SlideShare a Scribd company logo
BAB II
                                LANDASAN TEORITIS



2.1.   Pengertian Suporter

       Di setiap bidang olahraga menghadirkan hal-hal menarik yang disukai
masyarakat. Dari cabang sepakbola,bola basket, bola voli, bulu tangkis, dan cabang-
cabang yang lainnya pasti digemaridan mendukung tim cabang olahraga
tersebut,mereka inilah yang disebut suporter. Suporter dalam pengertian Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang yang memberi dukungan,sokongan
dalam berbagai bentuk di situasi tertentu. Suporter biasanya memiliki cara-cara
dalam mendukung tim kesukaannya, seperti bernyanyi-nyanyi menyuarakan
dukungannya. Suporter dalam sutu pertandingan pun memiliki peran yang cukup
penting. Suporter seakan membuat pemain menunjukan permainan yang terbaik.
Maka dari itu tidak jarang tim yang didukung suporter mampu meraih kemenangan.
Jadi suporter pun memiliki peran penting dalam cabang olahraga.

2.2.   Perbedaan Antara Penonton dan Suporter Sepakbola

       Secara   harfiah,   istilah   ―penonton‖   berasal   dari awalan pe- dan      kata
kerja tontondalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang
melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka
penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan.

       Sementara itu menurut akar katanya, kata ―suporter ― berasal dari kata kerja
(verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To supportartinya
mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat
diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan.

       Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‗penonton‘ dan
‗suporter‘ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut
digunakan dalam persepakbolaan. Penonton adalah orang yang melihat atau
menyaksikan     pertandingan     sepakbola,   sehingga      bersifat   pasif.   Sementara
itusuporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di
lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh
perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim.

       Dalam pemakaian awam, kedua kata tersebut seringkali saling mengganti
dalam pemaknaannya. Makna saling mengganti ini bisa ditemui di tulisan Maksum
dan Suyanto (1991) ataupun dalam berbagai tulisan di media massa. Penelitian ini
memilih kata penonton untuk menjelaskan orang yang menyaksikan maupun
memberikan dukungan pada suatu tim.

       Terdapat tiga alasan dasar pemakaian istilah penonton pada kajian ini.
Pertama, ‗penonton‘ maknanya lebih luas daripada ‘suporter‘, artinya setiap suporter
adalah penonton, sebaliknya tidak semua penonton itu suporter. Kedua, tidak
semua ‘suporter‘ yang mendukung tim kesayangan dalam suatu pertandingan
menggunakan atribut tim yang didukungnya, sehingga sulitlah bila mengidentifikasi
apakah seseorang sebagai penonton atau sebagai suporter. Ketiga, baik penonton
maupun suporter juga bisa melakukan tindakan agresi ketika berada dalam suatu
situasi dan kondisi lingkungan tertentu (Suryanto, 1996).

       Selain penonton dan suporter, istilah lain juga muncul berkenaan dengan
sebutan terhadap sekelompok orang yang sedang menyaksikan pertandingan
sepakbola. Bersumber dari sejumlah terbitan surat kabar di Surabaya maupun
tulisan hasil penelitian sejumlah ahli, peneliti melansir adanya beberapa istilah
untuk penonton sepakbola, seperti istilah tifosi dari Italia, torsedor dari Amerika
Latin, istilah bonek serta boling dari Surabaya.

       Tifosi berarti pendukung fanatik dalam sepakbola Italia (Dal-Lago & De
Biasi, 1994), begitu      pula   halnya dengan      istilah torsedor. Sementara itu
istilah bonekdan boling merupakan singkatan atau akronim dari kata ‘bondho nekat‘
dan ‗bondho maling‘.

       Istilah ‘bonek‘ dari sisi semantik memiliki makna yang netral dan tidak
memiliki tendensi perilaku yang negatif. Orang yang memiliki sifat ‗bondho nekat‘
menunjukkan motivasi yang tinggi dan keberanian untuk mencapai suatu tujuan
walaupun tidak memiliki bekal yang cukup. Dalam perkembangannya peran media
sangat besar dalam mensosialisasikan istilah ini. Istilah bonek kemudian menjadi
sifat yang dimiliki oleh suporter yang ingin menonton dan mendukung suatu
kesebelasan sepakbola.
Perkembangan makna istilah bonek berikutnya adalah menggambarkan
sekelompok penonton sepakbola yang biasanya selalu membuat ulah dan keributan,
baik di luar ataupun di dalam lapangan atau stadion. Para bonek biasanya hanya
berbekal lima ratus hingga dua ribu rupiah atau kurang dari biaya yang dibutuhkan
untuk ongkos berangkat dan pulang dari stadion serta untuk membeli tiket masuk
stadion. Bila berangkat ke stadion seringkali bonek ini mencari tumpangan umum
seperti truk terbuka atau pick-up atau mencegat kereta api yang sedang lewat.
Caranya masuk ke stadion, bonek ini ada yang minta uang untuk beli karcis, ada
yang tanpa bayar. Ada yang minta belas kasihan penjaga pintu stadion. Ada yang
masuk      dengan memanjat        dinding    stadion atau menunggu      jebolnya   pintu
stadion.

      Sementara itu istilah       ‘boling‘   muncul setelah   terjadi   keributan antar
penonton sepakbola saat kesebelasan Persebaya             bertanding dengan Persita
Tangerang pada 17/3/1997. Label ini diberikan oleh Walikota Surabaya (Sunarto
Somaprawiro) melalui sejumlah penerbitan media massa atas kekecewaannya
terhadap perilaku para penonton sepakbola dari Surabaya yang diduga melakukan
kericuhan di Stadion Benteng Tangerang.

      Apapun     istilah   yang    diberikan   terhadap   pengkonsumsi      pertunjukan
sepakbola, hal itu menunjukkan bahwa diantara para wartawan, birokrat, maupun
penontonnya sendiri memiliki kreativitas tersendiri dalam menjelaskan dan
menjalankan peran dalam persepakbolaan.

      Penonton sepakbola merupakan orang atau sekelompok orang yang
menyaksikan ataupun memberikan dukungan pada suatu tim dalam pertandingan
sepakbola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penonton sepakbola
merupakan kumpulan orang yang berada dalam suatu situasi sosial tertentu, yaitu
situasi pertandingan sepakbola yang menyaksikan atau memberikan dukungan
kepada tim yang dijagokannya. Oleh karena penonton sepakbola merupakan suatu
kumpulan orang, maka untuk memahami perilakunya diperlukan penjelasan yang
terkait dengan konsep seperti situasi sosial dan kelompok sosial.

Sumber      :   http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/01/09/perbedaan-istilah-antara-
penonton-dan-suporter-sepakbola/ Yang diakses pada Jumat, 08 Maret 2013.
2.3.       Pengertian Konflik antara Suporter Sepakbola

           Konflik adalah sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya
diantara dua kelompok, yangmemiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya
mencapai satu tujuan sehingga merekaberada dalam posisi oposisi, bukan
kerjasama. Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement),adanya ketegangan
(the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara duapihak
atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak,
sampai kepadatahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain
sebagai penghalang danpengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing
masing.Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor
penyebabnya diubah.



2.4.       Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM)

           National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM
sebagai the teaching and learning of science in the context of human experience.
STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan
konteks       pengalaman    manusia. Dalam         pendekatan    ini    siswa    diajak    untuk
meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains
dalam kehidupan sehari-hari.

           Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENNSTATE(2006:1) bahwa
STM merupakan ―an interdisciplinary approach which reflects the widespread
realization that in order to meet the increasing demands of a technical society,
education must integrate acrossdisciplines‖

           Dengan    demikian,    pembelajaran      dengan      pendekatan STM         haruslah
diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam
rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan
masyarakat. Hal ini berarti bahwapemahaman kita terhadap hubungan antara sistem
politik,     tradisi masyarakat   dan    bagaimana     pengaruh        sains    dan    teknologi
terhadap hubungan-hubungan              tersebut    menjadi      bagian         yang      penting
dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1),
bahwa STM merupakan “an interdisciplinery field of study that seeks to explore
aunderstand the many ways that scinence and technology shape culture, values,
and institution, and how such factors shape science and technology”. STM
dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkanuntuk mengetahui
bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di
masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan
teknologi.

Sumber : http://sman1krangkeng.sch.id/blog/index.php?/archives/6-Macam-Macam-
Pendekatan-Pembelajaran.html. Yang diakses pada Selasa, 5 Maret 2013
BAB III
                                   METODE PENULISAN




3.1.   Jenis Data

       Jenis data, fakta atau informasi yang dikumpulkan terutama berupa data, fakta atau
informasi primer yang berasal dari jurnal ilmiah, buku matakuliah, dan buku pendukung yang
berhubungan dengan pendidkan jasmani dan olahraga. Data sekunder yang berupa buku,
majalah atau lainnya digunakan apabila sumber primer tidak diperoleh. Beberapa artikel
ilmiah ditelusur dengan menggunakan jasa penelusuran, yaitu melalui internet dan kajian
pustaka, sedangkan sebagian besar artikel ilmiah diperoleh dari perpustakaan Universitas
Negeri Jakarta.

       Untuk menjaga kemutakhiran data, fakta atau informasi maka hanya sumber-sumber
bacaan pada tahun 2000 yang dijadikan acuan dalam penulisan karya ilmiah ini.

