Teks tersebut membahas upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan usaha dan investasi melalui kebijakan deregulasi, pembentukan lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan evaluasi efektivitas PTSP dalam meningkatkan perizinan usaha.
PESAN: Jangan langsung di-copy tanpa cross-check dan meng-update informasi baru ya. PLUS, jangan lupa ubah template-nya. :)
Sumber: Siswa biasa.
Bila ada informasi yang kurang, dapat ditambahkan. Kritik dan pesan dapat langsung menghubungi saya. :) Semoga bermanfaat!
Lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 21 tahun 2011 yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan.
Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia.
Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK, yaitu :
1. Perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia
2. Permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan
3. Amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34).
Slide ini merupakan bahan pembelajaran mahasiswa D3 dan S1 dalam mengenal salah satu jenis lembaga yang bertanggung jawab terhadap lembaga keuangan di Indonesia.
PESAN: Jangan langsung di-copy tanpa cross-check dan meng-update informasi baru ya. PLUS, jangan lupa ubah template-nya. :)
Sumber: Siswa biasa.
Bila ada informasi yang kurang, dapat ditambahkan. Kritik dan pesan dapat langsung menghubungi saya. :) Semoga bermanfaat!
Lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU no 21 tahun 2011 yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan.
Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia.
Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan OJK, yaitu :
1. Perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia
2. Permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan
3. Amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34).
Slide ini merupakan bahan pembelajaran mahasiswa D3 dan S1 dalam mengenal salah satu jenis lembaga yang bertanggung jawab terhadap lembaga keuangan di Indonesia.
Peningkatan pelayanan investasi daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memfasilitasi, mendukung, dan mendorong investasi dari sektor swasta dalam wilayah mereka. Ini mencakup berbagai layanan yang ditujukan untuk mempermudah proses investasi, menjaga iklim investasi yang kondusif, dan memberikan dukungan kepada investor. Kondisi ini pada gilirannya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan peluang kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Optimalisasi Satuan Tugas Percepatan Berusaha Melalui Forum Komunikasi Dalam ...Massaputro Delly TP
Rencana Aksi Reformasi Birokrasi Instansional (RBI) ini disusun oleh Peserta Reform Leader Academy (RLA) Angkatan XIII dalam rangka memenuhi tugas kepesertaan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Knowledge lovers, berikut adalah bahan paparan Analisis Kebutuhan Diklat oleh Peneliti Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur (PIKS@) di Saumlaki, semoga bermanfaat..
Pendahuluan
Setelah sekian tahun perjalanan implementasi kebijakan desentralisasi, persoalan-persoalan yang menyangkut isu-isu pembangunan masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak untuk segera diselesaikan. Kendati Indonesia ikut serta dalam kesepakatan global melaksanakan Millenium Development Goals (MDGs) untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dicanangkan PBB sejak 2000, namun dalam Human Development Report 2007 yang dikeluarkan oleh UNDP, menunjukkan bahwa kualitas manusia Indonesia belum menggembirakan. Dalam laporan tersebut, ternyata di kawasan Asia Tenggara peringkat Indonesia masih berada di bawah. Sementara secara global peringkat Indonesia berada pada ranking ke 110 (UNDP, 2007
Samiaji pengukuran dan evaluasi kinerja manajemen pns di daerah studi kasus ...Researcher Syndicate68
PENDAHULUAN
Pegawai Negeri Sipil (PNS) baik PNS Pusat maupun PNS Daerah merupakan pilar terpenting dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, disamping pilar kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (mekanisme/prosedur). Dengan kata lain, PNS atau birokrat sesungguhnya menjadi penyangga bagi berjalannya suatu pemerintahan. Adanya birokrasi yang cenderung gemuk lambat dan berbelit-belit, suka memperlambat orang dan membuat persoalan mudah menjadi sulit jelas akan menjadikan penyelenggaraan pemerintahan menjadi tidak berkualitas (Tjokroamidjojo, 2003)
Pendahuluan
Penataan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu program yang ingin diwujudkan dalam Reformasi Birokrasi. Program ini bertujuan meningkatkan evektivitas pengelolaan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh K/L dan Pemda.
Salah satu permasalahan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan adalah masih terdapatnya tumpang tindih, tidak harmonis bahkan saling bertentangan. Hal ini terjadi tidak hanya terkait dengan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh instansi yang berbeda bahkan ada peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang sama juga menghadapi permasalahan tersebut. Perbedaan penafsiran atau disharmoni peraturan perundang-undangan akan mengakibatkan munculnya permasalahan di dalam implementasinya. Ada 6 (enam) faktor yang menyebabkan disharmoni sebagai berikut2
ABSTRACT
Testing the application of e-LAKIP aims to find the problems that often arise and provide initial solutions to solve problems that arise during the implementation of e-LAKIP in the area. As one development need to listen and pay attention to issues that arise during the implementation of e-performance reports in the past. Then categorized into two problems of the technical issues and the substantive issues which then made the selection of technical problems. That way the problem can be seen as a group and then be given a quick solution to solve the problem. The role of the organization and bureaucracy are also needed for planning and implementation of monitoring and evaluation of the activities carried out by the organization itself not only by the maker of the report only. Furthermore, a recommendation to perform application development not only of the problems that arise, but also the possibility of further development so that we will get a complete system, which of course is done in stages.
