Seorang anak bernama Buyuang mencari ayahnya yang bernama Anggang, raja lanun yang terkenal. Ia pergi ke Malaka dan bertemu seorang kuli yang membawanya bertemu dengan seorang tua. Namun, mereka ditangkap oleh Syahbandar karena dicurigai mengetahui keberadaan Anggang. Buyuang terluka dan bermimpi bertemu Anggang, tetapi tersadar ia hanya bermimpi dan masih berada di rumahnya.
Cerita ini menceritakan perjalanan seorang anak muda bernama Buyuang yang mencari ayahnya, Anggang, seorang raja lanun yang terkenal. Buyuang mengalami berbagai pengalaman dan rintangan dalam pencariannya, termasuk ditangkap oleh Syahbandar karena diduga mengetahui keberadaan Anggang. Akhirnya Buyuang bertemu dengan ayahnya dalam mimpi, di mana Anggang mengatakan takdir Buyuang adalah menjadi ra
Cerita ini menceritakan tentang rombongan penduduk yang dipimpin oleh Datuk Sipasan yang sedang dalam perjalanan untuk pindah ke Luhak Tanah Datar. Mereka harus melewati Bukit Tambun Tulang yang terkenal berbahaya karena dihuni oleh penyamun. Saat melewati bukit itu, mereka diserang oleh penyamun yang dipimpin oleh seorang lelaki besar. Terjadi perkelahian antara rombongan Datuk Sipasan melawan
1. Si Luncai hampir dibunuh karena menyamakan raja dengan ayahnya, tetapi berhasil meloloskan diri dengan tipu muslihat menggunakan labu dan nyanyian.
2. Si Luncai kemudian menipu pertanda yang hendak membunuhnya dengan berpura-pura menjadi saudagar India.
3. Si Luncai berhasil meloloskan diri dan merencanakan tipu daya untuk membalas dendam terhadap raja.
Cerita rakyat Hikayat Tanjung Lesung menceritakan perjalanan Raden Budog yang mengembara dari Laut Selatan untuk mencari gadis pujaan yang muncul dalam mimpinya. Setelah mengalami berbagai petualangan seperti kelelahan, kehausan, dan badai, akhirnya Raden Budog tiba di sebuah desa dan bertemu dengan Sri Poh Haci yang ternyata mirip dengan gadis dalam mimpinya.
Cerita rakyat tentang legenda Aryo Menak dari Madura yang jatuh cinta pada bidadari yang sedang mandi di danau. Ia mencuri selendang si bidadari sehingga bidadari itu tidak bisa terbang dan harus tinggal bersama Aryo Menak. Namun sihir si bidadari sirna setelah Aryo Menak mengintip proses memasaknya.
Cerita ini menceritakan perjalanan seorang anak muda bernama Buyuang yang mencari ayahnya, Anggang, seorang raja lanun yang terkenal. Buyuang mengalami berbagai pengalaman dan rintangan dalam pencariannya, termasuk ditangkap oleh Syahbandar karena diduga mengetahui keberadaan Anggang. Akhirnya Buyuang bertemu dengan ayahnya dalam mimpi, di mana Anggang mengatakan takdir Buyuang adalah menjadi ra
Cerita ini menceritakan tentang rombongan penduduk yang dipimpin oleh Datuk Sipasan yang sedang dalam perjalanan untuk pindah ke Luhak Tanah Datar. Mereka harus melewati Bukit Tambun Tulang yang terkenal berbahaya karena dihuni oleh penyamun. Saat melewati bukit itu, mereka diserang oleh penyamun yang dipimpin oleh seorang lelaki besar. Terjadi perkelahian antara rombongan Datuk Sipasan melawan
1. Si Luncai hampir dibunuh karena menyamakan raja dengan ayahnya, tetapi berhasil meloloskan diri dengan tipu muslihat menggunakan labu dan nyanyian.
