SlideShare a Scribd company logo
Jawa Pos
Minggu, 20 Januari 2008
Dermaga
Cerpen: Lan Fang
Aku sedang berada di dermaga. Aku sangat suka dermaga. Dari pinggir dermaga, aku bisa
melihat laut lepas dan langit luas. Menurutku, dermaga adalah sebuah tempat yang nyaman.
Dermaga juga sebuah sandaran. Setelah jauh melaut, bukankah harus kembali? Dan
dermaga adalah tempat melabuhkan semua penat.
Ini dermaga di ujung laut Gresik. Hanya sebuah dermaga sederhana yang ditata dari kayu.
Laut sedang surut sehingga tepinya tampak seperti lumpur. Ada beberapa ketam kecil
berlarian di atasnya. Perahu-perahu kayu sedang tertambat. Ada nelayan yang sedang
menjahit jaring. Juga ada yang sekadar cangkruk menunggu waktu melaut.
Dermaga ini jauh berbeda dengan Dermaga Docklands di Melbourne yang pernah
kukunjungi. Itu dermaga tempat merapat kapal-kapal motor. Laut dan langitnya tampak
sangat biru. Di tepinya ada sebuah bar. Di sana kami pertama kali bertemu sekaligus
berpisah tanpa kata-kata perpisahan.
Sebetulnya sebuah dermaga tidak terlalu perlu untuk diingat-ingat. Tepatnya, aku tidak
perlu mengingat-ingat dia lagi. Bukankah kami sudah berpisah? Dan tidak ada yang perlu
diingat dari perpisahan.
Tetapi dermaga selalu membuatku teringat kepadanya. Ia memiliki sepasang mata yang
sangat kukagumi. Juga tak mungkin kulupakan. Sepasang mata indah yang teduh. Bening
seperti pantulan cermin. Bagai langit yang becermin pada laut. Atau laut yang mengaca
kepada langit. Entahlah. Itu tidak terlalu perlu bagiku. Karena aku melihat pantulan diriku
di matanya.
Tetapi aku bukan sekadar menyukai matanya. Aku juga menyukai rambutnya yang
berwarna seperti helai-helai jagung. Terlebih lagi bibirnya yang terlihat segar. Kupikir, itu
bibir yang enak untuk dicium.
"Aku tidak merokok," jawabnya ketika hampir setengah hari kami bersama. Ia sama sekali
tidak mengeluarkan sebatang rokok pun.
Pantas saja! Aku suprise sekali.
"Tapi aku suka nge-bir," sambungnya sambil tertawa. Tampak menarik sekali.
Sejak hari itu ia selalu mentraktirku minum sambil duduk-duduk di pelataran Dermaga
Docklands. Ia pemilik Fish Bar. Sebuah bar yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil
di tepian Dermaga Docklands. Ia meletakkan banyak kursi dan meja bulat di pelatarannya.
Sehingga dari pelataran bisa mencium udara laut. Udara yang membuat dadaku terasa
lapang ketika mengirupnya dalam-dalam.
Aku sudah seminggu di Melbourne. Kantorku sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
periklanan sedang membuat iklan untuk promosi sebuah biro perjalanan. Aku diberi waktu
sebulan untuk memotret Australia. Dan kupilih Melbourne sebagai tempat tinggalku untuk
sementara. Karena bagiku Melbourne tidak sesibuk Sydney.
Aku kerasan di sini. Aku sangat menikmati trotoar Melbourne yang lebar, rapi, dan bersih.
Tidak banyak kendaraan lalu lalang dengan berisik, berdebu, dan semrawut. Mataharinya
juga tidak seterik Surabaya. Sehingga aku lebih sering berjalan kaki bila hendak menjemput
senja di Dermaga Docklands.
Awal perkenalanku dengannya sangat klise. Seperti adegan roman remaja saja. Sebagai
pemilik Fish Bar sudah tentu ia harus ramah kepada pengunjung barnya. Memberikan
senyum, menyapa, "Hallo, how are you?" dan "thank you" untuk segelas minuman yang
kubayar. Tidak ada yang istimewa.
Lalu aku menempati tempat duduk kesukaanku. Kursi di pelataran yang agak di sudut dan
menghadap laut. Aku lebih suka duduk di luar daripada di dalam bar. Karena di luar aku
bisa mendengar nyanyian angin. Pekik burung yang berbaur dengan deburan gelombang
yang pecah terantuk dermaga. Melihat kapal-kapal motor yang merapat dan terayun-ayun.
Dan mencium wangi laut. Sedang di dalam hanya ada orang-orang yang berbicara dan
musik yang kadang ingar-bingar.
Kadang aku membaca. Kadang aku menulis. Kadang memotret. Kadang cuma membuang
pandang.
Kemudian dia datang ke kursiku.
Besoknya ia datang duduk lagi.
Lusanya kembali datang, duduk dan bercerita.
Hari-hari berikutnya, ia selalu menanyakan bila aku tidak datang.
Lalu aku jatuh cinta. Aku merasa pasti kalau aku jatuh cinta kepadanya. Karena aku sudah
terlalu sering jatuh cinta. Jadi aku tahu persis gejala orang jatuh cinta.
Bagi orang jatuh cinta, waktu bersama akan terasa pendek dan waktu berpisah terasa sangat
panjang. Saat bersama, tidak ada yang dilakukan kecuali hendak menyimpan matahari.
Agar matahari tidak cepat-cepat tergelincir di pengujung waktu. Sedang ketika berpisah,
serasa tidur di atas bara. Gelisah ingin rembulan segera menyingkir.
Dan gejala itu terjadi padaku!
Apalagi saat itu ia berkata, "Aku punya dua tiket pub untuk malam ini. Aku mau kamu
menemaniku. Bagaimana?"
Sudah tentu aku mau!
Bukan hanya karena aku memang ingin berkencan dengannya. Tetapi caranya mengajakku
adalah cara yang tidak pernah dilakukan oleh para laki-laki di Indonesia yang kukenal.
Semua selalu berkata, "Apakah kau mau pergi denganku? Atau, "Kalau kau mau pergi
denganku, aku juga mau pergi denganmu." Atau, "Terserah kamu."
