1. DOA DAMAI
DIDOAKAN BERSAMA ATAU HANYA IMAM???
Dalam kehidupan keberimanan kita sebagai orang katolik, kita sepatutnya patuh akan
aturan gereja termasuk tata perayaan liturgi baik secara teori maupun prakteknya. Dan seperti
yang kita ketahui bersama bahwa buku panduan umat untuk Perayaan Ekaristi sudah
mengalami beberapa kali revisi dan yang terakhir adalah edisi revisi tahun 2005. Dalam tata
perayaan tersebut banyak kebingungan yang muncul di benak umat, karena berdasarkan
dengan apa yang tertulis tidaklah sama dengan apa yang dipraktekkan oleh imam di paroki
atau di stasi yang ada.
Salah satu yang menjadi pertanyaan umat yaitu apakah doa berikut menjadi doa
bersama atau hanya untuk imam?
"..Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman
Gereja-Mu, dan restuilah kami..."
Doa di atas merupakan Doa Damai dalam Perayaan Ekaristi. Dan berdasarkan
pengalaman yang ada, doa ini kebanyakan didoakan bersama dalam Perayaan Ekaristi.
Padahal doa ini merupakan suatu rumusan doa yang masuk dalam kategori Doa Presidensial.
Doa Presidensial adalah doa pemimpin. Kata “presiden” bukanlah semata-mata kata yang
menunjuk pada kepala negara, tetapi juga menunjuk pada seorang yang memimpin. Bahasa
Inggris “to precide” berarti mengetuai atau memimpin. Doa presidensial dalam perayaan
Ekaristi dimaksudkan sebagai doa yang hanya dibawakan oleh pemimpin perayaan Ekaristi
dan tidak boleh didoakan oleh umat.
Doa-doa presidensial ini begitu penting dalam peribadatan gereja sehingga memang
dikhususkan bagi selebran utama. Doa-doa presidensial disampaikan oleh imam kepada Allah
atas nama seluruh umat kudus dan semua yang hadir, dan melalui dia, Kristus sendiri
memimpin himpunan umat (PUMR No. 30). Maka doa-doa presidensial ini perlu dibawakan
dengan suara lantang dan diucapkan dengan jelas sehingga mudah ditangkap oleh umat.
Sebaliknya umat wajib mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Dalam kasus ini, Doa Damai yang termasuk dalam kategori doa presidensial hanya
boleh dibawakan oleh imam saja dan umat hanya perlu menghayati mengaminkannnya.
Mungkin memang sulit mengubah kebiasaan yang ada, lebih-lebih rumusan yang ada dalam
2. Tata Perayaan Ekaristi yang ada seolah-olah mengajak umat untuk berdoa bersama, bahkan
ada imam yang memang dengan sepengetahuannya mengajak umat untuk mendoakannya
bersama-sama.
Untuk lebih mengarahkan pemikiran kita agar dapat berpikir logis saya mengutip
sebuah pencerahan yang ditulis oleh Rm. Emanuel Martasudjita, seorang pakar teologi dan
liturgi.
Dalam sosialisasi TPE BARU 2005 lalu
romo Martasudjita menjelaskan bahwa doa
itu seharusnya tertulis di TPE diucapkan
oleh imam dan diamini oleh umat.
Tetapi rumusan teks yang tertulis
di TPE salah, karena ambil alih dari teks
lama. Seharusnya teks itu tanpa ajakan,
sehingga diminta para romo mengoreksi
sendiri menjadi:
(Saudara-saudari)...
Tuhan Yesus Kristus [Engkau]
bersabda kepada para rasul,
"Damai Kutinggalkan bagimu,
damai-Ku Kuberikan
kepadamu."
(Maka marilah kita mohon
damai kepada-Nya.
Tuhan Yesus Kristus),
jangan memperhitungkan dosa
kami,
tetapi perhatikanlah iman
Gereja-Mu,
dan restuilah kami
supaya hidup bersatu dengan
rukun
sesuai dengan kehendak-Mu.
Sebab Engkaulah pengantara
kami
kini dan sepanjang masa.
U: Amin.
* ( ...) = dihapus / dihilangkan.
* [...] = ditambahkan ke teks
yang ada.
Kalau doa itu diucapkan bersama,
maka seruan "Amin" tidak tepat dikatakan,
karena siapa mengamini doa siapa? Kalau
saya mengamini doa saya sendiri, ya lucu
... karena itu pasti dong. Kalau tidak
diamini ya ngapain pula doa gituan!?!?
Tetapi ternyata beberapa Uskup
memilih tetap mempertahan teks salah itu,
dan mengajak umat untuk mendoakan doa
damai itu .... dan soal Amin yang aneh tadi
ya tetap saja .... tidak dipikiran pas atau
tidak pas, dan logis atau gak logisnya.”
Dari pencerahan di atas, bagi seorang imam yang tentunya berpendidikan liturgi,
seharusnya tidak melakukan kesalahan kecil seperti ini. Sehingga umat juga tidak perlu
terjerumus dalam hal-hal tersebut. Namun tidak jarang juga ada imam yang sesaat sebelum
Ritus Penutup, sang imam memarahi umat yang mengucapkan doa damai secara bersama-
sama. Maka, inilah yang menjadi kebingungan umat. Mana yang seharusnya diikuti. Bagi
seorang seminaris, katekis, atau frater ataupun biarawan/ti, pasti sudah tahu tentang hal ini,
3. namun mereka mungkin takut untuk mengungkapkannya kepada pastor paroki karena takut
dimarahi.
Maka dari itu, yang menjadi pembelajaran selanjutnya yaitu: Pertama, perlunya
diberikan pendidikan liturgi atau sebuah sosialisasi kepada umat pada setiap setelah Tata
Perayaan Ekaristi direvisi, sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang mengakibatkan
kebingungan pada umat. Kedua, dari Komisi Liturgi KWI perlu mengedit dan menelaah
kembali apa yang telah dibuat sebelum diedarkan kepada umat, agar tidak muncul berbagai
kesalahan-kesalahan yang tidak semestinya terjadi.
Penulis: Brian Marcelino Timbuleng
(Fakulatas Keperawatan UNIKA de La Salle)