Modul ini membahas tentang anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat. Topik utama meliputi pengertian anti monopoli dan persaingan tidak sehat, asas dan tujuan, kegiatan dan perjanjian yang dilarang, pengecualian, sanksi, serta kasus monopoli PLN.
Hbl, dimas triadi, hapzi ali, anti monopoli dan persainagn bisnis tidak sehat...Dimas Triadi
Hbl, dimas triadi, hapzi ali, anti monopoli dan persainagn bisnis tidak sehat, pada suatu aktivitas bisnis atau pada suatu perusahaan, universitas mercu buana, 2018, pdf
Hbl, dimas triadi, hapzi ali, anti monopoli dan persainagn bisnis tidak sehat...Dimas Triadi
Hbl, dimas triadi, hapzi ali, anti monopoli dan persainagn bisnis tidak sehat, pada suatu aktivitas bisnis atau pada suatu perusahaan, universitas mercu buana, 2018, pdf
AN NISA RIZKI YULIANTI
UNIVERSITAS MERCU BUANA (mercu buana university) 2019 JAKARTA, INDONESIA
Prof. Dr. Hapzi Ali,CMA (Dosen Pengampu)
HUKUM BISNIS dan LINGKUNGAN
10. hbl, maghfira arsyfa ganivy, hapzi ali, anti monopoli dan persaingan bisn...Maghfira Arsyfa Ganivy
PENGERTIAN MONOPOLI Dalam UU No. 5 Tahun 1999
Pengertian monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha
PENGERTIAN PRAKTEK MONOPOLI dalam UU no. 5 Tahun 1999
UU No. 5 Tahun 1999 juga mengatur tentang praktek monopoli yang pengertiannya sebagai berikut.
“Praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasanya produksi dan pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”
PENGERTIAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
“Persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
HBL,10,Giri Yogo,Hapzi Ali,Anti monopoli dan persaingan bisnis,Universitas Mercu Buana,2018
1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
GIRI YOGO DWISASONGKO
Anti Monopoli dan Persaingan Bisnis
Tidak Sehat
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Kode MK Disusun Oleh
Pasca Sarjana Akuntansi …. Giri Yogo Dwisasongko
Abstract : Kompetensi
Anti Monopoli dan Persaingan Bisnis
Tidak Sehat
Mahasiswa mampu menjelaskan Anti
Monopoli dan Persaingan Bisnis Tidak Sehat
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pengertian
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoliadalah penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku
usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan
antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
dilakukan dengan cara melawan hukumatau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang (tidak sehat )
adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha’.
Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk
memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi
dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting
competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Kegiatan yang dilarang dalam anti monopoli
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang
undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari kata
“kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan disini adalah
aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum
dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1) Monopoli
Adalah penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
2) Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang
menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
3) Penguasaan pasar
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat yaitu :
1. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar yang bersangkutan;
2. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan
hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
3. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
4. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4) Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan
maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol
(pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
5) Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
6) Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seorang yang menduduki
jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang
merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
7) Pemilikan Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang
memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam
bidang sama pada saat bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
8) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan bahwa pelaku usaha yang
berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang menjalankan perusahaan bersifat tetap
dan terus menerus dengan tujuan mencari keuntungan.
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai
berikut :
1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5. Kartel
6. Trust
7. Oligopsoni
8. Integrasi vertikal
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Hal-hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri
dari:
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
3. Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan
dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam
sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi
pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan
dalam Pasal 49.