Menurutku, itu semua kalimat yang sangat tidak nyaman untuk perempuan. Kalimat ajakan
yang hanya untung-untungan. Niat berkencan yang diibaratkan permainan iseng-iseng
berhadiah. Syukurlah bila mendapat hadiah. Tetapi juga tidak masalah bila tidak mendapat
hadiah. Toh hanya sekadar iseng.
Aku tidak suka laki-laki iseng. Karena aku bisa lebih iseng dari laki-laki. Tapi aku juga
tidak suka dengan laki-laki serius. Karena aku juga punya keseriusan yang melebihi laki-
laki. Aku suka laki-laki cerdas. Laki-laki yang bisa mengisengi keseriusan dan menyeriusi
keisengan.
Kurasa ia cukup cerdas untuk menangkap seleraku. Kalimat ajakannya itu, "...aku mau
kamu menemaniku," terus terang tetapi tidak murahan. Tidak malu-malu kucing tetapi juga
tidak sok jaim. Kalimat yang membuatku tidak bisa menolak karena merasa terhormat.
Kalimat yang membuatku jatuh cinta.
Sempat aku berpikir, apakah tidak terlalu cepat bagiku untuk jatuh cinta kepadanya?
Bukankah yang datang cepat juga akan segera pergi? Tetapi mungkin tidak. Bukankah cinta
bisa datang tiba-tiba seperti pencuri yang masuk lewat jendela? Tidak pernah permisi
mengetuk pintu terlebih dahulu.
Terpikirkan pula olehku, bukankah yang terlalu terus terang akan segera membosankan?
Tidak sempat dimainkan oleh perasaan gelisah karena kerinduan. Apakah tidak lebih
mengasyikkan memetakan perasaan yang dikejar tanda tanya? Terusik perasaan untuk
mencari jawaban.
Tetapi, baiklah, aku bukan gadis remaja yang jatuh cinta pertama kali. Bukan seperti gadis
belasan tahun yang dilanda cinta monyet. Lalu cuma bisa mesem-mesem cengengesan
seperti monyet. Itu kuno. Terlalu membuang-buang waktu. Aku perempuan dewasa yang
sudah bosan dengan cinta yang lalu lalang. Aku wanita matang yang butuh sandaran. Aku
perahu yang mencari dermaganya.
Hei, ingat! Dia bukan laki-laki sebangsa. Sudah bukan rahasia lagi, akan banyak kesulitan
mempunyai pasangan dari budaya yang berbeda. Debat itu masih berseliweran di kepalaku.
Tapi, logikaku selalu saja kalah dengan perasaan.
Dan, pergilah kami malam itu ke sebuah ruang yang memekakkan dengan dentum irama
yang menghentak. Tubuh-tubuh meliuk, berpelukan dan berciuman, seperti kesurupan.
Lampu spootlight seperti kilat menyambar-nyambar. Musik yang berdentam keras seakan
menghantam dada. Jantungku seperti meloncat. Telingaku jadi tuli.
Dalam kilatan lampu dan ingar-bingar, maka orang-orang harus merapatkan tubuh bila
hendak berbicara. Juga merapatkan wajah. Merapatkan mulut ke telinga. Mungkin untuk
berbicara dan berteriak. Mungkin juga untuk mencium dan mengunyah telinga. Semua
tidak jelas terlihat. Tetapi jelas bisa dirasakan.
Makin malam semakin penuh. Bukan cuma dipenuhi orang-orang berambut pirang dan
bermata pantulan cermin. Tetapi juga orang-orang dengan rambut hitam dan berwajah Asia
sepertiku. Mereka menggerakkan seluruh anggota tubuh dari kepala sampai kaki dengan
merdeka. Aku canggung. Jadi kami cuma duduk di kursi bundar bar saja. Tetapi cukup bisa
kunikmati. Toh, tubuhku tanpa bisa dicegah juga bergoyang-goyang mengikuti beat-beat
lagu. Kurasakan ada kebebasan yang berbeda dengan yang kurasakan saat memandang laut
dan langit dari dermaga.
Bila dari tepi dermaga, aku merasa ada kebebasan yang menyatukan diriku dengan alam.
Aku merasa begitu kecil dan tak berdaya. Sehingga aku selalu membutuhkan dermaga,
merindukan sandaran, ingin tempat untuk bertambat.
Tetapi, di sini, aku merasa bebas dan berkuasa dengan diriku sendiri. Diriku adalah
milikku. Diriku ada di dalam tubuhku. Semakin lama aku membesar. Karena tanpa
membesar aku tidak bisa mengatasi diriku yang harus bersaing dengan tubuh-tubuh yang
lain. Maka, kugerakkan tanganku ke atas, kepalaku ke kanan atau ke kiri atau kakiku
melompat. Di sini aku tidak membutuhkan dermaga. Walaupun tubuhku seperti sekoci
oleng tak ada nakhoda.
"Are you okey? Kamu tidak mabuk?" ia bertanya kepadaku dengan menegaskan kata
"tidak". Ia kelihatan khawatir karena aku sudah menghabiskan gelas bir yang ketiga.
"I am okey. Aku belum mabuk," jawabku juga menegaskan kata "belum".
Lalu sambil setengah berteriak aku merapatkan mulut ke telinganya. Tetapi tidak punya
keberanian untuk mencium atau mengunyah telinganya (padahal aku ingin). Kuceritakan
bahwa aku tidak pernah mabuk, berteriak-teriak lalu muntah di tempat umum. Itu
memalukan!
"I am a drinker. Not a drunker!" seruku.
"Aku mulai mabuk. Kamu bisa menjagaku, please?" ujarnya ganti setengah berteriak ketika
merapatkan mulutnya ke telingaku. Tetapi ia tidak mencium atau mengunyah telingaku
(padahal aku ingin). Sehingga aku meragukan kadar mabuk yang dikatakannya.
Bagaimana mungkin laki-laki yang mengaku mulai mabuk tetapi tidak segera menyaplok
dan mengunyah telinga perempuan yang sudah menempel ke mulutnya? Bukankah laki-laki
yang tidak mabuk saja pasti melahap rakus telinga perempuan yang ada di depan mulutnya?
Banyak perempuan keliru besar. Para perempuan sibuk menggantungkan bermacam
aksesoris di telinga. Baik yang imitasi sampai kilauan permata. Itu lambang kecantikan.
