Studi ini bertujuan menganalisis secara empiris efektivitas instrumen moneter bebas bunga dan berbunga dalam sistem perbankan ganda di Indonesia antara 1997-2003. Tujuannya adalah untuk membantu otoritas moneter merencanakan stabilitas moneter menggunakan dua jenis instrumen tersebut.
1. 1
Pendahuluan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Diantara kebijakan ekonomi yang paling penting di setiap negara
adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal meliputi
anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani
oleh kementrian
keuangan.
Sedangkan
kebijakan moneter
menjadi
tanggung jawab bank sentral atau otoritas moneter dan bertujuan untuk
memelihara stabilitas harga-harga, stabilitas nilai tukar mata uang negara
tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga
keuangan yang ada di suatu negara.
Dalam rangka mewujudkan sistem lembaga keuangan atau
perbankan yang sehat, bank sentral atau otoritas moneter menggunakan
suatu perangkat kebijakan moneter seperti pengendalian tingkat bunga,
pembatasan ekspansi kredit, penentuan rasio likuiditas atau cadangan
minimum (reserve requirement), penentuan bunga rediskonto, operasi
pasar terbuka, currency swap dan sebagainya.
Dengan berkembangnya lembaga-lembaga keuangan islami dalam
tiga dasa warsa terakhir, maka bank sentral atau otoritas moneter di
berbagai
negara
memantau
keuangan
dan
baru
pengendalian
itu
yang
berpenduduk
mengendalikan
ini.
Untuk
maka
mayoritas
perkembangan
melaksanakan
otoritas
muslim
moneter
fungsi
juga
harus
pula
lembaga-lembaga
pemantauan
harus
dan
membangun
seperangkat kebijakan dan instrumen moneter yang sesuai dengan
2. 2
Pendahuluan
prinsip-prinsip
perbankan
yang
islami.
dianut
oleh
Sebagian
lembaga-lembaga
negara
muslim
keuangan
melakukan
dan
konversi
mekanisme moneter dan perbankan yang ada ke dalam sistem islami,
seperti Iran dan Pakistan, dan sebagian negara muslim lainnya, seperti
Indonesia,
banking
mengakomodasian
system”,
dimana
perkembangan
perbankan
tersebut
islami
melalui
dapat
“dual
beroperasi
berdampingan dengan perbankan konvensional1.
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun
waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi
sistem
perekonomian
Indonesia.
Dalam
periode
tersebut,
banyak
lembaga-lembaga keuangan,termasuk perbankan, mengalami kesulitan
keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya
biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan
merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya
kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan
diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai
dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing
usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran
sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai
intermediator kegiatan investasi.
Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada
masyarakat akan hadirnya sistem perbankan alternatif yang memenuhi
selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat
memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian.
1
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia,
Februari 2001)
3. 3
Pendahuluan
Setelah dikeluarkannya UU No.10 Tahun 1998 yang pada intinya
memberikan kewenangan dan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia
dan sekaligus diperkenalkan landasan hukum bank syariah. Selanjutnya
dengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999 Bank Indonesia dapat
menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Setelah
diberlakukannya
UU
tersebut
perbankan
nasional
mulai
menerapkan sistem perbankan berganda atau dual banking system yang
menuntut pengawasan yang lebih baik untuk menghindari
terjadinya
krisis perbankan ke dua. Dual banking system yaitu adanya sistem
perbankan konvensional dan syariah yang berlangsung dalam suatu
negara dalam penerapannya harus berlandaskan pada karakteristik dari
masing-masing sistem.
Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti kawasan Timur
Tengah dan Malaysia, perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap
pengembangan awal. Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan
Indonesia,
baru
dikembangkan
sejak
tahun
1992,
sejalan
dengan
diberlakukannya Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
serta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia [BMI] yang diikuti oleh
pendirian beberapa BPR syariah [BPRS]. Namun perkembangan bank
syariah dalam tahun-tahun berikutnya berjalan sangat lambat dikaitkan
dengan potensi pasar yang sangat besar bagi kegiatan usaha bank syariah
mengingat
jumlah
penduduk
muslim
di
Indonesia
yang
dominan.
Walaupun perkembangan perbankan syariah dalam kancah nasional masih
kecil, tetapi telah menunjukkan perkembangan hampir dua kali lebih
besar dibandingkan pertumbuhan pada periode sebelum diberlakukannya
4. 4
Pendahuluan
Undang-undang No.10 Tahun 1998. Peranan perbankan syariah dalam
mobilisasi dana dan penyaluran pembiayaan walaupun masih kecil, namun
mengalami peningkatan yaitu masing-masing dari 0.05% dan 0.08% pada
tahun 1998 menjadi 0.07% dan 0.17% pada tahun 1999.
Peningkatan
pembiayaan
yang
peran
perbankan
sedemikian
peningkatan volume penyaluran
rupa,
syariah
disebabkan
dalam
penyaluran
terutama
adanya
pembiayaan dari Rp.445 milyar pada
tahun 1998 menjadi Rp. 472 milyar pada tahun 1999 dan pada saat yang
bersamaan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari
Rp. 545 trilyun menjadi Rp. 227 trilyun.
Total aset bank syariah terus mengalami peningkatan. Semula aset
bank syariah hanya mencapai Rp 1,71 triliun pada tahun 1998. Pada akhir
2002 angkanya telah mencapai Rp 4,04 triliun.Laporan Tahunan 2001
Bank Indonesia menyebutkan kenaikan aset itu menyebabkan persentase
aset bank syariah terhadap aset perbankan nasional pun ikut naik.
Tabel 1.1. Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank
Total Assets
Deposit Fund
Credit Financing
extended
LDR/FDR*)
NPL
Islamic Banks
Nominal
Share
4,63
0,42%
3,32
0,40%
3,66
0,87%
110,22%
3,96%
*) FDR = Financing extended/Deposit Fund
LDR = Credit extended/Deposit Fund
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
Biro Perbankan Syariah
Bank Indonesia
Total
Banks
1100
833,4
420,52
50,46%
8,15%
5. 5
Pendahuluan
Peningkatan
juga
terjadi
pada
dana
yang
dihimpun
dan
pembiayaan yang disalurkan. Masing-masing menjadi sebesar Rp 3,3
triliun dan Rp 3,66 triliun untuk posisi pada Maret 2003.
