Laporan kasus ini membahas seorang pasien laki-laki berusia 25 tahun yang mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma seperti hematothoraks, ruptur lien, dan fraktur tulang. Pasien menjalani operasi dan perawatan intensif selama 23 hari di ICU serta didiagnosis menderita VAP."
1. 1
LAPORAN KASUS
TATALAKSANA DAN PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) ET
CAUSA PROLONGED INTUBASI DAN SEVERE ARDS
dr. Sherliyanah, SpAn, MSi.Med
PEMBIMBING :
dr. Putu Andrika, Sp. PD, KIC
PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
PROGRAM FELLOWSHIP INTENSIVE CARE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
2. 2
LAPORAN KASUS
TATALAKSANA DAN PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) ET
CAUSA PROLONGED INTUBASI DAN SEVERE ARDS
dr Sherliyanah, SpAn, MSi.Med
PPDS-2, Fellowship Intensive Care Departemen Anestesi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar
Abstrak
Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim
paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita
mendapat ventilasi mekanis dengan menggunakan ventilator mekanik. VAP
didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam setelah intubasi
endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. VAP biasanya dicirikan oleh 3
komponen tanda infeksi sistemik: demam, takikardia dan leukositosis diikuti oleh
tanda infiltrat baru atau gambaran yang memburuk pada rontgen dada dan temuan
bakteriologis dari penyebab infeksi paru-paru. Insidens VAP tergolong tinggi,
menurut literatur asing berkisar antara 9 – 27% . Tingkat kematian VAP juga tinggi,
angka kematian bisa mencapai 76%. Penatalaksanaan optimal pada pasien yang
dicurigai VAP membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian
antimikroba/antibiotik dan perawatan menyeluruh.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 25 tahun
mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma. Pasien ini
terdiagnosa mengalami hematothorax kiri dan intraabdominal bleeding curiga
ruptur lien serta fraktur tertutup pada clavicula sinistra dan tibia fibula sinistra.
Pasien diprogramkan operasi cito laparotomi dan pemasangan water shield drainage
(WSD) pada hemithorax kiri. Post operasi pasien dirawat di ICU,pasien dirawat
selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP karena penggunaan
ventilator mekanik lama dan perburukan kondisi disertai demam dan produksi
sekret purulen.
3. 3
BAB I
PENDAHULUAN
Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial
yang paling sring di unit rawat intensif, khususnya pada penderita yang
menggunakan ventilasi mekanik. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang
mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan
menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih
dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling
penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam
setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk. membagi
VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama pemberian
ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari 96 jam setelah
pemberian ventilasi mekanik.
American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu
keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang menetap pada foto thoraks disertai
salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan
mikroorganisme yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea, kavitas pada
rongga thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut, yaitu
demam, leukositosis dan sekret purulen. VAP biasanya dicirikan oleh 3 komponen
tanda infeksi sistemik: demam, takikardia dan leukositosis diikuti oleh tanda
infiltrat baru atau gambaran yang memburuk pada rontgen dada dan temuan
bakteriologis dari penyebab infeksi paru-paru. Insidens VAP tergolong tinggi,
menurut literatur asing berkisar antara 9 – 27% dari semua populasi Unit Perawatan
Intensif. Kondisi ini menjadikan VAP sebagai penyebab pertama infeksi
nosokomial di unit perawatan intensif. Tingkat kematian VAP juga tinggi, Chastre
dan Fagon menyatakan bahwa angka kematian bisa mencapai 76%.
4. 4
VAP awitan dini yang terjadi pada hari ke-4 pertama setelah masuk ICU
biasanya memiliki prognosis yang lebih baik karena disebabkan oleh masih
sensitifnya antibiotik. VAP awitan lambat yang terjadi setelah 5 hari atau lebih
setelah rawat inap, memburuk prognosis karena disebabkan oleh patogen resistensi
multiobat (MDR). Untuk menentukan patogen yang menyebabkan VAP, beberapa
ilmuwan membuat klasifikasi pasien VAP berdasarkan derajat penyakit, risiko
faktor dan onsetnya, yaitu kelompok I dengan derajat ringan-sedang, faktor risiko
umum dan onsetnya adalah kapan saja selama rawat inap atau derajat berat dengan
onset dini, biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif. Kelompok II, pasien
dengan derajat ringan-sedang, faktor risiko spesifik yang terjadi kapan saja selama
rawat inap, biasanya disebabkan oleh semua bakteri pada kelompok I ditambah
dengan bakteri anaerob. Lalu kelompok III, pasien dengan derajat berat, awitan dini
dengan faktor risiko spesifik atau awitan lambat, biasanya disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp dan MRSA.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 25 tahun
mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma. Pasien ini
terdiagnosa mengalami hematothorax kiri dan intraabdominal bleeding curiga
ruptur lien serta fraktur tertutup pada clavicula sinistra dan tibia fibula sinistra.
Pasien diprogramkan operasi cito laparotomi dan pemasangan water shield drainage
(WSD) pada hemithorax kiri. Post operasi pasien dirawat di ICU,pasien dirawat
selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP karena penggunaan
ventilator mekanik lama dan perburukan kondisi disertai demam dan produksi
sekret purulen.
5. 5
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Identitas : Tn US
Usia : 26 tahun (14/05/1995)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Narmada, NTB
MRS : 11/06/2021 pukul 04.35 WITA
DPJP ICU : dr. Sherliyanah, Sp.An, MSi Med
DPJP Anestesi di OK : dr. Sherliyanah, Sp.An, MSi Med
Diagnosis : Trauma tumpul abdomen suspek ruptur lien +
hematothorax sinistra
Tindakan : Laparotomi eksplorasi + WSD thorak sinistra
Resume Pasien
Anamnesa tanggal 11 Juni 2021 jam 11.15 WITA di IBS RSUD Kota Mataram
Keluhan utama : nyeri pada perut dan dada
Pasien datang sadar dengan keluhan nyeri pada pada dada dan perut setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami kecelakaan tunggal sepeda
motor menabrak tiang listrik sehingga dada dan perut membentur stang motor.