Padahal banyak laki-laki mengatakan bahwa telinga perempuan justru lebih seksi ketika
tanpa mengenakan apa-apa. Karena lelaki bisa bebas mengunyahnya seperti kerupuk. Atau
menjilatinya seperti es krim. Kenikmatan pasti akan terganggu bila lidah yang menyelip di
belakang cuping telinga mendadak tertusuk ujung giwang.
Nah, aku tidak memakai apa-apa di telingaku. Dan, aku sudah menyerahkan telingaku
bulat-bulat di depan mulutnya. Tetapi tidak juga telingaku berada di dalam mulutnya.
Sampai malam habis seperti kami menghabiskan bergelas-gelas bir tanpa mabuk. Kami
tetap saja tidak saling mengunyah telinga.
Pasti ada sesuatu yang salah di sini, pikirku.
Mungkin memang ada sesuatu yang salah.
Seperti biasa sore itu kuhabiskan di tepian Dermaga Docklands. Tetapi di Fish Bar ada
sesuatu yang tidak biasa. Kuhitung-hitung sudah hampir seminggu ini ia tidak tampak. Aku
rindu matanya yang biru. Sebagai gantinya, ada lelaki lain di belakang meja bar. Lelaki
cokelat bermata seperti buah kenari dengan wajah yang sangat Asia. Ia tampak maskulin
dengan wangi tembakau. Tetapi ia sangat mahal senyum dan sangat irit kata-kata. Mata
buah kenarinya menghujamkan pandangan yang membuatku salah tingkah. Tepatnya aku
merasa jadi bersalah.
Setelah membayar minuman, aku cepat berlalu dari hadapannya. Padahal ada keinginan
untuk menanyakan ke mana laki-laki bermata biru itu? Tetapi kubatalkan niatku ketika
bertubrukan dengan pandangannya. Matanya seperti ingin menelanku.
Ternyata aroma tembakau itu mengikutiku. Mata buah kenari itu sekarang duduk di
depanku. Bibirnya mencoba membuat lengkung sebuah busur. Tetapi tetap saja tidak bisa
menipu wajahnya yang keruh. Padahal langit dan laut di belakangnya masih tetap biru.
"Kamu cantik dan menarik. Pantas ia tertarik padamu. Tetapi kurasa tidak sulit bagimu
membuat laki-laki lain tertarik padamu," kata-katanya menimpa debur kapal motor yang
merapat ke dermaga.
Aku masih belum bisa meraba ke arah mana bicaranya. Kupikir lebih baik menunggu
kelanjutan kata-katanya. Kelihatannya ada hal yang ingin disampaikan kepadaku. Maka,
pertanyaan jadi bergelantungan seperti pelampung-pelampung yang diikat di tepi dermaga.
Lalu kenapa kalau aku cantik dan menarik? Kali ini aku merasa takut untuk mendengarkan
kelanjutan kata-katanya.
Kularikan gelepar ketakutanku dengan membuang pandang ke ujung dermaga. Tapi di sana
sepi. Tidak ada seorang pun. Tidak ada dia. Bahkan juga tidak tampak seekor burung
terbang. Yang kelihatan hanya kapal-kapal motor yang membisu. Jauh di belakangnya,
kelihatan gedung-gedung tinggi seakan tak terjangkau. Kelihatan begitu dingin walau
matahari sore memantulkan kilau dari jendela kacanya. Memantul kembali ke permukaan
laut. Untuk dipantulkan lagi ke permukaan mataku yang bekerjap-kerjap membuang silau.
Tapi gelisahku tak kunjung hilang. Aku tahu ada sesuatu di ujung lidah lelaki yang duduk
di depanku itu.
"Kapan tugasmu selesai? Kapan kau pulang ke Indonesia?" Ia bertanya.
"Minggu depan," suaraku seperti mengambang.
Kali ini ia tersenyum. Sebuah senyum kelegaan. "Kau pasti bisa menemukan dermaga lain
yang lebih nyaman." Kali ini suaranya jauh lebih ramah.
"Kenapa?"
"Because I love him very much. Jangan membuatnya jatuh cinta kepadamu, please."
Oh! Pantas saja langit dan laut di Dermaga Docklands luas tak bertepi. Seperti hatinya.
Ternyata aku telah salah membacanya. ***
Surabaya, 2007
Pro: Ben, yang entah sekarang ada di mana.
merapat ke dermaga.
Aku masih belum bisa meraba ke arah mana bicaranya. Kupikir lebih baik menunggu
kelanjutan kata-katanya. Kelihatannya ada hal yang ingin disampaikan kepadaku. Maka,
pertanyaan jadi bergelantungan seperti pelampung-pelampung yang diikat di tepi dermaga.
Lalu kenapa kalau aku cantik dan menarik? Kali ini aku merasa takut untuk mendengarkan
kelanjutan kata-katanya.
Kularikan gelepar ketakutanku dengan membuang pandang ke ujung dermaga. Tapi di sana
sepi. Tidak ada seorang pun. Tidak ada dia. Bahkan juga tidak tampak seekor burung
terbang. Yang kelihatan hanya kapal-kapal motor yang membisu. Jauh di belakangnya,
kelihatan gedung-gedung tinggi seakan tak terjangkau. Kelihatan begitu dingin walau
matahari sore memantulkan kilau dari jendela kacanya. Memantul kembali ke permukaan
laut. Untuk dipantulkan lagi ke permukaan mataku yang bekerjap-kerjap membuang silau.
Tapi gelisahku tak kunjung hilang. Aku tahu ada sesuatu di ujung lidah lelaki yang duduk
di depanku itu.
"Kapan tugasmu selesai? Kapan kau pulang ke Indonesia?" Ia bertanya.
"Minggu depan," suaraku seperti mengambang.
Kali ini ia tersenyum. Sebuah senyum kelegaan. "Kau pasti bisa menemukan dermaga lain
yang lebih nyaman." Kali ini suaranya jauh lebih ramah.
"Kenapa?"
"Because I love him very much. Jangan membuatnya jatuh cinta kepadamu, please."
Oh! Pantas saja langit dan laut di Dermaga Docklands luas tak bertepi. Seperti hatinya.
Ternyata aku telah salah membacanya. ***
Surabaya, 2007
Pro: Ben, yang entah sekarang ada di mana.

