AN NISA RIZKI YULIANTI
UNIVERSITAS MERCU BUANA (mercu buana university) 2019 JAKARTA, INDONESIA
Prof. Dr. Hapzi Ali,CMA (Dosen Pengampu)
HUKUM BISNIS dan LINGKUNGAN
AN NISA RIZKI YULIANTI
UNIVERSITAS MERCU BUANA (mercu buana university) 2019 JAKARTA, INDONESIA
Prof. Dr. Hapzi Ali,CMA (Dosen Pengampu)
HUKUM BISNIS dan LINGKUNGAN
HBL 4, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, LEMBAGA PEMBIAYAAN DAN PERAN KEGIATA...sucimeidianapratiwi
SUCI MEIDIANA PRATIWI (43217010123) HBL 4, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, LEMBAGA PEMBIAYAAN DAN PERAN KEGIATAN BISNIS, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2018
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
HBL 10, SUCI MEIDIANA PRATIWI, HAPZI ALI, ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN BISNIS TIDAK SEHAT, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2018
1. MODULPERKULIAHAN
Hukum Bisnis
Dan
Lingkungan
Anti Monopoli Dan Persaingan
Bisnis Tidak Sehat
Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh
Ekonomi Dan Bisnis Akuntansi S1
10
HBL Suci Meidiana Pratiwi
Abstract Kompetensi
Memahami Hukum Bisnis dan
Lingkungan sebagai Anti Monopoli Dan
Persaingan Bisnis Tidak Sehat
Para pembaca diharapkan dapat
memahami serta mampu menjelaskan
definisi dan tujuan Anti Monopoli Dan
Persaingan Bisnis Tidak Sehat
2. 2018
2 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Pembahasan
Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pengertian
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoliadalah
penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha.
Persaingan usaha tidak sehat (curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha
dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa
dilakukan dengan cara melawan hukumatau menghambat persaingan usaha.
Dalam UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 6 UU Antimonopoli,’Persaingan curang
(tidak sehat ) adalah persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Menurut Sherman Act, ada beberapa hal yan berhubungan dengan proses terjadinya
monopoli secara ilmiah, yaitu:
1. Monopoli terjadi akibat dari suatu superrior skill, yang salah satunya dapat
terwujud dari pemberian hak paten secara eksklusif oleh negara, berdasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pelaku usaha tertentu
atas hasil riset dan pengembangan atas teknologi tertentu. Selain itu ada juga
yang dikenal dengan istilah Trade Secret (rahasia dagang), yang meskipun tidak
memperoleh eksklusivitas pengakuan oleh negara, namun dengan rahasia
dagangnya mampu membuat produk yang superior.
2. Monopoli terjadi karena pemberian negara (Ketentuan pasal 33 (2) dan 33 (3)
UUD 1945 yang dikutip kembali dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999)
3. Monopoli yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang
terjadi karena tidak disengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang
ditentukan oleh berbagai faktor terkait dimana monopoli tersebut terjadi. Dalam
hal ini penilaian mengenai pasar bersangkutan yang memungkinkan terjadinya
monopoli menjadi sangat relevan.
Terdapat dua teori yang terdapat dalam hukum anti monopoli, yaitu:
1. Teori Perse, teori yang melarang monopoli an sich, tanpa melihat apakah ada
ekses negatifnya. Beberapa bentuk kartel, monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat harus dianggap dengan sendirinya bertentangan dengan hukum. Titik
beratnya adalah unsur formal dari perbuatan tersebut.
3. 2018
3 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
2. Teori Rule of Reason, teori ini melarang kartel dan monopoli jika dapat dibuktikan
bahwa ada ekses negatifnya.
Asas dan Tujuan Antimonopoli danPersainganUsaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalammenjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan
kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang
bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi
yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari
UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen.
Proses Monopolisasi
Ada beberapa argumen yang dapat dikemukakan sehubungan dengan proses terjadinya
monopoli secara ilmiah. Hal tersebut antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Monopoli terjadi akibat dari suatu superior skill, yang salah satunya dapat terwujud
dari peberian hak paten secara ekslusif oleh Negara.
