SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
Pendahuluan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara
adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi
anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani
oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter menjadi
tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk
memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara
tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga
keuangan yang ada di suatu negara.
Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau
perbankan yang sehat, bank sentral atau otoritas moneter menggunakan
suatu perangkat kebijakan moneter seperti pengendalian tingkat bunga,
pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau cadangan
minimum (reserve requirement), penentuan bunga rediskonto, operasi
pasar terbuka, currency swap dan sebagainya.
Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami dalam
tiga dasa warsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di
berbagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim harus pula
memantau dan mengendalikan perkembangan lembaga-lembaga
keuangan baru ini. Untuk melaksanakan fungsi pemantauan dan
pengendalian itu maka otoritas moneter juga harus membangun
seperangkat kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan
1
Pendahuluan
prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-lembaga keuangan dan
perbankan islami. Sebagian negara muslim melakukan konversi
mekanisme moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami,
seperti Iran dan Pakistan, dan sebagian negara muslim lainnya, seperti
Indonesia, mengakomodasian perkembangan tersebut melalui “dual
banking system”, dimana perbankan islami dapat beroperasi
berdampingan dengan perbankan konvensional1
.
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun
waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi
sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak
lembaga-lembaga keuangan,termasuk perbankan, mengalami kesulitan
keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya
biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan
merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya
kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan
diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai
dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing
usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran
sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai
intermediator kegiatan investasi.
Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada
masyarakat akan hadirnya sistem perbankan alternatif yang memenuhi
selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat
memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian.
1
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia,
Februari 2001)
2
Pendahuluan
Setelah dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang pada intinya
memberikan kewenangan dan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia
dan sekaligus diperkenalkan landasan hukum bank syariah. Selanjutnya
dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 Bank Indonesia dapat
menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Setelah diberlakukannya UU tersebut perbankan nasional mulai
menerapkan sistem perbankan berganda atau dual banking system yang
menuntut pengawasan yang lebih baik untuk menghindari terjadinya
krisis perbankan ke dua. Dual banking system yaitu adanya sistem
perbankan konvensional dan syariah yang berlangsung dalam suatu
negara dalam penerapannya harus berlandaskan pada karakteristik dari
masing-masing sistem.
Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti kawasan Timur
Tengah dan Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap
pengembangan awal. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan
Indonesia, baru dikembangkan sejak tahun 1992, sejalan dengan
diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
serta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [BMI] yang diikuti oleh
pendirian beberapa BPR syariah [BPRS]. Namun perkembangan bank
syariah dalam tahun-tahun berikutnya berjalan sangat lambat dikaitkan
dengan potensi pasar yang sangat besar bagi kegiatan usaha bank syariah
mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang dominan.
Walaupun perkembangan perbankan syariah dalam kancah nasional masih
kecil, tetapi telah menunjukkan perkembangan hampir dua kali lebih
besar dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelum diberlakukannya
3
Pendahuluan
Undang-undang No.10 Tahun 1998. Peranan perbankan syariah dalam
mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun
mengalami peningkatan yaitu masing-masing dari 0.05% dan 0.08% pada
tahun 1998 menjadi 0.07% dan 0.17% pada tahun 1999.
Peningkatan peran perbankan syariah dalam penyaluran
pembiayaan yang sedemikian rupa, disebabkan terutama adanya
peningkatan volume penyaluran pembiayaan dari Rp.445 milyar pada
tahun 1998 menjadi Rp. 472 milyar pada tahun 1999 dan pada saat yang
bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari
Rp. 545 trilyun menjadi Rp. 227 trilyun.
Total aset bank syariah terus mengalami peningkatan. Semula aset
bank syariah hanya mencapai Rp 1,71 triliun pada tahun 1998. Pada akhir
2002 angkanya telah mencapai Rp 4,04 triliun.Laporan Tahunan 2001
Bank Indonesia menyebutkan kenaikan aset itu menyebabkan persentase
aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional pun ikut naik.
Tabel 1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank
Islamic Banks Total
BanksNominal Share
Total Assets 4,63 0,42% 1100
Deposit Fund 3,32 0,40% 833,4
Credit Financing
extended
3,66 0,87% 420,52
LDR/FDR*) 110,22% 50,46%
NPL 3,96% 8,15%
*) FDR = Financing extended/Deposit Fund
LDR = Credit extended/Deposit Fund
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
Biro Perbankan Syariah
Bank Indonesia
4
Pendahuluan
Peningkatan juga terjadi pada dana yang dihimpun dan
pembiayaan yang disalurkan. Masing-masing menjadi sebesar Rp 3,3
triliun dan Rp 3,66 triliun untuk posisi pada Maret 2003.
Tabel 1.2. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
(juta Rupiah)
DANA PIHAK KETIGA Jan-03 Feb-03 Mar-03
DEPOSIT FUND
Giro Wadiah Nilai
(Amount)
325,944 321,18 411,082
Wadiah currency account Pangsa
(Share)
10,47% 10,19% 12,37%
Tabungan Mudharabah Nilai
(Amount)
947,795 982,511 1,018,925
Mudharabah saving
account
Pangsa
(Share)
30,45% 31,18% 30,66%
Deposito Mudharabah Nilai
(Amount)
1,838,870 1,846,914 1,892,842
Mudharabah investment
account
Pangsa
(Share)
59,08% 58,62% 56,96%
Total 3,112,609 3,150,605 3,322,849
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
Biro Perbankan Syariah
Bank Indonesia
Kondisi ini sejalan dengan peningkatan jumlah kantor bank syariah
dan sosialisasi yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap bank syariah. Sejalan dengan itu, jumlah kantor
cabang bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah meningkat ,
menjadi 153 kantor bank. Rinciannya adalah 47 kantor cabang Bank
Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, 31 kantor cabang syariah dari enam
bank umum konvensional. Yakni Bank IFI, Bank BNI, Bank Jabar, Bank
5
Pendahuluan
BRI, Bank Danamon dan Bank Bukopin. Serta tidak ketinggalan 85 Bank
Perkreditan Rakyat [BPR] Syariah [Tabel 3].
Tabel 1.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Kelompok Bank April 2003
Groups of Banks KP/UUS KPO/KC KCP KK
Bank Umum Syariah 2 47 13 61
Islamic Commercial Banks
1. PT Bank Muamalat Indonesia 1 13 8 45
2. PT Bank Syariah Mandiri 1 34 5 16
Unit Usaha Syariah 6 31 1 0
Islamic Banking Unit
1. PT Bank IFI 1 1 0 0
2. PT Bank Negara Indonesia 1 12 1 0
3. PT Bank Jabar 1 3 0 0
4. PT Bank Rakyat Indonesia 1 8 0 0
5. PT Bank Danamon 1 5 0 0
6. PT Bank Bukopin 1 2 0 0
Bank Perkreditan Rakyat
Syariah
85 0 0 0
Islamic Rural Banks
TOTAL 93 78 14 61
Keterangan:
- KP = Kantor Pusat
- UUS = Unit Usaha Syariah
- KPO = Kantor Pusat Operasional
- KC = Kantor Cabang
- KCP = Kantor Cabang Pembantu
- KK = Kantor Kas
Dalam sistem perbankan syariah , nilai-nilai islami yang melandasi
operasi perbankan syariah merupakan hal yang membedakan dengan
sistem perbankan konvensional. Pengembangan ketentuan dan instrumen
bagi bank syariah tidak dapat dipersamakan dengan yang berlaku pada
bank konvensional. Adanya sebuah instrumen atau ketentuan yang
berlaku bagi bank konvensional tidak berarti Bank Indonesia harus selalu
6
Sumber : Statistik Perbankan Syariah,
Maret 2003
Biro Perbankan Syariah
Bank Indonesia
Pendahuluan
menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang sama bagi bank
syariah.
Instrumen maupun ketentuan tersebut dapat saja diperlukan oleh
bank syariah dan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka
hal tersebut harus diatur oleh bank sentral agar dapat berlaku bagi bank
syariah. Bila instrumen dan ketentuan tersebut tidak sesuai dengan
prinsip syariah, namun dibutuhkan bank syariah maka bank sentral harus
menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang berbeda dengan
yang berlaku bagi bank konvensional.
Sejak adanya penilaian terhadap perbankan islam, terdapat
sejumlah kepustakaan teori yang telah diterbitkan untuk perkembangan
sistem moneter dan perbankan islam (Uzair,1955, Khan, 1985). Tetapi
tidak banyak penelitian secara empiris yang telah dibuat dalam
perencanaan stabilitas moneter pada sistem keuangan islam
(Khan,1980&1982, Ahmad & Khan,1990, Yousefi, 1996, Darrat, 1988),
dengan alasan tersebut maka penulis mencoba untuk menganalisis secara
empiris efektivitas dari instrumen moneter islam yang bebas bunga dalam
kasus dual banking system di Indonesia, dengan judul penelitian:
“Studi Empiris Tentang Perencanaan Stabilitas Moneter Pada
Sistem Dual Banking di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I”
1.2 Identifikasi Masalah
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris
tentang perbandingan instrumen moneter bebas bunga dan instrumen
yang berbasiskan bunga, dalam kasus pada sistem dual banking sehingga
7
Pendahuluan
otoritas moneter dapat membuat kebijakan dan perencanaan dengan
tujuan utama kestabilan moneter menggunakan kedua instrumen
alternatif tersebut diatas. Untuk mencapai tujuan tersebut , penulis
mencoba mengidentifikasikan beberapa masalah , diantaranya:
1. Apakah Otoritas Moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap
intrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan instrumen
moneter berbasiskan bunga?
2.Apakah instrumen moneter bebas bunga mempunyai pengaruh yang
lebih erat dalam memelihara stabilitas harga atau inflasi dibandingkan
dengan dengan instrumen berbasiskan bunga?
3. Apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh otoritas moneter dapat
dipersamakan antara instrumen keuangan yang bebas bunga dan
instrumen keuangan yang berbasiskan bunga?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol
yang lebih besar terhadap instrumen moneter bebas bunga
dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat
antara instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara
8
Pendahuluan
stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter
berbasiskan bunga.
3. Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh otoritas
moneter dapat dipersamakan antara instrumen keuangan islam yang
bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pembuat kebijakan, khususnya Bank Indonesia hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
digunakan untuk lebih mendalami sistem dual banking dan
kebijakan moneter pendukungnya yang pada akhirnya dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam mengevaluasi
kebijakan yang telah diterapkan dan atau untuk merumuskan
kebijakan baru.
2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah referensi untuk penelitian sejenisnya dikemudian hari,
serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk
melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan metode yang
lain.
9
Pendahuluan
1.5. Kerangka Pemikiran
1.5.1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan suatu kebijakan yang ditempuh oleh
Otoritas Moneter untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, beberapa
bank sentral secara jelas menentukan tujuan dari kebijakan moneter
dalam bentuk stabilitas moneter atau bahkan lebih sempit lagi berupa
stabilitas harga2
.
Di Indonesia , dalam rangka menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter tersebut Bank Indonesia mempunyai wewenang ,
tercantum dalam pasal 10 Undang-undang No.23 tahun 1999:
1) a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan
sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara
yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah
3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
2
Makalah pada Seminar Pengajaran Ekonomi Moneter PAU Studi Ekonomi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta 20 Februari 1993
10
Pendahuluan
Dalam perencanaan moneter, tujuan (objectives) dari kebijakan
moneter dari masing-masing negara berbeda-beda. Oleh karena itu,
dalam indikasi kuantitatifnyapun penetapan sasaran akhirnya juga
berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, sasaran
akhir (ultimate target) suatu negara pada umumnya berupa besaran-
besaran tertentu, seperti misalnya tingkat inflasi yang wajar serta
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Mengingat bahwa sasaran moneter tersebut hanya dapat diketahui
dalam tenggang waktu (lag) yang lama, maka diperlukan indikator lain
yang lebih cepat dapat diperoleh namun yang mempunyai ikatan yang
erat dengan sasaran moneter tersebut, hubungan tersebut mengalami
banyak pergeseran terutama dengan adanya deregulasi baik di bidang
keuangan maupun di bidang-bidang lainnya.
Pada dasarnya, M1 juga dapat dipergunakan sebagai besaran
indikator. Namun, penggunaan M1 sebagai indikator memiliki beberapa
kelemahan. Dengan deregulasi timbul berbagai inovasi baru sehingga
batasan antara tabungan, giro dan deposito menjadi lebih kabur.
Disamping itu, menurut penelitian, terdapat gejala currency substitution,
yaitu mobilitas mata uang rupiah dengan valuta asing yang lebih tinggi .
Hal ini dapat juga dibuktikan secara empiris dimana M2 memiliki
hubungan yang lebih erat dengan pendapatan dibandingkan M1. Untuk
Indonesia, dengan didasari oleh perkembangan tersebut diatas, besaran
yang dipergunakan sebagai indikator adalah M2.
Dengan melihat hubungan yang ada antara besaran moneter yang
dipergunakan sebagai indikator tersebut diatas dengan besaran moneter
11
Pendahuluan
yang berada dalam kontrol Otoritas Moneter, maka sasaran antara
(intermediate target) yang dapat dipengaruhi oleh Otoritas Moneter
adalah uang primer atau Reserve Money. Dalam hal ini memang muncul
permasalahan yang penting, yaitu predictability dan controllability.
Predictability adalah seberapa stabil hubungan yang ada antara
indikator yang ada, yaitu M2, dengan uang primer tersebut. Hubungan
antara kedua besaran tersebut adalah money multiplier. Dalam
perkembangannya, money multiplier tersebut yang semula cukup stabil,
dengan adanya deregulasi kemudian mengalami pergeseran, Oleh karena
