SlideShare a Scribd company logo
1 of 50
Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Moneter dalam Ekonomi Islam 7
Dasar pemikiran manajemen moneter dalam konsep ekonomi islam
adalah terciptanya stabilitas permintaan akan uang dan terarahnya
permintaan akan uang kepada tujuan yang penting dan produktif. Dengan
demikian, setiap instrumen yang mengarah kepada instabilitas dan
pengalokasian sumber dana secara tidak produktif akan ditinggalkan
(Adiwarman Karim, 2002).
Pada sistem ekonomi Islam manajemen moneter yang efisien dan
adil tidak berdasarkan mekanisme suku bunga, melainkan dengan
menggunakan strategi yang berdasarkan tiga instrumen utama.
Instrumen- instrumen tersebut adalah :
1. value judgments yang dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan alokasi dan distribusi resources yang sesuai dengan
ajaran Islam.
Pada dasarnya resources merupakan amanah dari Allah yang
pemanfaatannya harus efisien dan adil. Berdasarkan nilai-nilai Islam,
money demand harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
dan investasi yang produktif, sama sekali bukan untuk conspicuous
consumption, pengeluaran-pengeluaran non-produktif dan spekulatif.
7
Mulya E Siregar(1999), Buletin Ekonomi Moneter,Vol 2, No. 3 , Desember 1999
M. Umer Chapra “ Monetary Management in an Islamic Economy”, Islamic
Economics Studies, Vol. 4, No.1, Desember 1996
36
Tinjauan Pustaka
2. Institutional yang berkaitan dengan kegiatan sosial, ekonomi dan
politik, yang salah satunya adalah mekanisme harga yang dapat
meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan resources. Walaupun
mekanisme harga tidak menjamin pencapaian tujuan-tujuan ekonomi
suatu negara, namun disadari sepenuhnya bahwa mekanisme harga yang
disertai dengan nilai-nilai sistem yang ada dapat memudahkan pencapaian
tujuan.
3. Financial intermediation yang berdasarkan sistem profit-and-loss
sharing. Dalam sistem ini money demand dialokasikan dengan syarat
hanya untuk proyek proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur
yang mampu mengelola proyek secara efisien. Dengan persyaratan
seperti itu, diharapkan dapat meminimisasi money demand untuk
pemanfaatan yang tidak berguna, nonproduktif dan spekulatif. Selain
daripada itu, persyaratan tersebut dapat menciptakan masyarakat yang
memiliki entrepreneurship sekalipun diantara golongan miskin, sedangkan
golongan kaya dapat berkontribusi sehingga para entrepreneur tersebut
dapat menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan
kebutuhan dasar.
Pada kesempatan ini akan dibahas apakah manajemen moneter
alternatif yang berdasarkan nilai-nilai Islam akan menciptakan stabilitas
harga dan perekonomian yang lebih stabil dan apakah alternatif
manajemen moneter akan lebih kondusif sehingga dapat berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan-tujuan ekonomi suatu negara. Pembahasan
manajemen moneter alternatif ini meliputi money demand, money supply
37
Tinjauan Pustaka
dan instrumen instrumen kebijakan moneter yang berdasarkan nilai-nilai
Islam.
2.1.1 Money Demand
Dengan berbagai elemen sistem ekonomi Islam tidak hanya dapat
meminimisasi ketidakstabilan permintaan uang agregat, tetapi juga
mempengaruhi berbagai komponen money demand yang pada gilirannya
akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan penggunaan dana. Dengan
lebih stabilnya money demand di dalam perekonomian Islam akan
menciptakan tingkat stabilitas yang lebih baik bagi velocity of circulation
of money. Money demand dalam perekonomian Islam tercermin dalam
equation sebagai berikut:
Dimana,
Ys, merupakan barang dan jasa yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar dan investasi produktif yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam,
S, merupakan nilai-nilai moral sosial dan kelembagaan (termasuk zakat)
yang mempengaruhi alokasi dan distribusi resources yang tidak digunakan
untuk konsumsi yang tidak bermanfaat, investasi yang tidak produktif dan
juga tidak untuk motif-motif spekulasi.
π adalah profit-and-loss sharing.
Umumnya termasuk di beberapa negara-negara Islam, Y
merupakan output yang termasuk untuk pemenuhan konsumsi yang tidak
38
Md = f ( Ys , S , π )
Tinjauan Pustaka
bermanfaat dan investasi yang nonproduktif. Sedangkan karakteristik Ys,
merupakan sesuatu yang normatif yang belum mencerminkan sesuatu
kenyataan yang berlaku saat ini, namun bukan sesuatu hal yang tidak
mungkin untuk dicapai. Selanjutnya S merupakan nilai-nilai dan
kelembagaan yang kompleks yang tidak harus dapat dikuantifikasi. Hal
penting yang harus diperhatikan adalah aktualisasi pencapaian tujuan-
tujuan dimana Y harus dibersihkan dari hal-hal yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islam dan unsur-unsur yang dapat mengagalkan pencapaian
tujuan ekonomi. Selain dari pada itu, penting pula diperhatikan bahwa
dengan adanya nilai-nilai dan kelembagaan tersebut maka tidak ada
alasan untuk menggunakan suku bunga yang pada dasarnya telah
terbukti tidak efektif dalam mempengaruhi money demand.
Penghapusan suku bunga, penetapan kewajiban pembayaran pajak
atas biaya produktif yang menganggur, serta penghilangan insentif bagi
pemegang uang iddle mendorong orang melakukan (Adiwarman Karim,
2001):
 Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)
 Penjualan muajjal
 Mudarabah (bagi hasil)
Para pemilik dana akan menginvestasikan dana pada kegiatan yang
memberikan keuntungan terbesar (actual return). Semakin tinggi
permintaan akan uang untuk investasi di sektor riil, tingkat harapan
keuntungan yang akan diraih relatif menurun. Karena besarnya tingkat
actual return tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, permintaan
akan uang akan lebih stabil.
39
Tinjauan Pustaka
Ketika actual return dari investasi di sektor riil menurun karena
lesunya kondisi ekonomi, pemegang dana akan mengurangi investasi dan
lebih senang memegang uang tunai riil. Dalam gambar 2.1, terlihat
permintaan akan uang tunai riil meningkat dari Md0 menjadi Md1.
Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah meningkatkan biaya
atas aset atau dana yang dianggurkan, yang menempatkan pemilik dana
sebagai penanggung biaya peniduran uang. Diharapkan mereka akan
menginvestasikan uang dan menurunkan permintaan akan uang tunai riil
kembali kepada Md0, yaitu ketika terjadi perpotongan antara Md0 dengan
Ms.
Gambar 2.1
Permintaan dan Penawaran Saldo Uang Riil dalam Ekonomi Islam
40
Md1
µ Md0
Pajak thdp
asset produktif
yg menganggur
2
1
Ms
M/P
M0
M1
Tinjauan Pustaka
2.1.2 Money Supply
Jika money demand akan dikaitkan dengan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan, diharapkan money demand akan stabil.
Selanjutnya, perlu diperhatikan bagaimana menggiring aggregate money
supply bertemu dengan money demand sehingga terjadi equilibrium. Hal
ini penting untuk diperhatikan karena dua instrumen utama dalam
manajemen moneter sistem kapitalis, yaitu discount rate dan operasi
pasar terbuka yang mengandung suku bunga tidak dapat dipakai dalam
ekonomi Islam. Selanjutnya, yang perlu juga diperhatikan adalah
bagaimana mengalokasikan money supply sehingga pencapaian tujuan-
tujuan ekonomi dapat berlangsung dengan baik.
Agar pertumbuhan money supply mencapai target, diperlukan
instrumen-instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk
menciptakan keselarasan antara pertumbuhan money supply yang
ditargetkan dan yang aktual terjadi. Oleh karena dekatnya hubungan
antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan M0 atau highpowered
money, maka bank sentral berkewajiban untuk mengatur dengan ketat
pertumbuhan M0.
Terdapat tiga sumber utama dari high-powered money, yaitu:
1. Pinjaman pemerintah kepada bank sentral.
2. Kredit bank sentral kepada bank komersial.
3. Surplus neraca pembayaran.
Setelah perang dunia kedua, sumber pertama merupakan yang terbesar
bagi high-powered money karena besarnya defisit anggaran pemerintah.
Berlebihnya defisit pada anggaran pemerintah mengakibatkan beban yang
41
Tinjauan Pustaka
sangat berat bagi sektor moneter untuk menjaga stabilitas serta kebijakan
moneter yang sehat sangat sulit diciptakan. Ekspansi moneter hanya
dapat dikontrol bila sumber utama dari high-powered money dapat diatur
dengan baik. Merupakan suatu hal yang tidak realistik bagi negara Islam
membicarakan meng-Islamkan perekonomiannya tanpa ada usaha serius
untuk mengatur defisit anggaran pemerintah yang sesuai dengan azas
manfaat.
Selanjutnya, dimungkinkan bagi bank sentral untuk mengendalikan
penyaluran kredit kepada bank-bank komersial. Penerapan profit-and-loss
sharing yang menggantikan suku bunga akan lebih dapat meningkatkan
kemampuan bank sentral untuk mengendalikan penyaluran pinjaman
tersebut. Penyaluran pinjaman oleh bank sentral kepada bank komersial
bisa dalam bentuk mudarabah (ber-bagi hasil), yang berarti bank sentral
harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman kepada bank
komersial. Dilain pihak, bank komersial juga harus lebih ber-hati-hati
dalam menyalurkan kredit kepada debiturnya baik sektor pemerintah
maupun swasta, guna menghindari pemanfaatan kredit pada kegiatan-
kegiatan spekulasi dan non-produktif. Oleh karena itu, manajemen
perbankan yang konservatif sangat diperlukan, namun tetap menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi (Prasetiantono, 1998). Untuk
pengendalian surplus neraca pembayaran, dapat dilakukan dengan
melakukan sterilisasi. Sterilisasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan
instrument moneter yang tersedia pada suatu negara.
42
Tinjauan Pustaka
2.1.3 Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Ekonomi
Islam
Instrumen moneter yang dikenal menurut ekonomi Islam adalah
dalam bentuk kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit dan instrumen
yang dapat menjamin alokasi kredit dapat berlangsung dengan baik pada
sektor-sektor yang bermanfaat dan produktif (Chapra, 1996). Menurut
Chapra (1996), instrumen kontrol kuantitatif yang umum berlaku dapat
berupa:
 statutory reserve requirements.
 credit ceilings.
 government deposits.
 common pool.
 moral suasion.
Sedangkan instrumen untuk alokasi kredit adalah men-treat uang sebagai
fay (kekayaan yang diserahkan oleh musuh tanpa ada peperangan) dan
menerapkan alokasi kredit yang berdasarkan tujuan pemanfaatannya.
Statutory reserve requirement pada sistem ekonomi Islam adalah
instrumen yang sangat penting karena discount rate dan operasi pasar
terbuka tidak dapat diterapkan pada sistem ini. Bank komersial diwajibkan
menempatkan sebagian dananya yang berasal dari demand deposits pada
bank sentral sebagai statutory reserve. Reserve requirement ini hanya
berlaku pada demand deposits, sedangkan bagi mudarabah deposit tidak
diperlukan reserve requirement karena mudarabah merupakan
penyertaan (equity) dari penabung pada bank tersebut yang memiliki
kemungkinan laba maupun resiko rugi. Dalam sistem ekonomi yang
43
Tinjauan Pustaka
berlaku saat ini yang diterapkan adalah reserve requirement terhadap
total deposits dikarenakan sulitnya membedakan antara demand dan
saving deposits. Dalam perekonomian Islam akan lebih mudah
membedakannya, karena mudarabah deposits merupakan penyertaan
sedangkan demand deposits tidak termasuk dalam penyertaan. Selain dari
pada itu, penerapan reserve requirement terhadap total deposits, tidak
hanya untuk mengatur jumlah penyaluran kredit, tetapi juga untuk
menjamin keutuhan deposit tersebut dan menjamin kecukupan likuiditas
sistem perbankan. Padahal sebaiknya kedua hal tersebut diatur melalui
lebih tingginya capital requirement dan penerapan ketentuan-ketentuan
yang berlaku, seperti tingkat liquidity ratio yang sewajarnya. Hal ini akan
berlangsung dengan baik bila ditunjang dengan sistem pengawasan bank
yang baik. Oleh karena itu, berdasarkan ekonomi Islam lebih baik
menerapkan hal-hal tersebut diatas dari pada membatasi pemanfaatan
mudarabah deposits melalui statutory reserve requirement.
Dengan hanya mengandalkan reserve requirement yang dapat
memudahkan bank sentral melakukan penyesuaian pada high-powered
money, belum menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat
terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang ditargetkan. Hal ini
terjadi, karena aliran dana yang dapat diperkirakan dengan tepat masuk
dalam sistem perbankan hanya yang berasal dari ber-mudarabahnya bank
sentral dengan bank komersial, sedangkan aliran dana dari sumber lain
yang masuk dalam sistem perbankan sangat sulit ditentukan secara
akurat. Hal lain yang juga turut mempengaruhi adalah hubungan antara
reserves yang ada pada bank komersial dengan ekspansi kredit belum
44
Tinjauan Pustaka
memperlihatkan hubungan yang jelas. Oleh karena perilaku money supply
mencerminkan interaksi berbagai faktor-faktor internal maupun eksternal
yang kompleks, maka perlu juga dipertimbangkan ceilings atau pagu
kredit untuk menjamin total kredit yang disalurkan konsisten dengan
target moneter. Instrumen yang juga cukup berarti dalam mempengaruhi
reserves dari pada bank komersial adalah kewenangan bank sentral untuk
dapat memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada bank
sentral ke dan dari bank komersial. Instrumen ini telah terbukti sangat
efektif sebagai instrumen moneter di Saudi Arabia dalam mempengaruhi
reserves bank komersial secara langsung, yang fungsinya sama seperti
operasi pasar terbuka yang mempengaruhi reserves bank komersial
secara tidak langsung.
Common pool merupakan instrumen yang mensyaratkan bank-
bank komersial untuk menyisihkan sebagian dari deposits yang
dikuasainya dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan
bersama guna menanggulangi masalah likuiditas. Instrumen ini sama
efektifnya dengan fasilitas rediskonto yang biasa digunakan oleh bank
sentral dalam membantu bank komersial mengatasi masalah likuiditas.
Moral suasion merupakan instrumen yang lebih penting pada bank
sentral yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Melalui kontak-kontak
personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan dengan bank komersial,
bank sentral akan dapat lebih cepat dan mampu memonitor kekuatan dan
masalah yang dihadapi bank-bank komersial. Dengan demikian bank
sentral dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran-saran guna
45
Tinjauan Pustaka
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan dan hal ini akan
memudahkan pencapaian tujuan perbankan.
2.1.4 Penerapan Manajemen Moneter Alternatif di Indonesia8
Manajemen moneter alternatif dimungkinkan untuk diterapkan di
Indonesia, karena berdasarkan Undang-undang (UU) No. 10 tahun 1998
perbankan dapat berusaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan
berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 Bank Indonesia dapat melaksanakan
kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.
Berdasarkan UU tersebut, perbankan di Indonesia mulai beralih dari
sistem konvensional menjadi dual banking system yang mengakomodir
baik sistem perbankan konvensional maupun sistem perbankan syariah
yang tidak menggunakan suku bunga dalam bertransaksi. Namun dalam
UU No. 10 tahun 1998 belum secara jelas memperlihatkan bagaimana
operasi perbankan syariah yang seharusnya, padahal sistem perbankan
syariah dan konvensional sangat berbeda. Maka untuk menunjang
berlangsungnya dual banking system dengan dasar hukum yang lebih
kuat, perlu dipikirkan adanya undang-undang perbankan syariah
tersendiri.
Bank Indonesia dapat mengimplementasikan manajemen moneter
tanpa menggunakan suku bunga. Sesuai dengan amanah UU No. 23 tahun
1999, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Kebijakan PUAS mengatur bank umum
syariah maupun konvensional dapat berinvestasi jangka pendek pada
8
Mulya E Siregar ,op. Cit, hal 102
46
Tinjauan Pustaka
bank umum syariah yang membutuhkan likuiditas dengan menggunakan
prinsip mudharabah atau bagi hasil. Sedangkan dengan SWBI
memungkinkan bagi Bank Indonesia mempengaruhi likuiditas
perekonomian melalui bank umum syariah maupun konvensional dengan
menggunakan prinsip wadiah atau penitipan.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 memungkinkan bagi Bank
Indonesia untuk menerapkan statutory reserves terhadap perbankan
syariah dan hal ini telah berlangsung dengan adanya kebijakan Giro Wajib
Minimum bagi bank umum syariah. Walaupun disadari penentuan Giro
Wajib Minimum yang harus dipelihara perbankan syariah masih
berdasarkan seluruh dana pihak ketiga termasuk deposito mudharabah.
Selanjutnya sesuai dengan UU tersebut memungkinkan bagi Bank
Indonesia menerapkan pagu kredit (credit ceilings) kepada bank umum
syariah sehingga pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh perbankan
syariah dapat sejalan dengan target moneter. Namun mengingat peran
perbankan syariah dalam mempengaruhi likuiditas perekonomian saat ini
masih kecil dan perbankan syariah masih mengalami kelebihan likuiditas
karena masih kesulitan dalam menyalurkan pembiayaan, maka kebijakan
tersebut belum diperlukan.
Sebagai pemegang kas pemerintah tidak memungkinkan bagi Bank
Indonesia memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada
bank sentral ke dan dari bank umum. Hal ini hanya dapat terlaksana bila
pemerintah mendelegasikan wewenang tersebut kepada Bank Indonesia
sehingga operasi pasar terbuka yang secara tidak langsung
mempengaruhi reserves perbankan dapat digantikan dengan wewenang
47
Tinjauan Pustaka
Bank Indonesia memindahkan deposit pemerintah yang ada pada bank
sentral ke dan dari bank umum sehingga dapat secara langsung
mempengaruhi reserves perbankan syariah maupun konvensional.
Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, perbankan syariah dapat saja
bekerja sama untuk membentuk pooling funds yang berdasarkan prinsip-
prinsip syariah, guna mengatasi kesulitan likuiditas yang terjadi.
Kebijakan pooling funds memiliki kelemahan, yaitu umumnya yang
memanfaatkan hanya bank-bank yang tidak baik performance-nya. Oleh
karena itu penyelenggaraan pooling funds perlu diatur dengan ketat guna
menghindari moral hazard dari peserta. Selanjutnya pooling funds belum
diperlukan karena perbankan syariah yang mengalami kesulitan likuiditas
saat ini dapat memanfaatkan keberadaan PUAS.
Bank Indonesia telah melakukan moral suasion kepada perbankan
syariah melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan training/seminar
mengenai perbankan syariah. Sosialisasi perbankan syariah kepada
masyarakat dilaksanakan Bank Indonesia bekerja sama dengan
perbankan syariah, melalui kegiatan sosialisasi ini tercipta komunikasi
yang baik antara Bank Indonesia dengan perbankan syariah.
Menurut UU No. 23 tahun 1999 tidak memungkinkan bagi Bank
Indonesia menyisihkan dana untuk secara langsung maupun tidak
langsung membiayai proyek-proyek yang berlangsung di sektor riil.
Namun skim dan lembaga penjaminan yang menghubungkan sektor riil
dan sektor keuangan perlu dipertimbangkan keberadaannya guna
melengkapi sistem perbankan tanpa suku bunga. Adanya lembaga ini
dapat menghindari kesalahan dalam mengalokasikan dana sehingga
48
Tinjauan Pustaka
hanya yang memiliki peluang investasi terbaiklah yang akan dapat
memanfaatkan dana. Dengan adanya perbankan yang menyediakan
pembiayaan yang berdasarkan profit-and-loss sharing yang dilengkapi
dengan skim dan lembaga penjaminan tersebut, usaha kecil akan memiliki
kontribusi yang maksimal dalam kegiatan sektor riil.
2.2 Permintaan akan Uang9
Teori permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang
alokasi sumber-sumber ekonomi yang bersifat terbatas. Seseorang yang
memegang uang tunai dihadapkan pada kemungkinan untung dan rugi.
Keuntungannya, ia mendapatkan tingkat likuiditas dan dapat
membelanjakan uangnya, namun ia kehilangan peluang mendapatkan
nilai-lebih uang ( value added of money) karena uang tersebut tidak
diinvestasikan untuk kegiatan produktif. Memegang uang tunai juga akan
terkena risiko menurunnya nilai riil uang karena inflasi.
2.2.1 Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, hanya dikenal dua motif permintaan akan
uang, yaitu motif transaksi dan motif berjaga-jaga. Karena dalam
ekonomi Islam melarang tindakan spekulasi, instrumen moneter tidak
menggunakan variabel yang mengarah kepada motif spekulasi .
Penggunaan instrumen pengganti suku bunga dimaksudkan untuk
mencapai tujuan yang penting dan mendesak serta mendorong investasi
yang produktif dan efisien.
9
Adiwarman Karim(2002), Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, IIIT hal 144
49
Tinjauan Pustaka
Diskusi tentang pola dan penerapan manajemen moneter tidak
terlepas dari pemikiran untuk mempertemukan permintaan akan uang
dengan penawaran akan uang pada tingkat paling ideal. Kita tidak dapat
mengasumsikan bahwa salah satu diantaranya merupakan variabel
eksogen namun harus melihat bagaimana kedua variabel ini mencapai
tingkat ekuilibrium dalam makroekonomi
Pemikiran dalam ekonomi islam dibagi dalam tiga mazhab yaitu
mazhab iqtishad (ekonomi kita), mainstream economic, dan mazhab
alternatif.
Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna (ekonomi kita
/keseimbangan)
Permintaan uang ditujukan hanya untuk memenuhi dua tujuan
pokok, yaitu untuk transaksi atau berjaga-jaga. Secara matematis
diformulasikan dengan:
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi tingkat
pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan, prmintaan
akan uang untuk memfalisitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat.
Fungsi permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi
juga permintaan akan uang untuk investasi dan tabungan ) ditentukan
oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak
tunai.
50
Md = Md trans + Md prec
Tinjauan Pustaka
Setiap fungsi permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-
jaga dapat dituliskan sebagai berikut:
Md trans = f ( Y )
Md prec = f ( Y, Pt /Po ) ,
Pt / Po adalah rasio harga antara harga bayar tangguh (future
price) dengan harga bayar kini (present price) .
Dalam formula permintaan uang di bawah terlihat bahwa variabel
bebas pendapatan mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar
tangguh mempunyai koefisien negatif.
Dalam gambar 2.2, permintaan uang memiliki kemiringan negatif, garis
vertikal mewakili nilai Pt / Po dan jumlah Md berada pada garis horizontal.
Pergerakan sepanjang kurva ( titik a ke titik b ) pada kurva Md1
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga pada Pt / Po, sedangkan
pergeseran kurva dari Md1 ke Md2 diakibatkan oleh perubahan-perubahan
pada variabel eksogen, seperti peningkatan ekspor atau impor.
51
Md = f (
+
Y , −
PoPt / )
Pt
/P0
Md2
Md1
Md
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.2
Kurva Permintaan dalam Mazhab Iqtishaduna
Permintaan Uang Mazhab Mainstream
Strategi utama mazhab mainstream adalah pengenaan pajak
terhadap aset produktif yang menganggur (dues of iddle cash) dengan
tujuan mengalokasikan sumber dana pada kegiatan usaha produktif.
Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang
dianggurkan, permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Kebijakan ini
berdampak pada pola permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga.
Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Md = Md trans + Mdprec
Mdtrans = f (Y)
Mdprec & trans = f (Y, μ)
Tingkat dues of iddle fund diwakili oleh nilai μ, Semakin tinggi nilai
μ, semakin kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena
biaya risiko untuk membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi
naik, apabila nilai μ relatif rendah, tindakan memegang atau menyimpan
52
a
b
Tinjauan Pustaka
uang tunai relatif tidak berisiko. Tinggi rendahnya tingkat risiko
menyimpan uang tunai ( Ω ) dipengaruhi oleh besarnya dues of iddle
fund ( μ ) dikurangi risiko investasi ( Ψ )
Dalam persamaan di bawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel
pendapatan (Y) berbanding positif dengan banyaknya permintaan uang
dan berbanding terbalik dengan nilai pajak yang dikenakan terhadap aset
atau kekayaan yang dianggurkan (μ).
Semakin tinggi nilai μ , velocity of money akan meningkat, hubungan ini
dapat dilihat pada gambar 2.3. Peningkatan ini mengurangi permintaan
akan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus meningkatkan permintaan
uang untuk transaksi. Peningkatan jumlah uang yang digunakan untuk
transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan
nasional.
53
Ω = µ - Ψ
Md = f ( +
Y ,
)
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3
Kurva Permintaan Uang Mazhab Mainstream
Gambar 2.3, menjelaskan hubungan kurva permintaan akan uang dengan
tingkat μ, Y, dan Ms dalam berbagai tingkatan. Permintaan akan uang
untuk tansaksi dan berjaga-jaga bervariasi sebagai kebalikan tingkat
biaya atas uang menganggur (μ). Pada tingkat biaya μ1, keseimbangan
akan tercapai pada titik E1. Pada grafik di atas pergeseran motif untuk
berjaga-jaga direspons secara berlawanan oleh pergeseran motif untuk
transaksi Md = Md trans + Md prec. Bila Md tetap, kenaikan Md untuk
54
Tinjauan Pustaka
berjaga-jaga akan berdampak pada pengurangan Md untuk transaksi,
sehingga kurva Md trans akan bergeser kekiri.
Pada tingkat pendapatan sekarang Y* dan biaya-biaya yang
berlaku terdapat kecenderungan untuk menahan uang , pemerintah akan
meningkatkan pajak terhadap uang yang ditahan itu menjadi μ2 sehingga
keseimbangan antara Ms dan Md tetap terjaga.
Suatu hal yang penting dalam pengelolaan uang adalah kebijakan
pemerintah ketika terjadi ketidakseimbangan antara permintaan uang
dengan penawaran uang , dengan memainkan peranan biaya atas uang
yang menganggur, dan bukan dengan menaikkan dan menurunkan jumlah
uang beredar.
Permintaan Uang Mazhab Alternatif
“ Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume
transaksi yang ada dalam sektor riil “ . Permintaan uang dalam mazhab ini
erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Teori ini
menjembatani pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan
nilai tambah uang di sektor riil.
Permintaan uang adalah representasi keseluruhan kebutuhan
transaksi dalam sektor riil (M.A Choudhury, 1997). Semakin tinggi
kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan akan
uang. Variabel yang mempengaruhi permintaan permintaan akan uang
adalah variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam regulasi
ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil
perekonomian.
55
Tinjauan Pustaka
Tidak seperti teori exogenous uang dalam literatur konvensional,
mazhab alternatif berpendapat, permintaan akan uang dan penawaran
akan uang dipengaruhi oleh besarnya pembagian keuntungan (profit
sharing) atau tingkat kentungan yang diharapkan (expected rate of
profit). Tinggi rendahnya expected rate of profit merupakan representasi
prospek pertumbuhan aktual ekonomi.
Secara matematis M.A Choudhury (1997), memformulasikan
permintaan akan uang sebagai berikut:
∑=
=
N
b
bb YXSpyrMdYXRSpyMs
1
))(,,,,,())(,,,,,,( θθπ
∑∑∑ ∑ = == =
====
m
j
N
b
bj
N
b
N
b
b MdMdMsMdMs
1 11 1
Nb ,...,3,2,1=
))(,,,,,(
_
θ
+++++
= YXSpyrfMd b
Ket:
y = Pendapatan riil, rb = rasio profit sharing, S = total pengeluaran
nasional
p = Tingkat harga atau inflasi , b = lembaga keuangan, R = reserve
requirement
Formula diatas memperlihatkan hubungan antara variabel-variabel
yang ada terhadap permintaan uang dan penawaran uang. Variabel bebas
y, pendapatan riil yang dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan
secara positif dengan banyaknya permintaan akan uang. Variabel p, inflasi
memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan banyaknya
56
Tinjauan Pustaka
permintaan akan uang. Variabel pengeluaran nasional S, berhubungan
secara positif dengan permintaan akan uang sedangkan X, dan Y adalah
variabel untuk sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah. θ adalah
induced-knowledge , pengetahuan masyarakat akan kondisi objektif tiap-
tiap variabel, kualitas pengetahuan ini juga akan berpengaruh terhadap
besaran permintaan akan uang yang diinginkan oleh seorang pelaku
ekonomi.
2.3 Konsep Uang Beredar10
Mazhab Iqtishaduna (ekonomi kita/keseimbangan)
Pandangan utama mazhab ini adalah jumlah uang beredar elastis
sempurna dengan asumsi pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter
tidak mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
Pada gambar 2.4, terlihat bahwa fungsi penawaran akan uang
berbentuk elastis sempurna (perfect elastis). Banyak sedikitnya Ms yang
beredar tidak berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh
terhadap harga tunai (Pt/Po), karena dengan perdagangan yang bebas
dan tidak adanya bea cukai, nilai uang yang keluar dan masuk selalu
diseimbangkan dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan.
Elastisitas sempurna Ms ini didukung oleh kesamaan nilai uang dengan
nilai intrinsiknya serta tidak adanya institusi tertentu yang melakukan
pencetakan dan pengontrolan uang.
10
Adiwarman Karim(2002),op.cit hal.162
57
Pt
/P0
Ms
Ms
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3
Elastisitas kurva penawaran uang menurut mazhab Iqtishaduna
Mazhab ini menerangkan beberapa kebijakan yang dapat diambil
oleh pemerintah untuk menciptakan pasar persaingan sempurna.
Kebijakan pertama adalah mengenakan sejumlah pajak terhadap barang
atau uang, menentukan harga pasar atau price intervention, yang
bertujuan untuk mencegah adanya praktek penimbunan barang, kedua,
pelarangan membeli barang dari pedagang yang belum memasuki pasar ,
disebabkan karena ketidaksempurnaan informasi terhadap harga pasar
bagi pedagang yang belum memasuki pasar. Kebijakan-kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh kehidupan perekonomian pada masa Nabi
Muhammad SAW.
Untuk menjelaskan bagaimana keseimbangan antara pasar barang
dengan pasar uang pada masa tersebut ,dijelaskan pada gambar 2.4 di
bawah ini.
58
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4 (a) Pasar barang
(b) Pasar uang
Keseimbangan awal pasar barang berada pada titik e2, yaitu titik
perpotongan antara kura AD2 dan AS. Pada e2 ini tingkat pendapatan
adalah Y2 dengan tingkat harga P2. Ketika ada tambahan ekspor barang
(tambahan impor uang), aggregate demand dalam negeri naik.
Peningkatan aggregate demand ini dipicu oleh peningkatan pendapatan
dalam negeri. Kenaikan aggregate demand digambarkan oleh pergerakan
kurva AD2 ke AD3, sehingga keseimbangan di pasar barang yang baru
terletak di titik e3, meningkatnya harga dari P2 ke P3 disebabkan oleh
59
Tinjauan Pustaka
meningkatnya permintaan terhadap barang, sedangkan jumlah barang
barang yang ditawarkan tidak berubah.
Pada pasar uang, naiknya jumlah pendapatan mengakibatkan
meningkatnya permintaan akan uang. Dengan demikian, titik
keseimbangan di pasar uang bergeser dari e2 ke e3, ketika jumlah uang
beredar bertambah dari M2 ke M3. Pergeseran tersebut dapat dilihat
melalui surplus ekspor barang yang berdampak pada peningkatan capital
inflow.
Mazhab Mainstream
Menurut mazhab ini, penawaran uang dalam Islam sepenuhnya
dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli penerbitan uang yang
sah. Diasumsikan penawaran uang sepenuhnya dipengaruhi oleh
kebijakan bank sentral sehingga pada gambar 2.5, terlihat Ms bersifat
perfect inelastic. Akibatnya, penawaran uang terbebas dari pengaruh
tinggi rendahnya kebijakan biaya atas aset yang menganggur ( µ ).
Otoritas moneter menetapkan jumlah uang beredar berdasarkan proporsi
tingkat pendapatan atau nilai transaksi, yaitu: Ms = f ( µ ) dan Ms = β
Y ; β> 0
60
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.5
Inelastis Sempurna kurva penawaran dari mazhab Mainstream
Bentuk kurva Ms adalah tegak lurus dengan garis horizontal Ms,
artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan
nilai µ , melainkan oleh variabel eksogen di luar sistem ini, yaitu bank
sentral sebagai otoritas moneter. Pergerakan µ hanya akan berdampak
pada pergerakan di sepanjang kurva Ms.
Suatu kondisi yang penting diciptakan bagi terwujudnya
keseimbangan uang adalah seimbangnya persediaan uang dengan
penawaran uang , Ms = Md
Apabila terdapat kelebihan permintaan akan uang, cara yang
digunakan untuk mengembalikan pada tingkat yang stabil adalah
menaikkan biaya atas uang yang menganggur ( µ ). Secara matematis
kita dapat menuliskan bagaimana keseimbangan yang terjadi dengan
tingkat pendapatan (Y) dan biaya atas aset yang menganggur ( µ 0 )
Md0 (Y0 / µ 0 ) > Ms0 = α Y0
61
μ
Ms2
Ms1
Ms
Tinjauan Pustaka
Sehubungan dengan adanya kelebihan permintaan akan uang
sedangkan banyak uang yang mengangur, pemerintah menaikkan biaya
atas aset yang menganggur menjadi µ 1, sehingga persamaan
matematikanya menjadi:
Md0 (Y0 / µ 1 ) > Ms0 = α Y0
Kebijakan menaikkan biaya atas aset yang menganggur ini
berdampak pada naiknya permintaan uang untuk investasi dan konsumsi,
yang dapat menaikkan pendapatan. Tingkat pendapatan yang baru akan
mendorong kurva permintaan ke kanan, sehingga tingkat keseimbangan
yang baru :
Md1 (Y1 / µ 1 ) > Ms1 = α Y1
Keterkaitan antara permintaan uang , penawaran uang dan biaya
atas aset produktif yang mengangur terlihat pada gambar 2.6 , berikut.
E2
E1
Gambar 2.7 M1 M2
Hubungan penawaran uang, permintaan uang, dan biaya atas uang kas dalam
mazhab Mainstream
Kurva penawaran berbentuk perfect inelastis menunjukkan pasar
tidak mampu mempengaruhi penawaran akan uang karena adanya
62
Ms
M
µ
µ 2
µ 1
Md1
Md2
Tinjauan Pustaka
kebijakan otoritas moneter yaitu bank sentral. Pada tingkat biaya µ 1
tingkat keseimbangan berada pada E1. Apabila pada tingkat biaya µ 1
permintaan akan uang melebihi kurva penawaran akan barang (misalnya
kurva Md2), pemerintah berusaha mengalihkan uang tunai milik
masyarakat kepada transaksi di pasar, baik untuk konsumsi maupun
investasi, dengan cara meningkatkan biaya menjadi µ 2 . Hal ini akan
mendorong kurva permintaan bergeser ke atas (Md2) karena adanya
peningkatan velocity of money dan pendapatan. Kenaikan µ 2
menyebabkan terjadinya pergerakan di sepanjang kurva Md2 sehingga
mencapai keseimbangan baru di titik E2 . Keseimbangan akan bergeser ke
E2 sebagai konsekuensi perpotongan kuva Md2 dengan Ms.
Mazhab Alternatif
Keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial
ekonomi sosial yang berlaku. Artinya, nilai (value) dan jumlah uang bukan
variabel yang berdiri sendiri. Terintegrasinya uang dalam sebuah sistem
yang kompleks menjadikan uang tidak independen atau bukan variabel
yang exogenous., mazhab ini berpendapat, jumlah uang beredar lebih
ditentukan oleh actual spending demand dalam transaksi di pasar barang
dan jasa.
Asumsi yang digunakan dalam konsep ini sebagai berikut:
1. Telah terjadi globalisasi perekonomian sehingga bank sentral tidak
mampu lagi mengontrol secara penuh jumlah uang beredar. Fund
Manager adalah pihak diluar bank sentral yang mempunyai
63
Tinjauan Pustaka
pengaruh cukup signifikan dalam mempengaruhi level stock uang di
pasar.
2. Perekonomian mengarah kepada tahap Islamisasi sistem keuangan,
dengan dihapuskannya suku bunga dan digunakannya expected
rate of profit.
Gambar 2.8
Elastisitas kurva Ms sebagai teori endogenous uang dalam islam
Ms menyatakan jumlah uang beredar , ρ mewakili expected rate
of profit atau profit sharing rate11
. Dalam teori exogenous uang, suku
bunga berperan dalam mempertemukan fungsi permintaan uang dan
penawaran uang. Dalam teori endogenous uang, instrumen yang
digunakan untuk mempertemukan kedua fungsi tersebut adalah variabel
yang mampu merefleksikan kondisi riil sebuah perekonomian . Variabel
tersebut adalah tingkat keuntungan rata-rata semua investasimudharabah
atau musharakah . Keseimbangan antara pertumbuhan volume uang
dengan pertumbuhan volume perekonomian di sektor riil menjadi sumber
inspirasi teori endogenous uang.
11
Untuk studi kasus Indonesia, tingkat rate of profit ini dapat diukur dari tinggi rendahnya
return dari sertifikat wadiah Bank Indonesia yang merefleksikan tingkat bagi hasil dari
perbankan syariah;sedangkan tingkat bagi hasil perbankan syariah merefleksikan
tingkat bagi hasil sektor riil
64
ρ
M
Ms
Tinjauan Pustaka
Pada gambar 2.7, kurva Ms berbentuk elastis, dalam hal ini
menunjukkan bahwa bank sentral sebagai pemegang otoritas tidak
mampu mengendalikan volume uang beredar . Ms dipengaruhi oleh ρ .
Semakin tinggi ρ (tingkat keuntungan dalam investasi syariah).
Kesimpulannya, pergerakan penawaran akan uang merupakan
derivasi kondisi riil perekonomian itu sendiri, bukannya fungsi suku bunga
yang keberadaannya ditentukan di luar sistem. Teori endogenous
bertujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor riil dengan
sektor moneter sehingga nilai instrinsik uang dapat dijaga.
E2
E1
Gambar 2.8
Keseimbangan expected rate of profit dengan uang beredar dalam sistem
keuangan Islam
Keterangan gambar 2.8:
π adalah tingkat keuntungan dan M adalah stock uang yang
ditawarkan dalam sistem keuangan syariah, yang merupakan fungsi Φ.
Pergerakan kurva permintaan untuk sistem keuangan mudharabah
65
M 〉Φ〈
〉Φ〈π
1π
2
Ms
Md1
Md2
M1
M2M0
Tinjauan Pustaka
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ekspektasi terhadap tingkat
keuntungan. M1
adalah banyaknya uang yang ditawarkan untuk
memenuhi transaksi mudharabah. M0
adalah jumlah uang yang disediakan
lebih sedikit dari kebutuhan.
Jika terjadi perubahan teknologi dalam proyek mudharabah , maka
akan terjadi penarikan dana di luar proyek mudharabah ini, yang
mempunyai pengaruh bertambahnya stock uang menjadi M2
dan
keseimbangan bergeser dari E1 ke E2 . Pergeseran E1 ke E2 merupakan
fungsi nilai Φ, dengan Φ adalah objektifitas pengetahuan masyarakat
terhadap perubahan teknologi.
Dalam teori endogenous uang , Ms hanyalah representasi total
permintaan akan uang, sementara dalam formula permintaan uang
menurut mazhab ini Md adalah fungsi adalah fungsi rb,y, p, S, X, Y dan θ.
Dengan demikian, dari sisi penawaran akan uang Md adalah fungsi dari:
Ms ( +−+++
XRSy ,,,π ) ( θ )
Dari formulasi diatas terlihat bahwa hanya variabel R yang mempunyai
hubungan negatif dengan Ms. Semakin tinggi R, semakin meningkat dana
pihak ketiga yang harus disimpan bank umum sehingga penawaran uang
di pasar akan turun.
Dalam konsep endogenous uang, Md akan menentukan level Ms
dan keduanya sama-sama bergerak menuju tingkat keseimbangan
keseimbangan dalam pembentukan market clearing. Gambar 2.8,
menunjukkan ketika expected rate of profit atau biaya opportunity uang
tunai berada pada level π 1, maka Md berada pada titik E1 dan Ms berada
pada titik E2. Adanya kesenjangan antara permintaan akan uang dan
66
Tinjauan Pustaka
penawaran akan uang mendorong kedua variabel bergerak sepanjang
kurva bersama-sama menuju titik ekuilibrium E. Begitu pula sebaliknya,
apabila nilai π terlalu rendah, yaitu π 2 < π *
, Md akan lebih besar
daripada Ms. Kesenjangan ini dieliminir dengan pergerakan sepanjang
kurva dari Md dan Ms menuju titik keseimbangan E.
Gambar 2.8
Pergerakan keseimbangan moneter dalam teori endogenous uang