3.2.   Rancangan Penulisan

       Agar tulisan yang dibuat efisien dan efektif, disusunlah kerangka tulisan berdasarkan
topik tulisan yang diangkat. Berdasarkan kerangka tulisan itulah kemudian data
dikumpulkan, disarikan, disusun, diolah, dan ditafsirkan. Hasil tafsiran kemudian dianalisis
dan disintesis yang kemudian dihasilkan simpulan. Hasil analisis dan síntesis ini berupa
gagasan baru untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan dalam literatur.

3.3.   Teknik Pengumpulan Data

       Data dikumpulkan dari sumber-sumber bacaan berupa jurnal, majalah, buku, artikel
ilmiah di internet, komunikasi pribadi dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik
yang dibahas. Pada tahap ini data, fakta dan informasi dicari dan diidentifikasi. Data
diseleksi, yang sesuai dengan topik tulisan dipisahkan dari yang tidak sesuai. Data yang
sesuai dengan topik tulisan dipisahkan berdasarkan kesesuaiannya dengan sub-sub judul
dalam kerangka tulisan.

3.4.   Teknik Pengolahan Data

       Data, fakta atau informasi yang diperoleh kemudian diolah dengan cara tabulasi data
untuk untuk informasi kualitatif dianalisis dengan analisis deskriptif dalam bentuk teks. Data
yang telah diolah kemudian ditafsirkan dengan menggunakan metode analisis isi.
3.5.   Teknik Analisis dan Sintesis

       Analisis dilakukan dengan cara membandingkan intisari-intisari sumber bacaan
sebagai hasil pengolahan dan penafsiran data, fakta atau informasi. Pada tahapan ini,
dibandingkan pula antara data yang tersedia dengan teori-teori yang relevan. Berdasarkan
hasil perbandingan tersebut, maka diungkap permasalahan-permasalahan, kelemahan-
kelemahan, kelebihan-kelebihan atau manfaat-manfaatnya. Permasalahan yang ditemukan
itu kemudian dicari alternatif pemecahannya. Pemecahan masalah dilakukan dengan cara
membandingkan kelemahan dan kelebihan dari cara-cara yang telah ada. Berdasarkan hasil
perbandingan itu kemudian diangkat pemecahan masalah yang merupakan kombinasi dari
cara pemecahan masalah yang telah ada. Disini, penulis juga mengemukakan argumentasi
untuk mendukung alternatif pemecahan masalah yang penulis kemukakan.

3.6.   Teknik Penarikkan Simpulan

       Simpulan dibuat dengan menggunakan pola pikir induktif, yaitu menarik simpulan
dari proposisi-proposisi yang khusus yang kemudian digeneralisasikan. Saran atau
rekonmendasi dibuat berdasarkan hasil simpulan.

3.7.   Sistematika Penulisan

       Sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: a) halaman judul, b)
kata pengantar, c) ringkasan, d) pendahuluan, e) tinjauan pustaka, f) metode penulisan, g)
analisis dan sintesis, h) penutup, i) daftar pustaka.
BAB IV

                                 PEMBAHASAN



   A. Peristiwa Kerusuhan Suporter

      Banyak sekali kerusuhan-kerusuhan suporter yang terjadi di Indonesia
contoh-contohnya adalah sebagai berikut:

      Kerusuhan Lebak Bulus

      Pertandingan lanjutan Liga Indonesia 2007 antara Persib Bandung dan
Persija Jakarta di Stadion Lebak Bulus pada hari Kamis (16/8) 2007 diwarnai
dengan aksi teror.Laga yang akhirnya dimenangi Persija dengan skor 1-0 diawali
dengan   perilaku   tidak   menyenangkan    dari   suporter   Persija.Perilaku   tak
menyenangkan ini dimulai saat Persib menuju stadion, bus yang mengangkut
mereka ditimpuki batu. Kaca bus hampir di semua sisi hancur. Beberapa ofisial dan
pemain terluka akibat pecahan kaca. Saat hendak menuju ruang ganti stadion,
Zaenal Arif dan Eka Ramdani terkena pukulan dari oknum suporter yang memakai
atribut Jakmania. Kiper Persib, Tema Musadat, juga sempat tergeletak terkena
lemparan benda keras pada pertengahan babak pertama. Kondisi sama dialami
Lorenzo Cabanas saat hendak mengambil tendangan bebas pada babak kedua.
Official Persib yang berada di bench tak luput dari lemparan botol mineral dari
oknum suporter di atas tribun. "Dalam kondisi begini pemain kelas dunia mana pun
tak akan konsentrasi bertanding," kata Yossi Irianto, manajer Persib. Pengurus The
Jakmania menyayangkan sikap tak simpatik anggota dan simpatisannya. Menurut
Ketua suporter Persija, Danang Ismartani, aksi brutal dipicu dendam teror yang
diterima Bambang Pamungkas dkk. di Bandung pada putaran pertama. Karena
kejadian ini Komisi disiplin BLI bersikap adil dan menghukum suporter Persija
dengan hukuman dilarang menonton pertandingan yang dilakukan Persija.

      Kerusuhan Persija

      Pertandingan semifinal Liga Djarum 2007 di Gelora Utama Bung Karno, Rabu
(06/02/2008) antara PSMS Medan dengan Persipura Jayapura,diakhiri dengan
kerusuhan. Pertandingan yang dimenangi PSMS Medan lewat drama adu pinalti,
membuat para suporter Persija yang ada di sana mengolok-olok suporter Persipura.
Tidak senang atas perlakuan suporter Persija, suporter Persipura pun rusuh dengan
suporter Persija. Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya salah satu suporter
Persija. Berdasrkan kerusuhan ini Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga
(Menegpora) Adiyaksa Dault, melarang semua klub lokal untuk menggunakan
Stadion GBK dalam event apapun, Menegpora sudah tidak bisa mentolerir lagi aksi
anarkis yang sering dilakukan pendukung klub, dan tewasnya seorang Jakmania
semakin menguatkan keputusan tersebut.Menurut Menegpora, kerusuhan demi
kerusuhan yang sering terjadi dalam sepak bola Nasional, sudah harus dihentikan,
jika tidak Menegpora tak segan-segan menghentikan Liga Indonesia, bahkan untuk
partai final musim ini yang hanya tinggal menunggu hari sekalipun. Jika GBK
tertutup untuk klub lokal, maka partai final musim ini yang mempertemukan All
Sumatera final antara Sriwijaya FC vs PSMS Medan dipastikan tidak akan di gelar di
GBK, Menegpora menyarankan Stadion Gelora Jaka Baring Palembang menjadi
alternatifnya.

     B. Penyebab Kerusuhan Suporter

       Mengingat akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan suporter di daerah-daerah
sekitar Indonesia, apakah penyebab kerusuhan suporter ini. Penyebab kerusuhan itu
antara lain adalah:

1.    kurang     dewasanya    para    suporter   dalam    mengendalikan      emosi
Kedewasaan dalam berfikir memang dibutuhkan semua orang, dalam hal ini para
supoter. Kita bisa lihat, orang yang masuk menjadi kelompok suporter memiliki
berbagai profesi mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan, dan lain-lain. Bagi
karyawan dan orang yang sudah dewasa seharusnya mampu mengendalikan diri
sehingga dapat menjadi suporter yang baik, jangan hanya dapat membuat
kerusuhan. Selain itu mereka juga harus memberitahu pada yang lebih muda
sehingga yang lebih muda pun tahu dan tidak membuat kerusuhan. Jika hal ini
masih dipertahankan kerusuhan-kerusuhan lainnya mungkin akn terjadi.



2. fanatisme yang berlebihan dari suporter

       Fanatisme satu kata yang menandakan kesukaan, kecintaan, kegemaran
kepada sesuatu. Baik itu benda, warna, dan lain-lain. Kelompok suporter pasti
memiliki fanatisme pada tim daerahnya. Namun seringkali fanatisme suporter itu
terlalu berlebihan sehingga mereka tidak bisa melihat tim mereka kalah. Dalam hal
itu mereka mencari cara lain salah satunya membuat kerusuhan.

       3. kurangnya pengamanan

       Pengamanan dalam suatu pertandingan penting sekali peranannya dalam
berlangsungnya jalan pertandingan. Pengamanan di suatu pertandingan juga
ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusuhan suporter. Tapi pengamanan yang
dikerahkan nampaknya kurang maksimal dapat dilihat masih banyak terjadi
kerusuhan. Hal ini merupakan sektor yang harus diperbaiki agar dapat mengurangi
tragedi-tragedi kerusuhan di Indonesia.

       4. keadaan stadion yang kurang baik

       Keadaan stadion mungkin sebab terkecil terjadi kerusuhan. Namun hal ini pun
masih harus diperhatikan. Masih banyak stadion-stadion yang masih tidak mampu
menghalau suporter, seperti pagar yang kurang tinggi dan kokoh. Jika hal ini dapat
diperbaharui di stadion-stadion di Indonesia suporterpun dapat terhalau karena
baiknya keadaan stadion.

   C. Dampak Kerusuhan Suporter

       Kerusuhan suporter yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan dampak-dampak
negatif seperti:

       jatuhnya banyak korban.

       Suatu kerusuhan suporter tentu akan berakibat fatal. Tidak jarang bagi setiap
kerusuhan yang memakan korban jiwa. Tidak hanya satu atau dua korban jiwa
bahkan puluhan orang pun dapat menjadi korban jiwa. Dan baru akhir-akhir ini
kerusuhan antara suporter Persija-Persipura yang mengakibatkan tewasnya satu
suporter Persija.