Tabel 1.2. Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
(juta Rupiah)
DANA PIHAK KETIGA
Jan-03
Feb-03
Mar-03
Nilai
(Amount)
Pangsa
(Share)
325,944
321,18
411,082
10,47%
10,19%
12,37%
Nilai
(Amount)
Pangsa
(Share)
947,795
982,511
1,018,925
30,45%
31,18%
30,66%
Nilai
(Amount)
Pangsa
(Share)
1,838,870
1,846,914
1,892,842
59,08%
58,62%
56,96%
3,112,609
3,150,605
3,322,849
DEPOSIT FUND
Giro Wadiah
Wadiah currency account
Tabungan Mudharabah
Mudharabah saving
account
Deposito Mudharabah
Mudharabah investment
account
Total
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Maret 2003
Biro Perbankan Syariah
Bank Indonesia
Kondisi ini sejalan dengan peningkatan jumlah kantor bank syariah
dan
sosialisasi
yang
dilakukan
untuk
meningkatkan
pemahaman
masyarakat terhadap bank syariah. Sejalan dengan itu, jumlah kantor
cabang bank umum yang beroperasi dengan prinsip syariah meningkat ,
menjadi 153 kantor bank. Rinciannya adalah 47 kantor cabang Bank
Muamalat dan Bank Syariah Mandiri, 31 kantor cabang syariah dari enam
bank umum konvensional. Yakni Bank IFI, Bank BNI, Bank Jabar, Bank
6. 6
Pendahuluan
BRI, Bank Danamon dan Bank Bukopin. Serta tidak ketinggalan 85 Bank
Perkreditan Rakyat [BPR] Syariah [Tabel 3].
Tabel 1.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Kelompok Bank
Groups of Banks
Bank Umum Syariah
Islamic Commercial Banks
1. PT Bank Muamalat Indonesia
2. PT Bank Syariah Mandiri
Unit Usaha Syariah
Islamic Banking Unit
1. PT Bank IFI
2. PT Bank Negara Indonesia
3. PT Bank Jabar
4. PT Bank Rakyat Indonesia
5. PT Bank Danamon
6. PT Bank Bukopin
Bank Perkreditan Rakyat
Syariah
Islamic Rural Banks
TOTAL
KP/UUS
2
April 2003
KPO/KC
47
KCP
13
KK
61
1
1
6
13
34
31
8
5
1
45
16
0
1
1
1
1
1
1
85
1
12
3
8
5
2
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
93
78
14
61
Keterangan:
Sumber : Statistik Perbankan Syariah,
KP = Kantor Pusat
Maret 2003
UUS = Unit Usaha Syariah
Biro Perbankan Syariah
KPO = Kantor Pusat Operasional
Bank Indonesia
KC = Kantor Cabang
KCP = Kantor Cabang Pembantu
KK = Kantor Kas
Dalam sistem perbankan syariah , nilai-nilai islami yang melandasi
operasi perbankan syariah merupakan hal yang membedakan dengan
sistem perbankan konvensional. Pengembangan ketentuan dan instrumen
bagi bank syariah tidak dapat dipersamakan dengan yang berlaku pada
bank konvensional. Adanya sebuah instrumen atau ketentuan yang
berlaku bagi bank konvensional tidak berarti Bank Indonesia harus selalu
7. 7
Pendahuluan
menciptakan instrumen dan mengatur ketentuan yang sama bagi bank
syariah.
Instrumen maupun ketentuan tersebut dapat saja diperlukan oleh
bank syariah dan sepanjang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, maka
hal tersebut harus diatur oleh bank sentral agar dapat berlaku bagi bank
syariah. Bila instrumen dan ketentuan tersebut tidak sesuai dengan
prinsip syariah, namun dibutuhkan bank syariah maka bank sentral harus
menciptakan instrumen dan
mengatur ketentuan yang berbeda dengan
yang berlaku bagi bank konvensional.
Sejak
adanya
penilaian
terhadap
perbankan
islam,
terdapat
sejumlah kepustakaan teori yang telah diterbitkan untuk perkembangan
sistem moneter dan perbankan islam (Uzair,1955, Khan, 1985). Tetapi
tidak
banyak
perencanaan
penelitian
secara
stabilitas
moneter
empiris
pada
yang
telah
sistem
dibuat
dalam
keuangan
islam
(Khan,1980&1982, Ahmad & Khan,1990, Yousefi, 1996, Darrat, 1988),
dengan alasan tersebut maka penulis mencoba untuk menganalisis secara
empiris efektivitas dari instrumen moneter islam yang bebas bunga dalam
kasus dual banking system di Indonesia, dengan judul penelitian:
“Studi Empiris Tentang Perencanaan Stabilitas Moneter Pada
Sistem Dual Banking di Indonesia Periode 1997.I – 2003.I”
1.2
Identifikasi Masalah
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris
tentang perbandingan instrumen moneter bebas bunga dan instrumen
yang berbasiskan bunga, dalam kasus pada sistem dual banking sehingga
8. 8
Pendahuluan
otoritas moneter dapat membuat kebijakan dan perencanaan dengan
tujuan
utama
kestabilan
moneter
alternatif tersebut diatas.
menggunakan
kedua
instrumen
Untuk mencapai tujuan tersebut , penulis
mencoba mengidentifikasikan beberapa masalah , diantaranya:
1. Apakah Otoritas Moneter mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap
intrumen
moneter
bebas
bunga
dibandingkan
dengan
instrumen
moneter berbasiskan bunga?
2. Apakah instrumen moneter
bebas bunga mempunyai pengaruh yang
lebih erat dalam memelihara stabilitas harga atau inflasi dibandingkan
dengan dengan instrumen berbasiskan bunga?
3. Apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh otoritas moneter dapat
dipersamakan antara instrumen
keuangan yang bebas bunga dan
instrumen keuangan yang berbasiskan bunga?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah diatas maka penelitian ini bertujuan:
1.
Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol
yang
lebih
besar
terhadap
instrumen
moneter
bebas
bunga
dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan bunga.
2.
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat
antara instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara
9. 9
Pendahuluan
stabilitas harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter
berbasiskan bunga.
3. Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh otoritas
moneter dapat dipersamakan antara instrumen
keuangan islam yang
bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Bagi
pembuat
kebijakan,
khususnya
Bank
Indonesia
hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
digunakan
untuk
lebih
mendalami
sistem
dual
banking
dan
kebijakan moneter pendukungnya yang pada akhirnya dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu bahan dalam mengevaluasi
kebijakan yang telah diterapkan dan atau untuk merumuskan
kebijakan baru.
2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah referensi untuk penelitian sejenisnya dikemudian hari,
serta dapat memacu motivasi kepada peneliti lainnya untuk
melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan metode yang
lain.
10. 10
Pendahuluan
1.5. Kerangka Pemikiran
1.5.1. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan suatu kebijakan yang ditempuh oleh
Otoritas Moneter untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, beberapa
bank sentral secara jelas menentukan tujuan dari kebijakan moneter
dalam bentuk stabilitas moneter atau bahkan lebih sempit lagi berupa
stabilitas harga2 .
Di Indonesia , dalam rangka menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter tersebut Bank Indonesia mempunyai wewenang ,
tercantum dalam pasal 10 Undang-undang No.23 tahun 1999:
1) a. Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan
sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
b. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara
yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing;
2) penetapan tingkat diskonto;
3) penetapan cadangan wajib minimum;
4) pengaturan kredit atau pembiayaan.
2) Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah
3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
2
Makalah pada Seminar Pengajaran Ekonomi Moneter PAU Studi Ekonomi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta 20 Februari 1993
11. 11
Pendahuluan
Dalam perencanaan moneter, tujuan (objectives) dari kebijakan
moneter dari masing-masing negara berbeda-beda. Oleh karena itu,
dalam
indikasi
kuantitatifnyapun
penetapan
sasaran
akhirnya
juga
berbeda sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, sasaran
akhir (ultimate target) suatu negara pada umumnya berupa besaranbesaran tertentu, seperti misalnya tingkat inflasi yang wajar serta
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Mengingat bahwa sasaran moneter tersebut hanya dapat diketahui
dalam tenggang waktu (lag) yang lama, maka diperlukan indikator lain
yang lebih cepat dapat diperoleh namun yang mempunyai ikatan yang
erat dengan sasaran moneter tersebut, hubungan tersebut mengalami
banyak pergeseran terutama dengan adanya deregulasi baik di bidang
keuangan maupun di bidang-bidang lainnya.
Pada dasarnya, M1 juga dapat dipergunakan sebagai besaran
indikator. Namun, penggunaan M1 sebagai indikator memiliki beberapa
kelemahan. Dengan deregulasi timbul berbagai inovasi baru sehingga
batasan antara tabungan, giro dan deposito menjadi lebih kabur.
Disamping itu, menurut penelitian, terdapat gejala currency substitution,
yaitu mobilitas mata uang rupiah dengan valuta asing yang lebih tinggi .
Hal ini dapat juga dibuktikan secara empiris dimana M2 memiliki
hubungan yang lebih erat dengan pendapatan dibandingkan M1. Untuk
Indonesia, dengan didasari oleh perkembangan tersebut diatas, besaran
yang dipergunakan sebagai indikator adalah M2.
Dengan melihat hubungan yang ada antara besaran moneter yang
dipergunakan sebagai indikator tersebut diatas dengan besaran moneter
12. 12
Pendahuluan
yang berada dalam kontrol Otoritas Moneter, maka sasaran antara
(intermediate target) yang dapat dipengaruhi oleh Otoritas Moneter
adalah uang primer atau Reserve Money. Dalam hal ini memang muncul
permasalahan yang penting, yaitu predictability dan controllability.
Predictability adalah seberapa stabil hubungan yang ada antara
indikator yang ada, yaitu M2, dengan uang primer tersebut. Hubungan
antara
kedua
besaran
tersebut
adalah
money
multiplier.
Dalam
perkembangannya, money multiplier tersebut yang semula cukup stabil,
dengan adanya deregulasi kemudian mengalami pergeseran, Oleh karena
itu, perkembangan money multiplier tersebut harus selalu diamati untuk
dapat melihat hubungan yang lebih antara M2 dengan uang primer.
Controllability
adalah
seberapa
jauh
Otoritas
Moneter
dapat
mengendalikan besaran tersebut melalui penggunaan instrumen moneter
yang dimilikinya. Secara sepintas hal itu tampaknya mudah dilakukan
namun dalam kenyataannya terdapat komplikasi dalam pengendalian
besaran yang seharusnya berada dalam kontrol Otoritas Moneter. Dalam
hal ini, mobilitas dana dari dan ke luar negeri memberikan pengaruh yang
besar kepada pengendalian uang primer tersebut, demikian juga fluktuasi
yang terjadi pada suku bunga yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat
diskonto dalam sistem cut-off rate sebagaimana saat ini diterapkan.
Bahkan jika sistem tersebut diubah menjadi stop-out rate.
Untuk menjaga stabilitas neraca pembayaran, terutama untuk
dapat mengurangi ataupun menghindari terjadinya spekulasi devisa,
maka diperlukan besaran lain yang berupa alat likuid bank-bank.
Mengingat bahwa alat likuid perbankan merupakan bagian dari uang
13. 13
Pendahuluan
primer, maka melalui pengendalian pada alat likuid perbankan Bank
Indonesia dapat mempertahankan cadangan devisanya serta sekaligus
mengendalikan jumlah uang beredar M2 kearah jumlah yang dikehendaki.
Sasaran indikator maupun target yang ada dituangkan dalam suatu
perencanaan
moneter yang
umumnya
disebutkan
sebagai
program
moneter. Melalui media tersebut, maka tingkat perkembangan besaranbesaran moneter direncanakan agar dapat memenuhi sasaran-sasaran
yang dikehendaki. Dengan menggunakan media tersebut pula maka
berbagai perkembangan yang terjadi pada sasaran dan indikator yang ada
dapat dibandingkan dengan apa yang direncanakan.
Pencapaian sasaran serta target yang dijabarkan dalam program
moneter dilakukan melalui kebijkan moneter. Jika besaran terlalu tinggi
dengan yang diprogramkan, maka kebijakan moneter yang ditempuh
adalah kebijakan moneter yang ketat, yaitu melalui kontraksi jumlah uang
beredar. Sebaliknya jika perkembangan besaran moneter terlalu rendah,
maka
diperlukan
kebijkan
moneter
yang
lebih
ekspensif.