More Related Content

What's hot

Lirik lagu
Lirik laguLirik lagu
Lirik lagu
Adnan Rahman
 
Chairil anwar
Chairil anwarChairil anwar
Chairil anwar
Agung Cahyo
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan
mprieska_h
 
Lagu
LaguLagu
Lagu
rafik0105
 
Kumpulan lirik lagu
Kumpulan lirik laguKumpulan lirik lagu
Kumpulan lirik lagu
Rokhmat Setiawan
 
HaPPy16rd
HaPPy16rdHaPPy16rd
HaPPy16rd
Kim Teahyong
 
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Puisi
PuisiPuisi
Kumpulan puisi nedi suryadi
Kumpulan puisi nedi suryadiKumpulan puisi nedi suryadi
Kumpulan puisi nedi suryadi
Kampung Baca
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Arvinoor Siregar SH MH
 
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUHANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
Aldi Aldinar
 
Alia zalea miss pesimis
Alia zalea   miss pesimisAlia zalea   miss pesimis
Alia zalea miss pesimis
Firli Isnaeni
 
Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)
arvin2014
 

What's hot (17)

Lirik lagu
Lirik laguLirik lagu
Lirik lagu
 
Lirik lagu slank
Lirik lagu slankLirik lagu slank
Lirik lagu slank
 
Chairil anwar
Chairil anwarChairil anwar
Chairil anwar
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan
 
Lagu
LaguLagu
Lagu
 
Kumpulan lirik lagu
Kumpulan lirik laguKumpulan lirik lagu
Kumpulan lirik lagu
 
Apologi e
Apologi eApologi e
Apologi e
 
HaPPy16rd
HaPPy16rdHaPPy16rd
HaPPy16rd
 
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
Kumpulan puisi nedi suryadi
Kumpulan puisi nedi suryadiKumpulan puisi nedi suryadi
Kumpulan puisi nedi suryadi
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
 
Dgt
DgtDgt
Dgt
 
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUHANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
ANTOLOGI SYAIR KELAS 9J - SMPN 1 CIPANAS - JAGUAR PETANG TIGA PULUH
 
Puisi Saya
Puisi SayaPuisi Saya
Puisi Saya
 
Alia zalea miss pesimis
Alia zalea   miss pesimisAlia zalea   miss pesimis
Alia zalea miss pesimis
 
Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)Bisikan angin (beni setia)
Bisikan angin (beni setia)
 

Viewers also liked

Tractogenesis carlos neira lina bernal
Tractogenesis carlos neira lina bernalTractogenesis carlos neira lina bernal
Tractogenesis carlos neira lina bernal
linacarlosb
 
Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01
Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01
Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01
roger73larsson
 
Ana bela Martins - a leitura no outro lado do espelho
Ana bela Martins  - a leitura  no outro lado do espelhoAna bela Martins  - a leitura  no outro lado do espelho
Ana bela Martins - a leitura no outro lado do espelho
Encontro Bibliotecas
 
Resume Marcia Ashby2
Resume Marcia Ashby2Resume Marcia Ashby2
Resume Marcia Ashby2Marcia Ashby
 
Chilbo Community Resident Census 2008
Chilbo Community Resident Census 2008Chilbo Community Resident Census 2008
Chilbo Community Resident Census 2008
Fleep Tuque
 
Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)
Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)
Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)
Kai Yun Pang
 
Verb.tegner.1
Verb.tegner.1Verb.tegner.1
Verb.tegner.1
roger73larsson
 
Actividad 3 corte
Actividad 3 corteActividad 3 corte
Actividad 3 corte
Diana Paola Peña Reyes
 
Chilbo Community Annual Resident Census 2009
Chilbo Community Annual Resident Census 2009Chilbo Community Annual Resident Census 2009
Chilbo Community Annual Resident Census 2009
Fleep Tuque
 
Schema7 s
Schema7 sSchema7 s
Schema7 s
roger73larsson
 
Michigan Residence Park
Michigan Residence ParkMichigan Residence Park
Michigan Residence Park
Sergio Pripas
 
Tema 5 respuesta específica. UFP.Canarias
Tema 5 respuesta específica. UFP.CanariasTema 5 respuesta específica. UFP.Canarias
Tema 5 respuesta específica. UFP.Canarias
prometeo39
 
Creating Online Presence
Creating Online PresenceCreating Online Presence
Creating Online Presence
Gbenga Odunsi
 
卡地亚 - 无远不致 融贯东西
卡地亚 - 无远不致 融贯东西卡地亚 - 无远不致 融贯东西
卡地亚 - 无远不致 融贯东西Yijun Liu
 
WP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet Quotes
WP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet QuotesWP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet Quotes
WP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet Quotes
WP Engine
 
Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016
Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016
Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016
Kerstin Reichert
 
WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016
WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016
WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016
Hans Jung
 

Viewers also liked (20)

CV
CVCV
CV
 
Tractogenesis carlos neira lina bernal
Tractogenesis carlos neira lina bernalTractogenesis carlos neira lina bernal
Tractogenesis carlos neira lina bernal
 
Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01
Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01
Thisthatthesethose 091031175139-phpapp01
 
Ana bela Martins - a leitura no outro lado do espelho
Ana bela Martins  - a leitura  no outro lado do espelhoAna bela Martins  - a leitura  no outro lado do espelho
Ana bela Martins - a leitura no outro lado do espelho
 
Resume Marcia Ashby2
Resume Marcia Ashby2Resume Marcia Ashby2
Resume Marcia Ashby2
 
CV ABDULLAH
CV ABDULLAHCV ABDULLAH
CV ABDULLAH
 
Chilbo Community Resident Census 2008
Chilbo Community Resident Census 2008Chilbo Community Resident Census 2008
Chilbo Community Resident Census 2008
 
Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)
Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)
Assignment 3 - Don't Be A Fernando (Report)
 
Verb.tegner.1
Verb.tegner.1Verb.tegner.1
Verb.tegner.1
 
Actividad 3 corte
Actividad 3 corteActividad 3 corte
Actividad 3 corte
 
Chilbo Community Annual Resident Census 2009
Chilbo Community Annual Resident Census 2009Chilbo Community Annual Resident Census 2009
Chilbo Community Annual Resident Census 2009
 