2.4 Karakteristik Dual Banking System
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, maka bank dengan dual
banking system mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Kantor Cabang Syariah.
Kantor cabang bank umum konvensional yang telah diberi ijin
usaha melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah harus
67
π
E1 E2
E
E3 E4
Ms
Md
M
*
1
2
Tinjauan Pustaka
mencantumkan kata “ Kantor Cabang Syariah “ pada setiap penulisan
nama kantornya.
2. Unit Usaha Syariah
Kantor-kantor cabang dari bank umum konvensional pada dasarnya
merupakan unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang
berbeda, serta mempunyai pencatatan pembukuan yang terpisah dari
kantor-kantor operasionalnya. Oleh karena itu bank umum dengan dual
banking system juga diwajibkan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS)
yang berfungsi sebagai kantor- kantor induk bagi seluruh kantor cabang
syariah. Unit tersebut berada di Kantor Pusat Bank dan dipimpin oleh
seorang anggota direksi atau pejabat satu tingkat dibawah direksi.
Secara umum tugas UUS mencakup:
1. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah.
2. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan
penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang
syariah.
3. Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor
cabang syariah.
4. Melaksanakan tugas penata-usahaan laporan keungan kantor-
kantor cabang syariah .
3. Modal Kantor Cabang Syariah
Bagi bank umum konvensional yang membuka cabang syariah
wajib menyediakan modal kerja untuk setiap kantor. Modal tersebut harus
68
Tinjauan Pustaka
disisihkan oleh bank dalam suatu rekening tersendiri atas nama pimpinan
unit usaha syariah. Penyisihan modal tersebut dimaksudkan agar dana
yang dikelola oleh kantor cabang syariah tidak tercampur dengan dana
kantor induk yang beroperasi scara konvensional
4. Rekening Giro pada Bank Indonesia
Bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah wajib
memelihara dua rekening giro rupiah, masing-msing satu rekening untuk
kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS. Bagi bank konvensional
berstatus devisa dan memiliki UUS, maka selain diwajibkan memelihara
dua rekening giro dalam rupiah tersebut , wajib pula memelihara dua
rekening giro dalam valuta asingdi Kantor Pusat Bank Indonesia. Kedua
rekening giro valuta asing tersebut masing-masing satu rekening untuk
kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS.
2.4.1 Sistem Operasional / Manajemen Dual Banking System
Kebijakan pokok yang melandasi system operasioanal dual banking
system adalah:
1. Bahwa kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah berbeda sama
sekali dengan kegiatan usaha secara konvensional. Oleh karena itu
kegiatan usaha berdaarkan prinsip syariah hanya diselenggarakan
secara terpisah dari unit / kantor cabang lainnya.
2. Bank syariah atau unit / cabang syariah atau unit / kantor cabang
syariah hanya boleh menginvestasikan dananya pada bank syariah
atau unit / kantor cabang syariah . Sedangkan bank / unit usaha
konvensional diperkenankan menginvestasikan dana nya pada bank
syariah atau unit / syariah . Bank / unit usaha konvensional tidak
69
Tinjauan Pustaka
diperkenankan mengelola dana-dana yang berasal dari bank
syariah atau unit / kantor cabang syariah
Gambar 2.11 : Bagan Organisasi Bank dengan Dual Banking
System
2.5 Penelitian - Penelitian
2.5.1 Penelitian Ahmad Kaleem (2000)12
12
University of Malaya, Malaysia
70
RUPS/ Rapat Anggota
Dewa Komisaris Dewan Pengawas
Syariah
DireksiDewan Audit
Divisi / Urusan Divisi/
Urusan
Divisi/ Unit
Usaha Syariah
Divisi/ Urusan
Kantor Cabang
Konvensional
Kantor Cabang
Konvensional
Kantor Cabang
Syariah
Kantor Cabang
Syariah
Tinjauan Pustaka
Penelitian Ahmad Kaleem yang berjudul : Modeling Monetary
Stability Under Dual Banking System : The Case of Malaysia , mempuyai
tujuan utama melakukan pengujian secara empiris tentang kebenaran dari
hipotesis bahwa instrumen-instrumen moneter islam sama stabilnya
dengan instrumen moneter berbasiskan bunga, pada kasus dual banking
system.
Dalam penelitian ini, Kaleem mengkonsentrasikan pada tiga
masalah utama. Pertama, mengembangkan dan mendefinisikan
instrumen-instrumen moneter islam pada kasus dual banking system di
Malaysia. Kedua, mengevaluasi permintaan terhadap instrumen-instrumen
ini dan yang terakhir membandingkan secara empiris degan menggunakan
metodologi Darrat (1988) kebenaran dan efektivitas dari instrumen-
instrumen islami dan yang berbasiskan bunga untuk tujuan-tujuan
kebijakan.
Pada penelitian ini , mempunyai periode observasi dari Januari
1994 sampai dengan Desember 1999 dengan periode bulanan, dengan
masuknya periode krisis keuangan di Malaysia, maka dimasukkan variabel
dummy pada model regresi dengan tujuan membuktikan pendapat ahli-
ahli ekonomi Islam bahwa perbankan Islam lebih stabil selama krisis .
Masalah pertama pada penelitian ini adalah menguji secara empiris
stabilitas dari instrumen keuangan dan kredit islam, persamaan ini
menggunakan prosedur Koyck seperti disarankan oleh Darrat (1988).
Tabel 2.1 Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen
keuangan dan kredit Konvensional
71
Tinjauan Pustaka
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Secara keseluruhan, hasil dari model pada penelitian ini cukup
memuaskan dan menjelaskan sedikitnya 79 persen dari observasi yang
tersedia. Variabel dummy untuk krisis signifikan untuk (M1/P) dan
(Credit/P), sementara inflasi menghasilkan tanda yang benar dan
signifikan hanya untuk (M1/P) dan (M2/P).
Tabel 2.2 Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen
keuangan dan Kredit Islam
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Variabel dummy untuk krisis dan inflasi menunjukkan hasil yang
hampir sama seprti instrumen-instrumen keuangan konvensional , kedua
regresi ini menunjukkan hasil yang relatif sama terhadap permintaan
instrumen-instrumen moneter baik konvensional maupun Islam ,
X
Y
Dummy
97
LOG
GDP
LOG
INF
LOG
M1/P
(t-1)
LOG
M2/P
(t-1)
LOG
Credit/P
(t-1)
C ADJ
R2
Dur
bin
h
M1/P -0.037
(-2.05)
0.081
(2.294)
0.289
(2.508)
0.829
(14.76)
-1.06
(-2.08)
0.789 0.8
8
M2/P -0.012
(-1.24)
0.031
(1.92)
0.321
(1.77)
0.913
(18.507)
-1.215
(-2.79)
0.843 0.7
0
Credit/P -0.012
(-1.82)
-0.015
(-0.95)
-0.141
(-1.01)
1.011
(37.35)
0.726
(1.487)
0.988 0.6
3
X
Y
Dummy
97
LOG
GDP
LOG
INF
LOG
M1/P (t-
1)
LOG
M2/P
(t-1)
LOG
Credit/P
(t-1)
C ADJ
R2
Durbin
h
M1/P
(ISL)
-0.045
(-2.74)
-0.017
(-0.41)
0.396
(2.537)
0.811
(11.49)
-0.69
(1,9)
0.662 0.47
M2/P
(ISL)
-0.012
(-1.18)
-0.018
(-0.35)
0.573
(2.59)
0.605
(11.6
3)
-1.50
(1.9)
0.921 0.6
Credit/
P
(ISL)
-0.019
(-1.82)
1.089
(0.675)
0.129
(0.115)
0.979
(27.118)
-1.06
(0.1)
0.947 1.04
72
Tinjauan Pustaka
penelitian ini menolak pendapat Khan (1985) mengenai lebih stabilnya
instrumen moneter Islam terhadap konvensional
Penelitian ini mengacu pada penelitian Darrat (1988) yang
mengajukan dua prasyarat yang dapat digunakan untuk meneliti
penampilan dari kedua instrumen keuangan islam dan konvensional.
Pertama adalah kontrol efektif dari otoritas moneter terhadap instrumen
diatas tersebut. Kedua adalah hubungan yang kuat antara instrumen
keuangan dan tujuan utama kebijakan moneter dari otoritas moneter, jika
hubungan tersebut lemah meskipun instrumen tersebut dapat dikontrol
tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan kebijakan.
Seperti dijelaskan oleh Karim (1996), instrumen-instrumen
keuangan Islam mempunyai resiko yang berbeda dari instrumen
konvensional . Maka dari itu persentase yang sama dari reserve
requirement tidak dapat dipaksakan terhadap instrumen tersebut.
Tabel 2.3 Hasil regresi untuk pengujian kemampuan kontrol
Otoritas Moneter
X
Y
GMB GMB
(ISL)
C R2
D.W
GM1 0.123
(1.508)
0.005
(1.373)
0.032 2.31
GM2 0.098
(2.44)
0.011
(5.968)
0..079 2.16
GM1 (ISL) 0.105
(2.92)
0.001
(0.324)
0.111 2.02
GM2 (ISL) 0.168
(5.971)
0.003
(0.963)
0.341 2.03
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Hasil regresi diatas menunjukkan bahwa otoritas moneter secara
signifikan mempunyai tingkat kontrol yang tinggi terhadap M1(ISL)
daripada M1, ditunjukkan oleh t-statistik GMB yang bergerak dari 1.508
73
Tinjauan Pustaka
sampai 2.92 untuk GMB (ISL) . Hasil yang sama terdapat pada tingkat
kontrol yang tinggi terhadap M2 (ISL) ditunjukkan oleh koefisiennya 0.168
dibandingkan dengan M2 yang koefisiennya 0.098. Secara keseluruhan
hasil dari regresi diatas memperkuat hipotesis dari penelitian ini yang
menunjukkan tingkat kontrol yang tinggi pada instrumen-instrumen
moneter Islam dibandingkan instrumen moneter konvensional.13
Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas
dapat digunakan sebagai instrumen moneter untuk mengontrol
pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta berespon
terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan
dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit dan karena itu
memperkecil permintaan total.
Menurut Karim dan Abdullah (1995) kebanyakan dari pembiayaan
perbankan Islam terdiri dari instrumen berbasiskan Murabaha dan hampir
semua penjualan melalui instrumen ini berhubungan langsung dengan
sektor swasta, diamana hal tersebut mempunyai 100% resiko menurut
perjanjian Basle. Banyak pendapat mengatakan bahwa instrumen kredit
Islam berbeda secara alami , maka dari itu persentase syarat likuiditas
yang disarankan oleh perjanjian Basle hanya akan meningkatkan
keseluruhan cost of capital-nya
Tabel 2.4 Hasil regresi untuk instrumen kredit
13
Kontrol dari Otoritas Moneter tersebut dengan catatan bahwa permintaan uang dari
masyarakat mengabaikan teori pendekatan portfolio,yang menurut Arongo dan
Nadiri(1981) setidaknya temasuk aset domestik riil , aset keuangan domestik dan aset
keuangan di luar negeri.
74
Tinjauan Pustaka
Pada hasil regresi ini, koefisien CREDIT(ISL) adalah 0.943 dan
signifikan ketika LIQUID(ISL) digunakan sebagai dependent variable .
Dengan membandingkan ukuran koefisien dari kedua instrumen, 0.076
dan 0.943 dan t- statistik nya, bisa disimpulkan bahwa instrumen kredit
Islam berada dibawah tingkat kontrol yang tinggi oleh Otoritas Moneter,
yang juga membuktikan hipotesis dari penelitian ini bahwa rasio CAR
(capital adequacy ratio) yang ada saat ini tidak dapat diaplikasikan pada
instrumen kredit Islam, ini berarti bahwa Otoritas Moneter harus
mendefinisikan program penyesuaian atau menggunakan syarat likuiditas
yang berbeda untuk perbankan Islam.
Tabel 2.5 Hasil regresi untuk instrumen-instrumen keuangan
dalam mencapai tujuan Otoritas Moneter
INFLATION M1 M2 M1(ISL) M2(ISL)
t -0.007
(-1.92)
0.004
(0.332)
-0.011
(-1.72)
-0.019
(-1.832)
t-1 -0.007
(-0.989)
-0.003
(-0.18)
0.004
(0.494)
0.005
(0.967)
t-2 -0.009
(-1.199)
-0.006
(-0.530)
0.004
(0.594)
0.008
(1.007)
C 0.004
(8.472)
0.004
(5.589)
0.003
(7.446)
0.004
(7.482)
R2
0.477 0.491 0.506 0.515
D.W 2.01 2.01 2.00 2.04
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
X
Y
LIQUID LIQUID
(ISL) C R2
D.W
CREDIT
0.076
(2.547)
0.0128
(4.651)
0.264 2.18
CREDIT(ISL)
0.943
(14.07)
0.011
(1.264)
0.781 1.98
75
Tinjauan Pustaka
Regresi diatas menunjukkan hasil yang hampir sama antara
instrumen-instrumen keuangan Islam dan konvensional dalam
hubungannya dengan inflasi, yang ditunjukkan oleh R2
sebesar 0.477
untuk M1, 0.506 untuk M1(ISL) dan R2
sebesar 0.491 untuk M2, 0.515
untuk M2(ISL), hasil-hasil ini mengindikasikan hampir samanya hubungan
yang dapat diandalkan antara instrumen-instrumen keuangan Islam dan
konvensional dengan tujuan Otoritas Moneter dalam hal ini inflasi.
2.5.1 Penelitian Mahmood Yousefi14
dan Sohrab Abizadeh15
(1996)
Penelitian yang berjudul Monetary Stability and Interest-free
Banking dengan periode penelitian 1962-1991 mengambil sampel negara
Pakistan yang mempunyai sejarah perbankan Islam sejak akhir tahun
1979.
Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF
dari tahun 1962-1991, hasil estimasi menunjukkan bahwa pergerakan
velocity of non-interest-bearing money (VMNI) relatif lebih stabil daripada
velocity of interest-bearing money (VMI). Selama periode penelitian
menunjukkan bahwa nilai varians dan standar deviasi dari VMNI ternyata
lebih kecil daripada nilai varians dan standar deviasi dari VMI (lihat tabel
2.1a dan tabel 2.1b).
14
University of Northern Iowa, Cedar Falls , USA
15
Professor of Economics & Finance ,University of Winnipeg, Winnipeg, Canada
76
Tinjauan Pustaka
Tabel 2.6 Nilai Velocity of Money for Non-Interest Bearing
Assets
Period Minimum Maximum Mean Variance
1962-1991
1962-1983
1984-1991
2.71
2.70
3.30
4.34
4.34
23.97
3.63
3.65
3.55
0.11
0.13
0.06
Tabel 2.7 Nilai Velocity of Money for Interest Bearing Assets
Period Minimum Maximum Mean Variance
1962-1991
1962-1983
1984-1991
6.14
6.14
6.63
17.18
17.18
10.99
8.65
8.82
8.18
5.95
8.94
3.49
Dalam penelitian ini juga meneliti kemampuan otoritas moneter
dalam mengontrol agregat moneter. Hal ini bisa dilihat dari korelasi antara
agregat moneter dengan monetary base (MB). Adapun model ekonometrik
yang digunakan untuk mengestimasi kemampuan kontrol otoritas moneter
yaitu:
• Sistem Moneter Konvensional
(GMI)t = γ + δGMB + v
• Sistem Moneter Bebas Bunga
(GMNI)t = η + θMBt + π
di mana:
 GMI = Growth rate of M2 balances held by the public
 GMNI = Growth rate of M1 balances held by the public
 GMB = Growth rate of Monetary Base
77
Tinjauan Pustaka
Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF
periode 1962-1991, hasil regresi dari model di atas adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.8 Hasil Analisis Regresi
Dependent
Variable
Constant GMB R2
D-W
GMI
GMNI
0.07
-0.02
0.63
(2.15)
0.96
(30.11)
0.18
0.95
2.14
1.64
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest
bearing money balances dan MB memiliki korelasi yang lebih kuat
daripada interest-bearing money balances dan MB. Hal ini bisa dilihat dari
nilai koefisien determinasinya (R2
). Nilai R2
untuk GMNI dan GMB lebih
besar daripada nilai adjusted R2
untuk GMI dan GMB (0,95 > 0,18). Selain
itu, tingkat perbedaan elastisitas antara kedua agregat moneter tersebut
(derajat kepekaan MNI atau MI terhadap perubahan dalam MB) juga
cukup signifikan. Yang terlihat dari masing-masing nilai koefisien MB-nya
(0,96 > 0,63).
Masalah terakhir yang diteliti dalam penelitian ini adalah keterkaitan
antara agregat moneter dan tujuan utama kebijakan moneter. Adapun
model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi keterkaitan
antara agregat moneter dengan tujuan utama kebijakan moneter (di sini
diasumsikan bahwa tujuan utama dari kebijakan moneter adalah
pencapaian stabilitas harga) yaitu:
• Sistem Moneter Konvensional
78
Tinjauan Pustaka
GPt = ρ0 + ρ1(GMI)t + ρ2(GMI)t-1 + ρ3(GMI)t-2 + ρ4(GMI)t-3 + τ
• Sistem Moneter Bebas Bunga
GPt = λ0 + λ 1(GMNI)t + λ 2(GMNI)t-1 + λ3(GMNI)t-2 + λ 4(GMNI)t-3 + θ
di mana :
 GP = Growth rate of the CPI
 τ dan θ = disturbance term
Tabel 2.9 Hasil Analisis Regresi
Monetary
Aggregate
Constant t t-1 t-2 t-3 D-W R2
Interest-bearing
Non-Interest
bearing
0.11
0.18
-0.07
(0.99)
-0.39
(5.89)
-0.05
(0.50)
-0.13
(1.69)
0.01
(1.14)
-0.04
(0.56)
-0.01
(0.14)
-0.04
(0.55)
1.97
1.62
0.47
0.80
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest
bearing money balances dan tingkat harga (CPI) memiliki keterkaitan
yang relatif lebih kuat daripada antara interest-bearing money balances
dan tingkat harga (CPI). Yang ditunjukkan dari masing-masing nilai R2
-
nya (0,80 > 0,47).
2.5.2 Penelitian Ali F Darrat (2000)16
Penelitian ini berjudul On The Efficiency of Interest-free Monetary
System: A Case Study, berbeda dari penelitian Ali F Darrat (1988) dengan
kasus negara Tunisia yang tidak mempunyai sejarah perbankan Islam,
16
Professor of Economics & Finance ,Lousiana Tech University, Lousiana, USA
79
Tinjauan Pustaka
untuk penelitian kali ini, mengambil kasus negara Iran dan Pakistan, yang
mempunyai latar belakang perbankan Islam dari awal tahun 1980-an.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris
kegunaan kebijakan dari sistem moneter berbasiskan bunga dan bebas
bunga dengan kasus negara Iran dan Pakistan.
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa poin, Pertama, latar belakang
singkat sejarah pengalaman kedua negara dengan perbankan bebas
bunga dan performa ekonomi makro pada periode sebelum dan sesudah
pengenalan perbankan bebas bunga. Kedua, membandingkan perilaku
velocity of money sistem moneter berbasiskan bunga dan bebas bunga
pada kedua negara dengan peiode 1960-1998. Ketiga, menganalisis isu-
isu kebijakan dalam kedua sistem dalam konteks model kointegrasi.
Di negara Iran , dalam perkembangan ekonomi makronya terbagi
menjadi dua periode, pre-interest-free banking sebelum 1983 dan
interest-free banking setelah 1983. Terjadi peningkatan rata-rata GDP riil
per tahun dari 83.094 milyar riyal pada masa pre-interest-free banking
menjadi 151.648 milyar selama periode 1984-1998 mengalami
peningkatan sebesar 80 persen. Di Pakistan juga memperlihatkan pola
yang sama, GDP riil pakistan meningkat dari 491 milyar rupe per tahun
selama periode 1960-1978 menjadi hampir tiga kalinya pada periode
1979-1998 yaitu 1,381 milyar rupe
Velocity of money di kedua negara juga mengalami perubahan,
velocity of interest-based money mengalami penurunan yang tajam dari
24.03 pada tahun 1963 menjadi 3.07 pada tahun 1989 (mean value 7.07)
dengan standar deviasi 5.14. Fluktuasi terjadi juga di Pakistan, velocity of
80
Tinjauan Pustaka
interest-based money di Pakistan dari 21.11 pada 1961 mengalami
penurunan sampai dengan 4.83 pada 1996 (mean value 8.77) dengan
standar deviasi 3.74.
Sedangkan velocity of interest-free money (VM) mengalami
perubahan yang lebih stabil, di Iran, VM mengalami penurunan dari 9.23
pada 1961 menjadi 2.89 pada 1985 (mean value 5.30) dan standar
deviasi hanya 1.75. Di Pakistan juga memperlihatkann pola yang lebih
halus, di Pakistan VM mendekati konstan, dari nilai 4.34 pada 1975
menjadi 2.71 pada 1992 (mean value 3.64) dengan standar deviasi 0.32.
Agregat Moneter dapat dipertimbangkan untuk tujuan kebijakan jika
memenuhi dua prasyarat, menurut Ali F Darrat , Pertama, agregat
moneter tersebut harus secara efektif berada di bawah kontrol Otoritas
Moneter. Kedua, harus ada hubungan yang kuat antara agregat moneter
dan tujuan akhir dari kebijakan.
Hasil empiris pada negara Iran dan Pakistan , mengindikasikan
bahwa tingkat pertumbuhan dari interest-free money secara dekat
berkorelasi dengan tingkat pertumbuhan pada monetary base . Di Iran ,
pertumbuhan base money menjelaskan sekitar 75 persen (R2
=0.75) dari
total variasi pada pertumbuhan interest-based money , tetapi hanya
menjelaskan 36 persen (R2
=0.36) dari total variasi dalam pertumbuhan
interest-based money. Pada negara Pakistan, nilai R2
=0.47 untuk
pertumbuhan interest-free money lebih tinggi dari nilai R2
untuk
pertumbuhan interest-based money yaitu 0.04.
Hubungan antara agregat moneter dan tujuan akhir dari Otoritas
Moneter (price stability) dikedua negara, antara interest-free monetary
81
Tinjauan Pustaka
aggregates dan interest-based monetary aggregates di kedua negara juga
menunjukkan keadaan bahwa interest-free monetary aggregates
mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan tujuan akhir Otoritas
Moneter (price stability) daripada interest-based monetary aggregates
diukur dari signifikansi dari R2
, di Iran nilai R2
=0.45 dan Pakistan R2
=0.31.
82
Tinjauan Pustaka
83
Tinjauan Pustaka
84
Tinjauan Pustaka
85