Kemudian pasien di bawa ke RS kota mataram, Riwayat kepala terbentur tidak ada,
Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, dan kejang tidak ada. Di IGD pasien telah
distabilkan oleh tim IGD, pasien mengalami syok hipovolemik karena dicurigai
adanya on going bleeding intraabdominal, telah dilakukan resusitasi ( RL 2000cc,
HES 500cc dan PRC 1 kolf) Pasien terpasang support vascon 0,1mcg/kgbb/menit.
Pasien segera dibawa ke IBS setelah pemeriksaan awal selesai dilakukan.
6. 6
MOI : Pasien pengendara sepeda motor menggunakan helm, mengalami kecelakaan
tunggal dengan posisi dada dan perut membentur stang motor.
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit
jantung disangkal
Riwayat operasi sebelumnya: tidak ada
Riwayat makan dan minum terakhir 10.00 WITA (10/6/2021)
Pemeriksaan Fisik:
Berat badan 72 kg; Tinggi badan 168 cm, PBW 64,16kg ; BMI 25.51 kg/m2; Tax
37.0oC
Sistem saraf pusat : Delirium, GCS E2V3M5
Respirasi : Jejas (+) pada dinding dada kiri, frekuensi nafas 24 kali per menit, dada
kiri tertinggal dibanding dada kanan, palpasi stem fremitus kiri menurun, perkusi
pekak pada dada kiri kuadran inferior, auskultasi SD kiri menurun, ronki (-),
wheezing (-), saturasi oksigen perifer 96-97% on NRBM 8lpm
Kardiovaskuler : Tekanan darah 86/57 (66) mmHg dengan vascon
0.1mcg/kgbb/menit ; nadi 139 kali per menit, Bunyi jantung 1-2 reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, jejas (+) pada kuadan superior dextra abdomen, nyeri terkan (+),
bising usus (+) dbn
Urogenital : BAK terpasang DC Catheter, urin 300ml (6jam) 0,69cc/kgbb/jam
Muskuloskeletal: Fleksi dan defleksi leher normal, Mallampati 1, buka mulut 2 jari,
gigi geligi utuh, gigi palsu tidak ada, akral hangat, terpasang spalk pada tungkai
bawah kiri ekstremitas inferior.
Pemeriksaan Penunjang :
Darah lengkap (11/06/2021): WBC 15.95 (4.1-11.0) x 103/µL; HGB 8,6(14.5-17.5)
g/dL; HCT 26.9 (41-53) %; PLT 266 (150-440) x 103/µL
7. 7
Faal Hemostasis (11/06/2021): PPT 12.8 detik (10,8-14,4); APTT 32.1 detik (24-
36)
Kimia Klinik (11/06/2021): Cl 112; Na 146; K 3,1; SGOT 370; SGPT 199; HbSAg
Negatif; Swab Antigen Covid19 Negatif; Swab PCR Negatif
XThorax (11/06/2021)
8. 8
Ro Cruris (11/06/2021)
Diagnosis : Intraabdominal bleeding curiga ruptur lien ec KLL, Hematothoraks ec
fractur costae 4-9 sinistra dan fr Clavicula sinistra, penurunan kesadaran ec syok
hipovolemik, Close fractur tibia et fibula sinistra
Problem Aktual:
- SSP : Penurunan kesadaran ec Syok Hipovolemik ec on going
intraabdominal bleeding ec susp ruptur lien
- Respirasi : Breathing problem ec hematopneumothorax,
- Anemia HGB 8,6(14.5-17.5) g/dL
Permasalahan potensial:
Perdarahan, instabilitas hemodinamik, hipotermi
Kondisi pembedahan:
• Lokasi : Abdomen dan Thorak
• Posisi : Supine
• Durasi : 2– 3 jam
• Manipulasi : Perdarahan
Anestesi:General Anestesia, ASA IVE
9. 9
Persiapan: STATICS, mesin anestesi, obat anestesi, inotropic, vasokontriktor,
CVC, general anestesia ASA IVE, Informed Consent risiko tinggi hingga table
death , 2 WB, 2 PRC dan amprah RTI + ventilator
Pembiusan
Teknik Anestesi: GA-OTT RSI
Premedikasi : Midazolam 3 mg IV; SA 0,25 mg; Omeprazole 40 mg IV
5’ : Posisikan head up 30 derajat, preoksigenasi dengan O2 100%
3’ : Induksi : Fentanyl 100 mcg IV, Ketamin 120, Diberikan ventilasi dengan TV
minimal dan RR ditingkatkan; Sellick manuver
1’ : Rocuronium 50 mg IV; setelah dipastikan dapat dilakukan ventilasi
0’ : Dilakukan intubasi dengan ETT no 7.5 (lidocaine intratracheal 80 mg),
konfirmasi letak ETT, sellick maneuver dilepas
Pemeliharaan : O2 ; Compressed Air ; Sevoflurane ; Atracurium internmitten 0.2
mg/kgBB/30 menit ; Fentanyl 0.25 mcg/kgBB/jam
Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV
Pasca Operasi :
Analgetik : Fentanyl 300 mcg + ketamin 20 mg dalam NaCl 0.9%
; Parasetamol 500 mg tiap 6 jam IV
Perawatan : RTI +Ventilator
Monitoring
Jam 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00
TD 80/50 88/65 101/67 112/73 106/68 112/73
HR 120 115 96 90 94 90
RR 14 14 14 14 14 14
Sat 100 100 100 100 100 100
O2:N20 70:30 70:30 70:30 70:30 70:30 70:30
Sevofluran 1 MAC 1 MAC
Ketamin 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam
VM VC, TV 450 VC, TV 450 VC, TV 450
VC, TV
450
VC, TV
450
VC, TV
450
10. 10
Obat Masuk
Propofol
Rocuronium 10mg 10mg 10mg
Fentanyl 100mcg 100mg
Paracetamol 1gr
Ondansentron 4mg
Furosemide 20mg
Vascon standby standby standby standby standby standby
Cairan Masuk
Asering 1000 500 500
NaCl 500 PRC 250 PRC 250
Gelofusal 500 500
Urine 500
Perdarahan 1500
Penatalaksanaan di ICU
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Anemia on correction
P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388= 3068 127
cc/jam
Feeding : puasa NGT Hitam
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Inj Midazolam 1mg/jam SP
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj pantoprazol 8mg/jam SP IV
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-1)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-1)
11. 11
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedia, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program:
Tranfusi PRC 2 Kolf (premedikasi inj dexamethasone 10mg)
Tgl 12/06/21
S : on sedation
O : Ku tersedasi
Td 127/82 mmhg N 96x t:36,7C
Rr 16x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 10,1; Ht 29,1; leukosit 12,81; trombosit 132
Kimia Klinik
Ureum 63,9; kreatinin 1.15
Na 143; K 5,2 Cl 113
Albumin 2,8
BGA: pH 7.33; pO2 192; pCO2 46; HCO3 24,7; BEecF -1,4; SaO2 100;A-aDO2
32
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388= 3068 127 cc/jam
Feeding : puasa NGT Hitam
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Inj Midazolam 1mg/jam SP
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
12. 12
Head up 30 derajat
Ulcer : inj pantoprazol 8mg/jam SP IV
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-2)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-2)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning
Tgl 13/06/21
S : demam (-)
O : Ku tersedasi
Td 119/74 mmhg N 101x t:36,7C
Rr 16x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 9,5; Ht 27,7; leukosit 9,8; trombosit 107
BGA: pH 7.37; pO2 271; pCO2 46; HCO3 27.1; BEecF 1,7; SaO2 100;A-aDO2
242
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1080= 1988 82 cc/jam
