prosedur merupakan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal (Carpenito,
1998).
Pelaksanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan secara langsung yaitu ditangani
sendiri oleh perawat yang menemukan masalah kesehatan, dan dapat juga dengan cara
delegasi yaitu diserahkan kepada perawat lain atau orang lain yang dapat dipercaya seperti
keluarga pasien untuk melakukan tindakan kepada pasien.
Tindakan/prosedur yang menyakitkan merupakan stresor bagi anak pada semua usia. Selama
masa pra sekolah anak belajar mengasosiasikan dengan prosedur yang spesifik seperti
pengambilan darah, infus, penyuntikan maupun ganti balutan. Pengalaman ini dapat
4. menimbulkan trauma jika orang yang dipercaya tudak memberikan rasa nyaman atau
menenangkannya (Mott et al, 1995).
h. Immobilitas Fisik
Immobolitas fisik merupakan pembatasan gerak atau aktifitas dari yang biasanya dilakukan
(Carpenito, 1998).
Seorang anak yang di masa pertumbuhan dan perkembangan, dimana dalam kesehariannya ia
tampak begitu aktif, harus terganggu karena ia harus dirawat di rumah sakit. Anak harus
berbaring di tempat tidur dan tidak dapat bermain dengan teman-teman serta orang-orang
terdekatnya. Perilaku anak menjadi tidak kooperatif yang menyebabkan harus diberikan
pembatasan fisik dengan cara mengikat.
Bagi anak-anak yang dapat berprilaku kooperatif pengikatan tidak perlu dilaksanakan.
Lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga anak tetap merasa aman dengan kelemahan dan
kondisinya, untuk meningkatkan kebebasan selama di tempat tidur misalnya dengan
meletakkan tempat tidur di dekat pintu dan jendela. Untuk meminimalkan gangguan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari dapat dibuat jadwal waktu bersama-sama antara anak dan
perawat yang akan dipakai pedoman oleh anak dengan tidak mengabaikan kesehatan atau
program pengobatan (Depkes, 1998)