2. Monopoli terjadi karena pemberian Negara. Di Negara kita hal ini sangat jelas dapat
dilihat dalam ketentuan pasal 33 (2) dan 33 (3) UUD 1945 yang dikutip kembali dalam
pasal 51 UU No. 5 tahun 1999.
3. Monopoli yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang terjadi
karena tidak sengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang ditentukan oleh
berbagai faktor terkait dimana proses monopoli itu terjadi.
Untuk menilai berlangsungnya suatu proses monopolisasi, sehingga dapat terjadi suatu
bentuk monopoli yang dilarang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Penentuan mengenai pasar bersangkutan (the relevant market)
DalamUU No.5 Tahun 1999, pasar bersngkutan didefinisikan sebagai pasar yang
berkaitan dengan jangkuan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas
barang atau jasa yang sama atau subtitusi dari barang atau jasa tesebut.
Untuk menetukan relevansi atau kedudukan dari suatu pasar bersangkutan pada
umumnya orang mencoba mendekatinya melalui pendekatan sensifitas produk.
Salah satu yang dapat dipakai adalah pendekatan “elasticity of demand”. Untuk
menilai relevansi keterkaitanya dengan produk competitor deperkenalkan
konsep “cross elasticity demand/CED” antara kedua produk yang saling dikaitkan.
4. 2018
4 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Dalamhal ini terdapat beberapa hal yang dapat dianggap cukup relevan dan
berpengaruh yaitu:
a. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan ptrhadap perilaku
penting terhadap usaha dan kinerja pasar antara lain jumlah penjual dan
pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,keragama produk, system distribusi
dan penguasaan pangsa pasar.
b. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha
dalamkapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang atau jasa untuk
mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset,
target penjualan dan metode persaingan yang digunakan.
c. Pangsa pasar adalah presentase nilai jual dan beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kelender
tertentu.
d. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalamtransaksi barang dan jasa sesuai
kesepakatan antara pihak dalm pasar yang bersangkutan.
2. Penilaian terhadap keadaan pasar dan jumlah pelaku usaha.
Pelaku usaha dianggap menguasai pangsa pasar secara monopoli.jika ia mempunyai
pangsa pasar lebih dari 75%. UU No. 5 Tahun 1999 pasal 4 (2) menyatan bahwa
“Pelaku usaha patut diduga dan dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa, jika 2 atau 3 pelaku usaha
atau kelompok pelaku uasaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu atau jenis
barang atau jasa tertentu.
3. Ada tidaknya kehendak untuk melakukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu.
Pada pasar bersangkutan yang sudah jenuh, kehendak untuk menjadi besar
terkadang dilaksanakan dengan cara yang tidak wajar dan tidakk sehat.
Monopoli dilarang karena mengandung beberapa efek negatif yang merugikan, yaitu:
a. Terjadi peningkatan suatu produk. Harga yang tinggi akan menyebabkan inflasi yang
merugikan masyarakat luas.
b. Adanya kekurangan (profil) diatas kewajaran yang normal, pelaku usaha akan
menetapkan harga agar meperoleh keuntungan yang sangat besar karena konsumen
tidak ada pilihan lain dan terpaksa membeli produk tersebut.
c. Terjadinya eksploitasi terhadap konsumen karena tidak adanya hak pilih konsumen
atas produk.
d. Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisiensi yang akan dibebankan kepada
konsumen dalammenghasilkan suatu produk karena perusahaan monopoli cenderung
tidak beroprasi pada average cost yang minimum.
e. Adanya entry barrier dimana perusahaan lain tidak dapat masuk kedalam bidang
usaha perusahaan monopoli.
f. Pendapatan tidak merata karena sumber dana dan modal tersedot kedalam
perusahaan monopoli.
5. 2018
5 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum.
Pada dasarnya, ada 4 unsur yang terdapat dalam praktek monopoli:
1. Adanya pemusatan kekuatan ekonomi
2. Pemusatan kekuatan tersebut berada pada satu atau lebih pelaku usaha ekonomi
3. Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
4. Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut merugikan kepentingan umum.
