SlideShare a Scribd company logo
1 of 55
1
LAPORAN KASUS
TATALAKSANA DAN PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) ET
CAUSA PROLONGED INTUBASI DAN SEVERE ARDS
dr. Sherliyanah, SpAn, MSi.Med
PEMBIMBING :
dr. Putu Andrika, Sp. PD, KIC
PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF
PROGRAM FELLOWSHIP INTENSIVE CARE
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2022
2
LAPORAN KASUS
TATALAKSANA DAN PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN
DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) ET
CAUSA PROLONGED INTUBASI DAN SEVERE ARDS
dr Sherliyanah, SpAn, MSi.Med
PPDS-2, Fellowship Intensive Care Departemen Anestesi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar
Abstrak
Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim
paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita
mendapat ventilasi mekanis dengan menggunakan ventilator mekanik. VAP
didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam setelah intubasi
endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. VAP biasanya dicirikan oleh 3
komponen tanda infeksi sistemik: demam, takikardia dan leukositosis diikuti oleh
tanda infiltrat baru atau gambaran yang memburuk pada rontgen dada dan temuan
bakteriologis dari penyebab infeksi paru-paru. Insidens VAP tergolong tinggi,
menurut literatur asing berkisar antara 9 – 27% . Tingkat kematian VAP juga tinggi,
angka kematian bisa mencapai 76%. Penatalaksanaan optimal pada pasien yang
dicurigai VAP membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian
antimikroba/antibiotik dan perawatan menyeluruh.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 25 tahun
mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma. Pasien ini
terdiagnosa mengalami hematothorax kiri dan intraabdominal bleeding curiga
ruptur lien serta fraktur tertutup pada clavicula sinistra dan tibia fibula sinistra.
Pasien diprogramkan operasi cito laparotomi dan pemasangan water shield drainage
(WSD) pada hemithorax kiri. Post operasi pasien dirawat di ICU,pasien dirawat
selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP karena penggunaan
ventilator mekanik lama dan perburukan kondisi disertai demam dan produksi
sekret purulen.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial
yang paling sring di unit rawat intensif, khususnya pada penderita yang
menggunakan ventilasi mekanik. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang
mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan
menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih
dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling
penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam
setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk. membagi
VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama pemberian
ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari 96 jam setelah
pemberian ventilasi mekanik.
American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu
keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang menetap pada foto thoraks disertai
salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan
mikroorganisme yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea, kavitas pada
rongga thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut, yaitu
demam, leukositosis dan sekret purulen. VAP biasanya dicirikan oleh 3 komponen
tanda infeksi sistemik: demam, takikardia dan leukositosis diikuti oleh tanda
infiltrat baru atau gambaran yang memburuk pada rontgen dada dan temuan
bakteriologis dari penyebab infeksi paru-paru. Insidens VAP tergolong tinggi,
menurut literatur asing berkisar antara 9 – 27% dari semua populasi Unit Perawatan
Intensif. Kondisi ini menjadikan VAP sebagai penyebab pertama infeksi
nosokomial di unit perawatan intensif. Tingkat kematian VAP juga tinggi, Chastre
dan Fagon menyatakan bahwa angka kematian bisa mencapai 76%.
4
VAP awitan dini yang terjadi pada hari ke-4 pertama setelah masuk ICU
biasanya memiliki prognosis yang lebih baik karena disebabkan oleh masih
sensitifnya antibiotik. VAP awitan lambat yang terjadi setelah 5 hari atau lebih
setelah rawat inap, memburuk prognosis karena disebabkan oleh patogen resistensi
multiobat (MDR). Untuk menentukan patogen yang menyebabkan VAP, beberapa
ilmuwan membuat klasifikasi pasien VAP berdasarkan derajat penyakit, risiko
faktor dan onsetnya, yaitu kelompok I dengan derajat ringan-sedang, faktor risiko
umum dan onsetnya adalah kapan saja selama rawat inap atau derajat berat dengan
onset dini, biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif. Kelompok II, pasien
dengan derajat ringan-sedang, faktor risiko spesifik yang terjadi kapan saja selama
rawat inap, biasanya disebabkan oleh semua bakteri pada kelompok I ditambah
dengan bakteri anaerob. Lalu kelompok III, pasien dengan derajat berat, awitan dini
dengan faktor risiko spesifik atau awitan lambat, biasanya disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp dan MRSA.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 25 tahun
mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma. Pasien ini
terdiagnosa mengalami hematothorax kiri dan intraabdominal bleeding curiga
ruptur lien serta fraktur tertutup pada clavicula sinistra dan tibia fibula sinistra.
Pasien diprogramkan operasi cito laparotomi dan pemasangan water shield drainage
(WSD) pada hemithorax kiri. Post operasi pasien dirawat di ICU,pasien dirawat
selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP karena penggunaan
ventilator mekanik lama dan perburukan kondisi disertai demam dan produksi
sekret purulen.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Identitas : Tn US
Usia : 26 tahun (14/05/1995)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Narmada, NTB
MRS : 11/06/2021 pukul 04.35 WITA
DPJP ICU : dr. Sherliyanah, Sp.An, MSi Med
DPJP Anestesi di OK : dr. Sherliyanah, Sp.An, MSi Med
Diagnosis : Trauma tumpul abdomen suspek ruptur lien +
hematothorax sinistra
Tindakan : Laparotomi eksplorasi + WSD thorak sinistra
Resume Pasien
Anamnesa tanggal 11 Juni 2021 jam 11.15 WITA di IBS RSUD Kota Mataram
Keluhan utama : nyeri pada perut dan dada
Pasien datang sadar dengan keluhan nyeri pada pada dada dan perut setelah
mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami kecelakaan tunggal sepeda
motor menabrak tiang listrik sehingga dada dan perut membentur stang motor.
Kemudian pasien di bawa ke RS kota mataram, Riwayat kepala terbentur tidak ada,
Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, dan kejang tidak ada. Di IGD pasien telah
distabilkan oleh tim IGD, pasien mengalami syok hipovolemik karena dicurigai
adanya on going bleeding intraabdominal, telah dilakukan resusitasi ( RL 2000cc,
HES 500cc dan PRC 1 kolf) Pasien terpasang support vascon 0,1mcg/kgbb/menit.
Pasien segera dibawa ke IBS setelah pemeriksaan awal selesai dilakukan.
6
MOI : Pasien pengendara sepeda motor menggunakan helm, mengalami kecelakaan
tunggal dengan posisi dada dan perut membentur stang motor.
Riwayat alergi obat disangkal
Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit
jantung disangkal
Riwayat operasi sebelumnya: tidak ada
Riwayat makan dan minum terakhir 10.00 WITA (10/6/2021)
Pemeriksaan Fisik:
Berat badan 72 kg; Tinggi badan 168 cm, PBW 64,16kg ; BMI 25.51 kg/m2; Tax
37.0oC
Sistem saraf pusat : Delirium, GCS E2V3M5
Respirasi : Jejas (+) pada dinding dada kiri, frekuensi nafas 24 kali per menit, dada
kiri tertinggal dibanding dada kanan, palpasi stem fremitus kiri menurun, perkusi
pekak pada dada kiri kuadran inferior, auskultasi SD kiri menurun, ronki (-),
wheezing (-), saturasi oksigen perifer 96-97% on NRBM 8lpm
Kardiovaskuler : Tekanan darah 86/57 (66) mmHg dengan vascon
0.1mcg/kgbb/menit ; nadi 139 kali per menit, Bunyi jantung 1-2 reguler, bising (-)
Abdomen : Supel, jejas (+) pada kuadan superior dextra abdomen, nyeri terkan (+),
bising usus (+) dbn
Urogenital : BAK terpasang DC Catheter, urin 300ml (6jam)  0,69cc/kgbb/jam
Muskuloskeletal: Fleksi dan defleksi leher normal, Mallampati 1, buka mulut 2 jari,
gigi geligi utuh, gigi palsu tidak ada, akral hangat, terpasang spalk pada tungkai
bawah kiri ekstremitas inferior.
Pemeriksaan Penunjang :
Darah lengkap (11/06/2021): WBC 15.95 (4.1-11.0) x 103/µL; HGB 8,6(14.5-17.5)
g/dL; HCT 26.9 (41-53) %; PLT 266 (150-440) x 103/µL
7
Faal Hemostasis (11/06/2021): PPT 12.8 detik (10,8-14,4); APTT 32.1 detik (24-
36)
Kimia Klinik (11/06/2021): Cl 112; Na 146; K 3,1; SGOT 370; SGPT 199; HbSAg
Negatif; Swab Antigen Covid19 Negatif; Swab PCR Negatif
XThorax (11/06/2021)
8
Ro Cruris (11/06/2021)
Diagnosis : Intraabdominal bleeding curiga ruptur lien ec KLL, Hematothoraks ec
fractur costae 4-9 sinistra dan fr Clavicula sinistra, penurunan kesadaran ec syok