Menanti wajah baru pemerintahan Indonesia saat ini tengah menanti babak baru, menunggu siapa yang akan menjadi juru kemudi bagi perjalanan nasib bangsa ini ke depan. 9 Juli merupakan fase determinan yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia selama 5 tahun, 10 tahun ke depan, atau bahkan mungkin untuk kurun waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, energi yang tercurah dalam proses kampanye terbuka yang dimulai sejak 4 Juni ini seharusnya tidak habis sia-sia, semata-mata hanya untuk menampilkan visi misi abstrak yang mungkin tidak akan pernah menemukan wujudnya di dalam pemerintahan mendatang.
Organizational culture change in the decentralization practice boyolali budi...Researcher Syndicate68
Abstract In Indonesia, decentralization came in one package with the democratization process. Therefore, local governments should reform their internal structures to accommodate the huge increase in responsibility and personnel that were transferred from the central government, and simultaneously, they should create their policies based on the spirit of transparency, good governance, and democracy. These dramatic changed has, theoretically, a great impact to the organizational culture of local government institutions.
Penataan opd berdasar pp 41 2007 di kabupaten muara enim dan kabupaten kaiman...Researcher Syndicate68
Abstrak: Seiring dengan diterapkannya Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007, pemerintah daerah melakukan penataan organisasi perangkat daerahnya. Selain secara normatif mendasarkan diri pada berbagai peraturan perundangan, penataan organisasi pemerintah juga memperhatikan kondisi dan kebutuhan daerah. Namun demikian dalam proses penataan ternyata terdapat berbagai faktor lain yang turut berperan dalam menentukan jumlah/besaran dan komposisi organisasi perangkat daerah seperti faktor politik, dan interes birokrasi baik dari pusat maupun daerah. Studi ini berusaha menggambarkan proses penataan organisasi perangkat daerah di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Kaimana, baik dari sisi normatif maupun dinamika politik yang berkembang. Dari studi dapat diketahui adanya dinamika yang tinggi yang diwarnai dengan tarik menarik kepentingan dari para aktor yang ada. Selain itu terlihat pula kuatnya peran faktor politik, terutama kepala daerah sangat menentukan besaran organisasi perangkat daerah, sehingga aturan-aturan normatif terpaksa diabaikan.
Abstract
Economic development in Indonesia produces at least two conditions. First, it
caused the increasing of economic growth and the increasing of upper and
middle class. Second, it caused the increase of gap between the rich and the poor,
as there are many people who always left behind in the development process.
Planning problem, budget constraint, political agenda, and many others can be
mentioned as a caused but they have same effects, there are people who never
touch by development. This condition generatesinequality in society when the
rich become richerwhile the poor become poorer.
PENDAHULUAN
Manusia merupakan faktor paling menentukan dalam setiap organisasi termasuk
dalam hal ini birokrasi pemerintah yang terdiri dari sumberdaya manusia aparaturnya
sebagai birokrat profesional karier. Sebagai bagian dari reformasi birokrasi untuk
membangun birokrasi pemerintah, dalam rangka peningkatan kapasitas sumberdaya
manusia aparatur harus terus diupayakan penerapan kompetensi dengan profesionalisme
dan budaya kerja, dengan berkomitmen dan berintegritas dalam segala kreativitas dan
inovasinya ketika bekerja
Abstract
Public service innovation in many ways created to produce better, cheaper and
faster services to the customers. However, the process for good public services need a lot of
adjustment such as appropriate supporting technology, competent human resources,
strong leadership and authentic business process. And above all is how to internalize the
innovation as bureaucratic culture and how this reform spirit embedded to their working
habit as public services provider. Indonesia has high diversity in term of culture, tradition,
languages, religions, etc. These uniqueness can play as positive aspect and as a challenge
as well in term of designing public services innovation. Innovation without considering
local values will be a challenge, sometimes it allured a destructive actions as well from the
stakeholders who felt uninvolved within the process. Shared the ownership of the
innovation is the best way to involve people as part of the change. Local values can be used
as medium to facilitating this change. Realizing how importance local values as
instrument to design public services innovation, Denpasar City currently emerges as one of
the most innovative city in Indonesia in terms of their innovation in public services which
blending with Hindu Balinese culture as their values for bureaucracy, community, and
tourism industry. By using triangulation research method, this study intends to identify (1)
what kind of local values that can positively contribute for the innovation and how it plays
a role as instrument to internalize the innovation; (2) what kind of strategy taken by the
local government to response on people needs, to mobilize the resources and to adjust any
relevant elements for innovation pro people and stakeholders; (3) how coordination has
been made by the local government with other stakeholders involved in innovation. As a
result, the output of this study will be a model of sustainable, inclusive and authentic
innovation based culture.