More Related Content

What's hot

Pengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkm
Pengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkmPengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkm
Pengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkmRizal Bagus Rahman
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasbramantiyo marjuki
 
zamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANG
zamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANGzamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANG
zamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANGZamril IR
 
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan  investasiKebijakan fiskal. moneter dan  investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan investasiSugeng Budiharsono
 

What's hot (7)

Kebijakan moneter
Kebijakan moneterKebijakan moneter
Kebijakan moneter
 
Pengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkm
Pengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkmPengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkm
Pengaruh kebijakan moneter di negara berkembang dan sektor umkm
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
 
Kebijakan moneter
Kebijakan moneterKebijakan moneter
Kebijakan moneter
 
zamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANG
zamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANGzamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANG
zamril : bank sentral, kebijakan moneter dan fiskal | STIE BANGKINANG
 
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan  investasiKebijakan fiskal. moneter dan  investasi
Kebijakan fiskal. moneter dan investasi
 
Iis latifah
Iis latifahIis latifah
Iis latifah
 

Similar to Bab ii verdana

EKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptx
EKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptxEKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptx
EKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptxristiyantiahmadul1
 
Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12
Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12
Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12TyoSuliez
 
Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10
Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10
Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10TyoSuliez
 
2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptxAyeSudarto1
 
Tugas Perbankan Syariah
Tugas Perbankan SyariahTugas Perbankan Syariah
Tugas Perbankan SyariahNina Haryati
 
Presentasi kebijakan moneter islami
Presentasi kebijakan moneter islamiPresentasi kebijakan moneter islami
Presentasi kebijakan moneter islamiNoeghraha Prathama
 
Analisis kritis terhadap bunga bank
Analisis kritis terhadap bunga bankAnalisis kritis terhadap bunga bank
Analisis kritis terhadap bunga bankdiktum2015
 
Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)
Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)
Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)Bagus Cahyo Jaya Pratama Pratama
 
Rujukan Jurnal_8.pdf
Rujukan Jurnal_8.pdfRujukan Jurnal_8.pdf
Rujukan Jurnal_8.pdfAbdulRozak70
 
Makalah Lembaga Ekonomi Keuangan Syariah
Makalah Lembaga Ekonomi Keuangan SyariahMakalah Lembaga Ekonomi Keuangan Syariah
Makalah Lembaga Ekonomi Keuangan SyariahFahmy Metala
 
P pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankanP pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankanRia Angela
 

Similar to Bab ii verdana (20)

Bab ii verdana
Bab ii verdanaBab ii verdana
Bab ii verdana
 
EKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptx
EKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptxEKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptx
EKONOMI MAKRO SYARIAH MATERI SISTEM EKONOMI MOONETER SYARIAH.pptx
 
Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12
Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12
Ppt ekonomi islam bab 11 &amp; 12
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10
Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10
Ppt ekonomi islam bab 9&amp;10
 
2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx
 
Jurnal_Kelompok 8_ES_B.pdf
Jurnal_Kelompok 8_ES_B.pdfJurnal_Kelompok 8_ES_B.pdf
Jurnal_Kelompok 8_ES_B.pdf
 
Skripsi
SkripsiSkripsi
Skripsi
 
Tugas Perbankan Syariah
Tugas Perbankan SyariahTugas Perbankan Syariah
Tugas Perbankan Syariah
 
Tugas 1
Tugas 1Tugas 1
Tugas 1
 
Presentasi kebijakan moneter islami
Presentasi kebijakan moneter islamiPresentasi kebijakan moneter islami
Presentasi kebijakan moneter islami
 
Analisis kritis terhadap bunga bank
Analisis kritis terhadap bunga bankAnalisis kritis terhadap bunga bank
Analisis kritis terhadap bunga bank
 
Struktur dan kebijakan moneter
Struktur dan kebijakan moneterStruktur dan kebijakan moneter
Struktur dan kebijakan moneter
 
Krisis global
Krisis globalKrisis global
Krisis global
 
Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)
Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)
Perbankan dan Era Globalisasi (Perekonomian indonesia BAB 8)
 
Rujukan Jurnal_8.pdf
Rujukan Jurnal_8.pdfRujukan Jurnal_8.pdf
Rujukan Jurnal_8.pdf
 
Pasar modal
Pasar modalPasar modal
Pasar modal
 
Bank Indonesia & LPS
Bank Indonesia & LPSBank Indonesia & LPS
Bank Indonesia & LPS
 
Makalah Lembaga Ekonomi Keuangan Syariah
Makalah Lembaga Ekonomi Keuangan SyariahMakalah Lembaga Ekonomi Keuangan Syariah
Makalah Lembaga Ekonomi Keuangan Syariah
 
P pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankanP pt. manajemen_perbankan
P pt. manajemen_perbankan
 

More from Chenk Alie Patrician (20)

Senam hamil
Senam hamilSenam hamil
Senam hamil
 
Ibu bayi sehat
Ibu bayi sehatIbu bayi sehat
Ibu bayi sehat
 
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bblTanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
 
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bblTanda tanda bahaya nifasdan bbl
Tanda tanda bahaya nifasdan bbl
 
Senam nifas
Senam nifasSenam nifas
Senam nifas
 
Senam hamil
Senam hamilSenam hamil
Senam hamil
 
Memandikan bayi
Memandikan bayiMemandikan bayi
Memandikan bayi
 
Memandikan bayi haha
Memandikan bayi hahaMemandikan bayi haha
Memandikan bayi haha
 
Liflet payudara kel 7
Liflet payudara kel 7Liflet payudara kel 7
Liflet payudara kel 7
 
Leaflet tnda bhya
Leaflet tnda bhyaLeaflet tnda bhya
Leaflet tnda bhya
 
Leaflet senam hamil
Leaflet senam hamilLeaflet senam hamil
Leaflet senam hamil
 
Leaflet pemeriksaan ibu hamil
Leaflet pemeriksaan ibu hamilLeaflet pemeriksaan ibu hamil
Leaflet pemeriksaan ibu hamil
 
Leaflet panduan pijat bayi cie
Leaflet panduan pijat bayi cieLeaflet panduan pijat bayi cie
Leaflet panduan pijat bayi cie
 
Leaflet imunisasi
Leaflet imunisasiLeaflet imunisasi
Leaflet imunisasi
 
Leaflet hamil berkualitas
Leaflet hamil berkualitasLeaflet hamil berkualitas
Leaflet hamil berkualitas
 
Leaflet bersalin
Leaflet bersalinLeaflet bersalin
Leaflet bersalin
 
Leaflet perawatan payudarah
Leaflet   perawatan payudarahLeaflet   perawatan payudarah
Leaflet perawatan payudarah
 
Ketidaknyamanan masa kehamilan
Ketidaknyamanan masa kehamilanKetidaknyamanan masa kehamilan
Ketidaknyamanan masa kehamilan
 
