Dokumen tersebut membahas tentang jenis kasus kecelakaan kerja dan tatalaksana ankle sprain. Secara ringkas, dibahas lima kategori kasus kecelakaan kerja yaitu fatality, lost time injury, restricted work day case, medical treatment cases, dan first aid cases. Kemudian dibahas gejala, pemeriksaan fisik termasuk tes-tes khusus, diagnosis, dan tatalaksana non-farmakologi untuk ankle sprain akut yang mencakup PRICE dan menghindari HARM.
3. Fatality
Kecelakaan yang mengakibatkan karyawan/
personil kehilangan nyawa dalam waktu 24 jam
terhitung waktu terjadinya kecelakaan tersebut.
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
4. Lost Time Injury (LTI)
Kecelakaan terjadi ketika karyawan yang terluka atau sakit
yang berhubungan dengan pekerjaan, dan mengalami hari
hilang kerja 2 x 24 jam atau lebih. Dalam situasi ini, karyawan
yang terluka atau sakit harus terlepas dari pekerjaan untuk
perawatan medis atau pemulihan pada hari setelah
kecelakaan terjadi atau penyakit mulai timbul sesuai dengan
hari kalender. LTI juga termasuk didalamnya kejadian cedera
berat. Cidera berat merupakan cidera yang mengakibatkan
cacat tetap, yaitu kehilangan atau tidak berfungsinya salah
satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan jiwa.
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
5. Restricted Work Day
Case (RWDC)
Dimana akibat dari cedera atau penyakit akibat kerja
menimbulkan kondisi pekerja ditugaskan untuk pekerjaan
lain secara sementara atau perrmanen (transfer ke
pekerjaan lain) atau; pekerja bekerja di pekerjaan yang
ditugaskan secara permanen tetapi kurang dari waktu
penuh atau; pekerja bekerja di pekerjaan yang ditugaskan
secara permanen tetapi tidak dapat melakukan semua
tugas yang biasa terkait dengannya. RWDC juga termasuk
kategori cedera ringan.
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
6. Medical Treatment
Cases (MTC)
Kasus kecelakaan kerja yang membutuhkan
perawatan lukanya dari tenaga medis yang
professional (perawat/dokter). Dalam kasus ini
tidak menyebabkan kehilangan waktu kerja
pada shift/hari berikutnya. MTC termasuk
dalam kategori cedera ringan.
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
7. Cedera ringan adalah cedera yang memerlukan perawatan medis
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari satu
hari. MTC tidak termasuk pada :
- Kunjungan ke dokter atau professional perawatan
kesehatan berlisensi lainnya semata-mata untuk observasi
atau konseling
- Pelaksanaan prosedur diagnostic, seperti X-rays dan tes
darah, termasuk pemberian obat yang diresepkan hanya
digunakan untuk tujuan diagnostic (misalnya, tetes mata
untuk melebarkan pupil).
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
8. First Aid Case (FAC)
Kasus kecelakaan kerja yang dalam
perawatan lukanya tidak membutuhkan
penanganan dari tenaga medis yang
professional (perawat/dokter), cukup unit P3K
yang sudah diberikan pelatihan
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
9. FAC, termasuk :
- Penggunaan obat tanpa resep yang tidak memerlukan dosis khusus
- Pemberian imunisasi tetanus (imunisasi lainnya, seperti vaksin
hepatitis B atau vaksin rabies, dianggap sebagai pengobatan medis)
- Pembersihan, penyiraman atau perendaman luka di permukaan kulit
- Penggunaan penutup luka seperti perban, Band-Aids, bantalan kasa, dll;
atau menggunakan butterfly bandages atau Steril-Strips (perangkat
penutupan luka lainnya seperti jahitan, staples, dll dianggap sebagai
MTC);
- Penggunaan terapi panas atau dingin
- Penggunaan segala sarana pendukung yang tidak kaku, seperti elastic
bandages, wraps, non-rigid back belts, dll. (perangkat dengan system
tetap atau system lain yang dirancang untuk menghentikan pergerakan
tubuh dianggap sebagai MTC untuk tujuan penyimpanan catatan)
- Menggunakan perangkat imobilisasi sementara saat mengangkut
korban kecelakaan (misalnya splint, sling, neck collars, back board, dll.)