itu, perkembangan money multiplier tersebut harus selalu diamati untuk
dapat melihat hubungan yang lebih antara M2 dengan uang primer.
Controllability adalah seberapa jauh Otoritas Moneter dapat
mengendalikan besaran tersebut melalui penggunaan instrumen moneter
yang dimilikinya. Secara sepintas hal itu tampaknya mudah dilakukan
namun dalam kenyataannya terdapat komplikasi dalam pengendalian
besaran yang seharusnya berada dalam kontrol Otoritas Moneter. Dalam
hal ini, mobilitas dana dari dan ke luar negeri memberikan pengaruh yang
besar kepada pengendalian uang primer tersebut, demikian juga fluktuasi
yang terjadi pada suku bunga yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat
diskonto dalam sistem cut-off rate sebagaimana saat ini diterapkan.
Bahkan jika sistem tersebut diubah menjadi stop-out rate.
Untuk menjaga stabilitas neraca pembayaran, terutama untuk
dapat mengurangi ataupun menghindari terjadinya spekulasi devisa,
maka diperlukan besaran lain yang berupa alat likuid bank-bank.
Mengingat bahwa alat likuid perbankan merupakan bagian dari uang
12
Pendahuluan
primer, maka melalui pengendalian pada alat likuid perbankan Bank
Indonesia dapat mempertahankan cadangan devisanya serta sekaligus
mengendalikan jumlah uang beredar M2 kearah jumlah yang dikehendaki.
Sasaran indikator maupun target yang ada dituangkan dalam suatu
perencanaan moneter yang umumnya disebutkan sebagai program
moneter. Melalui media tersebut, maka tingkat perkembangan besaran-
besaran moneter direncanakan agar dapat memenuhi sasaran-sasaran
yang dikehendaki. Dengan menggunakan media tersebut pula maka
berbagai perkembangan yang terjadi pada sasaran dan indikator yang ada
dapat dibandingkan dengan apa yang direncanakan.
Pencapaian sasaran serta target yang dijabarkan dalam program
moneter dilakukan melalui kebijkan moneter. Jika besaran terlalu tinggi
dengan yang diprogramkan, maka kebijakan moneter yang ditempuh
adalah kebijakan moneter yang ketat, yaitu melalui kontraksi jumlah uang
beredar. Sebaliknya jika perkembangan besaran moneter terlalu rendah,
maka diperlukan kebijkan moneter yang lebih ekspensif. Untuk
melaksanakan kedua hal tersebut, diperlukan instrumen moneter.
1.5.1.1 Instrumen Kebijakan Moneter3
Pada dasarnya instrumen kebijakan moneter yang biasa digunakan
adalah: pertama, instrumen yang umum, meliputi kebijakan pasar
terbuka (open market operations), kebijakan cadangan minimum
(reserves requirement) dan kebijakan diskonto (discount policy); kedua,
instrumen yang selektif, meliputi margin requirements,
3
Nopirin, Ph.D.,Ekonomi Moneter, Buku 1, hal 45, Yogyakarta, BPFE,1992
13
Pendahuluan
pembatasan/penentuan tingkat bunga, yang kesemuanya iniuntuk
mempengaruhi alokasi kredit untuk sektor-sektor ekonomi tertentu; dan
ketiga, adalah instrumen yang sering disebut dengan moral suasion.
Kebijakan Pasar Terbuka (Open Market Operations)
Meliputi tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh
bank sentral. Tindakan ini akan berpengaruh: pertama, menaikkan
cadangan bank-bank umum yang tersangkut dalam transaksi. Sebab
dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan menambah
cadangan bank umum yang menjual surat berharga tersebut, yang ada
pada bank sentral. Akibat tambahnya cadangan, maka bank umum dapat
menambah jumlah uang beredar (melalui proses penciptaan kredit).
Kedua tindakan pembelian/penjualan surat berhargaakan mempengaruhi
harga (dan dengandemikian juga tingkat bunga) surat berharga.
Akibatnya, tingkat bunga umum juga akan terpengaruh.
Kebijakan Diskonto (Discount Policy)
Tindakan untuk mengubah-ubah tingkat bunga yang harus dibayar
oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Dengan
menaikkan diskonto, maka ongkos meminjam dana dari bank sentral akan
naik sehingga akan mengurangi keinginan bank untuk meminjam.
Akibatnya, jumlah uang beredar dapat ditekan/dikurangi.
14
Pendahuluan
Kebijakan Perubahan Cadangan Minimum
Perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang
yang beredar. Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan, jumlah
uang beredar cenderung naik, dan sebaliknya kalau dinaikkan jumlah
uang akan cenderung turun.
Margin Requirement
Digunakan untuk membatasi penggunaan kredit untuk tujuan-
tujuan pembelian surat berarga (yang biasanya bersifat spekulatif).
Caranya, dengan menetapkan jumlah minimum kas down payment untuk
transaksi surat berharga. Misalnya, ditentukan margin requirement 80%,
artinya apabila seseorang hendak membeli surat berharga, maka 80%
harus dibayar dengan kas dan baru sisanya (20%) boleh dipinjam dari
bank.
Moral Suasion
Dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap lembaga moneter dan
individu yang bergerak di bidang moneter dengan pidato-pidato Gubernur
Bank Sentral, atau publikasi-publikasi, agar supaya bersikap seperti yang
dikehendaki oleh Otoritas Moneter
15
Pendahuluan
1.5.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter4
1.5.2.1. Jalur Kredit
Secara tradisional kebijakan moneter diyakini akan mempengaruhi
sektor riil melalui perubahan suku bunga jangka pendek, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi suku bunga jangka panjang, kemudian
cost of capital, dan akhirnya investasi. Dalam mekanisme ini peranan
bank ditekankan pada sisi kewajibannya (liabilities), dimana bank mampu
menciptakan likuiditas di perekonomian lewat kemampuannya menyerap
dana dari masyarakat. Namun seiring dengan berkembangnya
pemahaman akan peranan pasar keuangan yang tidak sempurna
(imperfect financial market) dalam perkembangan ekonomi dan siklus
bisnis, maka lahir pula teori-teori yang berusaha menjelaskan mekanisme
transmisi kebijakan moneter dengan penekanan pada imperfect financial
market ini. Teori-teori ini selanjutnya lazim disebut sebagai asymmetric
information based transmission mechanism atau credit channel yaitu
bank lending channel, yang menekankan efek kebijakan moneter
terhadap neraca bank, dan balance sheet channel, yang menekankan
efek kebijakan moneter terhadap neraca perusahaan dan yang kemudian
berlanjut ke akses perusahaan terhadap kredit bank.
Lending channel
Menurut jalur ini , peranan bank dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter tidak hanya melalui sisi kewajiban bank, melainkan
juga dari sisi aset bank. Sebagai contoh dalam kondisi kontraksi moneter
4
Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (2001) ; Review
Penelitian
16
Pendahuluan
maka reserve bank akan menurun. Selanjutnya dengan adanya ketentuan
reserve requirement, maka dana yang tersedia bagi bank untuk
dipinjamkan (bank loans) akan mengalami penurunan. Di banyak negara,
khususnya negara-negara berkembang, dimana ketergantungan terhadap
kredit bank masih sangat besar, menurunnya kemampuan bank untuk
memberikan pinjaman ini akan mempengaruhi investasi dan pada
akhirnya kegiatan perekonomian. Dengan demikian, eksistensi dari jalur
ini akan ditentukan oleh dua kondisi sebagai berikut:
a. Bank sentral memiliki kemampuan untuk mengendalikan
suplai bank loans
b. Untuk sebagian peminjam, kredit bank dan surat berharga
bersifat imperfect substitute
Untuk Indonesia, kondisi yang kedua diyakini dapat terpenuhi mengingat
masih terdapatnya fenomena asymmetric information yang menyebabkan
sebagian besar peminjam akan kesulitan untuk dapat menerbitkan surat-
surat berharga. Hal ini telah menimbulkan ketergantungan kepada
perbankan mengingat hanya perbankan yang dianggap dapat mengatasi
masalah asymmetric information tersebut. Sementara itu seperti
disebutkan oleh Bernanke dan Gertler (1995), kondisi pertama masih
memerlukan pembuktian secara empiris. Agar bank sentral dapat
sepenuhnya mengendalikan suplai dari bank loans, maka dibutuhkan
kondisi dimana dalam kondisi kontraksi moneter bank tidak dapat dengan
mudah mengeluarkan berbagai macam bentuk surat utang lain untuk
menggantikan simpanan pihak ketiga.
1.5.2.2 Jalur Neraca Perusahaan
17
Pendahuluan
Balance sheet channel merupakan jenis transmisi moneter yang
muncul sebagai akibat dari adanya ketidaksempurnaan informasi antara
debitor dan kreditor di pasar keuangan. Ketidaksempurnaan informasi
tersebut menimbulkan moral hazard problem, terutama dari sisi debitor
dengan membuat berbagai investasi yang beresiko. Dengan investasi
yang dibuatnya, debitor akan mendapat profit jika proyeknya berhasil dan
apabila proyeknya gagal maka kreditor (bank) akan menanggung
kerugiannya. Oleh karena itu, kreditor mengenakan premi kepada debitor
untuk menutupi risiko kerugian tersebut yang besarnya tergantung pada
dua hal, yaitu besarnya pinjaman dan risk free interest rate level
( misalnya policy interest rate). Semakin besar jumlah pinjaman, semakin
besar pula moral hazard-nya, sehingga tingkat premi juga semakin
tinggi. Sementara itu, semakin tinggi level risk free interest rate, semakin
rendah nilai jaminan (kolateral) debitor, sehingga semakin besar
kemungkinan debitor melakukan moral hazard.
Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pasar keuangan, adanya
kontraksi kebijakan moneter akan meningkatkan cost of borrowing, baik
secara langsung melalui jalur suku bunga maupun secara tidak langsung
melalui naiknya tingkat premi. Naiknya tingkat premi inilah yang
merupakan inti dari balance sheet channel. Sebagai konsekuensinya,
naiknya tingkat premi menyebabkan turunnya investasi.
1.5.3 Konsep Uang
18
Pendahuluan
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep
ekonomi konvensional. Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan
capital, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan
capital bersifat stock concept. Menurut konsep dalam ekonomi Islam,
capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang
mengalir adalah public goods (flow concept), sedangkan yang mengendap
sebagai milik seseorang (stock concept) adalah milik pribadi (private
good)
Pemahaman terhadap konsep private good dan public good dapat
diperjelas dengan mencontohkan mobil sebagai private good (capital) dan
jalan tol sebagai public good (money). Dengan kata lain , jika dan hanya
jika uang diinvestasikan dalam proses produksi , kita akan mendapatkan
uang yang lebih banyak
Konsep uang Irving Fisher:
Persamaan kuantitas uang Fisher:
Keterangan: M = Jumlah uang
V = Tingkat perputaran uang
P = Tingkat harga barang
Selanjutnya, variabel T pada persamaan di atas dapat diganti
dengan Y karena nilai nominal dari total volume transaksi sulit diukur dan
dengan mengasumsikan bahwa nilai T proporsional terhadap Y. Sehingga
persamaan diatas menjadi :
19
MV = PT
T = Jumlah barang yang
diperdagangkan
MV = PY
Pendahuluan
Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa
permintaan akan uang adalah murni merupakan fungsi dari pendapatan,
dan tingkat bunga tidak mempengaruhinya. Persamaan diatas
menunjukkan semakin cepat perputaran uang (V), semakin besar
pendapatan (income). Menegaskan juga bahwa uang adalah flow concept.
Konsep uang Marshall-Pigou:
Persamaan kuantitas uang Cambridge:
Dimana k = 1/v dan proporsinya konstan. Secara sistematis
persamaan Cambridge di atas hampir sama dengan persamaan Fisher,
tapi kita tidak bisa mengatakan kelompok Cambridge sepaham dengan
Fisher bahwa dalam jangka pendek tingkat bunga tidak memiliki pengaruh
terhadap permintaan akan uang karena persamaan di atas filosofinya
sangat berbeda. Ekonom Cambridge menganggap bahwa dalam jangka
pendek, jumlah kekayaan, volume transaksi, dan pendapatan nasional
mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain. Ekonom
Cambridge mengasumsikan bahwa ceteris paribus, permintaan akan uang
adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Sebagai kesimpulan, baik Fisher maupun ekonom Cambridge
sependapat bahwa permintaan akan uang adalah proporsional terhadap
pendapatan. Namun, terdapat pula perbedaan pada keduanya. Kalau
pendekatan Fisher menekankan pada faktor-faktor teknologi dan
mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan akan uang.
Sedangkan pendekatan ekonom Cambridge menekankan pada adanya
20
M = kPY
Pendahuluan
individual choice dalam memelihara komposisi kekayaan yang dimiliki
karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan
(store of wealth) - apakah akan disimpan dalam bentuk obligasi, saham,
atau uang kas, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan ekonom Cambridge
juga tidak mengabaikan faktor tingkat bunga.
1.5.4 Teori Permintaan Uang
Pemikiran ekonom klasik dan monetaris tentang uang cukup
beragam . Irving Fisher, menyatakan bahwa permintaan akan uang
(money demand) adalah fungsi income, sedangkan interest tidak ada
hubungannya dengan permintaan akan uang. Para ekonom cambridge
menyatakan bahwa uang adalah medium of exchange dan store of value,
dan tidak meniadakan efek interest rates.
Menurut Marshall-Pigou, uang adalah stock concept sehingga
berfungsi sebagai salah satu cara menyimpan kekayaan. Dalam hal ini,
manusia memiliki pilihan individu untuk memelihara asetnya, apakah
dalam bentuk obligasi, saham, uang dan lain-lain. Dalam teori moneter
konvensional, konsep Marshall-Pigou dijabarkan oleh keynes. Ia
mengatakan bahwa pilihan individu untuk permintaan uang dipengaruhi
oleh tiga motif, yaitu:
1. Permintaan akan uang untuk transaksi ( money demand for
transaction)
2. Permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (money demand for
precautionary)
21
Pendahuluan
3. Permintaan akan uang untuk spekulasi (money demand for
speculation)
Menurut Keynes, money demand for transactions dan money
demand for precautionary ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan
money demand for speculation ditentukan oleh tingkat suku bunga. Hal ini
dinotasikan sebagai berikut:
Md
tr = f (
+
Y )
Md
pre = f (
+
Y )
Md
sp = f (
−
i )
Sebenarnya ada beberapa kesalahan Keynes, yang salah satu
diantaranya diluruskan oleh pengikutnya, Boumol-Tobin, masing-masing
pada tahun 1953 dan 1956. Dari model yang dikembangkannya, secara
implisit Keynes mengatakan adanya perfect substitution antara uang
(money), obligasi (bonds), dan modal (capital). Ini sejalan dengan teori
ekonomi yang mengenal lima pasar, yaitu:
1. Pasar barang (consumer goods)
2. Pasar tenaga kerja (labor services)
3. Pasar barang-barang modal (Production (capital) goods)
4. Pasar obligasi (bonds)
5. Pasar Uang (Money)
Lima pasar ini akan berhadapan dengan:
1. Harga (prices)
2. Upah (wages)
3. Bunga (interest)
22
Pendahuluan
Variabel di atas menimbulkan persoalan karena 5 pasar yang akan
dipecahkan oleh 3 harga. Untuk memecahkan persoalan ini, Keynes
menggabungkan capital dan bonds menjadi non monetary asset sehingga
komposisi menjadi 4 pasar dengan 3 harga. Kekeliruan Keynes adalah
menggabungkan capital goods dan bonds menjadi satu dengan nama
baru, non monetary asset. Gabungan capital goods dan bonds diwakilkan
nilainya dengan interest. Jadi, secara implisit, capital goods dan bonds
dianggap perfect substitution.
Bagi Boumol-Tobin, money demand for precautionary tidak saja
ditentukan oleh tingkat pendapatan, namun juga oleh tingkat suku bunga.
Secara matematis dirumuskan:
Md
tr = f (
+
Y )
Md
pre = f (
+
Y ,
−
i )
Md
sp = f (
−
i )
Baik Marshall-Pigou, Keynes, maupun Boumol-Tobin berbicara