Schema7 s
Schema7 sSchema7 s
Schema7 s
 
Michigan Residence Park
Michigan Residence ParkMichigan Residence Park
Michigan Residence Park
 
Tema 5 respuesta específica. UFP.Canarias
Tema 5 respuesta específica. UFP.CanariasTema 5 respuesta específica. UFP.Canarias
Tema 5 respuesta específica. UFP.Canarias
 
Creating Online Presence
Creating Online PresenceCreating Online Presence
Creating Online Presence
 
卡地亚 - 无远不致 融贯东西
卡地亚 - 无远不致 融贯东西卡地亚 - 无远不致 融贯东西
卡地亚 - 无远不致 融贯东西
 
WP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet Quotes
WP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet QuotesWP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet Quotes
WP Engine #WooConf 2016: Top Live Tweet Quotes
 
ak-bio_2
ak-bio_2ak-bio_2
ak-bio_2
 
Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016
Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016
Getting Data with import.io | SEO CAMPIXX 2016
 
WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016
WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016
WordPress Seo - WP Meetup Würzburg 2016
 

Similar to Dermaga (lan fang)

Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
arvin2014
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
arvin2014
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruAbrar Farisi
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Maman Nyamuk
 
[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound
Isa Salsabila
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Sungai yang tenang (hudan hidayat)Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Andri Goodwood
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaGhina Siti Ramadhanty
 
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanAku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanRicky L
 
Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)
Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)
Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Cintaku bukan drakula
Cintaku bukan drakulaCintaku bukan drakula
Cintaku bukan drakula
Teuku Asrul
 

Similar to Dermaga (lan fang) (20)

Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Fei (jusuf an)
Fei (jusuf an)Fei (jusuf an)
Fei (jusuf an)
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
Cintadalamgelas
CintadalamgelasCintadalamgelas
Cintadalamgelas
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
 
[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
 
Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Sungai yang tenang (hudan hidayat)Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Sungai yang tenang (hudan hidayat)
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra IndonesiaSASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
SASTRA INDONESIA: Beberapa contoh karya sastra Indonesia
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Blind Date
Blind DateBlind Date
Blind Date
 
Cerpe
CerpeCerpe
Cerpe
 
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanAku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
 
Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)
Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)
Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)
 
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
 
Cintaku bukan drakula
Cintaku bukan drakulaCintaku bukan drakula
Cintaku bukan drakula
 

More from Andri Goodwood

Paging systems-24
Paging systems-24Paging systems-24
Paging systems-24
Andri Goodwood
 
Outdoor clothing-04
Outdoor clothing-04Outdoor clothing-04
Outdoor clothing-04
Andri Goodwood
 
Oprah winfrey-23
Oprah winfrey-23Oprah winfrey-23
Oprah winfrey-23
Andri Goodwood
 
Kittens for-sale-19
Kittens for-sale-19Kittens for-sale-19
Kittens for-sale-19
Andri Goodwood
 
Jackson ms-23
Jackson ms-23Jackson ms-23
Jackson ms-23
Andri Goodwood
 
Guitar music-23
Guitar music-23Guitar music-23
Guitar music-23
Andri Goodwood
 
Funny doormats-23
Funny doormats-23Funny doormats-23
Funny doormats-23
Andri Goodwood
 
French food-33
French food-33French food-33
French food-33
Andri Goodwood
 
Franchise opportunities-11
Franchise opportunities-11Franchise opportunities-11
Franchise opportunities-11
Andri Goodwood
 
Fragrance for-men-24
Fragrance for-men-24Fragrance for-men-24
Fragrance for-men-24
Andri Goodwood
 
Forum snowboards-23
Forum snowboards-23Forum snowboards-23
Forum snowboards-23
Andri Goodwood
 
Format for-minutes-of-meeting-04
Format for-minutes-of-meeting-04Format for-minutes-of-meeting-04
Format for-minutes-of-meeting-04
Andri Goodwood
 
Food storage-24
Food storage-24Food storage-24
Food storage-24
Andri Goodwood
 
Flight information-03
Flight information-03Flight information-03
Flight information-03
Andri Goodwood
 
Fire extinguisher-inspections-19
Fire extinguisher-inspections-19Fire extinguisher-inspections-19
Fire extinguisher-inspections-19
Andri Goodwood
 
Federal student-loans-19
Federal student-loans-19Federal student-loans-19
Federal student-loans-19Andri Goodwood
 
Fayetteville north-carolina-23
Fayetteville north-carolina-23Fayetteville north-carolina-23
Fayetteville north-carolina-23Andri Goodwood
 
European vacation-packages-10
European vacation-packages-10European vacation-packages-10
European vacation-packages-10Andri Goodwood
 

More from Andri Goodwood (20)

Paging systems-24
Paging systems-24Paging systems-24
Paging systems-24
 
Outdoor clothing-04
Outdoor clothing-04Outdoor clothing-04
Outdoor clothing-04
 
Oprah winfrey-23
Oprah winfrey-23Oprah winfrey-23
Oprah winfrey-23
 
Kittens for-sale-19
Kittens for-sale-19Kittens for-sale-19
Kittens for-sale-19
 
Jackson ms-23
Jackson ms-23Jackson ms-23
Jackson ms-23
 
Guitar music-23
Guitar music-23Guitar music-23
Guitar music-23
 
Glendale ca-23
Glendale ca-23Glendale ca-23
Glendale ca-23
 
Funny doormats-23
Funny doormats-23Funny doormats-23
Funny doormats-23
 
French food-33
French food-33French food-33
French food-33
 
Franchise opportunities-11
Franchise opportunities-11Franchise opportunities-11
Franchise opportunities-11
 
Fragrance for-men-24
Fragrance for-men-24Fragrance for-men-24
Fragrance for-men-24
 
Forum snowboards-23
Forum snowboards-23Forum snowboards-23
Forum snowboards-23
 
Format for-minutes-of-meeting-04
Format for-minutes-of-meeting-04Format for-minutes-of-meeting-04
Format for-minutes-of-meeting-04
 
Food storage-24
Food storage-24Food storage-24
Food storage-24
 
Flight information-03
Flight information-03Flight information-03
Flight information-03
 
Fire extinguisher-inspections-19
Fire extinguisher-inspections-19Fire extinguisher-inspections-19
Fire extinguisher-inspections-19
 