       Makin buruknya citra persepakbolaan Indonesia terutama nama PSSI.
Citra olahraga sepakbola di suatu negara menjadi kebanggaan bagi negara tersebut.
Bagi rakyat Indonesia citra inilah yang diharapkan agar membaik. Namun
kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Kita bisa lihat Timnas Indonesia tidak
dapat menunjukan prestasi yang baik, ditambah dengan kerusuhan-kerusuhan
suporter. Untuk itulah nama PSSI yang dituntut agar dapat memperbaiki citra
sepakbola Indonesia. Jika tidak nama PSSI lah yang menjadi semakin buruk.
rusaknya keadaan stadion akibat kerusuhan.

      Kerusuhan     suporter   memang    akan    mengakibatkan    kerugian-kerugian
diantaranya adalah rusaknya fasilitas-fasilitas stadion. Akibatnya terasa sekali pada
pembina stadion yang harus memperbaiki keadaan stadion seperti semula agar
layak untuk digunakan kembali.

      keselamatan pemain di masing-masing tim terancam.

      Tidak jarang bagi para suporter untuk rusuh di dalam lapangan bukan hanya
di luar stadion. Kerusuhan yang berlangsung di dalam lapangan inilah yang lebih
berbahaya. Selain menunda jalannya pertandingan, hal ini juga membahayakan
pemain. Tidak jarang para suporter rusuh karna ada salah satu pemain yng mungkin
membuat suporter jengkel degan kelakuannya sehingga suporter masuk ke dalam
lapangan untuk menyerang pemain. Jika suda begini pemain pun akan rugi karna
tidak dapatmengikuti pertandingan timnya.

      pertandingan yang berlangsung menjadi tertunda.

      Kerusuhan suporter yang berdampak besar sering sekali membuat panitia
pelaksana kerepotan baik dengan keadaan stadion yang rusak ataupun wasit &
pemain yang terkena sasaran kerusuhan. Untuk itu panitia pelaksana mengambil
keputusan untuk menunda pertandingan.

      klub yang didukung suporter bermasalah akan mendapat sanksi.

      Setiap kerusuhan suporter pasti akan menimbulkan kerugian bagi suporter
tersebut. Kerugian itu adalah sebuah hukuman. Bagi PSSI hukuman berupa sanksi
yang sering diberikan bagi suporter bermasalah. Sanksi yang diberikan biasanya
adalah dilarang menonton pertandingan timnya.

      pemindahan pertandingan

      Jika dalam event sepakbola pertandingan final adalah hal yang diutamakan.
Mulai dari penetapan lapangan sampai wasit. Namun jika lapangan yang ditetapkan
bermasalah seperti baru saja terjadi kerusuhan di lapangan tersebut. Lapangan
tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dan panitia pelaksana harus memindahkan
pertandingan ke lapangan yang lainnya. Permasalahan ini sma seperti final LDI
2007 lalu. Pertandingan final yang harusnya dilaksanakan di Stadion Gelora Bung
Karno ini harus mengalami pemindahan pertandingan. Pertandingan antara PSMS
Medan dan Sriwijaya FC ini akhirnya dilaksanakan di Stadion Jalak Harupat,
Bandung dan mengalami pemunduran waktu pertandingan.

B. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat
       Pendekatan (STM) Sains Teknologi Masyarakat merupakan terjemahan dari
science technology and society approach (STS) yang merupakan pendekatan
pembelajaran,     dikembangkan      berdasarkan        pada   filosofis    kontruktivisme.
Pendekatan pembelajaran tersebut telah berkembang pesat di Amerika dan Inggris
sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan STM ( Sains Teknologi Masyarakat )
didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Sains
Teknologi Masyarakat. (http://pelangi.dit-pp.go.id).

       Sedangkan menurut para tokoh lain bahwa pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM)merupakan salah satu pendekatan pembelajaran kontekstual
yang dapat membantu orang untuk membuat pelajaran menjadi lebih berarti. Karena
di dalam Sains Teknologi Masyarakat (STM) ini berkatain dengan kehidupan yang
nyata, dalam pembelajaran yang bersumber dari pendekatan Sains Teknologi
Masyarakat (STM) disini siswa memilik perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan
pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan
teman sebayanya berpengaruh kepada kemampuan menyerap dan perilaku belajar.
Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan
pergaulan juga mengalami perubahan lingkungan budaya siswa yang berupa surat
kabar, majalah, radio, televisi dan film semakin menjangkau siswa ke semua
lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar.

       Kegiatan    pembelajaran     dimaksudkan        agar   tercipta     kondisi   yang
memungkinkan      terjadinya   belajar pada diri siswa.       Dalam       suatu   kegiatan
pembelajaran dapat dikatakan terjadi belaajr, apabila terjadi prsoes perubahan
perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
D. Cara Mengurangi Kejadian Kerusuhan Suporter

          Kenapa keributan antarsuporter begitu marak, perkelahian antarpemain jadi
trendi, bahkan menimpuki pemain yang kita dukung pun merupakan merebak?
Jangan bilang karena kita dasarnya tak tahu aturan. Penjelasan itu tak benar sama
sekali.
Budaya adalah titik tolak banyak hal. Secara lebih spesifik, kita di sini bicara soal
norma dan nilai, dua hal yang menjadi dasar pembentukan kode moral sebuah
budaya, sistem-sistem simbol di mana perilaku diberi label " baik", "buruk", "benar",
atau "salah". Dengan begitu, satu perilaku hanya disebut sebagai penyimpangan
(deviance) atau normal jika kita mengetahui siapa pelakunya dan dalam konteks
sosial atau budaya apakah dia bertindak.

          Secara sosiologis, perilaku normal adalah perilaku yang mengonformasi
aturan dan norma kelompok di mana satu perilaku terjadi. Di sisi lain, penyimpangan
(deviant behavior) adalah perilaku yang gagal melakukan konformasi terhadap
aturan dan norma kelompok (Durkheim, 1960). Karena kode moral sangat beraneka
di antara satu kelompok dengan kelompok lain, kita mesti memahami kode moral
kelompok asal pelaku satu perilaku. Pun begitu jika kita ingin mencari solusi tepat
yang dapat menghentikan perilaku tersebut tidak terjadi lagi. Tanpa memahami kode
moral yang menjadi konteks sosial dan budaya pelaku satu tindakan penyimpangan,
upaya mencari sosial dapat dianggap tidak mungkin berhasil.

          Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menghentikan
perilaku menyimpang atau deviant behavior ini. Satu yang paling populer adalah
mekanisme kontrol sosial, yang terdiri atas bagian: alat kontrol internal dan alat
kontrol                                                                    eksternal.
Dalam kontrol internal, hal pertama yang mesti ada adalah proses sosialisasi
terhadap norma dan nilai, yang selanjutnya merupakan sosialisasi terhadap kode
moral. Selanjutnya, sebagai akibat dari proses sosialisasi itu, kode moral satu
kelompok mesti terinternalisasi, menjadi satu bagian dari kehidupan emosional dan
kognitif individu sehingga jika ia melakukan satu deviance, ia akan mengalami
berbagai konflik emosi seperti rasa bersalah, perasaan tidak nyaman, ketegangan,
kegelisahan, hingga satu gejala yang disebut sebagai self-depreciation.
Dalam kontrol eksternal, satu elemen yang penting adalah sanctions.
Sanctions bisa positif dan negatif. Dalam pengejawantahannya, sanctions ini kerap
disebut punishment (hukuman) jika negatif dan reward (imbalan) jika positif—ini
kerap diaplikasikan dalam perilaku organisasi atau manajemen sumber daya
manusia. Artinya, pemegang otoritas (dalam konsep Max Weber) memang kerap
memegang peran sentral dalam eksternal kontrol terhadap deviant behavior, yang di
dalamnya termasuk tindakan kriminal.

      Masalah muncul di sini. Dalam menganalisis aksi-aksi kerusuhan suporter
dalam dunia sepakbola Indonesia, suara yang kerap keluar selalu bernada
pesimistis dan penuh rasa putus asa: "Ah, susah. Orang Indonesia norak." Psikologi
orang kalah (psychology of losers), satu hal yang dideskripsikan Azyumardi Azra
dalam artikel opininya di Kompas hari ini (4/9), pun mendekam dalam diri kita.
Seolah-olah masalah yang menjangkiti sepakbola Indonesia bukan sesuatu yang
dapat diatasi. Selain itu, sikap lain yang muncul adalah mentalitas deterministik.
Artinya kacau atau tidaknya suporter kita bergantung pada kesadaran tiap individu
dalam kerumunan suporter itu sendiri! Ini jelas satu proposisi yang absurd karena
kesadaran individu dalam kerumunan jelas tidak akan bisa berfungsi. Dalam satu
kerumunan (crowd) individualitas bisa larut. Yang tertinggal hanyalah psikologi,
logika, kode moral, dan perilaku kerumunan. Jadi jelas bahwa gagasan menunggu
kesadaran bisa mulai disimpan rapi di tong sampah.

      Satu hal penting yang mesti dicermati dari masyarakat yang menjadi konteks
terjadinya satu kerusuhan adalah logika sosial dan budaya yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Nilai dan norma apa yang berlaku di dalamnya? Kode moral
apa yang berlaku di dalamnya? Berbuat rusuh dan kacau dalam pertandingan
sepakbola merupakan satu kesalahan jangan-jangan hanya merupakan kode moral
kita, bukan mereka. Untuk tahu bagaimana kode moral mereka, akan sangat
membantu jika kita mengetahui apa kode moral opinion leader atau patron-patron
mereka. Ya, dalam konteks kerusuhan sepakbola Indonesia, kita mesti mengetahui
bagaimana kode moral para gubernur, bupati, manajer tim, pemodal, hingga
pentolan                               suporter                           mereka.
Para suporter, dalam logika strukturasi ala Anthony Giddens, adalah agensi-agensi
yang hidup dalam struktur. Dalam mind set Micehele Foucault, kita bisa
menganggap mereka sebagai agensi yang hidup dalam habitus. Untuk memahami
motives dan drives mereka, jelas kita mesti memahami habitus mereka.