Sumber : Prosedur Pelaporan, Penyelidikan insiden, dan Penyakit Akibat Kerja MRT Jakarta
11. LOOK LISTEN FEEl
PENILAIAN AIRWAY
Mengenal Patensi Airway
dan
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
- Tampak Agitasi
(Hipoksia)/ kesulitan
berkonsentrasi
(hiperkarbia)
- sianosis
- retraksi accessory
respiratory muscle
- Snoring
- Gurgling
-stridor
-Hoarsness
- Lokasi Trakea
AIRWAY
dengan
Kontrol
servikal
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
12. Lakukan chin lift
dan atau jaw thrust
dengan kontrol
servikal
Bersihkan airway dari
benda asing bila perlu
suctioning dengan alat
yang rigid
-Pasang pipa
nasofaringeal atau
orofaringeal
- Pasang airway definitif
sesuai indikasi
PENGELOLAAN AIRWAY
AIRWAY
dengan
Kontrol
servikal
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
13. 1. buka leher dan dada
penderita, dengan tetap
memperhatikan kontrol
servikal in line
immobilisasi
2. tentukan laju
dan dalamnya
pernapasan
3. inspeksi dan palpasi
leher dan thoraks : deviasi
trakea, ekspansi thoraks
simetris atau tidak,
pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda
cedera lainnya
PENILAIAN BREATHING
4. perkusi thoraks untuk
menentukan redup atau
hipersonor
5. Auskultasi thorax
bilateral
Breathing dan
ventilasi
oksigen
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
14. 1. pemberian oksigen
konsentrasi tinggi (nrm
mask 11-12 lpm)
2. Ventilasi
dengan bag
valve mask
3. Menghilangkan tension
pneumothorax
PENGELOLAAN BREATHING
4. Menutup open
pneumothorax
5. memasang pulse
oxymeter
Breathing dan
ventilasi
oksigen
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
15. 1. Mengetahui sumber
perdarahan eksternal yang
fatal
2. Mengetahui
sumber
pendarahan
internal
3. Periksa Nadi
PENILAIAN CIRCULATION
4. Periksa warna kulit,
kenali tanda-tanda sianosis
5. Periksa Tekanan
Darah
CIRCULA-
TION
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
16. 1. Penekanan langsung
pada sumber pendarahan
eksternal
2. Kenali
pendarahan
internal,
kebutuhan
untuk
intervensi
bedah
3. Pasang IV 2 Jalur
ukuran besar sekaligus
mengambil sampel darah
PENGELOLAAN CIRCULATION
4. Berikan kristaloid yang
sudah dihangatkan dengan
tetesan cepat
5. Pasang bidai untuk
kontrol perdarahan
pada pasien-pasien
fraktur pelvis yang
mengancam nyawa
CIRCULA-
TION
6. Cegah Hipotermia
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
17. 1. Tentukan tingkat
kesadaran memakai
skor GCS
2. Nilai pupil 3. Evaluasi dan Re-
Evaluasi airway,
oksigenasi dan sirkulasi
DISABILITY
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
18. 1. Buka Pakaian
Penderita (informed
consent atau ada
saksi serta jelaskan
perihal tujuannya)
2. Cegah Hipotermia :
- berikan selimut
- tempatkan pada
ruangan yang cukup
hangat
EXPOSURE
Sumber : Advanced Trauma Life Support Edisi 10
19. Ankle Sprain biasanya merupakan jenis kaki inversion-type
twist, diikuti oleh rasa sakit dan bengkak. Tempat yang paling
sering cedera adalah pergelangan kaki lateral.
ANKLE SPRAIN
Sumber : https://emedicine.medscape.com/article/1907229-overview#a1
21. 1. Situasi & mekanisme
cedera
2. kemampuan berjalan
pasien setelah cedera
3.riwayat cedera ankle
sprain sebelumnya dan
riwayat penyakit dahulu
Look, Feel, Move dan
tes spesial
ANAMNESIS PEMERIKSAAN
FISIK
DIAGNOSIS
Sumber : Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956.