tentang stock concept uang. Muncul kemudian teori Fisher. Setelah
ditinggalkan cukup lama, teori Fisher dianalisis oleh Milton Friedman. Teori
Fisher tidak lagi berbicara tentang nominal interest rate tetapi tentang
differential interest rate antara interest rate bonds, interest rate money,
expected inflation, dan lain-lain
23
Pendahuluan
1.6. Metode Penelitan
1.6.1. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif.
Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan
hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan.
Sedangkan untuk analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu
ekonometrika yaitu software Eviews 3.1 dan software Excell.
Beberapa kepustakaan [(Stock dan Watson (1988) , Harris (1995)]
menyatakan bahwa regresi yang diestimasi harus tidak memasukkan
variabel-variabel non-stationary untuk menghindari adanya masalah
spurious regression (R-squares yang tinggi dan Durbin-Watson statistik
yang rendah). Lebih lanjutnya, Engle dan Granger (1987)
mempertunjukkan bahwa menggunakan variabel-variabel yang stasioner
dalam persamaan regresi , dapat menyaring informasi yang berfrekuensi-
rendah jika beberapa atau semua variabel-variabel dalam model
terkointegrasi.
Dua variabel dikatakan terkointegrasi jika memiliki hubungan
(keseimbangan) jangka panjang. Menurut teori representasi Granger
(1986), setiap sistem dari variabel-variabel yang terkointegrasi dapat di
representasikan oleh error-correction model (ECM). Pada model asli yang
mengandung variabel-variabel stasioner, ECM menambah regressor lain;
lagged residuals (yang disebut error-corection (EC) term) yang diperoleh
dari hubungan kointegrasi. Koefisien dari EC term merefleksikan proses
dimana variabel tidak bebas (dependent) dalam persamaan ECM
24
Pendahuluan
menyesuaikan dalam jangka pendek terhadap posisi keseimbangan
jangka panjangnya.
Diskusi diatas, maka, menyarankan bahwa analisis secara empiris
terhadap identifikasi masalah pada penelitian ini , berdasarkan model
kointegrasi dan error-correction.
1.6.2 Spesifikasi Data dan Variabel
Data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
 M1 adalah uang kertas dan logam (currency) + simpanan dalam
bentuk rekening koran (demand deposit)
 M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit)
pada bank-bank umum
 M1 Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) +
simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit) pada bank-
bank yang menerapkan sistem bebas bunga
 M2 Islamic (Isl) adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time
deposit) pada bank-bank umum yang menerapkan sistem bebas bunga
 MB (monetary base) adalah uang kertas dan logam (currency) +
deposit cadangan (reserves) bank-bank umum pada bank sentral
 MB Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) +
deposit cadangan (reserves) bank-bank umum yang menerapkan
sistem bebas bunga pada bank sentral
 GM1 adalah pertumbuhan M1
 GM2 adalah pertumbuhan M2
 GM1 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M1 (Isl)
25
Pendahuluan
 GM2 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M2 (Isl)
 GMB adalah pertumbuhan MB
 GMB (Isl) adalah pertumbuhan MB (Isl)
 CPI adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)
 GCREDIT adalah pertumbuhan kredit berbasiskan bunga
 GCREDIT Islamic (Isl) adalah pertumbuhan kredit pada perbankan
bebas bunga
 GLIQUD adalah pertumbuhan aset likuid perbankan yang berada di
bank sentral
 GLIQUID Islamic (Isl) adalah pertumbuhan aset likuid perbankan
bebas bunga yang berada di bank sentral.
1.6.3 Model Ekonometrik
Sesuai dengan identifikasi masalah yang ada, penulis menggunakan
model yang sama yang dikembangkan oleh Ahmad Kaleem (2002) yang
juga merupakan pengembangan dari model oleh Ali F Darrat (1988).
Model ekonometrik 1
Seperti diargumentasikan oleh Havrilesky dan Boorman, (1980), Batten
dan Thornton (1983), McCallum (1989) setiap besaran (aggregate)
moneter akan berguna untuk tujuan kebijakan hanya jika memenuhi dua
prasyarat:
1. Besaran (aggregate) moneter tersebut secara efektif harus
berada dibawah kontrol Otoritas Moneter (bank sentral)
26
Pendahuluan
2. Adanya hubungan yang kuat antara besaran (aggregate)
moneter tersebut dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter
(salah satunya adalah stabilitas harga atau inflasi)
Jika tidak terdapat hubungan seperti tersebut diatas, maka besaran
(aggregate) moneter tersebut tidak mempunyai kegunaan untuk
kebijakan, sebaliknya, besaran (aggregate) moneter yang terhubung kuat
dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter tidak bermanfaat jika tidak
dapat dikontrol.
Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol yang lebih
besar terhadap instrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan
instrumen moneter berbasiskan bunga.
(GM1) t = g + d(GMB)t + ut (1)
(GM1(isl)) t = h + q(GMB (isl))t + ut (2)
(GM2)t = g + d(GMB)t + ut (3)
(GM2 (isl)) t = h + q(GMB(isl))t +ut (4)
Model ekonometrik 2
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat antara
instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara stabilitas tingkat
harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan
bunga.
GPt = r0 + r1(GM1)t + r2(GM1)t-1 + r3(GM1)t-2+ ut (5)
GPt = l0 + l1(GM2)t + l2(GM2)t-1 + l3(GM2)t-2 + ut (6)
GPt = r0 + r1(GM1(isl))t + r2(GM(isl)1)t-1 + r3(GM1(isl))t-2 + ut (7)
GPt = l0 + l1(GM2(isl))t + l2(GM2(isl))t-1 + l3(GM2(isl))t-2 + ut (8)
27
Pendahuluan
Model ekonometrik 3
Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas
dapat digunakan sebagai instrumen moneter untuk mengontrol
pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta merespon
terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan
dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit sehingga
mengurangi permintaan agregat.
Seperti dijelaskan oleh Karim dan Abdullah (1995), kebanyakan
dari instrumen pembiayaan syariah (Islamic) adalah instrumen
pembiayaan Murabaha5
dan hampir semua penjualan melalui instrumen
ini ditujukan untuk sektor swasta dimana mengandung 100% resiko,
seperti tertuang dalam perjanjian Basel, karena itu persentase yang sama
untuk liquidity requirements seperti disarankan oleh perjanjian Basel tidak
dapat dipersamakan untuk instrumen keuangan bebas bunga (Islamic)
Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh Otoritas
Moneter dapat dipersamakan antara instrumen keuangan islam yang
bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga.
(GCREDIT) t = g + d(GLIQUID)t + ut (9)
(GCREDIT (ISL)) t = h + qGLIQUID (ISL)t + ut (10)
5
Murabaha, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut
diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati
bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (Lump Sum
Deferred Payment) . Dalam prakteknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus
28
Pendahuluan
1.6.3.1 Pengujian Statistik
Untuk melihat validitas model yang digunakan serta akurasi hasil
estimasi model, maka dilakukan beberapa pengujian statistik, antara lain:
1.6.3.1.1 Uji Akar-akar Unit (Unit Root )
Di dalam penelitian ini akan digunakan uji akar unit melalui uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mengetahui apakah data time series yang
digunakan memiliki masalah akar unit atau data tidak stasioner. Jika
suatu data time series tidak stasioner pada order nol, I(0), maka
stasionaritas data tersebut bisa dicari melalui berbagai order sehingga
diperoleh tingkat stasionaritas pada order ke-n (first difference atau I(1),
atau second difference atau I(2), dan seterusnya).
∑
−
=
−− +∆+=∆
1
1
1
p
j
tjtjtt YYY µρρ (ADF test)
H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)
H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)
1.6.3.1.2 Uji Kointegrasi
Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data
yang tidak stasioner, apabila data tidak stasioner masih dapat terjadi
kointegrasi jangka panjang bila kombinasinya juga linear sejalan dengan
berjalannya waktu. Tujuan pokok dari uji ini adalah untuk melihat
hubungan keterkaitan jangka panjang antara tiap variabel yang di uji.
Langkah pertama; estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan
menggunakan model ordinary least square (OLS), misalnya:
29
Pendahuluan
Langkah kedua; uji stasioner terhadap nilai residual dari hasil estimasi
diatas lalu estimasi kembali,
Setelah estimasi kembali, t-hitung diperoleh maka hasilnya dibandingkan
dengan t-tabel (Uji t). Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka
variabel bersifat stasioner.
Langkah terakhir yang dilakukan dalam uji ini adalah melakukan regresi,
proses ini dilakukan untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel
pada tingkat kepercayaan tertentu.
Pengujian derajat kointegrasi dilakukan dengan metode Engle Granger
(1987). Hipotesis ini didasarkan oleh hasil regresi pada error terms
berikut ini :
∆Ut = δUt-1 + vt
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
H0 : δ = 0 (variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi)
H1 : δ ≠ 0 (variabel-variabel dalam model terkointegrasi)
30
Y = + X + X + Ut 0 1 t1 2 t2 tα α α
U = U +t t - 1 tv
∆ U U + Ut t - 1 1 t - 2
^
= α α0
U = U +t t - 1 tv
∆ U U + Ut t - 1 1 t - 2
^
= α α0
Pendahuluan
1.6.3.1.3 Pengujian dengan Error Correction Model (ECM)
Selain untuk mengetahui hubungan jangka panjang dengan
pendekatan kointegrasi, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perubahan berbagai variabel independen terhadap perubahan
variabel dependennya dalam jangka pendek (dari satu triwulan ke
triwulan berikutnya). Model ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
ketidakseimbangan jangka pendek yang digambarkan dengan variabel
fisrt difference-nya dikoreksi atau disesuaikan untuk mencapai
keseimbangan jangka panjangnya yang digambarkan dengan variabel
error correction term.
Dapat diuraikan dalam persamaan berikut :
ΔYt = β0 + β1 ΔXt1 + β2 ΔXt 2 + ... + βn ΔXn + ECT t-1 + Ut
ΔYt = First difference dari variabel tidak bebas
ΔX1,2,..n = First difference dari variabel bebas
ECT t-1 = Koreksi kesalahan
1.6.3.1.4 Uji Koefisien Determinasi
Digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang
dipakai. Koefisien determinasi (R2
) yaitu angka yang menunjukkan
besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel
bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang
menunjukkan seberapa besar variasi variabel tak bebas ditentukan oleh
variasi variabel bebasnya. Besarnya nilai R2
adalah 0 < R2
< 1, dimana
semakin mendekati 1 (satu) berarti model tersebut dikatakan baik karena
semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak
31
Pendahuluan
bebasnya. Dengan kata lain bila nilai R2
semakin mendekati 1 berarti
variasi variabel tak bebas hampir sepenuhnya dipengaruhi variabel tak
bebas yang ada dalam model.
1.6.3.1.5 Uji t-statistik
Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari
variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Pengujian ini dilakukan
dengan hipotesis:
H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya
H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya
Dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikansi = α, dan derajat
kebebasan (degree of freedom, df) = n - k (n = jumlah observasi dan k =
jumlah variabel yang digunakan),
Kriteria penerimaan hipotesis pada uji t-statistik adalah:
 H0 tidak ditolak jika –(t-tabel) < t-stat < (t-tabel).
 H0 ditolak jika –(t-stat) <-(t-tabel) atau t-stat > t-tabel
1.6.3.1.6 Uji F-statistik
Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari
semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh
variabel bebas secara bersama-sama. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel bebasnya.
H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel bebasnya.
32
Pendahuluan
 Apabila nilai F hitung ≤ F tabel berarti H0 tidak ditolak, sehingga
variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel tidak bebasnya.
 Apabila nilai F hitung > F tabel berarti H0 ditolak, sehingga variabel
bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya.
1.6.3.1.7 Pengujian Masalah Otokorelasi dalam Analisis Regresi
Linier
Otokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana
kesalahan pengganggu dalam periode tertentu, katakan єt berkorelasi
dengan kesalahan pengganggu dari periode lainnya katakan єs. Jadi
kesalahan pengganggu tidak bebas, satu sama lain berkorelasi, saling
berhubungan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya otokorelasi, antara
lain:
1. Kelembaman (Inertia).
2. Terjadi bias dalam spesifikasi karena beberapa variabel penting
tak tercakup.
3. Terjadi bias dalam spesifikasi karena bentuk fungsi yang
dipergunakan tidak tepat.
4. Fenomena sarang labah-labah (Cobweb Phenomena).
5. Beda kala (Time lags).
6. Adanya manipulasi data (Manipulation of data).
33
Pendahuluan
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokoralasi adalah uji
Durbin-Watson. Secara spesifik, untuk uji Durbin-Watson, terdapat lima
himpunan daerah untuk nilai d, yaitu:
Daerah Daerah Tidak Daerah Daerah
kritis ketidak- menolak ketidak- kritis
pastian H0 pastian
(inconclusive) (inconclusive)
Tolak Tidak ada Tolak
H0 otokorelasi H0
0 dL dU 2 (4 – dU) (4 - dL)
• Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL),
maka hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang
berarti terdapat otokorelasi
• Jika d terletak antara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol diterima,
yang berarti tidak ada otokorelasi.
Namun, jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dU) dan (4 –
dL), maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti
(inconclusive). Untuk nilai-nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat
signifikansi tertentu) disimpulkan adanya otokorelasi di antara faktor-
faktor gangguan.
Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson adalah :
H0 : tidak terdapat otokorelasi positif
H1 : tidak terdapat otokorelasi negatif
1.6.4 Metode Pengumpulan Data
34
Pendahuluan
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melalui data
sekunder dengan jenis data time series. Sumber data yang diperlukan
dalam penelitian ini berasal dari :
 Statistik Perbankan Syariah, Biro Perbankan Syariah- Bank Indonesia
 Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia- Bank Indonesia
 Homepage Bank Indonesia, www.bi.go.id
 International Financial Statistic-IMF
 Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, dan
bahan-bahan lain yang diperoleh dari perpustakaan UNPAD,
perpustakaan UNPAR, perpustakaan Bank Indonesia Jakarta dan
Bandung, internet, serta sumber-sumber lain yang berhubungan
dengan penelitian ini.
1.6.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada pengujian penciptaan
stabilitas moneter dalam kasus dual banking yang diterapkan di
Indonesia. Periode yang diteliti dalam jangka waktu 1997.I sampai
2003.1, alasan dipilihnya periode tersebut adalah karena ketersediaan
data, dan mulai berkembangnya sistem keuangan bebas bunga di
Indonesia.
Penelitian ini bersifat independen, artinya penelitian ini hanya untuk
proses pembelajaran dan bukan untuk mengarahkan pembaca memilih
sistem keuangan tertentu atau menyudutkannya.
35
Pendahuluan
36