2. Si Luncai kemudian menipu pertanda yang hendak membunuhnya dengan berpura-pura menjadi saudagar India.
3. Si Luncai berhasil meloloskan diri dan merencanakan tipu daya untuk membalas dendam terhadap raja.
Cerita rakyat Hikayat Tanjung Lesung menceritakan perjalanan Raden Budog yang mengembara dari Laut Selatan untuk mencari gadis pujaan yang muncul dalam mimpinya. Setelah mengalami berbagai petualangan seperti kelelahan, kehausan, dan badai, akhirnya Raden Budog tiba di sebuah desa dan bertemu dengan Sri Poh Haci yang ternyata mirip dengan gadis dalam mimpinya.
Cerita rakyat tentang legenda Aryo Menak dari Madura yang jatuh cinta pada bidadari yang sedang mandi di danau. Ia mencuri selendang si bidadari sehingga bidadari itu tidak bisa terbang dan harus tinggal bersama Aryo Menak. Namun sihir si bidadari sirna setelah Aryo Menak mengintip proses memasaknya.
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasuarvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mh kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mh
DOA EMAK UNTUK ASA.
Sesungguhnya hidup itu memang indah... setidaknya itulah yang aku rasakan dalam dekapan Emak yang selalu hangat.
Asa kecil tak pernah jauh dari Emak yang mengasuhnya dengan penuh kasih sayang dan cinta seorang diri. Namun, saat beranjak dewasa, karena tuntutan keadaan yang mengharuskan Asa untuk berjuang pergi meninggalkan Emak dan hidup berdikari di negeri orang.
“Ketika doa Emak, perjuangan yang meneteskan air mata demi Asa,
Ketika cinta Emak, menguatkan alang rintang pada Asa”.
Cerita rakyat Jaka Tarub menceritakan kisah Jaka Tarub yang kehilangan ibunya. Ia kemudian bertemu Nawang Wulan, seorang bidadari yang terpisah dari saudara-saudaranya. Mereka jatuh cinta dan menikah meskipun ada yang iri dengan hubungan mereka.
Pentas seni tahunan di pesantren Al-Azhar terpaksa ditunda karena hujan deras. Namun pada hari berikutnya pentas dilaksanakan dengan sukses dan dihiasi oleh pelangi indah sebagaimana yang diramalkan oleh sahabat Syifa, Rubby. Kejadian itu menunjukkan kuasa dan keindahan Allah.
Dokumen tersebut membahas tentang Subagio, seorang sastrawan Indonesia. Ia lahir di Madiun pada 1924 dan meninggal di Jakarta pada 1995. Subagio merupakan dosen, penyair, penulis cerpen dan esai, serta kritikus sastra. Karya-karyanya meliputi cerpen dan puisi yang menggambarkan manusia dan nafsu mereka. [/ringkasan]
Cerita ini menceritakan tentang seorang pria tua bungkuk dan istrinya yang berusaha menyeberang sungai. Mereka bertemu dengan seorang Bedawi yang berniat menipu istri pria tua tersebut dengan mengatakan air sungai dalam. Akhirnya kisah ini dipecahkan oleh Masyhudulhakk yang mengetahui siapa pelaku pengkhianatan sebenarnya."
Tiga kalimat ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
Bido adalah tetangga yang pernah membantu si penulis saat kecil dengan menemaninya menonton wayang dan membalas dendam atas kekalahannya di turnamen catur, meskipun hubungan mereka tidak terlalu dekat. Si penulis ingin membalas budi Bido dengan membantunya mengerjai orang yang pernah menjebloskan Bido ke penjara dengan merusak kolam ikan milik orang tersebut
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Cerita pendek ini menceritakan tentang kelompok laki-laki di desa yang kekurangan pangan. Mereka menemukan gundukan tanah di Bukit Sungsang yang bisa dimakan. Awalnya mereka makan tanah itu untuk mengganjal perut, namun kemudian menjadikannya sumber pangan utama. Suatu hari, mereka dilarang mengambil tanah itu karena merupakan pertambangan negara. Cerita berakhir dengan niat penulis yang ingin meneliti
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Cerita pendek ini menceritakan tentang Carter, seorang penata rias yang bekerja untuk sutradara Hollywood bernama Michael. Carter selalu diganggu oleh penjual bunga Meksiko ketika sedang makan malam dengan Michael. Ia mulai membenci penjual bunga tersebut dan berharap dapat menjadi bintang film daripada hanya menjadi penata rias. Carter kemudian berencana untuk membunuh Michael agar dapat menjadi produser film sendiri.