hipovolemik, Close fractur tibia et fibula sinistra
Problem Aktual:
- SSP : Penurunan kesadaran ec Syok Hipovolemik ec on going
intraabdominal bleeding ec susp ruptur lien
- Respirasi : Breathing problem ec hematopneumothorax,
- Anemia HGB 8,6(14.5-17.5) g/dL
Permasalahan potensial:
Perdarahan, instabilitas hemodinamik, hipotermi
Kondisi pembedahan:
• Lokasi : Abdomen dan Thorak
• Posisi : Supine
• Durasi : 2– 3 jam
• Manipulasi : Perdarahan
Anestesi:General Anestesia, ASA IVE
9
Persiapan: STATICS, mesin anestesi, obat anestesi, inotropic, vasokontriktor,
CVC, general anestesia ASA IVE, Informed Consent risiko tinggi hingga table
death , 2 WB, 2 PRC dan amprah RTI + ventilator
Pembiusan
Teknik Anestesi: GA-OTT RSI
Premedikasi : Midazolam 3 mg IV; SA 0,25 mg; Omeprazole 40 mg IV
5’ : Posisikan head up 30 derajat, preoksigenasi dengan O2 100%
3’ : Induksi : Fentanyl 100 mcg IV, Ketamin 120, Diberikan ventilasi dengan TV
minimal dan RR ditingkatkan; Sellick manuver
1’ : Rocuronium 50 mg IV; setelah dipastikan dapat dilakukan ventilasi
0’ : Dilakukan intubasi dengan ETT no 7.5 (lidocaine intratracheal 80 mg),
konfirmasi letak ETT, sellick maneuver dilepas
Pemeliharaan : O2 ; Compressed Air ; Sevoflurane ; Atracurium internmitten 0.2
mg/kgBB/30 menit ; Fentanyl 0.25 mcg/kgBB/jam
Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV
Pasca Operasi :
Analgetik : Fentanyl 300 mcg + ketamin 20 mg dalam NaCl 0.9%
; Parasetamol 500 mg tiap 6 jam IV
Perawatan : RTI +Ventilator
Monitoring
Jam 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00
TD 80/50 88/65 101/67 112/73 106/68 112/73
HR 120 115 96 90 94 90
RR 14 14 14 14 14 14
Sat 100 100 100 100 100 100
O2:N20 70:30 70:30 70:30 70:30 70:30 70:30
Sevofluran 1 MAC 1 MAC
Ketamin 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam
VM VC, TV 450 VC, TV 450 VC, TV 450
VC, TV
450
VC, TV
450
VC, TV
450
10
Obat Masuk
Propofol
Rocuronium 10mg 10mg 10mg
Fentanyl 100mcg 100mg
Paracetamol 1gr
Ondansentron 4mg
Furosemide 20mg
Vascon standby standby standby standby standby standby
Cairan Masuk
Asering 1000 500 500
NaCl 500 PRC 250 PRC 250
Gelofusal 500 500
Urine 500
Perdarahan 1500
Penatalaksanaan di ICU
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Anemia on correction
P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388= 3068  127
cc/jam
Feeding : puasa  NGT Hitam
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Inj Midazolam 1mg/jam SP
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj pantoprazol 8mg/jam SP IV
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-1)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-1)
11
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedia, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program:
 Tranfusi PRC 2 Kolf (premedikasi inj dexamethasone 10mg)
Tgl 12/06/21
S : on sedation
O : Ku tersedasi
Td 127/82 mmhg N 96x t:36,7C
Rr 16x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 10,1; Ht 29,1; leukosit 12,81; trombosit 132
Kimia Klinik
Ureum 63,9; kreatinin 1.15
Na 143; K 5,2 Cl 113
Albumin 2,8
BGA: pH 7.33; pO2 192; pCO2 46; HCO3 24,7; BEecF -1,4; SaO2 100;A-aDO2
32
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388= 3068  127 cc/jam
Feeding : puasa  NGT Hitam
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Inj Midazolam 1mg/jam SP
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
12
Head up 30 derajat
Ulcer : inj pantoprazol 8mg/jam SP IV
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-2)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-2)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning
Tgl 13/06/21
S : demam (-)
O : Ku tersedasi
Td 119/74 mmhg N 101x t:36,7C
Rr 16x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 9,5; Ht 27,7; leukosit 9,8; trombosit 107
BGA: pH 7.37; pO2 271; pCO2 46; HCO3 27.1; BEecF 1,7; SaO2 100;A-aDO2
242
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1080= 1988 82 cc/jam
Feeding : target kalori 15kcal/kgbb/hari mulai air gula 180cc/4jam: 1080cc
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Inj Midazolam 0,5mg/jam SP
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
13
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-3)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-3)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning
Tgl 14/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar
Td 130/74 mmhg N 101x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
BGA: pH 7.40; pO2 247; pCO2 41; HCO3 26.0; BEecF 1,2; SaO2 100;A-aDO2
200, PFR 352
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1080= 1988 82 cc/jam
Feeding : target kalori 20kcal/kgbb/hari mulai susu 180cc/4jam: 1080cc
Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
14
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-4)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-4)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning
Tgl 15/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar
Td 140/94 mmhg N 117x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 8.0; Ht 24,5; leukosit 9,76; trombosit 137
Albumin 2,7
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
15
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-5)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-5)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tranfusi PRC 2kolf
Tgl 16/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah
Td 129/94 mmhg N 79x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Drain : minimal
WSD: darah (+) minimal
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam stop  Inj Meropenem 1gr/8jam (h-1)
Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-7)  Stop
16
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: kultur pre masuk meropenem, lanjut tranfusi PRC 2kolf
Tgl 17/06/21
S : demam (-)
O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah
Td 129/94 mmhg N 109x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 10.4; Ht 31,2; leukosit 9,26; trombosit 249
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM CPAP PS 8 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam
Sedatif : Standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-2)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
17
Inj. Vivena 1fl/24jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: kultur sputum
Tgl 18/06/21
S : demam (-), sesak (+), Gelisah, nyeri karen fraktur belum terkoreksi
O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah
Td 149/88 mmhg N 119x t:36,7C
Rr 25x (on VM) SpO2 100%
WSD produksi minimal
Urin Output 2900/24jam
Diuresis 1,8ml/jam
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-3)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
18
Program: tunggu kultur, KIE keluarga untuk tracheostomi jika weaning gagal
karena sudah prolonged ET
Tgl 19/06/21
S : demam (-), sesak (+), Gelisah, dada kiri tertinggal dibanding dada kanan 
WSD undulasi (-)  kemungkinan clotting
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 132/88 mmhg N 119x t:36,7C
Rr 32x (on VM) SpO2 99%
WSD undulasi (-)  Clotting
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-4)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: repair WSD oleh TS Bedah di ICU, tunggu kultur, KIE keluarga untuk
tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET
19
Tgl 20/06/21
S : demam (+), sesak (+), dahak ++
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 122/89 mmhg N 99x t:38,7C
Rr 20x (on VM) SpO2 99%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-5)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-1)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur sputum, tunggu kultur darah, KIE keluarga untuk
tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET
Tgl 21/06/21
S : demam (+), sesak (+), dahak ++, pasien mengigit ET
20
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 128/92 mmhg N 155x t:37,9C
Rr 22x (on VM) SpO2 95-96%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-6)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-2)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur, pro trakeostomi besok
Tgl 22/06/21
S : demam (+), sesak (+), dahak ++, pasien mengigit ET
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 132/90 mmhg N 155x t:37,7C
Rr 22x (on VM) SpO2 95-96%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
21
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-7)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-3)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur, pro trakeostomi hari ini
Tgl 23/06/21
S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++
Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak)  dada
kiri tertinggal  sesak ++
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 127/81 mmhg N 150x t:36,7C
Rr 22x (on VM) SpO2 95-100%