Feeding : target kalori 15kcal/kgbb/hari mulai air gula 180cc/4jam: 1080cc
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Inj Midazolam 0,5mg/jam SP
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
13. 13
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-3)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-3)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning
Tgl 14/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar
Td 130/74 mmhg N 101x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
BGA: pH 7.40; pO2 247; pCO2 41; HCO3 26.0; BEecF 1,2; SaO2 100;A-aDO2
200, PFR 352
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1080= 1988 82 cc/jam
Feeding : target kalori 20kcal/kgbb/hari mulai susu 180cc/4jam: 1080cc
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
14. 14
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-4)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-4)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning
Tgl 15/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar
Td 140/94 mmhg N 117x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 8.0; Ht 24,5; leukosit 9,76; trombosit 137
Albumin 2,7
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
15. 15
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-5)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-5)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tranfusi PRC 2kolf
Tgl 16/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah
Td 129/94 mmhg N 79x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Drain : minimal
WSD: darah (+) minimal
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam stop Inj Meropenem 1gr/8jam (h-1)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-7) Stop
16. 16
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: kultur pre masuk meropenem, lanjut tranfusi PRC 2kolf
Tgl 17/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah
Td 129/94 mmhg N 109x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 10.4; Ht 31,2; leukosit 9,26; trombosit 249
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 8 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-2)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
17. 17
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: kultur sputum
Tgl 18/06/21
S : demam (-), sesak (+), Gelisah, nyeri karen fraktur belum terkoreksi
O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah
Td 149/88 mmhg N 119x t:36,7C
Rr 25x (on VM) SpO2 100%
WSD produksi minimal
Urin Output 2900/24jam
Diuresis 1,8ml/jam
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-3)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
18. 18
Program: tunggu kultur, KIE keluarga untuk tracheostomi jika weaning gagal
karena sudah prolonged ET
Tgl 19/06/21
S : demam (-), sesak (+), Gelisah, dada kiri tertinggal dibanding dada kanan
WSD undulasi (-) kemungkinan clotting
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 132/88 mmhg N 119x t:36,7C
Rr 32x (on VM) SpO2 99%
WSD undulasi (-) Clotting
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-4)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: repair WSD oleh TS Bedah di ICU, tunggu kultur, KIE keluarga untuk
tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET
19. 19
Tgl 20/06/21
S : demam (+), sesak (+), dahak ++
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 122/89 mmhg N 99x t:38,7C
Rr 20x (on VM) SpO2 99%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-5)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-1)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur sputum, tunggu kultur darah, KIE keluarga untuk
tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET
Tgl 21/06/21
S : demam (+), sesak (+), dahak ++, pasien mengigit ET
20. 20
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 128/92 mmhg N 155x t:37,9C
Rr 22x (on VM) SpO2 95-96%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-6)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-2)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur, pro trakeostomi besok
Tgl 22/06/21
S : demam (+), sesak (+), dahak ++, pasien mengigit ET
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 132/90 mmhg N 155x t:37,7C
Rr 22x (on VM) SpO2 95-96%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
21. 21
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-7)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-3)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur, pro trakeostomi hari ini
Tgl 23/06/21
S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++
Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak) dada
kiri tertinggal sesak ++
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 127/81 mmhg N 150x t:36,7C
Rr 22x (on VM) SpO2 95-100%
BGA: pH 7.47; pO2 346 pCO2 43; HCO3 32.0; BEecF 7,6; SaO2 100;A-aDO2
313; PFR 346
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
22. 22
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi curiga malposisi
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-8)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-4)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur, follow up bedah mengenai problem trakeostomi
Tgl 24/06/21
S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++
Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak) dada
kiri tertinggal sesak ++
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 123/89 mmhg N 140x t:36,7C
Rr 24x (on VM) SpO2 95-100%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
23. 23
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi curiga malposisi
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-9)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-5)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur ,TS Bedah rencana repair dan ganti kanul trakeostomi
no 7,5/8,0 di OK besok
Tgl 25/06/21
S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++
Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak) dada
kiri tertinggal sesak ++
Saat akan disiapkan ke OK pasien sesak +++, keringat dingin
TD 150/100 RR 42x
HR 160x SpO2 88%
24. 24
Dilakukan emergency intubasi peroral dengan ET no 7,5 dan kanul trakeostomi
dilepas oleh TS bedah SpO2 naik 100%
Dilakukan repair trakeostomi darurat di ICU ganti kanul trakeostomi no 7,5 dan
ET dilepas.