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasuarvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mh kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mh
DOA EMAK UNTUK ASA.
Sesungguhnya hidup itu memang indah... setidaknya itulah yang aku rasakan dalam dekapan Emak yang selalu hangat.
Asa kecil tak pernah jauh dari Emak yang mengasuhnya dengan penuh kasih sayang dan cinta seorang diri. Namun, saat beranjak dewasa, karena tuntutan keadaan yang mengharuskan Asa untuk berjuang pergi meninggalkan Emak dan hidup berdikari di negeri orang.
“Ketika doa Emak, perjuangan yang meneteskan air mata demi Asa,
Ketika cinta Emak, menguatkan alang rintang pada Asa”.
Cerita rakyat Jaka Tarub menceritakan kisah Jaka Tarub yang kehilangan ibunya. Ia kemudian bertemu Nawang Wulan, seorang bidadari yang terpisah dari saudara-saudaranya. Mereka jatuh cinta dan menikah meskipun ada yang iri dengan hubungan mereka.
Pentas seni tahunan di pesantren Al-Azhar terpaksa ditunda karena hujan deras. Namun pada hari berikutnya pentas dilaksanakan dengan sukses dan dihiasi oleh pelangi indah sebagaimana yang diramalkan oleh sahabat Syifa, Rubby. Kejadian itu menunjukkan kuasa dan keindahan Allah.
Dokumen tersebut membahas tentang Subagio, seorang sastrawan Indonesia. Ia lahir di Madiun pada 1924 dan meninggal di Jakarta pada 1995. Subagio merupakan dosen, penyair, penulis cerpen dan esai, serta kritikus sastra. Karya-karyanya meliputi cerpen dan puisi yang menggambarkan manusia dan nafsu mereka. [/ringkasan]
Cerita ini menceritakan tentang seorang pria tua bungkuk dan istrinya yang berusaha menyeberang sungai. Mereka bertemu dengan seorang Bedawi yang berniat menipu istri pria tua tersebut dengan mengatakan air sungai dalam. Akhirnya kisah ini dipecahkan oleh Masyhudulhakk yang mengetahui siapa pelaku pengkhianatan sebenarnya."
Tiga kalimat ringkasan dari dokumen tersebut adalah:
Bido adalah tetangga yang pernah membantu si penulis saat kecil dengan menemaninya menonton wayang dan membalas dendam atas kekalahannya di turnamen catur, meskipun hubungan mereka tidak terlalu dekat. Si penulis ingin membalas budi Bido dengan membantunya mengerjai orang yang pernah menjebloskan Bido ke penjara dengan merusak kolam ikan milik orang tersebut
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Cerita pendek ini menceritakan tentang kelompok laki-laki di desa yang kekurangan pangan. Mereka menemukan gundukan tanah di Bukit Sungsang yang bisa dimakan. Awalnya mereka makan tanah itu untuk mengganjal perut, namun kemudian menjadikannya sumber pangan utama. Suatu hari, mereka dilarang mengambil tanah itu karena merupakan pertambangan negara. Cerita berakhir dengan niat penulis yang ingin meneliti
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Cerita pendek ini menceritakan tentang Carter, seorang penata rias yang bekerja untuk sutradara Hollywood bernama Michael. Carter selalu diganggu oleh penjual bunga Meksiko ketika sedang makan malam dengan Michael. Ia mulai membenci penjual bunga tersebut dan berharap dapat menjadi bintang film daripada hanya menjadi penata rias. Carter kemudian berencana untuk membunuh Michael agar dapat menjadi produser film sendiri.