DalamUU No. 5 Tahun 1999 dijelaskan bahwa selama suatu pemusatan kekuatan
ekonomi tidak menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, maka hal itu tidak
dapat dikatakan telah terjadi suatu praktek monopoli, yang melanggar atau bertentangan
dengan undang-undang ini, meskipun monopoli itu sendiri secara nyata terjadi (dalam
bentuk penguasaan produksi dan/ atau pemasaran barang dan/ atau jasa tertentu). Jadi,
sebenarnya monopoli tidak dilarang, yang dilarang adalah praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu prasyarat pokok dapat
dikatakan telah terjadi suatu pemusatan ekonomi adalah terjadinya penguasaan nyata dari
suatu pasar bersangkutan sehingga harga dari barang atu jasa yang diperdagangkan tidak
lagi menggikuti hukum ekonomi mengenai permintaan dan penjualan, melainkan semata-
mata ditentukan oleh satu atau lebih pelaku ekonomi yang menguasai pasar tersebut.
Perjanjian-Perjanjianyang Dilarang
Pengertian Perjanjian
DalamUU, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun,
baik tertulis maupun tidak tertulis. Jika dibandingkan definisi UU dengan ketentuan pasal
1313 KUHP, yang menjelaskan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dan sebagai konsekuensinya
perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tidak dapat ditarik kembali oleh
salah satu pihak dalam perjanjian tersebut, kecuali penarikan atau pencabutan tersebut juga
disepakati secara bersama oleh kedua belah pihak.
6. 2018
6 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Sahnya Perjanjian
Ketentuan pasal 1320 KUHP mensyaratkan dipenuhinya 4 syarat untuk sah nya suatu
perjanjian:
1. Adanya kesepakatan bebas dari para pihak yang berjanji
2. Adanya kecakapan untuk bertindak dari para pihak yang berjanji
3. Adanya suatu obyek yang diperjanjikan
4. Bahwa perjanjian tersebut adalah sesuatu yang diperkenankan, baik oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk kebiasan dan kepatuhan
hukum, serta kesusilaan dan ketertiban umum yang berlaku pada waktu perjanjian
tersebut dibuat atau dilaksanakan
Dua persyaratan (pertama dan kedua) dalam ilmu hukum disebut dengan syarat
subyektif, karena kedua hal tersebut berhubungan langsung dengan subyek hukum yang
melakukan perbuatan hukum perjanjian tersebut. Selanjutnya dua persyaratan terakhir
(ketiga dan keempat) dalam ilmu hukum lebih dikenal dengan syarat obyektif.
Perjanjian yang Dilarang
Untuk mencegah terjadinya monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, undang-
undang melarang pelaku usaha untuk membuat perjanjian tertentu dengan pelaku usaha
lainnya. Larangan tersebut merupakan larangan terhadap keabsahan obyek perjanjian.
Dalamundang-undang obyek perjanjian yang dilarang untuk dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lainnya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 4 ayat (1))
2. Menetapkan harga tertentu atas suatu barang atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama (pasal 5 ayat (1)), dengan
pengecualian:
a. Perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan
b. Perjanjian yang didasarkan UU yang berlaku (pasal 5 ayat (2))
3. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang
sama (pasal 6)
4. Menetapkan harga dibawah pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat (pasal 7)
5. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerima barang atau jasa tidak akan
menjual atau memasok kembali barang dan jasa yang telah diterima (pasal 8)
6. Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
terhadap suatu barang dan jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (pasal 9)
7. Perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,
baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (pasal 10 ayat (1))
8. Perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan jasa dari pelaku usaha lain, yang
mengakibatkan:
a. Kerugian atau dapat diduga menerbitkan kerugian bagi pelaku usaha lain
b. Pembatasan bagi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang atau
jasa dari pasar bersangkutan (pasal 10 ayat (2))
7. 2018
7 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
9. Perjanjian yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
pemasaran suatu barang atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 11)
10. Perjanjian untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar (pasal 12)
11. Perjanjian yang bertujuan untuk bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan barang atau jasa tertentu (pasal 13 ayat (1))
12. Perjanjian yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat (pasal 14)
13. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa
hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang atau jasa tersebut kepada
pihak tertentu dan pada suatu tempat tertentu (pasal 15 ayat (1))
14. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang atau jasa
tetentu harus bersedia untuk membelibarang atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok
(pasal 15 ayat (2))
15. Perjanjian mengenai pemberian harga atau potongan harga tertentu atas barang atau
jasa (pasal 15 ayat (3))
16. Perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat (pasal 16)
Pada prinsipnya obyek yang dilarang bukanlah suatu obyek larangan yang bersifat
mutlak dan tidak dapat ditawar menawar kembali. Suatu persyaratan “yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat” merupakan
syarat pokok batalnya perjanjian tersebut.