Key words: Local Wisdom, Local Values, Innovation, Innovation Based Culture
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan oleh
pemerintah sejak tahun 2001 membawa perubahan dalam
pelaksanaan pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan itu
adalah pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan
beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya
kewenangan ini, maka aparat birokrasi pemerintahan di daerah
dapat mengelola dan menyelenggaraan pelayanan publik dengan
lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Sebagaimana
dikemukakan Hoessein, (2001)
ABSTRAK
Salah satu ukuran keberhasilan pelaksanaan Otonomi Desa adalah Pemerintah
Desa semakin mampu memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dan
mampu membawa kondisi masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik.
Dengan terselenggaranya Otonomi Desa, maka hal itu akan menjadi pilar
penting Otonomi Daerah. Keberhasilan Otonomi Daerah sangat ditentukan
oleh berhasil tidaknya Otonomi Desa. Lebih jauh, upaya membangun
industrialisasi desa yang berbasiskan padat modal menjadi salah satu solusi
yang ditawarkan. Tulisan singkat ini akan mencoba mengurai bagaimana
otonomi desa diimplementasikan, khususnya menurut UU No. 32 Tahun 2004.
Selain itu, penulis juga menyoroti tentang bagaimana kiat dan upaya
membangun industrialisasi desa sebagai salah satu langkah mencegah
urbanisasi serta mensejahterakan masyarakat desa.
Implikasi implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terhadap p...Researcher Syndicate68
ABSTRAK
Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah memasuki babak
kedua sejak reformasi 1998, yakni babak pertama berdasarkan UU No. 22 dan 25
Tahun 1999 dan babak kedua berlandaskan UU No. 32 dan 33 Tahun 2004.
Seluruh komponen stakeholders penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah tentu berharap agar babak ini lebih baik daripada babak
sebelumnya, baik dalam hal desentralisasi administratif maupun desentralisasi
fiskal. Hal ini tidak lain karena kedua hal tersebut – yakni desentralisasi
administratif (pembagian urusan pemerintahan) dan desentralisasi fiskal
(pembiayaan/pendanaan) merupakan dua sisi mata uang yang saling berkaitan
sama lain. Tulisan ini mencoba menjelaskan implikasi implementasi desentralisasi
dan otonomi daerah, khususnya terhadap hubungan keuangan Pusat – Daerah,
yang dimulai dengan melihat arah desentralisasi dan struktur pemerintahan masa
depan, reformasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan hubungan Pusat –
Daerah, tahapan implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, dan
mencermati implikasi internal dan eksternal pola hubungan keuangan Pusat –
Daerah.
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...Researcher Syndicate68
LATAR BELAKANG
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa pada
hakekatnya dalam penyelenggaraan pemerintahan negara,
penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan Otonomi daerah yang
diatur dalam UU No. 32 tahun 2004, bermuara pada pengakuan
adanya/pembentukan Daerah Otonom dan sekaligus
pengakuan/penyerahan wewenang, hak, kewajiban untuk mengelola
urusan pemerintahan di bidang tertentu oleh/dari Pemerintah
kepada Daerah. Pada dasarnya urusan yang dikelola daerah adalah
pararel dengan urusan yang ditangani pemerintah, diluar urusan
bidang-bidang dan segmen urusan pemerintahan yang dikecualikan,
disini tersirat dalam konsep otonomi luas.
Identifikasi instrumen pelaksanaan akuntabilitas nasional (pusat han 2011)Researcher Syndicate68
Abstrak
Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip utama tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) yang mengisyaratkan adanya perwujudan kewajiban seseorang
atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara
periodik. Disamping sebagai sebuah prinsip, akuntabilitas juga telah dijadikan oleh
Pemerintah sebagai suatu kebijakan nasional yang mengatur mengenai
penyelenggaraan pemerintahan dari tingkat pusat maupun daerah. Diharapkan
Pedoman Akuntabilitas Nasional ini dapat memberikan kejelasan bagi para pengambil
kebijakan dalam upaya meningkatkan akuntabilitas para penyelenggara negara dalam
rangka kesadaran hukum dan penegakan hukum di Indonesia.
Kata Kunci : Akuntabilitas Nasional, Pemerintahan Yang baik, Penyelenggaraan
Negara/Pemerintahan
Protokol Kyoto ditetapkan tanggal 12 Desember 1997, kurang lebih 3
tahun setelah Konvensi Perubahan Iklim mulai menegosiasikan
bagaimana negara-negara peratifikasi konvensi harus mulai
menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) mereka. Pertemuan yang
berlangsung di Nusadua-Bali pada penghujung 2007 merupakan respons
nyata pemerintah dan negara Indonesia serta Negara lain di dunia yang
tergabung dalam UNFCC (United Nations Framework on Climate Change)
dalam mengimplementasikan muatan materi Protokol Kyoto tersebut.
Komitmen seluruh bangsa dituntut untuk mengimplementasikan Protokol
Kyoto melalui mekanisme pembangunan bersih (clean development
mechanism/CDM).