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
1. Nadia merasa cemburu karena televisi telah merebut perhatian putrinya, Anjeli.
2. Nadia berusaha merebut Anjeli dari pelukan televisi dengan mendongengkan kisah Malin Kundang.
3. Meskipun Anjeli tertidur, televisi terus menayangkan berita kekerasan ketika Nadia tiba di rumah malam itu.
Sepasang mata yang menyimpan duka mengisahkan tentang pertemuan seorang pengembara dengan seorang wanita di sebuah desa terpencil. Sepasang mata wanita itu menyimpan kesedihan yang membuat si pengembara tak tega meninggalkannya sendirian. Cerita wanita itu akhirnya membuat si pengembara terbawa perasaan dan menetap di desa itu untuk sementara waktu.
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum., arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, Landjono bersama Arvinoor Siregar dan 1 orang lainnya, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
Perempuan ini bertelur seperti unggas setelah terdampar di sebuah pulau terpencil. Dia melahirkan telur-telur dan mengeraminya. Keturunannya mulai berkembang biak di pulau itu. Perempuan tua ini kesepian karena tidak mengingat masa lalunya dan anak-anaknya pun tidak mengenalinya.
Cerita ini menceritakan perjalanan seorang anak muda bernama Buyuang yang mencari ayahnya, Anggang, seorang raja lanun yang terkenal. Buyuang pergi ke Malaka dan bertemu dengan seorang kuli angkut. Ia kemudian ditangkap oleh Syahbandar karena diduga mengetahui keberadaan Anggang. Setelah itu, Buyuang terbangun dan menyadari bahwa semua yang dialaminya hanyalah mimpi.
Dilarang menjala ikan di hari sabtu (denny prabowo)Andri Goodwood
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mh , arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mh
Cerita ini menceritakan tentang seorang lelaki asing yang terdampar di sebuah pulau. Ia mengajarkan penduduk pulau tentang agama dan larangan menjala ikan pada hari Sabtu. Namun penduduk pulau tidak memperdulikannya dan tetap menjala ikan pada hari Sabtu. Akibatnya, semua ikan mati dan penduduk pulau dihukum menjadi monyet. Kini pulau itu dikenal sebagai Pulau Monyet. Cerita
Cerita pendek ini menceritakan tentang seorang perempuan yang jatuh cinta pada pemilik sebuah bar di dermaga Melbourne. Ia menikmati waktunya di dermaga itu sambil mengamati laut dan berkenalan dengan pemilik bar. Namun kemudian pemilik bar menghilang tanpa jejak dan muncul orang asing lain di bar itu.
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang sedang berada di Dermaga Docklands di Melbourne. Ia jatuh cinta dengan pemilik sebuah Fish Bar di dermaga tersebut yang memiliki mata biru. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di dermaga sambil minum bir. Namun kemudian pemilik Fish Bar menghilang tanpa jejak dan digantikan oleh pria bermata kenari yang membuat perempuan itu merasa bersalah.
Cerpen ini menceritakan tentang seorang perempuan yang jatuh cinta pada pemilik sebuah bar di tepi dermaga di Melbourne. Ia menikmati waktu bersama laki-laki tersebut, namun akhirnya merasa curiga ketika laki-laki itu menghilang tanpa kabar dan digantikan oleh laki-laki lain di bar yang sama.