BGA: pH 7.47; pO2 346 pCO2 43; HCO3 32.0; BEecF 7,6; SaO2 100;A-aDO2
313; PFR 346
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
22
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi  curiga malposisi
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-8)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-4)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur, follow up bedah mengenai problem trakeostomi
Tgl 24/06/21
S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++
Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak)  dada
kiri tertinggal  sesak ++
O : Ku lemah, sesak,gelisah
Td 123/89 mmhg N 140x t:36,7C
Rr 24x (on VM) SpO2 95-100%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
23
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi  curiga malposisi
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-9)
Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam
Inj. Vit K 10mg/12jam
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-5)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur ,TS Bedah  rencana repair dan ganti kanul trakeostomi
no 7,5/8,0 di OK besok
Tgl 25/06/21
S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++
Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak)  dada
kiri tertinggal  sesak ++
Saat akan disiapkan ke OK pasien sesak +++, keringat dingin
TD 150/100 RR 42x
HR 160x SpO2 88%
24
Dilakukan emergency intubasi peroral dengan ET no 7,5 dan kanul trakeostomi
dilepas oleh TS bedah  SpO2 naik 100%
Dilakukan repair trakeostomi darurat di ICU  ganti kanul trakeostomi no 7,5 dan
ET dilepas.
O : post repair trakeostomi darurat
Ku lemah, sesak berkurang
Td 123/89 mmhg N 132x t:36,7C
Rr 27x (on VM) SpO2 100%
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-10)
Inj Glutiven 1fl/24jam
Inj. Vivena 1fl/24jam
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-6)
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: tunggu kultur
25
Tgl 26/06/21
S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++
O : Ku lemah, sesak berkurang
Td 128/79 mmhg N 122x t:36,7C
Rr 20x (on VM) SpO2 100%
BGA: pH 7.48; pO2 69; pCO2 41; HCO3 31.0; BEecF 7,8; SaO2 96;A-aDO2 457,
PFR 90,12
Kultur Sputum: Pseudomonas aeruginosa
Ab Sensitivitas: ceftazidine, tazobactam,tobramycin, gentamycin, levofloxacin,
cefepime, ciprofloxacin, amikacin, pipercilin, cefoperazone sulbactam
Ab Resisten : meropenem, ticarcilin
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
Severe ARDS
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 8 FiO2 80
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-11)  stop
Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-1)
Inj Glutiven 1fl/24jam  stop besok
26
Inj. Vivena 1fl/24jam  stop besok
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj Mycamin 100mg/24jam (H-8)  stop besok
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: pro ORIF clavicula dan tibia fibula sinistra
Tgl 27/06/21
S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++
O : Ku lemah, sesak berkurang
Td 138/89 mmhg N 104x t:36,7C
Rr 20x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb: 10,1; Ht 30,0; Leukosit 14.40rb; trombosit 257rb
Albumin 2,9
Na 138; K 4,2; Cl 106
A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
CF tibia et fibula sinistra
CF Clavicula Sinistra
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
Severe ARDS
P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 8 FiO2 80
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
27
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-2)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: pro ORIF clavicula dan tibia fibula sinistra besok
Tgl 28/06/21
S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++, postop ORIF Clavicula da tibia et fibula
sinistra.
O : Ku lemah, sesak berkurang
Td 128/79 mmhg N 106x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
Severe ARDS
P : O2 VM PSIMV PS 10 PEEP 8 FiO2 60
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-3)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj As Tranexamat 500mg/8jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
28
Program: weaning ventilator
Tgl 29/06/21
S : demam (-), sesak (-) dahak ++
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 122/76 mmhg N 100x t:36,7C
Rr 18x (on VM) SpO2 100%
Darah Rutin:
Hb 9,7; Ht 30,6; Leukosit 15,88rb; trombosit 678rb
BGA
pH 7,49; pO2 86; pCO2 41; BEecf 7,2; HCO3 30,5; SaO2 97; A-aDO2 433; PFR
143,33
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
ARDS
P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 8 FiO2 40
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-4)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj As Tranexamat 500mg/8jam
29
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning ventilator
Tgl 30/06/21
S : demam (-), sesak (-) dahak +
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 130/76 mmhg N 90x t:36,7C
Rr 16x (on VM) SpO2 100%
BGA
pH 7,44; pO2 79; pCO2 40; BEecf 3.0; HCO3 27.2; SaO2 96; A-aDO2 228; PFR
197,6
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 VM CPAP PS 8 PEEP 8 FiO2 40
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-5)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Inj As Tranexamat 500mg/8jam  besok stop
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: weaning ventilator mulai SBT
30
Tgl 01/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak +
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 120/75 mmhg N 88x t:36,7C
Rr 16x (on NRBM 8lpm) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 NRBM baby 8lpm
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-6)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: aff drain, aff WSD, ganti kanul trakeal logam
Tgl 02/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak +
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 122/75 mmhg N 85x t:36,7C
Rr 16x (on SM 6lpm) SpO2 100%
31
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Hematothorax on WSD
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP
Post trakeostomi
P : O2 SM baby 6lpm
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc
Analgetik: Inj fentanyl 150mcg/24 jam besok stop, Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-7)
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: aff drain, aff WSD, ganti kanul trakeal logam
Tgl 03/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal, post ganti kanul logam, aff wsd dan drain
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 128/72 mmhg N 95x t:36,7C
Rr 16x (on SM 6lpm) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 SM baby 6lpm
32
Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1500= 1568 65.33
cc/jam
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 250cc/4jam: 1500cc
Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-8)  besok stop
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: pindah ruang rawat biasa
Tgl 04/07/21 (ruang rawat reguler)
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 126/82 mmhg N 88x t:36,7C
Rr 16x (on SM 5lpm) SpO2 100%
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 SM baby 5lpm
Inf. Asering/D51/2N 20tpm
Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 250cc/4jam: 1500cc
Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
33
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : tanpa antibiotik
Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam besok stop
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: bladder training, latihan makan peroral  diit lunak
Tgl 05/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 118/72 mmhg N 88x t:36,7C
Rr 16x SpO2 100% (room air)
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 room air
Inf. Asering/D51/2N 20tpm
Feeding : diet lunak bubur sumsum dengan gula jawa 3x sehari  besok mulai
bubur nasi
Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam  PO Paracetamol 1gr/8jam, PO Na
Diklofenak 50mg/8jam kp
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : tanpa antibiotik
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: besok boleh pulang.
34
Tgl 06/07/21
S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal
O : Ku lemah, sesak (-)
Td 124/76 mmhg N 78x t:36,7C
Rr 16x SpO2 100% (room air)
A:Postop ORIF clavicula sinistra
Postop ORIF tibia et fibula sinistra
Postop Laparotomi ec ruptur lien
Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan
Post trakeostomi
P : O2 room air
Inf. Asering/D51/2N 20tpm
Feeding : diet lunak Nasi TKTP 3x sehari
Analgetik: PO Paracetamol 1gr/8jam, PO Na Diklofenak 50mg/8jam kp
Sedatif : standby
Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
Head up 30 derajat
Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam  PO Omeprazol caps 1cap/24jam
Glucose control: tidak ada
Antibiotik : tanpa antibiotik
Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
Program: hari ini pulang  lanjut rawat jalan
35
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ruptur Lien
Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau
pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi
karena trauma tumpul, secara langsung atau tidak langsung.Ruptur lien merupakan
kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien dari beberapa
sumber. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang
menyebabkan laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel lien sebagian atau
menyeluruh.
Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda
perdarahan yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri
abdomen pada kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma.
Perdarahan lambat yang terjadi kemudian pada trauma tumpul lien dapat terjadi
dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada
separuh kasus, masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini terjadi karena adanya
tamponade sementara pada laserasi yang kecil atau adanya hematom subkapsuler
yang membesar secara lambat dan kemudian pecah.
Penangaan ruptur lien dapat secara operatif maupun non operatif tergantung
dengan tingkat keparahan laserasi yang terjadi. Dewasa ini dengan kemajuan teknik
pembedahan, splenektomi total bukan merupakan pilihan utama pada kasus ruptur
lien, dikarenakan fungsi lien yang dapat melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan
perdarahan pada lien dapat dihentikan dengan penjahitan. Maka dari itu
splenektomi total sudah jarang dilakukan kecuali kondisi tertentu dimana
splenektomi total merupakan pilihan terakhir untuk menghentikan perdarahan.
3.2 Hematothorax
Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber
perdarahan berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh
36
darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml,
apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif. Sejauh
ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma, baik trauma yang tidak
disengaja, disengaja, atau iatrogenik.
Sekitar 150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada
terjadi pada sekitar 60% kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar
dari terjadinya hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati
300.000 kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur
15 tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma
toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki hemopneumothoraks(26,7%
kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1% kematian). Terjadinya
hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul, tajam dan
kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma dada tumpul dapat
mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi pembuluh darah
internal. Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya pada dinding dada yang
awalnya berakibat terjadinya hematom pada dinding dada kemudian terjadi ruptur
masuk kedalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi pembuluh darah
akibat fraktur costae, yang diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat
pasien batuk.
Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah,
dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik. Trauma toraks atau dada yang
terjadi, menyebabkan gagal ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat
alveolar, kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor ini
dapat menyebabkan hipoksia seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan.
Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines
yang dapat memacu terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),
Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS) dan sepsis. Hipoksia,
37
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks. Hipokasia jaringan
merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh
karena hipovolemia,pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio,
hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh
tension pneumothoraks, pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering
disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks
atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi
dari jaringan (syok). Apabila penanganan pada kasus hematotoraks tidak dilakukan
segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi
darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong
mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal napas dan
menyebabkan kematian.
Manfaat pemasangan water sealed drainage (WSD) pada pasien
hematothorax adalah untuk mengeluarkan udara, cairan atau keduanya dari rongga
pleura. Keadaan dimana tekanan positif intrapleural meningkat seperti pada
pneumothorax, hematothorax, empiema,dan paska operasi thorakotomi
memerlukan pemasangan WSD untuk membuat tekanan rongga thorak menjadi
negatif kembali.
3.3 Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
Pneumonia Terkait Ventilator/ Ventilator Associated Pneumonia (VAP)
merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang
mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan
menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih
dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling
penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam
setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk. membagi
VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama pemberian
ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari 96 jam
setelah pemberian ventilasi mekanis. American College of Chest Physicians
mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang
38
menetap pada foto thoraks disertai salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan
darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan pada sputum
maupun aspirasi trakea, kavitas pada rongga thoraks, gejala pneumonia atau
terdapat dua dari tiga gejala berikut, yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen.
Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi kuman
pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering ditemukan,
namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami peningkatan dalam
beberapa tahun terakhir, terutama pada neonatus.
Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan
onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah
kuman gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus
spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan
Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah
bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia
dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab
kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA.
Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab
VAP, seperti terlihat pada tabel 1
39
Tabel 1. Etiologi VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24 penelitian (total 2490
kuman patogen)
VAP merupakan infeksi nosokomial kedua tersering dan menempati urutan
pertama penyebab kematian akibat infeksi nosokomial pada pasien di ICU.
Penelitian terbesar di Amerika Serikat dengan data lebih dari 9000 pasien
menemukan bahwa VAP terjadi pada 9,3% penderita yang menggunakan ventilasi
mekanis lebih dari 24 jam. Penelitian di Eropa menyimpulkan bahwa ventilasi
mekanis dapat meningkatkan risiko pneumonia 3 kali lipat dibandingkan penderita
tanpa ventilator, sedangkan di Amerika dilaporkan 24 kali lipat. Angka mortalitas
penderita VAP di beberapa institusi bervariasi antara 24-76% sedangkan risiko
kematian dapat mencapai 2 sampai 10 kali lipat dibandingkan penderita tanpa
pneumonia.
40
Hasil penelitian Kollef dkk. menyatakan bahwa penderita VAP yang
disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp dan
Stenophomonas maltophilia meningkatkan angka mortalitas secara bermakna
(65%) dibandingkan penderita dengan onset lambat akibat kuman lain (31%)
maupun tanpa pneumonia onset lambat (37%). Faktor-faktor risiko memberikan
informasi kemungkinan infeksi paru yang berkembang pada seseorang ataupun
populasi. Hal tersebut sangat berperan dalam pengambilan strategi pencegahan
yang efektif terhadap VAP. Faktor-faktor risiko VAP yang diidentifikasi melalui
berbagai penelitian analisis multivariat yang disimpulkan pada tabel 2
Tabel 2. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan VAP
Diagnosis yang akurat untuk VAP masih menjadi masalah. Tanda-tanda
untuk diagnosis standar seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum yang
purulen dan konsolidasi pada gambaran radiografi thoraks belum bisa digunakan
untuk mendiagnosis VAP secara pasti pada pasien dengan ventilator mekanik di
ICU. Demam, leukositosis dan takikardi merupakan gejala non-spesifik yang juga
bisa ditemukan pada pasien-pasien dengan respon inflamasi seperti pasien trauma,
