SlideShare a Scribd company logo
E-Writinc Edisi #7
"Free ebook dari komunitas Writerpreneur3.0"
• BASED ON •
Penulis: Komunitas Writerpreneur 3.0
Editor: Najmi dan Aziz
Tata Letak: Wini
Desain Sampul: Hilda
Selamat membaca karya kami. Dan, bagi kamu yang tertarikuntukikutan komunitas
ini, bisa aktif gabung online di Fan Page FB atau twitter kita:
WritInc (https://www.facebook.com/writinc)
atau
@writinc (https://twitter.com/writinc)
atau kalau kamu tinggal di sekitar Jadebotabek, kami biasanya melakukan pertemuan
sebulan satu kali untukmembahas sesuatu yang berkaitan dengan tulis menulis dan
bisnis di Code Margonda (samping Depok Town Square).
Lagu yang Memberi Warna Jiwa
“When you’re happy,
You enjoy the music
But when you’re sad,
You understand the lyrics”
Frank Ocean -
A
pabila ada ungkapan “Sebuah puisi dapat menghapus noda jiwa”, maka
tak berlebihan kalau sebuah lagu akan mampu memberikan warna jiwa
yang berbeda. Sebuah lagu riang mampu merefleksikan seseorang yang bahagia.
Sebaliknya, nada-nada melankolis dari komposisi akan sangat mewakili hati yang
membiru.
Kita bisa bersorak, berjingkrak, berteriak, senyum tertawa, dan melenggak-
lenggokkan badan saat nada irama menghentak-hentak dengan aura kegembiraan
dari sebuah lagu. Tapi pun, begitu adanya saat lagu mendayu menyuarakan
kesedihan, kehilangan, nestapa dan bencana kehidupan, kita turut larut terhanyut
dalam isak kesedihan tertahan dengan mata berkaca bahkan menganak sungai air
hangat di permukaan wajah tak tersadari.
Sebuah lagu mampu bercerita kehidupan yang penuh warna ceria, namun
sebaliknya warna dunia nan kelabu sendu merefleksi dalam nada dan bait lirik yang
dinyanyikan seorang vokalis.
Apa yang terwakili sebuah lagu bisa sangat pribadi, namun juga hadir
berbagi dalam suasana hati yang dirasakan. Bisa terwakili dalam sebuah konser
besar dengan ribuan penggemar, namun bisa juga terkurung dalam kamar privasi
tersendiri. Ini mungkin bicara makna rasa, aura yang tercipta di manapun seorang
berada. Boleh dalam gemerlap lampu tata panggung sebuah konser megah, atau
cuma sebuah kamar kost sempit di temaram malam nan menjiwa. Ada seorang
yang merengkuh bahagia dan akan hadir sosok pencela alam semesta.
Bayangkan bila isi dunia senyap, tak berirama – tanpa nada tercipta. Bahkan
sejuknya hembusan angin yang menggoyang dahan bisa menimbulkan gesekan
antar ranting dalam ritmik yang sendu. Sisa titik air hujan dari atap rumah dan
akhirnya jatuh luruh dalam penampungan di teras rumah pun memiliki nada
beraturan. Bukalah telinga, dan niatkan menyimak harmoni komposisi orchestra
malam yang dimainkan berbagai serangga malam, begitu menenangkan jiwa kita.
Di sini kita nikmati, nada-irama dalam komposisi alam semesta tergelar indah
tanpa rekayasa manusia. Alam beserta isinya akan selalu menggelar concerto
yang begitu indah, meskipun kita suatu saat mungkin tidak menginginkannya.
Kini sudah saatnya kita membagi ruang jiwa, agar nada-irama yang tercipta akan
terus memberi warna-warna indah nan lengkap dalam hidup kita, dalam tawa
bahagia maupun isak nestapa yang pasti akan selalu kita jumpai dalam perjalanan
semesta.
Cibubur, 18 September 2014
Daftar Isi
Gadisku  8
Untuk Matahari  16
Teruskanlah … Dan Jangan Lagumu Terhenti … !   28
Belajar dari Sahabat   34
LihatKebunku,SetiapHari(Akan)KusiramSemua   46
Perahu Kertas  52
Kekuatan Magis di Laptopmu   62
FiksiFiksi
Sepasang mata yang dengannya aku merasa dipercaya dan sungguh mempercayainya.
Sepasang mata yang tidak pernah berbohong dengan hatinya.
(Najmi)
GadiskuLagu: MLTR – Love Will Never Lie
10
“
Tak bisakah kau menutupi sedikit saja rasa beratmu dan melepasku dengan
senyuman?”
Pelupuk matanya justru semakin tergenang saat aku mengatakan demikian.
Gadisku ini paling tidak bisa berbohong untuk urusan ekspresi wajah. Oh, Bunda...
mengapa ia harus menerima lamaranku dulu, padahal ia tahu persis risiko yang
akan ia hadapi jika bersamaku? Hhh... baiklah, semua salahku. Tidak seharusnya
aku mengejarnya selama sepuluh tahun. Aku tidak termasuk tipe lelaki yang
disukainya. Dia bukan wanita yang mengidolakan pria yang terlalu tampan, tinggi,
dan putih sepertiku. Apalagi saat satu kelas di akademi dulu, ia mengenalku
sebagai murid yang keras kepala dan susah diatur. Aku terlalu pintar hingga sering
meledek rekan-rekanku yang tertinggal dalam pelajaran, termasuk dirinya. Ah,
justru ia-lah yang paling sering kuganggu. Kupikir hanya itu cara terbaik untuk
mendapat perhatiannya. Kalau aku bersikap baik, ia hanya akan bersikap dingin,
atau paling jauh mengucapkan terima kasih dengan wajah datar. Tapi kalau
aku mengganggunya, ia akan marah dan mengucapkan kata lebih banyak dari
biasanya, juga berekspresi lebih banyak dari biasanya. Melihatnya marah sambil
mencaciku itu lebih menggembirakan dibandingkan ia mengacuhkanku tanpa
kata. Aku lelaki yang luar biasa, bukan?
Baiklah, sudah cukup memuji diri sendirinya. Aku tak ingin membuat kalian
semakin muak mendengar ocehanku. Kita tidak sedang berbincang tentang diriku,
kan? Benar, aku sedang bercerita tentang gadisku. Teman pertama yang langsung
menarik perhatianku saat aku pertama kali masuk akademi. Rasanya seolah
tersihir oleh pandangan matanya yang tajam tapi meneduhkan. Tidak pernah aku
dipandang demikian bila mengajak seorang berkenalan. Biasanya mereka selalu
11
ramah dan menyambut sapaanku dengan wajah sumringah, terkadang sampai
bersinar-sinar jika itu wanita. Oke, ini berlebihan. Tetapi dia, jangankan bersinar-
sinar, membalas senyumanku saja tidak. Sama sekali.
“Fay. Asal Bandung. Spesialisasi mekanika alat dan dinamika cuaca. Senang
berkenalan, semoga bisa bekerjasama selama empat tahun ke depan.”
“Anisa.”
Anisa. Lalu? Hanya itu? Lanjutannya?
Aku masih menunggu beberapa saat, berasumsi bahwa masih ada kata
yang akan diucapkannya. Ternyata asumsiku nol. Ia hanya berhenti di kata ‘Anisa’.
Aku tahu Anisa memiliki arti ‘wanita’. Namun dimana sifat kewanitaannya?
Gadisku ini sama sekali tidak lembut. Tidak ada ucapan manis dalam
kamusnya berkomunikasi. Justru itu yang semakin membuatku tertarik. Jika aku
mengganggunya dulu, ia hanya akan menatapku dingin. Jika aku mengganggunya
dengan tingkatan yang lebih tinggi, setidaknya aku bisa mendengar kata-kata,
“Sebaiknya gunakan energi sombongmu itu untuk sesuatu yang lebih berguna,
bukan dengan menumpahkannya di meja belajarku.”
Lima belas kata! Bayangkan itu, lima belas kata! Kalau aku bersikap baik dan
perhatian, ia tidak akan mengucapkan apa-apa. Kalau aku memberinya ucapan
selamat ulang tahun, ia hanya akan mengucapkan dua kata, “Terima kasih.” Tetapi
kalau aku mengusiknya saat sedang belajar, aku akan memperoleh lima belas
kata! Ditambah tatapan matanya yang membesar karena emosi. Entahlah, semua
tatapan matanya bagiku selalu meneduhkan. Itu lebih baik daripada ia enggan
untuk menatapku.
12
Kali ini aku harus menatap mata itu lagi. Sepasang mata yang darinya aku
melihat cinta, marah, sedih, dan gembira. Sepasang mata yang dengannya aku
merasa dipercaya dan sungguh mempercayainya. Sepasang mata yang tidak
pernah berbohong dengan hatinya. Oh, Bunda... jika mata adalah jendela jiwa,
mengapa harus kedua mata ini yang membuatku jatuh hati?
“Jangan terlalu sering sendirian. Pulang ke rumah Ibu saja kalau bosan.”
Gadisku mengangguk, masih menahan luapan air di matanya tumpah ruah
agar tidak mengalir ke pipi.
“Harus tetap makan dan istirahat. Jangan sakit hanya karena rindu. Paham?”
Sekali lagi ia mengangguk. Sorot matanya lebih jenaka kini.
“Kalau sedang sangat rindu tulis surat saja dan letakkan di kotak meja
makan. Aku akan membacanya saat pulang. Ya?”
Ia masih mengangguk.
“Aku akan segera kembali. Kau percaya padaku, kan?”
Kali ini gadisku menggeleng, seperti biasa.
Aku tertawa dan menariknya kembali untuk kudekap.
“Baiklah, baiklah, percaya hanya pada Allah. Jangan percaya padaku, jangan
pernah! Itu syirik. Paham?”
Akhirnya ia tertawa kecil sambil mengangguk dan mengusap sudut-sudut
matanya.
Aku memeluknya kembali dan mengusap kepalanya. Ia paham alasanku
bercanda agar jangan pernah mempercayai bahwa aku akan segera pulang,
karena memang tidak pernah ada yang bisa menjamin aku bisa segera kembali.
Pekerjaanku tidak memiliki kepastian waktu dan tempat, harus siap sedia setiap
13
saat, dan tidak ada jaminan pulang dengan selamat. Sering aku pergi ke tempat
yang bahkan tidak memiliki sinyal komunikasi kecuali komunikasi radio. Jika
sudah demikian membawa telepon seluler-pun jadi tidak ada gunanya. Pernah
aku membuatnya sakit parah akibat teleponku yang tidak bisa dihubungi. Ia
terlampau khawatir hanya karena tidak mengetahui kabar dariku. Akhirnya
aku menyuruhnya untuk berhenti menelepon saat aku pergi di perjalanan
berikutnya. Aku yang akan menghubungi saat aku memiliki akses komunikasi.
Dan jika aku tidak memberi kabar, aku memintanya untuk menulis surat agar
rasa khawatirnya mereda.
Risiko pekerjaan yang besar ini sudah kusampaikan sejak awal aku
menyampaikan niatku untuk mempersuntingnya, dan aku pun sudah bersiap
untuk ditolak. Bukankah selama sepuluh tahun aku juga hampir selalu diabaikan?
Respon paling baik adalah mendapat cacian dan omelan. Empat tahun di akademi.
Tiga tahun di kantor yang sama. Tiga tahun berikutnya aku sudah bergelut dengan
pekerjaan berisiko ini. Jadi sebenarnya aku tidak berharap banyak saat aku
mengambil libur untuk menemuinya kembali dan mencoba meraih kesempatan.
Setidaknya ia memang belum ada yang punya, dan aku tidak ingin menyesal
karena belum mencoba. Aku pun melamarnya. Dan diterima!
“Nisa yakin mau menerima Fay?”
Gadisku mengangguk.
“Dengan risiko pekerjaan yang tadi telah Fay ceritakan?”
Ia masih mengangguk.
“Nisa mempercayai Fay?”
14
Ia menggeleng. Sesaat hatiku melorot, mengira penerimaannya hanyalah
sebuah candaan. Sebelum akhirnya ia mulai bersuara.
“Nisa hanya percaya pada Tuhan Yang Maha Menjaga, Allah Azza wa Jalla.
Percaya pada selain-Nya itu syirik.”
Rasanya ingin air mata ini meleleh. Itu adalah kalimat termanis pertamanya
yang ia ucapkan padaku selama sepuluh tahun. Aku berusaha keras menahan
gembiraku dan tersenyum sewajarnya.
“Tidak menyangka gadisku yang kukejar selama sepuluh tahun ternyata
juga bisa bercanda.”
Kulihatpipinyamemerahkarenamalu.Oh,Bunda...Iamenyukaiku.Iasungguh
menyukaiku. Selama ini ia hanya tidak pernah menampakannya di hadapanku.
Kata-katamu benar, seseorang yang tak bisa menampakkan perasaan sebenarnya
di depan orang banyak biasanya cenderung sangat loyal dan mencintai sesuatu
dengan sungguh-sungguh saat dia sudah memutuskan untuk komitmen dengan
yang ia pilih. Gadisku adalah buktinya. Tak pernah sekalipun ia berbohong dengan
cintanya. Tak pernah kulihat ia menyesal setelah memutuskan untuk menerimaku.
Maka adakah lagi yang lebih pantas untuk kusyukuri setelah ini?
15
Sekarang aku harus meninggalkannya lagi. Membuatnya kembali terluka
melepasku pergi. Semua orang tahu betapa ia sangat mencintaiku. Siapapun dapat
menghibur dan menemaninya saat ia sepi karena menungguku. Namun, adakah
yang mengingat bagaimana aku mengejarnya dulu selama sepuluh tahun? Ikatan
kami begitu kuat bukan hanya karena ia seorang wanita yang mulia, tetapi juga
karena ditempa oleh masa yang tidak sebentar. Adakah yang mengetahuinya?
Bahwa hatiku pun selalu terluka tiap kali meninggalkannya sendiri. Bertemu
kembali dengan tatapan sepasang matanya adalah motivasi terbesarku untuk
terus bertahan hidup pada kondisi medan tersulit sekalipun.
Aku melepas dekapanku padanya, lalu berbalik pergi. Satu langkah, dua
langkah, tiga langkah, empat langkah, lima langkah, saatnya berbalik menatapnya
lagi. Pada jarak lima langkah ia mengukir senyum kecil di bibirnya, meyakinkanku
bahwa kesetiaan itu selalu ada disana.
Untuk
Matahari
Lagu: Tulus – Lagu Untuk Matahari
Untuk
Matahari
Anak ini lucu sekali, tapi sayang tak banyak orang yang menyadari
pesona kecantikannya. Iya, kecantikan yang ia miliki di dasar hati.
(Wini)
18
A
ku bekerja part time di sebuah café. Café kecil ini berdiri tak jauh dari
sekolah yang bernama Bima Sakti. Uniknya, ada tiga siswa yang akhir-akhir
ini tak pernah luput dari perhatianku. Dua perempuan dan satu laki-laki. Dua
perempuan ini bernama Matahari dan Bulan. Satu laki-lakinya kau tahu bernama
siapa? Ya, siapa lagi kalau bukan Bumi. Bumi yang tak pernah jauh dari Bulan, tapi
juga membutuhkan Matahari. Mereka seperti benda langit sungguhan, ya?
Dari balik meja kasirku, aku menikmati sinar matahari pagi dan juga pesona
seorang siswi bernama Matahari. Dengan senyum bak sinar matahari pagi yang
menghangatkan, dia berjalan menebar keramahan pada setiap orang yang
dijumpainya. Kepada satpam, tukang kebun sekolah, kepada penjaga sekolah, ibu
kantin . . .
“Bang Asa, kayak biasa, ya!”
“Hot chocolate?”
“Iya, dong.”
Pun pada seorang kasir part time sepertiku.
Sayang, kehangatan Matahari hanya ditunggu oleh sebagian orang saja.
Tak banyak yang peduli pada pesona Matahari. Orang-orang ini tak pernah mau
beramah-ramah pada Matahari seperti mereka beramah-ramah kepada Bulan.
Saat hari mulai terasa terik, seluruh siswa mulai merindukan Bulan di
malam hari. Mau bulan yang menggantung di angkasa atau Bulan yang berwujud
manusia. Kali ini tentang Bulan yang belakangan ini santer terdengar telah
menjadi saudara Matahari.
Seperti namanya, Bulan selalu menjadi dambaan semua orang. Apalagi
saat ia sedang ”purnama”. Hanya dengan menatapnya, semua orang merasa
19
bahagia dan tersenyum ke arahnya. Semua orang yang tersenyum padanya selalu
berharap bulan membalas dengan senyum yang sangat indah. Namun, dia terlalu
sibuk berputar-putar di sekitar Bumi sambil mempercantik diri agar Bumi tertarik
padanya. Dengan kecantikan wajah dan suara merdunya, Bulan selalu menjadi
dambaan semua siswa. Sepertinya semakin hari, Bulan semakin mampu mencuri
perhatian sang Bumi.
Lain dengan Matahari, kehadirannya selalu membuat orang lain menjauh.
Merasa silau berada di dekatnya. Penampilan sederhananya tak terlalu membuat
orang senang, bahkan ada saja yang iseng membandingkan Matahari dengan
Bulan. Matahari terlalu sibuk mengurusi banyak orang, sehingga dia tak ada
waktu untuk mempercantik diri seperti Bulan. Padahal menurutku Matahari tak
kalah manis jika dibandingkan dengan Bulan. Apa pula aku ini? Siapa juga yang
peduli pada pendapatku tentang kedua gadis cantik itu.
Aku tak mengerti kenapa Bumi lebih memilih Bulan, padahal Matahari tak
pernah berhenti ”menyinari” dirinya. Bahkan saat malam tiba pun, Matahari tetap
menyinari Bumi, meski ”cahayanya” ia titipkan pada Bulan.
Ah, kita lupakan saja soal si Bumi. Kita bicara soal orang-orang yang
memusuhi Matahari. Orang-orang yang lebih memilih untuk mengantri agar
dapat menyaksikan Bulan perform di café kecilku setiap malam ke-15 atau
beberapa orang yang kerap kali tak punya hati berkata begini kepada Matahari,
“Matahari, awas dong. Gue mau liat Bulan.”
Orang-orang ini terlalu senang membandingkan Bulan dan Matahari.
Awalnya,MataharitakterlalupedulidenganpopularitasBulan.Diatakirisedikitpun
pada apa yang Bulan miliki selama ini. Hidup Matahari hanya ia habiskan bersama
20
orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya. Anak jalanan yang beberapa
tahun belakangan ini menjadi adik asuhnya, juga adik asuhku (aku tersenyum
menuliskan ini), serta anak penjaga sekolah yang sering kali memintanya untuk
mengajari atau sekadar menemaninya mengerjakan PR sepulang sekolah. Ah, bagi
Matahari, menjadi bermanfaat bagi orang lain sudahlah cukup baginya, tanpa
harus orang lain mengelu-elukan kebaikannya. Namun sayang, terlalu banyak
orang yang senang mengurusi kehidupan Matahari dan Bulan. Terlebih ketika
mereka mendadak menjadi adik-kakak. Padahal kedua saudara tiri ini memiliki
hubungan yang baik.
Ketika Ayah Matahari dan Ibu Bulan menikah, tidak ada satu pun dari
mereka yang protes. Karena mereka sama-sama tahu bahwa keduanya tak pernah
ada masalah sebelumnya. Kedua orang ini memiliki perangai yang sama-sama
baik. Hanya terkadang ada saja suara-suara sumbang di luar yang memperkeruh
suasana hati Matahari setiap siang di sekolah. Terkadang saja, sih.
“Kok, Bulan mau, ya, saudaraan sama Matahari?”
“Coba lihat si Bulan, sudah cantik, suaranya merdu, dekatnya sama Bumi
lagi. Tidak heran Bumi lebih senang berteman dengan Bulan dibandingkan
Matahari.”
Tapi bukan Matahari namanya jika suara sumbang itu tidak dia masukan ke
kuping kanan, lalu dia hempaskan kemudian dari kuping kiri. Dia tetap berjalan
melewati kerumunan suara-suara sumbang itu. Dia terus menebar kebaikan
dengan caranya dengan tanpa peduli seberapa benci orang-orang itu kepadanya.
Duh . . . Kenapa aku menceritakan Matahari lagi? Aku kan sedang bercerita
tentang Bulan. Ah, sudahlah lupakan, kali ini tentang si Bumi.
21
Si Bumi adalah siswa paling keren di sekolah Bima Sakti, selain parasnya
yang tampan, dia juga termasuk siswa berprestasi di sekolah Bima Sakti. Dengar-
dengar, dulu–sebelum mengenal Bulan—Bumi dan Matahari bersahabat dekat.
Mereka selalu bersaing dalam hal nilai dan selalu kompak untuk urusan hobi,
yaitu menggambar. Kedekatan mereka tak diragukan lagi, mereka seperti
saudara karena sudah bersama sejak mereka masih TK. Begitu saja yang kutahu
mengenai, euu . . . Siapa tadi? Ya, si Bumi. (Malasnya menyebutkan nama itu). Ah,
satu lagi . . . Sejak Bulan menjadi saudara Matahari, Bulan jadi semakin memiliki
celah untuk mendekati Bumi. Bumi mulai tertarik pada pesona Bulan, sedangkan
Matahari jadi lebih senang menyendiri, memilih kursi sudut kanan dekat kaca di
café tempatku bekerja.
Ah, lagi-lagi Matahari yang ada di pikiranku.
Malam ini, entah kenapa aku malas sekali meninggalkan café, padahal shift
kerjaku sudah selesai. Aku ingin melihat Matahari. Karena setiap hari di tanggal
ke-15 ini tepat pukul 19.30, Matahari selalu datang ke café-ku untuk mengantar
Bulan bernyanyi. Ayah dan Ibu mereka tak akan mengizinkan Bulan bernyanyi
tanpa ditemani Matahari. Dan si Bumi juga datang . . . Pasti untuk Bulan, kutahu.
Kasihan Matahari, lagi-lagi dia memilih kursi sudut kanan di dekat kaca.
Malam ini blus dan rok berwarna pastel membuatnya tampak sederhana,
namun anggun. Setelah meletakan semua perangkat “perang”-nya di sudut
kanan dekat kaca, dia berjalan ke arahku.
“Mau hot chocolate lagi satu.”
“Itu terus, nggak bosen? Mau coba milk shake, nggak? Variasi rasanya
ditambah, nih.”
22
“Boleh, deh, milk shake.”
“Mau rasa apa? Ada stroberi, blueberry, pisang, melon, mangga, green tea.”
“Cokelat.”
“Yah, Cokelat lagi?”
“Abis, Matahari sukanya cokelat.”
“Baiklaaah . . . Milk shake cokelat, ya.”
“Bang Asa, kenapa masih di sini? Gak kuliah?”
“Lagi males. Dosennya gak seru.”
“Idiiiih . . . Pemalas.”
Sambil menunggu pesanannya, Matahari memunggungiku. Dia mencuri
pandang ke arah Bulan yang sedang tampil di atas panggung. Sesekali dia
memainkan ujung bajunya. Terlihat raut kagum di matanya melihat pesona
adiknya malam ini. Yah, entah kagum atau sedih hati karena ia ingin seperti Bulan.
Wajahnya tak tampak seceria biasanya.
“Nih, Matahari . . . Milk Shake cokelat plus bonus burger untuk siswi paling
ramah di sekolah,” aku berusaha membangkitkan percaya dirinya.
“Yeeeaaay, gratiiis.”
Meski terlihat dipaksakan, aku senang melihat tawanya malam ini.
Aku menatap punggungnya yang berlalu meninggalkan meja kasirku.
Anak ini lucu sekali, tapi sayang tak banyak orang yang menyadari pesona
kecantikannya. Iya, kecantikan yang ia miliki di dasar hati. Manusia-manusia ini
terlalu sibuk mendambakan keindahan fisik Bumi dan Bulan. Kedekatan Bumi dan
Bulan kerap menjadi perbincangan. Kerap menjadi tolak ukur sebuah keserasian
dalam berpasangan. Bagi mereka, serasi adalah ketika kedua pasangan itu memiliki
23
fisik yang cantik dan tampan. Mereka melupakan kecantikan hati. Bukan Bulan tak
baik hatinya. Tapi kulihat, dibandingkan melihat kecantikan hati Bulan, orang-
orang ini lebih mengagumi kecantikan fisik Bulan. Dibandingkan membicarakan
kualitas vokal Bulan, para wanita di café ini lebih sibuk membicarakan pakaian
bermerk yang Bulan kenakan.
Aku tersadar dari lamunanku ketika suara nampan yang Matahari pegang
jatuh berserakan. Terdengar sayup di telingaku suara seorang perempuan berkata
sinis pada Matahari, “Makanya, jangan ngalangin. Gue mau liat Bulan.” Matahari
berjongkok dan merapikan nampan yang berserakan. Membawa serta cangkir
Milk shake dan burger-nya ke meja kosong dengan gontai. Matahari kembali
duduk si kursi sudut kanan dekat kaca. Melamun, tapi tak meneteskan air mata.
Karena shift-ku telah usai, aku menghampiri Matahari. Dengan membawa
hot chocolate dan burger yang baru.
“Kayanya kamu emang ga bisa dipisahkan dari hot chocolate. Milk shake
cokelat bukan rezekimu.”
Dia tersenyum. “Eh, bang Angka.”
“Nih, gratis.”
“Gak apa-apa? Nanti abang gajinya dipotong lagi.”
“Nggak, lah . . . Ini makanan dan minuman sisa, jadi nggak apa-apa dikasih
ke siswa Bima Sakti yang lagi cemberut di depan kaca. Tunggu, kenapa panggil
Angka lagi? Kan aku bilang panggilnya Bang Asa aja.”
“Mood-ku lagi ga bagus ni, jadi pengennya panggil Angka.”
“Alasan yang aneh.”
“Lagi kenapa sih namamu Angkasa, Bang?”
24
“Karena Ibu mau, aku bisa mengangkasakan mimpi-mimpiku. Begitu
mungkin.”
“Terus kenapa lebih senang dipanggil Asa?”
“Karena Asa itu artinya harapan. Dan lebih enak didengar aja dibandingkan
dipanggil Angka.”
Dia tersenyum. “Susah tau nyebutnya.”
“Lalu apa bedanya sama Matahari. Gak bisa di pisah-pisah manggilnya.
Kalo dipanggil Mata jelek, dipanggil Hari jadi kaya nama cowok.”
Dia tertawa sambil mencibir. Kemudian, menatap lagi ke luar dari balik
kaca. Aku menatap Matahari yang sedang menikmati hot chocolate buatanku,
kuharap hangatnya bisa meredakan lukanya pada beberapa menit yang lalu.
“Matahari.”
“Ya?” Matanya tetap menatap ke luar. Dia asik memandang cahaya Bulan
purnama malam ini.
“Bulannya indah, ya?”
“Iya, indah. Indah banget.”
“Seperti Bulan yang sekarang lagi tampil di panggung?”
“Begitulah.”
“Kenapa setiap kali ke sini kamu nggak penah duduk bareng sama Bumi
dan Bulan? Mereka nggak ngajak kamu, ya?”
“Aku lebih senang di sini, sendiri. Menyaksikan mereka dan orang lain
yang tak kukenal berlalu-lalang di sekitarku. Aku tak mau ikut terlibat dalam
perbincangan mereka.”
“Kenapa?”
25
Dia berpaling dari purnama di luar kaca. “Emmmm . . . Karena jika bersama
mereka aku tak akan punya waktu untuk memerhatikan orang lain di sekitarku
sebab terlalu asik dengan dunia kami bertiga.”
“Kau tahu Matahari? Mereka berdua.” Menunjuk pada Bumi dan Bulan.
“Siapa? Bulan dan Bumi?” Matahari mengikuti ke mana jariku menunjuk.
“Iya, kedua pasangan itu. Mereka terlihat indah dari kejauhan. Dua sejoli
yang tak terpisahkan. Seperti Bumi dengan kehidupan yang indah dibandingkan
denganplanetlain.Danbulanyangselalusetiapadanyasebagaisatelitbumi.Semua
penduduk bumi sering merindukan bulan, mereka selalu menunggu kedatangan
bulan saat ia sedang purnama. Teman-temanmu sering menghindarimu, kan,
Matahari? Mereka lebih memilih berteman bersama Bulan.”
“Bagaimana kamu tahu?”
Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku meneruskan ceritaku. “Sama
halnya seperti Matahari dalam tata surya. Saat matahari menunjukan teriknya,
ada sekelompok manusia yang menghindari cahaya matahari karena takut hitam.
Meski tidak semua . . . Ada saja orang yang tak suka dengan terik matahari.
Mereka lebih memilih pergi mencari pepohonan, atau mengunci pintu rumah