Untuk
melaksanakan kedua hal tersebut, diperlukan instrumen moneter.
1.5.1.1 Instrumen Kebijakan Moneter3
Pada dasarnya instrumen kebijakan moneter yang biasa digunakan
adalah: pertama, instrumen yang umum, meliputi kebijakan pasar
terbuka
(open
market
operations),
kebijakan
cadangan
minimum
(reserves requirement) dan kebijakan diskonto (discount policy); kedua,
instrumen
3
yang
selektif,
meliputi
margin
Nopirin, Ph.D.,Ekonomi Moneter, Buku 1, hal 45, Yogyakarta, BPFE,1992
requirements,
14. 14
Pendahuluan
pembatasan/penentuan
tingkat
bunga,
yang
kesemuanya
iniuntuk
mempengaruhi alokasi kredit untuk sektor-sektor ekonomi tertentu; dan
ketiga, adalah instrumen yang sering disebut dengan moral suasion.
Kebijakan Pasar Terbuka (Open Market Operations)
Meliputi tindakan menjual dan membeli surat-surat berharga oleh
bank sentral. Tindakan ini akan berpengaruh: pertama, menaikkan
cadangan bank-bank umum yang tersangkut dalam transaksi. Sebab
dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan menambah
cadangan bank umum yang menjual surat berharga tersebut, yang ada
pada bank sentral. Akibat tambahnya cadangan, maka bank umum dapat
menambah jumlah uang beredar (melalui proses penciptaan kredit).
Kedua tindakan pembelian/penjualan surat berhargaakan mempengaruhi
harga
(dan
dengandemikian
juga
tingkat
bunga)
surat
berharga.
Akibatnya, tingkat bunga umum juga akan terpengaruh.
Kebijakan Diskonto (Discount Policy)
Tindakan untuk mengubah-ubah tingkat bunga yang harus dibayar
oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Dengan
menaikkan diskonto, maka ongkos meminjam dana dari bank sentral akan
naik sehingga akan mengurangi keinginan bank untuk meminjam.
Akibatnya, jumlah uang beredar dapat ditekan/dikurangi.
15. 15
Pendahuluan
Kebijakan Perubahan Cadangan Minimum
Perubahan cadangan minimum dapat mempengaruhi jumlah uang
yang beredar. Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan, jumlah
uang beredar cenderung naik, dan sebaliknya kalau dinaikkan jumlah
uang akan cenderung turun.
Margin Requirement
Digunakan untuk membatasi penggunaan kredit untuk tujuantujuan pembelian surat berarga (yang biasanya bersifat spekulatif).
Caranya, dengan menetapkan jumlah minimum kas down payment untuk
transaksi surat berharga. Misalnya, ditentukan margin requirement 80%,
artinya apabila seseorang hendak membeli surat berharga, maka 80%
harus dibayar dengan kas dan baru sisanya (20%) boleh dipinjam dari
bank.
Moral Suasion
Dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap lembaga moneter dan
individu yang bergerak di bidang moneter dengan pidato-pidato Gubernur
Bank Sentral, atau publikasi-publikasi, agar supaya bersikap seperti yang
dikehendaki oleh Otoritas Moneter
16. 16
Pendahuluan
1.5.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter4
1.5.2.1. Jalur Kredit
Secara tradisional kebijakan moneter diyakini akan mempengaruhi
sektor riil melalui perubahan suku bunga jangka pendek, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi suku bunga jangka panjang, kemudian
cost of capital, dan akhirnya investasi. Dalam mekanisme ini peranan
bank ditekankan pada sisi kewajibannya (liabilities), dimana bank mampu
menciptakan likuiditas di perekonomian lewat kemampuannya menyerap
dana
dari
pemahaman
masyarakat.
akan
Namun
peranan
pasar
seiring
dengan
keuangan
yang
berkembangnya
tidak
sempurna
(imperfect financial market) dalam perkembangan ekonomi dan siklus
bisnis, maka lahir pula teori-teori yang berusaha menjelaskan mekanisme
transmisi kebijakan moneter dengan penekanan pada imperfect financial
market ini. Teori-teori ini selanjutnya lazim disebut sebagai asymmetric
information based transmission mechanism
atau credit channel yaitu
bank lending channel, yang menekankan efek kebijakan moneter
terhadap neraca bank, dan balance sheet channel, yang menekankan
efek kebijakan moneter terhadap neraca perusahaan dan yang kemudian
berlanjut ke akses perusahaan terhadap kredit bank.
Lending channel
Menurut jalur ini , peranan bank dalam mekanisme transmisi
kebijakan moneter tidak hanya melalui sisi kewajiban bank, melainkan
juga dari sisi aset bank. Sebagai contoh dalam kondisi kontraksi moneter
4
Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (2001) ; Review
Penelitian
17. 17
Pendahuluan
maka reserve bank akan menurun. Selanjutnya dengan adanya ketentuan
reserve
requirement,
maka
dana
yang
tersedia
bagi
bank
untuk
dipinjamkan (bank loans) akan mengalami penurunan. Di banyak negara,
khususnya negara-negara berkembang, dimana ketergantungan terhadap
kredit bank masih sangat besar, menurunnya kemampuan bank untuk
memberikan pinjaman ini akan mempengaruhi investasi
dan pada
akhirnya kegiatan perekonomian. Dengan demikian, eksistensi dari jalur
ini akan ditentukan oleh dua kondisi sebagai berikut:
a.
Bank sentral memiliki kemampuan untuk mengendalikan
suplai bank loans
b.
Untuk sebagian peminjam, kredit bank dan surat berharga
bersifat imperfect substitute
Untuk Indonesia, kondisi yang kedua diyakini dapat terpenuhi mengingat
masih terdapatnya fenomena asymmetric information yang menyebabkan
sebagian besar peminjam akan kesulitan untuk dapat menerbitkan suratsurat berharga. Hal ini telah menimbulkan ketergantungan kepada
perbankan mengingat hanya perbankan yang dianggap dapat mengatasi
masalah
asymmetric
information
tersebut.
Sementara
itu
seperti
disebutkan oleh Bernanke dan Gertler (1995), kondisi pertama masih
memerlukan
pembuktian
secara
empiris.