Monopsoni merupakan istilah untuk monopoli dalam pembelian yang kenyatannya
dapat menjelma dalam berbagai derivatif sampai beberapa strata yang membawa dosa
masing-masing dalamstrata. Dalamliteratur, monopoli dilarang karena mengandung
beberapa efek negatif yang merugikan antara lain:
a. Terjadinya peningkatan harga suatu produk sebagai akibat tidak adanya kompetisi dan
persaingan yang bebas. Harga yang tinggi akan menyebabkan inflasi yang merugikan
masyarakat luas.
b. Adanya keuntungan (profit) diatas kewajaran yang normal.
c. Terjadi eksploitasi terhadap konsumen karena tidak adanya hak pilih konsumen atas
produk. Eksploitasi juga akan menimpa karyawan dan buruh yang bekerja, dengan
menetapkan gaji dan upah yang sewenang-wenang tanpa memperhatikan ketentuan
yang berlaku.
d. Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisienan yang akan dibebankan kepada
konsumen dalammenghasilkan suatu produk karena perusahaan monopoli cenderung
tidak beroperasi pada average cost yang minimum.
e. Adanya entry barrier dimana perusahaan lain tidak dapat masuk ke dalam bidang usaha
usaha perusahaan monopoli tersebut karena penguasaan pangsa pasarnya yang besar.
f. Pendapatan menjadi tidak merata kerena sumber dana dan modal akan tersedot ke
dalam perusahaan monopoli.
8. 2018
8 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Menurut UU No.5/1999 perjanjian yang dilarang adalah sebagai berikut:
a. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit,
sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
b. Penetapan harga
Dalamrangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a) Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan
atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan
yang sama
b) Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa
yang sama
c) Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga
pasar
d) Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang
diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
c. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
d. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan
pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
e. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa.
f. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja
sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan
tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau
perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa.
g. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalamsuatu pasar komoditas.
h. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
i. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau
9. 2018
9 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada
tempat tertentu.
j. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
Kegiatan-Kegiatan yang Dilarang
Undang-undang anti monopoli memberikan satu bab khusus yang mengatur kegiatan
yang dilarang, yaitu Bab IV yang terdiri dari 8 pasal. Kegiatan yang dilarang dapat kita
golongkan menjadi 4 kegiatan yaitu :
1. Monopoli, yang diatur dalam pasal 17
2. Monopsoni, yang diatur dalam pasal 18
3. Penguasaan pasar, yang diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 21
4. Persekongkolan, yang diatur dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24
Secara lengkapnya kegiatan yang dilarang tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bertujuan untuk memperoleh penguasaan
atas produksi yang dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat Parameter yang dijadikan tolak
ukur dalam undang-undang tersebut adalah :
a. Barang atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain (pelaku usaha yang mempunyai kemampuan yang
signifikan dalampasar yang bersangkutan)
c. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
2. Kegiatan untuk menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang
dan jasa dalampasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
atau persaingan usaha tidak sehat. Parameternya yang dijadikan tolak ukur dalamundang-
undang tersebut adalah :
a. Apabila satupelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Satu atau lebih kegiatan yang dilakukan, baik oleh satu pelaku usaha sendiri maupun
bersama-sama dengan pelaku usaha lainnya yang bertujuan untuk :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan dengan cara yang tidak wajar atau dengan
alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras, status sosial dan lain-lain.