mereka rapat-rapat. Mereka mengeluh sejadi-jadinya, ‘Hari ini kok panas banget
ya? Gerah, rasanya enak kalo malam sudah tiba. Kita bisa lihat indahnya langit
bertabur bintang dan bulan purnama.’ Keluh kesah mereka yang menjadikannya
salah. Mereka lupa, tanpa Matahari, Bumi dan bulan tak akan benar-benar bisa
hidup.”
Matahari masih saja terdiam.
26
“Beberapa hari ini, dari sana (menunjuk ke meja kasir) aku sering
memerhatikanmu. Kamu selalu ada bersama mereka berdua, tapi tak pernah
benar-benar diajak masuk ke dalam dunia mereka. Kamu menunggu Bulan, tapi
tak benar-benar masuk dalam kehidupan Bulan. Kudengar, kau mendonorkan
satu ginjalmu untuk Bumi. Benarkah?”
“Sttttt, jangan katakan itu lagi!”
“Baiklah...Matahari,lupakantentangorangyangkerapmembandingkanmu
dengan pesona Bulan. Kamu harus tahu bahwa kamu tidak lebih buruk dari Bulan.
Kamu istimewa lebih dari yang kamu kira. Tanpa cahaya Matahari, Bulan tidak
akan pernah bisa menjadi purnama.”
Matahari tersenyum misterius.
“Kenapa tersenyum begitu?”
Aku penasaran dengan yang ia pikirkan.
“Iya, sama halnya seperti Matahari yang akan kehilangan tempat jika tak
ada Angkasa.”
27
Dia merapikan buku dan pensil gambarnya, seraya berlari menghampiri
Bumi dan Bulan untuk pamit masuk ke mobilnya duluan. Aku masih tak mengerti
apa yang sedang terjadi. Sampai sesaat Bumi datang menghampiriku mebawa
selembar kertas dengan sebuah gambar berisi Bumi di dekat Bulan, Matahari yang
menatap ke segala arah kemudian Angkasa dibuat sedang menaungi ketiganya.
Bumi menepuk pundakku lalu berkata. “Bukan kami tak mengajak Matahari
masuk ke dunia kami. Tapi, dibandingkan bersama kami, dia lebih senang
memandang Angkasa dari sudut kanan di dekat kaca.”
Ternyata, aku adalah bagian dari ceritaku sendiri. Aku sungguh penutur
cerita yang tak tahu apa-apa.
Teruskanlah …
Dan Jangan Lagumu Terhenti … !
Lagu: Iwan Fals – Nyanyianmu
Teruskanlah …
Dan Jangan Lagumu Terhenti … !
Kisah cinta kami mendewasakan sikap kami masing-masing, tanpa ada yang salah dan
tak seorang pun diposisikan sebagai terdakwa.
(Arman)
30
G
aris edar matahari mulai memudar, semburat jingga masih tersisa di sudut-
sudut lengkung langit. Sapuan warna perak yang terbentang di siang hari
mulai redup, menandai masuknya waktu menuju kelam malam. Suasana terasa
menghening, lebih senyap seperti memberi kesempatan waktu yang terus
merayap tanpa terjaga.
Aku baru saja tiba di rumah, selepas mengajar beberapa murid yang
antusias menekuni tingkah kari-jemari mungil mereka yang meniti tangga nada di
ruas bilah gitar akustik. Di tengah jadwal kuliah yang sedikit mereda di semester
5, aku berkesempatan menuangkan hobi bermusik dengan menjadi pengajar
tetap di sebuah lembaga les musik gitar klasik yang mulai menjamur saat ini.
Berbeda dengan jamanku, pilihan untuk minat dan hobi saat ini begitu terbuka
dan banyak pilihannya. Mulai dari kelas seni, seperti melukis, bermusik, akting,
modelling, hingga yang bersifat teknis seperti robotik, dan tentunya kursus atau
les untuk mendalami materi pembelajaran di kelas, seperti bimbingan belajar
(bimbel), privat, bahasa asing, dan sebagainya.
Meskipun menjadi biaya tambahan di luar anggaran rutin bagi pengeluaran
keluarga, namun dengan kesadaran saat ini para orang mendukung aktivitas
bagi pengembangan bakat dan minat anak-anak mereka. Di sisi lain, banyak
dibukanya lembaga-lembaga kursus membuka lapangan kerja bagiku dan teman-
teman mahasiswa yang ingin menambah uang saku dengan mengajar paruh
waktu (freelancer), mengingat keterbatasan waktu dan konsentrasi yang harus
terbagi untuk penyelesaian kuliah di kampus. Tantangannya memang lebih pada
disiplin dan manajemen waktu dalam membagi aktivitas yang berjalan antara
kewajiban belajar di kampus dan aktivitas lainnya, seperti mengajar paruh waktu.
31
Untukku, selain terus mengasah kemampuan musikal dan hobi bermusik, dengan
mengajar ini juga memberikan support finansial dalam pengadaan materi bahan
perkuliahan. Membeli buku-buku, juga materi fotokopi yang semakin berlimpah
menjelang semester akhir tahun depan. Alhamdulillah, honor dari mengajar les
musik cukup bisa membuatku mandiri memenuhi tuntutan pembelajaran kampus
yang seakan tidak mengenal ampun bagi mahasiswa yang hilang akal karena sulit
mendapatkan materi pembelajaran yang diberikan oleh dosen di kelas.
Senandung syahdu azan masuk waktu Maghrib berkumandang. Sayup
kuresapi merayap lambat di udara dari masjid jami’ yang agak berjarak dari tempat
tinggalku. Segera kubenahi tas punggungku dan gitar akustik yang bersandar
lama dalam perjalanan tadi dari tempat kursus ke rumahku yang berjarak
tempuh satu jam lebih. Segera kuniatkan membersihkan dan mensucikan diri
untuk bergegas menunaikan kewajiban sholat Maghrib yang terbatas waktunya
sebelum waktu sholat Isya.
Usai hening sesaat dalam rengkuhan munajat rasa syukur dan pengharapan
doa-doa kebaikan yang dipanjatkan, aku melepas dahaga yang terasa dengan
seteguk air putih yang terasa menyegarkan dan membasuh kepenatan aktivitas
keseharian tadi. Tak berjarak lama, aku bergegas kembali ke lantai dua di mana
terletak kamar mungil istanaku nan bersahaja. Tepat dilekatkan pada dinding
dekat meja belajar, aku cermati jadwal kuliah besok dan juga agenda aktivitas
lainnya yang sudah terjadwal. Kepenatanku hari ini terasa merambat di sekujur
tubuhku, otot-otot seperti menarik kencang seakan diriku robot titanium yang
tak lentur.
32
Sambil melepas lelah kuraih kembali gitar akustik yang bersandar manja
di sandaran bangku belajarku, kulihat beberapa garis halus berbekas di leher
gitar sisa cengkeraman jari-jariku saat mengurai kunci nada. Begitu tenggelam
diriku memainkan nada-nada sendu melankolis dari beberapa lagu yang spontan
kubawakan. Tanpa kusengaja kulihat sesosok bayangan dari balik gorden yang
memendarkan cahaya yang terhalang dari balik jendela kamar rumah yang
berada di seberang rumahku. Meskipun tak kau buka gorden merah muda itu,
aku sangat mengenali sosok gadis yang pernah mengisi keseharianku dengan
kenangan indah di masa lalu.
Sebuah kisah yang memang harus berakhir meskipun sama-sama tak
diingini oleh kami berdua. Sebuah cerita yang memberi pelajaran berharga
kepada kami dalam menapaki langkah hidup kami selanjutnya. Kini kami tahu
bahwa kami harus sama-sama menahan diri, tak sekedar menuruti rasa yang
belum mati di hati kami. Sebuah pilihan sulit, tapi memang harus diterima dan
dihadapi meskipun dengan berat hati. Kisah cinta kami mendewasakan sikap kami
masing-masing, tanpa ada yang salah dan tak seorang pun diposisikan sebagai
terdakwa. Aku sudahi tarian kedua jemari dalam dentingan nada di enam senar
membentang dengan lagu lama “I can’t Fight These Feeling Anymore” dari Reo
Speedwagon.
33
Aku terus mencoba menenangkan diri, menerima kenyataan pahit yang
kami sadari harus kami jalani. Dalam malam yang semakin larut, kudengar sebuah
tembang dinyanyikan bersama oleh beberapa pemuda penantang malam dari
pos ronda di belokan jalan menuju rumahku. Aku mengenali nada-nada itu. Aku
merasakan jeritan tembang sang penyanyi balada jalanan, Iwan Fals yang seperti
menjadi panutan kaum muda yang selalu gelisah mencari jati dirinya di jalanan.
Sebuah lagu yang dulu menjadi laguku bersama gadis di jendela itu,
“kau petik gitar nyanyikan lagu
perlahan usap hatiku …
terucap janjiku untukmu
tenggelamku ditembangmu...
memang aku jatuh …
dalam cengkramanmu
sungguh aku minta …
teruskanlah kau bernyanyi
dan jangan lagumu terhenti …
teruskanlah … “
-Cibubur, 19 September 2014 -
"Dari dirinyalah aku belajar bahwa kepintaran seseorang
bisa kalah dengan sebuah ketekunan."
(Aziz)
Belajar dari
Sahabat
Lagu: Sheila on 7 – Sahabat Sejati
Belajar dari
Sahabat
36
P
agi itu hujan turun membasahi Jakarta. Sinar mentari yang biasanya datang
menyinari bumi kali ini tertutupi oleh awan kelam. Burung-burung mulai
meninggalkan angkasa mencari dahan-dahan pohon untuk berteduh. Aku pun
membuka jendela kamarku. Sesaat jendela terbuka, bau tanah kering yang basah
langsung menusuk ke dalam hidungku. Baunya sangat khas, menghadirkan rasa
tenteram dan damai dalam diriku. Aku selalu suka suasana saat awal-awal hujan
turun membasahi tanah-tanah yang kering. Perpaduan suara rintik hujan dan
bau tanah kering yang basah sungguh sanggat menarik bagiku. Di saat siang
hari yang panas, kondisi Jakarta dan Surabaya tidaklah berbeda. Namun jika
hujan, entah mengapa suasana hujan di Jakarta agak sedikit berbeda dibanding
Surabaya. Mungkin karena aku menghabiskan masa kecilku di Jakarta. Sudah 2
hari ini aku berada di Jakarta dan menginap di rumah orang tuaku. Aku pulang ke
Jakarta karena aku harus menghadiri acara reuni lima tahunan SMA angkatanku.
Tak terasa sudah 10 tahun aku lulus dari SMA yang terletak di pinggiran
Jakarta. Selepas lulus SMA, aku memutuskan untuk merantau ke kota apel Malang
dan kuliah di Universitas Brawijaya jurusan Teknik Mesin. Setelah menyelesaikan
kuliah selama 4 tahun, aku diterima bekerja di sebuah perusahaan milik negara di
Surabaya. Selepas lulus SMA, bisa dibilang aku kehilangan kontak dengan teman-
teman SMA-ku. Aku jarang berkomunikasi lagi dengan teman-teman SMA-ku,
kecuali dengan teman-teman SMA-ku yang sekampus denganku. Teman SMA-ku
yang satu kampus denganku pun bisa dihitung dalam hitungan jari dan mereka
terpencar di berbagai fakultas. Jika pun bertemu paling jika ada dalam pertemuan
dadakan yang tidak rutin diadakan setahun sekali. Ditambah, setelah aku lulus
37
kuliah aku langsung hijrah ke kota pahlawan. Tidak ada satu pun teman SMA-ku
yang bekerja di kota yang sama denganku sekarang.
Beruntung, sebagian teman-teman SMA-ku berinisiatif untuk mengadakan
reuni lima tahunan yang akan diadakan pada sore ini. Reuni ini telah direncanakan
sejak 3 bulan yang lalu. Ini merupakan reuni kedua setelah sebelumnya reuni
pertama telah diadakan lima tahun yang lalu. Pada reuni pertama aku berhalangan
untuk hadir, karena saat itu aku sedang bertugas di Makassar selama seminggu. Aku
berharap bisa bertemu kembali dengan teman-teman sekelasku dulu pada reuni
nanti. Mereka pasti akan datang ke reuni dengan membawa istri dan anak-anaknya
masing-masing. Demi datang ke acara reuni tersebut, aku pun telah memesan tiket
pulang ke Jakarta jauh-jauh hari untuk dua orang, yaitu aku dan istriku.
Ngomong-ngomong tentang reuni, sosok yang sangat ingin aku temui saat
reuni nanti adalah Tino, teman semejaku dulu saat duduk di kelas 2 dan 3. Selepas
lulus SMA, Tino melanjutkan kuliah jurusan elektro di ITB, Bandung. Yang aku
dengar, ia malah sempat terpilih menjadi ketua senat di fakultasnya. Saat SMA
dulu, Tino bukanlah termasuk siswa yang brilian dengan prestasi akademis yang
mentereng. Ia bisa dibilang siswa yang biasa-biasa saja. Jangankan menjadi juara
kelas, masuk peringkat 10 besar di kelas pun tidak. Kalau aku? Ya sebelas-dua
belas lah dengan Tino.
Selain prestasi akademisnya yang bisa dibilang tidak cemerlang, Tino juga
memiliki satu kekurangan yaitu agak gagap saat berbicara. Jika ia berbicara di
depan kelas atau sedang terlibat dalam diskusi kelompok, Tino selalu terlihat
sulit menyelesaikan kalimat-kalimat yang ingin ia sampaikan. Gagapnya Tino
38
menurutku bukanlah termasuk gagap yang parah. Kegagapannya tersebut tak
lebih dari tidak biasanya ia berbicara di depan umum, sehingga kalimat yang
keluar dari mulutnya sering terbata-bata. Terkadang aku merasa kasihan dengan
kekurangannya tersebut.
Teringat olehku saat Tino berkeinginan untuk mendaftar menjadi pengurus
OSIS di kelas 2. Aku ragu Tino akan lulus seleksi masuk pengurus OSIS karena
aku paham Tino termasuk orang yang tidak lancar berbicara di depan orang
banyak. Tapi ternyata dugaanku salah. Panitia meluluskan Tino sebagai salah
satu pengurus OSIS terpilih. Begitu pula saat Tino di kelas 3 bilang padaku ingin
kuliah di jurusan elektro ITB. Aku menasehati dia agar memilih jurusan dengan
passing grade yang tidak terlalu tinggi, karena elektro ITB termasuk jurusan
dengan passing grade tingkat dewa (passing grade sangat tinggi). Pikirku, sekeras
apapun Tino berusaha, agaknya cukup sulit untuk menembus elektro ITB. Namun,
Tino saat itu bergeming. Ia tetap bertekad memilih jurusan elektro ITB sebagai
tempat kuliahnya. Tapi ternyata dugaanku kembali salah. Tino lolos seleksi masuk
dan diterima di ITB. Hal itu membuat seluruh teman-teman sekelasku kaget, tak
percaya bahwa seorang Tino berhasil tembus ke jurusan elektro ITB.
Dibalik berbagai kekurangan Tino tersebut, ia adalah sosok yang rajin,
tekun, dan ulet. Bagiku, Tino adalah sosok yang menginspirasi. Dari dirinyalah aku
belajar bahwa kepintaran seseorang bisa kalah dengan sebuah ketekunan. Tak
pernah lupa dalam ingatanku bagaimana seorang Tino berjuang mati-matian agar
lolos ujian masuk universitas yang ia inginkan. Di saat orang-orang lain makan
dan minum atau mengobrol di waktu istirahat sekolah, Tino masih saja berkutat
39
dengan buku-buku soal di mejanya. Ia yakin bahwa hanya dengan keuletan dan
ketekunan orang seperti dirinya mampu lolos masuk teknik elektro ITB. Ia sangat
tekun belajar dari berbagai sumber. Bahkan tidak jarang pula aku dan Tino belajar
bersama. Begitu pula saat masa-masa ia aktif berorganisasi di OSIS dulu, Tino
tidak malu untuk tampil berbicara di depan umum walau terkadang bicaranya
masih agak gagap dan artikulasinya kurang jelas terdengar. Namun, Tino tidak
patah arang untuk terus belajar mengurangi kegagapan dan kecanggungannya
dalam berbicara di depan orang banyak.
Saat aku kuliah dulu, aku dan teman-teman SMA-ku di Brawijaya pernah
mengadakan sebuah pertemuan kecil dadakan di salah satu rumah makan di
dekat kampus. Kami mengobrol banyak hal mulai dari kegiatan kuliah, organisasi
kampus, hingga membahas teman-teman SMA kami yang lain. Salah satu yang
dibahas pada waktu itu yaitu Tino yang menjadi ketua senat fakultas di ITB.
Temanku waktu itu berujar, “gila lo bayangin, seorang Tino bisa jadi ketua senat
fakultas. Lo tahu kan Tino, bicaranya aja gak lancar gitu.” Temanku yang lain
menimpali, “Iya kaget juga gw si Tino jadi ketua senat, padahal dulu di OSIS dia
termasuk yang biasa-biasa aja. Gak begitu cemerlang lah.” Mendengar ungkapan
keheranan dari teman-temanku tersebut, aku langsung menimpali pernyataan
mereka. ”Iya si Tino memang biasa banget orangnya, tapi liat dong Tino itu pede
dan tekunnya yang gak ‘ada obat’. Dia masuk elektro ITB aja udah bikin gempar
satu sekolah. Sekarang ditambah dia bisa jadi ketua senat. Orang yang kita pikir
biasa-biasa saja, dengan modal ulet dan kerja kerjas ternyata bisa jadi orang yang
40
luar biasa.” Dan semua teman-temanku pada saat itu tidak ada yang tidak setuju
dengan pendapatku tentang Tino.
Tak sabar rasanya menunggu akhir minggu untuk datang ke reuni SMA-ku.
Aku berharap dapat bertemu Tino dan bertanya kabar serta aktivitasnya sekarang.
Yang sangat membuatku penasaran, aku ingin tahu bagaimana akhir kisah
asmara seorang Tino yang berhasil menikah dengan wanita yang ia sukai sejak
SMA. Untuk urusan asmara, Tino juga termasuk orang yang ulet dalam mengejar
wanita yang ia cintai. Sejak kelas 1 SMA, ia menyukai seorang siswi kelas lain di
angkatan kami yang bernama Indah. Indah adalah salah satu siswi yang pintar
dengan paras yang cantik. Jika disandingkan dengan Tino, bisa dibilang Tino
tidak pantas bersanding dengan Indah. Namun hal itu tidak membuat Tino patah
arang. Tino pede mendekati Indah. Sebagai teman dekatnya, aku mencatat Tino
sudah menulis puluhan kali surat cinta kepada Indah, namun selalu ditolak oleh
Indah. Indah berulangkali bilang pada Tino bahwa ia tidak ingin punya hubungan
dekat dengan seorang pria selama bersekolah. Walau begitu, Tino tetap saja
berusaha mendekati Indah. Tino sering sekali menulis puisi untuk Indah. Puisi
tersebut ia masukkan ke dalam amplop dan diletakkan di meja atau kursi tempat
Indah duduk. Hal tersebut terus Tino lakukan hingga akhir kelas 3. Setelah lulus
SMA, Indah pun berkuliah di Yogyakarta dan Tino berkuliah di Bandung. Aku
tidak tahu bagaimana akhir ceritanya Indah mau menerima Tino.
Sebenarnya, walau belum bisa dibilang sebagai orang yang sukses, aku
bisa merasakan hidup yang layak karena dukungan seorang Tino. Saat di kelas
3 dulu, aku sama sekali tidak pernah berkeinginan untuk kuliah. Yang ada di
41
pikiranku aku ingin langsung bekerja setelah lulus SMA. Masalah biaya adalah
hal yang menjadikanku berat untuk lanjut ke bangku kuliah. Namun, Tino
selalu menyemangatiku. Dia selalu menasehatiku bahwa pendidikan dapat
mengantarkan seseorang kepada kehidupan yang lebih baik. Aku dan Tino
sama-sama berasal dari keluarga yang sederhana. Namun walaupun begitu, Tino
memiliki pandangan hidup yang lebih baik dibanding diriku. Walaupun bukan
orang yang cemerlang, Tino selalu memandang segala sesuatu dari sisi positif.
Sebaliknya, keterbatasan yang melingkupiku selalu menjadikanku memandang
segala sesuatu dari sisi negatif. Aku sangat bersyukur dapat mengenal Tino.
Darinya aku belajar pentingnya sebuah ketekunan dan kerja keras. Aku masih
ingat dulu Tino pernah berujar kepadaku. “Jo, kita harus sadar kalau diri kita tidak
spesial. Kita tidak dilahirkan dengan otak yang cemerlang. Kita juga bukan berasal
dari keluarga berada. Makanya Jo, kalau kita ingin cerdas dan sukses seperti
orang lain, obatnya itu cuma tiga: tekun, ulet, dan pede.” Rasanya baru kemarin
aku mendengar kalimat motivasi tersebut keluar dari mulut Tino. Dan sore ini aku
berharap dapat bertemu dengannya.
Sore hari pun tiba. Aku bergegas berangkat bersama istriku menuju gedung
pertemuan tempat reuni sekolahku. Dengan mengendarai mobil pribadi, aku
pun menuju tempat reuni. Setelah berkendara selama 30 menit, aku pun tiba di
tempat reuni dan langsung mencari lahan untuk parkir. Setelah selesai memarkir
mobil, aku pun melirik sebentar melihat jam tanganku. Waktu menunjukkan
pukul empat kurang lima menit. Masih ada waktu lima menit sebelum acara reuni
dimulai. Setelah turun dari mobil, aku dan istriku pun bergegas menuju tempat
42
registrasi di depan pintu masuk gedung. Aku melihat daftar hadir dan mencari-
cari sebuah nama di daftar tersebut.
Melihat aku tidak kunjung mengisi daftar hadir, istriku pun memintaku
bergegas. “Mas, ayo cepat isi daftar hadir. Sudah pukul empat loh sekarang,”
ujar istriku.
“Iya sebentar. Aku mencari nama Tino dalam daftar hadir, tapi tidak ada,”
jawabku.
“Mungkin belum datang, Mas,” ujar istriku.
Aku pun segera mengisi daftar hadir dan bergegas masuk ke dalam gedung.
Suasana sudah sangat ramai. Setelah tidak bertemu selama sepuluh tahun,
banyak teman-temanku yang tidak aku kenali wajahnya karena sudah sangat
berbeda saat SMA dulu. Rata-rata teman-temanku sudah membawa pasangannya
masing-masing. Namun ada juga beberapa yang terlihat datang sendiri. Aku pun
bertemu dengan teman-teman sekelasku dulu. Kami pun saling mengobrol dan
memperkenalkan pasangannya masing-masing. Ada juga temanku yang sudah
memiliki 2 anak. Sebagai obrolan pembuka, tiap orang pasti bertanya kepada
yang lain tentang pekerjaan. Suasana saat itu sangat penuh suka cita karena kami
dapat melepas rasa kangen karena telah sekian lama tidak bertemu.
Di tengah-tengah obrolanku dan teman-temanku, aku pun melempar
pandangan ke sekeliling mencari sosok Tino. Tapi yang aku cari tidak nampak
terlihat. “Mungkin Tino datang telat karena terjebak macet,” pikirku. Aku melihat
waktu telah menunjukkan pukul empat lebih lima belas menit. Aku penasaran
43
mengapa acara belum juga dimulai. Padahal di undangan, acara reuni akan
dimulai tepat pada pukul empat sore. Tidak berapa lama kemudian, dari arah
belakang panggung, terlihat MC yang juga salah seorang temanku naik ke atas
panggung. Aku pun berujar pada istriku, “Acara akan segera dimulai.” Aku dan
istriku pun segera mengalihkan pandangan ke arah panggung.
Saat pertama kali melihat MC naik ke atas panggung, aku merasa ada
sesuatu yang aneh. Biasanya saat MC naik ke atas panggung untuk membuka
sebuah acara, pasti MC akan naik panggung dengan langkah penuh semangat
dengan raut muka yang gembira. Namun, kali ini berbeda. MC naik ke atas
panggung dengan langkah yang kurang bersemangat dan wajah yang terlihat
datar. MC terlihat bersiap untuk membuka acara reuni ini. Semua peserta reuni
langsung menghentikan aktivitas mengobrolnya dan langsung menujukan
perhatiannya ke arah panggung.
“Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita
semua. Selamat datang di acara reuni lima tahunan kita yang kedua.” MC resmi
membuka acara reuni dan diikuti oleh tepuk tangan dari seluruh peserta reuni.
“Teman-teman, setelah lima tahun kita tidak bertemu, tentunya hari
ini adalah hari yang penuh suka cita bagi kita semua. Namun, kami baru saja
mendapatkan kabar buruk di hari yang membahagiakan ini. Salah seorang teman
kita yaitu Tino dan istrinya mengalami kecelakaan beruntun di tol cikampek saat
berangkat dari Bandung menuju ke tempat acara reuni 2 jam lalu. Sekarang
kondisi keduanya kritis dan dirawat di rumah sakit di Purwakarta. Mari kita doakan
44
agar Tino segera sadar dan melewati masa-masa kritisnya.” MC melanjutkan kata-
katanya dengan sebuah kalimat yang langsung mengubah suasana reuni yang
tadinya penuh sukacita menjadi penuh duka. MC pun memberitahu lokasi rumah
sakit dimana Tino sekarang dirawat.
Suasana pun menjadi hening. Kesedihan tampak terlihat dari wajah-wajah
seluruh peserta reuni. Tidak sedikit yang menitikkan air mata setelah mendengar
musibah yang menimpa Tino. Aku pun sangat merasa terpukul mendengar kabar
tersebut. Aku tidak menyangka bahwa musibah akan menimpa diri Tino di hari
ini. Harapanku bertemu dengan Tino pupus sudah. Tanpa pikir panjang aku pun
menarik lengan istriku dan membawanya keluar dari tempat reuni. Aku langsung
bilang pada istriku bahwa aku akan pergi menjenguk Tino yang saat ini sedang
kritis. Tanpa pamit kepada teman-temanku yang lain aku bergegas menuju mobil
dan berangkat menuju Purwakarta. Dalam perjalanan aku terus berdoa. “Ya Tuhan
jagalah Tino. Sadarkanlah ia dari masa kritisnya. Berikan aku kesempatan untuk
bertemu dengannya. Kembalikanlah kesehatan pada dirinya agar aku dapat
belajar nilai-nilai kehidupan dari dirinya.”
45
Biarlah kita menjadi contoh bagi mereka yang meragukan. Jika gagal pun relakan
saja sebagai bahan tertawaan mereka. Lebih baik puas sambil ditertawakan daripada
menyesali waktu yang terbuang karena menuruti kata orang.
(Desi)
Lihat Kebunku,
Setiap Hari (Akan)
Kusiram Semua
Lihat Kebunku,
Setiap Hari (Akan)
Kusiram Semua
Lagu: Jason Mraz – Beautiful Mess
48
D
alam perjalananku ini, semoga kamu mengizinkan aku sekadar mengingat
hal-hal kecil dalam hidup kita berdua selama ini. Sebagai teman
menghabiskan waktu, walau kadang kamu benci jika aku kerap melamun kala
menyetir. Padahal kamu pun tahu jika suara lagu sudah terdengar di dalam mobil
ini, hal yang ingin aku lakukan hanya memandang jalanan sambil membayangkan
banyak impian dan kenangan. Karena itulah kamu kerap menawarkan diri
menggantikanku menyetir.
Kulirik jam tangan digital warna biru langit pemberianmu di hari jadi kita ke
sekian bulan. Sekitar tiga jam lagi aku akan tiba di sisimu. Aku tahu hal pertama
apa yang akan kamu tanyakan ketika aku tiba. Bukan “Capek, ya?” atau “Mau
langsung ikut aku ke kebun atau istirahat dulu?”, tapi “Urusan kantor sudah
selesai, kan? Kamu nggak main kabur, kan?”
Aku tersenyum dan menggeleng mengingat sifat was-wasmu yang