Film studies-03
Film studies-03Film studies-03
Film studies-03
 
Federal student-loans-19
Federal student-loans-19Federal student-loans-19
Federal student-loans-19
 
Fayetteville north-carolina-23
Fayetteville north-carolina-23Fayetteville north-carolina-23
Fayetteville north-carolina-23
 
European vacation-packages-10
European vacation-packages-10European vacation-packages-10
European vacation-packages-10
 

Dermaga (lan fang)

  • 1. Jawa Pos Minggu, 20 Januari 2008 Dermaga Cerpen: Lan Fang Aku sedang berada di dermaga. Aku sangat suka dermaga. Dari pinggir dermaga, aku bisa melihat laut lepas dan langit luas. Menurutku, dermaga adalah sebuah tempat yang nyaman. Dermaga juga sebuah sandaran. Setelah jauh melaut, bukankah harus kembali? Dan dermaga adalah tempat melabuhkan semua penat. Ini dermaga di ujung laut Gresik. Hanya sebuah dermaga sederhana yang ditata dari kayu. Laut sedang surut sehingga tepinya tampak seperti lumpur. Ada beberapa ketam kecil berlarian di atasnya. Perahu-perahu kayu sedang tertambat. Ada nelayan yang sedang menjahit jaring. Juga ada yang sekadar cangkruk menunggu waktu melaut. Dermaga ini jauh berbeda dengan Dermaga Docklands di Melbourne yang pernah kukunjungi. Itu dermaga tempat merapat kapal-kapal motor. Laut dan langitnya tampak sangat biru. Di tepinya ada sebuah bar. Di sana kami pertama kali bertemu sekaligus berpisah tanpa kata-kata perpisahan. Sebetulnya sebuah dermaga tidak terlalu perlu untuk diingat-ingat. Tepatnya, aku tidak perlu mengingat-ingat dia lagi. Bukankah kami sudah berpisah? Dan tidak ada yang perlu diingat dari perpisahan. Tetapi dermaga selalu membuatku teringat kepadanya. Ia memiliki sepasang mata yang sangat kukagumi. Juga tak mungkin kulupakan. Sepasang mata indah yang teduh. Bening seperti pantulan cermin. Bagai langit yang becermin pada laut. Atau laut yang mengaca kepada langit. Entahlah. Itu tidak terlalu perlu bagiku. Karena aku melihat pantulan diriku di matanya. Tetapi aku bukan sekadar menyukai matanya. Aku juga menyukai rambutnya yang berwarna seperti helai-helai jagung. Terlebih lagi bibirnya yang terlihat segar. Kupikir, itu bibir yang enak untuk dicium. "Aku tidak merokok," jawabnya ketika hampir setengah hari kami bersama. Ia sama sekali tidak mengeluarkan sebatang rokok pun. Pantas saja! Aku suprise sekali. "Tapi aku suka nge-bir," sambungnya sambil tertawa. Tampak menarik sekali. Sejak hari itu ia selalu mentraktirku minum sambil duduk-duduk di pelataran Dermaga Docklands. Ia pemilik Fish Bar. Sebuah bar yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil di tepian Dermaga Docklands. Ia meletakkan banyak kursi dan meja bulat di pelatarannya. Sehingga dari pelataran bisa mencium udara laut. Udara yang membuat dadaku terasa lapang ketika mengirupnya dalam-dalam. Aku sudah seminggu di Melbourne. Kantorku sebuah perusahaan yang bergerak di bidang periklanan sedang membuat iklan untuk promosi sebuah biro perjalanan. Aku diberi waktu sebulan untuk memotret Australia. Dan kupilih Melbourne sebagai tempat tinggalku untuk sementara. Karena bagiku Melbourne tidak sesibuk Sydney. Aku kerasan di sini. Aku sangat menikmati trotoar Melbourne yang lebar, rapi, dan bersih.
  • 2. Tidak banyak kendaraan lalu lalang dengan berisik, berdebu, dan semrawut. Mataharinya juga tidak seterik Surabaya. Sehingga aku lebih sering berjalan kaki bila hendak menjemput senja di Dermaga Docklands. Awal perkenalanku dengannya sangat klise. Seperti adegan roman remaja saja. Sebagai pemilik Fish Bar sudah tentu ia harus ramah kepada pengunjung barnya. Memberikan senyum, menyapa, "Hallo, how are you?" dan "thank you" untuk segelas minuman yang kubayar. Tidak ada yang istimewa. Lalu aku menempati tempat duduk kesukaanku. Kursi di pelataran yang agak di sudut dan menghadap laut. Aku lebih suka duduk di luar daripada di dalam bar. Karena di luar aku bisa mendengar nyanyian angin. Pekik burung yang berbaur dengan deburan gelombang yang pecah terantuk dermaga. Melihat kapal-kapal motor yang merapat dan terayun-ayun. Dan mencium wangi laut. Sedang di dalam hanya ada orang-orang yang berbicara dan musik yang kadang ingar-bingar. Kadang aku membaca. Kadang aku menulis. Kadang memotret. Kadang cuma membuang pandang. Kemudian dia datang ke kursiku. Besoknya ia datang duduk lagi. Lusanya kembali datang, duduk dan bercerita. Hari-hari berikutnya, ia selalu menanyakan bila aku tidak datang. Lalu aku jatuh cinta. Aku merasa pasti kalau aku jatuh cinta kepadanya. Karena aku sudah terlalu sering jatuh cinta. Jadi aku tahu persis gejala orang jatuh cinta. Bagi orang jatuh cinta, waktu bersama akan terasa pendek dan waktu berpisah terasa sangat panjang. Saat bersama, tidak ada yang dilakukan kecuali hendak menyimpan matahari. Agar matahari tidak cepat-cepat tergelincir di pengujung waktu. Sedang ketika berpisah, serasa tidur di atas bara. Gelisah ingin rembulan segera menyingkir. Dan gejala itu terjadi padaku! Apalagi saat itu ia berkata, "Aku punya dua tiket pub untuk malam ini. Aku mau kamu menemaniku. Bagaimana?" Sudah tentu aku mau! Bukan hanya karena aku memang ingin berkencan dengannya. Tetapi