More Related Content

What's hot

Materi pengantar-bank-sentral-pertemuan kedua
Materi pengantar-bank-sentral-pertemuan keduaMateri pengantar-bank-sentral-pertemuan kedua
Materi pengantar-bank-sentral-pertemuan keduaChairul Pane
 
Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Ari Raharjo
 
INDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETER
INDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETERINDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETER
INDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETERHeny Larasatii
 
BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )
BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )
BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )Nevi Syafitri
 
Sesi 1 kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)
Sesi 1  kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)Sesi 1  kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)
Sesi 1 kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)rahma wati
 
Penjelasan
PenjelasanPenjelasan
Penjelasankpwbi
 
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"Yuca Siahaan
 
Penj uu ri_3_2004
Penj uu ri_3_2004Penj uu ri_3_2004
Penj uu ri_3_2004kpwbi
 
Bank indonesia
Bank indonesia Bank indonesia
Bank indonesia Nisa Ell
 
Kebijakan sistem pembayaran di indonesia
Kebijakan sistem pembayaran di indonesiaKebijakan sistem pembayaran di indonesia
Kebijakan sistem pembayaran di indonesiaBrawijaya University
 
Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)
Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)
Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)VivianaArsew
 

What's hot (20)

Materi pengantar-bank-sentral-pertemuan kedua
Materi pengantar-bank-sentral-pertemuan keduaMateri pengantar-bank-sentral-pertemuan kedua
Materi pengantar-bank-sentral-pertemuan kedua
 
Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)Bank Sentral (Bank Indonesia)
Bank Sentral (Bank Indonesia)
 
Kelembagaan bi
Kelembagaan biKelembagaan bi
Kelembagaan bi
 
Kelembagaan bank indonesia
Kelembagaan bank indonesiaKelembagaan bank indonesia
Kelembagaan bank indonesia
 
Bank Sentral : Bank Indonesia (Ekonomi Moneter - BAB 3)
Bank Sentral : Bank Indonesia (Ekonomi Moneter - BAB 3)Bank Sentral : Bank Indonesia (Ekonomi Moneter - BAB 3)
Bank Sentral : Bank Indonesia (Ekonomi Moneter - BAB 3)
 
INDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETER
INDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETERINDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETER
INDEPENDENSI BANK SENTRAL, INSTRUMEN KEBIJAKSANAN MONETER
 
Bank sentral
Bank sentralBank sentral
Bank sentral
 
BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )
BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )
BANK SENTRAL ( BANK INDONESIA )
 
Sesi 1 kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)
Sesi 1  kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)Sesi 1  kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)
Sesi 1 kelembagaan bank sentral -tegal (candra-pres)
 
Penjelasan
PenjelasanPenjelasan
Penjelasan
 
Bank indonesia
Bank indonesiaBank indonesia
Bank indonesia
 
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"
 
Materi -bank-sentral
Materi -bank-sentralMateri -bank-sentral
Materi -bank-sentral
 
Penj uu ri_3_2004
Penj uu ri_3_2004Penj uu ri_3_2004
Penj uu ri_3_2004
 
Hukum Keuangan Negara
Hukum Keuangan NegaraHukum Keuangan Negara
Hukum Keuangan Negara
 
Bank indonesia
Bank indonesia Bank indonesia
Bank indonesia
 
Kebijakan sistem pembayaran di indonesia
Kebijakan sistem pembayaran di indonesiaKebijakan sistem pembayaran di indonesia
Kebijakan sistem pembayaran di indonesia
 
Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)
Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)
Presentasi bi, ojk dan kebijakan moneter (nur ain, septi, viviana)
 
Bank Indonesia & LPS
Bank Indonesia & LPSBank Indonesia & LPS
Bank Indonesia & LPS
 
Bank Sentral
Bank SentralBank Sentral
Bank Sentral
 

Viewers also liked (19)