Kasus Monopoli yang Dilakukan Oleh Perusahaan Listrik Negara
(PT. PLN)
Kelistrikan di Indonesia adalah bentukan sejarah, keadaan geografis, dan keteresediaan sumber
daya alam dari zaman dahulu. Dalam perjalanannya, pemerintah selalu mengambil peran yang
sempurna dalam penyediaan listrik bagi rakyat yang didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945. Meskipun
pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dan setelah kemerdekaan telah ada perusahaan swasta
komersial yang memproduksi listrik, namun pemerintah nasional mengambil peranan dalam
pembangunan sektor ini selama 50 tahun terakhir. Perusahaan Umum Listrik Negara yang didirikan
pada 1950 telah menjadi pemain kunci dalam cepanya pembangunan sektor kelistrikan. Data
statistik menunjukkan bahwa PLN adalah salah satu perusahaan listrik terbesar di dunia dengan total
pelanggan 22 juta dan lebih dari 50.000 karyawan serta hampir seluruh bagian masyarakat
adalah stakeholders bagi PLN.[2]
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
PLN berdiri dilandaskan pada UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan pada tahun 2002
UU No.15 Tahun 1985 dinyatakan tidak berlaku oleh UU No. 20 Tahun 2002. Namun kemudian
melalui Putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 yang dibacakan pada hari Rabu tanggal 15
Desember 2004 menyatakan bahwa UU No. 20 Tahun 2002 tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Permasalahan inti dari persoalan UU No. 20 Tahun 2002 adalah pada Pasal 16, 17 dan 68
yang menjiwai dari UU ketenagalistrikan tersebut. Pasal 16 menyatakan bahwa usaha penyediaan
tenaga listrik dilakukan secara terpisah oleh Badan Usaha yang berbeda. Pasal 17 menyatakan
bahwa usaha pembangkitan listrik dilakukan berdasarkan kompetisi dan dilarang menguasai pasar.
Larangan penguasaan pasar ini meliputi segala tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat antara lain:
1. menguasai kepemilikan;
2. menguasai sebagian besar kapasitas terpasang pembangkitan tenaga listrik dalam satu
wilayah kompetisi;
3. menguasai sebagian besar kapasitas pembangkitan tenaga listrik pada posisi beban puncak;
4. menciptakan hambatan masuk pasar bagi Badan Usaha lainnya;
5. membatasi produksi tenaga listrik dalam rangka mempengaruhi pasar;
6. melakukan praktik diskriminasi;
7. melakukan jual rugi dengan maksud menyingkirkan usaha pesaingnya;
8. melakukan kecurangan usaha; dan/atau
9. melakukan persekongkolan dengan pihak lain.
Sedangkan Pasal 68 menyatakan bahwa Pada saat Undang-undang ini berlaku, terhadap Pemegang
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dianggap telah memiliki izin yang terintegrasi secara vertikal
yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, dan penjualan tenaga listrik dengan tetap
melaksanakan tugas dan kewajiban penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sampai
dengan dikeluar-kannya Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik berdasarkan Undang-undang ini.
Keputusan MK dalam hal ini menyatakan bahwa Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68 UU No. 20 Tahun
2002 tentang Ketenagalistrikan berlawanan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Meskipun yang berlawanan hanya tiga pasal tersebut,
akan tetapi karena pasal-pasal tersebut merupakan jantung dari UU No.20 Tahun 2002 padahal
seluruh paradigma yang mendasari UU Ketenagalistrikan adalah kompetisi atau persaingan dalam
pengelolaan dengan sistem unbundling dalam ketenagalistrikan tidak sesuai dengan jiwa dan
semangat Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang merupakan norma dasar perekonomian nasional
Indonesia. MK berpendapat bahwa cabang produksi dalam Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 di bidang
ketenagalisrikan harus ditafsirkan sebagai satu kesatuan antara pembangkit transmisi dan distribusi
sehingga dengan demikian meskipun hanya pasal, ayat, atau bagian dari ayat tertentu saja dalam
undang-undang a quo yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengkiat akan tetapi hal
tersebut mengakibatkan UU No.20 Tahun 2002 secara keseluruhan tidak dapat dipertahankan,
7. 7 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
karena akan menyebabkan kekacauan yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam
penerapannya.