      Ambivalensi nilai bukan hal aneh bagi masyarakat Indonesia , yang tingkat
pendidikannya masih terbilang amat rendah secara kuantitas dan terbelakang
secara kualitas. Apa yang dianggap baik di sekolah, bisa dianggap menggelikan di
masyarakat. Apa yang dianggap satu keharusan dalam undang-undang lalu lintas
bisa dianggap sebagai kekonyolan di jalan raya. Lihat saja berapa banyak
pengendara motor yang berhenti di garis putih atau tetap bertahan di jalurnya yang
macet dan tidak pindah ke jalur yang berlawanan arah. Satu contoh lain adalah
logika berpikir "budaya asik" yang muncul di Indonesia--sebagai implementasi dan
dampak relativisme moral yang amat dikhawatirkan Paus Benediktus--sejak 1970-
an. Jika diamati secara serius, sosok-sosok yang proses sosialisasi amat maksimal--
sehingga bisa disebut gaul--amat permisif dan terbuka pada deviasi-deviasi perilaku.
Mereka kerap menjadi agen-agen--dalam logika Giddens--yang mempengaruhi
struktur untuk menerima deviant behavior. Kenapa? Karena habitus mereka
mensyaratkan demikian. Radikalisme bukanlah satu hal yang sangat "gaul" dan
dapat mengganggu penerimaan kelompok terhadap diri mereka. Bahkan prinsip dan
identias nyata dapat mereka anggap tidak perlu. Dalam budaya "gaul", satu hal yang
sangat penting adalah karakter "dapat diterima semua kelompok yang memiliki kode
moral berbeda-beda". Untuk dapat diterima di mana-mana seperti itu, identitas kode
moral dan prinsip menjadi sesuatu yang bisa ditabukan. Agensi-agensi seperti ini
masuk ke dalam kelompok dan larut dalam dalam kode moral kelompok tersebut.
Jika kemudian mereka pindah kelompok, kode moral mereka pun akan berubah. Itu
yang terjadi pada banyak individu dalam kelompok suporter Indonesia. Situasi akan
semakin parah jika satu kelompok suporter dihuni oleh mayoritas individu yang nilai
dan norma koralitasnya belum terbentuk secara baku, misalnya teenager (13-19
tahun). Namun, itu pun tidak berarti bahwa yang gaek tidak dapat terpengaruh. Yang
berusia 30-an atau 40-an pun masih banyak yang tidak (atau belum) memiliki kode
moral yang baku sehingga permisif terhadap fenomena apa pun.

      Ini adalah buah kegagalan pendidikan sebagai proses sosialisasi terhadap
nilai. Orientasi pendidikan yang bergeser menjadi "institusi pemenuhan kebutuhan
tenaga kerja" telah menciptakan individu-individu kosong tanpa nilai. Dalam logika
sistem pendidikan seperti ini, pragmatisme John Dewey sangat kental membayangi.
Abstraksi kehidupan dan internalisasi fenomena menjadi sesuatu yang dianggap
merepotkan. Individu dipacu untuk mengejar kemampuan praktis, betapa pun
sederhananya kemampuan itu.

      Solusi dari semua masalah di atas adalah proses resosialisasi, satu konsep
yang mendasari pembentukan institusi-institusi sosial yang penting di masyarakat
dalam menanggulangi deviant behavior: penjara! Ya, resosialisasi adalah elemen
terpenting dalam institusi yang disebut penjara—meskipun ini dikritik habis-habisan
oleh Foucault. Namun, resosialisasi tidak hanya bisa dilakukan di penjara. Media
dan ruang publik (konsep public sphere Jurgen Habermas) dapat menjadi sarana
resosialisasi yang ampuh. Berbagai strategi komunikasi publik dapat didayagunakan
untuk melakukan proses resosialisasi ini, yang diharapkan dapat menggerus nilai-
nila i negatif, lalu menggantinya dengan nilai dan norma positif. Ini yang dilakukan di
Inggris pada era Maggie Thatcher.

      Saat upaya di atas dilakukan, langkah eksternal kontrol juga mesti tetap
berjalan. Peran polisi sebagai alat hukum dan PSSI sebagai regulator mesti berjalan
secara poten, tanpa terpengaruh sedikit pun oleh budaya "asik" khas generasi 70-
an, 80-an, hingga 90-an dan saat ini. Itu penting dilakukan sebagai shock therapy
sekaligus seleksi natural terhadap perilaku. Tanpa punishment dan reward yang
strict dan stringent--dua karakter yang perlu dimiliki pemegang otoritas--, deviant
behavior akan tetap ada. Apalagi kalau pemegang otoritasnya justru yang
melakukan                                                                    deviance!
Kalau sudah begitu, pilihannya hanya dua: jadi masyarakat "asik" yang
superpermisif atau masyarakat deterministik yang ultraputus-asa.




                                        BAB V

                                      PENUTUP

      Kesimpulan
      Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kerusuhan suporter
adalah peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali berupa perkelahian massal,
pengrusakan/penghancuran, pembakaran, peledakan, terhadap fasilitas
olahraga maupun fasilitas umum yang terdapat di dalam maupun di luar
lingkungan stadion. Kerusuhan suporter sering terjadi disebabkan karena
sikap –sikap suporter sendiri yatu kurang dewasa dalam berfikir, dan
fanatisme yang berlebihan. Selain itu, sebab lainnya adalah kurangnya
pengaamanan, dan keadaan stadion yang kurang memadai. Dampak-dampak
yang ditimbulkan dari kerusuhan adalah memburuknya citra persepakbolaan
Indonesia, jatuhnya korban, penundaan pertandingan, sanksi bagi tim yang
suporternya bermasalah, terganggunya keselamatan pemain, dan rusaknya
keadaan                                                               stadion.


B. Saran
Untuk mengurangi kerusuhan suporter di Indonesia di masa mendatang,
saran yang bisa saya sampaikan adalah :
Bagi suporter:
belajar untuk lebih jernih berfikir agar perbuatan yang dilakukan tidak
merugikan banyak orang.
mengurangi sikap fanatisme kepada tim yang didukung karena fanatisme
yang berlebihan tidak baik.
berlatih menahan diri akan hal yang berbeda dengan pendapat sendiri
Bagi panitia pelaksana:
memperketat pengamanan dalam setiap pertandingan seperti memperbanyak
satuan pengamanan di lokasi.
memperbaiki stadion-stadion yang sudah tidak baik susunan bangunannya
seperti membuat pagar penonton yang tinggi dan kokoh.
membuat sanksi-sanksi bagi suporter yang bermasalah.
menyaring wasi-wasit yang disiplin agar dapat memimpin pertandingan
dengan adil.

More Related Content

Similar to Bab ii v

MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...
MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...
MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...
Khalista Dewi
 
PENGUTIPAN DAN PARAFRASA
PENGUTIPAN DAN PARAFRASA PENGUTIPAN DAN PARAFRASA
PENGUTIPAN DAN PARAFRASA
imansantoso42
 
Pro kontra pengadilan soeharto
Pro kontra pengadilan soehartoPro kontra pengadilan soeharto
Pro kontra pengadilan soeharto
Adam Rinaldi
 
PPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGY
PPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGYPPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGY
PPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGY
KadekHendraDarmawan1
 
Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)
Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)
Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)
HestyOliviaSafitri
 
Paragraf eksposisi
Paragraf eksposisiParagraf eksposisi
Paragraf eksposisi
Zikatul Maisah Putri
 
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas PasundanTeori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
NidaKhairunnisa4
 
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdfkomunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
IneMariane1
 
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdfMemajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
lutfhikhuddus
 
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdfMemajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
lutfhikhuddus
 
Makalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politikMakalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politik
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
UTS Antropologi Komunikasi.docx
UTS Antropologi Komunikasi.docxUTS Antropologi Komunikasi.docx
UTS Antropologi Komunikasi.docx
PricillaNasya
 
REVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of Sports
REVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of SportsREVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of Sports
REVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of Sports
MuhammadFarhanKholid
 
Reza proposal fix
Reza   proposal fixReza   proposal fix
Reza proposal fix
maulanareza
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
husin77app
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
husin77app
 
Konsep audience
Konsep audienceKonsep audience
Konsep audience
Nur Alfiyatur Rochmah
 
Ilham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi Olahraga
Ilham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi OlahragaIlham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi Olahraga
Ilham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi Olahraga
IlhamPutra61
 
beno widyadhana_kelas_E (2).docx
beno widyadhana_kelas_E (2).docxbeno widyadhana_kelas_E (2).docx
beno widyadhana_kelas_E (2).docx
GossGoss
 

Similar to Bab ii v (20)

MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...
MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...
MAJAS METAFORA DALAM TABLOID “WORLD SOCCER INDONESIA” EDISI BULAN DESEMBER 20...
 