luka bakar, pankreatitis dan sebagainya. Sputum yang purulen juga bisa disebabkan
karena trakeobronkitis dan tidak selalu menunujukkan kelainan pada parenkim
41
paru. Infiltrat/konsolidasi pada gambaran radiografi toraks bisa disebabkan
beberapa kondisi non-infektif seperti edema paru, pendarahan dan kontusio.
Sebuah penelitian oleh Meduri menggunakan studi prospektif pada 50
pasien dengan demam dan infiltrat paru, hanya 42% yang benar-benar terdiagnosis
VAP. Meskipun demikian, diagnosis VAP tetap perlu dilakukan pada pasien
dengan infiltrat baru atau progresif pada gambaran radiologi thoraks bersamaan
dengan ditemukannya tanda-tanda infeksi seperti demam, leukositosis dan sekret
yang purulen. Tanda-tanda tersebut juga sering diikuti dengan penurunan
kemampuan pertukaran gas. Jadi secara umum, diagnosis VAP tetap ditentukan
berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu demam(suhu tubuh lebih dari
38,3ºC), takikardi, dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun
perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Torres dkk.
menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru maupun
progresif pada foto toraks disertai gejala demam, leukositosis maupun leukopeni
dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala
tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75%.
Tabel 3. Kriteria klinik diagnosis VAP
Spesifisitas diagnosis dapat ditingkatkan dengan menghitung Clinical
Pulmonary Infection Score (CPIS) yang mengkombinasikan data klinis,
laboratorium, perbandingan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2)
dan foto toraks (tabel 6). Terdapat korelasi antara skor CPIS lebih dari 6 dengan
diagnosis pneumonia berdasarkan biakan kuantitatif BAL dengan atau tanpa
bronkoskopi. Sensitivitas dan spesifisitas CPIS dengan pemeriksaan histologik dan
biakan kuantitatif postmortem sebagai pembanding adalah 77% dan 42%.
42
Tabel 4. Clinical pulmonary infection score (CPIS)
Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien
terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan
mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS
dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen
brush, bronchoalveolar lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial. Penilaian
CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan
menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan
jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan
kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalveolar
lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial.
43
Patogenesis VAP sangat kompleks. Kollef menyatakan insiden VAP
tergantung pada lamanya paparan lingkungan dan penggunaan alat kesehatan
tertentu, dan faktor risiko lain (tabel 2). Faktor-faktor risiko ini meningkatkan
kemungkinan terjadinya VAP dengan cara meningkatkan terjadinya kolonisasi
traktus aerodigestif oleh mikroorganisme patogen dan meningkatkan terjadinya
aspirasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran napas bawah. Kuman dalam
aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran napas bawah dan di
parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi
parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di parenkim
paru.
Cook dkk. menunjukkan bahwa lambung adalah reservoir utama kolonisasi
dan aspirasi mikroorganisme. Hal dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti
pemakaian obat yang memicu kolonisasi bakteri (antibiotika dan
pencegah/profilaksis stress ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian nutrisi
enteral, dan derajat keparahan penyakit pasien.Saluran pernapasan normal memiliki
berbagai mekanisme pertahanan paru terhadap infeksi seperti glotis dan laring,
refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas humoral serta
sistem fagositik. Pneumonia akan terjadi apabila pertahanan tersebut terganggu dan
adanya invasi mikroorganisme virulen. Sebagian besar VAP disebabkan oleh
aspirasi kuman patogen yang berkolonisasi dipermukaan mukosa orofaring, dimana
intubasi akan mempermudah masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi
sekitar ujungpipa endotrakeal pada penderita dengan posisi terlentang. Selain itu,
VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung. Bronkoskopi serat optik,
penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat mengkontaminasi
kuman patogen kedalam saluran pernapasan bawah. Patogenesis VAP yang lebih
lengkap dapat dilihat pada gambar 1.
44
Gambar 1.Patogenesis VAP
Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan
tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan
perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus
dilakukan sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian
antibiotik. Sebagian besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi
yang efektif menyebabkan peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik
harus disesuaikan dengan epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien
dengan early onset VAP yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik
bisa diberikan monoterapi dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien
yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah
pernah menggunakan antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar
dapat mengatasi patogen yang potensial. Kurang lebih 50% antibiotik yang
diberikan di ICU adalah ditujukan untuk infeksi saluran pernapasan. Luna dkk.
menyebutkan bahwa pemberian antibiotik yang adekuat sejak awal dapat
45
meningkatkan angka ketahanan hidup penderita VAP pada saat data mikrobiologik
belum tersedia. Penelitian di Perancis, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan rutin
biakan kuantitatif melalui aspirasi endotrakeal dapat mengidentifikasi pemberian
antibiotika pada 95% penderita VAP sambil menunggu hasil biakan BAL.
Penelitian lainnya oleh Fowler dkk. memberikan hasil bahwa penderita
yang mendapatkan pengobatan penisilin anti-pseudomonas ditambah penghambat
β-aktamase serta aminoglikosida memiliki angka kematian lebih rendah.
Piperasilin-tazobaktam merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan (63%)
diikuti golongan fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan
aminoglikosida (25%). Singh dkk. menyatakan bahwa siprofloksasin sangat efektif
pada sebagian besar kuman Enterobacteriaceae, Haemophilus influenza dan
Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotika dapat dihentikan setelah 3 hari pada
penderita dengan kecendrungan VAP rendah (CPIS < 6).
Secara umum, pencegahan terhadap VAP dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
strategi farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kolonisasi saluran cerna
terhadap kuman patogen serta strategi non farmakologi yang bertujuan untuk
menurunkan kejadian aspirasi.
Intervensi pencegahan VAP:
1) Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:
 Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu
 Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi
 Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer
 Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif
 Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut
 Menggunakan antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi
 Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita
 Mengisolasi penderita risiko tinggi dengan kasus MDR
2) Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
46
 Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal segera
mungkin
 Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
 Menghindari distensi lambung berlebihan
 Intubasi oral atau non-nasal
 Pengaliran subglotik
 Pengaliran sirkuit ventilator
 Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan
 Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
 Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
47
BAB IV
DISKUSI KASUS
Kategori Pasien Teori
Preoperatif Pasien datang sadar dengan
keluhan nyeri pada pada dada
dan perut setelah mengalami
kecelakaan lalu lintas. Pasien
mengalami kecelakaan tunggal
sepeda motor menabrak tiang
listrik sehingga dada dan perut
membentur stang motor.
Kemudian pasien di bawa ke RS
kota mataram, Riwayat kepala
terbentur tidak ada, Riwayat
penurunan kesadaran tidak ada,
dan kejang tidak ada. Di IGD
pasien telah distabilkan oleh tim
IGD, pasien mengalami syok
hipovolemik karena dicurigai
adanya on going bleeding
intraabdominal, telah dilakukan
resusitasi ( RL 2000cc, HES
500cc dan PRC 1 kolf) Pasien
terpasang support vascon
0,1mcg/kgbb/menit. Pasien
segera dibawa ke IBS setelah
pemeriksaan awal selesai
dilakukan
Ruptur pada trauma tumpul
abdomen adalah terjadinya
robekan atau pecahnya lien
yang merupakan organ lunak
yang dapat bergerak, yang
terjadi karena trauma tumpul.