O : post repair trakeostomi darurat
Ku lemah, sesak berkurang
Td 123/89 mmhg N 132x t:36,7C
Rr 27x (on VM) SpO2 100%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-10)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-6)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur
25. 25
Tgl 26/06/21
S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++
O : Ku lemah, sesak berkurang
Td 128/79 mmhg N 122x t:36,7C
Rr 20x (on VM) SpO2 100%
BGA: pH 7.48; pO2 69; pCO2 41; HCO3 31.0; BEecF 7,8; SaO2 96;A-aDO2 457,
PFR 90,12
Kultur Sputum: Pseudomonas aeruginosa
Ab Sensitivitas: ceftazidine, tazobactam,tobramycin, gentamycin, levofloxacin,
cefepime, ciprofloxacin, amikacin, pipercilin, cefoperazone sulbactam
Ab Resisten : meropenem, ticarcilin
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
Severe ARDS
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 8 FiO2 80
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-11) stop
Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-1)
Inj Glutiven 1fl/24jam stop besok
26. 26
Inj. Vivena 1fl/24jam stop besok
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-8) stop besok
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: pro ORIF clavicula dan tibia fibula sinistra
Tgl 27/06/21
S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++
O : Ku lemah, sesak berkurang
Td 138/89 mmhg N 104x t:36,7C
Rr 20x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 10,1; Ht 30,0; Leukosit 14.40rb; trombosit 257rb
Albumin 2,9
Na 138; K 4,2; Cl 106
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
Severe ARDS
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 8 FiO2 80
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
27. 27
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-2)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: pro ORIF clavicula dan tibia fibula sinistra besok
Tgl 28/06/21
S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++, postop ORIF Clavicula da tibia et fibula
sinistra.
O : Ku lemah, sesak berkurang
Td 128/79 mmhg N 106x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
Severe ARDS
P : O2 VM PSIMV PS 10 PEEP 8 FiO2 60
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-3)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj As Tranexamat 500mg/8jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
28. 28
Program: weaning ventilator
Tgl 29/06/21
S : demam (-), sesak (-) dahak ++
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 122/76 mmhg N 100x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb 9,7; Ht 30,6; Leukosit 15,88rb; trombosit 678rb
BGA
pH 7,49; pO2 86; pCO2 41; BEecf 7,2; HCO3 30,5; SaO2 97; A-aDO2 433; PFR
143,33
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
ARDS
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 8 FiO2 40
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-4)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj As Tranexamat 500mg/8jam
29. 29
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning ventilator
Tgl 30/06/21
S : demam (-), sesak (-) dahak +
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 130/76 mmhg N 90x t:36,7C
Rr 16x (on VM) SpO2 100%
BGA
pH 7,44; pO2 79; pCO2 40; BEecf 3.0; HCO3 27.2; SaO2 96; A-aDO2 228; PFR
197,6
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 VM CPAP PS 8 PEEP 8 FiO2 40
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-5)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj As Tranexamat 500mg/8jam besok stop
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning ventilator mulai SBT
30. 30
Tgl 01/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak +
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 120/75 mmhg N 88x t:36,7C
Rr 16x (on NRBM 8lpm) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 NRBM baby 8lpm
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-6)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: aff drain, aff WSD, ganti kanul trakeal logam
Tgl 02/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak +
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 122/75 mmhg N 85x t:36,7C
Rr 16x (on SM 6lpm) SpO2 100%
31. 31
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 SM baby 6lpm
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 150mcg/24 jam besok stop, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-7)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: aff drain, aff WSD, ganti kanul trakeal logam
Tgl 03/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal, post ganti kanul logam, aff wsd dan drain
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 128/72 mmhg N 95x t:36,7C
Rr 16x (on SM 6lpm) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 SM baby 6lpm
32. 32
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1500= 1568 65.33
cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 250cc/4jam: 1500cc
Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-8) besok stop
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: pindah ruang rawat biasa
Tgl 04/07/21 (ruang rawat reguler)
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 126/82 mmhg N 88x t:36,7C
Rr 16x (on SM 5lpm) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 SM baby 5lpm
Inf. Asering/D51/2N 20tpm
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 250cc/4jam: 1500cc
Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
33. 33
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : tanpa antibiotik
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam besok stop
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: bladder training, latihan makan peroral diit lunak
Tgl 05/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 118/72 mmhg N 88x t:36,7C
Rr 16x SpO2 100% (room air)
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 room air
Inf. Asering/D51/2N 20tpm
Feeding : diet lunak bubur sumsum dengan gula jawa 3x sehari besok mulai
bubur nasi
Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam PO Paracetamol 1gr/8jam, PO Na
Diklofenak 50mg/8jam kp
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : tanpa antibiotik
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: besok boleh pulang.
34. 34
Tgl 06/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 124/76 mmhg N 78x t:36,7C
Rr 16x SpO2 100% (room air)
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 room air
Inf. Asering/D51/2N 20tpm
Feeding : diet lunak Nasi TKTP 3x sehari
Analgetik: PO Paracetamol 1gr/8jam, PO Na Diklofenak 50mg/8jam kp
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam PO Omeprazol caps 1cap/24jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : tanpa antibiotik
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: hari ini pulang lanjut rawat jalan
35. 35
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ruptur Lien
Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau
pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi
karena trauma tumpul, secara langsung atau tidak langsung.Ruptur lien merupakan
kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien dari beberapa
sumber. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang
menyebabkan laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel lien sebagian atau
menyeluruh.
Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda
perdarahan yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri
abdomen pada kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma.
Perdarahan lambat yang terjadi kemudian pada trauma tumpul lien dapat terjadi
dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada
separuh kasus, masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini terjadi karena adanya
tamponade sementara pada laserasi yang kecil atau adanya hematom subkapsuler
yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.
Penangaan ruptur lien dapat secara operatif maupun non operatif tergantung
dengan tingkat keparahan laserasi yang terjadi. Dewasa ini dengan kemajuan teknik
pembedahan, splenektomi total bukan merupakan pilihan utama pada kasus ruptur
lien, dikarenakan fungsi lien yang dapat melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan
perdarahan pada lien dapat dihentikan dengan penjahitan. Maka dari itu
splenektomi total sudah jarang dilakukan kecuali kondisi tertentu dimana
splenektomi total merupakan pilihan terakhir untuk menghentikan perdarahan.
3.2 Hematothorax
Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber
perdarahan berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh
36. 36
darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml,
apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif. Sejauh
ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma, baik trauma yang tidak
disengaja, disengaja, atau iatrogenik.
Sekitar 150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada
terjadi pada sekitar 60% kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar
dari terjadinya hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati
300.000 kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur
15 tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma
toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki hemopneumothoraks(26,7%
kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1% kematian). Terjadinya
hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul, tajam dan
kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma dada tumpul dapat
mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi pembuluh darah
internal. Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya pada dinding dada yang
awalnya berakibat terjadinya hematom pada dinding dada kemudian terjadi ruptur
masuk kedalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi pembuluh darah
akibat fraktur costae, yang diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat
pasien batuk.
Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah,
dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik. Trauma toraks atau dada yang
terjadi, menyebabkan gagal ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat
alveolar, kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor ini
dapat menyebabkan hipoksia seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan.
Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines
yang dapat memacu terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS) dan sepsis. Hipoksia,
37. 37
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks. Hipokasia jaringan
merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh
karena hipovolemia,pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh
tension pneumothoraks, pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks
atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan (syok). Apabila penanganan pada kasus hematotoraks tidak dilakukan
segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi
darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong
mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal napas dan
menyebabkan kematian.
Manfaat pemasangan water sealed drainage (WSD) pada pasien
hematothorax adalah untuk mengeluarkan udara, cairan atau keduanya dari rongga
pleura. Keadaan dimana tekanan positif intrapleural meningkat seperti pada
pneumothorax, hematothorax, empiema,dan paska operasi thorakotomi
memerlukan pemasangan WSD untuk membuat tekanan rongga thorak menjadi
negatif kembali.
3.3 Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Pneumonia Terkait Ventilator/ Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang
mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan
menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih
dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling
penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam
setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk. membagi
VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama pemberian
ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari 96 jam
setelah pemberian ventilasi mekanis. American College of Chest Physicians
mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang
38. 38
menetap pada foto thoraks disertai salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan
darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan pada sputum
maupun aspirasi trakea, kavitas pada rongga thoraks, gejala pneumonia atau
terdapat dua dari tiga gejala berikut, yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen.
Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi kuman
pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering ditemukan,
namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami peningkatan dalam
beberapa tahun terakhir, terutama pada neonatus.
Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah
kuman gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus
spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan
Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah
bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia
dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab
kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA.
Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab
VAP, seperti terlihat pada tabel 1
39. 39
Tabel 1. Etiologi VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24 penelitian (total 2490
kuman patogen)
VAP merupakan infeksi nosokomial kedua tersering dan menempati urutan
pertama penyebab kematian akibat infeksi nosokomial pada pasien di ICU.
Penelitian terbesar di Amerika Serikat dengan data lebih dari 9000 pasien
menemukan bahwa VAP terjadi pada 9,3% penderita yang menggunakan ventilasi
mekanis lebih dari 24 jam. Penelitian di Eropa menyimpulkan bahwa ventilasi
mekanis dapat meningkatkan risiko pneumonia 3 kali lipat dibandingkan penderita
tanpa ventilator, sedangkan di Amerika dilaporkan 24 kali lipat. Angka mortalitas
penderita VAP di beberapa institusi bervariasi antara 24-76% sedangkan risiko
kematian dapat mencapai 2 sampai 10 kali lipat dibandingkan penderita tanpa
pneumonia.
40. 40
Hasil penelitian Kollef dkk. menyatakan bahwa penderita VAP yang
disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp dan
Stenophomonas maltophilia meningkatkan angka mortalitas secara bermakna
(65%) dibandingkan penderita dengan onset lambat akibat kuman lain (31%)
maupun tanpa pneumonia onset lambat (37%). Faktor-faktor risiko memberikan
informasi kemungkinan infeksi paru yang berkembang pada seseorang ataupun
populasi. Hal tersebut sangat berperan dalam pengambilan strategi pencegahan
yang efektif terhadap VAP. Faktor-faktor risiko VAP yang diidentifikasi melalui
berbagai penelitian analisis multivariat yang disimpulkan pada tabel 2
Tabel 2. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan VAP
Diagnosis yang akurat untuk VAP masih menjadi masalah. Tanda-tanda
untuk diagnosis standar seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum yang
purulen dan konsolidasi pada gambaran radiografi thoraks belum bisa digunakan
untuk mendiagnosis VAP secara pasti pada pasien dengan ventilator mekanik di
ICU. Demam, leukositosis dan takikardi merupakan gejala non-spesifik yang juga
bisa ditemukan pada pasien-pasien dengan respon inflamasi seperti pasien trauma,
luka bakar, pankreatitis dan sebagainya. Sputum yang purulen juga bisa disebabkan
karena trakeobronkitis dan tidak selalu menunujukkan kelainan pada parenkim
41. 41
paru. Infiltrat/konsolidasi pada gambaran radiografi toraks bisa disebabkan
beberapa kondisi non-infektif seperti edema paru, pendarahan dan kontusio.