PENGUTIPAN DAN PARAFRASA
PENGUTIPAN DAN PARAFRASA PENGUTIPAN DAN PARAFRASA
PENGUTIPAN DAN PARAFRASA
 
Pro kontra pengadilan soeharto
Pro kontra pengadilan soehartoPro kontra pengadilan soeharto
Pro kontra pengadilan soeharto
 
PPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGY
PPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGYPPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGY
PPT PIMNAS UGM 2010 - GOLD MEDAL ON TECHNOLOGY
 
Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)
Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)
Review jurnal philosophy of sport to philosophies of sports (1)
 
Paragraf eksposisi
Paragraf eksposisiParagraf eksposisi
Paragraf eksposisi
 
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas PasundanTeori uses n gratifications Universitas Pasundan
Teori uses n gratifications Universitas Pasundan
 
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdfkomunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
komunikasipolitik-140922194241-phpapp02.pdf
 
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdfMemajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
 
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdfMemajukan Keolahragaan Indonesia -  .pdf
Memajukan Keolahragaan Indonesia - .pdf
 
Makalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politikMakalah ilmu sosial dan politik
Makalah ilmu sosial dan politik
 
UTS Antropologi Komunikasi.docx
UTS Antropologi Komunikasi.docxUTS Antropologi Komunikasi.docx
UTS Antropologi Komunikasi.docx
 
REVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of Sports
REVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of SportsREVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of Sports
REVIEW JURNAL_Philosophy of Sport to Philosophies of Sports
 
Reza proposal fix
Reza   proposal fixReza   proposal fix
Reza proposal fix
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdfHusin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Husin_ 2021 A_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Konsep audience
Konsep audienceKonsep audience
Konsep audience
 
Ilham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi Olahraga
Ilham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi OlahragaIlham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi Olahraga
Ilham Putra - Tugas Review Jurnal Filosofi Olahraga
 
Masalah pengadil
Masalah pengadilMasalah pengadil
Masalah pengadil
 
beno widyadhana_kelas_E (2).docx
beno widyadhana_kelas_E (2).docxbeno widyadhana_kelas_E (2).docx
beno widyadhana_kelas_E (2).docx
 

More from Pramudito Hutomo

RPP Penjas daring SMP
RPP Penjas daring SMP RPP Penjas daring SMP
RPP Penjas daring SMP
Pramudito Hutomo
 
RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19
Pramudito Hutomo
 
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan OlahragaPengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pramudito Hutomo
 
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringanPembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pramudito Hutomo
 
Biomekanika
BiomekanikaBiomekanika
Biomekanika
Pramudito Hutomo
 
Cognitive neuroscinece
Cognitive neuroscineceCognitive neuroscinece
Cognitive neuroscinece
Pramudito Hutomo
 
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bolaAplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bolaPramudito Hutomo
 
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klenderTugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Pramudito Hutomo
 
Senam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klenderSenam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klenderPramudito Hutomo
 
Pencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klenderPencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klenderPramudito Hutomo
 
Renang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klenderRenang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klender
Pramudito Hutomo
 
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Pramudito Hutomo
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awal
Pramudito Hutomo
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalPramudito Hutomo
 
BACK EXERCISE
BACK EXERCISEBACK EXERCISE
BACK EXERCISE
Pramudito Hutomo
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
Pramudito Hutomo
 

More from Pramudito Hutomo (20)

RPP Penjas daring SMP
RPP Penjas daring SMP RPP Penjas daring SMP
RPP Penjas daring SMP
 
RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19RPP daring SMP materi Covid 19
RPP daring SMP materi Covid 19
 
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan OlahragaPengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Pengelolaan Organisasi Untuk Mencapai Tujuan Pendidikan Jasmani dan Olahraga
 
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringanPembelajaran berbasis komputer dan jaringan
Pembelajaran berbasis komputer dan jaringan
 
Biomekanika
BiomekanikaBiomekanika
Biomekanika
 
Cognitive neuroscinece
Cognitive neuroscineceCognitive neuroscinece
Cognitive neuroscinece
 
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bolaAplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
Aplikasi metode metode dalam pembelajaran sepak bola
 
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klenderTugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
Tugas penjasorkes (1) xii ips ma al falah klender
 
Senam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klenderSenam xii ips ma al falah klender
Senam xii ips ma al falah klender
 
Pencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klenderPencak silat xii ips ma al falah klender
Pencak silat xii ips ma al falah klender
 
Renang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klenderRenang xii ips ma al falah klender
Renang xii ips ma al falah klender
 
Kepramukaan
KepramukaanKepramukaan
Kepramukaan
 
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
Laporan observasi tempat fitness (GOLD'S GYM MOI)
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awal
 
Kesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awalKesehatan mental anak anak awal
Kesehatan mental anak anak awal
 
BACK EXERCISE
BACK EXERCISEBACK EXERCISE
BACK EXERCISE
 
Back excercise new
Back excercise newBack excercise new
Back excercise new
 
Tugas presentasi rpp
Tugas presentasi rppTugas presentasi rpp
Tugas presentasi rpp
 