Dalam siaran Pers Koalisi Masyarakat Anti Kenaikan Harga sebagai pihak yang mengajukan Judicial
Reviewatas UU No. 20 Tahun 2002 menyatakan bahwa dalam UU No. 20 Tahun 2002 terlihat bahwa
negara tidak lagi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum dan tidak ada lagi ketentuan yang menyebutkan agar harga listrik
terjangkau oleh masyarakat sebagaimana semula ditetapkan dalam UU No. 15 Tahun 1985 terlebih
lagi harga listrik diserahkan kepada pasar sehingga tidak mempertimbangkan daya beli atau kondisi
sosial ekonomi masyarakat. Hal ini sangat merugikan kepentingan bangsa, negara dan rakyat
Indonesia (merugikan kepentingan publik).
Akibat adanya pertentangan antara UU No.20 Tahun 2002 dengan UUD Pasal 33, menimbulkan
dampak yang merugikan kepentingan bangsa, Negara dan masyarakat (publik) Indonesia, PLN juga
terkena dampaknya. PLN yang selama ini merupakan satu-satunya BUMN yang mengelola sektor
ketenagalistrikan dan telah memberikan sumbangsih bagi bangsa, Negara, dan masyarakat yang
telah menjalankan fungsi untuk menyediakan tenaga listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia
dengan harga terjangkau dan juga telah memberikan peran yang besar bagi perekenomian nasional,
berdasarkan UU No. 20 tahun 2002 tidak lagi merupakan cabang produksi yang penting yang
menguasai hajat hidup orang banyak. Akibatnya, tidak adanya jaminan dan kepastian bagi seluruh
masyarakat untuk memperoleh tenaga listrik dengan harga terjangkau dan justru akan merugikan
perekonomian Negara yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat Indonesia. Bahkan dapat pula mengganggu keamanan negara dan kedaulatan negara karena
negara tidak lagi berkewajiban mengelola cabang produksi terpenting untuk kepentingan dan
kemakmuran rakyat.
Putusan MK ini sejalan dengan pengalaman dunia akan tenaga kelistrikan yang telah membuktikan
bahwa keberhasilan restrukturisasi sektor tenaga listik adalah mitos belaka. Sejumlah negara baik
negara maju dan berkembang telah menerapkan restrukturisasi namun memberikan hasil yang
serupa yaitu kenaikan tarif listrik, terjadinya pemadaman, menurunnya tingkat kehandalan,
penguasaan sektor listrik oleh sebagian kecil perusahaan energi multinasional dan kegagalan negara
melindungi kepentingan ekonomi dan kepentingan masyarakat.
Secara ekonomi, iklim kompetensi dan persaingan yang sehat dapat menghemat miliaran atau
bahkan terilyunan rupiah uang konsumen yang harus dibayarakan ke produsen karena harga yang
tidak wajar (overcharge) sebagai akibat kenaikan harga yang artifisial. Secara umum, terdapat
beberapa manfaat yang didapat perekonomian jika pada sektor ketenagalistrikan terjadi kompetisi
dan persaingan yang sehat, di antaranya adalah:
1. Harga yang wajar dilihat dari kualitas.
Dalam iklim persaingan, produsen akan berlomba-lomba menarik konsumen dengan menurunkan
harga dan meningkatkan kualitas barang/jasa yang dijualnya. Hanya barang/jasa dengan harga yang
rendah dengan kualitas terbaik yang akan dibeli oleh konsumen.
2. Konsumen memiliki banyak pilihan dalam membeli barang/jasa.
8. 8 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Pasar yang kompetitif akan menghasilkan barang/jasa yang ditawarkan pelaku usaha dengan pilihan
harga dan kualitas yang bervariasi. Setiap konsumen pada dasarnya memiliki daya beli dan selera
yang berbeda-beda. Karakteristik konsumen untuk memproduksi barang/jasa sesuai dengan
kemampuan dan keinginan konsumen. Produsen dituntut untuk sensitif terhadap daya beli dan
perubahan selera konsumen. Pelaku usaha yang tidak tanggap terhadap perubahan daya beli dan
perubahan selera konsumen lambat laun akan tersingkir di pasar.