kadang berlebihan. Bukan “was-was” kalau versimu, tapi tindakan preventif atas
kelakuanku yang kadang suka seenaknya saat sedang memiliki suatu keinginan.
Tapi, ini bukan sekadar keinginanku, kan? Ini jelas keinginan kita. Tenang saja,
semua kecemasanmu kali ini adalah masalah yang sudah aku selesaikan. Ketika
aku tiba dan merajuk di bahumu sore ini, tidak akan ada lagi perdebatan. Janji.
Tidak pernah bulat-bulat memastikan bahwa hari ini akan jadi nyata. Dulu,
kita hanya berandai-andai. Ini bukanlah plan A yang menggambarkan bahwa
kita akan tinggal di kota besar setelah menikah. Kamu dan aku bekerja sebagai
karyawan kantoran dan menghabiskan akhir minggu di bioskop dengan segelas
cola atau di dalam mal dengan pendingin super-sejuk. Mungkin hari-hari kita
tidak akan banyak dihabiskan bersama, selain bercerita tentang sifat bos yang
49
otoriter atau beban tugas keluar kota, mengendarai mobil di jam 3 in 1 setiap
harinya, dan sesekali mencoba kehidupan gemerlap yang sebenarnya tidak kita
minati, kecuali hanya karena solidaritas.
Kitalah sang pengambil keputusan. Tanpa membutuhkan hakim siapa pun
untuk menindak. Awalnya, tidak akan ada kesatuan untuk air dan minyak. Kamu
yang pengalah, sabar, dan terlalu mudah mendapatkan teman. Aku? Aku yang
seenaknya, impulsif, tegar, sekaligus pesimis. Jika analogi air dan minyak memang
tidak memungkinkan untuk bersatu hingga kiamat, mari andaikan saja aku dan
kamu sebagai kepingan puzzle A dan B. Kepingan yang dicari oleh bagian lainnya
bernama kehidupan. Jangan bayangkan dunia tanpa kita karena itu akan sulit
bagimu yang pengalah dan aku yang seenaknya. Aku benci sifatmu yang mudah
berbaik hati. Kamu memprotes sifatku yang berada di kutub utara dan selatan
dalam waktu yang bersamaan. Istilahmu; down to earth, tapi gengsi tinggi. Tegar,
tapi membutuhkan. Mudah disayangi, tapi suka menyia-nyiakan.
Sudah. Satu jam lagi aku tiba. Satu jam bukanlah apa-apa jika dibandingkan
sekian tahun lalu. Apalagi jika mengingat sekian panjang perbedaan pendapat.
Untungnya kita punya satu persamaan; sama-sama ingin hanya kita yang
menentukan. Pun ketika kita membuang harapan akan plan A. Ketika itu tanpa
plan B. Plan B ada ketika suatu hari ibumu di rumah menyampaikan pesan via
telepon. Ayah dan ibu sudah sakit-sakitan, kamu mau, ndak, pulang saja, lalu
mengurus rumah dan kebun? Kebun yang benar-benar sebuah kebun. Tanah luas
dengan bermacam tumbuhan hasil kerja keras ayah dan ibumu sejak kamu kecil.
Berhubung kamu anak laki-laki pertama, maka tak heran jika sewaktu-waktu kamu
harus menggantikan punggung mereka dengan milikmu sebagai penopang.
50
Hanya saja hakim-hakim kadang bermunculan dalam sisi-sisi kita. Satu
persatu menanyakan apakah kita serius dan siap meninggalkan segala di
Ibukota. Menurut mereka, desa hanyalah tempat melepas penat barang sehari-
dua hari saja. Di sana tidak ada mal atau bioskop yang menjadikan kita makhluk
ter-update. Kamu pun sempat menanyakan keseriuskanku. Hanya saja opsi
perpisahan untuk berjalan masing-masing tidak ada dalam kepalaku. Suatu
hari, cukup maklumi saja jika aku merengek karena rindu kehidupan lama dan
mengajakmu mengendarai mobil yang biasanya mengangkut hasil kebun ke
pasar untuk kembali ke kota. Kenapa? Karena kendaraan yang kunaiki kali ini akan
kita jual untuk mengembangkan kebun, membayar upah pekerja, membeli bibit
dan pupuk, juga membayar mobil lain yang lebih murah.
Aku memandang cincin melingkar di jari manis tangan kananku. Betapa
berbelitnya proses hanya untuk menjadikan kita pasangan suami-istri. Aku tidak
suka sesuatu yang dipersulit. Sialnya urusanku yang lebih sulit dibandingkan
kamu. Ketika sebulan lalu kamu sudah lebih dulu pulang ke desa, aku masih
disibukkan dengan penyelesaian berkas-berkas pemberhentian kerja dan lain-
lain. Kamu hanya menertawakan nasibku, namun ditutup dengan memelukku
dan mengatakan, “Sabar, ya, kamu.”
Biarlah kita menjadi contoh bagi mereka yang meragukan. Jika gagal
pun relakan saja sebagai bahan tertawaan mereka. Lebih baik puas sambil
51
ditertawakan daripada menyesali waktu yang terbuang karena menuruti kata
orang. Jika aku mengatakan ini langsung di telingamu, pasti kamu akan langsung
menjewer telingaku karena menganggapku terlalu berlebihan. Bagimu hidupmu
dan pilihanmu adalah apa adanya.
Jalanan berbatu dan lengket karena hujan menandakan bahwa sebentar
lagi aku tiba. Di kanan-kiriku terhampar pohon-pohon cabai dan kentang yang
menjadi komoditas utama di wilayah bersuhu dingin ini. Kumatikan pendingin
di dalam mobil dan membuka kaca jendelanya. Esok dan seterusnya, kita akan
menghabiskan waktu seperti ini dengan segelas kopi dan sepiring singkong rebus
buatan Nyai, jika kita sedang tidak turun ke kebun tentunya. Oh iya, kamu masih
punya utang mengajarkanku menyemai bibit dan mencangkul tanah. Tampaknya
aku akan begitu mencintai tempat ini.
Begitulah waktu. Terbang seperti kawanan burung, namun tidak pernah
kembali ke bumi. Tidak akan ada kemarin selain kenangan dan pelajaran. Bila ini
sebuah kekacauan, maka akan menjadi kekacauan yang menyenangkan. Aku tahu
akan masih selalu merepotkanmu untuk membimbingku. Menjadikanku hormat
padamu sebagai kepala keluarga di balik kelakuanku yang sulit menerima pendapat
berbeda. Aku begitu merindukanmu. Pun ketika kamu menyambutku dengan kaus
putih yang dikotori tanah kebun. Maukah kamu sebentar saja melupakan tugasmu
sejenak dan menghabiskan waktu untukku saja di sisa sore ini?
Kembali ke titik awal, mengenang bahwa kita pernah saling menggenggam tangan
bersama penuh keoptimisan. Aku, kamu, dan perahu kita. Kita akan kembali melaju
bersama perahu. Perahu yang lebih kuat dibandingkan hanya perahu kertas…
(Shopia)
Perahu KertasLagu: Maudy Ayunda – Perahu Kertas
Perahu Kertas
54
Perahu kertas ku kan melaju , membawa surat cinta bagimu .. kata-kata
yang sedikit gila, tapi ini adanya.
Perahu kertas mengingatkan ku .. betapa ajaib hidup ini, mencari cari
tambatan hati,,
kau sahabatku sendiri
Hidup kan lagi mimpi-mimpi cinta cinta cita cita yang lama ku pendam
sendiri
Berduaaaa. Ku bisa percaya….
Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia.. dan kau ada diantara milyaran
manusia
Dan ku bisa dengar radarku menemukanmu
Tiada lagi yang mampu berdiri halangi rasaku cintaku padamu
Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia dan kau ada diantara milyaran
manusia
Dan ku bisa dengar radarku menemukanmu
Oh bahagia, kau telah terlahir di dunia dan kau ada diantara milyaran
manusia
Dan ku bisa dengar radarku menemukanmu
Ini cerita tentang aku, kamu, sahabat, ayah, dan teman perjalanan berlayar.
Suara merdu Maudy Ayunda ini mengalun lambat seolah memanjakan
pendengarnya dalam ayunan, membuat Astrid, salah satu anak Sastra Inggris UIN
55
Bandung mudah terlelap dalam kedamaian malam. Setiap harinya lagu Perahu
Kertas diulang-ulang. Maklum, sekalian penguatan radar Neptunus, katanya.
Suatu malam Jumat, 12 Desember 2013, tak biasanya Astrid tidur lelap.
Mungkin karena efek kasur yang lebih nyaman daripada kasur kosannya sendiri.
Anak kuliahan lah, sibuk menginap di kosan teman, nyambi ngerjain tugas,
katanya.
Jumat pagi harinya, seperti biasa dia sambut penuh dengan riang, senang.
Tak terlihat di depan orang nampaknya, sosok dia yang sebenarnya penuh dengan
tanggungan. Yak, kalau bahagia tidak didefinisikan secara sederhana dengan cara
mensyukuri apa yang dipunya, serta berusaha termotivasi untuk menantang hal
di depan, kapan bisa bahagianya, tuturnya yang selalu dia sampaikan ke orang-
orang.
“Astrid... astrid!” Teriakan Gagah muncul dari lorong sebuah ruangan. Gagah,
dia datang. Memakai sepeda motor merah, menggunakan helm sporty. Ya, sosok
anak karate. Bermata bulat, berkumis cukup lebat, lalu mendekat menawarkan
tumpangan.
Seperti biasa, pagi-pagi berangkat menuju kampus. Aku selalu diantarkan
dia.Sebelumnya,diajakdulukepabrikberas,tempatdimanadiaharusmenunaikan
tugasnya terlebih dahulu. Tak hilang dari amatanku, padi kuning yang dijemur di
halaman pabrik, siap diolah dipabrik, menjadi bentuk lain. Seringkali aku dilarang
untuk mendekat, tapi justru itu, aku jadi tambah ingin semakin mendekat.
Kebiasaan mengamati pegawai pabrik dalam mengolah padi, membuat aku jadi
lebih memahami tentang beras. Tentang proses produksi, kualitas hasil, serta
56
sebarannya. Beruntung aku dibawakan ke dalam proses di mana aku bisa belajar
tentang proses menjadi seorang pengusaha. Darinya, aku belajar banyak.
Kami melanjutkan perjalanan menuju kampus. Dia selalu membersamai ku,
tanpa pernah aku tahu, dia sedang lelah atau tidak. Dia tidak pernah mengurangi
komitmennya sedikitpun.
***
Perkuliahan ku jalani seperti biasanya. Tak terasa, aku pun hendak lulus
bulan depan. Dia, tak pernah lepas untuk mendukung aku. Dengannya, aku selalu
merasakan sebuah ketenangan.
Dia tumbuh membersamai aku dalam ketenangan. Hingga suatu sore,
aku berbincang berpangku padanya dan kami saling berjabat tangan, penuh
kehangatan.
“Astrid, kamu pernah belajar tentang jarak, kecepatan, dan waktu?”
“Iya, pelajaran fisika SMP itu..”
“Kamu mendefinisikan jarak seperti apa?”
“Jarak itu ya batas. Ada batas ada jarak.”
“Kamu meyakini posisi kita ini berbatas?”
“Tidak lah, cinta aku dan kamu tidak pernah berbatas.”
“Yakin?”
“Kenapa harus ragu? Hhe...” jawabku singkat.
“Sudah capek rasanya untuk membersamaimu, kamu keras kepala. Susah
untuk menyatakan pisah dengan kamu. Rasanya, sudah ingin menyerah, tak
sabaran. Kamu bersama yang lain yang jauh lebih sabar saja ya?”
57
“Maksudnya?”
“Sayang, kamu sudah cukup dewasa. Sudah saat nya Ayah bisa merelakan
kamu untuk yang lain.”
“Maksudnya?”
“Iya, Ayah yakin, kekuatan radarmu sangat besar untuk menemukan
sahabat yang jauh lebih sabar dan lebih baik”.
“Duh Yah, aku rasanya nyanyi lagu nya No Air nih” cetus Astrid sedikit alay.
“Udah tau kaaaaan, aku tanpamu butiran debu”
“Gini kan kamu, kerasa kepala!” sahut ayah tegas.
“Sayang… “
Ayah mulai melepas genggamannya dan mengelus rambut aku yang
tergurai lepas.
“Jarak, dia akan terdefinisi akan ketergantungan terhadap variabel waktu
dan kecepatan. Dia tercipta berbatas, dengan kacamata duniawi yang punya
limitasi waktu. Kalau kamu percaya akan akhirat, akhirat tercipta tanpa batasan
waktu, dia abadi.”
“Iya, iya, lalu?” aku masih termangut tenang dalam pangkuannya.
“Ayah nampaknya harus pergi ke suatu tempat lagi, untuk sementara. Dalam
perjalanan penantianmu, kelak akan ada sosok yang menemanimu. Sahabat
perjalanan, sahabat penantian. Berlayar bersama dalam kemesraan lautan, hanya
berdua. Hidup kan lagi mimpi-mimpi cinta cinta cita cita …. Berduaa… percaya ..”
Suara ayah mengalun jernih, lambat laun menghilang.. dan
“DOR!!”
58
Suara hentakan teman menyadarkan aku dalam mimpiku yang cukup
panjang.
“Baca novelnya udah sampai mana?”
“Sampai membuat perahu. Mungkin perahu kertas,” jawabku seakan masih
belum tersadarkan
“Hayook, udah mau subuh ni! Belum selesai analisa novelnyaaa.. Jumat
pagi ini kan dipresentasikan.”
Tersadar terjerumus dalam tidur panjang, dan dia dipertemukan dengan
ayahnya dalam impian, Astrid terhentak, memeluk teman di sampingnya.
“Aku merindukan dia yang tak berbatas, tentang perahu, perahu kertas,
atau mungkin lebih dari itu...” Sontaknya penuh lirih..
“Kamuuuu, ngomong apa toooh? Ngigo ngigo.. ini pasti gara-gara
semalaman selama seminggu kamu terhipnotis lagu ini deh...”
Tangkap temannya datar, kemudian mematikan lagunya.
“Nampaknya kamu bukan dia yang terpilih untuk membersamaiku berlayar
di perahu itu deh..”
Pungkas Astrid mengakhiri pembicaraan.
“Tenaaang sahabat, selama apa yang kamu harapkan adalah kebaikan,
kamu bisa dapet perahu yang tidak hanya terbuat dari kertas kok.”
Ucap sahabatnya, dengan kembali memeluk erat Astrid.
Lihatlah kehidupan Astrid, hidupnya sangat menyenangkan sebenarnya.
Banyak orang yang menyayangi dia: keluarga, sahabat, teman seperjuangan,
teman se-iman. Walau sering kali dia tidak merasa sempurna dengan
ketidakhadiran ayahnya, tapi selalu saja ada momen yang membuat ia bahagia,
59
yakni menyaksikan kehadiran seorang ayah di kehidupannya, seorang sahabat
yang setia memahaminya. Sahabat, yang mungkin akan membersamai ia berlayar
dalam perahu kecil kehidupannya.
***
Sebuah kisah, perjalanan akan sebuah keyakinan bahwasanya perpisahan
sebagai proses dipertemukannya kembali. Kembali ke titik awal, mengenang
bahwa kita pernah saling menggenggam tangan bersama penuh keoptimisan.
Aku, kamu, dan perahu kita. Kita akan kembali melaju bersama perahu. Perahu
yang lebih kuat dibandingkan hanya perahu kertas…
Layaknya perahu yang sudah diterjang badai ombak laut pasang hingga
terdampar di daratan, siklus akan butuh waktu untuk menunggu laut surut hingga
kembali pasang, sehingga ombak akan membawanya kembali berlayar. Sementara,
ketika perahu dipaksa berlayar saat laut surut, maka setiap dasar perahu mau tak
mau akan bergesekan dengan dasar daratan yang kita sendiri tak tahu dasarnya
terbentuk seperti apa. Terkecuali jika kita berhasil menciptakan gelombang air
yang sama seperti ketika laut sedang pasang, dan untuk menciptakan itu tidaklah
mudah.
Aku masih butuh kamu untuk menciptakan gelombang itu agar perahu
kita masih bisa berlayar walau sudah terdampar ketika pasang. Karena dalam
perjalanan kita, hanya ada aku dan kamu. Sudah.
Karena juga aku yakin, kamu akan kembali. Akan ada kisah kita di masa
depan J
NonFiksiNonFiksi
Saat saya merasa down, saya akan memutar lagu tersebut dan dalam beberapa saat
saya akan tenggelam dalam ekstasi rasa.
(Wahyu)
Kekuatan Magis
di Laptopmu
64
M
usik memiliki semacam kekuatan magis. Ya, kupikir semua tahu tentang
hal itu. Di Indonesian Psychological  Journal (Vol.16 No.3, 2001), Tan
Djui menulis bahwa mendengarkan musik bisa meningkatkan semangat kerja
tim maupun individual. Musik juga –menurut spring.co.uk- bisa meningkatkan
IQ, mempererat hubungan emosional, membantumu mengenang sesuatu,
memperkuat mental, dan manfaat-manfaat lain.
Dengandampak“semengerikan”itu,rasa-rasanyasayaharusmendengarkan
musik dengan bijaksana. Saya harus memilih lagu dengan bijaksana, memfilter
lirik dengan hati-hati, dan menentukan irama yang ingin saya dengar dengan
seksama. Yah, gue kan nggak mau mendapat risiko aneh-aneh saat mendengarkan
musik –misalnya menjadi super galau.
Lalu, ini memang saya praktekkan dalam hidup saya.
Di folder komputer, ada beberapa lagu yang saya pilih hati-hati untuk
menjaga mood saya. Semuanya adalah lagu-lagu yang bersemangat –tidak ada
lagu galau. Saat saya merasa down, saya akan memutar lagu tersebut dan dalam
beberapa saat saya akan tenggelam dalam ekstasi rasa. Tak lama kemudian, saya
akan semangat kembali.
 Kesedihan hari ini
Bisa saja jadi bahagia esok hari
Walau kadang kenyataan
Tak selalu seperti apa yang diinginkan
 Kan ku ikhlaskan segalanya
Keyakinkan ini membuatku bertahan
65
 Hidup yang ku jalani, masalah yang ku hadapi
Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya
(Esok Kan Bahagia, Dmassiv)
 Pernah merasa kecewa terhadap hidup? Pernah mengalami kegagalan
bertubi-tubi, ditolak, dihina, atau terseok karena kesalahan-kesalahan masa
lalu? Mungkin tidak akan selesai dengan begitu saja, tapi setidaknya, dengan
mendengarkan lirik-lirik yang bagus seperti di atas, kita bisa calm down kembali.
Dan mungkin, melangkah sekali lagi.
Mimpi adalah kunci
Untuk kita menaklukkan dunia
Berlarilah tanpa lelah
Sampai engkau meraihnya
 Laskar pelangi
Takkan terikat waktu
Bebaskan mimpimu di angkasa
Warnai bintang di jiwa
 Yah, kawan. Manfaatkaan musik dengan bijak untuk hidupmu. Buang jauh-
jauh lagu galau, gak penting itu. Kumpulkan lagu-lagu terbaik yang berbicara
tentang rasa syukur, cita-cita, perjuangan, dan sejenisnya. Lagu yang bisa
menyenangkan hari, menenangkan hati, menyibak misteri-misteri.
Lagu yang bisa membuatmu termenung, terhenyak, tersentak, kemudian
merasakan bahwa hatimu penuh oleh cinta.
The WritersThe Writers
68
Nurul Najmi. Lahir di kota hujan 23 tahun yang lalu. Sedang menempuh pendidikan
master di jurusan Arsitektur Lanskap IPB. Aktif di beberapa komunitas, seperti
FIM dan Writinc. Kalau ada anggota komunitas yang nikah, selalu aktif untuk datang
kondangan.Tiada rugi menyambung tali silaturahim, prinsipnya.
	 Pecinta kereta, hujan, dan pisang goreng ini menyukai dunia tulis menulis sejak
mengikuti ekstrakurikuler Komunikasi dan Jurnalistik saat ia duduk di bangku kelas 4
SD. Sering mengikuti lomba menulis baik fiksi maupun non-fiksi selama periode sekolah.
Beberapa kali menjuarai lomba menulis artikel atau karya ilmiah, tetapi kalau dihitung
secara persentase, lebih banyak kalahnya daripada menang. Menulis dan menerbitkan
buku dan novel adalah salah satu impiannya yang belum terwujud hingga sekarang.
Menjadi bagian dari antologi karya ini setidaknya merupakan satu langkah maju untuk
karya-karya besar berikutnya. Semoga.
More contact: na_polaris@yahoo.com (email) or @na_polaris (twitter)
Nurul Najmi
69
Lahir di Ciamis, 24 Oktober 1991. Dia adalah bocah yang rajin. Diantaranya,
rajin makan, rajin tidur, dan rajin keramas. Wini adalah perempuan sunda yang
hobby nyasar, dan gak berani jalan jauh kalo sendiri.
	 Seumur hidup belom pernah ke Dufan, kalo ke Ancol (udah sekali) dan ga
mau lagi ke sana, panas. Kayanya enakan tidur di rumah atau jalan-jalan sendiri ke
toko buku, nonton, makan, terus pulang lagi. Oh satu lagi perempuan menakjubkan
ini belum pernah ngekost. Winceu juga manusia yang setengah mati seneng waktu
antologi pertamanya tercetak. Dengan strategi marketing yang diajarkan oleh dosen
kewirausahaan di kampusnya dulu, Alhamdulillah wini berhasil menjual dua buku
pada kedua temannya. Dan mereka membeli dengan terpaksa. Eh bukan deng, teman
yang satunya lagi mau beli, karena wini membeli buku antologi milik temannya
juga. (Intinya mah barter). Namun dia merasa kemampuannya berjualannya lebih
jago karena harga antologi miliknya selisih Rp10.000 lebih mahal dari temannya.
Hebat kan? Namun karena merasa sudah berhasil, winceu tidak lagi mempraktikan
kemampuan marketingnya itu.
	 Dia sangat suka kertas, suka iseng gunting-gunting kertas, dan suka hujan. Sederas
apa pun, dia akan lebih memilih basah kuyup daripada harus menunggu hujan reda.
Cita-citanya: Bisa terbang.
Email: nnie24@gmail.com
Facebook: Wini Nurhanifah
Tumblr: http://winceustoryteller.tumblr.com/
Wini Nurhanifah
70
Pria berkacamata dan suka bertopi ini bernama lengkap Rahman Asri, namun akrab
dikenal dengan ARman. Sosok kelahiran Jakarta,16 Juli 1966 pencinta buku, penikmat
musik & movies ini, juga menyukai travelling alabackpacker.
	 Mengenal dunia tulis menulis dari kebiasaaannya menuangkan gagasan, catatan,
kejadian dalam bentuk buku harian (diary) maupun laporan perjalanan.
	 Aktivitas menulisnya mulai dipublikasikan saat aktif dalam kegiatan media kampus
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI).
	 Dalam penulisan kreatif, aktivitas penulis banyak berkaitan dengan dunia jurnalistik,
pernah aktif sebagai news director sebuah radio swasta dan pernah menjadi script writer
untuk program musik radio syndicated di 18 radio yang tersebar di beberapa kota di
Indonesia.
	 Menggeluti dunia praktisi media di bagian analisa data untuk TV programming
beberapa station TV swasta nasional : Indosiar, Antv, dan terakhir di GlobalTV.
	 Diantara kesibukan kerja, penulis pernah menjadi editor in chief dan penulis tetap
sekaligus anggota redaksi media komunitas Sekolah Alam Indonesia (SAI), Ciganjur
pelopor berdirinya sekolah alam pertama di Indonesia.
	 Kini penulis menambah aktivitas rutinnya di dunia kampus sebagai mahasiswa pasca
sarjana dan pengajar di bidang komunikasi/broadcast.
	 Untuk tegur sapa bisa melalui surel : arman_ch181b@yahoo.com, atau socmed
dengan ID fb ARman Asri , dan ID twitter ARman451
Salam !
Rahman Asri
71
Nama: Aziz Priambodo
TTL: Jakarta, 7 Februari 1990
Pekerjaan: karyawan swasta
HP: 085693448513
Profil singkat:
Aziz adalah lulusan Universitas Indonesia yang kini bekerja di sebuah perusahaan
kimia di bilangan Cikarang. Selain bekerja, penulis memiliki hobi bermain
bulutangkis, jalan-jalan dan membaca. Saat ini penulis berdomisili di Depok.
Aziz Priambodo
72
Desi Mandasari
Desi Mandasari. Ikut-ikutan kayak yang lain untuk bilang suka hujan. Mengoleksi
serial Detektif Conan dalam bentuk komik cetak walau yang versi online episodenya
sudah jauh kemana-mana karena memegang teguh keyakinan bahwa buku yang bisa
digenggam lebih asoy! Suka kemana-mana sendiri, mulai makan di foodcourt, ke
coffee shop, nonton bioskop, hingga keluar kota sendiri. Jika Anda melihat perempun
berkerudung sedang sendiri di tempat-tempat itu, jelas belum tentu itu saya. Menerapkan
prinsip bahwa wanita seksi adalah wanita yang mematikan kipas angin dan meraih remote
televisi menggunakan kaki. Nggak pinter gambar, nggak bisa main gitar, nggak bisa
bawa motor. Terus, aku isone opo? Suka minum green tea latte yang menurut saya
adalah minuman dari khayangan saking enaknya. Juga hobi nonton konser, tapi tanpa
pakai helm. Terakhir, sedang sibuk terpesona bila melihat penampilan Ryan Lewis dan
duo Daft Punk.
Twitter: @desimanda
Blog: desimanda.tumblr.com
E-mail: desimandasari24@gmail.com
73
Salam!
Sudah baca tulisan ku? Ngalor ngidul bukan? Hha. Jangankan kamu,
aku saja yang menulis tak mengerti dengan tulisannya. #glek. Hanya
semacam pencurahan hati, rindu pada “supir” perahunya. Hanya semacam
menantang diri menulis karya fiksi. Tantangan yang tidak sengaja tercetuskan
dari mentornya, Mas Tasaro GK dalam Writinc Camp. Bukan beliau yang
menantang juga sih, tapi ya karena “disudutkan” untuk menyukai fiksi,
akhirnya saya menantang diri untuk membuat fiksi singkat ini. Alhasil, ya
yayaya.. cukup lah #menghiburdiri
	 Well. Aku, Shopia Mulyani. Sufistik melankolik. Passionate di bidang
pendidikan. Kini tengah membangun Hiedu Institute. Passionate dalam
berbisnis. Kini tengah dalam pencarian. Passionate dalam membangun masa
depan. Kini tengah dalam masa penjajakan :D
Salam hangat, salam kenal. Apapun dan siapapun kamu, mari berbagi
karya lewat tulisan. Jadikan tulisan hidup dengan banyak pesan.
I am the red one ;)
Salam Jabat Erat
Twitter: @vyaopi
Facebook: Shopia Mulyani
Shopia Mulyani
74
Wahyu Awaludin, penyuka sastra, penulis prosa. Paling menyukai topik
inspirasi dan biografi, paling merasa bodoh di puisi. Tengah menapak
satu-persatu tangga mimpinya sambil terus belajar tanpa henti. Mottonya:
"Stay Hungry Stay Foolish".
Email: wahyu.awaludin@gmail.com
Facebook: indonesian_dreams@yahoo.co.id
Twitter: @wahyuawaludin
Blog: wahyuawaludin.tumblr.com
Wahyu Awaludin
75
Sekian E-Writinc Edisi #7.
Terimakasih telah mendownload dan membaca karya kami. :)
E-Writinc Edisi #7
Bagi kamu yang mau dapat ebook #8 dengan tema berbeda, bisa like
Fan Page kita atau follow twitter kita untuk mendapatkan info terbaru:
Fan Page FB kami:
WritInc (https://www.facebook.com/writinc)
atau melalui twitter kami
@writinc (https://twitter.com/writinc)
Oiya, kami juga akan memberikan beberapa merchandise bagi saran,
kritik, atau testimoni yang membangun dari temen-temen. Bisa
disampaikan lewat Fan Page atau Twitter kita, nge-wall dan mention
aja ya :D. Yang terbaik akan diberikan merchandise menarik dari kita
lho, kita butuh banget feedback agar kedepannya karya ebook ini
makin baik :). Oke, sampai jumpa di Ebook berikutnya. Jangan lupa
kasih feedback yaaa...