Pada trauma lien yang perlu
diperhatikan adalah adanya
tanda-tanda perdarahan yang
memperlihatkan keadaan
hipotensi, syok hipovolemik,
dan nyeri abdomen pada
kuadran atas kiri dan nyeri
pada bahu kiri karena iritasi
diafragma. Hematotoraks
adalah adanya darah dalam
rongga pleura. Sumber
perdarahan berasal dari
dinding dada, parenkim paru-
paru, jantung atau pembuluh
darah besar. Jumlah
perdarahan pada
hematotoraks dapat mencapai
1500 ml, apabila jumlah
perdarahan lebih dari 1500 ml
disebut hematotoraks massif.
48
Pasien disiapkan untuk
dilakukan anestesi umum
dengan rapid sequence
induction (RSI) disiapkan juga
Rapid sequence induction
(RSI) dilakukan untuk
mencegah aspirasi isi
lambung pada pasien yang
mengalami gangguan
pengosongan lambung atau
diketahui memiliki riwayat
refluks lambung. Tantangan
pada sistem respirasi yang
harus dihadapi ahli anestesi
selama operasi adalah
penanganan jalan napas
pasien, sehingga induksi
menggunakan obat-obatan
intravena menjadi pilihan
dibandingkan obat inhalasi.
Algoritma penanganan pasien
dengan kemungkinan intubasi
atau jalan nafas yang sulit
dapat dijadikan pegangan
dalam pengambilan
keputusan untuk penanganan
jalan nafas.
Intraoperatif Setelah semua alat-alat anestesi
dan resusitasi serta obat-obat
anestesi dan resusitasi siap,
pasien diberikan preoksigenasi
dengan oksigen 6 liter/menit.
Oksigenasi dan ventilasi
memakai sungkup dengan
posisi kepala head up.
Secara umum, target
manajemen anestesi adalah
menjaga jalur nafas pasien
untuk menjaga ventilasi.
Karena cadangan oksigen
pada pasien dengan multiple
trauma, desaturasi arteri yang
signifikan akan terjadi jika
49
pasien menjadi apnea bahkan
untuk waktu yang singkat.
Ventilator mekanik harus
disesuaikan untuk menjaga
PCO2 dalam kisaran 30
hingga 32 torr.
Dilakukan intubasi dengan
memasang pipa endotrakea no
7,5 dengan cuff, kemudian cuff
dikembangkan, setelah itu
Sellick Manuver dilepas dan
dievaluasi pengembangan paru
kanan dan kiri simetris,
dilakukan fiksasi.
Intubasi yang dilakukan
dalam keadaan bangun pada
pasien dengan ancaman
terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial bukan
merupakan suatu pilihan
karena akan terjadi
rangsangan simpatis yang
semakin meningkatkan
tekanan intrakranial dan dapat
memperburuk keadaan
pasien. Pada literatur,
berbagai teknik termasuk
LMA, intubasi fiberoptik,
serta penggunaan SGA
digunakan untuk mengatasi
jalur nafas sulit. Tongue
spatula merupakan alat yang
mudah didapatkan dan dapat
digunakan dengan mudah
dalam membantu intubasi
pasien ini.
Pemeliharaan anestesi dengan
compressed air, Oksigen,
Pasien-pasien dengan
multiple injury dan pada
50
sevoflurane, Dilakukan
respirasi kendali dan posisi
pasien durante operasi supine
dengan kepala head up. Prinsip-
prinsip pencegahan hipotermia
dilakukan dengan blanket
warmer dan infus warmer.
pasien dengan trauma toraks
atau dada yang terjadi,
menyebabkan gagal ventilasi,
kegagalan pertukaran gas
pada tingkat alveolar,
kegagalan sirkulasi karena
perubahan hemodinamik
sehingga di perlukan nafas
kendali selama durante
operasi.
Paska operatif
( perawatan di
ICU)
Analgetika pasca operasi
dengan fentanyl 300 mcg via
syringe pump dan pasien
dirawat pasca operasi di rawat
di ICU dengan ventilator
Penanganan nyeri post
operasi harus dilakukan.
Apabila tidak diatasi dapat
menyebabkan agitasi,
takikardi, dan peningkatan
komplikasi pulmonal. Nyeri
post operasi dapat diatasi
dengan analgesia kerja cepat.
Obat kerja singkat biasanya
dipilih saat opioid
diindikasikan pada masa
pemulihan segera.
Penggunaan intravena
memungkinkan titrasi dosis
yang lebih akurat dan
menghindari penggunaan
dosis "standar" berdasarkan
berat, yang dapat
menyebabkan overdosis atau
51
underdosis. Fentanyl, sampai
dosis 2 μg / kg, adalah obat
pilihan untuk penggunaan
intravena.
Pasca operasi pasien di kontrol
dengan ventilator dengan mode
VM SIMV O2 TV 450 RR 15
PEEP 5 FiO2 70
Pasien dengan multiple
trauma adalah kondisi serius
dan mengancam jiwa yang.
Diagnosis dini dan
pengobatan yang cepat
melalui tim multidisiplin
dalam pengaturan ICU dapat
mencegah komplikasi dan
mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Penyebab paling
umum untuk intubasi dan
ventilasi mekanis adalah
kegagalan pernapasan,
ketidakstabilan
hemodinamik, yang
membutuhkan ventilasi
mekanis memiliki prognosis
yang buruk. Hal tersebut
dapat meningkatkan
kebutuhan akan ventilasi
mekanis. Telah dilaporkan
bahwa tingkat mortalitas
multiple trauma dengan
prolong ventilator mekanik
adalah 23% dan 50%,
masing-masing. Satu hal yang
harus diingat dalam
52
pengaturan ini adalah bahwa
pasien tersebut memiliki
potensi mengalami prolong
intubasi dengan komplikasi
terjadi VAP yang dapat
mempersulit ektubasi dan
menyebabkan kematian.16
Pasien dirawat selama 23 hari di
ICU. Pasien mulai dicurigai
mengalami VAP pada hari ke 9
pemakaian ventilator mekanik
saat didapatkan demam dan
dahak dengan sekret purulen
dari selang ET dan kondisi
pasien tampak sesak.
Pneumonia Terkait
Ventilator/ Ventilator
Associated Pneumonia (VAP)
merupakan inflamasi
parenkim paru yang
disebabkan oleh infeksi
kuman yang mengalami
inkubasi saat penderita
mendapat ventilasi mekanis
dengan menggunakan
ventilator mekanik.
Pemberian ventilasi mekanis
yang lama (lebih dari 48 jam)
merupakan faktor penyebab
pneumonia nosokomial yang
paling penting.
Hasil Kultur Sputum di
dapatkan Pseudomonas
aeruginosa
Bakteri penyebab VAP dibagi
menjadi beberapa kelompok
berdasarkan onset atau
lamanya pola kuman. Bakteri
penyebab VAP pada
kelompok I adalah kuman
53
gram negatif (Enterobacter
spp, Escherichia coli,
Klebsiella spp, Proteus spp,
Serratai marcescens),
Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumonia,
dan Methicillin Sensitive
Staphylococcus Aureus
(MSSA). Bakteri kelompok II
adalah bakteri penyebab
kelompok I ditambah kuman
anaerob, Legionella
pneumophilia dan Methicillin
Resistan Staphylococcus
Aureus (MRSA). Bakteri
penyebab kelompok III
adalah Pseudomonas
aeruginosa, Acetinobacter
spp, dan MRSA.
Ab Sensitivitas: ceftazidine,
tazobactam,tobramycin,
gentamycin, levofloxacin,
cefepime, ciprofloxacin,
amikacin, pipercilin,
cefoperazone sulbactam
Pada pasien diberikan
antibiotika kombinasi dengan
meropenem dan ceftazidine
Penatalaksanaan optimal pada
pasien yang dicurigai VAP
membutuhkan tindakan yang
cepat dan tepat dengan
pemberian
antimikroba/antibiotik dan
perawatan menyeluruh.
Walaupun pengambilan
sampel mikrobiologi harus
dilakukan sebelum memulai
terapi, hal ini tidak boleh
menunda pemberian
54
antibiotik. Sebagian besar
penelitian menunjukkan
penundaan pemberian terapi
yang efektif menyebabkan
peningkatan angka kematian.
Pemberian antibiotik harus
disesuaikan dengan
epidemiologi dan pola kuman
setempat. Pada pasien dengan
early onset VAP yang
sebelumnya belum pernah
menerima terapi antibiotik
bisa diberikan monoterapi
dengan generasi ketiga
sefalosporin. Sedangkan
pasien yang terkena VAP
setelah penggunaan ventilator
mekanik jangka panjang dan
telah pernah menggunakan
antibiotik sebelumnya
memerlukan antibiotik
kombinasi agar dapat
mengatasi patogen yang
potensial.
55
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Toy H. Amniotic fluid embolism. European Journal of General Medicine,
2009;6(2):108–15.
2. Tsunemi T, Oi H, Sado T, Naruse K, Noguchi T, Kobayashi H. An Overview
of Amniotic fluid embolism: past, present and future directions. The Open
Women’s Health Journal, 2012;6:24–9.
3. Dedhia JD, Mushambi MC. Amniotic fluid embolism. Continuing Education
in Anesthesia, Critical Care & Pain, 2007;7(5):152–56.
4. Thongrong C, Kasemsiri P, Stawicki SPA. Amniotic fluid embolism.
International Journal of Critical Illness and Injury Science, 2013;3(1):51–7.
5. Binks A, Nolan JP. Post-cardiac arrest syndrome. Minerva Anestesiol.
2010;76(5):362-8.
6. Pothiawala S. Post-resuscitation care. Singapore Med J. 2017;58(7):404-7.
7. Rittenberger JC, Doshi AA, Reynolds JC. Postcardiac arrest management.
Emerg Med Cin N Am. 2015;33(3):691-712.
8. Nolan JP, Soar J, Cariou A, Cronberg T, Moulaert VRM, Deakin CD, et al.
European Resuscitation Council and European Society of Intensive Care
Medicine Guidelines for post-resuscitation care 2015 section 5 of the
European Resuscitation Council Guidelines for resuscitation 2015.
Resuscitation. 2015;95:202-22.
9. Callaway CW, Donnino MW, Fink EL, Geocadin RG, Golan E, Kern KB,
et al. Part 8: Post-cardiac arrest care: 2015 American Heart Association
guidelines update for cardiopulmonary resuscitation and emergency
cardiovascular care. Circulation. 2015;132:465-82.
10. Kilgannon JH, Jones AE, Shapiro NI, Angelos MG, Milcarek B, Hunter K,
et al. Association between arterial hyperoxia following resuscitation from
cardiac arrest and in-hospital mortality. JAMA. 2010;303(21):2165-71.