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan.
d. Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan melakukan cara jual rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau
mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan.
10. 2018
10 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
5. Melakukan kecurangan dalammenetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi
bagian dari komponen harga barang dan atau jasa untuk memperoleh biaya faktor produksi
yang lebih rendah dari seharusnya
6. Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan pemenang
tender.
7. Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan
usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan.
8. Melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan
atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi kurang baik dari
kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
Untuk kegiatan yang disebut dalam angka 1-5 kegiatan yang dilarang ini dilakukan oleh
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha untuk menciptakan suasana persaingan
yang tidak sehat.
Sedangkan untuk kegiatan yang disebut dalamangka 6-8 kegiatan yang dilarang ini
dilakukan dengan cara persekongkolan atau kerjasama dengan pihak lain lain yang semua
itu dapat menyebabkan suasana persaingan yang tidak sehat dan mengarah ke monopoli.
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) adalah suatu lembaga yang khusus di
bentuk oleh dan berdasarkan undang-undang untuk mengawasi jalannya undang-undang.
KPPU bertanggung jawab langsung kepada presiden, selaku kepala negara. KPPU
terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan
sekurang-kurangnya 7 orang anggota lainnya. Ketua dan wakil ketua komisi dipilih dari dan
oleh anggota komisi. Anggota KPPU ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Masa jabatan anggota KPPU hanya 2 periode,
dengan masing-masing periode selama 5 tahun. Apabila karena berakhirnya masa jabatan
menyebabakan kekosongan dalam keanggotaan komisi, maka masa jabatan anggota baru
dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Syarat menjadi anggota KPPU :
a. Warga negara republik indonesia, berusaha sekurang-kurangnya 30 tahun setinggi-
tingginya 60 tahun pada saat pengangkatan
b. Setia pada pancasila dan undang-undang dasar 1945
c. Beriman dan bertaqwa kepada ketuhanan yang maha esa.
d. Jujur, adil dan berkelakuan baik
e. Bertempat tinggal di wilayah negara republik indonesia
f. Berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di
bidang hukum dan atau ekonomi
g. Tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berat atau kerena melakukan
pelanggaran kesusilaan
h. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan
i. Tidak terefaliasi dengan suatu badan usaha
11. 2018
11 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Tugas dan wewenang KPPU
Tugas dan wewenang KPPU di atur dalam ketentuan pasal 35, yang dikatakan bahwa tugas
komisi meliputi:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tidak pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat
3. Melakukan penilaian terhadap ada dan tidak adanya penyalah gunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat
4. Mangambil tindakan dengan wewenangnya
5. Memberikan saran pertimbangan terhadap komisi kebijakan pemerintah yang berkaitan
dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada presiden dan dewan
perwakilan rakyat.
Tata cara penanganan perkara oleh KPPU
Pemeriksaan oleh KPPU
Pasal 39 ayat 1 UU mewajibkan KPPU untuk berdasarkan laporan yang telah di sampaikan
tersebut, melakukan pemeriksaan pendahuluan. Dari hasil pemeriksaan pendahuluan
tersebut, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 hari terhitung sejak KPPU menerimah
laporan tersebut, KPPU wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan
lanjutan. Jika KPPU menetapkan perlunya untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, maka
KPPU wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang dilaporkan.
Alat-alat bukti pemeriksaan KPPU berupa:
1) Keterangan saksi
2) Keterangan ahli
3) Surat dan atau dokumen
4) Petunjuk
5) Keterangan pelaku usaha
Putusan KPPU
Putusan KPPU harus dibacakan dalam suatu bidang yang dinyatakan terbuka untuk umum
dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha. Pelaku usaha yang menerima
pemberitahuan tersebut dapat mengajukan keberatan atas putusan KPPU.
