Laporan pendahuluan ini membahas tentang praktik keperawatan di ruang maternitas RSUD Arifin Achmad. Dokumen ini menjelaskan pengertian haemorraghe post partum, klasifikasi, etiologi, faktor risiko, patofisiologi, gejala klinis, komplikasi, dan penatalaksanaannya. Topik utama yang dibahas adalah diagnosis dan penanganan berbagai jenis perdarahan pasca persalinan seperti atonia uteri, retensio plasenta,
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)dr. Rachel Sagrim
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen). Pembimbing : dr. David R. Christanto, Sp.OG, KFM., M.Kes. Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan postpartum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Persalinan Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Lamanya kala III adalah ≤ 30 menit
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Klasifikasi perdarahan post partum terbagi atas 2 :
Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam pertama, dan Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)dr. Rachel Sagrim
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen). Pembimbing : dr. David R. Christanto, Sp.OG, KFM., M.Kes. Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan postpartum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Persalinan Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Lamanya kala III adalah ≤ 30 menit
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Klasifikasi perdarahan post partum terbagi atas 2 :
Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam pertama, dan Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
Antonia Uteri adalah kelainan yang terjadi pada saat setelah melahirkan yaitu tidak ada terjadinya kontraksi dan naiknya tinggu fundus uterus. namun hal oini bisa dicegah dengan melakukan massase fundus uteri dengan baik dan benar. Antonia uteri bisa terjadi pada ssemua wanita yang melahirkan, karena antonia uteri tidak dapat dicegah pada saat kehamilan disebabkan gejala dan terjadinya antonia hanya muncul saat setelah persalinan. Sebaiknya apabila anda berisiko untuk mengalami komplikasi lakukan pemeriksaan anc secara rutin ke faskes terdekat, tujuan anc adalah untuk melihat perkembangan janin dan ibu dan juga mendeteksi secara dini kemungkinan komplikasi yang akan ibu alami. Pentingnya edukasi saat kehamilan yaitu untuk mencegah terjadinya AKI sehingga dapat dideteksi sedini mungkin. Apabila antonia uteri terus berlanjut setelah penanganan awal dilakukan segera lakukan untuk merujuk ibu, sertakan data rujukan dan persiapkan ibu untuk melakukan rujukan. Bagaimanapun pencegahan perlu dilakukan sebelum adanya kejadian yang lebih parah
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
1. LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATAN KLINIK IV (MATERNITAS)
RUANG CAMAR I
RSUD ARIFIN ACHMAD
OLEH :
RIZKY IKA WINDA
1011121606
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2013
2. Laporan Pendahuluan
Praktik Keperawatan Klinik IV (Maternitas)
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau
Nama Mahasiswa : Rizky Ika Winda
NIM : 1011121606
Tanggal Praktik : 30 Mai 2013 – 1 Juni 2013
Ruang Praktik : Camar I
Judul LP : Haemorraghe Post Partum (HPP)
A. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik fisik
maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin
sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan
sebelum hamil (6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap :
Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu
pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke enam).
Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post
partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late
post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan
paska persalinan atau HPP.
Menurut Willams & Wilkins (2003) perdarahan paska persalinan adalah
perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera
setelah bayi lahir. Tetapi menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan
sulit karena bercampurnya darah dengan air ketuban serta rembesan di kain pada
alas tidur. POGI, tahun 2000 mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah
perdarahan yang terjadi pada masa post partum yang menyebabkan perubahan
tanda vital seperti klien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam
pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90 mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar
HB < 8 gr %.
3. B. Klasifikasi perdarahan.
Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah
perdarahan berlebihan ( 600 ml atau lebih ) dari saluran genitalia yang
terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah
perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska
persalinan.
C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan
perineum, luka episiotomi.
2. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri,
retensi plasenta, inversio uteri.
3. Gangguan mekanisme pembekuan darah.
Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh
sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan
dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.
D. Faktor Predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah
lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama
hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan
diantisipasi pada waktu persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti
dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan
lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus
diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat
uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi
saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. 4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu
diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.
E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus
masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta
terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut
akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,
akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan
yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan
paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti
robekan servix, vagina dan perinium.
F. Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan
sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosa Penyebab
Uterus tidak
berkontraksi dan
lembek
Perdarahan segera
setelah bayi lahir
Syok
Bekuan darah pada
serviks atau pada
posisi terlentang
akan menghambat
aliran darah keluar
Atonia uteri
Darah segar
mengalir segera
setelah anak lahir
Uterus berkontraksi
dan keras
Plasenta lengkap
Pucat
Lemah
Mengigil
Robekan jalan
lahir
Plasenta belum lahir
setelah 30 menit
Perdarahan segera,
uterus berkontraksi
Tali pusat putus
Inversio uteri
Perdarahan
lanjutan
Retensio plasenta
5. dan keras
Plasenta atau
sebagian selaput
tidak lengkap
Perdarahan segera
Uterus
berkontraksi tetapi
tinggi fundus uteri
tidak berkurang
Tertinggalnya
sebagian plasenta
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi
massa
Neurogenik syok,
pucat dan limbung
Inversio uteri
G. Komplikasi
Perdarahan Post partum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
1. Syok Hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan
gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat mengakibatkan
hipovalemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat,
maka akan dapat menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya merusak bagian korteks Arenal yang dipenuhi 90% darah di
ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan meyebabkan kematian.