Lea f let n-honk
Lea f let n-honkLea f let n-honk
Lea f let n-honk
 
Bab ii verdana
Bab ii verdanaBab ii verdana
Bab ii verdana
 
Bunda dan ayah ku
Bunda dan ayah kuBunda dan ayah ku
Bunda dan ayah ku
 
Leaflet tnda bhya
Leaflet tnda bhyaLeaflet tnda bhya
Leaflet tnda bhya
 
Nutrisi leaflet asmi
Nutrisi leaflet asmiNutrisi leaflet asmi
Nutrisi leaflet asmi
 
Lampiran 3 kesediaan
Lampiran 3 kesediaanLampiran 3 kesediaan
Lampiran 3 kesediaan
 
Lea f let neng ocha
Lea f let neng ochaLea f let neng ocha
Lea f let neng ocha
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Lampiran 7 pengetahuan
Lampiran 7 pengetahuanLampiran 7 pengetahuan
Lampiran 7 pengetahuan
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Sap alfian 213111055(benar)
Sap alfian 213111055(benar)Sap alfian 213111055(benar)
Sap alfian 213111055(benar)
 
Nutrisi bblr
Nutrisi bblrNutrisi bblr
Nutrisi bblr
 
Lampiran 2 konsultasi
Lampiran 2 konsultasiLampiran 2 konsultasi
Lampiran 2 konsultasi
 
2079
20792079
2079
 
Presentasi seminar english
Presentasi seminar englishPresentasi seminar english
Presentasi seminar english
 
Discourse analysis
Discourse analysisDiscourse analysis
Discourse analysis
 
Leafleat diet diabetes mellitus
Leafleat diet diabetes mellitusLeafleat diet diabetes mellitus
Leafleat diet diabetes mellitus
 
No. 44 lampiran 2011
No. 44 lampiran 2011 No. 44 lampiran 2011
No. 44 lampiran 2011
 
Leaflet nutrisi ibu menyusui
Leaflet   nutrisi ibu menyusuiLeaflet   nutrisi ibu menyusui
Leaflet nutrisi ibu menyusui
 

Similar to Mekanisme Moneter Syariah di Indonesia

Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...
Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...
Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...An Nisbah
 
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan SyariahRuang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan SyariahAri Munandar
 
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docx
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docxPERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docx
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docxAfrizaLeonita
 
Makalah bank syariah
Makalah bank syariahMakalah bank syariah
Makalah bank syariahteguh zhee
 
kajian bank di Medan
kajian bank di Medankajian bank di Medan
kajian bank di Medansuryaeluya
 
Skripsi 11160186 ani nuraeni copy
Skripsi 11160186 ani nuraeni   copySkripsi 11160186 ani nuraeni   copy
Skripsi 11160186 ani nuraeni copyaninuraeniani
 
Skripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan padaSkripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan padayogieardhensa
 
Perkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdf
Perkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdfPerkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdf
Perkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdfNurAini132962
 
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariahInstitusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariahmasids
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiYusuf Darismah
 
Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280
Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280
Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280Nuril Fajriani
 
Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]
Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]
Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]Ria Angela
 
Buku 2 (Perbankan).pptx
Buku 2 (Perbankan).pptxBuku 2 (Perbankan).pptx
Buku 2 (Perbankan).pptxAdeMuhammad10
 
P pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankanP pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankanRia Angela
 

Similar to Mekanisme Moneter Syariah di Indonesia (20)

Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i vi
Bab i viBab i vi
Bab i vi
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...
Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...
Pengaruh inflasi, bi rate dan kurs terhadap profitabilitas bank syariah di in...
 
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan SyariahRuang Lingkup Perbankan Syariah
Ruang Lingkup Perbankan Syariah
 
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docx
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docxPERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docx
PERKEMBANGAN SISTEM PERBANKAN SYARIAH DIINDONESIA.docx
 
Makalah bank syariah
Makalah bank syariahMakalah bank syariah
Makalah bank syariah
 
kajian bank di Medan
kajian bank di Medankajian bank di Medan
kajian bank di Medan
 
perbankan syariah_.pptx
perbankan syariah_.pptxperbankan syariah_.pptx
perbankan syariah_.pptx
 
Skripsi 11160186 ani nuraeni copy
Skripsi 11160186 ani nuraeni   copySkripsi 11160186 ani nuraeni   copy
Skripsi 11160186 ani nuraeni copy
 
Dsn mui new
Dsn mui newDsn mui new
Dsn mui new
 
Skripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan padaSkripsi analisis laporan keuangan pada
Skripsi analisis laporan keuangan pada
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 
Perkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdf
Perkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdfPerkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdf
Perkembangan_PERBANKAN_SYARIAH.pdf
 
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariahInstitusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
Institusi pendukung-lembaga-keuangan-syariah
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 
Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280
Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280
Tugas perbankan syariah nuril ula fajriani 43213120280
 
Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]
Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]
Ppt. perbankan bank mandiri syariah[1]
 
Buku 2 (Perbankan).pptx
Buku 2 (Perbankan).pptxBuku 2 (Perbankan).pptx
Buku 2 (Perbankan).pptx
 
P pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankanP pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankan
 

More from Chenk Alie Patrician (20)

Senam hamil
Senam hamilSenam hamil
Senam hamil
 
Ibu bayi sehat
Ibu bayi sehatIbu bayi sehat
Ibu bayi sehat
 
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bblTanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
 
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bblTanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
 
Senam nifas
Senam nifasSenam nifas
Senam nifas
 
Senam hamil
Senam hamilSenam hamil
Senam hamil
 
Memandikan bayi
Memandikan bayiMemandikan bayi
Memandikan bayi
 
Memandikan bayi haha
Memandikan bayi hahaMemandikan bayi haha
Memandikan bayi haha
 
Liflet payudara kel 7
Liflet payudara kel 7Liflet payudara kel 7
Liflet payudara kel 7
 
Leaflet senam hamil
Leaflet senam hamilLeaflet senam hamil
Leaflet senam hamil
 
Leaflet pemeriksaan ibu hamil
Leaflet pemeriksaan ibu hamilLeaflet pemeriksaan ibu hamil
Leaflet pemeriksaan ibu hamil
 
Leaflet panduan pijat bayi cie
Leaflet panduan pijat bayi cieLeaflet panduan pijat bayi cie
Leaflet panduan pijat bayi cie
 
Leaflet imunisasi
Leaflet imunisasiLeaflet imunisasi
Leaflet imunisasi
 
Leaflet hamil berkualitas
Leaflet hamil berkualitasLeaflet hamil berkualitas
Leaflet hamil berkualitas
 
Leaflet bersalin
Leaflet bersalinLeaflet bersalin
Leaflet bersalin
 
Leaflet perawatan payudarah
Leaflet   perawatan payudarahLeaflet   perawatan payudarah
Leaflet perawatan payudarah
 
Ketidaknyamanan masa kehamilan
Ketidaknyamanan masa kehamilanKetidaknyamanan masa kehamilan
Ketidaknyamanan masa kehamilan
 