Evaluasi kebijakan perizinan pertambangan mineral dan batubara1(pusat han)Researcher Syndicate68
Abstrak
Pada hakekatnya izin adalah pernyataan dari pemerintah untuk memperkenankan
seseorang melakukan kegiatan tertentu dengan sejumlah persyaratan. Izin usaha
pertambangan yang diterbitkan oleh pemerintah mempunyai kekuatan hukum apabila
diterbitkan berdasarkan kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam praktek, terjadi banyak permasalahan terkait izin usaha
pertambangan. Evaluasi terhadap kebijakan perizinan pertambangan mineral dan
batubara ini memberikan gambaran umum pelaksanaan perizinan, identifikasi
permasalahan dan alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi.
Kata Kunci : Kewenangan, Perizinan, Pertambangan
“Untuk itu, ciptakan suatu kadensi (: peningkatan) akuntabilitas.
Pemimpin yang sukses secara tertib dan berkala membuat
pertanggunggugatan komitmen yang telah dibuatnya,” demikian kata
Stephen R. Covey. Pertanggunggugatan (akuntabilitas) adalah disiplin
atau roadmap keempat yang ditawarkan Covey bagi para pemimpin
atau eksekutif dalam kondisi dunia yang sedang berubah cepat.
Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk mempertanggung gugat
(obligation to answer) apa saja yang telah dicapai, termasuk
pertanggungjawaban (responsibility) untuk menentukan tindakan
(obligation to act) apa yang akan dilakukan. Demikian pula,
pemerintahan daerah harus mempertanggung-gugatkan pelaksanaan
urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada mereka baik
pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota sesuai dengan amanat
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Pertanggunggugatan pemerintah daerah
menyangkut pelaksanaan desentralisasi politik, administratif dan
fiskal. Melalui tulisan ini penulis ingin mengupas sedikit gambaran
dinamika implementasi dan upaya yang dapat ditempuh dalam
pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia.
Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat memberi
peluang untuk dimanfaatan semaksimal mungkin bagi organisasi. Diyakini,
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemerintahan akan
meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
pemerintahan yang bermuara pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good
governance). Upaya keseriusan pemerintah dalam pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi di lingkungan pemerintah diwujudkan dengan dikeluarkannya peraturan
dan pedoman pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi antara lain:
pada tahun 2002 Kementrian KOMINFO berinisiatif menyusun buku putih Sistem
Informasi Nasional (SISFONAS) dan pada tahun 2003 dikeluarkannya peraturan dalan
bentuk Instruksi Presiden no. 3 tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional
pengembangan e-Government.
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
1. 1
EFEKTIVITAS PELAYANAN PTSP:
DARI PERSPEKTIF PERIJINAN USAHA DAN INVESTASI
Marsono
Pusat Inovasi Pelayanan Publik
Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara
Lembaga Administrasi Negara
Jl. Veteran 10, Jakarta 10110, Indonesia
Phone. (62-21) 3848217,
Abstrak
Misi utama birokrasi pemerintah adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat termasuk dalam hal ini adalah kepada dunia usaha. Terkait dengan perijinan
usaha, upaya mendorong tumbuh dan berkembangnya dunia usaha sangat terkait dengan
peran pemerintah dalam memberikan pelayanan yang mudah, cepat, tepat, murah dan
transparan. Oleh karena itu, peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai regulator,
fasilitator dan katalisator menjadi penting dalam memberikan kemudahan bagi dunia
usaha melalui berbagai macam pelayanan sejak investor mulai membuka usahanya
sampai dengan jika terjadi sengketa arbitrase. Untuk dapat memujudkan pelayanan
sebagaimana tersebut di atas, perlu didukung dengan kelembagaan pelayanan yang
tidak birokratis dan berbelit-belit. Upaya tersebut adalah dengan pembentukan
kelembagaan pelayanan dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang saat
ini telah dimiliki sebagian besar unit pelayanan baik di pusat maupun di daerah.
Upaya pembentukan kelembagaan PTSP dari berbagai unit penyelenggara pelayanan
publik tersebut perlu mendapat apresiasi agar komitmen mereka dalam peningkatan
kualitas pelayanan publik senantiasa dapat terus meningkat. Namun demikian,
pembentukan kelembagaan pelayanan PTSP yang bertujuan untuk mempermudah bagi
masyarakat dalam memperoleh pelayanan tersebut, perlu dievaluasi kinerjanya
termasuk efektivitasnya terhadap peningkatan perijinan usaha dan pertumbuhan
investasi.
Kata Kunci: Kelembagaan Pelayanan, Efektivits dan dunia usaha.
Pendahuluan
Salah satu area perubahan program reformasi birokrasi yang telah dan sedang berjalan
saat ini adalah bidang pelayanan publik, dimana hasil akhir yang diharapkan adalah
2. 2
pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat. Untuk dapat
mewujudkan target reformasi pelayanan publik tersebut, sudah barang tentu
diperlukan adanya kerja keras pemerintah dan pemerintah daerah serta seluruh aparatur
pelayanan publik. Salah satu upaya pemerintah dalam mendukung terwujudnya
pelayanan prima khususnya di bidang investasi dan dunia usaha, adalah dengan
mengeluarkan kebijakan pembentukan kelembagaan pelayanan publik yang tidak
birokratis dan berbelit-belit. Upaya tersebut adalah dengan pembentukan kelembagaan
pelayanan dalam bentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang saat ini telah
dimiliki sebagian besar unit pelayanan baik di pusat maupun di daerah. Upaya
pembentukan kelembagaan PTSP dari berbagai unit penyelenggara pelayanan publik
tersebut perlu mendapat apresiasi agar komitmen mereka dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik senantiasa dapat terus meningkat.