22. LOOK FEEL MOVE
Pemeriksaan Fisik
Perhatikan
deformitas,
bengkak dan
memar serta
adanya antalgic
gait
Lakukan palpasi
pada seluruh fibula,
distal tibia, kaki dan
tendon Achilles
Perhatikan adanya
nyeri pada gerakan
pasif inversi dan
eversi
Sumber : Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956.
23.
24. Squeeze Test
Pemeriksaan dilakukan dengan cara
menempatkan ibu jari pada tibia dan
jari lain pada fibula di titik tengah
tungkai bawah kemudian remas remas
secara bersamaan. Hasil positif
dikatakan apabila ditemui nyeri pada
bagian bawah fibula.
Sumber : Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956.
https://www.youtube.com/watch?v=ANgWSz0UoDg
25. External Rotation Test
Pemeriksaan dilakukan dengan cara
pasien diminta untuk duduk dengan
lutut difleksikan 90o dan rotasikan
kaki pasien ke arah lateral.
Pemeriksaan dikatakan positif apabila
terdapat nyeri pada sindemosis
Sumber : Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956.
https://www.youtube.com/watch?v=DvSm15pVsU0
26. Anterior Drawer Test
Pemeriksaan dilakukan dengan cara
pasien diminta untuk berbaring
dengan lutut di fleksikan dan kaki
plantar fleksi 10o, kemudian tahan
tibia dengan salah satu tangan dan
tangan lain menarik tumit ke arah
depan. Pada kaki yang mengalami
cedera akan terlihat pergerakan yang
lebih banyak dibandingkan kaki yang
tidak.
Sumber : Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956.
https://www.youtube.com/watch?v=vAcBEYZKcto
27. Talar Tilt Test
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara kaki
pasien menggantung dengan lutut fleksi,
kemudian dimiringkan talus ke kanan dan
kiri. Derajat kemiringan normal dari ankle
adalah 0-23o. Pada kaki yang mengalami
robekan di ligamen calcaneofibular akan
mengalami kemiringan melebihi 23o.
Sumber : Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956.
https://www.youtube.com/watch?v=UHNbm6Z3XK4
29. Non Farmakologi
Tempelkan ice bag atau frozen peas
yang di balut handuk tipis pada area
cedera selama 15-20 menit, dan diulang
setiap 3 jam.
ICE
Tekan dan balut area cedera
menggunakan elastic bandage.
.
COMPRESSION
Istirahatkan bagian yang cedera
selama 2-3 hari.
REST
Gunakan ankle support atau splint untuk
melindungi bagian yang cedera agar
tidak mengalami kerusakan jaringan
lebih lanjut
PROTECTION
ELEVATION
Tinggikan kaki saat berbaring
dengan mengganjalnya
menggunakan bantal.
DO
Sumber : 1. Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956 .2. https://emedicine.medscape.com/article/1907229-overview#a1
30. Non Farmakologi
Hindari berlari atau berolahraga
apapun yang menggunakan kaki
yang cedera.
RUNNING
Jangan memijat area cedera
karena bisa menimbulkan
perdarahan dan pembengkakan
yang lebih parah.
MASSAGE
Jangan mengkonsumsi alkohol
karena dapat meningkatkan risiko
perdarahan dan pembengkakan
di area cedera.
ALCOHOL
Hindari mandi dan berendam air panas,
sauna, atau penggunaan hot pack .
HEAT
DONT
Sumber : 1. Vuurberg G, Hoorntje A, Wink LM, Van Der Doelen BFW, Van Den Bekerom MP, Dekker R, et al. Diagnosis, treatment and prevention of ankle sprains: Update of an evidence-
based clinical guideline. Br J Sports Med. 2018;52(15):956 .2. https://emedicine.medscape.com/article/1907229-overview#a1
31. FARMAKOLOGI
Analgesik (acetaminophen) dan NSAID
(ibuprofen, naproxen) sering digunakan
untuk mengontrol rasa sakit dan
peradangan. Pada akhirnya, dokter memiliki
hak prerogatif untuk menentukan obat yang
paling tepat. Kontrol nyeri adalah tujuan
pengobatan awal untuk ankle sprain
Sumber : https://emedicine.medscape.com/article/1907229-medication