Modul ini membahas perlindungan konsumen dan hukum di Indonesia. Modul ini menjelaskan pengertian perlindungan konsumen menurut undang-undang dan para ahli hukum. Modul ini juga menjelaskan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha menurut undang-undang perlindungan konsumen. Prinsip tanggung jawab produk dalam perlindungan konsumen juga diuraikan dalam modul ini.
AN NISA RIZKI YULIANTI
UNIVERSITAS MERCU BUANA (mercu buana university) 2019 JAKARTA, INDONESIA
Prof. Dr. Hapzi Ali,CMA (Dosen Pengampu)
HUKUM BISNIS dan LINGKUNGAN
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yaitu tentang hak pelaku usaha
AN NISA RIZKI YULIANTI
UNIVERSITAS MERCU BUANA (mercu buana university) 2019 JAKARTA, INDONESIA
Prof. Dr. Hapzi Ali,CMA (Dosen Pengampu)
HUKUM BISNIS dan LINGKUNGAN
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyebutkan pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yaitu tentang hak pelaku usaha
Berdasarkan kenyataan yang tidak dibantahkan bahwa bisnis merasuki seluruh kehidupan semua manusia, maka dari perspektif etis, bisnis diharapkan dan dituntut untuk menawarkan sesuatu yang berguna bagi manusia dan tidak sekedar menawarkan sesuatu yang merugikan hanya demi memperoleh keuntungan. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun di sisi lain, perlindungan tersebut harus juga melindungi eksistensi produsen yang sangat esensial dalam perekonomian negara. Oleh karena itu, diperlukan perundang-undangan yang dapat melindungi kedua belah pihak.
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Pengertian konsumen sendiri adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam produk barang/pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawaran barang secara langsung. Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan.
Original file name: _PERLINDUNGAN KONSUMEN2.ppt
Field of Study : Accounting, Management
Subject : Hukum Bisnis II
Author : Nurti Widayati, SH., MH.
Filetype : ppt
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
HBL,9,Giri Yogo,Hapzi Ali,Perlindungan konsumen dan perlidungan hukum,Universitas Mercu Buana,2018
1. MODUL PERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
GIRI YOGO DWISASONGKO
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN
PERLINDUNGAN HUKUM
Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program
Studi
Kode MK Disusun Oleh
Pasca Sarjana Akuntansi …. Giri Yogo Dwisasongko
Abstract : Kompetensi
Perlindungan Konsumen dan
Perlindungan Hukum
Mahasiswa mampu menjelaskan Perlindungan
Konsumen dan Perlindungan Hukum
2. 2 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Pengertian Perlindungan Konsumen Indonesia
Pengertian Perlindungan Konsumen Indonesia adalah - Nomor 8 Tahun 1999 pasal 1 angka 1 yang
berbunyi “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada Konsumen.” Rumusan pengertian perlindungan Konsumen
yang terdapat dalam pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan
sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan
Konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin kepastian hukum bagi konsumen. (Ahamadi Miru dan
Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 1.)
Definisi perlindungan Konsumen terdapat pada Undang-Undang
Republik
Pengertian Perlindungan Konsumen di kemukakan oleh berbagai sarjana hukum salah satunya Az.
Nasution, Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari hukum yang
memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-
asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup. (AZ.
Nasution, op.cit., hal. 22.)
Para pebisnis atau pelaku usaha dituntut untuk tetap memberikan yang terbaik bagi konsumen, dan
tentunya diiringi dengan tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan dari bisnis bagi
perusahaan adalah mencari keuntungan. perusahaan harus menjamin keamanan dan keselamatan
konsumen atas produk barang dan jasa yang ditawarkan biasanya disebut dengan perlindungan
konsumen dimana bisnis dan perlindungan konsumen sangat berkaitan.
Berbicara mengenai konsumen, konsumen merupakan salah satu factor penting dari berjalannya
sebuah bisnis. Suatu perusahaan tidak dapat bertahan lama tanpa konsumen sebagai pengguna
produk yang dihasilkan. Oleh karena itu sebuah perusahaan harus bisa menarik minat konsumen
terhadap produk yang telah diciptakan dengan memperhatikan hal yang menjadi keinginan
konsumen itu sendiri.