Namun demikian, walaupun kelembagaan PTSP telah dibentuk oleh sebagian besar unit
penyelenggara pelayanan baik pusat maupun daerah, ternyata belum mampu
meningkatkan kualitas pelayanan publik secara signifikan. Hal tersebut terlihat masih
besarnya tantangan Indonesia dalam upaya mengembangkan dunia usaha. Tantangan
tersebut diantaranya adalah kurangnya tenaga kerja terdidik, infrastruktur yang buruk dan
kerangka kebijakan yang berbelit-belit. (World Bank, 2012). Disamping itu, selama ini
perusahaan-perusahaan di Indonesia menghadapi berbagai hambatan, salah satunya
adalah tingginya tingkat informalitas yang diakibatkan oleh beratnya beban yang
ditanggung oleh perusahaan akibat kebijakan-kebijakan yang berlaku sehingga banyak
perusahaan yang memulai kegiatan usahanya tanpa mendaftarkan diri secara formal
(Enterprise Surveys, World Bank). Hal ini dikarenakan banyaknya “birokrasi” yang harus
dilewati untuk memulai kegiatan usaha sehingga memakan waktu dan biaya yang banyak.
Tingginya informalitas tersebut juga tidak terlepas dari permasalahan yang ada dalam
pelayanan perizinan dunia usaha, diantaranya yaitu masih tingginya tingkat KKN sehingga
pengurusan izin memerlukan waktu lama dan biaya yang tinggi, jumlah izin yang wajib
diurus yang jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan negara lain, serta persyaratan
perizinan yang tumpang tindih dan tidak konsisten.
3. 3
Berbagai survey juga memperlihatkan bahwa salah satu kendala utama daya saing nasional
adalah rendahnya kinerja pelayanan publik khususnya yang terkait dengan kepentingan
dunia usaha. Berdasarkan Doing Business Survey 2013 memperlihatkan bahwa Indonesia
berada pada ranking 128, naik 1 peringkat dari ranking 129 Doing Business Survey 2012.
Peringkat tersebut jauh dari Singapura (ranking 1), Malaysia (17), Thailand (20), Brunei
Darussalam (83) maupun Vietnam (98). Selanjutnya berdasarkan survey Doing Business
Survey 2013 tersebut, untuk masing-masing item penilaian “starting a business”, prosedur
yang diterapkan di Indonesia antara lain jumlah prosedur yang diterapkan sebanyak 8
prosedur dengan total hari penyelesaian sebanyak 45 hari, besar biaya yang dikeluarkan
sebesar 17,9% dari Pendapatan Per Kapita, dan minimal awal sebelum pendaftaran
sebesar 46,6% dari Pendapatan Per Kapita. Bandingkan dengan Singapura yang
membutuhkan waktu 3 hari dan jumlah prosedur sebanyak 3 prosedur, ataupun Malaysia
yang hanya perlu 6 hari dan 4 macam prosedur.
Penurunan daya saing Indonesia di tingkat dunia juga terlihat dari hasil survey yang
dilakukan oleh World Economic Forum (WEF). Global Competitiveness Report 2012-2013
menunjukkan bahwa posisi Indonesia berada di peringkat 50 turun dari peringkat 46 di
tahun sebelumnya. Turunnya peringkat Indonesia dipengaruhi oleh kinerja beberapa
indikator yang melemah, terutama terkait dengan variabel “institusi”, yakni birokrasi, suap,
korupsi, etika perilaku perusahaan, kejahatan. Selain itu, infrastruktur juga masih belum
menunjukkan perbaikan yang berarti. Inefisiensi birokrasi merupakan permasalahan
utama dalam dunia bisnis, yang ditandai dengan panjangnya rantai birokrasi, peraturan
yang tumpang tindih, korupsi, pungutan liar, dan tidak transparannya pengadaaan. Semua
hal tersebut bermuara pada “ekonomi biaya tinggi” yang pada akhirnya akan menghambat
laju investasi (WEF, 2013). Disampan itu, hasil survey KPPOD tahun 2009 juga
menunjukkan bahwa masih ditemukan beberapa permasalahan klasik dalam pelayanan
perizinan yaitu terkait dengan waktu, biaya, prosedur dan persyaratan yang sulit. Baik dari
aspek waktu maupun biaya untuk mendapatkan perizinan, ditemukan lebih dari 20%
4. 4
pelaku usaha menyatakan bahwa waktu dan biaya lebih besar dibandingkan dengan yang
dijanjikan oleh Pemda (KPPOD, 2009).