Tenggelamnya kapal van der wijck hamkaSyamsul Noor
Cerita ini menceritakan tentang seorang anak muda bernama Zainuddin yang tinggal di kota Mengkasar. Ia teringat pesan ayahnya sebelum meninggal yang mengatakan bahwa tanah kelahirannya sebenarnya jauh di seberang laut, bukan di Mengkasar. Cerita kemudian memfokuskan pada asal usul Zainuddin, di mana ayahnya bernama Pandekar Sutan yang berasal dari desa di Padang Panjang. Pande
Cerita ini menceritakan tentang seorang anak muda bernama Zainuddin yang tinggal di kota Mengkasar. Zainuddin merupakan anak yatim piatu yang ayahnya berasal dari negeri jauh di seberang laut. Zainuddin teringat pesan ayahnya sebelum meninggal tentang tanah air aslinya yang jauh lebih indah dari Mengkasar. Cerita kemudian membawa pembaca kembali ke masa lalu, dimana seorang
Cerita ini menceritakan tentang sepasang pemuda dan gadis yang sedang makan di restoran tepi danau. Mereka melihat seorang petani tua dikejar oleh dua pria bersenjata. Petani itu terluka dan ketakutan. Pemuda dan gadis pun memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut.
Syair ini memberikan nasihat kepada pembaca untuk mempersiapkan diri seperti mempersiapkan sebuah perahu untuk berlayar. Perahu melambangkan tubuh manusia yang hanya sementara, sedangkan laut melambangkan kehidupan di dunia. Pembaca diajak untuk melengkapi diri dengan ilmu, iman, dan amal shaleh agar terhindar dari bahaya di dunia dan akhirat serta dapat mencapai surga kelak.
Cerita ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Agung yang jatuh cinta pada Riana, gadis cantik di desanya. Agung merasa senang ketika Riana tersenyum padanya suatu sore. Namun, ketika Agung pulang kampung setelah bekerja di kota, ia mendapati bahwa sahabatnya, War, juga menyukai Riana. Hal ini membuat Agung marah pada War. Selain itu, cerita ini juga menyinggung tentang Nur, gadis lain yang disuk
1. Seorang putri suka berendam di telaga dan lupa tujuan awalnya mengambil bunga teratai untuk menyembuhkan ibunya. 2. Raja marah dan mengutuk putrinya menjadi bunga teratai. 3. Bunga teratai diambil dan disebarkan, menyembuhkan penyakit di kerajaan.
Sin Liong dan Swat Hong kembali ke Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, tetapi mereka disambut dengan kemarahan Raja Han Ti Ong yang menuduh mereka berzinah. Raja pun memukuli Sin Liong dan Swat Hong, sementara Permaisuri The Kwat Lin semakin menyulut amarah Raja dengan fitnah dan tuduhan. Sin Liong berusaha membela Swat Hong namun pukulan Raja semakin menjadi.
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
arvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh mharvinoor, arvinoor siregar, arvinoor siregar sh, arvinoor siregar sh mh, kasus arvinoor siregar, kasus arvinoor siregar sh, kasus arvinoor siregar sh
1. Riau Pos
Minggu, 13 Januari 2008
Anggang dari Laut
Cerpen: Pinto Anugrah
"Pergilah! Ikuti aliran batang Kuantan itu, kelak kau akan bertemu ujungnya, di mana air
akan terasa asin di lidahmu. Muara dengan riak ombak yang mendesir, nyanyian yang
mendayu-dayu, yang membuat hati pilu dan layu. Ya, di sanalah tanah Melayu. Carilah
ayahmu! Ia berdiam di laut yang sedidih hingga teratak berair hitam, tempat buaya putih
tengkuk. Anggang, itulah nama ayahmu, terkenal dengan julukan ‘Anggang dari Laut’!"
Mengiang, kata-kata itu mengiang. Tertanam di tubuhku yang paling dalam. Masuk ke
darah, mengalir, setiap persendian, ngilu, dan pilu. Menjadi dayung setiap pelayaranku.
"Ingat, Buyuang! Kau bukan lagi anak dari seorang putri raja dengan ibu bernama Puti
Jamilan. Kini, kau hanya seorang anak rantau yang mencari penghidupan baru di tanah
seberang. Layarilah penghidupanmu, kini kau punya kapal sendiri yang bebas kau kayuh ke
samudra manapun."