3. Persaingan memungkinkan timbulnya inovasi.
Persaingan usaha akan merangsang pelaku usaha berlomba-lomba membuat inovasi, baik inovasi
produk untuk memenuhi selera konsumen, inovasi teknologi maupun inovasi metode produksi yang
lebih efisien. Inovasi akan terus berkembang karena dalam pasar yang bersaing hanya pelaku usaha
inovatif yang dapat bertahan dan bersaing. Terkait dengan sektor ketenagalistrikan, jika ada pesaing
lain bagi PLN, tentunya akan mendorong PLN berpikir dan melakukan yang terbaik dalam
menentukan harga dan memberikan pelayanan. Hal ini secara positif akan mendorong PLN pada
efisiensi kinerja dan inovasi teknologi.
Namun, kompetisi yang dikehendaki agar dapat tercapai suatu iklim usaha yang sehat tidak dapat
dilakukan dalam bidang ketenagalistrikan. Hal ini dikarenakan segmen yang bersifat monopoli
alamiah tidak dikompetisikan dan diprioritaskan untuk dikelola oleh BUMN. Pada dasarnya usaha
penyediaan ketenagalistrikan dilakukan secara monopoli, harga jual juga tetap dilakukan oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan dalam memberi izin tersebut.
Meskipun demikian usaha penyediaan ketenagalistrikan juga dapat dilakukan secara terintegrasi
atau satu jenis usaha saja. Namun karena PLN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maka diberi
hak untuk diprioritaskan dalam memenuhi ketenagalistrikan. Dengan demikian ketersediaan listrik
sesungguhnya merupakan tugas Pemerintah untuk menenuhinya. Keterlibatan swasta dalam
penguasaan listrik tidak dapat dilakukan melalui mekanisme pasar dikarenakan ketenagalistrikan
merupakan sektor yang unik dan perlu penanganan khusus demi untuk tersedianya listrik yang relatif
murah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, secara hukum masih terdapat berbagai perdebatan, apakah usaha yang dilakukan
oleh PLN adalah tindakan monopoli yang diperbolehkan atau tidak. Namun melihat dari kerugian
yang diterima oleh masyarakat, seharusnya tindakan monopoli ini tidak boleh dilakukan. Kerugian ini
diduga karena kurang optimalnya kinerja PLN dalam penyedia listrik masyarakat. Sedangkan dari segi
persaingan usaha, monopoli yang dilakukan PLN merupakan persaingan usaha yang tidak sehat
karena mulai adanya pihak swasta yang juga menyediakan tenaga listrik di Indonesia. Persaingan ini
dianggap sehat apabila PLN tidak menghalangi usaha perusahaan listrik swasta lainnya untuk
menyediakan listrik bagi masyarakat, sedangkan dalam hal ini PLN malahan menghalangi perusahaan
lain untuk bersaing di bidang ketenagalistrikan ini.
Kesimpulan
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan
kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun, monopoli yang dilakukan oleh PLN dalam sektor ketenagalistrikan memiliki landasan yuridis
yang kuat yakni melalui konstruksi hukum Pasal 33 UUD 1945, UU Ketenagalistrikan. Hanya saja, PLN
9. 9 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
belum mampu menunjukkan kinerjanya secara optimal sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan
listrik bagi seluruh rakyat Indonesia secara layak. Demikian ini merupakan suatu hal yang dilematis
bagi penyelenggaraan ketenagalistrikan di Indonesia mengingat kedudukan PLN yang kuat secara
yuridis tersebut.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, sebaiknya pemerintah
juga membuka kesempatan yang luas bagi penyedia listrik lain baik investor swasta maupun
internasional dalam persaingan usaha ketenagalistrikan. Akan tetapi, Pemerintah harus tetap
mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan
yang merugikan masyarakat. Selain itu, Pemerintah hendaknya dapat memperbaiki kinerja PLN saat
ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak
sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 001-021-022/PUU-I/2003.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan.
Sumber :
https://nenygory.wordpress.com/2011/05/30/kasus-monopoli-yang-dilakukan-oleh-perusahaan-
listrik-negara-pt-pln/
https://pandubudimulya.wordpress.com/2015/06/11/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/