caranya mengajakku adalah cara yang tidak pernah dilakukan oleh para laki-laki di Indonesia yang kukenal. Semua selalu berkata, "Apakah kau mau pergi denganku? Atau, "Kalau kau mau pergi denganku, aku juga mau pergi denganmu." Atau, "Terserah kamu." Menurutku, itu semua kalimat yang sangat tidak nyaman untuk perempuan. Kalimat ajakan yang hanya untung-untungan. Niat berkencan yang diibaratkan permainan iseng-iseng berhadiah. Syukurlah bila mendapat hadiah. Tetapi juga tidak masalah bila tidak mendapat hadiah. Toh hanya sekadar iseng. Aku tidak suka laki-laki iseng. Karena aku bisa lebih iseng dari laki-laki. Tapi aku juga tidak suka dengan laki-laki serius. Karena aku juga punya keseriusan yang melebihi laki- laki. Aku suka laki-laki cerdas. Laki-laki yang bisa mengisengi keseriusan dan menyeriusi keisengan. Kurasa ia cukup cerdas untuk menangkap seleraku. Kalimat ajakannya itu, "...aku mau kamu menemaniku," terus terang tetapi tidak murahan. Tidak malu-malu kucing tetapi juga
  • 3. tidak sok jaim. Kalimat yang membuatku tidak bisa menolak karena merasa terhormat. Kalimat yang membuatku jatuh cinta. Sempat aku berpikir, apakah tidak terlalu cepat bagiku untuk jatuh cinta kepadanya? Bukankah yang datang cepat juga akan segera pergi? Tetapi mungkin tidak. Bukankah cinta bisa datang tiba-tiba seperti pencuri yang masuk lewat jendela? Tidak pernah permisi mengetuk pintu terlebih dahulu. Terpikirkan pula olehku, bukankah yang terlalu terus terang akan segera membosankan? Tidak sempat dimainkan oleh perasaan gelisah karena kerinduan. Apakah tidak lebih mengasyikkan memetakan perasaan yang dikejar tanda tanya? Terusik perasaan untuk mencari jawaban. Tetapi, baiklah, aku bukan gadis remaja yang jatuh cinta pertama kali. Bukan seperti gadis belasan tahun yang dilanda cinta monyet. Lalu cuma bisa mesem-mesem cengengesan seperti monyet. Itu kuno. Terlalu membuang-buang waktu. Aku perempuan dewasa yang sudah bosan dengan cinta yang lalu lalang. Aku wanita matang yang butuh sandaran. Aku perahu yang mencari dermaganya. Hei, ingat! Dia bukan laki-laki sebangsa. Sudah bukan rahasia lagi, akan banyak kesulitan mempunyai pasangan dari budaya yang berbeda. Debat itu masih berseliweran di kepalaku. Tapi, logikaku selalu saja kalah dengan perasaan. Dan, pergilah kami malam itu ke sebuah ruang yang memekakkan dengan dentum irama yang menghentak. Tubuh-tubuh meliuk, berpelukan dan berciuman, seperti kesurupan. Lampu spootlight seperti kilat menyambar-nyambar. Musik yang berdentam keras seakan menghantam dada. Jantungku seperti meloncat. Telingaku jadi tuli. Dalam kilatan lampu dan ingar-bingar, maka orang-orang harus merapatkan tubuh bila hendak berbicara. Juga merapatkan wajah. Merapatkan mulut ke telinga. Mungkin untuk berbicara dan berteriak. Mungkin juga untuk mencium dan mengunyah telinga. Semua tidak jelas terlihat. Tetapi jelas bisa dirasakan. Makin malam semakin penuh. Bukan cuma dipenuhi orang-orang berambut pirang dan bermata pantulan cermin. Tetapi juga orang-orang dengan rambut hitam dan berwajah Asia sepertiku. Mereka menggerakkan seluruh anggota tubuh dari kepala sampai kaki dengan merdeka. Aku canggung. Jadi kami cuma duduk di kursi bundar bar saja. Tetapi cukup bisa kunikmati. Toh, tubuhku tanpa bisa dicegah juga bergoyang-goyang mengikuti beat-beat lagu. Kurasakan ada kebebasan yang berbeda dengan yang kurasakan saat memandang laut dan langit dari dermaga. Bila dari tepi dermaga, aku merasa ada kebebasan yang menyatukan diriku dengan alam. Aku merasa begitu kecil dan tak berdaya. Sehingga aku selalu membutuhkan dermaga, merindukan sandaran, ingin tempat untuk bertambat. Tetapi, di sini, aku merasa bebas dan berkuasa dengan diriku sendiri. Diriku adalah milikku. Diriku ada di dalam tubuhku. Semakin lama aku membesar. Karena tanpa membesar aku tidak bisa mengatasi diriku yang harus bersaing dengan tubuh-tubuh yang lain. Maka, kugerakkan tanganku ke atas, kepalaku ke kanan atau ke kiri atau kakiku melompat. Di sini aku tidak membutuhkan dermaga. Walaupun tubuhku seperti sekoci oleng tak ada nakhoda. "Are you okey? Kamu tidak mabuk?" ia bertanya kepadaku dengan menegaskan kata
  • 4. "tidak". Ia kelihatan khawatir karena aku sudah menghabiskan gelas bir yang ketiga. "I am okey. Aku belum mabuk," jawabku juga menegaskan kata "belum". Lalu sambil setengah berteriak aku merapatkan mulut ke telinganya. Tetapi tidak punya keberanian untuk mencium atau mengunyah telinganya (padahal aku ingin). Kuceritakan bahwa aku tidak pernah mabuk, berteriak-teriak lalu muntah di tempat umum. Itu memalukan! "I am a drinker. Not a drunker!" seruku. "Aku mulai mabuk. Kamu bisa menjagaku, please?" ujarnya ganti setengah berteriak ketika merapatkan mulutnya ke telingaku. Tetapi ia tidak mencium atau mengunyah telingaku (padahal aku ingin). Sehingga aku meragukan kadar mabuk yang dikatakannya. Bagaimana mungkin laki-laki yang mengaku mulai mabuk tetapi tidak segera menyaplok dan mengunyah telinga perempuan yang sudah menempel ke mulutnya? Bukankah laki-laki yang tidak mabuk saja pasti melahap rakus telinga perempuan yang ada di depan mulutnya? Banyak