Melalui tulisan ini penulis ingin menyampaikan beberapa hal terkait dengan upaya
peningkatan kualitas pelayanan publik khususnya pelayanan perijinan investasi yang
mencakup deregulasi kebijakannya, desain kelembagaan yang tidak birokratis,
mengurangi jumlah prosedur, biaya dan persyaratan serta melihat efektivitas
pelayanan PTSP dalam peningkatan jumlah perijinan investasi di beberapa daerah.
Deregulasi Perijinan Bidang Usaha dan Investasi
Upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi salah satunya dilakukan dengan
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan
Iklim Investasi. Perbaikan iklim investasi yang diamanatkan inpres tersebut menekankan
perlunya: (a) memperkuat kelembagaan pelayanan investasi; (b) Sinkronisasi Peraturan
Pusat dan Peraturan Daerah (Perda); (c) kejelasan ketentuan mengenai kewajiban analisa
mengenai dampak lingkungan (AMDAL); (d) debirokratisasi di bidang cukai; serta (e)
melaksanakan sistem “self assesment” secara konsisten. Pelaksanaan paket kebijakan
selama kurun waktu tahun 2006 diharapkan dapat mendorong pertumbuhan investasi di
Indonesia.
Selanjutnya dalam rangka menarik investor asing dan investor dalam negeri untuk
berinvestasi di Indonesia, serta untuk memberikan kepastian hukum kepada calon investor
tersebut, pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Sebagai implementasi dari Undang-Undang tersebut
BKPM membuat beberapa Peraturan Pemerintah, diantaranya adalah PP Nomor 77 Tahun
2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di
5. 5
bidang penanaman modal sebagaimana yang telah direvisi dengan PP Nomor 111 Tahun
2007 dan kembali disempurnakan melalui PP Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal dan Peraturan Kepala BKPM
Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal di
Indonesia.
Kebijakan Kelembagaan PTSP
Perbaikan kelembagaan pelayanan publik sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas
perijinan usaha dan investasi telah dilakukan melalui beberapa kebijakan antara lain
Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui
Sistem Pelayanan Satu Atap, disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan efektivitas
dalam menarik investor untuk melakukan investasi di Indonesia, memandang perlu untuk
menyederhanakan sistem pelayanan penyelenggaraan penanaman modal dengan metode
pelayanan satu atap. Dalam Perpres ini juga ditekankan bahwa Sistem pelayanan satu atap
dilaksanakan oleh BKPM sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981
tentang Badan Kooordinasi Penanaman Modal Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah,
Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2004. Pada Diktum selanjutnya
disebutkan Gubernur/Bupafi/Walikota sesuai dengan kewenangannya dapat
melimpahkan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman
modal kepada BKPM melalui sistem pelayanan satu atap.
Selanjutnya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan
Iklim Investasi, yang salah satunya mengamanatkan perlunya memperkuat kelembagaan
pelayanan investasi. Sebagai implementasi Inpres No. 3 Tahun 2006 tersebut, Kementerian
Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang antara lain
menginstruksikan kepada pemerintah daerah melakukan: (1) penyederhanaan sistem dan
prosedur perizinan usaha; (2) pembentukan lembaga pelayanan perizinan terpadu satu
pintu di daerah; (3) pemangkasan waktu dan biaya perizinan; (4) perbaikan sistem
6. 6
pelayanan; (5) perbaikan sistem informasi; (6) pelaksanaan monitoring dan evaluasi
proses penyelenggaraan.
Dalam rangka lebih memperkuat landasan kebijakan kelembagaan PTSP di daerah, lebih
lanjut Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2008
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu di Daerah. Dimana
dalam peraturan ini terdapat ketentuan menyangkut nomenklatur unit pelayanan,
dimana disebutkan bahwa Unit pelayanan perijinan terpadu adalah bagian perangkat
daerah berbentuk Badan dan/atau Kantor pelayanan perijinan terpadu, merupakan
gabungan dari unsur-unsur perangkat daerah yang mempunyai kewenangan di bidang
pelayanan perijinan. Selanjutnya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
penyederhanaan pelayanan adalah upaya penyingkatan terhadap waktu, prosedur, dan
biaya pemberian perijinan dan non perijinan. Disamping itu, diatur tentang tugas Badan
dan/atau Kantor mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan
pelayanan administrasi dibidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 27 tahun
2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. Dimana dalam
Perpres tersebut disebutkan bahwa Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan
penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau
limpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan
tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. Disamping itu, Perpres ini
juga mengatur mengenai mutu pelayanan, yaitu bahwa Pelaksanaan PTSP di bidang
Penanaman Modal harus menghasilkan mutu pelayanan prima yang diukur dengan
indikator kecepatan, ketepatan, kesederhanaan, transparan, dan kepastian hukum.
Sebagai tindaklanjut Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tersebut, pemerintah mengeluarkan
Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri PANRB, dan Kepala BKPM sejak
bulan September 2010 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Pelayanan Penanaman Modal di
7. 7
Daerah, yang meminta para Gubernur, Bupati dan Walikota untuk segera melimpahkan
kewenangannya di bidang perijinan dan non perijinan kepada kepala PTSP. Selanjutnya
berdasarkan data empiris bahwa hingga saat ini daerah yang telah membentuk PTSP
berjumlah sebanyak 467 atau sebesar 88% dari total seluruh jumlah daerah, dengan
rincian Provinsi 26, Kabupaten 345, Kota 96. Dengan bentuk kelembagaan yang juga
cukup bervariasim yaitu dalam bentuk Badan 130, Dinas 10, dan Kantor 298. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1 sebagaimana di bawah ini.