Kb kumplit
Kb kumplitKb kumplit
Kb kumplit
 
Kb k omplit
Kb k omplitKb k omplit
Kb k omplit
 
Ibu bayi sehat
Ibu bayi sehatIbu bayi sehat
Ibu bayi sehat
 

Mekanisme Moneter Syariah di Indonesia

  • 1. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter menjadi tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga keuangan yang ada di suatu negara. Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau perbankan yang sehat, bank sentral atau otoritas moneter menggunakan suatu perangkat kebijakan moneter seperti pengendalian tingkat bunga, pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau cadangan minimum (reserve requirement), penentuan bunga rediskonto, operasi pasar terbuka, currency swap dan sebagainya. Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami dalam tiga dasa warsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di berbagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim harus pula memantau dan mengendalikan perkembangan lembaga-lembaga keuangan baru ini. Untuk melaksanakan fungsi pemantauan dan pengendalian itu maka otoritas moneter juga harus membangun seperangkat kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan 1
  • 2. Pendahuluan prinsip-prinsip yang dianut oleh lembaga-lembaga keuangan dan perbankan islami. Sebagian negara muslim melakukan konversi mekanisme moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami, seperti Iran dan Pakistan, dan sebagian negara muslim lainnya, seperti Indonesia, mengakomodasian perkembangan tersebut melalui “dual banking system”, dimana perbankan islami dapat beroperasi berdampingan dengan perbankan konvensional1 . Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan,termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi. Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada masyarakat akan hadirnya sistem perbankan alternatif yang memenuhi selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian. 1 Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, Februari 2001) 2
  • 3. Pendahuluan Setelah dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang pada intinya memberikan kewenangan dan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia dan sekaligus diperkenalkan landasan hukum bank syariah. Selanjutnya dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Setelah diberlakukannya UU tersebut perbankan nasional mulai menerapkan sistem perbankan berganda atau dual banking system yang menuntut pengawasan yang lebih baik untuk menghindari terjadinya krisis perbankan ke dua. Dual banking system yaitu adanya sistem perbankan konvensional dan syariah yang berlangsung dalam suatu negara dalam penerapannya harus berlandaskan pada karakteristik dari masing-masing sistem. Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti kawasan Timur Tengah dan Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap pengembangan awal. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan Indonesia, baru dikembangkan sejak tahun 1992, sejalan dengan diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [BMI] yang diikuti oleh pendirian beberapa BPR syariah [BPRS]. Namun perkembangan bank syariah dalam tahun-tahun berikutnya berjalan sangat lambat dikaitkan dengan potensi pasar yang sangat besar bagi kegiatan usaha bank syariah mengingat jumlah penduduk muslim di Indonesia yang dominan. Walaupun perkembangan perbankan syariah dalam kancah nasional masih kecil, tetapi telah menunjukkan perkembangan hampir dua kali lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelum diberlakukannya 3
  • 4. Pendahuluan Undang-undang No.10 Tahun 1998. Peranan perbankan syariah dalam mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun mengalami peningkatan yaitu masing-masing dari 0.05% dan 0.08% pada tahun 1998 menjadi 0.07% dan 0.17% pada tahun 1999. Peningkatan peran perbankan syariah dalam penyaluran pembiayaan yang sedemikian rupa, disebabkan terutama adanya peningkatan volume penyaluran pembiayaan dari Rp.445 milyar pada tahun 1998 menjadi Rp. 472 milyar pada tahun 1999 dan pada saat yang bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp. 545 trilyun menjadi Rp. 227 trilyun. Total aset bank syariah terus mengalami peningkatan. Semula aset bank syariah hanya mencapai Rp 1,71 triliun pada tahun 1998. Pada akhir 2002 angkanya telah mencapai Rp 4,04 triliun.Laporan Tahunan 2001 Bank Indonesia menyebutkan kenaikan aset itu menyebabkan persentase aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional pun ikut naik. Tabel 1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank Islamic Banks Total BanksNominal Share Total Assets 4,63 0,42% 1100 Deposit Fund 3,32 0,40% 833,4 Credit Financing extended 3,66 0,87% 420,52 LDR/FDR*) 110,22% 50,46% NPL 3,96% 8,15% *) FDR = Financing extended/Deposit Fund LDR = Credit extended/Deposit Fund Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia 4
  • 5. Pendahuluan Peningkatan juga terjadi pada dana yang dihimpun dan pembiayaan yang disalurkan. Masing-masing menjadi sebesar Rp 3,3 triliun dan Rp 3,66 triliun untuk posisi pada Maret 2003. Tabel 1.2. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah (juta Rupiah) DANA PIHAK KETIGA Jan-03 Feb-03 Mar-03 DEPOSIT FUND Giro Wadiah Nilai (Amount) 325,944 321,18 411,082 Wadiah currency account Pangsa (Share) 10,47% 10,19% 12,37% Tabungan Mudharabah Nilai (Amount) 947,795 982,511 1,018,925 Mudharabah saving account Pangsa (Share) 30,45% 31,18% 30,66% Deposito Mudharabah Nilai (Amount) 1,838,870 1,846,914 1,892,842 Mudharabah investment account Pangsa (Share) 59,08% 58,62% 56,96% Total 3,112,609 3,150,605 3,322,849 Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia Kondisi ini sejalan dengan peningkatan jumlah kantor bank syariah dan sosialisasi yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap bank syariah. Sejalan dengan itu, jumlah kantor cabang bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah meningkat , menjadi 153 kantor bank. Rinciannya adalah 47 kantor cabang Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, 31 kantor cabang syariah dari enam bank umum konvensional. Yakni Bank IFI, Bank BNI, Bank Jabar, Bank 5
  • 6. Pendahuluan BRI, Bank Danamon dan Bank Bukopin. Serta tidak ketinggalan 85 Bank Perkreditan Rakyat [BPR] Syariah [Tabel 3]. Tabel 1.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah Kelompok Bank April 2003 Groups of Banks KP/UUS KPO/KC KCP KK Bank Umum Syariah 2 47 13 61 Islamic Commercial Banks 1. PT Bank Muamalat Indonesia 1 13 8 45 2. PT Bank Syariah Mandiri 1 34 5 16 Unit Usaha Syariah 6 31 1 0 Islamic Banking Unit 1. PT Bank IFI 1 1 0 0 2. PT Bank Negara Indonesia 1 12 1 0 3. PT Bank Jabar 1 3 0 0 4. PT Bank Rakyat Indonesia 1 8 0 0 5. PT Bank Danamon 1 5 0 0 6. PT Bank Bukopin 1 2 0 0 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 85 0 0 0 Islamic Rural Banks TOTAL 93 78 14 61 Keterangan: - KP = Kantor Pusat - UUS = Unit Usaha Syariah - KPO = Kantor Pusat Operasional - KC = Kantor Cabang - KCP = Kantor Cabang Pembantu - KK = Kantor Kas Dalam sistem perbankan syariah , nilai-nilai islami yang melandasi operasi perbankan syariah merupakan hal yang membedakan dengan sistem perbankan konvensional. Pengembangan ketentuan dan instrumen bagi bank syariah tidak dapat dipersamakan dengan yang berlaku pada bank konvensional. Adanya sebuah instrumen atau ketentuan yang berlaku bagi bank konvensional tidak berarti Bank Indonesia harus selalu 6 Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003 Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia
  • 7. Pendahuluan menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang sama bagi bank syariah. Instrumen maupun ketentuan tersebut dapat saja diperlukan oleh bank syariah dan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka hal tersebut harus diatur oleh bank sentral agar dapat berlaku bagi bank syariah. Bila instrumen dan ketentuan tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah, namun dibutuhkan bank syariah maka bank sentral harus menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang berbeda dengan yang berlaku bagi bank konvensional. Sejak adanya penilaian terhadap perbankan islam, terdapat sejumlah kepustakaan teori yang telah diterbitkan untuk perkembangan sistem moneter dan perbankan islam (Uzair,1955, Khan, 1985). Tetapi tidak banyak penelitian secara empiris yang telah dibuat dalam perencanaan stabilitas moneter pada sistem keuangan islam (Khan,1980&1982, Ahmad & Khan,1990, Yousefi, 1996, Darrat, 1988), dengan alasan tersebut maka penulis mencoba untuk menganalisis secara empiris efektivitas dari instrumen moneter islam yang bebas bunga dalam kasus dual banking system di Indonesia, dengan judul penelitian: “Studi Empiris Tentang Perencanaan Stabilitas Moneter Pada Sistem Dual Banking di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I” 1.2 Identifikasi Masalah Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris tentang perbandingan instrumen moneter bebas bunga dan instrumen yang berbasiskan bunga, dalam kasus pada sistem dual banking sehingga 7
  • 8. Pendahuluan otoritas moneter dapat membuat kebijakan dan perencanaan dengan tujuan utama kestabilan moneter menggunakan kedua instrumen alternatif tersebut diatas. Untuk mencapai tujuan tersebut , penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa masalah , diantaranya: 1. Apakah Otoritas Moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap intrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga? 2.Apakah instrumen moneter bebas bunga mempunyai pengaruh yang lebih erat dalam memelihara stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan dengan instrumen berbasiskan bunga? 3. Apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh otoritas moneter dapat dipersamakan antara instrumen keuangan yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap instrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga. 2. Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat antara instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara 8
  • 9. Pendahuluan stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga. 3. Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh otoritas moneter dapat dipersamakan antara instrumen keuangan islam yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi pembuat kebijakan, khususnya Bank Indonesia hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk lebih mendalami sistem dual banking dan kebijakan moneter pendukungnya yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam mengevaluasi kebijakan yang telah diterapkan dan atau untuk merumuskan kebijakan baru. 2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk penelitian sejenisnya dikemudian hari, serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan metode yang lain. 9
  • 10. Pendahuluan 1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan suatu kebijakan yang ditempuh oleh Otoritas Moneter untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, beberapa bank sentral secara jelas menentukan tujuan dari kebijakan moneter dalam bentuk stabilitas moneter atau bahkan lebih sempit lagi berupa stabilitas harga2 . Di Indonesia , dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut Bank Indonesia mempunyai wewenang , tercantum dalam pasal 10 Undang-undang No.23 tahun 1999: 1) a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; 2) penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4) pengaturan kredit atau pembiayaan. 2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah 3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. 2 Makalah pada Seminar Pengajaran Ekonomi Moneter PAU Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 20 Februari 1993 10
  • 11. Pendahuluan Dalam perencanaan moneter, tujuan (objectives) dari kebijakan moneter dari masing-masing negara berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam indikasi kuantitatifnyapun penetapan sasaran akhirnya juga berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, sasaran akhir (ultimate target) suatu negara pada umumnya berupa besaran- besaran tertentu, seperti misalnya tingkat inflasi yang wajar serta pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Mengingat bahwa sasaran moneter tersebut hanya dapat diketahui dalam tenggang waktu (lag) yang lama, maka diperlukan indikator lain yang lebih cepat dapat diperoleh namun yang mempunyai ikatan yang erat dengan sasaran moneter tersebut, hubungan tersebut mengalami banyak pergeseran terutama dengan adanya deregulasi baik di bidang keuangan maupun di bidang-bidang lainnya. Pada dasarnya, M1 juga dapat dipergunakan sebagai besaran indikator. Namun, penggunaan M1 sebagai indikator memiliki beberapa kelemahan. Dengan deregulasi timbul berbagai inovasi baru sehingga batasan antara tabungan, giro dan deposito menjadi lebih kabur. Disamping itu, menurut penelitian, terdapat gejala currency substitution, yaitu mobilitas mata uang rupiah dengan valuta asing yang lebih tinggi . Hal ini dapat juga dibuktikan secara empiris dimana M2 memiliki hubungan yang lebih erat dengan pendapatan dibandingkan M1. Untuk Indonesia, dengan didasari oleh perkembangan tersebut diatas, besaran yang dipergunakan sebagai indikator adalah M2. Dengan melihat hubungan yang ada antara besaran moneter yang dipergunakan sebagai indikator tersebut diatas dengan besaran moneter 11
  • 12. Pendahuluan yang berada dalam kontrol Otoritas Moneter, maka sasaran antara (intermediate target) yang dapat dipengaruhi oleh Otoritas Moneter adalah uang primer atau Reserve Money. Dalam hal ini memang muncul permasalahan yang penting, yaitu predictability dan controllability. Predictability adalah seberapa stabil hubungan yang ada antara indikator yang ada, yaitu M2, dengan uang primer tersebut. Hubungan antara kedua besaran tersebut adalah money multiplier. Dalam perkembangannya, money multiplier tersebut yang semula cukup stabil, dengan adanya deregulasi kemudian mengalami pergeseran, Oleh karena itu, perkembangan money multiplier tersebut harus selalu diamati untuk dapat melihat hubungan yang lebih antara M2 dengan uang primer. Controllability adalah seberapa jauh Otoritas Moneter dapat mengendalikan besaran tersebut melalui penggunaan instrumen moneter yang dimilikinya. Secara sepintas hal itu tampaknya mudah dilakukan namun dalam kenyataannya terdapat komplikasi dalam pengendalian besaran yang seharusnya berada dalam kontrol Otoritas Moneter. Dalam hal ini, mobilitas dana dari dan ke luar negeri memberikan pengaruh yang besar kepada pengendalian uang primer tersebut, demikian juga fluktuasi yang terjadi pada suku bunga yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat diskonto dalam sistem cut-off rate sebagaimana saat ini diterapkan. Bahkan jika sistem tersebut diubah menjadi stop-out rate. Untuk menjaga stabilitas neraca pembayaran, terutama untuk dapat mengurangi ataupun menghindari terjadinya spekulasi devisa, maka diperlukan besaran lain yang berupa alat likuid bank-bank. Mengingat bahwa alat likuid perbankan merupakan bagian dari uang 12