Sebuah kapal dagang baru saja melempar jangkar. Petang di bandar Malaka tak
menyurutkan hiruk-pikuknya sebagai bandar dagang yang sangat ramai. Kapal-kapal silih
berganti menurunkan dan menaikkan jangkarnya. Barang-barang dagang tak habis-habisnya
turun dan naik dari kapal-kapal.
"Apa yang kau lamunkan, Bujang?"
Aku tak menyangka ia akan menyapaku juga. Sedari tadi kuperhatikan ia sibuk
menyelesaikan pekerjaannya; mengangkuti peti-peti lada yang hendak diperdagangkan. Ia
seorang kuli angkut di bandar ini, aku mengenalnya pagi tadi di kedai kopi sudut bandar.
"Saya hendak sangat berlayar."
Ia tertawa, lepas, keras sekali. Hingga orang-orang pun menoleh, kami jadi pusat perhatian.
"Ke mana kau akan berlayar, Bujang?"
"Entahlah. Ke mana gelombang akan membawa."
"Kau masih terlalu mentah. Kau tahu, di laut lepas sana lanun-lanun berkeliaran.
Membidikkan meriamnya ke setiap kapal dagang yang lewat. Sanggup kau
menghadapinya?"
Aku tercenung, kemudian mengangkat kepala kembali. "Boleh saya tanya sesuatu."
"Apa yang hendak kau tanyakan?"
"Kau tahu di mana letaknya laut yang sedidih?"
Ia terkesiap, seketika ia hentikan pekerjaannya. Dan langsung berlari, menghilang di balik
kerumunan orang. Bandar sangat ramai, aku tak dapat melihat ke arah mana ia lari. Tinggal
rasa heranku.
Kembali aku termenung di ujung bandar, menatap laut lepas, dan sesekali pikiranku
2. melayang entah ke mana. Tak lama ia kembali, namun kali ini ia tak sendiri. Di
belakangnya seorang tua mengikuti. Air mukanya jernih. Bawaannya sangat tenang.
Tampaknya ia seorang tua yang sangat dihormati dan jadi kaul tempat bertanya. Ia
menghampiriku, sangat dekat, memandang lekat-lekat.
Ia berkata setengah berbisik, "Siapa yang kau cari, anak dagang?"
Aku memandang wajahnya yang teduh itu. "Anggang!"
Tampak ia terkejut, namun keterkejutannya itu dapat ia redam dengan bijak sebagai
seorang tua. "Dari mana kau tahu keberadaan Anggang? Hanya orang-orang yang telah
lama berlayar dan lanun-lanun yang tahu akan keberadaan Anggang."
"Aku anak Anggang!"
Kali ini keterkejutannya tak dapat ia sembunyikan. Ia terdiam, beberapa saat.
"Sebaiknya kau, anak dagang, cepat pergi dari sini! Jika Syahbandar tahu, kau bisa
dirantai."
Kawanku, kuli angkut, turut mengangguk. Mengiyakan. Meyakinkanku.
Dan orang tua itu tampak memandang lurus ke depan, seolah pandangannya dapat
menembus luas lautan. "Datang juga masa itu!"
***
Ruang ini gelap sekali, tak ada cahaya masuk sedikit pun. Aku tersandar di dinding batu
yang lembab dengan kaki terantai dan terpasung ke dinding. Kepalaku terasa berat, tak lagi
berasa apa-apa. Hanya darah dingin yang mulai membeku terasa di bibirku yang sembab.
"Asin," umpatku, "Seasin air laut..."
Tak dapat kuingat dengan jelas, kejadian itu berlalu begitu cepat. Menghantamku, membuat
segala yang ada di sekitarku mengelam. Kelam.
Tiba-tiba saja ia telah berada di belakangku dengan para hulubalangnya. Mereka langsung
menyekap dan merantaiku. Kawanku—kuli angkut itu, tak dapat berbuat apa-apa, hanya
memandang nanar ke arahku. Sedangkan orang tua itu, ia tersenyum, senyum yang lepas,
"tidak apa, ikuti saja mereka! Itulah jalan untuk bertemu ayahmu!" Kemudian ia
menghilang di antara kerumunan orang yang menonton.