More Related Content

What's hot

Syal merah
Syal merahSyal merah
Syal merah
acbhar junior
 
Koleksi puisi
Koleksi puisiKoleksi puisi
Koleksi puisi
Maszurah Omar
 
presentasi cerpen bahasa indonesia
presentasi cerpen bahasa indonesiapresentasi cerpen bahasa indonesia
presentasi cerpen bahasa indonesia
Delaina Annur
 
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpenPresentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Hesta Anggia Sari
 
Adore y ou, my brother chapter 4
Adore y ou, my brother chapter 4Adore y ou, my brother chapter 4
Adore y ou, my brother chapter 4
Mulawarman University
 
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaKumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Dikha Wijanarko
 
Cinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirCinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirRio Soeqer
 
Di balik tawa
Di balik tawaDi balik tawa
Di balik tawa
Warnet Raha
 
Novel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduriNovel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduri
shinju90
 
Bahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - CerpenBahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - Cerpen
Wahyu Perwira
 
Untukmu_aku_ada
  Untukmu_aku_ada  Untukmu_aku_ada
Untukmu_aku_adaAmir Haruna
 
Depok, i'm lost in love
Depok, i'm lost in loveDepok, i'm lost in love
Depok, i'm lost in loveIfa Gre'
 
Lirik lagu
Lirik laguLirik lagu
Lirik lagu
Nisa Choi
 
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )
Lebhus Bhumi
 

What's hot (18)

Syal merah
Syal merahSyal merah
Syal merah
 
Koleksi puisi
Koleksi puisiKoleksi puisi
Koleksi puisi
 
presentasi cerpen bahasa indonesia
presentasi cerpen bahasa indonesiapresentasi cerpen bahasa indonesia
presentasi cerpen bahasa indonesia
 
When speak heart
When speak heartWhen speak heart
When speak heart
 
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpenPresentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
Presentasi Bahasa indonesia kelas IX Materi cerpen
 
Adore y ou, my brother chapter 4
Adore y ou, my brother chapter 4Adore y ou, my brother chapter 4
Adore y ou, my brother chapter 4
 
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaKumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
 
Puisi Saya
Puisi SayaPuisi Saya
Puisi Saya
 
Puisi cinta
Puisi cintaPuisi cinta
Puisi cinta
 
Cinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhirCinta dan tahajud terakhir
Cinta dan tahajud terakhir
 
Di balik tawa
Di balik tawaDi balik tawa
Di balik tawa
 
Novel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduriNovel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduri
 
Bahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - CerpenBahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - Cerpen
 
Untukmu_aku_ada
  Untukmu_aku_ada  Untukmu_aku_ada
Untukmu_aku_ada
 
Depok, i'm lost in love
Depok, i'm lost in loveDepok, i'm lost in love
Depok, i'm lost in love
 
Lirik lagu
Lirik laguLirik lagu
Lirik lagu
 
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
Sebotol mineral (isbedy stiawan zs)
 
Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )
 

Viewers also liked

Puisi Matematika Unsri
Puisi Matematika UnsriPuisi Matematika Unsri
Puisi Matematika Unsri
Duano Nusantara
 
MATEMATIKA DAN CINTA
MATEMATIKA DAN CINTAMATEMATIKA DAN CINTA
MATEMATIKA DAN CINTA
Yunus Efendi
 
Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)
Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)
Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)
Duano Nusantara
 
PUISI
PUISIPUISI
Materi Bahasa Bali Puisi Bali Modern
Materi Bahasa Bali Puisi Bali ModernMateri Bahasa Bali Puisi Bali Modern
Materi Bahasa Bali Puisi Bali Modern
Ryan Dika
 
Puisi bali anyar
Puisi bali anyarPuisi bali anyar
Puisi bali anyarMonoh He
 
Drama Bali
Drama BaliDrama Bali
Buku ajar puisi
Buku ajar puisiBuku ajar puisi
Buku ajar puisi
Saka Ihfadi Putra
 
Menulis puisi
Menulis puisiMenulis puisi
Menulis puisi
Nuril anwar
 
Kasusastraan bali ... s.2
Kasusastraan bali ... s.2Kasusastraan bali ... s.2
Kasusastraan bali ... s.2
SMK Negeri 2 Denpasar, Bali
 
Puisi
PuisiPuisi
MODUL PUISI DAN MAJAS
MODUL PUISI DAN MAJASMODUL PUISI DAN MAJAS
MODUL PUISI DAN MAJASbuwarnisutopo
 
Lirik & chord lagu mix 1
Lirik & chord lagu mix 1Lirik & chord lagu mix 1
Lirik & chord lagu mix 1
fikrul islamy
 
99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN
99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN
99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN
andri zulfikar
 