Keberatan atas putusan KPPU dan pelaksaan putusan KPPU
Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan atas KPPU dan pelaksaan putusan KPPU,
dalam jangka 14 hari setelah pemberitahuan dianggap telah menerima keputusan KPPU,
dan keputusan KPPU tersebut akan berlaku sebagai keputusan pada tingkat akhir (final) dan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sebagai konsekuensinya, putusan tersebut bersifat
eksekutorial (putusan tersebut dapat dimintakan pelaksanaan penetapan eksekusi kepada
Pengadilan Negeri). Selanjutnya undang-undang menentukan bahwa dalam 30 hari
terhitung sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan KPPU, pelaku usaha wajib
melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada KPPU.
Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan oleh pelaku usaha dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, maka KPPU menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan
12. 2018
12 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan
putusan KPPU sebagai bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penyidikan.
Keberatan atas putusan KPPU
Pelaku usaha yang tidak menerima putusan KPPU dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadikan Negeri selambat-lambatnya 14 hari setelah pemberitahuan putusan tersebut
diterima. Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan yang diajukan oleh pelaku usaha
dalam waktu 14 haru sejak diterimanya keberatan tersebut, dan harus memberikan putusan
dalam waktu 30 hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan tersebut. Apabila terdapat
keberatan atas putusan Pengadilan Negeri maka pihak yang berkeberatan atas putusan yang
dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri, dapat mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung
dalam waktu 14 hari terhitung sejak putusan dijatuhkan. Mahkamah Agung harus
memberikan putusan dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diterima.
Macam-macam Sanksi yang dapat dikenakan
Sanksi yang diberikan dalam Undang-undang secara garis besar dapat dibedakan
kedalam :
1. Tindakan administrative (pasal 47 ayat 2)
Tindakan administrative yang dapat diambil menurut ketentuan Undang-undang adalah
sebagai berikut:
a. Penetapan pembatalan perjanjian yang dilarang oleh Undang-undang sebagaimana yang
diatur dalam ketentuan pasal 4 sampai dengan pasal 13, pasal 15 dan pasal 16 Undang-
undang sebagaimana berikut:
1. Perjanjian untuk menguasai produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Perjanjian yang menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar
oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
3. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang
sama.
4. Perjanjian yang membuat suatu penetapan harga dibawah pasar,yang dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
5. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan
menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah diterimanya, dengan harga
yang lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
6. Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
7. Perjanjian yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha
yang sama, baik untuk tujuan pasar dalamnegeri maupun pasar luar negeri.
8. Perjanjian dengan maksud untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga perbuatan tersebut :
a. Merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain.
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari
pasar bersangkutan
13. 2018
13 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
9. Perjanjian dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan engatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
10. Perjanjian kerjasama untuk membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih
besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing
perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
11. Perjanjian yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau
penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam
pasar yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopolidan atau
persaingan usaha tidak sehat.
12. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa
hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada
pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
13. Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa
tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
14. Perjanjian yang memberikan harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau
jasa, dengan syarat bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku
usaha pemasok :
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain
yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
15. Perjanjian yang dibuat dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan pembuatan atau pelaksanaan
perjanjian yang menyebabkan terjadinya intergrasi vertical yang antara lain dilaksanakan
dengan pembatalan perjanjian, penglihatan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain
atau perubahan bentuk rangkaian produksinya yang dilarang oleh ketentuan pasal 14
Undang-undang.
c. Pemerintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan
atau merugikan masyarakat,berupa tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku
usaha secara keseluruhan.
d. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.
e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan sahamsebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 28 Undang-undang.
f. Pembayaran ganti rugi kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan.
g. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya
Rp.25.000.000.000,00.