Sebuah penelitian oleh Meduri menggunakan studi prospektif pada 50
pasien dengan demam dan infiltrat paru, hanya 42% yang benar-benar terdiagnosis
VAP. Meskipun demikian, diagnosis VAP tetap perlu dilakukan pada pasien
dengan infiltrat baru atau progresif pada gambaran radiologi thoraks bersamaan
dengan ditemukannya tanda-tanda infeksi seperti demam, leukositosis dan sekret
yang purulen. Tanda-tanda tersebut juga sering diikuti dengan penurunan
kemampuan pertukaran gas. Jadi secara umum, diagnosis VAP tetap ditentukan
berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu demam(suhu tubuh lebih dari
38,3ºC), takikardi, dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun
perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Torres dkk.
menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru maupun
progresif pada foto toraks disertai gejala demam, leukositosis maupun leukopeni
dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala
tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75%.
Tabel 3. Kriteria klinik diagnosis VAP
Spesifisitas diagnosis dapat ditingkatkan dengan menghitung Clinical
Pulmonary Infection Score (CPIS) yang mengkombinasikan data klinis,
laboratorium, perbandingan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2)
dan foto toraks (tabel 6). Terdapat korelasi antara skor CPIS lebih dari 6 dengan
diagnosis pneumonia berdasarkan biakan kuantitatif BAL dengan atau tanpa
bronkoskopi. Sensitivitas dan spesifisitas CPIS dengan pemeriksaan histologik dan
biakan kuantitatif postmortem sebagai pembanding adalah 77% dan 42%.
42. 42
Tabel 4. Clinical pulmonary infection score (CPIS)
Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien
terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan
mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS
dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen
brush, bronchoalveolar lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial. Penilaian
CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan
menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan
jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan
kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalveolar
lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial.
43. 43
Patogenesis VAP sangat kompleks. Kollef menyatakan insiden VAP
tergantung pada lamanya paparan lingkungan dan penggunaan alat kesehatan
tertentu, dan faktor risiko lain (tabel 2). Faktor-faktor risiko ini meningkatkan
kemungkinan terjadinya VAP dengan cara meningkatkan terjadinya kolonisasi
traktus aerodigestif oleh mikroorganisme patogen dan meningkatkan terjadinya
aspirasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran napas bawah. Kuman dalam
aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran napas bawah dan di
parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi
parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di parenkim
paru.
Cook dkk. menunjukkan bahwa lambung adalah reservoir utama kolonisasi
dan aspirasi mikroorganisme. Hal dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti
pemakaian obat yang memicu kolonisasi bakteri (antibiotika dan
pencegah/profilaksis stress ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian nutrisi
enteral, dan derajat keparahan penyakit pasien.Saluran pernapasan normal memiliki
berbagai mekanisme pertahanan paru terhadap infeksi seperti glotis dan laring,
refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas humoral serta
sistem fagositik. Pneumonia akan terjadi apabila pertahanan tersebut terganggu dan
adanya invasi mikroorganisme virulen. Sebagian besar VAP disebabkan oleh
aspirasi kuman patogen yang berkolonisasi dipermukaan mukosa orofaring, dimana
intubasi akan mempermudah masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi
sekitar ujungpipa endotrakeal pada penderita dengan posisi terlentang. Selain itu,
VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung. Bronkoskopi serat optik,
penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat mengkontaminasi
kuman patogen kedalam saluran pernapasan bawah. Patogenesis VAP yang lebih
lengkap dapat dilihat pada gambar 1.
44. 44
Gambar 1.Patogenesis VAP
Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan
tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan
perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus
dilakukan sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian
antibiotik. Sebagian besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi
yang efektif menyebabkan peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik
harus disesuaikan dengan epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien
dengan early onset VAP yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik
bisa diberikan monoterapi dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien
yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah
pernah menggunakan antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar
dapat mengatasi patogen yang potensial. Kurang lebih 50% antibiotik yang
diberikan di ICU adalah ditujukan untuk infeksi saluran pernapasan. Luna dkk.
menyebutkan bahwa pemberian antibiotik yang adekuat sejak awal dapat
45. 45
meningkatkan angka ketahanan hidup penderita VAP pada saat data mikrobiologik
belum tersedia. Penelitian di Perancis, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan rutin
biakan kuantitatif melalui aspirasi endotrakeal dapat mengidentifikasi pemberian
antibiotika pada 95% penderita VAP sambil menunggu hasil biakan BAL.
Penelitian lainnya oleh Fowler dkk. memberikan hasil bahwa penderita
yang mendapatkan pengobatan penisilin anti-pseudomonas ditambah penghambat
β-aktamase serta aminoglikosida memiliki angka kematian lebih rendah.
Piperasilin-tazobaktam merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan (63%)
diikuti golongan fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan
aminoglikosida (25%). Singh dkk. menyatakan bahwa siprofloksasin sangat efektif
pada sebagian besar kuman Enterobacteriaceae, Haemophilus influenza dan
Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotika dapat dihentikan setelah 3 hari pada
penderita dengan kecendrungan VAP rendah (CPIS < 6).
Secara umum, pencegahan terhadap VAP dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
strategi farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kolonisasi saluran cerna
terhadap kuman patogen serta strategi non farmakologi yang bertujuan untuk
menurunkan kejadian aspirasi.
Intervensi pencegahan VAP:
1) Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:
Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu
Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi
Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer
Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif
Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut
Menggunakan antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi
Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita
Mengisolasi penderita risiko tinggi dengan kasus MDR
2) Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
46. 46
Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal segera
mungkin
Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
Menghindari distensi lambung berlebihan
Intubasi oral atau non-nasal
Pengaliran subglotik
Pengaliran sirkuit ventilator
Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan
Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
47. 47
BAB IV
DISKUSI KASUS
Kategori Pasien Teori
Preoperatif Pasien datang sadar dengan
keluhan nyeri pada pada dada
dan perut setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Pasien
mengalami kecelakaan tunggal
sepeda motor menabrak tiang
listrik sehingga dada dan perut
membentur stang motor.