Kumpulan Puisi Sekolahku
Kumpulan Puisi SekolahkuKumpulan Puisi Sekolahku
Kumpulan Puisi SekolahkuFirdika Arini
 

Viewers also liked (18)

Puisi Matematika Unsri
Puisi Matematika UnsriPuisi Matematika Unsri
Puisi Matematika Unsri
 
Puisi_b
Puisi_bPuisi_b
Puisi_b
 
MATEMATIKA DAN CINTA
MATEMATIKA DAN CINTAMATEMATIKA DAN CINTA
MATEMATIKA DAN CINTA
 
Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)
Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)
Analisis Puisi Matematika III (Diah Octavianty/06081181419002)
 
Menulis Puisi
Menulis PuisiMenulis Puisi
Menulis Puisi
 
PUISI
PUISIPUISI
PUISI
 
Materi Bahasa Bali Puisi Bali Modern
Materi Bahasa Bali Puisi Bali ModernMateri Bahasa Bali Puisi Bali Modern
Materi Bahasa Bali Puisi Bali Modern
 
Puisi bali anyar
Puisi bali anyarPuisi bali anyar
Puisi bali anyar
 
Drama Bali
Drama BaliDrama Bali
Drama Bali
 
Buku ajar puisi
Buku ajar puisiBuku ajar puisi
Buku ajar puisi
 
Menulis puisi
Menulis puisiMenulis puisi
Menulis puisi
 
Kasusastraan bali ... s.2
Kasusastraan bali ... s.2Kasusastraan bali ... s.2
Kasusastraan bali ... s.2
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
MODUL PUISI DAN MAJAS
MODUL PUISI DAN MAJASMODUL PUISI DAN MAJAS
MODUL PUISI DAN MAJAS
 
Lirik & chord lagu mix 1
Lirik & chord lagu mix 1Lirik & chord lagu mix 1
Lirik & chord lagu mix 1
 
99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN
99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN
99 KATA-KATA MUTIARA KEHIDUPAN
 
Kumpulan puisi
Kumpulan puisiKumpulan puisi
Kumpulan puisi
 
Kumpulan Puisi Sekolahku
Kumpulan Puisi SekolahkuKumpulan Puisi Sekolahku
Kumpulan Puisi Sekolahku
 

Similar to Tinc ebook #7

Sudah sewindu
Sudah sewinduSudah sewindu
Sudah sewindu
Winny Anjani
 
Rasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggalRasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggal
Dwi Hertyanto Santoso
 
Puisi 3
Puisi 3Puisi 3
Puisi 3
Warnet Raha
 
Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]
Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]
Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]
Ali Nobilem
 
Kisah
KisahKisah
Kisah
hanaputih
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
arvin2014
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuHeni Handayani
 
Puisi kahlil gibran
Puisi kahlil gibranPuisi kahlil gibran
Puisi kahlil gibranRemaja Sufi
 
Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah
Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullahRubrik jendela keluarga majalah hidayatullah
Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullahMAJALAH HIDAYATULLAH
 
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Arvinoor Siregar SH MH
 
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanAku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanRicky L
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupkuHeni Handayani
 
Cerpen menggenggem angin nanda sevty utomo
Cerpen menggenggem angin nanda sevty utomoCerpen menggenggem angin nanda sevty utomo
Cerpen menggenggem angin nanda sevty utomoNanda Utomo
 

Similar to Tinc ebook #7 (20)

Sudah sewindu
Sudah sewinduSudah sewindu
Sudah sewindu
 
Fei (jusuf an)
Fei (jusuf an)Fei (jusuf an)
Fei (jusuf an)
 
Rasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggalRasa yang tertinggal
Rasa yang tertinggal
 
Puisi 3
Puisi 3Puisi 3
Puisi 3
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Biarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami BersemiBiarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami Bersemi
 
08. Imaji Musim Gugur
08. Imaji Musim Gugur08. Imaji Musim Gugur
08. Imaji Musim Gugur
 
Semanis yoghurt
Semanis yoghurtSemanis yoghurt
Semanis yoghurt
 
Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]
Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]
Supernova ksatria & bintang jatuh [Ali D. Nobilem]
 
Notice
NoticeNotice
Notice
 
Kisah
KisahKisah
Kisah
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktu
 
Puisi kahlil gibran
Puisi kahlil gibranPuisi kahlil gibran
Puisi kahlil gibran
 
Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah
Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullahRubrik jendela keluarga majalah hidayatullah
Rubrik jendela keluarga majalah hidayatullah
 
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
 
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanAku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
 
Terjalnya jalan hidupku
Terjalnya  jalan hidupkuTerjalnya  jalan hidupku
Terjalnya jalan hidupku
 
Cerpen menggenggem angin nanda sevty utomo
Cerpen menggenggem angin nanda sevty utomoCerpen menggenggem angin nanda sevty utomo
Cerpen menggenggem angin nanda sevty utomo
 

Recently uploaded

DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdfDAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
AGUSABDULROHIM
 
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMaskep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
PUSKESMASPEKANHERAN1
 
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin TerfavoritNila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88
 
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawaiTATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
trianandika
 
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
Tiaellyrosyita
 
PPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptx
PPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptxPPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptx
PPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptx
FatimahAnwar2
 
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang MaxwinMelodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99
 
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99
 
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99
 

Recently uploaded (9)

DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdfDAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
DAFTAR KEHADIRAN KELAS PENGELOLAAN KINERJA GURU DI PMM.pdf
 
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMaskep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
askep imunisasi.pdfNKOHIOPPKJHHG7IJLJMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMMM
 
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin TerfavoritNila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
Nila88 Situs Slot Gacor RTP Winrate Tertinggi Mudah Maxwin Terfavorit
 
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawaiTATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
TATA CARA PENGISIAN PERILAKU KERJA pegawai
 
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
617147349-MODUL-9-DAN-10-PENDIDIKAN-SENI-DI-SD.pptx
 
PPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptx
PPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptxPPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptx
PPT KADER TBC PELATIHAN PENYEGARAN KADERpptx
 
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang MaxwinMelodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
Melodi99 Link Daftar Situs Judi Slot Gacor Sensasional Gampang Maxwin
 
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
Kodomo99 Daftar Situs Judi Slot Maxwin Server Thailand Hari Ini 2024
 
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
Popi99 Link Daftar Judi Slot Gacor RTP Maxwin Tertinggi Hari Ini 2024
 