perempuan keliru besar. Para perempuan sibuk menggantungkan bermacam aksesoris di telinga. Baik yang imitasi sampai kilauan permata. Itu lambang kecantikan. Padahal banyak laki-laki mengatakan bahwa telinga perempuan justru lebih seksi ketika tanpa mengenakan apa-apa. Karena lelaki bisa bebas mengunyahnya seperti kerupuk. Atau menjilatinya seperti es krim. Kenikmatan pasti akan terganggu bila lidah yang menyelip di belakang cuping telinga mendadak tertusuk ujung giwang. Nah, aku tidak memakai apa-apa di telingaku. Dan, aku sudah menyerahkan telingaku bulat-bulat di depan mulutnya. Tetapi tidak juga telingaku berada di dalam mulutnya. Sampai malam habis seperti kami menghabiskan bergelas-gelas bir tanpa mabuk. Kami tetap saja tidak saling mengunyah telinga. Pasti ada sesuatu yang salah di sini, pikirku. Mungkin memang ada sesuatu yang salah. Seperti biasa sore itu kuhabiskan di tepian Dermaga Docklands. Tetapi di Fish Bar ada sesuatu yang tidak biasa. Kuhitung-hitung sudah hampir seminggu ini ia tidak tampak. Aku rindu matanya yang biru. Sebagai gantinya, ada lelaki lain di belakang meja bar. Lelaki cokelat bermata seperti buah kenari dengan wajah yang sangat Asia. Ia tampak maskulin dengan wangi tembakau. Tetapi ia sangat mahal senyum dan sangat irit kata-kata. Mata buah kenarinya menghujamkan pandangan yang membuatku salah tingkah. Tepatnya aku merasa jadi bersalah. Setelah membayar minuman, aku cepat berlalu dari hadapannya. Padahal ada keinginan untuk menanyakan ke mana laki-laki bermata biru itu? Tetapi kubatalkan niatku ketika bertubrukan dengan pandangannya. Matanya seperti ingin menelanku. Ternyata aroma tembakau itu mengikutiku. Mata buah kenari itu sekarang duduk di depanku. Bibirnya mencoba membuat lengkung sebuah busur. Tetapi tetap saja tidak bisa menipu wajahnya yang keruh. Padahal langit dan laut di belakangnya masih tetap biru. "Kamu cantik dan menarik. Pantas ia tertarik padamu. Tetapi kurasa tidak sulit bagimu membuat laki-laki lain tertarik padamu," kata-katanya menimpa debur kapal motor yang
  • 5. merapat ke dermaga. Aku masih belum bisa meraba ke arah mana bicaranya. Kupikir lebih baik menunggu kelanjutan kata-katanya. Kelihatannya ada hal yang ingin disampaikan kepadaku. Maka, pertanyaan jadi bergelantungan seperti pelampung-pelampung yang diikat di tepi dermaga. Lalu kenapa kalau aku cantik dan menarik? Kali ini aku merasa takut untuk mendengarkan kelanjutan kata-katanya. Kularikan gelepar ketakutanku dengan membuang pandang ke ujung dermaga. Tapi di sana sepi. Tidak ada seorang pun. Tidak ada dia. Bahkan juga tidak tampak seekor burung terbang. Yang kelihatan hanya kapal-kapal motor yang membisu. Jauh di belakangnya, kelihatan gedung-gedung tinggi seakan tak terjangkau. Kelihatan begitu dingin walau matahari sore memantulkan kilau dari jendela kacanya. Memantul kembali ke permukaan laut. Untuk dipantulkan lagi ke permukaan mataku yang bekerjap-kerjap membuang silau. Tapi gelisahku tak kunjung hilang. Aku tahu ada sesuatu di ujung lidah lelaki yang duduk di depanku itu. "Kapan tugasmu selesai? Kapan kau pulang ke Indonesia?" Ia bertanya. "Minggu depan," suaraku seperti mengambang. Kali ini ia tersenyum. Sebuah senyum kelegaan. "Kau pasti bisa menemukan dermaga lain yang lebih nyaman." Kali ini suaranya jauh lebih ramah. "Kenapa?" "Because I love him very much. Jangan membuatnya jatuh cinta kepadamu, please." Oh! Pantas saja langit dan laut di Dermaga Docklands luas tak bertepi. Seperti hatinya. Ternyata aku telah salah membacanya. *** Surabaya, 2007 Pro: Ben, yang entah sekarang ada di mana.
  • 6. merapat ke dermaga. Aku masih belum bisa meraba ke arah mana bicaranya. Kupikir lebih baik menunggu kelanjutan kata-katanya. Kelihatannya ada hal yang ingin disampaikan kepadaku. Maka, pertanyaan jadi bergelantungan seperti pelampung-pelampung yang diikat di tepi dermaga. Lalu kenapa kalau aku cantik dan menarik? Kali ini aku merasa takut untuk mendengarkan kelanjutan kata-katanya. Kularikan gelepar ketakutanku dengan membuang pandang ke ujung dermaga. Tapi di sana sepi. Tidak ada seorang pun. Tidak ada dia. Bahkan juga tidak tampak seekor burung terbang. Yang kelihatan hanya kapal-kapal motor yang membisu. Jauh di belakangnya, kelihatan gedung-gedung tinggi seakan tak terjangkau. Kelihatan begitu dingin walau matahari sore memantulkan kilau dari jendela kacanya. Memantul kembali ke permukaan laut. Untuk dipantulkan lagi ke permukaan mataku yang bekerjap-kerjap membuang silau. Tapi gelisahku tak kunjung hilang. Aku tahu ada sesuatu di ujung lidah lelaki yang duduk di depanku itu. "Kapan tugasmu selesai? Kapan kau pulang ke Indonesia?" Ia bertanya. "Minggu depan," suaraku seperti mengambang. Kali ini ia tersenyum. Sebuah senyum kelegaan. "Kau pasti bisa menemukan dermaga lain yang lebih nyaman." Kali ini suaranya jauh lebih ramah. "Kenapa?" "Because I love him very much. Jangan membuatnya jatuh cinta kepadamu, please." Oh! Pantas saja langit dan laut di Dermaga Docklands luas tak bertepi. Seperti hatinya. Ternyata aku telah salah membacanya. *** Surabaya, 2007 Pro: Ben, yang entah sekarang ada di mana.