More Related Content

Similar to VAP di icu edit new.docx

Kebijakan Flu Babi Dinkes Jateng
Kebijakan  Flu  Babi  Dinkes  Jateng Kebijakan  Flu  Babi  Dinkes  Jateng
Kebijakan Flu Babi Dinkes Jateng Sutopo Patriajati
 
Cbl tatalaksana pneumonia in the elderly
Cbl tatalaksana pneumonia in the elderlyCbl tatalaksana pneumonia in the elderly
Cbl tatalaksana pneumonia in the elderlyDevina Ciayadi
 
Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19
Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19
Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19Eri Yanuar Akhmad B Sunaryo
 
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)Hury Tinus
 
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutPresentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutTenri Ashari Wanahari
 
Fact Sheet Care of Patient.pptx
Fact Sheet Care of Patient.pptxFact Sheet Care of Patient.pptx
Fact Sheet Care of Patient.pptxeyeeasy
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitAndinaPutri3
 
Case report anestesi
Case report anestesiCase report anestesi
Case report anestesiGhea Pradana
 
R5- MODUL INTENSIVE CARE.pptx
R5- MODUL INTENSIVE CARE.pptxR5- MODUL INTENSIVE CARE.pptx
R5- MODUL INTENSIVE CARE.pptxDimasSevanto
 
PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.
PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.
PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.mademossile
 
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannyareferat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannyasunallfinger1
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxririaja1
 

Similar to VAP di icu edit new.docx (20)

Intensif Covid.pptx
Intensif Covid.pptxIntensif Covid.pptx
Intensif Covid.pptx
 
Kebijakan Flu Babi Dinkes Jateng
Kebijakan  Flu  Babi  Dinkes  Jateng Kebijakan  Flu  Babi  Dinkes  Jateng
Kebijakan Flu Babi Dinkes Jateng
 
HAP.pptx
HAP.pptxHAP.pptx
HAP.pptx
 
3. t r a u m a
3. t r a u m a3. t r a u m a
3. t r a u m a
 
Cbl tatalaksana pneumonia in the elderly
Cbl tatalaksana pneumonia in the elderlyCbl tatalaksana pneumonia in the elderly
Cbl tatalaksana pneumonia in the elderly
 
Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19
Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19
Optimalisasi Peran Perawat dalam Manajemen Pasien ARDS di masa Pandemi COVID 19
 
usulan penelitian.docx
usulan penelitian.docxusulan penelitian.docx
usulan penelitian.docx
 
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
4 pedoman-tatalaksana-klinis-ispa-berat-suspek-mers-cov (1)
 
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis AkutPresentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
Presentasi Kasus Anastesiologi : Anastesi Umum pada Apendisitis Akut
 
Fact Sheet Care of Patient.pptx
Fact Sheet Care of Patient.pptxFact Sheet Care of Patient.pptx
Fact Sheet Care of Patient.pptx
 
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakitPedoman surveilans infeksi rumah sakit
Pedoman surveilans infeksi rumah sakit
 
Case report anestesi
Case report anestesiCase report anestesi
Case report anestesi
 
R5- MODUL INTENSIVE CARE.pptx
R5- MODUL INTENSIVE CARE.pptxR5- MODUL INTENSIVE CARE.pptx
R5- MODUL INTENSIVE CARE.pptx
 
Ankle Sprain
 Ankle Sprain  Ankle Sprain
Ankle Sprain
 
Syok septik pure
Syok septik pureSyok septik pure
Syok septik pure
 
PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.
PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.
PNEUMONIA untuk Dokter Umum di Faskes 1.
 
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannyareferat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
referat emma judul syok anafilaktik dan penanganannya
 
Kmb1 pnemonia
Kmb1  pnemoniaKmb1  pnemonia
Kmb1 pnemonia
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
 
A AKPER PEMDA MUNA
A AKPER PEMDA MUNA A AKPER PEMDA MUNA
A AKPER PEMDA MUNA
 

Recently uploaded

IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpIMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpAdePutraTunggali
 
AKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptxAKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptxELASONIARTI
 
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapPPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapAhmadMuhtadi11
 
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdCo-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdveinlatex
 
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxPPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxmuhnurmufid123
 
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoIMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoAdePutraTunggali
 
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfModul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfAndiAliyah2
 

Recently uploaded (7)

IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask UpIMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
IMC design - Safety Riding Campaign - Mask Up
 
AKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptxAKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptx
AKSI NYATA MERUMUSKAN TUJUAN PEMBELAJARAN.pptx
 
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapPPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
 
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjdCo-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
Co-funding Pitchdeck 2024.pptxhdhddjdjdjddjjd
 
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptxPPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
PPT Mengenai Pengelolaan Penataan Kearsipan.pptx
 
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication BingoIMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
IMC Campaign - Integrated Marketing Communication Bingo
 
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdfModul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
Modul 1.2 Jurnal Refleksi Dwi Mingguan.pdf
 