Tinc ebook #7

  • 1. E-Writinc Edisi #7 "Free ebook dari komunitas Writerpreneur3.0" • BASED ON •
  • 2. Penulis: Komunitas Writerpreneur 3.0 Editor: Najmi dan Aziz Tata Letak: Wini Desain Sampul: Hilda Selamat membaca karya kami. Dan, bagi kamu yang tertarikuntukikutan komunitas ini, bisa aktif gabung online di Fan Page FB atau twitter kita: WritInc (https://www.facebook.com/writinc) atau @writinc (https://twitter.com/writinc) atau kalau kamu tinggal di sekitar Jadebotabek, kami biasanya melakukan pertemuan sebulan satu kali untukmembahas sesuatu yang berkaitan dengan tulis menulis dan bisnis di Code Margonda (samping Depok Town Square).
  • 3. Lagu yang Memberi Warna Jiwa “When you’re happy, You enjoy the music But when you’re sad, You understand the lyrics” Frank Ocean - A pabila ada ungkapan “Sebuah puisi dapat menghapus noda jiwa”, maka tak berlebihan kalau sebuah lagu akan mampu memberikan warna jiwa yang berbeda. Sebuah lagu riang mampu merefleksikan seseorang yang bahagia. Sebaliknya, nada-nada melankolis dari komposisi akan sangat mewakili hati yang membiru. Kita bisa bersorak, berjingkrak, berteriak, senyum tertawa, dan melenggak- lenggokkan badan saat nada irama menghentak-hentak dengan aura kegembiraan dari sebuah lagu. Tapi pun, begitu adanya saat lagu mendayu menyuarakan kesedihan, kehilangan, nestapa dan bencana kehidupan, kita turut larut terhanyut dalam isak kesedihan tertahan dengan mata berkaca bahkan menganak sungai air hangat di permukaan wajah tak tersadari. Sebuah lagu mampu bercerita kehidupan yang penuh warna ceria, namun sebaliknya warna dunia nan kelabu sendu merefleksi dalam nada dan bait lirik yang dinyanyikan seorang vokalis.
  • 4. Apa yang terwakili sebuah lagu bisa sangat pribadi, namun juga hadir berbagi dalam suasana hati yang dirasakan. Bisa terwakili dalam sebuah konser besar dengan ribuan penggemar, namun bisa juga terkurung dalam kamar privasi tersendiri. Ini mungkin bicara makna rasa, aura yang tercipta di manapun seorang berada. Boleh dalam gemerlap lampu tata panggung sebuah konser megah, atau cuma sebuah kamar kost sempit di temaram malam nan menjiwa. Ada seorang yang merengkuh bahagia dan akan hadir sosok pencela alam semesta. Bayangkan bila isi dunia senyap, tak berirama – tanpa nada tercipta. Bahkan sejuknya hembusan angin yang menggoyang dahan bisa menimbulkan gesekan antar ranting dalam ritmik yang sendu. Sisa titik air hujan dari atap rumah dan akhirnya jatuh luruh dalam penampungan di teras rumah pun memiliki nada beraturan. Bukalah telinga, dan niatkan menyimak harmoni komposisi orchestra malam yang dimainkan berbagai serangga malam, begitu menenangkan jiwa kita. Di sini kita nikmati, nada-irama dalam komposisi alam semesta tergelar indah tanpa rekayasa manusia. Alam beserta isinya akan selalu menggelar concerto yang begitu indah, meskipun kita suatu saat mungkin tidak menginginkannya. Kini sudah saatnya kita membagi ruang jiwa, agar nada-irama yang tercipta akan terus memberi warna-warna indah nan lengkap dalam hidup kita, dalam tawa bahagia maupun isak nestapa yang pasti akan selalu kita jumpai dalam perjalanan semesta. Cibubur, 18 September 2014
  • 5. Daftar Isi Gadisku  8 Untuk Matahari  16 Teruskanlah … Dan Jangan Lagumu Terhenti … !   28 Belajar dari Sahabat   34 LihatKebunku,SetiapHari(Akan)KusiramSemua   46 Perahu Kertas  52 Kekuatan Magis di Laptopmu   62
  • 6.
  • 8. Sepasang mata yang dengannya aku merasa dipercaya dan sungguh mempercayainya. Sepasang mata yang tidak pernah berbohong dengan hatinya. (Najmi)
  • 9. GadiskuLagu: MLTR – Love Will Never Lie
  • 10. 10 “ Tak bisakah kau menutupi sedikit saja rasa beratmu dan melepasku dengan senyuman?” Pelupuk matanya justru semakin tergenang saat aku mengatakan demikian. Gadisku ini paling tidak bisa berbohong untuk urusan ekspresi wajah. Oh, Bunda... mengapa ia harus menerima lamaranku dulu, padahal ia tahu persis risiko yang akan ia hadapi jika bersamaku? Hhh... baiklah, semua salahku. Tidak seharusnya aku mengejarnya selama sepuluh tahun. Aku tidak termasuk tipe lelaki yang disukainya. Dia bukan wanita yang mengidolakan pria yang terlalu tampan, tinggi, dan putih sepertiku. Apalagi saat satu kelas di akademi dulu, ia mengenalku sebagai murid yang keras kepala dan susah diatur. Aku terlalu pintar hingga sering meledek rekan-rekanku yang tertinggal dalam pelajaran, termasuk dirinya. Ah, justru ia-lah yang paling sering kuganggu. Kupikir hanya itu cara terbaik untuk mendapat perhatiannya. Kalau aku bersikap baik, ia hanya akan bersikap dingin, atau paling jauh mengucapkan terima kasih dengan wajah datar. Tapi kalau aku mengganggunya, ia akan marah dan mengucapkan kata lebih banyak dari biasanya, juga berekspresi lebih banyak dari biasanya. Melihatnya marah sambil mencaciku itu lebih menggembirakan dibandingkan ia mengacuhkanku tanpa kata. Aku lelaki yang luar biasa, bukan? Baiklah, sudah cukup memuji diri sendirinya. Aku tak ingin membuat kalian semakin muak mendengar ocehanku. Kita tidak sedang berbincang tentang diriku, kan? Benar, aku sedang bercerita tentang gadisku. Teman pertama yang langsung menarik perhatianku saat aku pertama kali masuk akademi. Rasanya seolah tersihir oleh pandangan matanya yang tajam tapi meneduhkan. Tidak pernah aku dipandang demikian bila mengajak seorang berkenalan. Biasanya mereka selalu
  • 11. 11 ramah dan menyambut sapaanku dengan wajah sumringah, terkadang sampai bersinar-sinar jika itu wanita. Oke, ini berlebihan. Tetapi dia, jangankan bersinar- sinar, membalas senyumanku saja tidak. Sama sekali. “Fay. Asal Bandung. Spesialisasi mekanika alat dan dinamika cuaca. Senang berkenalan, semoga bisa bekerjasama selama empat tahun ke depan.” “Anisa.” Anisa. Lalu? Hanya itu? Lanjutannya? Aku masih menunggu beberapa saat, berasumsi bahwa masih ada kata yang akan diucapkannya. Ternyata asumsiku nol. Ia hanya berhenti di kata ‘Anisa’. Aku tahu Anisa memiliki arti ‘wanita’. Namun dimana sifat kewanitaannya? Gadisku ini sama sekali tidak lembut. Tidak ada ucapan manis dalam kamusnya berkomunikasi. Justru itu yang semakin membuatku tertarik. Jika aku mengganggunya dulu, ia hanya akan menatapku dingin. Jika aku mengganggunya dengan tingkatan yang lebih tinggi, setidaknya aku bisa mendengar kata-kata, “Sebaiknya gunakan energi sombongmu itu untuk sesuatu yang lebih berguna, bukan dengan menumpahkannya di meja belajarku.” Lima belas kata! Bayangkan itu, lima belas kata! Kalau aku bersikap baik dan perhatian, ia tidak akan mengucapkan apa-apa. Kalau aku memberinya ucapan selamat ulang tahun, ia hanya akan mengucapkan dua kata, “Terima kasih.” Tetapi kalau aku mengusiknya saat sedang belajar, aku akan memperoleh lima belas kata! Ditambah tatapan matanya yang membesar karena emosi. Entahlah, semua tatapan matanya bagiku selalu meneduhkan. Itu lebih baik daripada ia enggan untuk menatapku.
  • 12. 12 Kali ini aku harus menatap mata itu lagi. Sepasang mata yang darinya aku melihat cinta, marah, sedih, dan gembira. Sepasang mata yang dengannya aku merasa dipercaya dan sungguh mempercayainya. Sepasang mata yang tidak pernah berbohong dengan hatinya. Oh, Bunda... jika mata adalah jendela jiwa, mengapa harus kedua mata ini yang membuatku jatuh hati? “Jangan terlalu sering sendirian. Pulang ke rumah Ibu saja kalau bosan.” Gadisku mengangguk, masih menahan luapan air di matanya tumpah ruah agar tidak mengalir ke pipi. “Harus tetap makan dan istirahat. Jangan sakit hanya karena rindu. Paham?” Sekali lagi ia mengangguk. Sorot matanya lebih jenaka kini. “Kalau sedang sangat rindu tulis surat saja dan letakkan di kotak meja makan. Aku akan membacanya saat pulang. Ya?” Ia masih mengangguk. “Aku akan segera kembali. Kau percaya padaku, kan?” Kali ini gadisku menggeleng, seperti biasa. Aku tertawa dan menariknya kembali untuk kudekap. “Baiklah, baiklah, percaya hanya pada Allah. Jangan percaya padaku, jangan pernah! Itu syirik. Paham?” Akhirnya ia tertawa kecil sambil mengangguk dan mengusap sudut-sudut matanya. Aku memeluknya kembali dan mengusap kepalanya. Ia paham alasanku bercanda agar jangan pernah mempercayai bahwa aku akan segera pulang, karena memang tidak pernah ada yang bisa menjamin aku bisa segera kembali. Pekerjaanku tidak memiliki kepastian waktu dan tempat, harus siap sedia setiap
  • 13. 13 saat, dan tidak ada jaminan pulang dengan selamat. Sering aku pergi ke tempat yang bahkan tidak memiliki sinyal komunikasi kecuali komunikasi radio. Jika sudah demikian membawa telepon seluler-pun jadi tidak ada gunanya. Pernah aku membuatnya sakit parah akibat teleponku yang tidak bisa dihubungi. Ia terlampau khawatir hanya karena tidak mengetahui kabar dariku. Akhirnya aku menyuruhnya untuk berhenti menelepon saat aku pergi di perjalanan berikutnya. Aku yang akan menghubungi saat aku memiliki akses komunikasi. Dan jika aku tidak memberi kabar, aku memintanya untuk menulis surat agar rasa khawatirnya mereda. Risiko pekerjaan yang besar ini sudah kusampaikan sejak awal aku menyampaikan niatku untuk mempersuntingnya, dan aku pun sudah bersiap untuk ditolak. Bukankah selama sepuluh tahun aku juga hampir selalu diabaikan? Respon paling baik adalah mendapat cacian dan omelan. Empat tahun di akademi. Tiga tahun di kantor yang sama. Tiga tahun berikutnya aku sudah bergelut dengan pekerjaan berisiko ini. Jadi sebenarnya aku tidak berharap banyak saat aku mengambil libur untuk menemuinya kembali dan mencoba meraih kesempatan. Setidaknya ia memang belum ada yang punya, dan aku tidak ingin menyesal karena belum mencoba. Aku pun melamarnya. Dan diterima! “Nisa yakin mau menerima Fay?” Gadisku mengangguk. “Dengan risiko pekerjaan yang tadi telah Fay ceritakan?” Ia masih mengangguk. “Nisa mempercayai Fay?”
  • 14. 14 Ia menggeleng. Sesaat hatiku melorot, mengira penerimaannya hanyalah sebuah candaan. Sebelum akhirnya ia mulai bersuara. “Nisa hanya percaya pada Tuhan Yang Maha Menjaga, Allah Azza wa Jalla. Percaya pada selain-Nya itu syirik.” Rasanya ingin air mata ini meleleh. Itu adalah kalimat termanis pertamanya yang ia ucapkan padaku selama sepuluh tahun. Aku berusaha keras menahan gembiraku dan tersenyum sewajarnya. “Tidak menyangka gadisku yang kukejar selama sepuluh tahun ternyata juga bisa bercanda.” Kulihatpipinyamemerahkarenamalu.Oh,Bunda...Iamenyukaiku.Iasungguh menyukaiku. Selama ini ia hanya tidak pernah menampakannya di hadapanku. Kata-katamu benar, seseorang yang tak bisa menampakkan perasaan sebenarnya di depan orang banyak biasanya cenderung sangat loyal dan mencintai sesuatu dengan sungguh-sungguh saat dia sudah memutuskan untuk komitmen dengan yang ia pilih. Gadisku adalah buktinya. Tak pernah sekalipun ia berbohong dengan cintanya. Tak pernah kulihat ia menyesal setelah memutuskan untuk menerimaku. Maka adakah lagi yang lebih pantas untuk kusyukuri setelah ini?
  • 15. 15 Sekarang aku harus meninggalkannya lagi. Membuatnya kembali terluka melepasku pergi. Semua orang tahu betapa ia sangat mencintaiku. Siapapun dapat menghibur dan menemaninya saat ia sepi karena menungguku. Namun, adakah yang mengingat bagaimana aku mengejarnya dulu selama sepuluh tahun? Ikatan kami begitu kuat bukan hanya karena ia seorang wanita yang mulia, tetapi juga karena ditempa oleh masa yang tidak sebentar. Adakah yang mengetahuinya? Bahwa hatiku pun selalu terluka tiap kali meninggalkannya sendiri. Bertemu kembali dengan tatapan sepasang matanya adalah motivasi terbesarku untuk terus bertahan hidup pada kondisi medan tersulit sekalipun. Aku melepas dekapanku padanya, lalu berbalik pergi. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, empat langkah, lima langkah, saatnya berbalik menatapnya lagi. Pada jarak lima langkah ia mengukir senyum kecil di bibirnya, meyakinkanku bahwa kesetiaan itu selalu ada disana.
  • 16. Untuk Matahari Lagu: Tulus – Lagu Untuk Matahari Untuk Matahari
  • 17. Anak ini lucu sekali, tapi sayang tak banyak orang yang menyadari pesona kecantikannya. Iya, kecantikan yang ia miliki di dasar hati. (Wini)
  • 18. 18 A ku bekerja part time di sebuah café. Café kecil ini berdiri tak jauh dari sekolah yang bernama Bima Sakti. Uniknya, ada tiga siswa yang akhir-akhir ini tak pernah luput dari perhatianku. Dua perempuan dan satu laki-laki. Dua perempuan ini bernama Matahari dan Bulan. Satu laki-lakinya kau tahu bernama siapa? Ya, siapa lagi kalau bukan Bumi. Bumi yang tak pernah jauh dari Bulan, tapi juga membutuhkan Matahari. Mereka seperti benda langit sungguhan, ya? Dari balik meja kasirku, aku menikmati sinar matahari pagi dan juga pesona seorang siswi bernama Matahari. Dengan senyum bak sinar matahari pagi yang menghangatkan, dia berjalan menebar keramahan pada setiap orang yang dijumpainya. Kepada satpam, tukang kebun sekolah, kepada penjaga sekolah, ibu kantin . . . “Bang Asa, kayak biasa, ya!” “Hot chocolate?” “Iya, dong.” Pun pada seorang kasir part time sepertiku. Sayang, kehangatan Matahari hanya ditunggu oleh sebagian orang saja. Tak banyak yang peduli pada pesona Matahari. Orang-orang ini tak pernah mau beramah-ramah pada Matahari seperti mereka beramah-ramah kepada Bulan. Saat hari mulai terasa terik, seluruh siswa mulai merindukan Bulan di malam hari. Mau bulan yang menggantung di angkasa atau Bulan yang berwujud manusia. Kali ini tentang Bulan yang belakangan ini santer terdengar telah menjadi saudara Matahari. Seperti namanya, Bulan selalu menjadi dambaan semua orang. Apalagi saat ia sedang ”purnama”. Hanya dengan menatapnya, semua orang merasa
  • 19. 19 bahagia dan tersenyum ke arahnya. Semua orang yang tersenyum padanya selalu berharap bulan membalas dengan senyum yang sangat indah. Namun, dia terlalu sibuk berputar-putar di sekitar Bumi sambil mempercantik diri agar Bumi tertarik padanya. Dengan kecantikan wajah dan suara merdunya, Bulan selalu menjadi dambaan semua siswa. Sepertinya semakin hari, Bulan semakin mampu mencuri perhatian sang Bumi. Lain dengan Matahari, kehadirannya selalu membuat orang lain menjauh. Merasa silau berada di dekatnya. Penampilan sederhananya tak terlalu membuat orang senang, bahkan ada saja yang iseng membandingkan Matahari dengan Bulan. Matahari terlalu sibuk mengurusi banyak orang, sehingga dia tak ada waktu untuk mempercantik diri seperti Bulan. Padahal menurutku Matahari tak kalah manis jika dibandingkan dengan Bulan. Apa pula aku ini? Siapa juga yang peduli pada pendapatku tentang kedua gadis cantik itu. Aku tak mengerti kenapa Bumi lebih memilih Bulan, padahal Matahari tak pernah berhenti ”menyinari” dirinya. Bahkan saat malam tiba pun, Matahari tetap menyinari Bumi, meski ”cahayanya” ia titipkan pada Bulan. Ah, kita lupakan saja soal si Bumi. Kita bicara soal orang-orang yang memusuhi Matahari. Orang-orang yang lebih memilih untuk mengantri agar dapat menyaksikan Bulan perform di café kecilku setiap malam ke-15 atau beberapa orang yang kerap kali tak punya hati berkata begini kepada Matahari, “Matahari, awas dong. Gue mau liat Bulan.” Orang-orang ini terlalu senang membandingkan Bulan dan Matahari. Awalnya,MataharitakterlalupedulidenganpopularitasBulan.Diatakirisedikitpun pada apa yang Bulan miliki selama ini. Hidup Matahari hanya ia habiskan bersama
  • 20. 20 orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya. Anak jalanan yang beberapa tahun belakangan ini menjadi adik asuhnya, juga adik asuhku (aku tersenyum menuliskan ini), serta anak penjaga sekolah yang sering kali memintanya untuk mengajari atau sekadar menemaninya mengerjakan PR sepulang sekolah. Ah, bagi Matahari, menjadi bermanfaat bagi orang lain sudahlah cukup baginya, tanpa harus orang lain mengelu-elukan kebaikannya. Namun sayang, terlalu banyak orang yang senang mengurusi kehidupan Matahari dan Bulan. Terlebih ketika mereka mendadak menjadi adik-kakak. Padahal kedua saudara tiri ini memiliki hubungan yang baik. Ketika Ayah Matahari dan Ibu Bulan menikah, tidak ada satu pun dari mereka yang protes. Karena mereka sama-sama tahu bahwa keduanya tak pernah ada masalah sebelumnya. Kedua orang ini memiliki perangai yang sama-sama baik. Hanya terkadang ada saja suara-suara sumbang di luar yang memperkeruh suasana hati Matahari setiap siang di sekolah. Terkadang saja, sih. “Kok, Bulan mau, ya, saudaraan sama Matahari?” “Coba lihat si Bulan, sudah cantik, suaranya merdu, dekatnya sama Bumi lagi. Tidak heran Bumi lebih senang berteman dengan Bulan dibandingkan Matahari.” Tapi bukan Matahari namanya jika suara sumbang itu tidak dia masukan ke kuping kanan, lalu dia hempaskan kemudian dari kuping kiri. Dia tetap berjalan melewati kerumunan suara-suara sumbang itu. Dia terus menebar kebaikan dengan caranya dengan tanpa peduli seberapa benci orang-orang itu kepadanya. Duh . . . Kenapa aku menceritakan Matahari lagi? Aku kan sedang bercerita tentang Bulan. Ah, sudahlah lupakan, kali ini tentang si Bumi.
  • 21. 21 Si Bumi adalah siswa paling keren di sekolah Bima Sakti, selain parasnya yang tampan, dia juga termasuk siswa berprestasi di sekolah Bima Sakti. Dengar- dengar, dulu–sebelum mengenal Bulan—Bumi dan Matahari bersahabat dekat. Mereka selalu bersaing dalam hal nilai dan selalu kompak untuk urusan hobi, yaitu menggambar. Kedekatan mereka tak diragukan lagi, mereka seperti saudara karena sudah bersama sejak mereka masih TK. Begitu saja yang kutahu mengenai, euu . . . Siapa tadi? Ya, si Bumi. (Malasnya menyebutkan nama itu). Ah, satu lagi . . . Sejak Bulan menjadi saudara Matahari, Bulan jadi semakin memiliki celah untuk mendekati Bumi. Bumi mulai tertarik pada pesona Bulan, sedangkan Matahari jadi lebih senang menyendiri, memilih kursi sudut kanan dekat kaca di café tempatku bekerja. Ah, lagi-lagi Matahari yang ada di pikiranku. Malam ini, entah kenapa aku malas sekali meninggalkan café, padahal shift kerjaku sudah selesai. Aku ingin melihat Matahari. Karena setiap hari di tanggal ke-15 ini tepat pukul 19.30, Matahari selalu datang ke café-ku untuk mengantar Bulan bernyanyi. Ayah dan Ibu mereka tak akan mengizinkan Bulan bernyanyi tanpa ditemani Matahari. Dan si Bumi juga datang . . . Pasti untuk Bulan, kutahu. Kasihan Matahari, lagi-lagi dia memilih kursi sudut kanan di dekat kaca. Malam ini blus dan rok berwarna pastel membuatnya tampak sederhana, namun anggun. Setelah meletakan semua perangkat “perang”-nya di sudut kanan dekat kaca, dia berjalan ke arahku. “Mau hot chocolate lagi satu.” “Itu terus, nggak bosen? Mau coba milk shake, nggak? Variasi rasanya ditambah, nih.”
  • 22. 22 “Boleh, deh, milk shake.” “Mau rasa apa? Ada stroberi, blueberry, pisang, melon, mangga, green tea.” “Cokelat.” “Yah, Cokelat lagi?” “Abis, Matahari sukanya cokelat.” “Baiklaaah . . . Milk shake cokelat, ya.” “Bang Asa, kenapa masih di sini? Gak kuliah?” “Lagi males. Dosennya gak seru.” “Idiiiih . . . Pemalas.” Sambil menunggu pesanannya, Matahari memunggungiku. Dia mencuri pandang ke arah Bulan yang sedang tampil di atas panggung. Sesekali dia memainkan ujung bajunya. Terlihat raut kagum di matanya melihat pesona adiknya malam ini. Yah, entah kagum atau sedih hati karena ia ingin seperti Bulan. Wajahnya tak tampak seceria biasanya. “Nih, Matahari . . . Milk Shake cokelat plus bonus burger untuk siswi paling ramah di sekolah,” aku berusaha membangkitkan percaya dirinya. “Yeeeaaay, gratiiis.” Meski terlihat dipaksakan, aku senang melihat tawanya malam ini. Aku menatap punggungnya yang berlalu meninggalkan meja kasirku. Anak ini lucu sekali, tapi sayang tak banyak orang yang menyadari pesona kecantikannya. Iya, kecantikan yang ia miliki di dasar hati. Manusia-manusia ini terlalu sibuk mendambakan keindahan fisik Bumi dan Bulan. Kedekatan Bumi dan Bulan kerap menjadi perbincangan. Kerap menjadi tolak ukur sebuah keserasian dalam berpasangan. Bagi mereka, serasi adalah ketika kedua pasangan itu memiliki
  • 23. 23 fisik yang cantik dan tampan. Mereka melupakan kecantikan hati. Bukan Bulan tak baik hatinya. Tapi kulihat, dibandingkan melihat kecantikan hati Bulan, orang- orang ini lebih mengagumi kecantikan fisik Bulan. Dibandingkan membicarakan kualitas vokal Bulan, para wanita di café ini lebih sibuk membicarakan pakaian bermerk yang Bulan kenakan. Aku tersadar dari lamunanku ketika suara nampan yang Matahari pegang jatuh berserakan. Terdengar sayup di telingaku suara seorang perempuan berkata sinis pada Matahari, “Makanya, jangan ngalangin. Gue mau liat Bulan.” Matahari berjongkok dan merapikan nampan yang berserakan. Membawa serta cangkir Milk shake dan burger-nya ke meja kosong dengan gontai. Matahari kembali duduk si kursi sudut kanan dekat kaca. Melamun, tapi tak meneteskan air mata. Karena shift-ku telah usai, aku menghampiri Matahari. Dengan membawa hot chocolate dan burger yang baru. “Kayanya kamu emang ga bisa dipisahkan dari hot chocolate. Milk shake cokelat bukan rezekimu.” Dia tersenyum. “Eh, bang Angka.” “Nih, gratis.” “Gak apa-apa? Nanti abang gajinya dipotong lagi.” “Nggak, lah . . . Ini makanan dan minuman sisa, jadi nggak apa-apa dikasih ke siswa Bima Sakti yang lagi cemberut di depan kaca. Tunggu, kenapa panggil Angka lagi? Kan aku bilang panggilnya Bang Asa aja.” “Mood-ku lagi ga bagus ni, jadi pengennya panggil Angka.” “Alasan yang aneh.” “Lagi kenapa sih namamu Angkasa, Bang?”
  • 24. 24 “Karena Ibu mau, aku bisa mengangkasakan mimpi-mimpiku. Begitu mungkin.” “Terus kenapa lebih senang dipanggil Asa?” “Karena Asa itu artinya harapan. Dan lebih enak didengar aja dibandingkan dipanggil Angka.” Dia tersenyum. “Susah tau nyebutnya.” “Lalu apa bedanya sama Matahari. Gak bisa di pisah-pisah manggilnya. Kalo dipanggil Mata jelek, dipanggil Hari jadi kaya nama cowok.” Dia tertawa sambil mencibir. Kemudian, menatap lagi ke luar dari balik kaca. Aku menatap Matahari yang sedang menikmati hot chocolate buatanku, kuharap hangatnya bisa meredakan lukanya pada beberapa menit yang lalu. “Matahari.” “Ya?” Matanya tetap menatap ke luar. Dia asik memandang cahaya Bulan purnama malam ini. “Bulannya indah, ya?” “Iya, indah. Indah banget.” “Seperti Bulan yang sekarang lagi tampil di panggung?” “Begitulah.” “Kenapa setiap kali ke sini kamu nggak penah duduk bareng sama Bumi dan Bulan? Mereka nggak ngajak kamu, ya?” “Aku lebih senang di sini, sendiri. Menyaksikan mereka dan orang lain yang tak kukenal berlalu-lalang di sekitarku. Aku tak mau ikut terlibat dalam perbincangan mereka.” “Kenapa?”
  • 25. 25 Dia berpaling dari purnama di luar kaca. “Emmmm . . . Karena jika bersama mereka aku tak akan punya waktu untuk memerhatikan orang lain di sekitarku sebab terlalu asik dengan dunia kami bertiga.” “Kau tahu Matahari? Mereka berdua.” Menunjuk pada Bumi dan Bulan. “Siapa? Bulan dan Bumi?” Matahari mengikuti ke mana jariku menunjuk. “Iya, kedua pasangan itu. Mereka terlihat indah dari kejauhan. Dua sejoli yang tak terpisahkan. Seperti Bumi dengan kehidupan yang indah dibandingkan denganplanetlain.Danbulanyangselalusetiapadanyasebagaisatelitbumi.Semua penduduk bumi sering merindukan bulan, mereka selalu menunggu kedatangan bulan saat ia sedang purnama. Teman-temanmu sering menghindarimu, kan, Matahari? Mereka lebih memilih berteman bersama Bulan.” “Bagaimana kamu tahu?” Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku meneruskan ceritaku. “Sama halnya seperti Matahari dalam tata surya. Saat matahari menunjukan teriknya, ada sekelompok manusia yang menghindari cahaya matahari karena takut hitam. Meski tidak semua . . . Ada saja orang yang tak suka dengan terik matahari. Mereka lebih memilih pergi mencari pepohonan, atau mengunci pintu rumah mereka rapat-rapat. Mereka mengeluh sejadi-jadinya, ‘Hari ini kok panas banget ya? Gerah, rasanya enak kalo malam sudah tiba. Kita bisa lihat indahnya langit bertabur bintang dan bulan purnama.’ Keluh kesah mereka yang menjadikannya salah. Mereka lupa, tanpa Matahari, Bumi dan bulan tak akan benar-benar bisa hidup.” Matahari masih saja terdiam.