Kemudian pasien di bawa ke RS
kota mataram, Riwayat kepala
terbentur tidak ada, Riwayat
penurunan kesadaran tidak ada,
dan kejang tidak ada. Di IGD
pasien telah distabilkan oleh tim
IGD, pasien mengalami syok
hipovolemik karena dicurigai
adanya on going bleeding
intraabdominal, telah dilakukan
resusitasi ( RL 2000cc, HES
500cc dan PRC 1 kolf) Pasien
terpasang support vascon
0,1mcg/kgbb/menit. Pasien
segera dibawa ke IBS setelah
pemeriksaan awal selesai
dilakukan
Ruptur pada trauma tumpul
abdomen adalah terjadinya
robekan atau pecahnya lien
yang merupakan organ lunak
yang dapat bergerak, yang
terjadi karena trauma tumpul.
Pada trauma lien yang perlu
diperhatikan adalah adanya
tanda-tanda perdarahan yang
memperlihatkan keadaan
hipotensi, syok hipovolemik,
dan nyeri abdomen pada
kuadran atas kiri dan nyeri
pada bahu kiri karena iritasi
diafragma. Hematotoraks
adalah adanya darah dalam
rongga pleura. Sumber
perdarahan berasal dari
dinding dada, parenkim paru-
paru, jantung atau pembuluh
darah besar. Jumlah
perdarahan pada
hematotoraks dapat mencapai
1500 ml, apabila jumlah
perdarahan lebih dari 1500 ml
disebut hematotoraks massif.
48. 48
Pasien disiapkan untuk
dilakukan anestesi umum
dengan rapid sequence
induction (RSI) disiapkan juga
Rapid sequence induction
(RSI) dilakukan untuk
mencegah aspirasi isi
lambung pada pasien yang
mengalami gangguan
pengosongan lambung atau
diketahui memiliki riwayat
refluks lambung. Tantangan
pada sistem respirasi yang
harus dihadapi ahli anestesi
selama operasi adalah
penanganan jalan napas
pasien, sehingga induksi
menggunakan obat-obatan
intravena menjadi pilihan
dibandingkan obat inhalasi.
Algoritma penanganan pasien
dengan kemungkinan intubasi
atau jalan nafas yang sulit
dapat dijadikan pegangan
dalam pengambilan
keputusan untuk penanganan
jalan nafas.
Intraoperatif Setelah semua alat-alat anestesi
dan resusitasi serta obat-obat
anestesi dan resusitasi siap,
pasien diberikan preoksigenasi
dengan oksigen 6 liter/menit.
Oksigenasi dan ventilasi
memakai sungkup dengan
posisi kepala head up.
Secara umum, target
manajemen anestesi adalah
menjaga jalur nafas pasien
untuk menjaga ventilasi.
Karena cadangan oksigen
pada pasien dengan multiple
trauma, desaturasi arteri yang
signifikan akan terjadi jika
49. 49
pasien menjadi apnea bahkan
untuk waktu yang singkat.
Ventilator mekanik harus
disesuaikan untuk menjaga
PCO2 dalam kisaran 30
hingga 32 torr.
Dilakukan intubasi dengan
memasang pipa endotrakea no
7,5 dengan cuff, kemudian cuff
dikembangkan, setelah itu
Sellick Manuver dilepas dan
dievaluasi pengembangan paru
kanan dan kiri simetris,
dilakukan fiksasi.
Intubasi yang dilakukan
dalam keadaan bangun pada
pasien dengan ancaman
terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial bukan
merupakan suatu pilihan
karena akan terjadi
rangsangan simpatis yang
semakin meningkatkan
tekanan intrakranial dan dapat
memperburuk keadaan
pasien. Pada literatur,
berbagai teknik termasuk
LMA, intubasi fiberoptik,
serta penggunaan SGA
digunakan untuk mengatasi
jalur nafas sulit. Tongue
spatula merupakan alat yang
mudah didapatkan dan dapat
digunakan dengan mudah
dalam membantu intubasi
pasien ini.
Pemeliharaan anestesi dengan
compressed air, Oksigen,
Pasien-pasien dengan
multiple injury dan pada
50. 50
sevoflurane, Dilakukan
respirasi kendali dan posisi
pasien durante operasi supine
dengan kepala head up. Prinsip-
prinsip pencegahan hipotermia
dilakukan dengan blanket
warmer dan infus warmer.
pasien dengan trauma toraks
atau dada yang terjadi,
menyebabkan gagal ventilasi,
kegagalan pertukaran gas
pada tingkat alveolar,
kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik
sehingga di perlukan nafas
kendali selama durante
operasi.
Paska operatif
( perawatan di
ICU)
Analgetika pasca operasi
dengan fentanyl 300 mcg via
syringe pump dan pasien
dirawat pasca operasi di rawat
di ICU dengan ventilator
Penanganan nyeri post
operasi harus dilakukan.
Apabila tidak diatasi dapat
menyebabkan agitasi,
takikardi, dan peningkatan
komplikasi pulmonal. Nyeri
post operasi dapat diatasi
dengan analgesia kerja cepat.
Obat kerja singkat biasanya
dipilih saat opioid
diindikasikan pada masa
pemulihan segera.
Penggunaan intravena
memungkinkan titrasi dosis
yang lebih akurat dan
menghindari penggunaan
dosis "standar" berdasarkan
berat, yang dapat
menyebabkan overdosis atau
51. 51
underdosis. Fentanyl, sampai
dosis 2 μg / kg, adalah obat
pilihan untuk penggunaan
intravena.
Pasca operasi pasien di kontrol
dengan ventilator dengan mode
VM SIMV O2 TV 450 RR 15
PEEP 5 FiO2 70
Pasien dengan multiple
trauma adalah kondisi serius
dan mengancam jiwa yang.