2. Anemia
Anemia dapat terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostatis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia
dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan
tidak bergairah dan juga akan berdampak pada asupan ASI bayi.
3. Sindrom Sheeham
Hal ini terjadi karena akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum
sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovalemia yang dapat
menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat
mempengaruhi sistem endokrin.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6. e. Atasi syok jika terjadi syok
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan
pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500
cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan
robekan jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika,
lakukan pengurutan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
a) Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui
dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah
telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang
kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali
berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
b) Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak
tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
c) Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan
ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan
kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
7. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila
ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan
40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per
rektal.
Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus.
Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
Berikan antibiotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 g supp/oral ).
c. Plasenta inkaserata
Tentukan diagnosis kerja
Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks
yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi uterus yang mungkin timbul.
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta
tampak jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
spekulum
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak
jelas.
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten
untuk memegang klem tersebut.
Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum
jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit
dan siapkan laparatomi
8. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit
rujukan
Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi
Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e. Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret.
Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari
selama 10 hari.
f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis
demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub
mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge )
hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit
dengan benang no 2/0.
9. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa
dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan
sub kutikuler
Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika
untuk terapi.
g. Robekan serviks
Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala
bayi.
Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kanan porsio
Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga
semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan paska tindakan
Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb
dibawah 8 gr% berikan transfusi darah
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
2. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil:
10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil : 37%-47%, saat hamil : 32%-42%. Total SDP
saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3, saat hamil 5.000-15.000)
3. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
4. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
5. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
10. diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID.
6. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan
J. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun
b. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam
kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion,
grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil.
Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus,
partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi
kala II dan III.
d. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
e. Pengkajian fisik :
Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
Kesadaran : Normal / turun
Fundus uteri/abdomen : Lembek/keras, subinvolusi
Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat,
capilary refil memanjang
Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan
jenis )
Kandung kemih : Distensi, produksi urin menurun/berkurang
11. 2. Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
c) Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman
kematian
d) Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan
e) Resiko shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
pervaginam
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawanan, diharapkan
disfungsional bleeding dapat dicegah dan memperbaiki
volume cairan.
Rencana tindakan :
1) Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan
badannya tetap terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah ke otak dan organ lain.
2) Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3) Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi
ginjal
4) Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5) Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya
diletakan diatas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu
pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya
inversio uteri
12. 6) Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum
meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi
laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil
dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat,
segera kolaborasi.
7) Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya shock
8) Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri )
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol
perdarahan
9) Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena
perdarahan pada subinvolusio
10) Berikan transfusi whole blood ( bila perlu )
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawanan, diharapkan persuasi
jaringan membaik.
KH : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1) Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda
vital
2) Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu
kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di
jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu
kulit yang dingin
13. 3) Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana
diperlukan dalam produksi ASI
4) Tindakan kolaborasi :
a. Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah
dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
b. Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk
memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).
c. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman
kematian
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan cemas
teratasi
KH : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya
Klien mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1) Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2) Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon
fisiologis
3) Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4) Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang
tidak diketahui
5) Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6) Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
14. d. Potensial infeksi berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan infeksi
tidak terjadi
KH : Lokea tidak berbau
TTV dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya
infeksi
2) Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus
yang lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia,
shock yang tidak terdeteksi
3) Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran
lokea yang berkepanjangan
4) Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi
saluran nafas, mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5) Tindakan kolaborasi
a) Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
b) Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan
untuk keadaan infeksi ).
e. Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawanan, diharapkan shock
hipovolemik tidak terjadi
KH : Tidak terjadi shock
Tidak terjadi penurunan kesadaran
TTV dalam batas normal
Rencana tindakan :
1) Anjurkan pasien untuk banyak minum
15. R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular
sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat
meningkatkan perfusi jaringan.
2) Observasitanda-tanda vital tiap 4 jam
R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya
dehidrasi secara dini.
3) Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani
secara baik.
4) Observasi intake cairan dan output
R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan
yang berlebihan.
5) Kolaborasi dalam :
a) Pemberian cairan infus / transfusi
R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang
dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah
terjadinya shock
b) Pemberian koagulantia dan uterotonika
R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan
uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol
perdarahan.
4. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 o
c
Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
Gas darah dalam batas normal
Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
16. mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari
Klien tidak merasa nyeri
Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya
17. DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarts. 2002. Textbook of Medical Surgical Nursing –2. Philadelpia :
JB. Lippincot Company.
Lowdermilk. Perry. Bobak. 2002. Maternity Nuring , Fifth Edition. Philadelpia :
Mosby Year Book.
Prawirohardjo, Sarwono & Wiknjosastro, Edi. H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta :
Gramedia.
RSUD Dr. Soetomo. 2001. Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil.
Surabaya: FK. UNAIR.
Tabrani. 1998. Agenda Gawat Darurat. Bandung : Alumni : Bandung.