  • 26. 26 “Beberapa hari ini, dari sana (menunjuk ke meja kasir) aku sering memerhatikanmu. Kamu selalu ada bersama mereka berdua, tapi tak pernah benar-benar diajak masuk ke dalam dunia mereka. Kamu menunggu Bulan, tapi tak benar-benar masuk dalam kehidupan Bulan. Kudengar, kau mendonorkan satu ginjalmu untuk Bumi. Benarkah?” “Sttttt, jangan katakan itu lagi!” “Baiklah...Matahari,lupakantentangorangyangkerapmembandingkanmu dengan pesona Bulan. Kamu harus tahu bahwa kamu tidak lebih buruk dari Bulan. Kamu istimewa lebih dari yang kamu kira. Tanpa cahaya Matahari, Bulan tidak akan pernah bisa menjadi purnama.” Matahari tersenyum misterius. “Kenapa tersenyum begitu?” Aku penasaran dengan yang ia pikirkan. “Iya, sama halnya seperti Matahari yang akan kehilangan tempat jika tak ada Angkasa.”
  • 27. 27 Dia merapikan buku dan pensil gambarnya, seraya berlari menghampiri Bumi dan Bulan untuk pamit masuk ke mobilnya duluan. Aku masih tak mengerti apa yang sedang terjadi. Sampai sesaat Bumi datang menghampiriku mebawa selembar kertas dengan sebuah gambar berisi Bumi di dekat Bulan, Matahari yang menatap ke segala arah kemudian Angkasa dibuat sedang menaungi ketiganya. Bumi menepuk pundakku lalu berkata. “Bukan kami tak mengajak Matahari masuk ke dunia kami. Tapi, dibandingkan bersama kami, dia lebih senang memandang Angkasa dari sudut kanan di dekat kaca.” Ternyata, aku adalah bagian dari ceritaku sendiri. Aku sungguh penutur cerita yang tak tahu apa-apa.
  • 28. Teruskanlah … Dan Jangan Lagumu Terhenti … ! Lagu: Iwan Fals – Nyanyianmu Teruskanlah … Dan Jangan Lagumu Terhenti … !
  • 29. Kisah cinta kami mendewasakan sikap kami masing-masing, tanpa ada yang salah dan tak seorang pun diposisikan sebagai terdakwa. (Arman)
  • 30. 30 G aris edar matahari mulai memudar, semburat jingga masih tersisa di sudut- sudut lengkung langit. Sapuan warna perak yang terbentang di siang hari mulai redup, menandai masuknya waktu menuju kelam malam. Suasana terasa menghening, lebih senyap seperti memberi kesempatan waktu yang terus merayap tanpa terjaga. Aku baru saja tiba di rumah, selepas mengajar beberapa murid yang antusias menekuni tingkah kari-jemari mungil mereka yang meniti tangga nada di ruas bilah gitar akustik. Di tengah jadwal kuliah yang sedikit mereda di semester 5, aku berkesempatan menuangkan hobi bermusik dengan menjadi pengajar tetap di sebuah lembaga les musik gitar klasik yang mulai menjamur saat ini. Berbeda dengan jamanku, pilihan untuk minat dan hobi saat ini begitu terbuka dan banyak pilihannya. Mulai dari kelas seni, seperti melukis, bermusik, akting, modelling, hingga yang bersifat teknis seperti robotik, dan tentunya kursus atau les untuk mendalami materi pembelajaran di kelas, seperti bimbingan belajar (bimbel), privat, bahasa asing, dan sebagainya. Meskipun menjadi biaya tambahan di luar anggaran rutin bagi pengeluaran keluarga, namun dengan kesadaran saat ini para orang mendukung aktivitas bagi pengembangan bakat dan minat anak-anak mereka. Di sisi lain, banyak dibukanya lembaga-lembaga kursus membuka lapangan kerja bagiku dan teman- teman mahasiswa yang ingin menambah uang saku dengan mengajar paruh waktu (freelancer), mengingat keterbatasan waktu dan konsentrasi yang harus terbagi untuk penyelesaian kuliah di kampus. Tantangannya memang lebih pada disiplin dan manajemen waktu dalam membagi aktivitas yang berjalan antara kewajiban belajar di kampus dan aktivitas lainnya, seperti mengajar paruh waktu.
  • 31. 31 Untukku, selain terus mengasah kemampuan musikal dan hobi bermusik, dengan mengajar ini juga memberikan support finansial dalam pengadaan materi bahan perkuliahan. Membeli buku-buku, juga materi fotokopi yang semakin berlimpah menjelang semester akhir tahun depan. Alhamdulillah, honor dari mengajar les musik cukup bisa membuatku mandiri memenuhi tuntutan pembelajaran kampus yang seakan tidak mengenal ampun bagi mahasiswa yang hilang akal karena sulit mendapatkan materi pembelajaran yang diberikan oleh dosen di kelas. Senandung syahdu azan masuk waktu Maghrib berkumandang. Sayup kuresapi merayap lambat di udara dari masjid jami’ yang agak berjarak dari tempat tinggalku. Segera kubenahi tas punggungku dan gitar akustik yang bersandar lama dalam perjalanan tadi dari tempat kursus ke rumahku yang berjarak tempuh satu jam lebih. Segera kuniatkan membersihkan dan mensucikan diri untuk bergegas menunaikan kewajiban sholat Maghrib yang terbatas waktunya sebelum waktu sholat Isya. Usai hening sesaat dalam rengkuhan munajat rasa syukur dan pengharapan doa-doa kebaikan yang dipanjatkan, aku melepas dahaga yang terasa dengan seteguk air putih yang terasa menyegarkan dan membasuh kepenatan aktivitas keseharian tadi. Tak berjarak lama, aku bergegas kembali ke lantai dua di mana terletak kamar mungil istanaku nan bersahaja. Tepat dilekatkan pada dinding dekat meja belajar, aku cermati jadwal kuliah besok dan juga agenda aktivitas lainnya yang sudah terjadwal. Kepenatanku hari ini terasa merambat di sekujur tubuhku, otot-otot seperti menarik kencang seakan diriku robot titanium yang tak lentur.
  • 32. 32 Sambil melepas lelah kuraih kembali gitar akustik yang bersandar manja di sandaran bangku belajarku, kulihat beberapa garis halus berbekas di leher gitar sisa cengkeraman jari-jariku saat mengurai kunci nada. Begitu tenggelam diriku memainkan nada-nada sendu melankolis dari beberapa lagu yang spontan kubawakan. Tanpa kusengaja kulihat sesosok bayangan dari balik gorden yang memendarkan cahaya yang terhalang dari balik jendela kamar rumah yang berada di seberang rumahku. Meskipun tak kau buka gorden merah muda itu, aku sangat mengenali sosok gadis yang pernah mengisi keseharianku dengan kenangan indah di masa lalu. Sebuah kisah yang memang harus berakhir meskipun sama-sama tak diingini oleh kami berdua. Sebuah cerita yang memberi pelajaran berharga kepada kami dalam menapaki langkah hidup kami selanjutnya. Kini kami tahu bahwa kami harus sama-sama menahan diri, tak sekedar menuruti rasa yang belum mati di hati kami. Sebuah pilihan sulit, tapi memang harus diterima dan dihadapi meskipun dengan berat hati. Kisah cinta kami mendewasakan sikap kami masing-masing, tanpa ada yang salah dan tak seorang pun diposisikan sebagai terdakwa. Aku sudahi tarian kedua jemari dalam dentingan nada di enam senar membentang dengan lagu lama “I can’t Fight These Feeling Anymore” dari Reo Speedwagon.
  • 33. 33 Aku terus mencoba menenangkan diri, menerima kenyataan pahit yang kami sadari harus kami jalani. Dalam malam yang semakin larut, kudengar sebuah tembang dinyanyikan bersama oleh beberapa pemuda penantang malam dari pos ronda di belokan jalan menuju rumahku. Aku mengenali nada-nada itu. Aku merasakan jeritan tembang sang penyanyi balada jalanan, Iwan Fals yang seperti menjadi panutan kaum muda yang selalu gelisah mencari jati dirinya di jalanan. Sebuah lagu yang dulu menjadi laguku bersama gadis di jendela itu, “kau petik gitar nyanyikan lagu perlahan usap hatiku … terucap janjiku untukmu tenggelamku ditembangmu... memang aku jatuh … dalam cengkramanmu sungguh aku minta … teruskanlah kau bernyanyi dan jangan lagumu terhenti … teruskanlah … “ -Cibubur, 19 September 2014 -
  • 34. "Dari dirinyalah aku belajar bahwa kepintaran seseorang bisa kalah dengan sebuah ketekunan." (Aziz)
  • 35. Belajar dari Sahabat Lagu: Sheila on 7 – Sahabat Sejati Belajar dari Sahabat
  • 36. 36 P agi itu hujan turun membasahi Jakarta. Sinar mentari yang biasanya datang menyinari bumi kali ini tertutupi oleh awan kelam. Burung-burung mulai meninggalkan angkasa mencari dahan-dahan pohon untuk berteduh. Aku pun membuka jendela kamarku. Sesaat jendela terbuka, bau tanah kering yang basah langsung menusuk ke dalam hidungku. Baunya sangat khas, menghadirkan rasa tenteram dan damai dalam diriku. Aku selalu suka suasana saat awal-awal hujan turun membasahi tanah-tanah yang kering. Perpaduan suara rintik hujan dan bau tanah kering yang basah sungguh sanggat menarik bagiku. Di saat siang hari yang panas, kondisi Jakarta dan Surabaya tidaklah berbeda. Namun jika hujan, entah mengapa suasana hujan di Jakarta agak sedikit berbeda dibanding Surabaya. Mungkin karena aku menghabiskan masa kecilku di Jakarta. Sudah 2 hari ini aku berada di Jakarta dan menginap di rumah orang tuaku. Aku pulang ke Jakarta karena aku harus menghadiri acara reuni lima tahunan SMA angkatanku. Tak terasa sudah 10 tahun aku lulus dari SMA yang terletak di pinggiran Jakarta. Selepas lulus SMA, aku memutuskan untuk merantau ke kota apel Malang dan kuliah di Universitas Brawijaya jurusan Teknik Mesin. Setelah menyelesaikan kuliah selama 4 tahun, aku diterima bekerja di sebuah perusahaan milik negara di Surabaya. Selepas lulus SMA, bisa dibilang aku kehilangan kontak dengan teman- teman SMA-ku. Aku jarang berkomunikasi lagi dengan teman-teman SMA-ku, kecuali dengan teman-teman SMA-ku yang sekampus denganku. Teman SMA-ku yang satu kampus denganku pun bisa dihitung dalam hitungan jari dan mereka terpencar di berbagai fakultas. Jika pun bertemu paling jika ada dalam pertemuan dadakan yang tidak rutin diadakan setahun sekali. Ditambah, setelah aku lulus
  • 37. 37 kuliah aku langsung hijrah ke kota pahlawan. Tidak ada satu pun teman SMA-ku yang bekerja di kota yang sama denganku sekarang. Beruntung, sebagian teman-teman SMA-ku berinisiatif untuk mengadakan reuni lima tahunan yang akan diadakan pada sore ini. Reuni ini telah direncanakan sejak 3 bulan yang lalu. Ini merupakan reuni kedua setelah sebelumnya reuni pertama telah diadakan lima tahun yang lalu. Pada reuni pertama aku berhalangan untuk hadir, karena saat itu aku sedang bertugas di Makassar selama seminggu. Aku berharap bisa bertemu kembali dengan teman-teman sekelasku dulu pada reuni nanti. Mereka pasti akan datang ke reuni dengan membawa istri dan anak-anaknya masing-masing. Demi datang ke acara reuni tersebut, aku pun telah memesan tiket pulang ke Jakarta jauh-jauh hari untuk dua orang, yaitu aku dan istriku. Ngomong-ngomong tentang reuni, sosok yang sangat ingin aku temui saat reuni nanti adalah Tino, teman semejaku dulu saat duduk di kelas 2 dan 3. Selepas lulus SMA, Tino melanjutkan kuliah jurusan elektro di ITB, Bandung. Yang aku dengar, ia malah sempat terpilih menjadi ketua senat di fakultasnya. Saat SMA dulu, Tino bukanlah termasuk siswa yang brilian dengan prestasi akademis yang mentereng. Ia bisa dibilang siswa yang biasa-biasa saja. Jangankan menjadi juara kelas, masuk peringkat 10 besar di kelas pun tidak. Kalau aku? Ya sebelas-dua belas lah dengan Tino. Selain prestasi akademisnya yang bisa dibilang tidak cemerlang, Tino juga memiliki satu kekurangan yaitu agak gagap saat berbicara. Jika ia berbicara di depan kelas atau sedang terlibat dalam diskusi kelompok, Tino selalu terlihat sulit menyelesaikan kalimat-kalimat yang ingin ia sampaikan. Gagapnya Tino
  • 38. 38 menurutku bukanlah termasuk gagap yang parah. Kegagapannya tersebut tak lebih dari tidak biasanya ia berbicara di depan umum, sehingga kalimat yang keluar dari mulutnya sering terbata-bata. Terkadang aku merasa kasihan dengan kekurangannya tersebut. Teringat olehku saat Tino berkeinginan untuk mendaftar menjadi pengurus OSIS di kelas 2. Aku ragu Tino akan lulus seleksi masuk pengurus OSIS karena aku paham Tino termasuk orang yang tidak lancar berbicara di depan orang banyak. Tapi ternyata dugaanku salah. Panitia meluluskan Tino sebagai salah satu pengurus OSIS terpilih. Begitu pula saat Tino di kelas 3 bilang padaku ingin kuliah di jurusan elektro ITB. Aku menasehati dia agar memilih jurusan dengan passing grade yang tidak terlalu tinggi, karena elektro ITB termasuk jurusan dengan passing grade tingkat dewa (passing grade sangat tinggi). Pikirku, sekeras apapun Tino berusaha, agaknya cukup sulit untuk menembus elektro ITB. Namun, Tino saat itu bergeming. Ia tetap bertekad memilih jurusan elektro ITB sebagai tempat kuliahnya. Tapi ternyata dugaanku kembali salah. Tino lolos seleksi masuk dan diterima di ITB. Hal itu membuat seluruh teman-teman sekelasku kaget, tak percaya bahwa seorang Tino berhasil tembus ke jurusan elektro ITB. Dibalik berbagai kekurangan Tino tersebut, ia adalah sosok yang rajin, tekun, dan ulet. Bagiku, Tino adalah sosok yang menginspirasi. Dari dirinyalah aku belajar bahwa kepintaran seseorang bisa kalah dengan sebuah ketekunan. Tak pernah lupa dalam ingatanku bagaimana seorang Tino berjuang mati-matian agar lolos ujian masuk universitas yang ia inginkan. Di saat orang-orang lain makan dan minum atau mengobrol di waktu istirahat sekolah, Tino masih saja berkutat
  • 39. 39 dengan buku-buku soal di mejanya. Ia yakin bahwa hanya dengan keuletan dan ketekunan orang seperti dirinya mampu lolos masuk teknik elektro ITB. Ia sangat tekun belajar dari berbagai sumber. Bahkan tidak jarang pula aku dan Tino belajar bersama. Begitu pula saat masa-masa ia aktif berorganisasi di OSIS dulu, Tino tidak malu untuk tampil berbicara di depan umum walau terkadang bicaranya masih agak gagap dan artikulasinya kurang jelas terdengar. Namun, Tino tidak patah arang untuk terus belajar mengurangi kegagapan dan kecanggungannya dalam berbicara di depan orang banyak. Saat aku kuliah dulu, aku dan teman-teman SMA-ku di Brawijaya pernah mengadakan sebuah pertemuan kecil dadakan di salah satu rumah makan di dekat kampus. Kami mengobrol banyak hal mulai dari kegiatan kuliah, organisasi kampus, hingga membahas teman-teman SMA kami yang lain. Salah satu yang dibahas pada waktu itu yaitu Tino yang menjadi ketua senat fakultas di ITB. Temanku waktu itu berujar, “gila lo bayangin, seorang Tino bisa jadi ketua senat fakultas. Lo tahu kan Tino, bicaranya aja gak lancar gitu.” Temanku yang lain menimpali, “Iya kaget juga gw si Tino jadi ketua senat, padahal dulu di OSIS dia termasuk yang biasa-biasa aja. Gak begitu cemerlang lah.” Mendengar ungkapan keheranan dari teman-temanku tersebut, aku langsung menimpali pernyataan mereka. ”Iya si Tino memang biasa banget orangnya, tapi liat dong Tino itu pede dan tekunnya yang gak ‘ada obat’. Dia masuk elektro ITB aja udah bikin gempar satu sekolah. Sekarang ditambah dia bisa jadi ketua senat. Orang yang kita pikir biasa-biasa saja, dengan modal ulet dan kerja kerjas ternyata bisa jadi orang yang
  • 40. 40 luar biasa.” Dan semua teman-temanku pada saat itu tidak ada yang tidak setuju dengan pendapatku tentang Tino. Tak sabar rasanya menunggu akhir minggu untuk datang ke reuni SMA-ku. Aku berharap dapat bertemu Tino dan bertanya kabar serta aktivitasnya sekarang. Yang sangat membuatku penasaran, aku ingin tahu bagaimana akhir kisah asmara seorang Tino yang berhasil menikah dengan wanita yang ia sukai sejak SMA. Untuk urusan asmara, Tino juga termasuk orang yang ulet dalam mengejar wanita yang ia cintai. Sejak kelas 1 SMA, ia menyukai seorang siswi kelas lain di angkatan kami yang bernama Indah. Indah adalah salah satu siswi yang pintar dengan paras yang cantik. Jika disandingkan dengan Tino, bisa dibilang Tino tidak pantas bersanding dengan Indah. Namun hal itu tidak membuat Tino patah arang. Tino pede mendekati Indah. Sebagai teman dekatnya, aku mencatat Tino sudah menulis puluhan kali surat cinta kepada Indah, namun selalu ditolak oleh Indah. Indah berulangkali bilang pada Tino bahwa ia tidak ingin punya hubungan dekat dengan seorang pria selama bersekolah. Walau begitu, Tino tetap saja berusaha mendekati Indah. Tino sering sekali menulis puisi untuk Indah. Puisi tersebut ia masukkan ke dalam amplop dan diletakkan di meja atau kursi tempat Indah duduk. Hal tersebut terus Tino lakukan hingga akhir kelas 3. Setelah lulus SMA, Indah pun berkuliah di Yogyakarta dan Tino berkuliah di Bandung. Aku tidak tahu bagaimana akhir ceritanya Indah mau menerima Tino. Sebenarnya, walau belum bisa dibilang sebagai orang yang sukses, aku bisa merasakan hidup yang layak karena dukungan seorang Tino. Saat di kelas 3 dulu, aku sama sekali tidak pernah berkeinginan untuk kuliah. Yang ada di
  • 41. 41 pikiranku aku ingin langsung bekerja setelah lulus SMA. Masalah biaya adalah hal yang menjadikanku berat untuk lanjut ke bangku kuliah. Namun, Tino selalu menyemangatiku. Dia selalu menasehatiku bahwa pendidikan dapat mengantarkan seseorang kepada kehidupan yang lebih baik. Aku dan Tino sama-sama berasal dari keluarga yang sederhana. Namun walaupun begitu, Tino memiliki pandangan hidup yang lebih baik dibanding diriku. Walaupun bukan orang yang cemerlang, Tino selalu memandang segala sesuatu dari sisi positif. Sebaliknya, keterbatasan yang melingkupiku selalu menjadikanku memandang segala sesuatu dari sisi negatif. Aku sangat bersyukur dapat mengenal Tino. Darinya aku belajar pentingnya sebuah ketekunan dan kerja keras. Aku masih ingat dulu Tino pernah berujar kepadaku. “Jo, kita harus sadar kalau diri kita tidak spesial. Kita tidak dilahirkan dengan otak yang cemerlang. Kita juga bukan berasal dari keluarga berada. Makanya Jo, kalau kita ingin cerdas dan sukses seperti orang lain, obatnya itu cuma tiga: tekun, ulet, dan pede.” Rasanya baru kemarin aku mendengar kalimat motivasi tersebut keluar dari mulut Tino. Dan sore ini aku berharap dapat bertemu dengannya. Sore hari pun tiba. Aku bergegas berangkat bersama istriku menuju gedung pertemuan tempat reuni sekolahku. Dengan mengendarai mobil pribadi, aku pun menuju tempat reuni. Setelah berkendara selama 30 menit, aku pun tiba di tempat reuni dan langsung mencari lahan untuk parkir. Setelah selesai memarkir mobil, aku pun melirik sebentar melihat jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul empat kurang lima menit. Masih ada waktu lima menit sebelum acara reuni dimulai. Setelah turun dari mobil, aku dan istriku pun bergegas menuju tempat
  • 42. 42 registrasi di depan pintu masuk gedung. Aku melihat daftar hadir dan mencari- cari sebuah nama di daftar tersebut. Melihat aku tidak kunjung mengisi daftar hadir, istriku pun memintaku bergegas. “Mas, ayo cepat isi daftar hadir. Sudah pukul empat loh sekarang,” ujar istriku. “Iya sebentar. Aku mencari nama Tino dalam daftar hadir, tapi tidak ada,” jawabku. “Mungkin belum datang, Mas,” ujar istriku. Aku pun segera mengisi daftar hadir dan bergegas masuk ke dalam gedung. Suasana sudah sangat ramai. Setelah tidak bertemu selama sepuluh tahun, banyak teman-temanku yang tidak aku kenali wajahnya karena sudah sangat berbeda saat SMA dulu. Rata-rata teman-temanku sudah membawa pasangannya masing-masing. Namun ada juga beberapa yang terlihat datang sendiri. Aku pun bertemu dengan teman-teman sekelasku dulu. Kami pun saling mengobrol dan memperkenalkan pasangannya masing-masing. Ada juga temanku yang sudah memiliki 2 anak. Sebagai obrolan pembuka, tiap orang pasti bertanya kepada yang lain tentang pekerjaan. Suasana saat itu sangat penuh suka cita karena kami dapat melepas rasa kangen karena telah sekian lama tidak bertemu. Di tengah-tengah obrolanku dan teman-temanku, aku pun melempar pandangan ke sekeliling mencari sosok Tino. Tapi yang aku cari tidak nampak terlihat. “Mungkin Tino datang telat karena terjebak macet,” pikirku. Aku melihat waktu telah menunjukkan pukul empat lebih lima belas menit. Aku penasaran
  • 43. 43 mengapa acara belum juga dimulai. Padahal di undangan, acara reuni akan dimulai tepat pada pukul empat sore. Tidak berapa lama kemudian, dari arah belakang panggung, terlihat MC yang juga salah seorang temanku naik ke atas panggung. Aku pun berujar pada istriku, “Acara akan segera dimulai.” Aku dan istriku pun segera mengalihkan pandangan ke arah panggung. Saat pertama kali melihat MC naik ke atas panggung, aku merasa ada sesuatu yang aneh. Biasanya saat MC naik ke atas panggung untuk membuka sebuah acara, pasti MC akan naik panggung dengan langkah penuh semangat dengan raut muka yang gembira. Namun, kali ini berbeda. MC naik ke atas panggung dengan langkah yang kurang bersemangat dan wajah yang terlihat datar. MC terlihat bersiap untuk membuka acara reuni ini. Semua peserta reuni langsung menghentikan aktivitas mengobrolnya dan langsung menujukan perhatiannya ke arah panggung. “Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua. Selamat datang di acara reuni lima tahunan kita yang kedua.” MC resmi membuka acara reuni dan diikuti oleh tepuk tangan dari seluruh peserta reuni. “Teman-teman, setelah lima tahun kita tidak bertemu, tentunya hari ini adalah hari yang penuh suka cita bagi kita semua. Namun, kami baru saja mendapatkan kabar buruk di hari yang membahagiakan ini. Salah seorang teman kita yaitu Tino dan istrinya mengalami kecelakaan beruntun di tol cikampek saat berangkat dari Bandung menuju ke tempat acara reuni 2 jam lalu. Sekarang kondisi keduanya kritis dan dirawat di rumah sakit di Purwakarta. Mari kita doakan
  • 44. 44 agar Tino segera sadar dan melewati masa-masa kritisnya.” MC melanjutkan kata- katanya dengan sebuah kalimat yang langsung mengubah suasana reuni yang tadinya penuh sukacita menjadi penuh duka. MC pun memberitahu lokasi rumah sakit dimana Tino sekarang dirawat. Suasana pun menjadi hening. Kesedihan tampak terlihat dari wajah-wajah seluruh peserta reuni. Tidak sedikit yang menitikkan air mata setelah mendengar musibah yang menimpa Tino. Aku pun sangat merasa terpukul mendengar kabar tersebut. Aku tidak menyangka bahwa musibah akan menimpa diri Tino di hari ini. Harapanku bertemu dengan Tino pupus sudah. Tanpa pikir panjang aku pun menarik lengan istriku dan membawanya keluar dari tempat reuni. Aku langsung bilang pada istriku bahwa aku akan pergi menjenguk Tino yang saat ini sedang kritis. Tanpa pamit kepada teman-temanku yang lain aku bergegas menuju mobil dan berangkat menuju Purwakarta. Dalam perjalanan aku terus berdoa. “Ya Tuhan jagalah Tino. Sadarkanlah ia dari masa kritisnya. Berikan aku kesempatan untuk bertemu dengannya. Kembalikanlah kesehatan pada dirinya agar aku dapat belajar nilai-nilai kehidupan dari dirinya.”
  • 45. 45
  • 46. Biarlah kita menjadi contoh bagi mereka yang meragukan. Jika gagal pun relakan saja sebagai bahan tertawaan mereka. Lebih baik puas sambil ditertawakan daripada menyesali waktu yang terbuang karena menuruti kata orang. (Desi)
  • 47. Lihat Kebunku, Setiap Hari (Akan) Kusiram Semua Lihat Kebunku, Setiap Hari (Akan) Kusiram Semua Lagu: Jason Mraz – Beautiful Mess