Agar
bank
sentral
dapat
sepenuhnya mengendalikan suplai dari bank loans, maka dibutuhkan
kondisi dimana dalam kondisi kontraksi moneter bank tidak dapat dengan
mudah mengeluarkan berbagai macam bentuk surat utang lain untuk
menggantikan simpanan pihak ketiga.
1.5.2.2 Jalur Neraca Perusahaan
18. 18
Pendahuluan
Balance sheet channel merupakan jenis transmisi moneter yang
muncul sebagai akibat dari adanya ketidaksempurnaan informasi antara
debitor dan kreditor di pasar keuangan. Ketidaksempurnaan
informasi
tersebut menimbulkan moral hazard problem, terutama dari sisi debitor
dengan membuat berbagai investasi yang beresiko. Dengan investasi
yang dibuatnya, debitor akan mendapat profit jika proyeknya berhasil dan
apabila proyeknya gagal maka kreditor
(bank) akan menanggung
kerugiannya. Oleh karena itu, kreditor mengenakan premi kepada debitor
untuk menutupi risiko kerugian tersebut yang besarnya tergantung pada
dua hal, yaitu besarnya pinjaman dan risk free interest rate level
( misalnya policy interest rate). Semakin besar jumlah pinjaman, semakin
besar
pula moral hazard-nya, sehingga tingkat premi juga semakin
tinggi. Sementara itu, semakin tinggi level risk free interest rate, semakin
rendah
nilai
jaminan
(kolateral)
debitor,
sehingga
semakin
besar
kemungkinan debitor melakukan moral hazard.
Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pasar keuangan, adanya
kontraksi kebijakan moneter akan meningkatkan cost of borrowing, baik
secara langsung melalui jalur suku bunga maupun secara tidak langsung
melalui naiknya tingkat premi. Naiknya tingkat premi inilah yang
merupakan inti dari
balance sheet channel. Sebagai konsekuensinya,
naiknya tingkat premi menyebabkan turunnya investasi.
1.5.3 Konsep Uang
19. 19
Pendahuluan
Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep
ekonomi konvensional. Menurut ekonomi Islam, uang adalah uang, bukan
capital, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept, sedangkan
capital bersifat stock concept. Menurut konsep dalam ekonomi Islam,
capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang
mengalir adalah public goods (flow concept), sedangkan yang mengendap
sebagai milik seseorang (stock concept) adalah milik pribadi (private
good)
Pemahaman terhadap konsep private good dan public good dapat
diperjelas dengan mencontohkan mobil sebagai private good (capital) dan
jalan tol sebagai public good (money). Dengan kata lain , jika dan hanya
jika uang diinvestasikan dalam proses produksi , kita akan mendapatkan
uang yang lebih banyak
Konsep uang Irving Fisher:
Persamaan kuantitas uang Fisher:
MV = PT
Keterangan: M = Jumlah uang
V = Tingkat perputaran uang
T = Jumlah barang yang
diperdagangkan
P = Tingkat harga barang
Selanjutnya, variabel T pada persamaan di atas dapat diganti
dengan Y karena nilai nominal dari total volume transaksi sulit diukur dan
dengan mengasumsikan bahwa nilai T proporsional terhadap Y. Sehingga
persamaan diatas menjadi :
MV = PY
20. 20
Pendahuluan
Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa
permintaan akan uang adalah murni merupakan fungsi dari pendapatan,
dan
tingkat
menunjukkan
bunga
tidak
semakin
cepat
mempengaruhinya.
perputaran
uang
Persamaan
(V),
semakin
diatas
besar
pendapatan (income). Menegaskan juga bahwa uang adalah flow concept.
Konsep uang Marshall-Pigou:
Persamaan kuantitas uang Cambridge:
M = kPY
Dimana k = 1/v dan proporsinya konstan. Secara sistematis
persamaan Cambridge di atas hampir sama dengan persamaan Fisher,
tapi kita tidak bisa mengatakan kelompok Cambridge sepaham dengan
Fisher bahwa dalam jangka pendek tingkat bunga tidak memiliki pengaruh
terhadap permintaan akan uang karena persamaan di atas filosofinya
sangat berbeda. Ekonom Cambridge menganggap bahwa dalam jangka
pendek, jumlah kekayaan, volume transaksi, dan pendapatan nasional
mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lain. Ekonom
Cambridge mengasumsikan bahwa ceteris paribus, permintaan akan uang
adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Sebagai
kesimpulan,
baik
Fisher
maupun
ekonom
Cambridge
sependapat bahwa permintaan akan uang adalah proporsional terhadap
pendapatan. Namun, terdapat pula perbedaan pada keduanya. Kalau
pendekatan
Fisher
menekankan
pada
faktor-faktor
teknologi
dan
mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap permintaan akan uang.
Sedangkan pendekatan ekonom Cambridge menekankan pada adanya
21. 21
Pendahuluan
individual choice dalam memelihara komposisi kekayaan yang dimiliki
karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan
(store of wealth) - apakah akan disimpan dalam bentuk obligasi, saham,
atau uang kas, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan ekonom Cambridge
juga tidak mengabaikan faktor tingkat bunga.
1.5.4 Teori Permintaan Uang
Pemikiran ekonom klasik dan monetaris tentang uang cukup
beragam . Irving Fisher, menyatakan bahwa permintaan akan uang
(money demand) adalah fungsi income, sedangkan interest tidak ada
hubungannya dengan permintaan akan uang. Para ekonom cambridge
menyatakan bahwa uang adalah medium of exchange dan store of value,
dan tidak meniadakan efek interest rates.
Menurut
Marshall-Pigou,
uang
adalah
stock
concept
sehingga
berfungsi sebagai salah satu cara menyimpan kekayaan. Dalam hal ini,
manusia memiliki pilihan individu untuk memelihara asetnya, apakah
dalam bentuk obligasi, saham, uang dan lain-lain. Dalam teori moneter
konvensional,
konsep
Marshall-Pigou
dijabarkan
oleh
keynes.