Kb kumplit
Kb kumplitKb kumplit
Kb kumplit
 
Kb k omplit
Kb k omplitKb k omplit
Kb k omplit
 

Bab ii verdana

  • 1. Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Moneter dalam Ekonomi Islam 7 Dasar pemikiran manajemen moneter dalam konsep ekonomi islam adalah terciptanya stabilitas permintaan akan uang dan terarahnya permintaan akan uang kepada tujuan yang penting dan produktif. Dengan demikian, setiap instrumen yang mengarah kepada instabilitas dan pengalokasian sumber dana secara tidak produktif akan ditinggalkan (Adiwarman Karim, 2002). Pada sistem ekonomi Islam manajemen moneter yang efisien dan adil tidak berdasarkan mekanisme suku bunga, melainkan dengan menggunakan strategi yang berdasarkan tiga instrumen utama. Instrumen- instrumen tersebut adalah : 1. value judgments yang dapat menciptakan suasana yang memungkinkan alokasi dan distribusi resources yang sesuai dengan ajaran Islam. Pada dasarnya resources merupakan amanah dari Allah yang pemanfaatannya harus efisien dan adil. Berdasarkan nilai-nilai Islam, money demand harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar dan investasi yang produktif, sama sekali bukan untuk conspicuous consumption, pengeluaran-pengeluaran non-produktif dan spekulatif. 7 Mulya E Siregar(1999), Buletin Ekonomi Moneter,Vol 2, No. 3 , Desember 1999 M. Umer Chapra “ Monetary Management in an Islamic Economy”, Islamic Economics Studies, Vol. 4, No.1, Desember 1996 36
  • 2. Tinjauan Pustaka 2. Institutional yang berkaitan dengan kegiatan sosial, ekonomi dan politik, yang salah satunya adalah mekanisme harga yang dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan resources. Walaupun mekanisme harga tidak menjamin pencapaian tujuan-tujuan ekonomi suatu negara, namun disadari sepenuhnya bahwa mekanisme harga yang disertai dengan nilai-nilai sistem yang ada dapat memudahkan pencapaian tujuan. 3. Financial intermediation yang berdasarkan sistem profit-and-loss sharing. Dalam sistem ini money demand dialokasikan dengan syarat hanya untuk proyek proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur yang mampu mengelola proyek secara efisien. Dengan persyaratan seperti itu, diharapkan dapat meminimisasi money demand untuk pemanfaatan yang tidak berguna, nonproduktif dan spekulatif. Selain daripada itu, persyaratan tersebut dapat menciptakan masyarakat yang memiliki entrepreneurship sekalipun diantara golongan miskin, sedangkan golongan kaya dapat berkontribusi sehingga para entrepreneur tersebut dapat menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan kebutuhan dasar. Pada kesempatan ini akan dibahas apakah manajemen moneter alternatif yang berdasarkan nilai-nilai Islam akan menciptakan stabilitas harga dan perekonomian yang lebih stabil dan apakah alternatif manajemen moneter akan lebih kondusif sehingga dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan-tujuan ekonomi suatu negara. Pembahasan manajemen moneter alternatif ini meliputi money demand, money supply 37
  • 3. Tinjauan Pustaka dan instrumen instrumen kebijakan moneter yang berdasarkan nilai-nilai Islam. 2.1.1 Money Demand Dengan berbagai elemen sistem ekonomi Islam tidak hanya dapat meminimisasi ketidakstabilan permintaan uang agregat, tetapi juga mempengaruhi berbagai komponen money demand yang pada gilirannya akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan penggunaan dana. Dengan lebih stabilnya money demand di dalam perekonomian Islam akan menciptakan tingkat stabilitas yang lebih baik bagi velocity of circulation of money. Money demand dalam perekonomian Islam tercermin dalam equation sebagai berikut: Dimana, Ys, merupakan barang dan jasa yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar dan investasi produktif yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, S, merupakan nilai-nilai moral sosial dan kelembagaan (termasuk zakat) yang mempengaruhi alokasi dan distribusi resources yang tidak digunakan untuk konsumsi yang tidak bermanfaat, investasi yang tidak produktif dan juga tidak untuk motif-motif spekulasi. π adalah profit-and-loss sharing. Umumnya termasuk di beberapa negara-negara Islam, Y merupakan output yang termasuk untuk pemenuhan konsumsi yang tidak 38 Md = f ( Ys , S , π )
  • 4. Tinjauan Pustaka bermanfaat dan investasi yang nonproduktif. Sedangkan karakteristik Ys, merupakan sesuatu yang normatif yang belum mencerminkan sesuatu kenyataan yang berlaku saat ini, namun bukan sesuatu hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Selanjutnya S merupakan nilai-nilai dan kelembagaan yang kompleks yang tidak harus dapat dikuantifikasi. Hal penting yang harus diperhatikan adalah aktualisasi pencapaian tujuan- tujuan dimana Y harus dibersihkan dari hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan unsur-unsur yang dapat mengagalkan pencapaian tujuan ekonomi. Selain dari pada itu, penting pula diperhatikan bahwa dengan adanya nilai-nilai dan kelembagaan tersebut maka tidak ada alasan untuk menggunakan suku bunga yang pada dasarnya telah terbukti tidak efektif dalam mempengaruhi money demand. Penghapusan suku bunga, penetapan kewajiban pembayaran pajak atas biaya produktif yang menganggur, serta penghilangan insentif bagi pemegang uang iddle mendorong orang melakukan (Adiwarman Karim, 2001):  Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)  Penjualan muajjal  Mudarabah (bagi hasil) Para pemilik dana akan menginvestasikan dana pada kegiatan yang memberikan keuntungan terbesar (actual return). Semakin tinggi permintaan akan uang untuk investasi di sektor riil, tingkat harapan keuntungan yang akan diraih relatif menurun. Karena besarnya tingkat actual return tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, permintaan akan uang akan lebih stabil. 39
  • 5. Tinjauan Pustaka Ketika actual return dari investasi di sektor riil menurun karena lesunya kondisi ekonomi, pemegang dana akan mengurangi investasi dan lebih senang memegang uang tunai riil. Dalam gambar 2.1, terlihat permintaan akan uang tunai riil meningkat dari Md0 menjadi Md1. Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah meningkatkan biaya atas aset atau dana yang dianggurkan, yang menempatkan pemilik dana sebagai penanggung biaya peniduran uang. Diharapkan mereka akan menginvestasikan uang dan menurunkan permintaan akan uang tunai riil kembali kepada Md0, yaitu ketika terjadi perpotongan antara Md0 dengan Ms. Gambar 2.1 Permintaan dan Penawaran Saldo Uang Riil dalam Ekonomi Islam 40 Md1 µ Md0 Pajak thdp asset produktif yg menganggur 2 1 Ms M/P M0 M1
  • 6. Tinjauan Pustaka 2.1.2 Money Supply Jika money demand akan dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan, diharapkan money demand akan stabil. Selanjutnya, perlu diperhatikan bagaimana menggiring aggregate money supply bertemu dengan money demand sehingga terjadi equilibrium. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dua instrumen utama dalam manajemen moneter sistem kapitalis, yaitu discount rate dan operasi pasar terbuka yang mengandung suku bunga tidak dapat dipakai dalam ekonomi Islam. Selanjutnya, yang perlu juga diperhatikan adalah bagaimana mengalokasikan money supply sehingga pencapaian tujuan- tujuan ekonomi dapat berlangsung dengan baik. Agar pertumbuhan money supply mencapai target, diperlukan instrumen-instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk menciptakan keselarasan antara pertumbuhan money supply yang ditargetkan dan yang aktual terjadi. Oleh karena dekatnya hubungan antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan M0 atau highpowered money, maka bank sentral berkewajiban untuk mengatur dengan ketat pertumbuhan M0. Terdapat tiga sumber utama dari high-powered money, yaitu: 1. Pinjaman pemerintah kepada bank sentral. 2. Kredit bank sentral kepada bank komersial. 3. Surplus neraca pembayaran. Setelah perang dunia kedua, sumber pertama merupakan yang terbesar bagi high-powered money karena besarnya defisit anggaran pemerintah. Berlebihnya defisit pada anggaran pemerintah mengakibatkan beban yang 41
  • 7. Tinjauan Pustaka sangat berat bagi sektor moneter untuk menjaga stabilitas serta kebijakan moneter yang sehat sangat sulit diciptakan. Ekspansi moneter hanya dapat dikontrol bila sumber utama dari high-powered money dapat diatur dengan baik. Merupakan suatu hal yang tidak realistik bagi negara Islam membicarakan meng-Islamkan perekonomiannya tanpa ada usaha serius untuk mengatur defisit anggaran pemerintah yang sesuai dengan azas manfaat. Selanjutnya, dimungkinkan bagi bank sentral untuk mengendalikan penyaluran kredit kepada bank-bank komersial. Penerapan profit-and-loss sharing yang menggantikan suku bunga akan lebih dapat meningkatkan kemampuan bank sentral untuk mengendalikan penyaluran pinjaman tersebut. Penyaluran pinjaman oleh bank sentral kepada bank komersial bisa dalam bentuk mudarabah (ber-bagi hasil), yang berarti bank sentral harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman kepada bank komersial. Dilain pihak, bank komersial juga harus lebih ber-hati-hati dalam menyalurkan kredit kepada debiturnya baik sektor pemerintah maupun swasta, guna menghindari pemanfaatan kredit pada kegiatan- kegiatan spekulasi dan non-produktif. Oleh karena itu, manajemen perbankan yang konservatif sangat diperlukan, namun tetap menjaga momentum pertumbuhan ekonomi (Prasetiantono, 1998). Untuk pengendalian surplus neraca pembayaran, dapat dilakukan dengan melakukan sterilisasi. Sterilisasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan instrument moneter yang tersedia pada suatu negara. 42
  • 8. Tinjauan Pustaka 2.1.3 Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Ekonomi Islam Instrumen moneter yang dikenal menurut ekonomi Islam adalah dalam bentuk kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit dan instrumen yang dapat menjamin alokasi kredit dapat berlangsung dengan baik pada sektor-sektor yang bermanfaat dan produktif (Chapra, 1996). Menurut Chapra (1996), instrumen kontrol kuantitatif yang umum berlaku dapat berupa:  statutory reserve requirements.  credit ceilings.  government deposits.  common pool.  moral suasion. Sedangkan instrumen untuk alokasi kredit adalah men-treat uang sebagai fay (kekayaan yang diserahkan oleh musuh tanpa ada peperangan) dan menerapkan alokasi kredit yang berdasarkan tujuan pemanfaatannya. Statutory reserve requirement pada sistem ekonomi Islam adalah instrumen yang sangat penting karena discount rate dan operasi pasar terbuka tidak dapat diterapkan pada sistem ini. Bank komersial diwajibkan menempatkan sebagian dananya yang berasal dari demand deposits pada bank sentral sebagai statutory reserve. Reserve requirement ini hanya berlaku pada demand deposits, sedangkan bagi mudarabah deposit tidak diperlukan reserve requirement karena mudarabah merupakan penyertaan (equity) dari penabung pada bank tersebut yang memiliki kemungkinan laba maupun resiko rugi. Dalam sistem ekonomi yang 43
  • 9. Tinjauan Pustaka berlaku saat ini yang diterapkan adalah reserve requirement terhadap total deposits dikarenakan sulitnya membedakan antara demand dan saving deposits. Dalam perekonomian Islam akan lebih mudah membedakannya, karena mudarabah deposits merupakan penyertaan sedangkan demand deposits tidak termasuk dalam penyertaan. Selain dari pada itu, penerapan reserve requirement terhadap total deposits, tidak hanya untuk mengatur jumlah penyaluran kredit, tetapi juga untuk menjamin keutuhan deposit tersebut dan menjamin kecukupan likuiditas sistem perbankan. Padahal sebaiknya kedua hal tersebut diatur melalui lebih tingginya capital requirement dan penerapan ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti tingkat liquidity ratio yang sewajarnya. Hal ini akan berlangsung dengan baik bila ditunjang dengan sistem pengawasan bank yang baik. Oleh karena itu, berdasarkan ekonomi Islam lebih baik menerapkan hal-hal tersebut diatas dari pada membatasi pemanfaatan mudarabah deposits melalui statutory reserve requirement. Dengan hanya mengandalkan reserve requirement yang dapat memudahkan bank sentral melakukan penyesuaian pada high-powered money, belum menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang ditargetkan. Hal ini terjadi, karena aliran dana yang dapat diperkirakan dengan tepat masuk dalam sistem perbankan hanya yang berasal dari ber-mudarabahnya bank sentral dengan bank komersial, sedangkan aliran dana dari sumber lain yang masuk dalam sistem perbankan sangat sulit ditentukan secara akurat. Hal lain yang juga turut mempengaruhi adalah hubungan antara reserves yang ada pada bank komersial dengan ekspansi kredit belum 44
  • 10. Tinjauan Pustaka memperlihatkan hubungan yang jelas. Oleh karena perilaku money supply mencerminkan interaksi berbagai faktor-faktor internal maupun eksternal yang kompleks, maka perlu juga dipertimbangkan ceilings atau pagu kredit untuk menjamin total kredit yang disalurkan konsisten dengan target moneter. Instrumen yang juga cukup berarti dalam mempengaruhi reserves dari pada bank komersial adalah kewenangan bank sentral untuk dapat memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada bank sentral ke dan dari bank komersial. Instrumen ini telah terbukti sangat efektif sebagai instrumen moneter di Saudi Arabia dalam mempengaruhi reserves bank komersial secara langsung, yang fungsinya sama seperti operasi pasar terbuka yang mempengaruhi reserves bank komersial secara tidak langsung. Common pool merupakan instrumen yang mensyaratkan bank- bank komersial untuk menyisihkan sebagian dari deposits yang dikuasainya dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan bersama guna menanggulangi masalah likuiditas. Instrumen ini sama efektifnya dengan fasilitas rediskonto yang biasa digunakan oleh bank sentral dalam membantu bank komersial mengatasi masalah likuiditas. Moral suasion merupakan instrumen yang lebih penting pada bank sentral yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Melalui kontak-kontak personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan dengan bank komersial, bank sentral akan dapat lebih cepat dan mampu memonitor kekuatan dan masalah yang dihadapi bank-bank komersial. Dengan demikian bank sentral dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran-saran guna 45
  • 11. Tinjauan Pustaka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan dan hal ini akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan. 2.1.4 Penerapan Manajemen Moneter Alternatif di Indonesia8 Manajemen moneter alternatif dimungkinkan untuk diterapkan di Indonesia, karena berdasarkan Undang-undang (UU) No. 10 tahun 1998 perbankan dapat berusaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 Bank Indonesia dapat melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah. Berdasarkan UU tersebut, perbankan di Indonesia mulai beralih dari sistem konvensional menjadi dual banking system yang mengakomodir baik sistem perbankan konvensional maupun sistem perbankan syariah yang tidak menggunakan suku bunga dalam bertransaksi. Namun dalam UU No. 10 tahun 1998 belum secara jelas memperlihatkan bagaimana operasi perbankan syariah yang seharusnya, padahal sistem perbankan syariah dan konvensional sangat berbeda. Maka untuk menunjang berlangsungnya dual banking system dengan dasar hukum yang lebih kuat, perlu dipikirkan adanya undang-undang perbankan syariah tersendiri. Bank Indonesia dapat mengimplementasikan manajemen moneter tanpa menggunakan suku bunga. Sesuai dengan amanah UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Kebijakan PUAS mengatur bank umum syariah maupun konvensional dapat berinvestasi jangka pendek pada 8 Mulya E Siregar ,op. Cit, hal 102 46
  • 12. Tinjauan Pustaka bank umum syariah yang membutuhkan likuiditas dengan menggunakan prinsip mudharabah atau bagi hasil. Sedangkan dengan SWBI memungkinkan bagi Bank Indonesia mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank umum syariah maupun konvensional dengan menggunakan prinsip wadiah atau penitipan. Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 memungkinkan bagi Bank Indonesia untuk menerapkan statutory reserves terhadap perbankan syariah dan hal ini telah berlangsung dengan adanya kebijakan Giro Wajib Minimum bagi bank umum syariah. Walaupun disadari penentuan Giro Wajib Minimum yang harus dipelihara perbankan syariah masih berdasarkan seluruh dana pihak ketiga termasuk deposito mudharabah. Selanjutnya sesuai dengan UU tersebut memungkinkan bagi Bank Indonesia menerapkan pagu kredit (credit ceilings) kepada bank umum syariah sehingga pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah dapat sejalan dengan target moneter. Namun mengingat peran perbankan syariah dalam mempengaruhi likuiditas perekonomian saat ini masih kecil dan perbankan syariah masih mengalami kelebihan likuiditas karena masih kesulitan dalam menyalurkan pembiayaan, maka kebijakan tersebut belum diperlukan. Sebagai pemegang kas pemerintah tidak memungkinkan bagi Bank Indonesia memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada bank sentral ke dan dari bank umum. Hal ini hanya dapat terlaksana bila pemerintah mendelegasikan wewenang tersebut kepada Bank Indonesia sehingga operasi pasar terbuka yang secara tidak langsung mempengaruhi reserves perbankan dapat digantikan dengan wewenang 47
  • 13. Tinjauan Pustaka Bank Indonesia memindahkan deposit pemerintah yang ada pada bank sentral ke dan dari bank umum sehingga dapat secara langsung mempengaruhi reserves perbankan syariah maupun konvensional. Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, perbankan syariah dapat saja bekerja sama untuk membentuk pooling funds yang berdasarkan prinsip- prinsip syariah, guna mengatasi kesulitan likuiditas yang terjadi. Kebijakan pooling funds memiliki kelemahan, yaitu umumnya yang memanfaatkan hanya bank-bank yang tidak baik performance-nya. Oleh karena itu penyelenggaraan pooling funds perlu diatur dengan ketat guna menghindari moral hazard dari peserta. Selanjutnya pooling funds belum diperlukan karena perbankan syariah yang mengalami kesulitan likuiditas saat ini dapat memanfaatkan keberadaan PUAS. Bank Indonesia telah melakukan moral suasion kepada perbankan syariah melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan training/seminar mengenai perbankan syariah. Sosialisasi perbankan syariah kepada masyarakat dilaksanakan Bank Indonesia bekerja sama dengan perbankan syariah, melalui kegiatan sosialisasi ini tercipta komunikasi yang baik antara Bank Indonesia dengan perbankan syariah. Menurut UU No. 23 tahun 1999 tidak memungkinkan bagi Bank Indonesia menyisihkan dana untuk secara langsung maupun tidak langsung membiayai proyek-proyek yang berlangsung di sektor riil. Namun skim dan lembaga penjaminan yang menghubungkan sektor riil dan sektor keuangan perlu dipertimbangkan keberadaannya guna melengkapi sistem perbankan tanpa suku bunga. Adanya lembaga ini dapat menghindari kesalahan dalam mengalokasikan dana sehingga 48