  • 48. 48 D alam perjalananku ini, semoga kamu mengizinkan aku sekadar mengingat hal-hal kecil dalam hidup kita berdua selama ini. Sebagai teman menghabiskan waktu, walau kadang kamu benci jika aku kerap melamun kala menyetir. Padahal kamu pun tahu jika suara lagu sudah terdengar di dalam mobil ini, hal yang ingin aku lakukan hanya memandang jalanan sambil membayangkan banyak impian dan kenangan. Karena itulah kamu kerap menawarkan diri menggantikanku menyetir. Kulirik jam tangan digital warna biru langit pemberianmu di hari jadi kita ke sekian bulan. Sekitar tiga jam lagi aku akan tiba di sisimu. Aku tahu hal pertama apa yang akan kamu tanyakan ketika aku tiba. Bukan “Capek, ya?” atau “Mau langsung ikut aku ke kebun atau istirahat dulu?”, tapi “Urusan kantor sudah selesai, kan? Kamu nggak main kabur, kan?” Aku tersenyum dan menggeleng mengingat sifat was-wasmu yang kadang berlebihan. Bukan “was-was” kalau versimu, tapi tindakan preventif atas kelakuanku yang kadang suka seenaknya saat sedang memiliki suatu keinginan. Tapi, ini bukan sekadar keinginanku, kan? Ini jelas keinginan kita. Tenang saja, semua kecemasanmu kali ini adalah masalah yang sudah aku selesaikan. Ketika aku tiba dan merajuk di bahumu sore ini, tidak akan ada lagi perdebatan. Janji. Tidak pernah bulat-bulat memastikan bahwa hari ini akan jadi nyata. Dulu, kita hanya berandai-andai. Ini bukanlah plan A yang menggambarkan bahwa kita akan tinggal di kota besar setelah menikah. Kamu dan aku bekerja sebagai karyawan kantoran dan menghabiskan akhir minggu di bioskop dengan segelas cola atau di dalam mal dengan pendingin super-sejuk. Mungkin hari-hari kita tidak akan banyak dihabiskan bersama, selain bercerita tentang sifat bos yang
  • 49. 49 otoriter atau beban tugas keluar kota, mengendarai mobil di jam 3 in 1 setiap harinya, dan sesekali mencoba kehidupan gemerlap yang sebenarnya tidak kita minati, kecuali hanya karena solidaritas. Kitalah sang pengambil keputusan. Tanpa membutuhkan hakim siapa pun untuk menindak. Awalnya, tidak akan ada kesatuan untuk air dan minyak. Kamu yang pengalah, sabar, dan terlalu mudah mendapatkan teman. Aku? Aku yang seenaknya, impulsif, tegar, sekaligus pesimis. Jika analogi air dan minyak memang tidak memungkinkan untuk bersatu hingga kiamat, mari andaikan saja aku dan kamu sebagai kepingan puzzle A dan B. Kepingan yang dicari oleh bagian lainnya bernama kehidupan. Jangan bayangkan dunia tanpa kita karena itu akan sulit bagimu yang pengalah dan aku yang seenaknya. Aku benci sifatmu yang mudah berbaik hati. Kamu memprotes sifatku yang berada di kutub utara dan selatan dalam waktu yang bersamaan. Istilahmu; down to earth, tapi gengsi tinggi. Tegar, tapi membutuhkan. Mudah disayangi, tapi suka menyia-nyiakan. Sudah. Satu jam lagi aku tiba. Satu jam bukanlah apa-apa jika dibandingkan sekian tahun lalu. Apalagi jika mengingat sekian panjang perbedaan pendapat. Untungnya kita punya satu persamaan; sama-sama ingin hanya kita yang menentukan. Pun ketika kita membuang harapan akan plan A. Ketika itu tanpa plan B. Plan B ada ketika suatu hari ibumu di rumah menyampaikan pesan via telepon. Ayah dan ibu sudah sakit-sakitan, kamu mau, ndak, pulang saja, lalu mengurus rumah dan kebun? Kebun yang benar-benar sebuah kebun. Tanah luas dengan bermacam tumbuhan hasil kerja keras ayah dan ibumu sejak kamu kecil. Berhubung kamu anak laki-laki pertama, maka tak heran jika sewaktu-waktu kamu harus menggantikan punggung mereka dengan milikmu sebagai penopang.
  • 50. 50 Hanya saja hakim-hakim kadang bermunculan dalam sisi-sisi kita. Satu persatu menanyakan apakah kita serius dan siap meninggalkan segala di Ibukota. Menurut mereka, desa hanyalah tempat melepas penat barang sehari- dua hari saja. Di sana tidak ada mal atau bioskop yang menjadikan kita makhluk ter-update. Kamu pun sempat menanyakan keseriuskanku. Hanya saja opsi perpisahan untuk berjalan masing-masing tidak ada dalam kepalaku. Suatu hari, cukup maklumi saja jika aku merengek karena rindu kehidupan lama dan mengajakmu mengendarai mobil yang biasanya mengangkut hasil kebun ke pasar untuk kembali ke kota. Kenapa? Karena kendaraan yang kunaiki kali ini akan kita jual untuk mengembangkan kebun, membayar upah pekerja, membeli bibit dan pupuk, juga membayar mobil lain yang lebih murah. Aku memandang cincin melingkar di jari manis tangan kananku. Betapa berbelitnya proses hanya untuk menjadikan kita pasangan suami-istri. Aku tidak suka sesuatu yang dipersulit. Sialnya urusanku yang lebih sulit dibandingkan kamu. Ketika sebulan lalu kamu sudah lebih dulu pulang ke desa, aku masih disibukkan dengan penyelesaian berkas-berkas pemberhentian kerja dan lain- lain. Kamu hanya menertawakan nasibku, namun ditutup dengan memelukku dan mengatakan, “Sabar, ya, kamu.” Biarlah kita menjadi contoh bagi mereka yang meragukan. Jika gagal pun relakan saja sebagai bahan tertawaan mereka. Lebih baik puas sambil
  • 51. 51 ditertawakan daripada menyesali waktu yang terbuang karena menuruti kata orang. Jika aku mengatakan ini langsung di telingamu, pasti kamu akan langsung menjewer telingaku karena menganggapku terlalu berlebihan. Bagimu hidupmu dan pilihanmu adalah apa adanya. Jalanan berbatu dan lengket karena hujan menandakan bahwa sebentar lagi aku tiba. Di kanan-kiriku terhampar pohon-pohon cabai dan kentang yang menjadi komoditas utama di wilayah bersuhu dingin ini. Kumatikan pendingin di dalam mobil dan membuka kaca jendelanya. Esok dan seterusnya, kita akan menghabiskan waktu seperti ini dengan segelas kopi dan sepiring singkong rebus buatan Nyai, jika kita sedang tidak turun ke kebun tentunya. Oh iya, kamu masih punya utang mengajarkanku menyemai bibit dan mencangkul tanah. Tampaknya aku akan begitu mencintai tempat ini. Begitulah waktu. Terbang seperti kawanan burung, namun tidak pernah kembali ke bumi. Tidak akan ada kemarin selain kenangan dan pelajaran. Bila ini sebuah kekacauan, maka akan menjadi kekacauan yang menyenangkan. Aku tahu akan masih selalu merepotkanmu untuk membimbingku. Menjadikanku hormat padamu sebagai kepala keluarga di balik kelakuanku yang sulit menerima pendapat berbeda. Aku begitu merindukanmu. Pun ketika kamu menyambutku dengan kaus putih yang dikotori tanah kebun. Maukah kamu sebentar saja melupakan tugasmu sejenak dan menghabiskan waktu untukku saja di sisa sore ini?
  • 52. Kembali ke titik awal, mengenang bahwa kita pernah saling menggenggam tangan bersama penuh keoptimisan. Aku, kamu, dan perahu kita. Kita akan kembali melaju bersama perahu. Perahu yang lebih kuat dibandingkan hanya perahu kertas… (Shopia)
  • 53. Perahu KertasLagu: Maudy Ayunda – Perahu Kertas Perahu Kertas
  • 54. 54 Perahu kertas ku kan melaju , membawa surat cinta bagimu .. kata-kata yang sedikit gila, tapi ini adanya. Perahu kertas mengingatkan ku .. betapa ajaib hidup ini, mencari cari tambatan hati,, kau sahabatku sendiri Hidup kan lagi mimpi-mimpi cinta cinta cita cita yang lama ku pendam sendiri Berduaaaa. Ku bisa percaya…. Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia.. dan kau ada diantara milyaran manusia Dan ku bisa dengar radarku menemukanmu Tiada lagi yang mampu berdiri halangi rasaku cintaku padamu Ku bahagia, kau telah terlahir di dunia dan kau ada diantara milyaran manusia Dan ku bisa dengar radarku menemukanmu Oh bahagia, kau telah terlahir di dunia dan kau ada diantara milyaran manusia Dan ku bisa dengar radarku menemukanmu Ini cerita tentang aku, kamu, sahabat, ayah, dan teman perjalanan berlayar. Suara merdu Maudy Ayunda ini mengalun lambat seolah memanjakan pendengarnya dalam ayunan, membuat Astrid, salah satu anak Sastra Inggris UIN
  • 55. 55 Bandung mudah terlelap dalam kedamaian malam. Setiap harinya lagu Perahu Kertas diulang-ulang. Maklum, sekalian penguatan radar Neptunus, katanya. Suatu malam Jumat, 12 Desember 2013, tak biasanya Astrid tidur lelap. Mungkin karena efek kasur yang lebih nyaman daripada kasur kosannya sendiri. Anak kuliahan lah, sibuk menginap di kosan teman, nyambi ngerjain tugas, katanya. Jumat pagi harinya, seperti biasa dia sambut penuh dengan riang, senang. Tak terlihat di depan orang nampaknya, sosok dia yang sebenarnya penuh dengan tanggungan. Yak, kalau bahagia tidak didefinisikan secara sederhana dengan cara mensyukuri apa yang dipunya, serta berusaha termotivasi untuk menantang hal di depan, kapan bisa bahagianya, tuturnya yang selalu dia sampaikan ke orang- orang. “Astrid... astrid!” Teriakan Gagah muncul dari lorong sebuah ruangan. Gagah, dia datang. Memakai sepeda motor merah, menggunakan helm sporty. Ya, sosok anak karate. Bermata bulat, berkumis cukup lebat, lalu mendekat menawarkan tumpangan. Seperti biasa, pagi-pagi berangkat menuju kampus. Aku selalu diantarkan dia.Sebelumnya,diajakdulukepabrikberas,tempatdimanadiaharusmenunaikan tugasnya terlebih dahulu. Tak hilang dari amatanku, padi kuning yang dijemur di halaman pabrik, siap diolah dipabrik, menjadi bentuk lain. Seringkali aku dilarang untuk mendekat, tapi justru itu, aku jadi tambah ingin semakin mendekat. Kebiasaan mengamati pegawai pabrik dalam mengolah padi, membuat aku jadi lebih memahami tentang beras. Tentang proses produksi, kualitas hasil, serta
  • 56. 56 sebarannya. Beruntung aku dibawakan ke dalam proses di mana aku bisa belajar tentang proses menjadi seorang pengusaha. Darinya, aku belajar banyak. Kami melanjutkan perjalanan menuju kampus. Dia selalu membersamai ku, tanpa pernah aku tahu, dia sedang lelah atau tidak. Dia tidak pernah mengurangi komitmennya sedikitpun. *** Perkuliahan ku jalani seperti biasanya. Tak terasa, aku pun hendak lulus bulan depan. Dia, tak pernah lepas untuk mendukung aku. Dengannya, aku selalu merasakan sebuah ketenangan. Dia tumbuh membersamai aku dalam ketenangan. Hingga suatu sore, aku berbincang berpangku padanya dan kami saling berjabat tangan, penuh kehangatan. “Astrid, kamu pernah belajar tentang jarak, kecepatan, dan waktu?” “Iya, pelajaran fisika SMP itu..” “Kamu mendefinisikan jarak seperti apa?” “Jarak itu ya batas. Ada batas ada jarak.” “Kamu meyakini posisi kita ini berbatas?” “Tidak lah, cinta aku dan kamu tidak pernah berbatas.” “Yakin?” “Kenapa harus ragu? Hhe...” jawabku singkat. “Sudah capek rasanya untuk membersamaimu, kamu keras kepala. Susah untuk menyatakan pisah dengan kamu. Rasanya, sudah ingin menyerah, tak sabaran. Kamu bersama yang lain yang jauh lebih sabar saja ya?”
  • 57. 57 “Maksudnya?” “Sayang, kamu sudah cukup dewasa. Sudah saat nya Ayah bisa merelakan kamu untuk yang lain.” “Maksudnya?” “Iya, Ayah yakin, kekuatan radarmu sangat besar untuk menemukan sahabat yang jauh lebih sabar dan lebih baik”. “Duh Yah, aku rasanya nyanyi lagu nya No Air nih” cetus Astrid sedikit alay. “Udah tau kaaaaan, aku tanpamu butiran debu” “Gini kan kamu, kerasa kepala!” sahut ayah tegas. “Sayang… “ Ayah mulai melepas genggamannya dan mengelus rambut aku yang tergurai lepas. “Jarak, dia akan terdefinisi akan ketergantungan terhadap variabel waktu dan kecepatan. Dia tercipta berbatas, dengan kacamata duniawi yang punya limitasi waktu. Kalau kamu percaya akan akhirat, akhirat tercipta tanpa batasan waktu, dia abadi.” “Iya, iya, lalu?” aku masih termangut tenang dalam pangkuannya. “Ayah nampaknya harus pergi ke suatu tempat lagi, untuk sementara. Dalam perjalanan penantianmu, kelak akan ada sosok yang menemanimu. Sahabat perjalanan, sahabat penantian. Berlayar bersama dalam kemesraan lautan, hanya berdua. Hidup kan lagi mimpi-mimpi cinta cinta cita cita …. Berduaa… percaya ..” Suara ayah mengalun jernih, lambat laun menghilang.. dan “DOR!!”
  • 58. 58 Suara hentakan teman menyadarkan aku dalam mimpiku yang cukup panjang. “Baca novelnya udah sampai mana?” “Sampai membuat perahu. Mungkin perahu kertas,” jawabku seakan masih belum tersadarkan “Hayook, udah mau subuh ni! Belum selesai analisa novelnyaaa.. Jumat pagi ini kan dipresentasikan.” Tersadar terjerumus dalam tidur panjang, dan dia dipertemukan dengan ayahnya dalam impian, Astrid terhentak, memeluk teman di sampingnya. “Aku merindukan dia yang tak berbatas, tentang perahu, perahu kertas, atau mungkin lebih dari itu...” Sontaknya penuh lirih.. “Kamuuuu, ngomong apa toooh? Ngigo ngigo.. ini pasti gara-gara semalaman selama seminggu kamu terhipnotis lagu ini deh...” Tangkap temannya datar, kemudian mematikan lagunya. “Nampaknya kamu bukan dia yang terpilih untuk membersamaiku berlayar di perahu itu deh..” Pungkas Astrid mengakhiri pembicaraan. “Tenaaang sahabat, selama apa yang kamu harapkan adalah kebaikan, kamu bisa dapet perahu yang tidak hanya terbuat dari kertas kok.” Ucap sahabatnya, dengan kembali memeluk erat Astrid. Lihatlah kehidupan Astrid, hidupnya sangat menyenangkan sebenarnya. Banyak orang yang menyayangi dia: keluarga, sahabat, teman seperjuangan, teman se-iman. Walau sering kali dia tidak merasa sempurna dengan ketidakhadiran ayahnya, tapi selalu saja ada momen yang membuat ia bahagia,
  • 59. 59 yakni menyaksikan kehadiran seorang ayah di kehidupannya, seorang sahabat yang setia memahaminya. Sahabat, yang mungkin akan membersamai ia berlayar dalam perahu kecil kehidupannya. *** Sebuah kisah, perjalanan akan sebuah keyakinan bahwasanya perpisahan sebagai proses dipertemukannya kembali. Kembali ke titik awal, mengenang bahwa kita pernah saling menggenggam tangan bersama penuh keoptimisan. Aku, kamu, dan perahu kita. Kita akan kembali melaju bersama perahu. Perahu yang lebih kuat dibandingkan hanya perahu kertas… Layaknya perahu yang sudah diterjang badai ombak laut pasang hingga terdampar di daratan, siklus akan butuh waktu untuk menunggu laut surut hingga kembali pasang, sehingga ombak akan membawanya kembali berlayar. Sementara, ketika perahu dipaksa berlayar saat laut surut, maka setiap dasar perahu mau tak mau akan bergesekan dengan dasar daratan yang kita sendiri tak tahu dasarnya terbentuk seperti apa. Terkecuali jika kita berhasil menciptakan gelombang air yang sama seperti ketika laut sedang pasang, dan untuk menciptakan itu tidaklah mudah. Aku masih butuh kamu untuk menciptakan gelombang itu agar perahu kita masih bisa berlayar walau sudah terdampar ketika pasang. Karena dalam perjalanan kita, hanya ada aku dan kamu. Sudah. Karena juga aku yakin, kamu akan kembali. Akan ada kisah kita di masa depan J
  • 61.
  • 62. Saat saya merasa down, saya akan memutar lagu tersebut dan dalam beberapa saat saya akan tenggelam dalam ekstasi rasa. (Wahyu)
  • 64. 64 M usik memiliki semacam kekuatan magis. Ya, kupikir semua tahu tentang hal itu. Di Indonesian Psychological  Journal (Vol.16 No.3, 2001), Tan Djui menulis bahwa mendengarkan musik bisa meningkatkan semangat kerja tim maupun individual. Musik juga –menurut spring.co.uk- bisa meningkatkan IQ, mempererat hubungan emosional, membantumu mengenang sesuatu, memperkuat mental, dan manfaat-manfaat lain. Dengandampak“semengerikan”itu,rasa-rasanyasayaharusmendengarkan musik dengan bijaksana. Saya harus memilih lagu dengan bijaksana, memfilter lirik dengan hati-hati, dan menentukan irama yang ingin saya dengar dengan seksama. Yah, gue kan nggak mau mendapat risiko aneh-aneh saat mendengarkan musik –misalnya menjadi super galau. Lalu, ini memang saya praktekkan dalam hidup saya. Di folder komputer, ada beberapa lagu yang saya pilih hati-hati untuk menjaga mood saya. Semuanya adalah lagu-lagu yang bersemangat –tidak ada lagu galau. Saat saya merasa down, saya akan memutar lagu tersebut dan dalam beberapa saat saya akan tenggelam dalam ekstasi rasa. Tak lama kemudian, saya akan semangat kembali.  Kesedihan hari ini Bisa saja jadi bahagia esok hari Walau kadang kenyataan Tak selalu seperti apa yang diinginkan  Kan ku ikhlaskan segalanya Keyakinkan ini membuatku bertahan
  • 65. 65  Hidup yang ku jalani, masalah yang ku hadapi Semua yang terjadi pasti ada hikmahnya (Esok Kan Bahagia, Dmassiv)  Pernah merasa kecewa terhadap hidup? Pernah mengalami kegagalan bertubi-tubi, ditolak, dihina, atau terseok karena kesalahan-kesalahan masa lalu? Mungkin tidak akan selesai dengan begitu saja, tapi setidaknya, dengan mendengarkan lirik-lirik yang bagus seperti di atas, kita bisa calm down kembali. Dan mungkin, melangkah sekali lagi. Mimpi adalah kunci Untuk kita menaklukkan dunia Berlarilah tanpa lelah Sampai engkau meraihnya  Laskar pelangi Takkan terikat waktu Bebaskan mimpimu di angkasa Warnai bintang di jiwa  Yah, kawan. Manfaatkaan musik dengan bijak untuk hidupmu. Buang jauh- jauh lagu galau, gak penting itu. Kumpulkan lagu-lagu terbaik yang berbicara tentang rasa syukur, cita-cita, perjuangan, dan sejenisnya. Lagu yang bisa menyenangkan hari, menenangkan hati, menyibak misteri-misteri. Lagu yang bisa membuatmu termenung, terhenyak, tersentak, kemudian merasakan bahwa hatimu penuh oleh cinta.
  • 66.
  • 68. 68 Nurul Najmi. Lahir di kota hujan 23 tahun yang lalu. Sedang menempuh pendidikan master di jurusan Arsitektur Lanskap IPB. Aktif di beberapa komunitas, seperti FIM dan Writinc. Kalau ada anggota komunitas yang nikah, selalu aktif untuk datang kondangan.Tiada rugi menyambung tali silaturahim, prinsipnya. Pecinta kereta, hujan, dan pisang goreng ini menyukai dunia tulis menulis sejak mengikuti ekstrakurikuler Komunikasi dan Jurnalistik saat ia duduk di bangku kelas 4 SD. Sering mengikuti lomba menulis baik fiksi maupun non-fiksi selama periode sekolah. Beberapa kali menjuarai lomba menulis artikel atau karya ilmiah, tetapi kalau dihitung secara persentase, lebih banyak kalahnya daripada menang. Menulis dan menerbitkan buku dan novel adalah salah satu impiannya yang belum terwujud hingga sekarang. Menjadi bagian dari antologi karya ini setidaknya merupakan satu langkah maju untuk karya-karya besar berikutnya. Semoga. More contact: na_polaris@yahoo.com (email) or @na_polaris (twitter) Nurul Najmi
  • 69. 69 Lahir di Ciamis, 24 Oktober 1991. Dia adalah bocah yang rajin. Diantaranya, rajin makan, rajin tidur, dan rajin keramas. Wini adalah perempuan sunda yang hobby nyasar, dan gak berani jalan jauh kalo sendiri. Seumur hidup belom pernah ke Dufan, kalo ke Ancol (udah sekali) dan ga mau lagi ke sana, panas. Kayanya enakan tidur di rumah atau jalan-jalan sendiri ke toko buku, nonton, makan, terus pulang lagi. Oh satu lagi perempuan menakjubkan ini belum pernah ngekost. Winceu juga manusia yang setengah mati seneng waktu antologi pertamanya tercetak. Dengan strategi marketing yang diajarkan oleh dosen kewirausahaan di kampusnya dulu, Alhamdulillah wini berhasil menjual dua buku pada kedua temannya. Dan mereka membeli dengan terpaksa. Eh bukan deng, teman yang satunya lagi mau beli, karena wini membeli buku antologi milik temannya juga. (Intinya mah barter). Namun dia merasa kemampuannya berjualannya lebih jago karena harga antologi miliknya selisih Rp10.000 lebih mahal dari temannya. Hebat kan? Namun karena merasa sudah berhasil, winceu tidak lagi mempraktikan kemampuan marketingnya itu. Dia sangat suka kertas, suka iseng gunting-gunting kertas, dan suka hujan. Sederas apa pun, dia akan lebih memilih basah kuyup daripada harus menunggu hujan reda. Cita-citanya: Bisa terbang. Email: nnie24@gmail.com Facebook: Wini Nurhanifah Tumblr: http://winceustoryteller.tumblr.com/ Wini Nurhanifah
  • 70. 70 Pria berkacamata dan suka bertopi ini bernama lengkap Rahman Asri, namun akrab dikenal dengan ARman. Sosok kelahiran Jakarta,16 Juli 1966 pencinta buku, penikmat musik & movies ini, juga menyukai travelling alabackpacker. Mengenal dunia tulis menulis dari kebiasaaannya menuangkan gagasan, catatan, kejadian dalam bentuk buku harian (diary) maupun laporan perjalanan. Aktivitas menulisnya mulai dipublikasikan saat aktif dalam kegiatan media kampus di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (FISIP-UI). Dalam penulisan kreatif, aktivitas penulis banyak berkaitan dengan dunia jurnalistik, pernah aktif sebagai news director sebuah radio swasta dan pernah menjadi script writer untuk program musik radio syndicated di 18 radio yang tersebar di beberapa kota di Indonesia. Menggeluti dunia praktisi media di bagian analisa data untuk TV programming beberapa station TV swasta nasional : Indosiar, Antv, dan terakhir di GlobalTV. Diantara kesibukan kerja, penulis pernah menjadi editor in chief dan penulis tetap sekaligus anggota redaksi media komunitas Sekolah Alam Indonesia (SAI), Ciganjur pelopor berdirinya sekolah alam pertama di Indonesia. Kini penulis menambah aktivitas rutinnya di dunia kampus sebagai mahasiswa pasca sarjana dan pengajar di bidang komunikasi/broadcast. Untuk tegur sapa bisa melalui surel : arman_ch181b@yahoo.com, atau socmed dengan ID fb ARman Asri , dan ID twitter ARman451 Salam ! Rahman Asri
  • 71. 71 Nama: Aziz Priambodo TTL: Jakarta, 7 Februari 1990 Pekerjaan: karyawan swasta HP: 085693448513 Profil singkat: Aziz adalah lulusan Universitas Indonesia yang kini bekerja di sebuah perusahaan kimia di bilangan Cikarang. Selain bekerja, penulis memiliki hobi bermain bulutangkis, jalan-jalan dan membaca. Saat ini penulis berdomisili di Depok. Aziz Priambodo
  • 72. 72 Desi Mandasari Desi Mandasari. Ikut-ikutan kayak yang lain untuk bilang suka hujan. Mengoleksi serial Detektif Conan dalam bentuk komik cetak walau yang versi online episodenya sudah jauh kemana-mana karena memegang teguh keyakinan bahwa buku yang bisa digenggam lebih asoy! Suka kemana-mana sendiri, mulai makan di foodcourt, ke coffee shop, nonton bioskop, hingga keluar kota sendiri. Jika Anda melihat perempun berkerudung sedang sendiri di tempat-tempat itu, jelas belum tentu itu saya. Menerapkan prinsip bahwa wanita seksi adalah wanita yang mematikan kipas angin dan meraih remote televisi menggunakan kaki. Nggak pinter gambar, nggak bisa main gitar, nggak bisa bawa motor. Terus, aku isone opo? Suka minum green tea latte yang menurut saya adalah minuman dari khayangan saking enaknya. Juga hobi nonton konser, tapi tanpa pakai helm. Terakhir, sedang sibuk terpesona bila melihat penampilan Ryan Lewis dan duo Daft Punk. Twitter: @desimanda Blog: desimanda.tumblr.com E-mail: desimandasari24@gmail.com
  • 73. 73 Salam! Sudah baca tulisan ku? Ngalor ngidul bukan? Hha. Jangankan kamu, aku saja yang menulis tak mengerti dengan tulisannya. #glek. Hanya semacam pencurahan hati, rindu pada “supir” perahunya. Hanya semacam menantang diri menulis karya fiksi. Tantangan yang tidak sengaja tercetuskan dari mentornya, Mas Tasaro GK dalam Writinc Camp. Bukan beliau yang menantang juga sih, tapi ya karena “disudutkan” untuk menyukai fiksi, akhirnya saya menantang diri untuk membuat fiksi singkat ini. Alhasil, ya yayaya.. cukup lah #menghiburdiri Well. Aku, Shopia Mulyani. Sufistik melankolik. Passionate di bidang pendidikan. Kini tengah membangun Hiedu Institute. Passionate dalam berbisnis. Kini tengah dalam pencarian. Passionate dalam membangun masa depan. Kini tengah dalam masa penjajakan :D Salam hangat, salam kenal. Apapun dan siapapun kamu, mari berbagi karya lewat tulisan. Jadikan tulisan hidup dengan banyak pesan. I am the red one ;) Salam Jabat Erat Twitter: @vyaopi Facebook: Shopia Mulyani Shopia Mulyani
  • 74. 74 Wahyu Awaludin, penyuka sastra, penulis prosa. Paling menyukai topik inspirasi dan biografi, paling merasa bodoh di puisi. Tengah menapak satu-persatu tangga mimpinya sambil terus belajar tanpa henti. Mottonya: "Stay Hungry Stay Foolish". Email: wahyu.awaludin@gmail.com Facebook: indonesian_dreams@yahoo.co.id Twitter: @wahyuawaludin Blog: wahyuawaludin.tumblr.com Wahyu Awaludin
  • 75. 75
  • 76. Sekian E-Writinc Edisi #7. Terimakasih telah mendownload dan membaca karya kami. :)
  • 77. E-Writinc Edisi #7 Bagi kamu yang mau dapat ebook #8 dengan tema berbeda, bisa like Fan Page kita atau follow twitter kita untuk mendapatkan info terbaru: Fan Page FB kami: WritInc (https://www.facebook.com/writinc) atau melalui twitter kami @writinc (https://twitter.com/writinc) Oiya, kami juga akan memberikan beberapa merchandise bagi saran, kritik, atau testimoni yang membangun dari temen-temen. Bisa disampaikan lewat Fan Page atau Twitter kita, nge-wall dan mention aja ya :D. Yang terbaik akan diberikan merchandise menarik dari kita lho, kita butuh banget feedback agar kedepannya karya ebook ini makin baik :). Oke, sampai jumpa di Ebook berikutnya. Jangan lupa kasih feedback yaaa...