Tabel 1
Sumber : Kementerian PAN & RB 2013
Berdasarkan Tabel 1 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar
Pemerintah Daerah atau sebesar 88% telah membentuk lembaga PTSP. Adapun
Pemerintah Daerah yang belum membentuk lembaga PTSP sebanyak 12% dari total
seluruh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Efektivitas Pelayanan PTSP
Efektifitas pelayanan perijinan investasi dan dunia usaha oleh PTSP lebih difokuskan
pada ada tidaknya atau besar kecilnya perubahan jumlah perijinan investasi dan dunia
usaha secara signifikan setelah Pemerintah Daerah membentuk lembaga PTSP. Data
empiris peningkatan perijinan investasi dan dunia usaha lebih difokuskan pada tiga daerah
yang dianggap berhasil dalam penerapan PTSP. Ketiga daerah tersebut adalah
Pemerintah Kota Surabaya melalui lembaga pelayanan perijinan Unit Pelayanan Terpadu
8. 8
Satu Atap (UPTSA), Pemerintah Kota Palembang dengan lembaga PTSP yang berbentuk
Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), dan Pemerintah Kota Bandung dengan
lembaga PTSP Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Dampak dari pembentukan
lembaga pelayanan perijinan PTSP di tiga daerah tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
Kota Surabaya, sebagai kota modern yang menghargai waktu dan kinerja para pelaku
ekonomi, memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan investasi baik dari dalam
maupun luar negeri. Pemerintah Kota Surabaya memberikan kebijakan berupa
pemangkasan jalur birokrasi dan mendirikan pelayanan dalam satu tempat atau biasa
disebut sebagai Unit Pelayanan Satu Atap (UPTSA). Pemberian kemudahan perijinan
investasi tersebut telah berdampak positif pada pencapaian investasi sebanyak 73 PMA
(Penanam Modal Asing) dengan nilai Rp 298.301.583.900 dan $ 93.516.647 dan 10 PMDN
(Penanam Modal Dalam Negeri) dengan nilai investasi Rp 1.796.505.846.000 dari 364
PMA 375 PMDN pada tahun 2010, sehingga total penambahan PMA dan PMDN pada tahun
2010 sebanyak 83 perusahaan atau meningkat sebesar 11,23%. Dibandingkan dengan
target yang telah ditetapkan sebesar 5%, maka capaian kinerjanya persentase penambahan
jumlah mencapai 224,63%.
Pencapaian jumlah investasi di Kota Surabaya tersebut, telah memberikan dampak pada
pertumbuhan ekonomi Surabaya tahun 2010 sebesar 5,11 persen. Sedangkan pada 2011,
mengalami peningkatan menjadi 7,35 persen. Tak berhenti sampai di situ, sepanjang tahun
2012 Kota Surabaya tercatat mampu membukukan angka pertumbuhan ekonomi hingga
7,64 persen. Tren positif inilah yang diharapkan Wali Kota Surbaya bisa dimanfaatkan
sebagai peluang oleh masyarakat. Disamping itu, pencapaian pemberdayaan Ekonomi
Kerakyatan mencapai angka yang cukup signifikan, rata-rata melampaui target yang
ditetapkan seperti Jumlah UKM Tangguh modal antara 25-200 juta terbentuk 10.861 UKM,
meningat 283,95% dari targetnya 3.825 UKM Tangguh, Jumlah Usaha Mikro Binaan modal
di bawah 25 juta terbentuk 1.673 unit, meningkat 105,55% dari targetnya 1.585 unit,
Jumlah Koperasi Skor Baik (koperasi yang bisa bersaing dengan lembaga lain) mencapai
9. 9
1.130 unit sesuai targetnya. Sedangkan upaya untuk meningkatkan kemitraan antara
UMKM dengan pengusaha besar, lembaga perbankan dan lembaga keuangan terjalin 1
kemitraan seperti targetnya selama satu tahun 1 kemitraan. Kecuali Jumlah UKM Mandiri
modal lebih dari 200 juta hanya terbentuk 1.243 UKM atau 85,14% dari targetnya 1.460
UKM Tidak lupa pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) terus saja dilakukan,jumlah PKL
yang telah dibina pada tahun 2010 sebanyak 1.935 PKL, sehingga sampai dengan tahun
2010 jumlah PKL binaan bertambah menjadi sebanyak 16,677 PKL. Secara akumulatif
capaian kinerja program penataan dan pemberdayaan PKL selama lima tahun sebesar
91,14%.