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Dengan ditetapkannya Undang Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK) pada tanggal 20 April 1999, artinya hak-hak konsumen Indonesia mendapat perlindungan
hukum. Undang Undang Perlindungan konsumen mengatur tentang hak – hak dan kewajiban
konsumen dan produsen.
Konsumen mempunyai hak yang dapat dituntut dari produsen atau pelaku usaha, produsen dan
pelaku usaha juga mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi yang tertuang dalam pasal 6
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yaitu :
3. 3 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Hak Pelaku Usaha
1.) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2.) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
4.) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5.) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Batasan hak dan kewajiban pelaku usaha jelaslah mencerminkan bahwa UUPK tidak hanya berusaha
memberikan perlindungan kepada konsumen, tetapi juga memberikan perlindungan kepada pelaku
usaha yang jujur dan beritikad baik sehingga mampu bersaing dengan sehat.
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Batasan hak dan kewajiban pelaku usaha jelaslah mencerminkan bahwa UUPK tidak hanya berusaha
memberikan perlindungan kepada konsumen, tetapi juga memberikan perlindungan kepada pelaku
usaha yang jujur dan beritikad baik sehingga mampu bersaing dengan sehat.
Mengacu pada Undang Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) hak-hak konsumen di Indonesia
sebagaimana tertulis pada bab III, pasal 4 diantaranya:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
2. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan .
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
4. 4 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Dan kewajiban konsumen sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, kewajiban
konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Prinsip tanggung jawab
Ganti rugi bukan hanya yang Nampak nyata tapi ganti rugi yang diharapkan Prinsip
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
Kalau yang digugat tidak terbukti maka yang tergugat bebas, harus dapat dibuktikan oleh yang
mendalilkan kesalahan tergugat,
Pasal 1365 KUHper (perbuatan melawan hokum); Unsur-unsurnya
1.adanya perbuatan
2.Adanya unsure kesalahan
3.adanya kerugian yang diderita
4.adanya hub kausalitas antara kesalahan dan kerugian
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (Pembuktian terbalik)
Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab ,sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah.
Jadi beban pembuktian ada pada si tergugat
3. Prinsip untuk selalu tidak bertanggung jawab
Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan
demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan contoh pada hokum pengangkutan
pada bagasi/kabin tangan, yang didalam pengawasan konsumen sendiri
5. 5 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
4. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)
Biasanya prinsip ini diterapkan karena (1), Konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk
membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, (2)
diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas
kesalahannya,missal dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga
produknya, (3) Asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati.
Prinsip ini biasa digunakan untuk menjerat pelaku usaha (produsen barang) yang memasarkan
produknya yang merugikan konsumen/ product liability
Product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal: (1) melanggar jaminan, missal khasiat
tidak sesuai janji, (2) Ada unsure kelalaian (negligence), lalai memenuhi standar pembuatan obat
yang baik, (3) Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability)
5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
Contoh dalam hal cuci cetak film , “bila film yang dicuci hilang maka konsumen hanya dibatasi
ganti kerugian nya sebesar sepeluh kali harga.
Kasus Susu Formula dan Perlindungan Konsumen
Di Indonesia, nasib perlindungan konsumen masih berjalan tertatih-tatih. Hal-hal menyangkut
kepentingan konsumen memang masih sangat miskin perhatian. Setelah setahun menunggu,
Kementerian Kesehatan akhirnya mengumumkan hasil survei 47 merek susu formula bayi untuk usia
0-6 bulan. Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri Enterobacter sakazakii. Hasil ini
berbeda dengan temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang menyebutkan, 22,73% susu formula
(dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006
terkontaminasi E sakazakii. Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas,
kasus susu formula ini telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut perlindungan konsumen.