Ia
mengatakan bahwa pilihan individu untuk permintaan uang dipengaruhi
oleh tiga motif, yaitu:
1. Permintaan akan uang untuk transaksi ( money demand for
transaction)
2. Permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (money demand for
precautionary)
22. 22
Pendahuluan
3. Permintaan akan uang untuk spekulasi (money demand for
speculation)
Menurut Keynes, money demand for transactions dan money
demand for precautionary ditentukan oleh tingkat pendapatan, sedangkan
money demand for speculation ditentukan oleh tingkat suku bunga. Hal ini
dinotasikan sebagai berikut:
+
Mdtr =
f (Y )
Mdpre =
f (Y )
Mdsp =
f (i )
+
−
Sebenarnya ada beberapa kesalahan Keynes, yang salah satu
diantaranya diluruskan oleh pengikutnya, Boumol-Tobin, masing-masing
pada tahun 1953 dan 1956. Dari model yang dikembangkannya, secara
implisit Keynes mengatakan adanya perfect substitution antara uang
(money), obligasi (bonds), dan modal (capital). Ini sejalan dengan teori
ekonomi yang mengenal lima pasar, yaitu:
1. Pasar barang (consumer goods)
2. Pasar tenaga kerja (labor services)
3. Pasar barang-barang modal (Production (capital) goods)
4. Pasar obligasi (bonds)
5. Pasar Uang (Money)
Lima pasar ini akan berhadapan dengan:
1. Harga (prices)
2. Upah (wages)
3. Bunga (interest)
23. 23
Pendahuluan
Variabel di atas menimbulkan persoalan karena 5 pasar yang akan
dipecahkan oleh 3 harga. Untuk memecahkan persoalan ini, Keynes
menggabungkan capital dan bonds menjadi non monetary asset sehingga
komposisi menjadi 4 pasar dengan 3 harga. Kekeliruan Keynes adalah
menggabungkan capital goods dan bonds menjadi satu dengan nama
baru, non monetary asset. Gabungan capital goods dan bonds diwakilkan
nilainya dengan interest. Jadi, secara implisit, capital goods dan
bonds
dianggap perfect substitution.
Bagi Boumol-Tobin, money demand for precautionary tidak saja
ditentukan oleh tingkat pendapatan, namun juga oleh tingkat suku bunga.
Secara matematis dirumuskan:
+
Mdtr = f ( Y )
−
+
Mdpre = f ( Y , i )
−
Mdsp = f ( i )
Baik Marshall-Pigou, Keynes, maupun Boumol-Tobin berbicara
tentang stock concept uang. Muncul kemudian teori Fisher. Setelah
ditinggalkan cukup lama, teori Fisher dianalisis oleh Milton Friedman. Teori
Fisher tidak lagi berbicara tentang nominal interest rate tetapi tentang
differential interest rate antara interest rate bonds, interest rate money,
expected inflation, dan lain-lain
24. 24
Pendahuluan
1.6.
Metode Penelitan
1.6.1. Metode Analisis
Penelitian
ini menggunakan
analisis
deskriptif
dan
kuantitatif.
Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan
hasil-hasil
penelitian
yang
berhubungan
dengan
permasalahan.
Sedangkan untuk analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu
ekonometrika yaitu software Eviews 3.1 dan software Excell.
Beberapa kepustakaan [(Stock dan Watson (1988) , Harris (1995)]
menyatakan bahwa regresi yang diestimasi harus tidak memasukkan
variabel-variabel non-stationary untuk menghindari adanya masalah
spurious regression (R-squares yang tinggi dan Durbin-Watson statistik
yang
rendah).
Lebih
lanjutnya,
Engle
dan
Granger
(1987)
mempertunjukkan bahwa menggunakan variabel-variabel yang stasioner
dalam persamaan regresi , dapat menyaring informasi yang berfrekuensirendah
jika
beberapa
atau
semua
variabel-variabel
dalam
model
terkointegrasi.
Dua
variabel
dikatakan
terkointegrasi
jika
memiliki
hubungan
(keseimbangan) jangka panjang. Menurut teori representasi Granger
(1986), setiap sistem dari variabel-variabel yang terkointegrasi dapat di
representasikan oleh error-correction model (ECM). Pada model asli yang
mengandung variabel-variabel stasioner, ECM menambah regressor lain;
lagged residuals (yang disebut error-corection (EC) term) yang diperoleh
dari hubungan kointegrasi. Koefisien dari EC term merefleksikan proses
dimana variabel tidak bebas (dependent)
dalam persamaan ECM
25. 25
Pendahuluan
menyesuaikan dalam jangka pendek terhadap posisi keseimbangan
jangka panjangnya.
Diskusi diatas, maka, menyarankan bahwa analisis secara empiris
terhadap identifikasi masalah pada penelitian ini , berdasarkan model
kointegrasi dan error-correction.
1.6.2 Spesifikasi Data dan Variabel
Data dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
M1 adalah uang kertas dan logam (currency) + simpanan dalam
bentuk rekening koran (demand deposit)
M2
adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit)
pada bank-bank umum
M1 Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) +
simpanan dalam bentuk rekening koran (demand deposit) pada bankbank yang menerapkan sistem bebas bunga
M2 Islamic (Isl) adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time
deposit) pada bank-bank umum yang menerapkan sistem bebas bunga
MB (monetary base) adalah uang kertas dan logam (currency) +
deposit cadangan (reserves) bank-bank umum pada bank sentral
MB Islamic (Isl) adalah uang kertas dan logam (currency) +
deposit cadangan (reserves) bank-bank umum yang menerapkan
sistem bebas bunga pada bank sentral
GM1 adalah pertumbuhan M1
GM2 adalah pertumbuhan M2
GM1 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M1 (Isl)
26. 26
Pendahuluan
GM2 Islamic (Isl) adalah pertumbuhan M2 (Isl)
GMB adalah pertumbuhan MB
GMB (Isl) adalah pertumbuhan MB (Isl)
CPI adalah Indeks Harga Konsumen (IHK)
GCREDIT adalah pertumbuhan kredit berbasiskan bunga
GCREDIT Islamic (Isl) adalah pertumbuhan kredit pada perbankan
bebas bunga
GLIQUD adalah pertumbuhan aset likuid perbankan yang berada di
bank sentral
GLIQUID Islamic (Isl) adalah pertumbuhan aset likuid perbankan
bebas bunga yang berada di bank sentral.
1.6.3 Model Ekonometrik
Sesuai dengan identifikasi masalah yang ada, penulis menggunakan
model yang sama yang dikembangkan oleh Ahmad Kaleem (2002) yang
juga merupakan pengembangan dari model oleh Ali F Darrat (1988).