Aku dibawa ke sudut bandar, seperti sebuah gudang, tapi aku yakin ini bukanlah sebuah
gudang. Di dalam gelap, hanya bayangan garis wajah mereka yang dapat kutangkap dengan
mata.
"Kau dari mana?"
"Siak!"
Sesuatu mendarat di kepalaku. Begitu keras. Membuat pandanganku mengabur. Dan benar-benar
kelam.
***
3. "Tukar kebebasanmu dengan Pedang Sijanawi!"
Ia duduk berhadap-hadapan denganku. Sebuah meja Turki memisahkan. Tampangnya
begitu dingin, walau airmukanya kelihatan bersih. Aku tak mengenalnya.
"Aku tidak tahu pedang apa itu, lagipula aku tidak punya pedang satu pun apalagi pedang
yang kau sebutkan tadi."
Tawanya langsung meledak seperti muncung meriam. Aku tak mengerti apa yang
ditertawakannya. "Bodoh! Aku tidak menyangka ia punya anak sebodoh ini."
Orang-orang yang berdiri di sudut ruangan itu pun ikut tertawa.
"Tidak perlu kau tahu pedang apa itu, cukup kau beritahu di mana keberadaan ayahmu,
maka kau bebas!"
"Di laut yang sedidih." Aku menjawabnya cepat.
Ia lalu mengambil sebuah peti dan meletakkannya di atas meja Turki itu. Dikeluarkannya
sebuah peta yang tampak sudah usang dan dikembangkannya seperti mengembangkan layar
kapal ke hadapanku.
"Tunjukkan! Di mana laut yang sedidih itu!"
Aku sama sekali tak mengerti membaca peta. Yang kulihat hanya garis-garis hitam yang
tebal dan pada bagian tertentu terdapat garis tipis mengiris. Dan tulisan, tulisan Arab tanpa
baris, aku dapat membacanya sedikit-sedikit walau masih terbata-bata. Kutelusuri tulisan
itu dengan berusaha membacanya satu persatu.
"Inuk." Kutunjuk sebuah tempat yang dengan mudah dapat kubaca di peta.
Ia langsung tercenung, semua tercenung.
"Inuk?"
"Bukankah Inuk wilayah kekuasaan raja-raja Bugis di Lingga?"
"Kita tidak bisa masuk ke dalamnya."
"Jika tetap masuk kita akan berperang dengan Bugis-bugis itu."
"Saya tidak percaya Anggang berada di Inuk, Syahbandar."
"Kenapa kau tidak percaya?"
"Kita lupa, ia itu Raja Lanun yang diburu muncung meriam raja-raja Melayu dan dibenci
oleh raja-raja Bugis. Tidak mungkin dengan mudahnya ia memberitahukan keberadaannya
pada orang-orang, bahkan kepada anak dan istrinya sekalipun."
Syahbandar langsung memukul meja di hadapanku.
"Budak ini mencoba menipu kita!"
Sebuah benda keras lagi-lagi dihantamkannya ke kepalaku. Membuatku tersungkur ke
4. meja, darah segar langsung keluar mengalir dengan deras menggenangi meja buatan Turki
itu, membentuk lautku sendiri. Tiba-tiba aku seperti tersadar, inikah laut yang sedidih itu?
Mana mungkin, aku menepis pikiran itu.
Samar-samar aku masih mendengar amarah mereka.
"Buang budak ini ke air, biar muara Kampar menguliti tubuhnya, dicabik-cabik buaya.
Tidak ada gunanya budak ini di atas kapal kita."
"Huh, Anggang, Raja Lanun yang menyimpan pusaka segala lanun yang benar-benar licik
dan licin. Tidak salah ia dinamakan dengan Anggang, mendengarnya saja sudah bikin gatal
seluruh badan apalagi kalau menyentuhnya."
***
"Bangun! Bangunlah, Anakku!"
"Kaukah itu Ayahku? Kaukah itu Anggang?"