  • 14. Tinjauan Pustaka hanya yang memiliki peluang investasi terbaiklah yang akan dapat memanfaatkan dana. Dengan adanya perbankan yang menyediakan pembiayaan yang berdasarkan profit-and-loss sharing yang dilengkapi dengan skim dan lembaga penjaminan tersebut, usaha kecil akan memiliki kontribusi yang maksimal dalam kegiatan sektor riil. 2.2 Permintaan akan Uang9 Teori permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang alokasi sumber-sumber ekonomi yang bersifat terbatas. Seseorang yang memegang uang tunai dihadapkan pada kemungkinan untung dan rugi. Keuntungannya, ia mendapatkan tingkat likuiditas dan dapat membelanjakan uangnya, namun ia kehilangan peluang mendapatkan nilai-lebih uang ( value added of money) karena uang tersebut tidak diinvestasikan untuk kegiatan produktif. Memegang uang tunai juga akan terkena risiko menurunnya nilai riil uang karena inflasi. 2.2.1 Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam Dalam ekonomi Islam, hanya dikenal dua motif permintaan akan uang, yaitu motif transaksi dan motif berjaga-jaga. Karena dalam ekonomi Islam melarang tindakan spekulasi, instrumen moneter tidak menggunakan variabel yang mengarah kepada motif spekulasi . Penggunaan instrumen pengganti suku bunga dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang penting dan mendesak serta mendorong investasi yang produktif dan efisien. 9 Adiwarman Karim(2002), Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, IIIT hal 144 49
  • 15. Tinjauan Pustaka Diskusi tentang pola dan penerapan manajemen moneter tidak terlepas dari pemikiran untuk mempertemukan permintaan akan uang dengan penawaran akan uang pada tingkat paling ideal. Kita tidak dapat mengasumsikan bahwa salah satu diantaranya merupakan variabel eksogen namun harus melihat bagaimana kedua variabel ini mencapai tingkat ekuilibrium dalam makroekonomi Pemikiran dalam ekonomi islam dibagi dalam tiga mazhab yaitu mazhab iqtishad (ekonomi kita), mainstream economic, dan mazhab alternatif. Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna (ekonomi kita /keseimbangan) Permintaan uang ditujukan hanya untuk memenuhi dua tujuan pokok, yaitu untuk transaksi atau berjaga-jaga. Secara matematis diformulasikan dengan: Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan, prmintaan akan uang untuk memfalisitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat. Fungsi permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan akan uang untuk investasi dan tabungan ) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai. 50 Md = Md trans + Md prec
  • 16. Tinjauan Pustaka Setiap fungsi permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga- jaga dapat dituliskan sebagai berikut: Md trans = f ( Y ) Md prec = f ( Y, Pt /Po ) , Pt / Po adalah rasio harga antara harga bayar tangguh (future price) dengan harga bayar kini (present price) . Dalam formula permintaan uang di bawah terlihat bahwa variabel bebas pendapatan mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar tangguh mempunyai koefisien negatif. Dalam gambar 2.2, permintaan uang memiliki kemiringan negatif, garis vertikal mewakili nilai Pt / Po dan jumlah Md berada pada garis horizontal. Pergerakan sepanjang kurva ( titik a ke titik b ) pada kurva Md1 dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga pada Pt / Po, sedangkan pergeseran kurva dari Md1 ke Md2 diakibatkan oleh perubahan-perubahan pada variabel eksogen, seperti peningkatan ekspor atau impor. 51 Md = f ( + Y , − PoPt / ) Pt /P0 Md2 Md1 Md
  • 17. Tinjauan Pustaka Gambar 2.2 Kurva Permintaan dalam Mazhab Iqtishaduna Permintaan Uang Mazhab Mainstream Strategi utama mazhab mainstream adalah pengenaan pajak terhadap aset produktif yang menganggur (dues of iddle cash) dengan tujuan mengalokasikan sumber dana pada kegiatan usaha produktif. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan, permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Kebijakan ini berdampak pada pola permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga. Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Md = Md trans + Mdprec Mdtrans = f (Y) Mdprec & trans = f (Y, μ) Tingkat dues of iddle fund diwakili oleh nilai μ, Semakin tinggi nilai μ, semakin kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena biaya risiko untuk membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi naik, apabila nilai μ relatif rendah, tindakan memegang atau menyimpan 52 a b
  • 18. Tinjauan Pustaka uang tunai relatif tidak berisiko. Tinggi rendahnya tingkat risiko menyimpan uang tunai ( Ω ) dipengaruhi oleh besarnya dues of iddle fund ( μ ) dikurangi risiko investasi ( Ψ ) Dalam persamaan di bawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel pendapatan (Y) berbanding positif dengan banyaknya permintaan uang dan berbanding terbalik dengan nilai pajak yang dikenakan terhadap aset atau kekayaan yang dianggurkan (μ). Semakin tinggi nilai μ , velocity of money akan meningkat, hubungan ini dapat dilihat pada gambar 2.3. Peningkatan ini mengurangi permintaan akan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus meningkatkan permintaan uang untuk transaksi. Peningkatan jumlah uang yang digunakan untuk transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan nasional. 53 Ω = µ - Ψ Md = f ( + Y , )
  • 19. Tinjauan Pustaka Gambar 2.3 Kurva Permintaan Uang Mazhab Mainstream Gambar 2.3, menjelaskan hubungan kurva permintaan akan uang dengan tingkat μ, Y, dan Ms dalam berbagai tingkatan. Permintaan akan uang untuk tansaksi dan berjaga-jaga bervariasi sebagai kebalikan tingkat biaya atas uang menganggur (μ). Pada tingkat biaya μ1, keseimbangan akan tercapai pada titik E1. Pada grafik di atas pergeseran motif untuk berjaga-jaga direspons secara berlawanan oleh pergeseran motif untuk transaksi Md = Md trans + Md prec. Bila Md tetap, kenaikan Md untuk 54
  • 20. Tinjauan Pustaka berjaga-jaga akan berdampak pada pengurangan Md untuk transaksi, sehingga kurva Md trans akan bergeser kekiri. Pada tingkat pendapatan sekarang Y* dan biaya-biaya yang berlaku terdapat kecenderungan untuk menahan uang , pemerintah akan meningkatkan pajak terhadap uang yang ditahan itu menjadi μ2 sehingga keseimbangan antara Ms dan Md tetap terjaga. Suatu hal yang penting dalam pengelolaan uang adalah kebijakan pemerintah ketika terjadi ketidakseimbangan antara permintaan uang dengan penawaran uang , dengan memainkan peranan biaya atas uang yang menganggur, dan bukan dengan menaikkan dan menurunkan jumlah uang beredar. Permintaan Uang Mazhab Alternatif “ Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume transaksi yang ada dalam sektor riil “ . Permintaan uang dalam mazhab ini erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Teori ini menjembatani pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil. Permintaan uang adalah representasi keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil (M.A Choudhury, 1997). Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan akan uang. Variabel yang mempengaruhi permintaan permintaan akan uang adalah variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil perekonomian. 55
  • 21. Tinjauan Pustaka Tidak seperti teori exogenous uang dalam literatur konvensional, mazhab alternatif berpendapat, permintaan akan uang dan penawaran akan uang dipengaruhi oleh besarnya pembagian keuntungan (profit sharing) atau tingkat kentungan yang diharapkan (expected rate of profit). Tinggi rendahnya expected rate of profit merupakan representasi prospek pertumbuhan aktual ekonomi. Secara matematis M.A Choudhury (1997), memformulasikan permintaan akan uang sebagai berikut: ∑= = N b bb YXSpyrMdYXRSpyMs 1 ))(,,,,,())(,,,,,,( θθπ ∑∑∑ ∑ = == = ==== m j N b bj N b N b b MdMdMsMdMs 1 11 1 Nb ,...,3,2,1= ))(,,,,,( _ θ +++++ = YXSpyrfMd b Ket: y = Pendapatan riil, rb = rasio profit sharing, S = total pengeluaran nasional p = Tingkat harga atau inflasi , b = lembaga keuangan, R = reserve requirement Formula diatas memperlihatkan hubungan antara variabel-variabel yang ada terhadap permintaan uang dan penawaran uang. Variabel bebas y, pendapatan riil yang dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan secara positif dengan banyaknya permintaan akan uang. Variabel p, inflasi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan banyaknya 56
  • 22. Tinjauan Pustaka permintaan akan uang. Variabel pengeluaran nasional S, berhubungan secara positif dengan permintaan akan uang sedangkan X, dan Y adalah variabel untuk sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah. θ adalah induced-knowledge , pengetahuan masyarakat akan kondisi objektif tiap- tiap variabel, kualitas pengetahuan ini juga akan berpengaruh terhadap besaran permintaan akan uang yang diinginkan oleh seorang pelaku ekonomi. 2.3 Konsep Uang Beredar10 Mazhab Iqtishaduna (ekonomi kita/keseimbangan) Pandangan utama mazhab ini adalah jumlah uang beredar elastis sempurna dengan asumsi pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Pada gambar 2.4, terlihat bahwa fungsi penawaran akan uang berbentuk elastis sempurna (perfect elastis). Banyak sedikitnya Ms yang beredar tidak berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh terhadap harga tunai (Pt/Po), karena dengan perdagangan yang bebas dan tidak adanya bea cukai, nilai uang yang keluar dan masuk selalu diseimbangkan dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan. Elastisitas sempurna Ms ini didukung oleh kesamaan nilai uang dengan nilai intrinsiknya serta tidak adanya institusi tertentu yang melakukan pencetakan dan pengontrolan uang. 10 Adiwarman Karim(2002),op.cit hal.162 57 Pt /P0 Ms Ms
  • 23. Tinjauan Pustaka Gambar 2.3 Elastisitas kurva penawaran uang menurut mazhab Iqtishaduna Mazhab ini menerangkan beberapa kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menciptakan pasar persaingan sempurna. Kebijakan pertama adalah mengenakan sejumlah pajak terhadap barang atau uang, menentukan harga pasar atau price intervention, yang bertujuan untuk mencegah adanya praktek penimbunan barang, kedua, pelarangan membeli barang dari pedagang yang belum memasuki pasar , disebabkan karena ketidaksempurnaan informasi terhadap harga pasar bagi pedagang yang belum memasuki pasar. Kebijakan-kebijakan ini dilatarbelakangi oleh kehidupan perekonomian pada masa Nabi Muhammad SAW. Untuk menjelaskan bagaimana keseimbangan antara pasar barang dengan pasar uang pada masa tersebut ,dijelaskan pada gambar 2.4 di bawah ini. 58
  • 24. Tinjauan Pustaka Gambar 2.4 (a) Pasar barang (b) Pasar uang Keseimbangan awal pasar barang berada pada titik e2, yaitu titik perpotongan antara kura AD2 dan AS. Pada e2 ini tingkat pendapatan adalah Y2 dengan tingkat harga P2. Ketika ada tambahan ekspor barang (tambahan impor uang), aggregate demand dalam negeri naik. Peningkatan aggregate demand ini dipicu oleh peningkatan pendapatan dalam negeri. Kenaikan aggregate demand digambarkan oleh pergerakan kurva AD2 ke AD3, sehingga keseimbangan di pasar barang yang baru terletak di titik e3, meningkatnya harga dari P2 ke P3 disebabkan oleh 59
  • 25. Tinjauan Pustaka meningkatnya permintaan terhadap barang, sedangkan jumlah barang barang yang ditawarkan tidak berubah. Pada pasar uang, naiknya jumlah pendapatan mengakibatkan meningkatnya permintaan akan uang. Dengan demikian, titik keseimbangan di pasar uang bergeser dari e2 ke e3, ketika jumlah uang beredar bertambah dari M2 ke M3. Pergeseran tersebut dapat dilihat melalui surplus ekspor barang yang berdampak pada peningkatan capital inflow. Mazhab Mainstream Menurut mazhab ini, penawaran uang dalam Islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli penerbitan uang yang sah. Diasumsikan penawaran uang sepenuhnya dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral sehingga pada gambar 2.5, terlihat Ms bersifat perfect inelastic. Akibatnya, penawaran uang terbebas dari pengaruh tinggi rendahnya kebijakan biaya atas aset yang menganggur ( µ ). Otoritas moneter menetapkan jumlah uang beredar berdasarkan proporsi tingkat pendapatan atau nilai transaksi, yaitu: Ms = f ( µ ) dan Ms = β Y ; β> 0 60
  • 26. Tinjauan Pustaka Gambar 2.5 Inelastis Sempurna kurva penawaran dari mazhab Mainstream Bentuk kurva Ms adalah tegak lurus dengan garis horizontal Ms, artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan nilai µ , melainkan oleh variabel eksogen di luar sistem ini, yaitu bank sentral sebagai otoritas moneter. Pergerakan µ hanya akan berdampak pada pergerakan di sepanjang kurva Ms. Suatu kondisi yang penting diciptakan bagi terwujudnya keseimbangan uang adalah seimbangnya persediaan uang dengan penawaran uang , Ms = Md Apabila terdapat kelebihan permintaan akan uang, cara yang digunakan untuk mengembalikan pada tingkat yang stabil adalah menaikkan biaya atas uang yang menganggur ( µ ). Secara matematis kita dapat menuliskan bagaimana keseimbangan yang terjadi dengan tingkat pendapatan (Y) dan biaya atas aset yang menganggur ( µ 0 ) Md0 (Y0 / µ 0 ) > Ms0 = α Y0 61 μ Ms2 Ms1 Ms
  • 27. Tinjauan Pustaka Sehubungan dengan adanya kelebihan permintaan akan uang sedangkan banyak uang yang mengangur, pemerintah menaikkan biaya atas aset yang menganggur menjadi µ 1, sehingga persamaan matematikanya menjadi: Md0 (Y0 / µ 1 ) > Ms0 = α Y0 Kebijakan menaikkan biaya atas aset yang menganggur ini berdampak pada naiknya permintaan uang untuk investasi dan konsumsi, yang dapat menaikkan pendapatan. Tingkat pendapatan yang baru akan mendorong kurva permintaan ke kanan, sehingga tingkat keseimbangan yang baru : Md1 (Y1 / µ 1 ) > Ms1 = α Y1 Keterkaitan antara permintaan uang , penawaran uang dan biaya atas aset produktif yang mengangur terlihat pada gambar 2.6 , berikut. E2 E1 Gambar 2.7 M1 M2 Hubungan penawaran uang, permintaan uang, dan biaya atas uang kas dalam mazhab Mainstream Kurva penawaran berbentuk perfect inelastis menunjukkan pasar tidak mampu mempengaruhi penawaran akan uang karena adanya 62 Ms M µ µ 2 µ 1 Md1 Md2
  • 28. Tinjauan Pustaka kebijakan otoritas moneter yaitu bank sentral. Pada tingkat biaya µ 1 tingkat keseimbangan berada pada E1. Apabila pada tingkat biaya µ 1 permintaan akan uang melebihi kurva penawaran akan barang (misalnya kurva Md2), pemerintah berusaha mengalihkan uang tunai milik masyarakat kepada transaksi di pasar, baik untuk konsumsi maupun investasi, dengan cara meningkatkan biaya menjadi µ 2 . Hal ini akan mendorong kurva permintaan bergeser ke atas (Md2) karena adanya peningkatan velocity of money dan pendapatan. Kenaikan µ 2 menyebabkan terjadinya pergerakan di sepanjang kurva Md2 sehingga mencapai keseimbangan baru di titik E2 . Keseimbangan akan bergeser ke E2 sebagai konsekuensi perpotongan kuva Md2 dengan Ms. Mazhab Alternatif Keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi sosial yang berlaku. Artinya, nilai (value) dan jumlah uang bukan variabel yang berdiri sendiri. Terintegrasinya uang dalam sebuah sistem yang kompleks menjadikan uang tidak independen atau bukan variabel yang exogenous., mazhab ini berpendapat, jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam transaksi di pasar barang dan jasa. Asumsi yang digunakan dalam konsep ini sebagai berikut: 1. Telah terjadi globalisasi perekonomian sehingga bank sentral tidak mampu lagi mengontrol secara penuh jumlah uang beredar. Fund Manager adalah pihak diluar bank sentral yang mempunyai 63
  • 29. Tinjauan Pustaka pengaruh cukup signifikan dalam mempengaruhi level stock uang di pasar. 2. Perekonomian mengarah kepada tahap Islamisasi sistem keuangan, dengan dihapuskannya suku bunga dan digunakannya expected rate of profit. Gambar 2.8 Elastisitas kurva Ms sebagai teori endogenous uang dalam islam Ms menyatakan jumlah uang beredar , ρ mewakili expected rate of profit atau profit sharing rate11 . Dalam teori exogenous uang, suku bunga berperan dalam mempertemukan fungsi permintaan uang dan penawaran uang. Dalam teori endogenous uang, instrumen yang digunakan untuk mempertemukan kedua fungsi tersebut adalah variabel yang mampu merefleksikan kondisi riil sebuah perekonomian . Variabel tersebut adalah tingkat keuntungan rata-rata semua investasimudharabah atau musharakah . Keseimbangan antara pertumbuhan volume uang dengan pertumbuhan volume perekonomian di sektor riil menjadi sumber inspirasi teori endogenous uang. 11 Untuk studi kasus Indonesia, tingkat rate of profit ini dapat diukur dari tinggi rendahnya return dari sertifikat wadiah Bank Indonesia yang merefleksikan tingkat bagi hasil dari perbankan syariah;sedangkan tingkat bagi hasil perbankan syariah merefleksikan tingkat bagi hasil sektor riil 64 ρ M Ms
  • 30. Tinjauan Pustaka Pada gambar 2.7, kurva Ms berbentuk elastis, dalam hal ini menunjukkan bahwa bank sentral sebagai pemegang otoritas tidak mampu mengendalikan volume uang beredar . Ms dipengaruhi oleh ρ . Semakin tinggi ρ (tingkat keuntungan dalam investasi syariah). Kesimpulannya, pergerakan penawaran akan uang merupakan derivasi kondisi riil perekonomian itu sendiri, bukannya fungsi suku bunga yang keberadaannya ditentukan di luar sistem. Teori endogenous bertujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor riil dengan sektor moneter sehingga nilai instrinsik uang dapat dijaga. E2 E1 Gambar 2.8 Keseimbangan expected rate of profit dengan uang beredar dalam sistem keuangan Islam Keterangan gambar 2.8: π adalah tingkat keuntungan dan M adalah stock uang yang ditawarkan dalam sistem keuangan syariah, yang merupakan fungsi Φ. Pergerakan kurva permintaan untuk sistem keuangan mudharabah 65 M 〉Φ〈 〉Φ〈π 1π 2 Ms Md1 Md2 M1 M2M0
  • 31. Tinjauan Pustaka dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ekspektasi terhadap tingkat keuntungan. M1 adalah banyaknya uang yang ditawarkan untuk memenuhi transaksi mudharabah. M0 adalah jumlah uang yang disediakan lebih sedikit dari kebutuhan. Jika terjadi perubahan teknologi dalam proyek mudharabah , maka akan terjadi penarikan dana di luar proyek mudharabah ini, yang mempunyai pengaruh bertambahnya stock uang menjadi M2 dan keseimbangan bergeser dari E1 ke E2 . Pergeseran E1 ke E2 merupakan fungsi nilai Φ, dengan Φ adalah objektifitas pengetahuan masyarakat terhadap perubahan teknologi. Dalam teori endogenous uang , Ms hanyalah representasi total permintaan akan uang, sementara dalam formula permintaan uang menurut mazhab ini Md adalah fungsi adalah fungsi rb,y, p, S, X, Y dan θ. Dengan demikian, dari sisi penawaran akan uang Md adalah fungsi dari: Ms ( +−+++ XRSy ,,,π ) ( θ ) Dari formulasi diatas terlihat bahwa hanya variabel R yang mempunyai hubungan negatif dengan Ms. Semakin tinggi R, semakin meningkat dana pihak ketiga yang harus disimpan bank umum sehingga penawaran uang di pasar akan turun. Dalam konsep endogenous uang, Md akan menentukan level Ms dan keduanya sama-sama bergerak menuju tingkat keseimbangan keseimbangan dalam pembentukan market clearing. Gambar 2.8, menunjukkan ketika expected rate of profit atau biaya opportunity uang tunai berada pada level π 1, maka Md berada pada titik E1 dan Ms berada pada titik E2. Adanya kesenjangan antara permintaan akan uang dan 66
  • 32. Tinjauan Pustaka penawaran akan uang mendorong kedua variabel bergerak sepanjang kurva bersama-sama menuju titik ekuilibrium E. Begitu pula sebaliknya, apabila nilai π terlalu rendah, yaitu π 2 < π * , Md akan lebih besar daripada Ms. Kesenjangan ini dieliminir dengan pergerakan sepanjang kurva dari Md dan Ms menuju titik keseimbangan E. Gambar 2.8 Pergerakan keseimbangan moneter dalam teori endogenous uang 2.4 Karakteristik Dual Banking System Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, maka bank dengan dual banking system mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut: 1. Kantor Cabang Syariah. Kantor cabang bank umum konvensional yang telah diberi ijin usaha melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah harus 67 π E1 E2 E E3 E4 Ms Md M * 1 2