Model ekonometrik 1
Seperti diargumentasikan oleh Havrilesky dan Boorman, (1980), Batten
dan Thornton (1983), McCallum (1989) setiap besaran (aggregate)
moneter akan berguna untuk tujuan kebijakan hanya jika memenuhi dua
prasyarat:
1. Besaran (aggregate) moneter tersebut secara efektif harus
berada dibawah kontrol Otoritas Moneter (bank sentral)
27. 27
Pendahuluan
2.
Adanya hubungan yang kuat antara besaran (aggregate)
moneter tersebut dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter
(salah satunya adalah stabilitas harga atau inflasi)
Jika tidak terdapat hubungan seperti tersebut diatas, maka besaran
(aggregate)
moneter
tersebut
tidak
mempunyai
kegunaan
untuk
kebijakan, sebaliknya, besaran (aggregate) moneter yang terhubung kuat
dengan tujuan utama dari Otoritas Moneter tidak bermanfaat jika tidak
dapat dikontrol.
Untuk mengetahui apakah otoritas moneter mempunyai kontrol yang lebih
besar terhadap instrumen moneter bebas bunga dibandingkan dengan
instrumen moneter berbasiskan bunga.
(GM1) t = g + d(GMB)t + ut
(1)
(GM1(isl)) t = h + q(GMB (isl))t + ut
(2)
(GM2)t = g + d(GMB)t + ut
(3)
(GM2 (isl)) t = h + q(GMB(isl))t +ut
(4)
Model ekonometrik 2
Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang lebih erat antara
instrumen moneter yang bebas bunga dalam memelihara stabilitas tingkat
harga atau inflasi dibandingkan dengan instrumen moneter berbasiskan
bunga.
GPt = r0 + r1(GM1)t + r2(GM1)t-1 + r3(GM1)t-2+ ut
GPt = l0 + l1(GM2)t + l2(GM2)t-1 + l3(GM2)t-2 + ut
GPt = r0 + r1(GM1(isl))t + r2(GM(isl)1)t-1 + r3(GM1(isl))t-2 + ut
GPt = l0 + l1(GM2(isl))t + l2(GM2(isl))t-1 + l3(GM2(isl))t-2 + ut
(5)
(6)
(7)
(8)
28. 28
Pendahuluan
Model ekonometrik 3
Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas
dapat
digunakan
sebagai
instrumen
moneter
untuk
mengontrol
pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta merespon
terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan
dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit sehingga
mengurangi permintaan agregat.
Seperti dijelaskan oleh Karim dan Abdullah (1995), kebanyakan
dari
instrumen
pembiayaan
syariah
(Islamic)
adalah
instrumen
5
pembiayaan Murabaha dan hampir semua penjualan melalui instrumen
ini ditujukan untuk sektor swasta dimana mengandung 100% resiko,
seperti tertuang dalam perjanjian Basel, karena itu persentase yang sama
untuk liquidity requirements seperti disarankan oleh perjanjian Basel tidak
dapat dipersamakan untuk instrumen keuangan bebas bunga (Islamic)
Untuk mengetahui apakah rasio likuiditas yang ditetapkan oleh Otoritas
Moneter dapat dipersamakan antara instrumen
keuangan islam yang
bebas bunga dan instrumen keuangan yang berbasiskan bunga.
(GCREDIT) t = g + d(GLIQUID)t + ut
(GCREDIT (ISL)) t = h + qGLIQUID (ISL)t + ut
5
(9)
(10)
Murabaha, yaitu kontrak jual beli dimana barang yang diperjualbelikan tersebut
diserahkan segera, sedang harga (baik pokok dan margin keuntungan yang disepakati
bersama) atas barang tersebut dibayar di kemudian hari secara sekaligus (Lump Sum
Deferred Payment) . Dalam prakteknya, bank bertindak sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli dengan kewajiban membayar secara tangguh dan sekaligus
29. 29
Pendahuluan
1.6.3.1
Pengujian Statistik
Untuk melihat validitas model yang digunakan serta akurasi hasil
estimasi model, maka dilakukan beberapa pengujian statistik, antara lain:
1.6.3.1.1
Uji Akar-akar Unit (Unit Root )
Di dalam penelitian ini akan digunakan uji akar unit melalui uji Augmented
Dickey-Fuller (ADF-Test) untuk mengetahui apakah data time series yang
digunakan memiliki masalah akar unit atau data tidak stasioner. Jika
suatu data time series tidak stasioner pada order nol, I(0), maka
stasionaritas data tersebut bisa dicari melalui berbagai order sehingga
diperoleh tingkat stasionaritas pada order ke-n (first difference atau I(1),
atau second difference atau I(2), dan seterusnya).
p −1
∆Yt = ρYt −1 + ∑ ρ j ∆Yt − j + µt
(ADF test)
j =1
H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)
H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)
1.6.3.1.2 Uji Kointegrasi
Uji ini dikembangkan berdasarkan adanya persepsi model data
yang tidak stasioner, apabila data tidak stasioner masih dapat terjadi
kointegrasi jangka panjang bila kombinasinya juga linear sejalan dengan
berjalannya waktu. Tujuan pokok dari uji ini adalah untuk melihat
hubungan keterkaitan jangka panjang antara tiap variabel yang di uji.
Langkah pertama; estimasi tiap parameter dari persamaan regresi dengan
menggunakan model ordinary least square (OLS), misalnya:
30. 30
Pendahuluan
Yt = α 0 + α 1Xt1 + α 2 Xt2 + Ut
Langkah
kedua; uji stasioner terhadap nilai residual dari hasil estimasi
diatas lalu estimasi kembali,
Ut = Ut - 1 + vt
^
∆ Ut = α 0 Ut - 1 + α 1 U t - 2
Setelah estimasi kembali, t-hitung diperoleh maka hasilnya dibandingkan
dengan t-tabel (Uji t). Jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel, maka
variabel bersifat stasioner.
Ut = Ut - 1 + vt
^
∆ Ut = α 0 Ut - 1 + α 1 U t - 2
Langkah terakhir yang dilakukan dalam uji ini adalah melakukan regresi,
proses ini dilakukan untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel
pada tingkat kepercayaan tertentu.