"Ya, inilah bentuk wujudku. Ternyata kau sudah besar, Buyuang. Tanggalkanlah nama
kecilmu itu! Sekarang kau bernama Tun Bujang yang akan mewarisi segalanya dariku."
"Di mana? Di mana kau, Ayah?"
"Ada di hatimu."
"Hatiku jauh kutinggalkan bersama Ibu, sebagai kawan sepinya untuk bersenandung."
"Telah kujemput dengan pusakamu Yamtuan Raja Kecik dan pedang Sapu Rajab, serta cap
kuasa atas segala selat dan pesisiran."
"Kita pernah bertemu. Bukankah kau yang di bandar tempo hari?"
"Ya, bentuk lain dari penyamaranku."
"Di mana aku saat ini?"
"Ada dalam dirimu."
"Seperti kabut kau buat segalanya kabur. Tidakkah aku sekarang berada di laut yang
sedidih hingga teratak berair hitam, tempat buaya putih tengkuk?"
"Tidak. Itupun lebih dikaburkan. Kenapa kau datang ingin menemuiku?"
"Ibu sudah sangat rindu kepadamu. Aku ingin membawamu menemui Ibu."
"Laut telah mengikatku!"
"Ayah!"
"Dan suatu saat kau pun akan diikat laut!"
"Ayah!"
5. "Sudah takdirmu kau akan menjadi Raja Lanun dan memegang pusaka pedang Sijanawi!"
"Ayah!"
"Salamku untuk ibumu!"
"Ayah!"
"Bangun! Bangunlah, anakku!
"Oh, di mana aku?"
"Di rumah. Kau terbawa arus sungai, untung tersangkut akar bakau, kalau tidak mungkin
kau akan digulung arus bendungan dan pulang namanya saja."
"Ayah! Di mana Ayah? Ayah!"
"Ayahmu belum pulang menangkap ikan sejak pagi."
"Bagaimana aku menyusuri Kampar, Ibu? Batang Kampar telah dibendung, air
menggenang membuat danau. Bagaimana caranya aku sampai ke laut. Dan Ayah,
bagaimana dengan Ayah?"
"Kau bicara apa?"
"Laut yang sedidih hingga teratak berair hitam, tempat buaya putih tengkuk. Di mana itu,
Ibu?"
"Bangunlah, Buyuang! Sadarlah!"
"Anggang, ya, Anggang. Itukah nama Ayah, Bu?"
"Rupanya benturan di kepalamu cukup keras, hingga kau menceracau tidak karuan!"
"Ayah! Kita tidak akan ketemu Ayah lagi, Bu!"***
Kandangpadati, 0705 – 09
6. "Sudah takdirmu kau akan menjadi Raja Lanun dan memegang pusaka pedang Sijanawi!"
"Ayah!"
"Salamku untuk ibumu!"
"Ayah!"
"Bangun! Bangunlah, anakku!
"Oh, di mana aku?"
"Di rumah. Kau terbawa arus sungai, untung tersangkut akar bakau, kalau tidak mungkin
kau akan digulung arus bendungan dan pulang namanya saja."
"Ayah! Di mana Ayah? Ayah!"
"Ayahmu belum pulang menangkap ikan sejak pagi."
"Bagaimana aku menyusuri Kampar, Ibu? Batang Kampar telah dibendung, air
menggenang membuat danau. Bagaimana caranya aku sampai ke laut. Dan Ayah,
bagaimana dengan Ayah?"
"Kau bicara apa?"
"Laut yang sedidih hingga teratak berair hitam, tempat buaya putih tengkuk. Di mana itu,
Ibu?"
"Bangunlah, Buyuang! Sadarlah!"
"Anggang, ya, Anggang. Itukah nama Ayah, Bu?"
"Rupanya benturan di kepalamu cukup keras, hingga kau menceracau tidak karuan!"
"Ayah! Kita tidak akan ketemu Ayah lagi, Bu!"***
Kandangpadati, 0705 – 09