  • 13. Pendahuluan primer, maka melalui pengendalian pada alat likuid perbankan Bank Indonesia dapat mempertahankan cadangan devisanya serta sekaligus mengendalikan jumlah uang beredar M2 kearah jumlah yang dikehendaki. Sasaran indikator maupun target yang ada dituangkan dalam suatu perencanaan moneter yang umumnya disebutkan sebagai program moneter. Melalui media tersebut, maka tingkat perkembangan besaran- besaran moneter direncanakan agar dapat memenuhi sasaran-sasaran yang dikehendaki. Dengan menggunakan media tersebut pula maka berbagai perkembangan yang terjadi pada sasaran dan indikator yang ada dapat dibandingkan dengan apa yang direncanakan. Pencapaian sasaran serta target yang dijabarkan dalam program moneter dilakukan melalui kebijkan moneter. Jika besaran terlalu tinggi dengan yang diprogramkan, maka kebijakan moneter yang ditempuh adalah kebijakan moneter yang ketat, yaitu melalui kontraksi jumlah uang beredar. Sebaliknya jika perkembangan besaran moneter terlalu rendah, maka diperlukan kebijkan moneter yang lebih ekspensif. Untuk melaksanakan kedua hal tersebut, diperlukan instrumen moneter. 1.5.1.1 Instrumen Kebijakan Moneter3 Pada dasarnya instrumen kebijakan moneter yang biasa digunakan adalah: pertama, instrumen yang umum, meliputi kebijakan pasar terbuka (open market operations), kebijakan cadangan minimum (reserves requirement) dan kebijakan diskonto (discount policy); kedua, instrumen yang selektif, meliputi margin requirements, 3 Nopirin, Ph.D.,Ekonomi Moneter, Buku 1, hal 45, Yogyakarta, BPFE,1992 13
  • 14. Pendahuluan pembatasan/penentuan tingkat bunga, yang kesemuanya iniuntuk mempengaruhi alokasi kredit untuk sektor-sektor ekonomi tertentu; dan ketiga, adalah instrumen yang sering disebut dengan moral suasion. Kebijakan Pasar Terbuka (Open Market Operations) Meliputi tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh bank sentral. Tindakan ini akan berpengaruh: pertama, menaikkan cadangan bank-bank umum yang tersangkut dalam transaksi. Sebab dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan menambah cadangan bank umum yang menjual surat berharga tersebut, yang ada pada bank sentral. Akibat tambahnya cadangan, maka bank umum dapat menambah jumlah uang beredar (melalui proses penciptaan kredit). Kedua tindakan pembelian/penjualan surat berhargaakan mempengaruhi harga (dan dengandemikian juga tingkat bunga) surat berharga. Akibatnya, tingkat bunga umum juga akan terpengaruh. Kebijakan Diskonto (Discount Policy) Tindakan untuk mengubah-ubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Dengan menaikkan diskonto, maka ongkos meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan bank untuk meminjam. Akibatnya, jumlah uang beredar dapat ditekan/dikurangi. 14
  • 15. Pendahuluan Kebijakan Perubahan Cadangan Minimum Perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan, jumlah uang beredar cenderung naik, dan sebaliknya kalau dinaikkan jumlah uang akan cenderung turun. Margin Requirement Digunakan untuk membatasi penggunaan kredit untuk tujuan- tujuan pembelian surat berarga (yang biasanya bersifat spekulatif). Caranya, dengan menetapkan jumlah minimum kas down payment untuk transaksi surat berharga. Misalnya, ditentukan margin requirement 80%, artinya apabila seseorang hendak membeli surat berharga, maka 80% harus dibayar dengan kas dan baru sisanya (20%) boleh dipinjam dari bank. Moral Suasion Dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap lembaga moneter dan individu yang bergerak di bidang moneter dengan pidato-pidato Gubernur Bank Sentral, atau publikasi-publikasi, agar supaya bersikap seperti yang dikehendaki oleh Otoritas Moneter 15
  • 16. Pendahuluan 1.5.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter4 1.5.2.1. Jalur Kredit Secara tradisional kebijakan moneter diyakini akan mempengaruhi sektor riil melalui perubahan suku bunga jangka pendek, yang pada gilirannya akan mempengaruhi suku bunga jangka panjang, kemudian cost of capital, dan akhirnya investasi. Dalam mekanisme ini peranan bank ditekankan pada sisi kewajibannya (liabilities), dimana bank mampu menciptakan likuiditas di perekonomian lewat kemampuannya menyerap dana dari masyarakat. Namun seiring dengan berkembangnya pemahaman akan peranan pasar keuangan yang tidak sempurna (imperfect financial market) dalam perkembangan ekonomi dan siklus bisnis, maka lahir pula teori-teori yang berusaha menjelaskan mekanisme transmisi kebijakan moneter dengan penekanan pada imperfect financial market ini. Teori-teori ini selanjutnya lazim disebut sebagai asymmetric information based transmission mechanism atau credit channel yaitu bank lending channel, yang menekankan efek kebijakan moneter terhadap neraca bank, dan balance sheet channel, yang menekankan efek kebijakan moneter terhadap neraca perusahaan dan yang kemudian berlanjut ke akses perusahaan terhadap kredit bank. Lending channel Menurut jalur ini , peranan bank dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter tidak hanya melalui sisi kewajiban bank, melainkan juga dari sisi aset bank. Sebagai contoh dalam kondisi kontraksi moneter 4 Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (2001) ; Review Penelitian 16
  • 17. Pendahuluan maka reserve bank akan menurun. Selanjutnya dengan adanya ketentuan reserve requirement, maka dana yang tersedia bagi bank untuk dipinjamkan (bank loans) akan mengalami penurunan. Di banyak negara, khususnya negara-negara berkembang, dimana ketergantungan terhadap kredit bank masih sangat besar, menurunnya kemampuan bank untuk memberikan pinjaman ini akan mempengaruhi investasi dan pada akhirnya kegiatan perekonomian. Dengan demikian, eksistensi dari jalur ini akan ditentukan oleh dua kondisi sebagai berikut: a. Bank sentral memiliki kemampuan untuk mengendalikan suplai bank loans b. Untuk sebagian peminjam, kredit bank dan surat berharga bersifat imperfect substitute Untuk Indonesia, kondisi yang kedua diyakini dapat terpenuhi mengingat masih terdapatnya fenomena asymmetric information yang menyebabkan sebagian besar peminjam akan kesulitan untuk dapat menerbitkan surat- surat berharga. Hal ini telah menimbulkan ketergantungan kepada perbankan mengingat hanya perbankan yang dianggap dapat mengatasi masalah asymmetric information tersebut. Sementara itu seperti disebutkan oleh Bernanke dan Gertler (1995), kondisi pertama masih memerlukan pembuktian secara empiris. Agar bank sentral dapat sepenuhnya mengendalikan suplai dari bank loans, maka dibutuhkan kondisi dimana dalam kondisi kontraksi moneter bank tidak dapat dengan mudah mengeluarkan berbagai macam bentuk surat utang lain untuk menggantikan simpanan pihak ketiga. 1.5.2.2 Jalur Neraca Perusahaan 17
  • 18. Pendahuluan Balance sheet channel merupakan jenis transmisi moneter yang muncul sebagai akibat dari adanya ketidaksempurnaan informasi antara debitor dan kreditor di pasar keuangan. Ketidaksempurnaan informasi tersebut menimbulkan moral hazard problem, terutama dari sisi debitor dengan membuat berbagai investasi yang beresiko. Dengan investasi yang dibuatnya, debitor akan mendapat profit jika proyeknya berhasil dan apabila proyeknya gagal maka kreditor (bank) akan menanggung kerugiannya. Oleh karena itu, kreditor mengenakan premi kepada debitor untuk menutupi risiko kerugian tersebut yang besarnya tergantung pada dua hal, yaitu besarnya pinjaman dan risk free interest rate level ( misalnya policy interest rate). Semakin besar jumlah pinjaman, semakin besar pula moral hazard-nya, sehingga tingkat premi juga semakin tinggi. Sementara itu, semakin tinggi level risk free interest rate, semakin rendah nilai jaminan (kolateral) debitor, sehingga semakin besar kemungkinan debitor melakukan moral hazard. Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pasar keuangan, adanya kontraksi kebijakan moneter akan meningkatkan cost of borrowing, baik secara langsung melalui jalur suku bunga maupun secara tidak langsung melalui naiknya tingkat premi. Naiknya tingkat premi inilah yang merupakan inti dari balance sheet channel. Sebagai konsekuensinya, naiknya tingkat premi menyebabkan turunnya investasi. 1.5.3 Konsep Uang 18
  • 19. Pendahuluan Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep ekonomi konvensional. Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan capital, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan capital bersifat stock concept. Menurut konsep dalam ekonomi Islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang mengalir adalah public goods (flow concept), sedangkan yang mengendap sebagai milik seseorang (stock concept) adalah milik pribadi (private good) Pemahaman terhadap konsep private good dan public good dapat diperjelas dengan mencontohkan mobil sebagai private good (capital) dan jalan tol sebagai public good (money). Dengan kata lain , jika dan hanya jika uang diinvestasikan dalam proses produksi , kita akan mendapatkan uang yang lebih banyak Konsep uang Irving Fisher: Persamaan kuantitas uang Fisher: Keterangan: M = Jumlah uang V = Tingkat perputaran uang P = Tingkat harga barang Selanjutnya, variabel T pada persamaan di atas dapat diganti dengan Y karena nilai nominal dari total volume transaksi sulit diukur dan dengan mengasumsikan bahwa nilai T proporsional terhadap Y. Sehingga persamaan diatas menjadi : 19 MV = PT T = Jumlah barang yang diperdagangkan MV = PY
  • 20. Pendahuluan Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa permintaan akan uang adalah murni merupakan fungsi dari pendapatan, dan tingkat bunga tidak mempengaruhinya. Persamaan diatas menunjukkan semakin cepat perputaran uang (V), semakin besar pendapatan (income). Menegaskan juga bahwa uang adalah flow concept. Konsep uang Marshall-Pigou: Persamaan kuantitas uang Cambridge: Dimana k = 1/v dan proporsinya konstan. Secara sistematis persamaan Cambridge di atas hampir sama dengan persamaan Fisher, tapi kita tidak bisa mengatakan kelompok Cambridge sepaham dengan Fisher bahwa dalam jangka pendek tingkat bunga tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan akan uang karena persamaan di atas filosofinya sangat berbeda. Ekonom Cambridge menganggap bahwa dalam jangka pendek, jumlah kekayaan, volume transaksi, dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain. Ekonom Cambridge mengasumsikan bahwa ceteris paribus, permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional. Sebagai kesimpulan, baik Fisher maupun ekonom Cambridge sependapat bahwa permintaan akan uang adalah proporsional terhadap pendapatan. Namun, terdapat pula perbedaan pada keduanya. Kalau pendekatan Fisher menekankan pada faktor-faktor teknologi dan mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan akan uang. Sedangkan pendekatan ekonom Cambridge menekankan pada adanya 20 M = kPY
  • 21. Pendahuluan individual choice dalam memelihara komposisi kekayaan yang dimiliki karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan (store of wealth) - apakah akan disimpan dalam bentuk obligasi, saham, atau uang kas, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan ekonom Cambridge juga tidak mengabaikan faktor tingkat bunga. 1.5.4 Teori Permintaan Uang Pemikiran ekonom klasik dan monetaris tentang uang cukup beragam . Irving Fisher, menyatakan bahwa permintaan akan uang (money demand) adalah fungsi income, sedangkan interest tidak ada hubungannya dengan permintaan akan uang. Para ekonom cambridge menyatakan bahwa uang adalah medium of exchange dan store of value, dan tidak meniadakan efek interest rates. Menurut Marshall-Pigou, uang adalah stock concept sehingga berfungsi sebagai salah satu cara menyimpan kekayaan. Dalam hal ini, manusia memiliki pilihan individu untuk memelihara asetnya, apakah dalam bentuk obligasi, saham, uang dan lain-lain. Dalam teori moneter konvensional, konsep Marshall-Pigou dijabarkan oleh keynes. Ia mengatakan bahwa pilihan individu untuk permintaan uang dipengaruhi oleh tiga motif, yaitu: 1. Permintaan akan uang untuk transaksi ( money demand for transaction) 2. Permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (money demand for precautionary) 21
  • 22. Pendahuluan 3. Permintaan akan uang untuk spekulasi (money demand for speculation) Menurut Keynes, money demand for transactions dan money demand for precautionary ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan money demand for speculation ditentukan oleh tingkat suku bunga. Hal ini dinotasikan sebagai berikut: Md tr = f ( + Y ) Md pre = f ( + Y ) Md sp = f ( − i ) Sebenarnya ada beberapa kesalahan Keynes, yang salah satu diantaranya diluruskan oleh pengikutnya, Boumol-Tobin, masing-masing pada tahun 1953 dan 1956. Dari model yang dikembangkannya, secara implisit Keynes mengatakan adanya perfect substitution antara uang (money), obligasi (bonds), dan modal (capital). Ini sejalan dengan teori ekonomi yang mengenal lima pasar, yaitu: 1. Pasar barang (consumer goods) 2. Pasar tenaga kerja (labor services) 3. Pasar barang-barang modal (Production (capital) goods) 4. Pasar obligasi (bonds) 5. Pasar Uang (Money) Lima pasar ini akan berhadapan dengan: 1. Harga (prices) 2. Upah (wages) 3. Bunga (interest) 22
  • 23. Pendahuluan Variabel di atas menimbulkan persoalan karena 5 pasar yang akan dipecahkan oleh 3 harga. Untuk memecahkan persoalan ini, Keynes menggabungkan capital dan bonds menjadi non monetary asset sehingga komposisi menjadi 4 pasar dengan 3 harga. Kekeliruan Keynes adalah menggabungkan capital goods dan bonds menjadi satu dengan nama baru, non monetary asset. Gabungan capital goods dan bonds diwakilkan nilainya dengan interest. Jadi, secara implisit, capital goods dan bonds dianggap perfect substitution. Bagi Boumol-Tobin, money demand for precautionary tidak saja ditentukan oleh tingkat pendapatan, namun juga oleh tingkat suku bunga. Secara matematis dirumuskan: Md tr = f ( + Y ) Md pre = f ( + Y , − i ) Md sp = f ( − i ) Baik Marshall-Pigou, Keynes, maupun Boumol-Tobin berbicara tentang stock concept uang. Muncul kemudian teori Fisher. Setelah ditinggalkan cukup lama, teori Fisher dianalisis oleh Milton Friedman. Teori Fisher tidak lagi berbicara tentang nominal interest rate tetapi tentang differential interest rate antara interest rate bonds, interest rate money, expected inflation, dan lain-lain 23