Daftar isi
Daftar isiDaftar isi
Daftar isi
 
Cover tegak
Cover tegakCover tegak
Cover tegak
 

Bab ii v

  • 1. BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Pengertian Suporter Di setiap bidang olahraga menghadirkan hal-hal menarik yang disukai masyarakat. Dari cabang sepakbola,bola basket, bola voli, bulu tangkis, dan cabang- cabang yang lainnya pasti digemaridan mendukung tim cabang olahraga tersebut,mereka inilah yang disebut suporter. Suporter dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang-orang yang memberi dukungan,sokongan dalam berbagai bentuk di situasi tertentu. Suporter biasanya memiliki cara-cara dalam mendukung tim kesukaannya, seperti bernyanyi-nyanyi menyuarakan dukungannya. Suporter dalam sutu pertandingan pun memiliki peran yang cukup penting. Suporter seakan membuat pemain menunjukan permainan yang terbaik. Maka dari itu tidak jarang tim yang didukung suporter mampu meraih kemenangan. Jadi suporter pun memiliki peran penting dalam cabang olahraga. 2.2. Perbedaan Antara Penonton dan Suporter Sepakbola Secara harfiah, istilah ―penonton‖ berasal dari awalan pe- dan kata kerja tontondalam bahasa Indonesia. Awalan pe- dalam hal ini berarti orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan kata kerja. Bila kata kerjanya tonton, maka penonton berarti orang yang menyaksikan suatu pertunjukan atau tontonan. Sementara itu menurut akar katanya, kata ―suporter ― berasal dari kata kerja (verb) dalam bahasa Inggris to support dan akhiran (suffict) –er. To supportartinya mendukung, sedangkan akhiran –er menunjukkan pelaku. Jadi suporter dapat diartikan sebagai orang yang memberikan suport atau dukungan. Dilihat dari kedua pengertian di atas jelaslah apabila antara ‗penonton‘ dan ‗suporter‘ memiliki makna yang berbeda, terlebih lagi apabila kata tersebut digunakan dalam persepakbolaan. Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif. Sementara itusuporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehinga bersifat aktif. Di
  • 2. lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim. Dalam pemakaian awam, kedua kata tersebut seringkali saling mengganti dalam pemaknaannya. Makna saling mengganti ini bisa ditemui di tulisan Maksum dan Suyanto (1991) ataupun dalam berbagai tulisan di media massa. Penelitian ini memilih kata penonton untuk menjelaskan orang yang menyaksikan maupun memberikan dukungan pada suatu tim. Terdapat tiga alasan dasar pemakaian istilah penonton pada kajian ini. Pertama, ‗penonton‘ maknanya lebih luas daripada ‘suporter‘, artinya setiap suporter adalah penonton, sebaliknya tidak semua penonton itu suporter. Kedua, tidak semua ‘suporter‘ yang mendukung tim kesayangan dalam suatu pertandingan menggunakan atribut tim yang didukungnya, sehingga sulitlah bila mengidentifikasi apakah seseorang sebagai penonton atau sebagai suporter. Ketiga, baik penonton maupun suporter juga bisa melakukan tindakan agresi ketika berada dalam suatu situasi dan kondisi lingkungan tertentu (Suryanto, 1996). Selain penonton dan suporter, istilah lain juga muncul berkenaan dengan sebutan terhadap sekelompok orang yang sedang menyaksikan pertandingan sepakbola. Bersumber dari sejumlah terbitan surat kabar di Surabaya maupun tulisan hasil penelitian sejumlah ahli, peneliti melansir adanya beberapa istilah untuk penonton sepakbola, seperti istilah tifosi dari Italia, torsedor dari Amerika Latin, istilah bonek serta boling dari Surabaya. Tifosi berarti pendukung fanatik dalam sepakbola Italia (Dal-Lago & De Biasi, 1994), begitu pula halnya dengan istilah torsedor. Sementara itu istilah bonekdan boling merupakan singkatan atau akronim dari kata ‘bondho nekat‘ dan ‗bondho maling‘. Istilah ‘bonek‘ dari sisi semantik memiliki makna yang netral dan tidak memiliki tendensi perilaku yang negatif. Orang yang memiliki sifat ‗bondho nekat‘ menunjukkan motivasi yang tinggi dan keberanian untuk mencapai suatu tujuan walaupun tidak memiliki bekal yang cukup. Dalam perkembangannya peran media sangat besar dalam mensosialisasikan istilah ini. Istilah bonek kemudian menjadi sifat yang dimiliki oleh suporter yang ingin menonton dan mendukung suatu kesebelasan sepakbola.
  • 3. Perkembangan makna istilah bonek berikutnya adalah menggambarkan sekelompok penonton sepakbola yang biasanya selalu membuat ulah dan keributan, baik di luar ataupun di dalam lapangan atau stadion. Para bonek biasanya hanya berbekal lima ratus hingga dua ribu rupiah atau kurang dari biaya yang dibutuhkan untuk ongkos berangkat dan pulang dari stadion serta untuk membeli tiket masuk stadion. Bila berangkat ke stadion seringkali bonek ini mencari tumpangan umum seperti truk terbuka atau pick-up atau mencegat kereta api yang sedang lewat. Caranya masuk ke stadion, bonek ini ada yang minta uang untuk beli karcis, ada yang tanpa bayar. Ada yang minta belas kasihan penjaga pintu stadion. Ada yang masuk dengan memanjat dinding stadion atau menunggu jebolnya pintu stadion. Sementara itu istilah ‘boling‘ muncul setelah terjadi keributan antar penonton sepakbola saat kesebelasan Persebaya bertanding dengan Persita Tangerang pada 17/3/1997. Label ini diberikan oleh Walikota Surabaya (Sunarto Somaprawiro) melalui sejumlah penerbitan media massa atas kekecewaannya terhadap perilaku para penonton sepakbola dari Surabaya yang diduga melakukan kericuhan di Stadion Benteng Tangerang. Apapun istilah yang diberikan terhadap pengkonsumsi pertunjukan sepakbola, hal itu menunjukkan bahwa diantara para wartawan, birokrat, maupun penontonnya sendiri memiliki kreativitas tersendiri dalam menjelaskan dan menjalankan peran dalam persepakbolaan. Penonton sepakbola merupakan orang atau sekelompok orang yang menyaksikan ataupun memberikan dukungan pada suatu tim dalam pertandingan sepakbola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penonton sepakbola merupakan kumpulan orang yang berada dalam suatu situasi sosial tertentu, yaitu situasi pertandingan sepakbola yang menyaksikan atau memberikan dukungan kepada tim yang dijagokannya. Oleh karena penonton sepakbola merupakan suatu kumpulan orang, maka untuk memahami perilakunya diperlukan penjelasan yang terkait dengan konsep seperti situasi sosial dan kelompok sosial. Sumber : http://suryanto.blog.unair.ac.id/2008/01/09/perbedaan-istilah-antara- penonton-dan-suporter-sepakbola/ Yang diakses pada Jumat, 08 Maret 2013.
  • 4. 2.3. Pengertian Konflik antara Suporter Sepakbola Konflik adalah sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yangmemiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga merekaberada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama. Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement),adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara duapihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepadatahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang danpengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing masing.Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah. 2.4. Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat (STM) National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in the context of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari. Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENNSTATE(2006:1) bahwa STM merupakan ―an interdisciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to meet the increasing demands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines‖ Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwapemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
  • 5. Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan “an interdisciplinery field of study that seeks to explore aunderstand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology”. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkanuntuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi. Sumber : http://sman1krangkeng.sch.id/blog/index.php?/archives/6-Macam-Macam- Pendekatan-Pembelajaran.html. Yang diakses pada Selasa, 5 Maret 2013
  • 6. BAB III METODE PENULISAN 3.1. Jenis Data Jenis data, fakta atau informasi yang dikumpulkan terutama berupa data, fakta atau informasi primer yang berasal dari jurnal ilmiah, buku matakuliah, dan buku pendukung yang berhubungan dengan pendidkan jasmani dan olahraga. Data sekunder yang berupa buku, majalah atau lainnya digunakan apabila sumber primer tidak diperoleh. Beberapa artikel ilmiah ditelusur dengan menggunakan jasa penelusuran, yaitu melalui internet dan kajian pustaka, sedangkan sebagian besar artikel ilmiah diperoleh dari perpustakaan Universitas Negeri Jakarta. Untuk menjaga kemutakhiran data, fakta atau informasi maka hanya sumber-sumber bacaan pada tahun 2000 yang dijadikan acuan dalam penulisan karya ilmiah ini. 3.2. Rancangan Penulisan Agar tulisan yang dibuat efisien dan efektif, disusunlah kerangka tulisan berdasarkan topik tulisan yang diangkat. Berdasarkan kerangka tulisan itulah kemudian data dikumpulkan, disarikan, disusun, diolah, dan ditafsirkan. Hasil tafsiran kemudian dianalisis dan disintesis yang kemudian dihasilkan simpulan. Hasil analisis dan síntesis ini berupa gagasan baru untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan dalam literatur. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari sumber-sumber bacaan berupa jurnal, majalah, buku, artikel ilmiah di internet, komunikasi pribadi dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik yang dibahas. Pada tahap ini data, fakta dan informasi dicari dan diidentifikasi. Data diseleksi, yang sesuai dengan topik tulisan dipisahkan dari yang tidak sesuai. Data yang sesuai dengan topik tulisan dipisahkan berdasarkan kesesuaiannya dengan sub-sub judul dalam kerangka tulisan. 3.4. Teknik Pengolahan Data Data, fakta atau informasi yang diperoleh kemudian diolah dengan cara tabulasi data untuk untuk informasi kualitatif dianalisis dengan analisis deskriptif dalam bentuk teks. Data yang telah diolah kemudian ditafsirkan dengan menggunakan metode analisis isi.