14. 2018
14 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
2. Sanksi pidana pokok (pasal 48)
Selain sanksi administrative khusus untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang
melanggar ketentuan Undang-undang juga dikenakan sanksi pidana pokok menurut
Undang-undang sebagai berikut:
a. Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4 mengenai penguasaan produksi,
pasal 9 mengenai pembagian wilayah, pasal 10 yang bertujuan untuk menghalangi kegiatan
usaha dari pelaku usaha lain, pasal 11 mengenai peraturan produksi, pasal 12 mengenai
pembentukan kartel usaha, pasal 13 mengenai penguasaan pasokan secara bersama-sama
oleh pelaku usaha, pasal 14 tentang integrasi vertical, pasal 16 tentang perjanjian
internasional yang dilarang, pasal 17 tentang kegiatan monopoli, pasal 18 tentang
monopsoni, pasal 19 mengenai kegiatan penguasaan pasar, pasal 25 tentang mengenai
posisi dominan, pasal 27 tentang kepemilikan sahammayoritas dan pasal 28 tentang
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan sahamdan diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp25.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 bulan.
b. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 tentang penetapan harga secara bersama , pasal
6 tentang perbedaan harga jual, pasal 7 tentang penetapan harga dibawah harga pasar,
pasal 8 tentang penentuan batas atau patokan harga tertentu, pasal 15 tentang perjanjian
tertutup dengan pihak ke tiga, pasal 20 tentang penjualan rugi, pasal 21 tentang perlakuan
kecurangan dalam biaya produksi, pasal 22 sampai dengan pasal 24 tentang persekongkolan
dan pasal 26 tentang jabatan rangkap diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp.5.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.
c. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 mengenai pemeriksaan terhadap pelaku usaha
diancam pidana deda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya
Rp.5.000.000.000,00 atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulan.
3. Sanksi pidana tambahan (pasal 49)
Di luar sanksi pidana pokok yang dikenakan dalam pasal 48 ayat 1 sampai dengan ayat
3 Undang-undang tersebut di atas ketentuan pasal 49 Undang-undang menetapkan sanksi
pidana tambahan dengan menunjuk pada ketentuan pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap pidana yang dijatuhkan berdasarkan ketentuan pasal 48 dapat dijatuhkan
pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan izin usaha
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Undang-undang ini untuk menduduki jabatan Direksi atau Komisaris sekurang-kurangnya 2
tahun dan selama-lamanya 5 tahun.
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada
pihak lain.
15. 2018
15 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
4. Pengecualian-pengecualian
Selain pengecualian yang secara khusus diatur dalam pasal 5 ayat 2 mengenai
penetapan harga secara bersama, Undang-undang juga mengecualikan beberapa hal berikut
ini dari berlakunya Undang-undang ini:
a. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
b. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang atau jasa tidak mengekang dan tidak
menghalangi persaingan.
c. Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat yang luas.
d. Perjanjian internasioanal yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia.
e. Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat luas
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu
kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri
h. Pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya
16. 2018
16 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Implementasi Kasus
Kasus PT PLN
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang
bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih
merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini
PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan
mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena
PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa
barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga
berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat
disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada
pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan
ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik
Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang
bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap
hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat
(2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk
kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh
agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah.
Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara
untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27
Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General
Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co,
Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi.
Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap
ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
17. 2018
17 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan
pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan
sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam
operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di
Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang
membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit
daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara
pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati,
Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga
permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU
Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat
sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata
dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering
terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi
enggan untuk berinvestasi.
Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika deontologi
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk
bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan
akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri
sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan
kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari
tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak
yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai
tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan
tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum
mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika
deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.
Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika teleologi
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya
suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau
berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di
18. 2018
18 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945,
dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka
PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
Monopoli PT. PLN ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila
bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari teori
etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga
kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.
Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan
Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan
kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
19. 2018
19 Hukum Bisnis Dan Lingkungan PusatBahan Ajar dan eLearning
Suci Meidiana Pratiwi http://www.mercubuana.ac.id
DaftarPustaka
https://naufalalfatih.wordpress.com/2012/10/10/anti-monopoli-dan-
persaingan-tidak-sehat/
http://ceritaku-intaneka.blogspot.co.id/2015/04/hukum-anti-monopoli-dan-
persaingan.html
https://lppcommunity.wordpress.com/2009/01/08/etika-bisnis-monopoli-
kasus-pt-perusahaan-listrik-negara/