  • 24. Pendahuluan 1.6. Metode Penelitan 1.6.1. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan. Sedangkan untuk analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu ekonometrika yaitu software Eviews 3.1 dan software Excell. Beberapa kepustakaan [(Stock dan Watson (1988) , Harris (1995)] menyatakan bahwa regresi yang diestimasi harus tidak memasukkan variabel-variabel non-stationary untuk menghindari adanya masalah spurious regression (R-squares yang tinggi dan Durbin-Watson statistik yang rendah). Lebih lanjutnya, Engle dan Granger (1987) mempertunjukkan bahwa menggunakan variabel-variabel yang stasioner dalam persamaan regresi , dapat menyaring informasi yang berfrekuensi- rendah jika beberapa atau semua variabel-variabel dalam model terkointegrasi. Dua variabel dikatakan terkointegrasi jika memiliki hubungan (keseimbangan) jangka panjang. Menurut teori representasi Granger (1986), setiap sistem dari variabel-variabel yang terkointegrasi dapat di representasikan oleh error-correction model (ECM). Pada model asli yang mengandung variabel-variabel stasioner, ECM menambah regressor lain; lagged residuals (yang disebut error-corection (EC) term) yang diperoleh dari hubungan kointegrasi. Koefisien dari EC term merefleksikan proses dimana variabel tidak bebas (dependent) dalam persamaan ECM 24
  • 25. Pendahuluan menyesuaikan dalam jangka pendek terhadap posisi keseimbangan jangka panjangnya. Diskusi diatas, maka, menyarankan bahwa analisis secara empiris terhadap identifikasi masalah pada penelitian ini , berdasarkan model kointegrasi dan error-correction. 1.6.2 Spesifikasi Data dan Variabel Data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :  M1 adalah uang kertas dan logam (currency) + simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit)  M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit) pada bank-bank umum  M1 Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) + simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit) pada bank- bank yang menerapkan sistem bebas bunga  M2 Islamic (Isl) adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit) pada bank-bank umum yang menerapkan sistem bebas bunga  MB (monetary base) adalah uang kertas dan logam (currency) + deposit cadangan (reserves) bank-bank umum pada bank sentral  MB Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) + deposit cadangan (reserves) bank-bank umum yang menerapkan sistem bebas bunga pada bank sentral  GM1 adalah pertumbuhan M1  GM2 adalah pertumbuhan M2  GM1 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M1 (Isl) 25
  • 26. Pendahuluan  GM2 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M2 (Isl)  GMB adalah pertumbuhan MB  GMB (Isl) adalah pertumbuhan MB (Isl)  CPI adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)  GCREDIT adalah pertumbuhan kredit berbasiskan bunga  GCREDIT Islamic (Isl) adalah pertumbuhan kredit pada perbankan bebas bunga  GLIQUD adalah pertumbuhan aset likuid perbankan yang berada di bank sentral  GLIQUID Islamic (Isl) adalah pertumbuhan aset likuid perbankan bebas bunga yang berada di bank sentral. 1.6.3 Model Ekonometrik Sesuai dengan identifikasi masalah yang ada, penulis menggunakan model yang sama yang dikembangkan oleh Ahmad Kaleem (2002) yang juga merupakan pengembangan dari model oleh Ali F Darrat (1988). Model ekonometrik 1 Seperti diargumentasikan oleh Havrilesky dan Boorman, (1980), Batten dan Thornton (1983), McCallum (1989) setiap besaran (aggregate) moneter akan berguna untuk tujuan kebijakan hanya jika memenuhi dua prasyarat: 1. Besaran (aggregate) moneter tersebut secara efektif harus berada dibawah kontrol Otoritas Moneter (bank sentral) 26
  • 27. Pendahuluan 2. Adanya hubungan yang kuat antara besaran (aggregate) moneter tersebut dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter (salah satunya adalah stabilitas harga atau inflasi) Jika tidak terdapat hubungan seperti tersebut diatas, maka besaran (aggregate) moneter tersebut tidak mempunyai kegunaan untuk kebijakan, sebaliknya, besaran (aggregate) moneter yang terhubung kuat dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter tidak bermanfaat jika tidak dapat dikontrol. Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap instrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga. (GM1) t = g + d(GMB)t + ut (1) (GM1(isl)) t = h + q(GMB (isl))t + ut (2) (GM2)t = g + d(GMB)t + ut (3) (GM2 (isl)) t = h + q(GMB(isl))t +ut (4) Model ekonometrik 2 Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat antara instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara stabilitas tingkat harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga. GPt = r0 + r1(GM1)t + r2(GM1)t-1 + r3(GM1)t-2+ ut (5) GPt = l0 + l1(GM2)t + l2(GM2)t-1 + l3(GM2)t-2 + ut (6) GPt = r0 + r1(GM1(isl))t + r2(GM(isl)1)t-1 + r3(GM1(isl))t-2 + ut (7) GPt = l0 + l1(GM2(isl))t + l2(GM2(isl))t-1 + l3(GM2(isl))t-2 + ut (8) 27
  • 28. Pendahuluan Model ekonometrik 3 Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas dapat digunakan sebagai instrumen moneter untuk mengontrol pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta merespon terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit sehingga mengurangi permintaan agregat. Seperti dijelaskan oleh Karim dan Abdullah (1995), kebanyakan dari instrumen pembiayaan syariah (Islamic) adalah instrumen pembiayaan Murabaha5 dan hampir semua penjualan melalui instrumen ini ditujukan untuk sektor swasta dimana mengandung 100% resiko, seperti tertuang dalam perjanjian Basel, karena itu persentase yang sama untuk liquidity requirements seperti disarankan oleh perjanjian Basel tidak dapat dipersamakan untuk instrumen keuangan bebas bunga (Islamic) Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh Otoritas Moneter dapat dipersamakan antara instrumen keuangan islam yang bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga. (GCREDIT) t = g + d(GLIQUID)t + ut (9) (GCREDIT (ISL)) t = h + qGLIQUID (ISL)t + ut (10) 5 Murabaha, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (Lump Sum Deferred Payment) . Dalam prakteknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus 28
  • 29. Pendahuluan 1.6.3.1 Pengujian Statistik Untuk melihat validitas model yang digunakan serta akurasi hasil estimasi model, maka dilakukan beberapa pengujian statistik, antara lain: 1.6.3.1.1 Uji Akar-akar Unit (Unit Root ) Di dalam penelitian ini akan digunakan uji akar unit melalui uji Augmented Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mengetahui apakah data time series yang digunakan memiliki masalah akar unit atau data tidak stasioner. Jika suatu data time series tidak stasioner pada order nol, I(0), maka stasionaritas data tersebut bisa dicari melalui berbagai order sehingga diperoleh tingkat stasionaritas pada order ke-n (first difference atau I(1), atau second difference atau I(2), dan seterusnya). ∑ − = −− +∆+=∆ 1 1 1 p j tjtjtt YYY µρρ (ADF test) H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner) H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner) 1.6.3.1.2 Uji Kointegrasi Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data yang tidak stasioner, apabila data tidak stasioner masih dapat terjadi kointegrasi jangka panjang bila kombinasinya juga linear sejalan dengan berjalannya waktu. Tujuan pokok dari uji ini adalah untuk melihat hubungan keterkaitan jangka panjang antara tiap variabel yang di uji. Langkah pertama; estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan menggunakan model ordinary least square (OLS), misalnya: 29
  • 30. Pendahuluan Langkah kedua; uji stasioner terhadap nilai residual dari hasil estimasi diatas lalu estimasi kembali, Setelah estimasi kembali, t-hitung diperoleh maka hasilnya dibandingkan dengan t-tabel (Uji t). Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka variabel bersifat stasioner. Langkah terakhir yang dilakukan dalam uji ini adalah melakukan regresi, proses ini dilakukan untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel pada tingkat kepercayaan tertentu. Pengujian derajat kointegrasi dilakukan dengan metode Engle Granger (1987). Hipotesis ini didasarkan oleh hasil regresi pada error terms berikut ini : ∆Ut = δUt-1 + vt Hipotesis untuk pengujian ini adalah : H0 : δ = 0 (variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi) H1 : δ ≠ 0 (variabel-variabel dalam model terkointegrasi) 30 Y = + X + X + Ut 0 1 t1 2 t2 tα α α U = U +t t - 1 tv ∆ U U + Ut t - 1 1 t - 2 ^ = α α0 U = U +t t - 1 tv ∆ U U + Ut t - 1 1 t - 2 ^ = α α0
  • 31. Pendahuluan 1.6.3.1.3 Pengujian dengan Error Correction Model (ECM) Selain untuk mengetahui hubungan jangka panjang dengan pendekatan kointegrasi, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan berbagai variabel independen terhadap perubahan variabel dependennya dalam jangka pendek (dari satu triwulan ke triwulan berikutnya). Model ini digunakan untuk mengetahui bagaimana ketidakseimbangan jangka pendek yang digambarkan dengan variabel fisrt difference-nya dikoreksi atau disesuaikan untuk mencapai keseimbangan jangka panjangnya yang digambarkan dengan variabel error correction term. Dapat diuraikan dalam persamaan berikut : ΔYt = β0 + β1 ΔXt1 + β2 ΔXt 2 + ... + βn ΔXn + ECT t-1 + Ut ΔYt = First difference dari variabel tidak bebas ΔX1,2,..n = First difference dari variabel bebas ECT t-1 = Koreksi kesalahan 1.6.3.1.4 Uji Koefisien Determinasi Digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai. Koefisien determinasi (R2 ) yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel tidak bebas atau angka yang menunjukkan seberapa besar variasi variabel tak bebas ditentukan oleh variasi variabel bebasnya. Besarnya nilai R2 adalah 0 < R2 < 1, dimana semakin mendekati 1 (satu) berarti model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak 31
  • 32. Pendahuluan bebasnya. Dengan kata lain bila nilai R2 semakin mendekati 1 berarti variasi variabel tak bebas hampir sepenuhnya dipengaruhi variabel tak bebas yang ada dalam model. 1.6.3.1.5 Uji t-statistik Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis: H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya Dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikansi = α, dan derajat kebebasan (degree of freedom, df) = n - k (n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel yang digunakan), Kriteria penerimaan hipotesis pada uji t-statistik adalah:  H0 tidak ditolak jika –(t-tabel) < t-stat < (t-tabel).  H0 ditolak jika –(t-stat) <-(t-tabel) atau t-stat > t-tabel 1.6.3.1.6 Uji F-statistik Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel bebasnya. H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel bebasnya. 32
  • 33. Pendahuluan  Apabila nilai F hitung ≤ F tabel berarti H0 tidak ditolak, sehingga variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.  Apabila nilai F hitung > F tabel berarti H0 ditolak, sehingga variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya. 1.6.3.1.7 Pengujian Masalah Otokorelasi dalam Analisis Regresi Linier Otokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana kesalahan pengganggu dalam periode tertentu, katakan єt berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari periode lainnya katakan єs. Jadi kesalahan pengganggu tidak bebas, satu sama lain berkorelasi, saling berhubungan. Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya otokorelasi, antara lain: 1. Kelembaman (Inertia). 2. Terjadi bias dalam spesifikasi karena beberapa variabel penting tak tercakup. 3. Terjadi bias dalam spesifikasi karena bentuk fungsi yang dipergunakan tidak tepat. 4. Fenomena sarang labah-labah (Cobweb Phenomena). 5. Beda kala (Time lags). 6. Adanya manipulasi data (Manipulation of data). 33
  • 34. Pendahuluan Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokoralasi adalah uji Durbin-Watson. Secara spesifik, untuk uji Durbin-Watson, terdapat lima himpunan daerah untuk nilai d, yaitu: Daerah Daerah Tidak Daerah Daerah kritis ketidak- menolak ketidak- kritis pastian H0 pastian (inconclusive) (inconclusive) Tolak Tidak ada Tolak H0 otokorelasi H0 0 dL dU 2 (4 – dU) (4 - dL) • Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL), maka hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat otokorelasi • Jika d terletak antara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada otokorelasi. Namun, jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dU) dan (4 – dL), maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti (inconclusive). Untuk nilai-nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat signifikansi tertentu) disimpulkan adanya otokorelasi di antara faktor- faktor gangguan. Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson adalah : H0 : tidak terdapat otokorelasi positif H1 : tidak terdapat otokorelasi negatif 1.6.4 Metode Pengumpulan Data 34
  • 35. Pendahuluan Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melalui data sekunder dengan jenis data time series. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini berasal dari :  Statistik Perbankan Syariah, Biro Perbankan Syariah- Bank Indonesia  Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia- Bank Indonesia  Homepage Bank Indonesia, www.bi.go.id  International Financial Statistic-IMF  Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, dan bahan-bahan lain yang diperoleh dari perpustakaan UNPAD, perpustakaan UNPAR, perpustakaan Bank Indonesia Jakarta dan Bandung, internet, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 1.6.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada pengujian penciptaan stabilitas moneter dalam kasus dual banking yang diterapkan di Indonesia. Periode yang diteliti dalam jangka waktu 1997.I sampai 2003.1, alasan dipilihnya periode tersebut adalah karena ketersediaan data, dan mulai berkembangnya sistem keuangan bebas bunga di Indonesia. Penelitian ini bersifat independen, artinya penelitian ini hanya untuk proses pembelajaran dan bukan untuk mengarahkan pembaca memilih sistem keuangan tertentu atau menyudutkannya. 35