  • 7. 3.5. Teknik Analisis dan Sintesis Analisis dilakukan dengan cara membandingkan intisari-intisari sumber bacaan sebagai hasil pengolahan dan penafsiran data, fakta atau informasi. Pada tahapan ini, dibandingkan pula antara data yang tersedia dengan teori-teori yang relevan. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, maka diungkap permasalahan-permasalahan, kelemahan- kelemahan, kelebihan-kelebihan atau manfaat-manfaatnya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dicari alternatif pemecahannya. Pemecahan masalah dilakukan dengan cara membandingkan kelemahan dan kelebihan dari cara-cara yang telah ada. Berdasarkan hasil perbandingan itu kemudian diangkat pemecahan masalah yang merupakan kombinasi dari cara pemecahan masalah yang telah ada. Disini, penulis juga mengemukakan argumentasi untuk mendukung alternatif pemecahan masalah yang penulis kemukakan. 3.6. Teknik Penarikkan Simpulan Simpulan dibuat dengan menggunakan pola pikir induktif, yaitu menarik simpulan dari proposisi-proposisi yang khusus yang kemudian digeneralisasikan. Saran atau rekonmendasi dibuat berdasarkan hasil simpulan. 3.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: a) halaman judul, b) kata pengantar, c) ringkasan, d) pendahuluan, e) tinjauan pustaka, f) metode penulisan, g) analisis dan sintesis, h) penutup, i) daftar pustaka.
  • 8. BAB IV PEMBAHASAN A. Peristiwa Kerusuhan Suporter Banyak sekali kerusuhan-kerusuhan suporter yang terjadi di Indonesia contoh-contohnya adalah sebagai berikut: Kerusuhan Lebak Bulus Pertandingan lanjutan Liga Indonesia 2007 antara Persib Bandung dan Persija Jakarta di Stadion Lebak Bulus pada hari Kamis (16/8) 2007 diwarnai dengan aksi teror.Laga yang akhirnya dimenangi Persija dengan skor 1-0 diawali dengan perilaku tidak menyenangkan dari suporter Persija.Perilaku tak menyenangkan ini dimulai saat Persib menuju stadion, bus yang mengangkut mereka ditimpuki batu. Kaca bus hampir di semua sisi hancur. Beberapa ofisial dan pemain terluka akibat pecahan kaca. Saat hendak menuju ruang ganti stadion, Zaenal Arif dan Eka Ramdani terkena pukulan dari oknum suporter yang memakai atribut Jakmania. Kiper Persib, Tema Musadat, juga sempat tergeletak terkena lemparan benda keras pada pertengahan babak pertama. Kondisi sama dialami Lorenzo Cabanas saat hendak mengambil tendangan bebas pada babak kedua. Official Persib yang berada di bench tak luput dari lemparan botol mineral dari oknum suporter di atas tribun. "Dalam kondisi begini pemain kelas dunia mana pun tak akan konsentrasi bertanding," kata Yossi Irianto, manajer Persib. Pengurus The Jakmania menyayangkan sikap tak simpatik anggota dan simpatisannya. Menurut Ketua suporter Persija, Danang Ismartani, aksi brutal dipicu dendam teror yang diterima Bambang Pamungkas dkk. di Bandung pada putaran pertama. Karena kejadian ini Komisi disiplin BLI bersikap adil dan menghukum suporter Persija dengan hukuman dilarang menonton pertandingan yang dilakukan Persija. Kerusuhan Persija Pertandingan semifinal Liga Djarum 2007 di Gelora Utama Bung Karno, Rabu (06/02/2008) antara PSMS Medan dengan Persipura Jayapura,diakhiri dengan kerusuhan. Pertandingan yang dimenangi PSMS Medan lewat drama adu pinalti,
  • 9. membuat para suporter Persija yang ada di sana mengolok-olok suporter Persipura. Tidak senang atas perlakuan suporter Persija, suporter Persipura pun rusuh dengan suporter Persija. Kerusuhan ini mengakibatkan tewasnya salah satu suporter Persija. Berdasrkan kerusuhan ini Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menegpora) Adiyaksa Dault, melarang semua klub lokal untuk menggunakan Stadion GBK dalam event apapun, Menegpora sudah tidak bisa mentolerir lagi aksi anarkis yang sering dilakukan pendukung klub, dan tewasnya seorang Jakmania semakin menguatkan keputusan tersebut.Menurut Menegpora, kerusuhan demi kerusuhan yang sering terjadi dalam sepak bola Nasional, sudah harus dihentikan, jika tidak Menegpora tak segan-segan menghentikan Liga Indonesia, bahkan untuk partai final musim ini yang hanya tinggal menunggu hari sekalipun. Jika GBK tertutup untuk klub lokal, maka partai final musim ini yang mempertemukan All Sumatera final antara Sriwijaya FC vs PSMS Medan dipastikan tidak akan di gelar di GBK, Menegpora menyarankan Stadion Gelora Jaka Baring Palembang menjadi alternatifnya. B. Penyebab Kerusuhan Suporter Mengingat akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan suporter di daerah-daerah sekitar Indonesia, apakah penyebab kerusuhan suporter ini. Penyebab kerusuhan itu antara lain adalah: 1. kurang dewasanya para suporter dalam mengendalikan emosi Kedewasaan dalam berfikir memang dibutuhkan semua orang, dalam hal ini para supoter. Kita bisa lihat, orang yang masuk menjadi kelompok suporter memiliki berbagai profesi mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan, dan lain-lain. Bagi karyawan dan orang yang sudah dewasa seharusnya mampu mengendalikan diri sehingga dapat menjadi suporter yang baik, jangan hanya dapat membuat kerusuhan. Selain itu mereka juga harus memberitahu pada yang lebih muda sehingga yang lebih muda pun tahu dan tidak membuat kerusuhan. Jika hal ini masih dipertahankan kerusuhan-kerusuhan lainnya mungkin akn terjadi. 2. fanatisme yang berlebihan dari suporter Fanatisme satu kata yang menandakan kesukaan, kecintaan, kegemaran kepada sesuatu. Baik itu benda, warna, dan lain-lain. Kelompok suporter pasti
  • 10. memiliki fanatisme pada tim daerahnya. Namun seringkali fanatisme suporter itu terlalu berlebihan sehingga mereka tidak bisa melihat tim mereka kalah. Dalam hal itu mereka mencari cara lain salah satunya membuat kerusuhan. 3. kurangnya pengamanan Pengamanan dalam suatu pertandingan penting sekali peranannya dalam berlangsungnya jalan pertandingan. Pengamanan di suatu pertandingan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusuhan suporter. Tapi pengamanan yang dikerahkan nampaknya kurang maksimal dapat dilihat masih banyak terjadi kerusuhan. Hal ini merupakan sektor yang harus diperbaiki agar dapat mengurangi tragedi-tragedi kerusuhan di Indonesia. 4. keadaan stadion yang kurang baik Keadaan stadion mungkin sebab terkecil terjadi kerusuhan. Namun hal ini pun masih harus diperhatikan. Masih banyak stadion-stadion yang masih tidak mampu menghalau suporter, seperti pagar yang kurang tinggi dan kokoh. Jika hal ini dapat diperbaharui di stadion-stadion di Indonesia suporterpun dapat terhalau karena baiknya keadaan stadion. C. Dampak Kerusuhan Suporter Kerusuhan suporter yang terjadi akhir-akhir ini menimbulkan dampak-dampak negatif seperti: jatuhnya banyak korban. Suatu kerusuhan suporter tentu akan berakibat fatal. Tidak jarang bagi setiap kerusuhan yang memakan korban jiwa. Tidak hanya satu atau dua korban jiwa bahkan puluhan orang pun dapat menjadi korban jiwa. Dan baru akhir-akhir ini kerusuhan antara suporter Persija-Persipura yang mengakibatkan tewasnya satu suporter Persija. Makin buruknya citra persepakbolaan Indonesia terutama nama PSSI. Citra olahraga sepakbola di suatu negara menjadi kebanggaan bagi negara tersebut. Bagi rakyat Indonesia citra inilah yang diharapkan agar membaik. Namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. Kita bisa lihat Timnas Indonesia tidak dapat menunjukan prestasi yang baik, ditambah dengan kerusuhan-kerusuhan
  • 11. suporter. Untuk itulah nama PSSI yang dituntut agar dapat memperbaiki citra sepakbola Indonesia. Jika tidak nama PSSI lah yang menjadi semakin buruk. rusaknya keadaan stadion akibat kerusuhan. Kerusuhan suporter memang akan mengakibatkan kerugian-kerugian diantaranya adalah rusaknya fasilitas-fasilitas stadion. Akibatnya terasa sekali pada pembina stadion yang harus memperbaiki keadaan stadion seperti semula agar layak untuk digunakan kembali. keselamatan pemain di masing-masing tim terancam. Tidak jarang bagi para suporter untuk rusuh di dalam lapangan bukan hanya di luar stadion. Kerusuhan yang berlangsung di dalam lapangan inilah yang lebih berbahaya. Selain menunda jalannya pertandingan, hal ini juga membahayakan pemain. Tidak jarang para suporter rusuh karna ada salah satu pemain yng mungkin membuat suporter jengkel degan kelakuannya sehingga suporter masuk ke dalam lapangan untuk menyerang pemain. Jika suda begini pemain pun akan rugi karna tidak dapatmengikuti pertandingan timnya. pertandingan yang berlangsung menjadi tertunda. Kerusuhan suporter yang berdampak besar sering sekali membuat panitia pelaksana kerepotan baik dengan keadaan stadion yang rusak ataupun wasit & pemain yang terkena sasaran kerusuhan. Untuk itu panitia pelaksana mengambil keputusan untuk menunda pertandingan. klub yang didukung suporter bermasalah akan mendapat sanksi. Setiap kerusuhan suporter pasti akan menimbulkan kerugian bagi suporter tersebut. Kerugian itu adalah sebuah hukuman. Bagi PSSI hukuman berupa sanksi yang sering diberikan bagi suporter bermasalah. Sanksi yang diberikan biasanya adalah dilarang menonton pertandingan timnya. pemindahan pertandingan Jika dalam event sepakbola pertandingan final adalah hal yang diutamakan. Mulai dari penetapan lapangan sampai wasit. Namun jika lapangan yang ditetapkan bermasalah seperti baru saja terjadi kerusuhan di lapangan tersebut. Lapangan tersebut harus disterilkan terlebih dahulu dan panitia pelaksana harus memindahkan
  • 12. pertandingan ke lapangan yang lainnya. Permasalahan ini sma seperti final LDI 2007 lalu. Pertandingan final yang harusnya dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Karno ini harus mengalami pemindahan pertandingan. Pertandingan antara PSMS Medan dan Sriwijaya FC ini akhirnya dilaksanakan di Stadion Jalak Harupat, Bandung dan mengalami pemunduran waktu pertandingan. B. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Pendekatan (STM) Sains Teknologi Masyarakat merupakan terjemahan dari science technology and society approach (STS) yang merupakan pendekatan pembelajaran, dikembangkan berdasarkan pada filosofis kontruktivisme. Pendekatan pembelajaran tersebut telah berkembang pesat di Amerika dan Inggris sejak awal tahun 1970-an. Pendekatan STM ( Sains Teknologi Masyarakat ) didasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan Sains Teknologi Masyarakat. (http://pelangi.dit-pp.go.id). Sedangkan menurut para tokoh lain bahwa pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM)merupakan salah satu pendekatan pembelajaran kontekstual yang dapat membantu orang untuk membuat pelajaran menjadi lebih berarti. Karena di dalam Sains Teknologi Masyarakat (STM) ini berkatain dengan kehidupan yang nyata, dalam pembelajaran yang bersumber dari pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) disini siswa memilik perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh kepada kemampuan menyerap dan perilaku belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar, majalah, radio, televisi dan film semakin menjangkau siswa ke semua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar. Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan terjadi belaajr, apabila terjadi prsoes perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