Diagnosis dini dan
pengobatan yang cepat
melalui tim multidisiplin
dalam pengaturan ICU dapat
mencegah komplikasi dan
mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Penyebab paling
umum untuk intubasi dan
ventilasi mekanis adalah
kegagalan pernapasan,
ketidakstabilan
hemodinamik, yang
membutuhkan ventilasi
mekanis memiliki prognosis
yang buruk. Hal tersebut
dapat meningkatkan
kebutuhan akan ventilasi
mekanis. Telah dilaporkan
bahwa tingkat mortalitas
multiple trauma dengan
prolong ventilator mekanik
adalah 23% dan 50%,
masing-masing. Satu hal yang
harus diingat dalam
52. 52
pengaturan ini adalah bahwa
pasien tersebut memiliki
potensi mengalami prolong
intubasi dengan komplikasi
terjadi VAP yang dapat
mempersulit ektubasi dan
menyebabkan kematian.16
Pasien dirawat selama 23 hari di
ICU. Pasien mulai dicurigai
mengalami VAP pada hari ke 9
pemakaian ventilator mekanik
saat didapatkan demam dan
dahak dengan sekret purulen
dari selang ET dan kondisi
pasien tampak sesak.
Pneumonia Terkait
Ventilator/ Ventilator
Associated Pneumonia (VAP)
merupakan inflamasi
parenkim paru yang
disebabkan oleh infeksi
kuman yang mengalami
inkubasi saat penderita
mendapat ventilasi mekanis
dengan menggunakan
ventilator mekanik.
Pemberian ventilasi mekanis
yang lama (lebih dari 48 jam)
merupakan faktor penyebab
pneumonia nosokomial yang
paling penting.
Hasil Kultur Sputum di
dapatkan Pseudomonas
aeruginosa
Bakteri penyebab VAP dibagi
menjadi beberapa kelompok
berdasarkan onset atau
lamanya pola kuman. Bakteri
penyebab VAP pada
kelompok I adalah kuman
53. 53
gram negatif (Enterobacter
spp, Escherichia coli,
Klebsiella spp, Proteus spp,
Serratai marcescens),
Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumonia,
dan Methicillin Sensitive
Staphylococcus Aureus
(MSSA). Bakteri kelompok II
adalah bakteri penyebab
kelompok I ditambah kuman
anaerob, Legionella
pneumophilia dan Methicillin
Resistan Staphylococcus
Aureus (MRSA). Bakteri
penyebab kelompok III
adalah Pseudomonas
aeruginosa, Acetinobacter
spp, dan MRSA.
Ab Sensitivitas: ceftazidine,
tazobactam,tobramycin,
gentamycin, levofloxacin,
cefepime, ciprofloxacin,
amikacin, pipercilin,
cefoperazone sulbactam
Pada pasien diberikan
antibiotika kombinasi dengan
meropenem dan ceftazidine
Penatalaksanaan optimal pada
pasien yang dicurigai VAP
membutuhkan tindakan yang
cepat dan tepat dengan
pemberian
antimikroba/antibiotik dan
perawatan menyeluruh.
Walaupun pengambilan
sampel mikrobiologi harus
dilakukan sebelum memulai
terapi, hal ini tidak boleh
menunda pemberian
54. 54
antibiotik. Sebagian besar
penelitian menunjukkan
penundaan pemberian terapi
yang efektif menyebabkan
peningkatan angka kematian.
Pemberian antibiotik harus
disesuaikan dengan
epidemiologi dan pola kuman
setempat. Pada pasien dengan
early onset VAP yang
sebelumnya belum pernah
menerima terapi antibiotik
bisa diberikan monoterapi
dengan generasi ketiga
sefalosporin. Sedangkan
pasien yang terkena VAP
setelah penggunaan ventilator
mekanik jangka panjang dan
telah pernah menggunakan
antibiotik sebelumnya
memerlukan antibiotik
kombinasi agar dapat
mengatasi patogen yang
potensial.
55. 55
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Toy H. Amniotic fluid embolism. European Journal of General Medicine,
2009;6(2):108–15.
2. Tsunemi T, Oi H, Sado T, Naruse K, Noguchi T, Kobayashi H. An Overview
of Amniotic fluid embolism: past, present and future directions. The Open
Women’s Health Journal, 2012;6:24–9.
3. Dedhia JD, Mushambi MC. Amniotic fluid embolism. Continuing Education
in Anesthesia, Critical Care & Pain, 2007;7(5):152–56.
4. Thongrong C, Kasemsiri P, Stawicki SPA. Amniotic fluid embolism.
International Journal of Critical Illness and Injury Science, 2013;3(1):51–7.
5. Binks A, Nolan JP. Post-cardiac arrest syndrome. Minerva Anestesiol.
2010;76(5):362-8.
6. Pothiawala S. Post-resuscitation care. Singapore Med J. 2017;58(7):404-7.
7. Rittenberger JC, Doshi AA, Reynolds JC. Postcardiac arrest management.
Emerg Med Cin N Am. 2015;33(3):691-712.
8. Nolan JP, Soar J, Cariou A, Cronberg T, Moulaert VRM, Deakin CD, et al.
European Resuscitation Council and European Society of Intensive Care
Medicine Guidelines for post-resuscitation care 2015 section 5 of the
European Resuscitation Council Guidelines for resuscitation 2015.
Resuscitation. 2015;95:202-22.
9. Callaway CW, Donnino MW, Fink EL, Geocadin RG, Golan E, Kern KB,
et al. Part 8: Post-cardiac arrest care: 2015 American Heart Association
guidelines update for cardiopulmonary resuscitation and emergency
cardiovascular care. Circulation. 2015;132:465-82.
10. Kilgannon JH, Jones AE, Shapiro NI, Angelos MG, Milcarek B, Hunter K,
et al. Association between arterial hyperoxia following resuscitation from
cardiac arrest and in-hospital mortality. JAMA. 2010;303(21):2165-71.