Pengujian derajat kointegrasi dilakukan dengan metode Engle Granger
(1987).
Hipotesis ini didasarkan oleh hasil regresi pada error terms
berikut ini :
∆Ut = δUt-1 + vt
Hipotesis untuk pengujian ini adalah :
H0 : δ = 0 (variabel-variabel dalam model tidak terkointegrasi)
H1 : δ ≠ 0 (variabel-variabel dalam model terkointegrasi)
31. 31
Pendahuluan
1.6.3.1.3 Pengujian dengan Error Correction Model (ECM)
Selain
untuk
mengetahui
hubungan
jangka
panjang
dengan
pendekatan kointegrasi, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh perubahan
berbagai variabel independen terhadap perubahan
variabel dependennya dalam jangka pendek (dari satu triwulan ke
triwulan berikutnya). Model ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
ketidakseimbangan jangka pendek yang digambarkan dengan variabel
fisrt
difference-nya
dikoreksi
atau
disesuaikan
untuk
mencapai
keseimbangan jangka panjangnya yang digambarkan dengan variabel
error correction term.
Dapat diuraikan dalam persamaan berikut :
ΔYt = β0 + β1 ΔXt1 + β2 ΔXt 2 + ... + βn ΔXn + ECT t-1 + Ut
ΔYt
= First difference dari variabel tidak bebas
ΔX1,2,..n
= First difference dari variabel bebas
ECT t-1
= Koreksi kesalahan
1.6.3.1.4
Uji Koefisien Determinasi
Digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang
dipakai. Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan
besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari variabel-variabel
bebas
yang
menerangkan
variabel
tidak
bebas
atau
angka
yang
menunjukkan seberapa besar variasi variabel tak bebas ditentukan oleh
variasi variabel bebasnya. Besarnya nilai R 2 adalah 0 < R2 < 1, dimana
semakin mendekati 1 (satu) berarti model tersebut dikatakan baik karena
semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak
32. 32
Pendahuluan
bebasnya. Dengan kata lain bila nilai R2 semakin mendekati 1 berarti
variasi variabel tak bebas hampir sepenuhnya dipengaruhi variabel tak
bebas yang ada dalam model.
1.6.3.1.5 Uji t-statistik
Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari
variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Pengujian ini dilakukan
dengan hipotesis:
H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya
H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya
Dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikansi = α, dan derajat
kebebasan (degree of freedom, df) = n - k (n = jumlah observasi dan k =
jumlah variabel yang digunakan),
Kriteria penerimaan hipotesis pada uji t-statistik adalah:
H0 tidak ditolak jika –(t-tabel) < t-stat < (t-tabel).
H0 ditolak jika –(t-stat) <-(t-tabel) atau t-stat > t-tabel
1.6.3.1.6 Uji F-statistik
Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari
semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh
variabel bebas secara bersama-sama. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel bebasnya.
H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel
bebasnya.
33. 33
Pendahuluan
Apabila nilai F hitung ≤ F tabel berarti H 0 tidak ditolak, sehingga
variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel tidak bebasnya.
Apabila nilai F hitung > F tabel berarti H 0 ditolak, sehingga variabel
bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya.
1.6.3.1.7 Pengujian Masalah Otokorelasi dalam Analisis Regresi
Linier
Otokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana
kesalahan pengganggu dalam periode tertentu, katakan є t berkorelasi
dengan kesalahan pengganggu dari periode lainnya katakan єs. Jadi
kesalahan pengganggu tidak bebas, satu sama lain berkorelasi, saling
berhubungan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya otokorelasi, antara
lain:
1.
Kelembaman (Inertia).
2.
Terjadi bias dalam spesifikasi karena beberapa variabel penting
tak tercakup.
3.
Terjadi
bias
dalam
spesifikasi
karena
bentuk
dipergunakan tidak tepat.
4.
Fenomena sarang labah-labah (Cobweb Phenomena).
5.
Beda kala (Time lags).
6.
Adanya manipulasi data (Manipulation of data).
fungsi
yang
34. 34
Pendahuluan
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokoralasi adalah uji
Durbin-Watson. Secara spesifik, untuk uji Durbin-Watson, terdapat lima
himpunan daerah untuk nilai d, yaitu:
Daerah
kritis
Daerah
ketidakpastian
Tidak
menolak
H0
(inconclusive)
Tolak
H0
0
dU
Daerah
kritis
(inconclusive)
Tidak ada
otokorelasi
dL
•
Daerah
ketidakpastian
2
(4 – dU)
Tolak
H0
(4 - dL)
Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL),
maka hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang
berarti terdapat otokorelasi
•
Jika d terletak antara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol diterima,
yang berarti tidak ada otokorelasi.
Namun, jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dU) dan (4 –
dL), maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti
(inconclusive). Untuk nilai-nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat
signifikansi tertentu) disimpulkan adanya otokorelasi di antara faktorfaktor gangguan.
Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson adalah :
H0 : tidak terdapat otokorelasi positif
H1 : tidak terdapat otokorelasi negatif
1.6.4
Metode Pengumpulan Data
35. 35
Pendahuluan
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melalui data
sekunder dengan jenis data time series. Sumber data yang diperlukan
dalam penelitian ini berasal dari :
Statistik Perbankan Syariah, Biro Perbankan Syariah- Bank Indonesia
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia- Bank Indonesia
Homepage Bank Indonesia, www.bi.go.id
International Financial Statistic-IMF
Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, dan
bahan-bahan
lain
yang
diperoleh
dari
perpustakaan
UNPAD,
perpustakaan UNPAR, perpustakaan Bank Indonesia Jakarta dan
Bandung, internet, serta sumber-sumber lain yang berhubungan
dengan penelitian ini.
1.6.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan hanya terbatas pada pengujian penciptaan
stabilitas
moneter
dalam
kasus
dual
banking
yang
diterapkan
di
Indonesia. Periode yang diteliti dalam jangka waktu 1997.I sampai
2003.1, alasan dipilihnya periode tersebut adalah karena ketersediaan
data, dan mulai berkembangnya sistem keuangan bebas bunga di
Indonesia.
Penelitian ini bersifat independen, artinya penelitian ini hanya untuk
proses pembelajaran dan bukan untuk mengarahkan pembaca memilih
sistem keuangan tertentu atau menyudutkannya.