  • 13. D. Cara Mengurangi Kejadian Kerusuhan Suporter Kenapa keributan antarsuporter begitu marak, perkelahian antarpemain jadi trendi, bahkan menimpuki pemain yang kita dukung pun merupakan merebak? Jangan bilang karena kita dasarnya tak tahu aturan. Penjelasan itu tak benar sama sekali. Budaya adalah titik tolak banyak hal. Secara lebih spesifik, kita di sini bicara soal norma dan nilai, dua hal yang menjadi dasar pembentukan kode moral sebuah budaya, sistem-sistem simbol di mana perilaku diberi label " baik", "buruk", "benar", atau "salah". Dengan begitu, satu perilaku hanya disebut sebagai penyimpangan (deviance) atau normal jika kita mengetahui siapa pelakunya dan dalam konteks sosial atau budaya apakah dia bertindak. Secara sosiologis, perilaku normal adalah perilaku yang mengonformasi aturan dan norma kelompok di mana satu perilaku terjadi. Di sisi lain, penyimpangan (deviant behavior) adalah perilaku yang gagal melakukan konformasi terhadap aturan dan norma kelompok (Durkheim, 1960). Karena kode moral sangat beraneka di antara satu kelompok dengan kelompok lain, kita mesti memahami kode moral kelompok asal pelaku satu perilaku. Pun begitu jika kita ingin mencari solusi tepat yang dapat menghentikan perilaku tersebut tidak terjadi lagi. Tanpa memahami kode moral yang menjadi konteks sosial dan budaya pelaku satu tindakan penyimpangan, upaya mencari sosial dapat dianggap tidak mungkin berhasil. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menghentikan perilaku menyimpang atau deviant behavior ini. Satu yang paling populer adalah mekanisme kontrol sosial, yang terdiri atas bagian: alat kontrol internal dan alat kontrol eksternal. Dalam kontrol internal, hal pertama yang mesti ada adalah proses sosialisasi terhadap norma dan nilai, yang selanjutnya merupakan sosialisasi terhadap kode moral. Selanjutnya, sebagai akibat dari proses sosialisasi itu, kode moral satu kelompok mesti terinternalisasi, menjadi satu bagian dari kehidupan emosional dan kognitif individu sehingga jika ia melakukan satu deviance, ia akan mengalami berbagai konflik emosi seperti rasa bersalah, perasaan tidak nyaman, ketegangan, kegelisahan, hingga satu gejala yang disebut sebagai self-depreciation.
  • 14. Dalam kontrol eksternal, satu elemen yang penting adalah sanctions. Sanctions bisa positif dan negatif. Dalam pengejawantahannya, sanctions ini kerap disebut punishment (hukuman) jika negatif dan reward (imbalan) jika positif—ini kerap diaplikasikan dalam perilaku organisasi atau manajemen sumber daya manusia. Artinya, pemegang otoritas (dalam konsep Max Weber) memang kerap memegang peran sentral dalam eksternal kontrol terhadap deviant behavior, yang di dalamnya termasuk tindakan kriminal. Masalah muncul di sini. Dalam menganalisis aksi-aksi kerusuhan suporter dalam dunia sepakbola Indonesia, suara yang kerap keluar selalu bernada pesimistis dan penuh rasa putus asa: "Ah, susah. Orang Indonesia norak." Psikologi orang kalah (psychology of losers), satu hal yang dideskripsikan Azyumardi Azra dalam artikel opininya di Kompas hari ini (4/9), pun mendekam dalam diri kita. Seolah-olah masalah yang menjangkiti sepakbola Indonesia bukan sesuatu yang dapat diatasi. Selain itu, sikap lain yang muncul adalah mentalitas deterministik. Artinya kacau atau tidaknya suporter kita bergantung pada kesadaran tiap individu dalam kerumunan suporter itu sendiri! Ini jelas satu proposisi yang absurd karena kesadaran individu dalam kerumunan jelas tidak akan bisa berfungsi. Dalam satu kerumunan (crowd) individualitas bisa larut. Yang tertinggal hanyalah psikologi, logika, kode moral, dan perilaku kerumunan. Jadi jelas bahwa gagasan menunggu kesadaran bisa mulai disimpan rapi di tong sampah. Satu hal penting yang mesti dicermati dari masyarakat yang menjadi konteks terjadinya satu kerusuhan adalah logika sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Nilai dan norma apa yang berlaku di dalamnya? Kode moral apa yang berlaku di dalamnya? Berbuat rusuh dan kacau dalam pertandingan sepakbola merupakan satu kesalahan jangan-jangan hanya merupakan kode moral kita, bukan mereka. Untuk tahu bagaimana kode moral mereka, akan sangat membantu jika kita mengetahui apa kode moral opinion leader atau patron-patron mereka. Ya, dalam konteks kerusuhan sepakbola Indonesia, kita mesti mengetahui bagaimana kode moral para gubernur, bupati, manajer tim, pemodal, hingga pentolan suporter mereka. Para suporter, dalam logika strukturasi ala Anthony Giddens, adalah agensi-agensi yang hidup dalam struktur. Dalam mind set Micehele Foucault, kita bisa
  • 15. menganggap mereka sebagai agensi yang hidup dalam habitus. Untuk memahami motives dan drives mereka, jelas kita mesti memahami habitus mereka. Ambivalensi nilai bukan hal aneh bagi masyarakat Indonesia , yang tingkat pendidikannya masih terbilang amat rendah secara kuantitas dan terbelakang secara kualitas. Apa yang dianggap baik di sekolah, bisa dianggap menggelikan di masyarakat. Apa yang dianggap satu keharusan dalam undang-undang lalu lintas bisa dianggap sebagai kekonyolan di jalan raya. Lihat saja berapa banyak pengendara motor yang berhenti di garis putih atau tetap bertahan di jalurnya yang macet dan tidak pindah ke jalur yang berlawanan arah. Satu contoh lain adalah logika berpikir "budaya asik" yang muncul di Indonesia--sebagai implementasi dan dampak relativisme moral yang amat dikhawatirkan Paus Benediktus--sejak 1970- an. Jika diamati secara serius, sosok-sosok yang proses sosialisasi amat maksimal-- sehingga bisa disebut gaul--amat permisif dan terbuka pada deviasi-deviasi perilaku. Mereka kerap menjadi agen-agen--dalam logika Giddens--yang mempengaruhi struktur untuk menerima deviant behavior. Kenapa? Karena habitus mereka mensyaratkan demikian. Radikalisme bukanlah satu hal yang sangat "gaul" dan dapat mengganggu penerimaan kelompok terhadap diri mereka. Bahkan prinsip dan identias nyata dapat mereka anggap tidak perlu. Dalam budaya "gaul", satu hal yang sangat penting adalah karakter "dapat diterima semua kelompok yang memiliki kode moral berbeda-beda". Untuk dapat diterima di mana-mana seperti itu, identitas kode moral dan prinsip menjadi sesuatu yang bisa ditabukan. Agensi-agensi seperti ini masuk ke dalam kelompok dan larut dalam dalam kode moral kelompok tersebut. Jika kemudian mereka pindah kelompok, kode moral mereka pun akan berubah. Itu yang terjadi pada banyak individu dalam kelompok suporter Indonesia. Situasi akan semakin parah jika satu kelompok suporter dihuni oleh mayoritas individu yang nilai dan norma koralitasnya belum terbentuk secara baku, misalnya teenager (13-19 tahun). Namun, itu pun tidak berarti bahwa yang gaek tidak dapat terpengaruh. Yang berusia 30-an atau 40-an pun masih banyak yang tidak (atau belum) memiliki kode moral yang baku sehingga permisif terhadap fenomena apa pun. Ini adalah buah kegagalan pendidikan sebagai proses sosialisasi terhadap nilai. Orientasi pendidikan yang bergeser menjadi "institusi pemenuhan kebutuhan tenaga kerja" telah menciptakan individu-individu kosong tanpa nilai. Dalam logika sistem pendidikan seperti ini, pragmatisme John Dewey sangat kental membayangi.
  • 16. Abstraksi kehidupan dan internalisasi fenomena menjadi sesuatu yang dianggap merepotkan. Individu dipacu untuk mengejar kemampuan praktis, betapa pun sederhananya kemampuan itu. Solusi dari semua masalah di atas adalah proses resosialisasi, satu konsep yang mendasari pembentukan institusi-institusi sosial yang penting di masyarakat dalam menanggulangi deviant behavior: penjara! Ya, resosialisasi adalah elemen terpenting dalam institusi yang disebut penjara—meskipun ini dikritik habis-habisan oleh Foucault. Namun, resosialisasi tidak hanya bisa dilakukan di penjara. Media dan ruang publik (konsep public sphere Jurgen Habermas) dapat menjadi sarana resosialisasi yang ampuh. Berbagai strategi komunikasi publik dapat didayagunakan untuk melakukan proses resosialisasi ini, yang diharapkan dapat menggerus nilai- nila i negatif, lalu menggantinya dengan nilai dan norma positif. Ini yang dilakukan di Inggris pada era Maggie Thatcher. Saat upaya di atas dilakukan, langkah eksternal kontrol juga mesti tetap berjalan. Peran polisi sebagai alat hukum dan PSSI sebagai regulator mesti berjalan secara poten, tanpa terpengaruh sedikit pun oleh budaya "asik" khas generasi 70- an, 80-an, hingga 90-an dan saat ini. Itu penting dilakukan sebagai shock therapy sekaligus seleksi natural terhadap perilaku. Tanpa punishment dan reward yang strict dan stringent--dua karakter yang perlu dimiliki pemegang otoritas--, deviant behavior akan tetap ada. Apalagi kalau pemegang otoritasnya justru yang melakukan deviance! Kalau sudah begitu, pilihannya hanya dua: jadi masyarakat "asik" yang superpermisif atau masyarakat deterministik yang ultraputus-asa. BAB V PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kerusuhan suporter
  • 17. adalah peristiwa-peristiwa yang tidak terkendali berupa perkelahian massal, pengrusakan/penghancuran, pembakaran, peledakan, terhadap fasilitas olahraga maupun fasilitas umum yang terdapat di dalam maupun di luar lingkungan stadion. Kerusuhan suporter sering terjadi disebabkan karena sikap –sikap suporter sendiri yatu kurang dewasa dalam berfikir, dan fanatisme yang berlebihan. Selain itu, sebab lainnya adalah kurangnya pengaamanan, dan keadaan stadion yang kurang memadai. Dampak-dampak yang ditimbulkan dari kerusuhan adalah memburuknya citra persepakbolaan Indonesia, jatuhnya korban, penundaan pertandingan, sanksi bagi tim yang suporternya bermasalah, terganggunya keselamatan pemain, dan rusaknya keadaan stadion. B. Saran Untuk mengurangi kerusuhan suporter di Indonesia di masa mendatang, saran yang bisa saya sampaikan adalah : Bagi suporter: belajar untuk lebih jernih berfikir agar perbuatan yang dilakukan tidak merugikan banyak orang. mengurangi sikap fanatisme kepada tim yang didukung karena fanatisme yang berlebihan tidak baik. berlatih menahan diri akan hal yang berbeda dengan pendapat sendiri Bagi panitia pelaksana: memperketat pengamanan dalam setiap pertandingan seperti memperbanyak satuan pengamanan di lokasi. memperbaiki stadion-stadion yang sudah tidak baik susunan bangunannya seperti membuat pagar penonton yang tinggi dan kokoh. membuat sanksi-sanksi bagi suporter yang bermasalah. menyaring wasi-wasit yang disiplin agar dapat memimpin pertandingan dengan adil.