Sedangkan Kota Palembang, yang telah membentuk lembaga PTSP berupa Kantor
Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT), juga telah menyebabkan meningkatnya realisasi
penerimaan retribusi dari sebelumnya tahun 2010 untuk perijinan umum yang dikelola
dinas tata kota sebesar Rp. 4.740.548.320 menjadi Rp 51.259.792.950 setelah dilakukan
oleh KPPT tahun 2011. Sedangkan untuk bidang penanaman modal yang sebelumnya
diberikan oleh BKPMD semula di tahun 2010 sebesar Rp 3.761.711.753 mengalami
peningkatan di tahun 2011 menjadi Rp 6.961.669.252. Sedangkan untuk realisasi
penerbitan surat ijin sebelum dan sesudah dibentuk KPPT, dapat dilihat dalam grafik 1
sebagai berikut:
Grafik 1
Sumber: KPPT Palembang
10. 10
Adapun untuk Kota Bandung setelah membentuk Badan Pelayanan Perizinan Terpadu
(BPPT) Kota Bandung selama periode Februari—September 2010 telah menerbitkan
sebanyak 13.070 izin usaha, dengan porsi terbesar untuk sektor perdagangan dan jasa.
BPPT rata-rata menangani sekitar 1.000 lebih permohonan izin setiap bulannya. Selama
Februari-September yang paling banyak mengajukan permohonan izin berasal dari sektor
jasa dan perdagangan yaitu sebanyak 8.552 pemohon atau sekitar 61% dari total jumlah
perizinan yang ada. Jumlah permohonan perizinan itu bersifat fluktuatif atau naik turun.
Sebagai contoh, jumlah pengajuan izin yang masuk pada Juni mencapai 2.008 permohonan,
yang merupakan jumlah tertinggi dibandingkan dengan bulan lainnya. BPPT tidak hanya
mengelola perizinan yang berasal dari pemohon baru saja, tetapi juga berlaku bagi para
pelaku usaha yang ingin memperpanjang izin usahanya. Perizinan usaha yang dikeluarkan
oleh BPPT pada umumnya berlaku selama 3 tahun. Oleh karena itu, para pelaku usaha
wajib meng-update izin usahanya setiap periode tiga tahun. Beberapa jenis ijin usaha yang
ditangani BPPT terdiri dari 8 jenis antara lain SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDP
(Tanda Daftar Perusahaan), TDG (Transportasi Dalam Gedung), TDI (Tanda Daftar
industri), IUI (Izin Usaha Industri), HO (izin gangguan), SIUK (Surat Izin Usaha
Kepariwisataan), dan SIUJK (Surat Izin Usaha Jasa Kontruksi).
Tercapainya target penerbitan ijin usaha tersebut, menurut Kepala BPPT adalah karena
telah memberikan kemudahan kepada seluruh masyarakat Kota Bandung untuk membuka
usaha, mengingat persyaratan dan rekomendasinya tidak terlalu rumit. Sehingga sebagian
besar pemohon izin usaha, mampu melengkapi semua persayaratan yang diajukan. Dengan
demikian, BPPT telah menyetujui sekitar 99% pemohon jenis izin usaha ini dalam waktu
relatif singkat, yaitu di bawah 10 hari.
Berdasarkan data empiris terkait dengan meningkatnya jumlah perijinan investasi
setelah dibentuknya lembaga perijinan PTSP, menunjukkan bahwa pelayanan perijinan
investasi dan dunia usaha oleh PTSP selama ini telah berjalan efektif. Disamping itu,
dampak perijinan investasi yang diberikan PTSP di tiga daerah tersebut di atas juga
telah membawa dampak membaiknya iklmim investasi dan meningkatnya perekonomian
di wilayah masing-masing serta meningkatnya UMKM secara signifikan. Data empiris
11. 11
sebagaimana tersebut di atas, menunjukkan bahwa pembentukan lembaga PTSP telah
dapat memberikan pelayanan perijinan investasi bagi dunia usaha secara efektif.
Penutup
Upaya pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi para investor untuk
menanamkan modalnya di beberapa daerah di Indonesia, telah didukung dengan
diregulasi kebijakan bidang investasi dan penanaman modal baik berupa UU, PP, Inpres,
Kepres, Perpres, Permen, serta Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
PANRB, dan Kepala BKPM sejak bulan September 2010 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan
Pelayanan Penanaman Modal di Daerah, yang meminta para Gubernur, Bupati dan
Walikota untuk segera melimpahkan kewenangannya di bidang perijinan kepada kepala
PTSP. Upaya pemerintah tersebut cukup membuahkan hasil jika dilihat dari perspektif
efektivitas pelayanan perijinan investasi yang dilakukan oleh PTSP selama ini. Beberapa
bukti nyata dari cukup efektifnya pelayanan perijinan investasi oleh PTSP tersebut telah
terdeskripsikan pada peningkatan perijinan investasi yang berdampak pada pertumbuhan
perekonomian sebagaimana telah diuraikan sebagaimana tersebut di atas.
Daftar Pustaka
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri
Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim
Investasi.
Instruksi Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal.
Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman Tata Cara Permohonan
Penanaman Modal
Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu
Permendagri No. 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah
Unit Perijinan Terpadu Satu Atap (UPTSA) Kota Surabaya, Tahun 2013.
12. 12
Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) Kota Palembang, Tahun 2013.
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, Tahun 2013.