  • 33. Tinjauan Pustaka mencantumkan kata “ Kantor Cabang Syariah “ pada setiap penulisan nama kantornya. 2. Unit Usaha Syariah Kantor-kantor cabang dari bank umum konvensional pada dasarnya merupakan unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang berbeda, serta mempunyai pencatatan pembukuan yang terpisah dari kantor-kantor operasionalnya. Oleh karena itu bank umum dengan dual banking system juga diwajibkan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS) yang berfungsi sebagai kantor- kantor induk bagi seluruh kantor cabang syariah. Unit tersebut berada di Kantor Pusat Bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi atau pejabat satu tingkat dibawah direksi. Secara umum tugas UUS mencakup: 1. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah. 2. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang syariah. 3. Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor cabang syariah. 4. Melaksanakan tugas penata-usahaan laporan keungan kantor- kantor cabang syariah . 3. Modal Kantor Cabang Syariah Bagi bank umum konvensional yang membuka cabang syariah wajib menyediakan modal kerja untuk setiap kantor. Modal tersebut harus 68
  • 34. Tinjauan Pustaka disisihkan oleh bank dalam suatu rekening tersendiri atas nama pimpinan unit usaha syariah. Penyisihan modal tersebut dimaksudkan agar dana yang dikelola oleh kantor cabang syariah tidak tercampur dengan dana kantor induk yang beroperasi scara konvensional 4. Rekening Giro pada Bank Indonesia Bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah wajib memelihara dua rekening giro rupiah, masing-msing satu rekening untuk kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS. Bagi bank konvensional berstatus devisa dan memiliki UUS, maka selain diwajibkan memelihara dua rekening giro dalam rupiah tersebut , wajib pula memelihara dua rekening giro dalam valuta asingdi Kantor Pusat Bank Indonesia. Kedua rekening giro valuta asing tersebut masing-masing satu rekening untuk kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS. 2.4.1 Sistem Operasional / Manajemen Dual Banking System Kebijakan pokok yang melandasi system operasioanal dual banking system adalah: 1. Bahwa kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah berbeda sama sekali dengan kegiatan usaha secara konvensional. Oleh karena itu kegiatan usaha berdaarkan prinsip syariah hanya diselenggarakan secara terpisah dari unit / kantor cabang lainnya. 2. Bank syariah atau unit / cabang syariah atau unit / kantor cabang syariah hanya boleh menginvestasikan dananya pada bank syariah atau unit / kantor cabang syariah . Sedangkan bank / unit usaha konvensional diperkenankan menginvestasikan dana nya pada bank syariah atau unit / syariah . Bank / unit usaha konvensional tidak 69
  • 35. Tinjauan Pustaka diperkenankan mengelola dana-dana yang berasal dari bank syariah atau unit / kantor cabang syariah Gambar 2.11 : Bagan Organisasi Bank dengan Dual Banking System 2.5 Penelitian - Penelitian 2.5.1 Penelitian Ahmad Kaleem (2000)12 12 University of Malaya, Malaysia 70 RUPS/ Rapat Anggota Dewa Komisaris Dewan Pengawas Syariah DireksiDewan Audit Divisi / Urusan Divisi/ Urusan Divisi/ Unit Usaha Syariah Divisi/ Urusan Kantor Cabang Konvensional Kantor Cabang Konvensional Kantor Cabang Syariah Kantor Cabang Syariah
  • 36. Tinjauan Pustaka Penelitian Ahmad Kaleem yang berjudul : Modeling Monetary Stability Under Dual Banking System : The Case of Malaysia , mempuyai tujuan utama melakukan pengujian secara empiris tentang kebenaran dari hipotesis bahwa instrumen-instrumen moneter islam sama stabilnya dengan instrumen moneter berbasiskan bunga, pada kasus dual banking system. Dalam penelitian ini, Kaleem mengkonsentrasikan pada tiga masalah utama. Pertama, mengembangkan dan mendefinisikan instrumen-instrumen moneter islam pada kasus dual banking system di Malaysia. Kedua, mengevaluasi permintaan terhadap instrumen-instrumen ini dan yang terakhir membandingkan secara empiris degan menggunakan metodologi Darrat (1988) kebenaran dan efektivitas dari instrumen- instrumen islami dan yang berbasiskan bunga untuk tujuan-tujuan kebijakan. Pada penelitian ini , mempunyai periode observasi dari Januari 1994 sampai dengan Desember 1999 dengan periode bulanan, dengan masuknya periode krisis keuangan di Malaysia, maka dimasukkan variabel dummy pada model regresi dengan tujuan membuktikan pendapat ahli- ahli ekonomi Islam bahwa perbankan Islam lebih stabil selama krisis . Masalah pertama pada penelitian ini adalah menguji secara empiris stabilitas dari instrumen keuangan dan kredit islam, persamaan ini menggunakan prosedur Koyck seperti disarankan oleh Darrat (1988). Tabel 2.1 Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen keuangan dan kredit Konvensional 71
  • 37. Tinjauan Pustaka Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung Secara keseluruhan, hasil dari model pada penelitian ini cukup memuaskan dan menjelaskan sedikitnya 79 persen dari observasi yang tersedia. Variabel dummy untuk krisis signifikan untuk (M1/P) dan (Credit/P), sementara inflasi menghasilkan tanda yang benar dan signifikan hanya untuk (M1/P) dan (M2/P). Tabel 2.2 Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen keuangan dan Kredit Islam Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung Variabel dummy untuk krisis dan inflasi menunjukkan hasil yang hampir sama seprti instrumen-instrumen keuangan konvensional , kedua regresi ini menunjukkan hasil yang relatif sama terhadap permintaan instrumen-instrumen moneter baik konvensional maupun Islam , X Y Dummy 97 LOG GDP LOG INF LOG M1/P (t-1) LOG M2/P (t-1) LOG Credit/P (t-1) C ADJ R2 Dur bin h M1/P -0.037 (-2.05) 0.081 (2.294) 0.289 (2.508) 0.829 (14.76) -1.06 (-2.08) 0.789 0.8 8 M2/P -0.012 (-1.24) 0.031 (1.92) 0.321 (1.77) 0.913 (18.507) -1.215 (-2.79) 0.843 0.7 0 Credit/P -0.012 (-1.82) -0.015 (-0.95) -0.141 (-1.01) 1.011 (37.35) 0.726 (1.487) 0.988 0.6 3 X Y Dummy 97 LOG GDP LOG INF LOG M1/P (t- 1) LOG M2/P (t-1) LOG Credit/P (t-1) C ADJ R2 Durbin h M1/P (ISL) -0.045 (-2.74) -0.017 (-0.41) 0.396 (2.537) 0.811 (11.49) -0.69 (1,9) 0.662 0.47 M2/P (ISL) -0.012 (-1.18) -0.018 (-0.35) 0.573 (2.59) 0.605 (11.6 3) -1.50 (1.9) 0.921 0.6 Credit/ P (ISL) -0.019 (-1.82) 1.089 (0.675) 0.129 (0.115) 0.979 (27.118) -1.06 (0.1) 0.947 1.04 72
  • 38. Tinjauan Pustaka penelitian ini menolak pendapat Khan (1985) mengenai lebih stabilnya instrumen moneter Islam terhadap konvensional Penelitian ini mengacu pada penelitian Darrat (1988) yang mengajukan dua prasyarat yang dapat digunakan untuk meneliti penampilan dari kedua instrumen keuangan islam dan konvensional. Pertama adalah kontrol efektif dari otoritas moneter terhadap instrumen diatas tersebut. Kedua adalah hubungan yang kuat antara instrumen keuangan dan tujuan utama kebijakan moneter dari otoritas moneter, jika hubungan tersebut lemah meskipun instrumen tersebut dapat dikontrol tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan kebijakan. Seperti dijelaskan oleh Karim (1996), instrumen-instrumen keuangan Islam mempunyai resiko yang berbeda dari instrumen konvensional . Maka dari itu persentase yang sama dari reserve requirement tidak dapat dipaksakan terhadap instrumen tersebut. Tabel 2.3 Hasil regresi untuk pengujian kemampuan kontrol Otoritas Moneter X Y GMB GMB (ISL) C R2 D.W GM1 0.123 (1.508) 0.005 (1.373) 0.032 2.31 GM2 0.098 (2.44) 0.011 (5.968) 0..079 2.16 GM1 (ISL) 0.105 (2.92) 0.001 (0.324) 0.111 2.02 GM2 (ISL) 0.168 (5.971) 0.003 (0.963) 0.341 2.03 Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung Hasil regresi diatas menunjukkan bahwa otoritas moneter secara signifikan mempunyai tingkat kontrol yang tinggi terhadap M1(ISL) daripada M1, ditunjukkan oleh t-statistik GMB yang bergerak dari 1.508 73
  • 39. Tinjauan Pustaka sampai 2.92 untuk GMB (ISL) . Hasil yang sama terdapat pada tingkat kontrol yang tinggi terhadap M2 (ISL) ditunjukkan oleh koefisiennya 0.168 dibandingkan dengan M2 yang koefisiennya 0.098. Secara keseluruhan hasil dari regresi diatas memperkuat hipotesis dari penelitian ini yang menunjukkan tingkat kontrol yang tinggi pada instrumen-instrumen moneter Islam dibandingkan instrumen moneter konvensional.13 Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas dapat digunakan sebagai instrumen moneter untuk mengontrol pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta berespon terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit dan karena itu memperkecil permintaan total. Menurut Karim dan Abdullah (1995) kebanyakan dari pembiayaan perbankan Islam terdiri dari instrumen berbasiskan Murabaha dan hampir semua penjualan melalui instrumen ini berhubungan langsung dengan sektor swasta, diamana hal tersebut mempunyai 100% resiko menurut perjanjian Basle. Banyak pendapat mengatakan bahwa instrumen kredit Islam berbeda secara alami , maka dari itu persentase syarat likuiditas yang disarankan oleh perjanjian Basle hanya akan meningkatkan keseluruhan cost of capital-nya Tabel 2.4 Hasil regresi untuk instrumen kredit 13 Kontrol dari Otoritas Moneter tersebut dengan catatan bahwa permintaan uang dari masyarakat mengabaikan teori pendekatan portfolio,yang menurut Arongo dan Nadiri(1981) setidaknya temasuk aset domestik riil , aset keuangan domestik dan aset keuangan di luar negeri. 74
  • 40. Tinjauan Pustaka Pada hasil regresi ini, koefisien CREDIT(ISL) adalah 0.943 dan signifikan ketika LIQUID(ISL) digunakan sebagai dependent variable . Dengan membandingkan ukuran koefisien dari kedua instrumen, 0.076 dan 0.943 dan t- statistik nya, bisa disimpulkan bahwa instrumen kredit Islam berada dibawah tingkat kontrol yang tinggi oleh Otoritas Moneter, yang juga membuktikan hipotesis dari penelitian ini bahwa rasio CAR (capital adequacy ratio) yang ada saat ini tidak dapat diaplikasikan pada instrumen kredit Islam, ini berarti bahwa Otoritas Moneter harus mendefinisikan program penyesuaian atau menggunakan syarat likuiditas yang berbeda untuk perbankan Islam. Tabel 2.5 Hasil regresi untuk instrumen-instrumen keuangan dalam mencapai tujuan Otoritas Moneter INFLATION M1 M2 M1(ISL) M2(ISL) t -0.007 (-1.92) 0.004 (0.332) -0.011 (-1.72) -0.019 (-1.832) t-1 -0.007 (-0.989) -0.003 (-0.18) 0.004 (0.494) 0.005 (0.967) t-2 -0.009 (-1.199) -0.006 (-0.530) 0.004 (0.594) 0.008 (1.007) C 0.004 (8.472) 0.004 (5.589) 0.003 (7.446) 0.004 (7.482) R2 0.477 0.491 0.506 0.515 D.W 2.01 2.01 2.00 2.04 Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung X Y LIQUID LIQUID (ISL) C R2 D.W CREDIT 0.076 (2.547) 0.0128 (4.651) 0.264 2.18 CREDIT(ISL) 0.943 (14.07) 0.011 (1.264) 0.781 1.98 75
  • 41. Tinjauan Pustaka Regresi diatas menunjukkan hasil yang hampir sama antara instrumen-instrumen keuangan Islam dan konvensional dalam hubungannya dengan inflasi, yang ditunjukkan oleh R2 sebesar 0.477 untuk M1, 0.506 untuk M1(ISL) dan R2 sebesar 0.491 untuk M2, 0.515 untuk M2(ISL), hasil-hasil ini mengindikasikan hampir samanya hubungan yang dapat diandalkan antara instrumen-instrumen keuangan Islam dan konvensional dengan tujuan Otoritas Moneter dalam hal ini inflasi. 2.5.1 Penelitian Mahmood Yousefi14 dan Sohrab Abizadeh15 (1996) Penelitian yang berjudul Monetary Stability and Interest-free Banking dengan periode penelitian 1962-1991 mengambil sampel negara Pakistan yang mempunyai sejarah perbankan Islam sejak akhir tahun 1979. Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF dari tahun 1962-1991, hasil estimasi menunjukkan bahwa pergerakan velocity of non-interest-bearing money (VMNI) relatif lebih stabil daripada velocity of interest-bearing money (VMI). Selama periode penelitian menunjukkan bahwa nilai varians dan standar deviasi dari VMNI ternyata lebih kecil daripada nilai varians dan standar deviasi dari VMI (lihat tabel 2.1a dan tabel 2.1b). 14 University of Northern Iowa, Cedar Falls , USA 15 Professor of Economics & Finance ,University of Winnipeg, Winnipeg, Canada 76
  • 42. Tinjauan Pustaka Tabel 2.6 Nilai Velocity of Money for Non-Interest Bearing Assets Period Minimum Maximum Mean Variance 1962-1991 1962-1983 1984-1991 2.71 2.70 3.30 4.34 4.34 23.97 3.63 3.65 3.55 0.11 0.13 0.06 Tabel 2.7 Nilai Velocity of Money for Interest Bearing Assets Period Minimum Maximum Mean Variance 1962-1991 1962-1983 1984-1991 6.14 6.14 6.63 17.18 17.18 10.99 8.65 8.82 8.18 5.95 8.94 3.49 Dalam penelitian ini juga meneliti kemampuan otoritas moneter dalam mengontrol agregat moneter. Hal ini bisa dilihat dari korelasi antara agregat moneter dengan monetary base (MB). Adapun model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi kemampuan kontrol otoritas moneter yaitu: • Sistem Moneter Konvensional (GMI)t = γ + δGMB + v • Sistem Moneter Bebas Bunga (GMNI)t = η + θMBt + π di mana:  GMI = Growth rate of M2 balances held by the public  GMNI = Growth rate of M1 balances held by the public  GMB = Growth rate of Monetary Base 77
  • 43. Tinjauan Pustaka Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF periode 1962-1991, hasil regresi dari model di atas adalah sebagai berikut: Tabel 2.8 Hasil Analisis Regresi Dependent Variable Constant GMB R2 D-W GMI GMNI 0.07 -0.02 0.63 (2.15) 0.96 (30.11) 0.18 0.95 2.14 1.64 Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest bearing money balances dan MB memiliki korelasi yang lebih kuat daripada interest-bearing money balances dan MB. Hal ini bisa dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R2 ). Nilai R2 untuk GMNI dan GMB lebih besar daripada nilai adjusted R2 untuk GMI dan GMB (0,95 > 0,18). Selain itu, tingkat perbedaan elastisitas antara kedua agregat moneter tersebut (derajat kepekaan MNI atau MI terhadap perubahan dalam MB) juga cukup signifikan. Yang terlihat dari masing-masing nilai koefisien MB-nya (0,96 > 0,63). Masalah terakhir yang diteliti dalam penelitian ini adalah keterkaitan antara agregat moneter dan tujuan utama kebijakan moneter. Adapun model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi keterkaitan antara agregat moneter dengan tujuan utama kebijakan moneter (di sini diasumsikan bahwa tujuan utama dari kebijakan moneter adalah pencapaian stabilitas harga) yaitu: • Sistem Moneter Konvensional 78
  • 44. Tinjauan Pustaka GPt = ρ0 + ρ1(GMI)t + ρ2(GMI)t-1 + ρ3(GMI)t-2 + ρ4(GMI)t-3 + τ • Sistem Moneter Bebas Bunga GPt = λ0 + λ 1(GMNI)t + λ 2(GMNI)t-1 + λ3(GMNI)t-2 + λ 4(GMNI)t-3 + θ di mana :  GP = Growth rate of the CPI  τ dan θ = disturbance term Tabel 2.9 Hasil Analisis Regresi Monetary Aggregate Constant t t-1 t-2 t-3 D-W R2 Interest-bearing Non-Interest bearing 0.11 0.18 -0.07 (0.99) -0.39 (5.89) -0.05 (0.50) -0.13 (1.69) 0.01 (1.14) -0.04 (0.56) -0.01 (0.14) -0.04 (0.55) 1.97 1.62 0.47 0.80 Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest bearing money balances dan tingkat harga (CPI) memiliki keterkaitan yang relatif lebih kuat daripada antara interest-bearing money balances dan tingkat harga (CPI). Yang ditunjukkan dari masing-masing nilai R2 - nya (0,80 > 0,47). 2.5.2 Penelitian Ali F Darrat (2000)16 Penelitian ini berjudul On The Efficiency of Interest-free Monetary System: A Case Study, berbeda dari penelitian Ali F Darrat (1988) dengan kasus negara Tunisia yang tidak mempunyai sejarah perbankan Islam, 16 Professor of Economics & Finance ,Lousiana Tech University, Lousiana, USA 79
  • 45. Tinjauan Pustaka untuk penelitian kali ini, mengambil kasus negara Iran dan Pakistan, yang mempunyai latar belakang perbankan Islam dari awal tahun 1980-an. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris kegunaan kebijakan dari sistem moneter berbasiskan bunga dan bebas bunga dengan kasus negara Iran dan Pakistan. Penelitian ini terbagi menjadi beberapa poin, Pertama, latar belakang singkat sejarah pengalaman kedua negara dengan perbankan bebas bunga dan performa ekonomi makro pada periode sebelum dan sesudah pengenalan perbankan bebas bunga. Kedua, membandingkan perilaku velocity of money sistem moneter berbasiskan bunga dan bebas bunga pada kedua negara dengan peiode 1960-1998. Ketiga, menganalisis isu- isu kebijakan dalam kedua sistem dalam konteks model kointegrasi. Di negara Iran , dalam perkembangan ekonomi makronya terbagi menjadi dua periode, pre-interest-free banking sebelum 1983 dan interest-free banking setelah 1983. Terjadi peningkatan rata-rata GDP riil per tahun dari 83.094 milyar riyal pada masa pre-interest-free banking menjadi 151.648 milyar selama periode 1984-1998 mengalami peningkatan sebesar 80 persen. Di Pakistan juga memperlihatkan pola yang sama, GDP riil pakistan meningkat dari 491 milyar rupe per tahun selama periode 1960-1978 menjadi hampir tiga kalinya pada periode 1979-1998 yaitu 1,381 milyar rupe Velocity of money di kedua negara juga mengalami perubahan, velocity of interest-based money mengalami penurunan yang tajam dari 24.03 pada tahun 1963 menjadi 3.07 pada tahun 1989 (mean value 7.07) dengan standar deviasi 5.14. Fluktuasi terjadi juga di Pakistan, velocity of 80
  • 46. Tinjauan Pustaka interest-based money di Pakistan dari 21.11 pada 1961 mengalami penurunan sampai dengan 4.83 pada 1996 (mean value 8.77) dengan standar deviasi 3.74. Sedangkan velocity of interest-free money (VM) mengalami perubahan yang lebih stabil, di Iran, VM mengalami penurunan dari 9.23 pada 1961 menjadi 2.89 pada 1985 (mean value 5.30) dan standar deviasi hanya 1.75. Di Pakistan juga memperlihatkann pola yang lebih halus, di Pakistan VM mendekati konstan, dari nilai 4.34 pada 1975 menjadi 2.71 pada 1992 (mean value 3.64) dengan standar deviasi 0.32. Agregat Moneter dapat dipertimbangkan untuk tujuan kebijakan jika memenuhi dua prasyarat, menurut Ali F Darrat , Pertama, agregat moneter tersebut harus secara efektif berada di bawah kontrol Otoritas Moneter. Kedua, harus ada hubungan yang kuat antara agregat moneter dan tujuan akhir dari kebijakan. Hasil empiris pada negara Iran dan Pakistan , mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan dari interest-free money secara dekat berkorelasi dengan tingkat pertumbuhan pada monetary base . Di Iran , pertumbuhan base money menjelaskan sekitar 75 persen (R2 =0.75) dari total variasi pada pertumbuhan interest-based money , tetapi hanya menjelaskan 36 persen (R2 =0.36) dari total variasi dalam pertumbuhan interest-based money. Pada negara Pakistan, nilai R2 =0.47 untuk pertumbuhan interest-free money lebih tinggi dari nilai R2 untuk pertumbuhan interest-based money yaitu 0.04. Hubungan antara agregat moneter dan tujuan akhir dari Otoritas Moneter (price stability) dikedua negara, antara interest-free monetary 81
  • 47. Tinjauan Pustaka aggregates dan interest-based monetary aggregates di kedua negara juga menunjukkan keadaan bahwa interest-free monetary aggregates mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan tujuan akhir Otoritas Moneter (price stability) daripada interest-based monetary aggregates diukur dari signifikansi dari R2 , di Iran nilai R2 =0.45 dan Pakistan R2 =0.31. 82