Ini membuktikan bahwa hal-hal menyangkut kepentingan (hukum) konsumen rupanya memang
masih miskin perhatian dalam tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam pembangunan
ekonomi. Tanggung Jawab Produk Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang
disebut strict product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Ini dapat kita lihat dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya
unsur kesalahan menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Doktrin tersebut selaras dengan
doktrin perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan
6. 6 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
melanggar hukum yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan
melawan hukum berdasar pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur,
seperti adanya perbuatan melawan hukum, adanya unsur kesalahan, kerugian, dan adanya
hubungan sebab-akibat yang menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan oleh kesalahan
seseorang. Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif. Artinya, untuk memenuhi bahwa suatu
perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsure tersebut. Jika suatu perbuatan
sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai
perbuatan melawan hukum. Doktrin strict product liability masih tergolong baru dalam doktrin ilmu
hukum di Indonesia. Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi dalam doktrin perbuatan
melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengonsumsi barang atau jasa, dapat menggugat pihak
yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti produsen/pabrik, supplier, pedagang besar,
pedagang eceran/ penjual ataupun pihak yang memasarkan produk. Ini tergantung dari siapa yang
melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen. Selama ini,
kualifikasi gugatan yang masih digunakan di Indonesia adalah wanprestasi (default). Apabila ada
hubungan kontraktual antara konsumen dan pengusaha, kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi.
Jika gugatan konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort), hubungan
kontraktual tidaklah disyaratkan. Bila tidak, konsumen sebagai penggugat harus membuktikan
unsur-unsur seperti adanya perbuatan melawan hukum. Jadi, konsumen dihadapkan pada beban
pembuktian berat, karena harus membuktikan unsur melawan hukum. Hal inilah yang dirasakan
tidak adil oleh konsumen, karena yang tahu proses produksinya adalah pelaku usahanya. Pelaku
usahalah yang harus membuktikan bahwa ia tidak lalai dalam proses produksinya. Untuk
membuktikan unsur “tidak lalai” perlu ada kriteria berdasarkan ketentuan hukum administrasi
negara tentang “Tata Cara Produksi Yang Baik” yang dikeluarkan instansi atau departemen yang
berwenang. Kedigdayaan Produsen Berdasarkan prinsip kesejajaran kedudukan antara pelaku usaha
dan konsumen, hal itu mestinya tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi konsumen harus
membuktikan semua unsur perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, terhadap doktrin
perbuatan melawan hukum dalam perkara konsumen, seyogianya dilakukan “deregulasi” dengan
menerapkan doktrin strict product liability ke dalam doktrin perbuatan melawan hukum. Hal ini
dapat dijumpai landasan hukumnya dalam pasal 1504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menegaskan bahwa penjual bertanggung jawab adanya “cacat tersembunyi” pada produk yang
dijual. Menurut doktrin strict product liability, tergugat dianggap telah bersalah (presumption of
quality), kecuali apabila ia mampu membuktikan bahwa ia tidak melakukan kelalaian/kesalahan.
7. 7 Hukum Bisnis & Lingkungan Pusat Bahan Ajar dan eLearning
Giri Yogo Dwisasongko http://www.mercubuana.ac.id
Seandainya ia gagal membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul risiko kerugian yang
dialami pihak lain karena mengonsumsi produknya. Doktrin tersebut memang masih merupakan hal
baru bagi Indonesia. Kecuali Jepang, semua negara di Asia masih memegang teguh prinsip konsumen
harus membuktikan kelalaian pengusaha. Sekalipun doktrin strict product liability belum dianut
dalam tata hukum kita, apabila perasaan hukum dan keadilan masyarakat menghendaki lain, kiranya
berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 1970, hakim wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat (living law). Walhasil, berkait kasus susu
formula ada hal yang patut ditarik pelajaran. Ternyata, selama ini yang masih terpampang adalah
“kedigdayaan” produsen atau pelaku usaha termasuk pengambil kebijakan. Terlihat, pihak-pihak
terkait bersikap defensif dengan seolah menantang konsumen yang merasa dirugikan untuk
membuktikan unsur “ada/tidaknya kelalaian/ kesalahan” terhadap sebuah produk. Padahal, pihak-
pihak berwenanglah yang harus membuktikan apakah betul ada kesalahan/kelalaian dalam
produknya tersebut.
sumber:
http://id.beritasatu.com/home/kasus-susu-formula-dan-perlindungan-konsumen/15923
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html