VAP di icu edit new.docx

  • 1. 1 LAPORAN KASUS TATALAKSANA DAN PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) ET CAUSA PROLONGED INTUBASI DAN SEVERE ARDS dr. Sherliyanah, SpAn, MSi.Med PEMBIMBING : dr. Putu Andrika, Sp. PD, KIC PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF PROGRAM FELLOWSHIP INTENSIVE CARE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2022
  • 2. 2 LAPORAN KASUS TATALAKSANA DAN PERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP) ET CAUSA PROLONGED INTUBASI DAN SEVERE ARDS dr Sherliyanah, SpAn, MSi.Med PPDS-2, Fellowship Intensive Care Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah Denpasar Abstrak Ventilator associated pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan menggunakan ventilator mekanik. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. VAP biasanya dicirikan oleh 3 komponen tanda infeksi sistemik: demam, takikardia dan leukositosis diikuti oleh tanda infiltrat baru atau gambaran yang memburuk pada rontgen dada dan temuan bakteriologis dari penyebab infeksi paru-paru. Insidens VAP tergolong tinggi, menurut literatur asing berkisar antara 9 – 27% . Tingkat kematian VAP juga tinggi, angka kematian bisa mencapai 76%. Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan perawatan menyeluruh. Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma. Pasien ini terdiagnosa mengalami hematothorax kiri dan intraabdominal bleeding curiga ruptur lien serta fraktur tertutup pada clavicula sinistra dan tibia fibula sinistra. Pasien diprogramkan operasi cito laparotomi dan pemasangan water shield drainage (WSD) pada hemithorax kiri. Post operasi pasien dirawat di ICU,pasien dirawat selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP karena penggunaan ventilator mekanik lama dan perburukan kondisi disertai demam dan produksi sekret purulen.
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sring di unit rawat intensif, khususnya pada penderita yang menggunakan ventilasi mekanik. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk. membagi VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari 96 jam setelah pemberian ventilasi mekanik. American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang menetap pada foto thoraks disertai salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea, kavitas pada rongga thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut, yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen. VAP biasanya dicirikan oleh 3 komponen tanda infeksi sistemik: demam, takikardia dan leukositosis diikuti oleh tanda infiltrat baru atau gambaran yang memburuk pada rontgen dada dan temuan bakteriologis dari penyebab infeksi paru-paru. Insidens VAP tergolong tinggi, menurut literatur asing berkisar antara 9 – 27% dari semua populasi Unit Perawatan Intensif. Kondisi ini menjadikan VAP sebagai penyebab pertama infeksi nosokomial di unit perawatan intensif. Tingkat kematian VAP juga tinggi, Chastre dan Fagon menyatakan bahwa angka kematian bisa mencapai 76%.
  • 4. 4 VAP awitan dini yang terjadi pada hari ke-4 pertama setelah masuk ICU biasanya memiliki prognosis yang lebih baik karena disebabkan oleh masih sensitifnya antibiotik. VAP awitan lambat yang terjadi setelah 5 hari atau lebih setelah rawat inap, memburuk prognosis karena disebabkan oleh patogen resistensi multiobat (MDR). Untuk menentukan patogen yang menyebabkan VAP, beberapa ilmuwan membuat klasifikasi pasien VAP berdasarkan derajat penyakit, risiko faktor dan onsetnya, yaitu kelompok I dengan derajat ringan-sedang, faktor risiko umum dan onsetnya adalah kapan saja selama rawat inap atau derajat berat dengan onset dini, biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif. Kelompok II, pasien dengan derajat ringan-sedang, faktor risiko spesifik yang terjadi kapan saja selama rawat inap, biasanya disebabkan oleh semua bakteri pada kelompok I ditambah dengan bakteri anaerob. Lalu kelompok III, pasien dengan derajat berat, awitan dini dengan faktor risiko spesifik atau awitan lambat, biasanya disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter sp dan MRSA. Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas dan menderita multipel trauma. Pasien ini terdiagnosa mengalami hematothorax kiri dan intraabdominal bleeding curiga ruptur lien serta fraktur tertutup pada clavicula sinistra dan tibia fibula sinistra. Pasien diprogramkan operasi cito laparotomi dan pemasangan water shield drainage (WSD) pada hemithorax kiri. Post operasi pasien dirawat di ICU,pasien dirawat selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP karena penggunaan ventilator mekanik lama dan perburukan kondisi disertai demam dan produksi sekret purulen.
  • 5. 5 BAB II LAPORAN KASUS Identitas Pasien Identitas : Tn US Usia : 26 tahun (14/05/1995) Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Narmada, NTB MRS : 11/06/2021 pukul 04.35 WITA DPJP ICU : dr. Sherliyanah, Sp.An, MSi Med DPJP Anestesi di OK : dr. Sherliyanah, Sp.An, MSi Med Diagnosis : Trauma tumpul abdomen suspek ruptur lien + hematothorax sinistra Tindakan : Laparotomi eksplorasi + WSD thorak sinistra Resume Pasien Anamnesa tanggal 11 Juni 2021 jam 11.15 WITA di IBS RSUD Kota Mataram Keluhan utama : nyeri pada perut dan dada Pasien datang sadar dengan keluhan nyeri pada pada dada dan perut setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami kecelakaan tunggal sepeda motor menabrak tiang listrik sehingga dada dan perut membentur stang motor. Kemudian pasien di bawa ke RS kota mataram, Riwayat kepala terbentur tidak ada, Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, dan kejang tidak ada. Di IGD pasien telah distabilkan oleh tim IGD, pasien mengalami syok hipovolemik karena dicurigai adanya on going bleeding intraabdominal, telah dilakukan resusitasi ( RL 2000cc, HES 500cc dan PRC 1 kolf) Pasien terpasang support vascon 0,1mcg/kgbb/menit. Pasien segera dibawa ke IBS setelah pemeriksaan awal selesai dilakukan.
  • 6. 6 MOI : Pasien pengendara sepeda motor menggunakan helm, mengalami kecelakaan tunggal dengan posisi dada dan perut membentur stang motor. Riwayat alergi obat disangkal Riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi, asma, diabetes melitus, penyakit jantung disangkal Riwayat operasi sebelumnya: tidak ada Riwayat makan dan minum terakhir 10.00 WITA (10/6/2021) Pemeriksaan Fisik: Berat badan 72 kg; Tinggi badan 168 cm, PBW 64,16kg ; BMI 25.51 kg/m2; Tax 37.0oC Sistem saraf pusat : Delirium, GCS E2V3M5 Respirasi : Jejas (+) pada dinding dada kiri, frekuensi nafas 24 kali per menit, dada kiri tertinggal dibanding dada kanan, palpasi stem fremitus kiri menurun, perkusi pekak pada dada kiri kuadran inferior, auskultasi SD kiri menurun, ronki (-), wheezing (-), saturasi oksigen perifer 96-97% on NRBM 8lpm Kardiovaskuler : Tekanan darah 86/57 (66) mmHg dengan vascon 0.1mcg/kgbb/menit ; nadi 139 kali per menit, Bunyi jantung 1-2 reguler, bising (-) Abdomen : Supel, jejas (+) pada kuadan superior dextra abdomen, nyeri terkan (+), bising usus (+) dbn Urogenital : BAK terpasang DC Catheter, urin 300ml (6jam)  0,69cc/kgbb/jam Muskuloskeletal: Fleksi dan defleksi leher normal, Mallampati 1, buka mulut 2 jari, gigi geligi utuh, gigi palsu tidak ada, akral hangat, terpasang spalk pada tungkai bawah kiri ekstremitas inferior. Pemeriksaan Penunjang : Darah lengkap (11/06/2021): WBC 15.95 (4.1-11.0) x 103/µL; HGB 8,6(14.5-17.5) g/dL; HCT 26.9 (41-53) %; PLT 266 (150-440) x 103/µL
  • 7. 7 Faal Hemostasis (11/06/2021): PPT 12.8 detik (10,8-14,4); APTT 32.1 detik (24- 36) Kimia Klinik (11/06/2021): Cl 112; Na 146; K 3,1; SGOT 370; SGPT 199; HbSAg Negatif; Swab Antigen Covid19 Negatif; Swab PCR Negatif XThorax (11/06/2021)
  • 8. 8 Ro Cruris (11/06/2021) Diagnosis : Intraabdominal bleeding curiga ruptur lien ec KLL, Hematothoraks ec fractur costae 4-9 sinistra dan fr Clavicula sinistra, penurunan kesadaran ec syok hipovolemik, Close fractur tibia et fibula sinistra Problem Aktual: - SSP : Penurunan kesadaran ec Syok Hipovolemik ec on going intraabdominal bleeding ec susp ruptur lien - Respirasi : Breathing problem ec hematopneumothorax, - Anemia HGB 8,6(14.5-17.5) g/dL Permasalahan potensial: Perdarahan, instabilitas hemodinamik, hipotermi Kondisi pembedahan: • Lokasi : Abdomen dan Thorak • Posisi : Supine • Durasi : 2– 3 jam • Manipulasi : Perdarahan Anestesi:General Anestesia, ASA IVE
  • 9. 9 Persiapan: STATICS, mesin anestesi, obat anestesi, inotropic, vasokontriktor, CVC, general anestesia ASA IVE, Informed Consent risiko tinggi hingga table death , 2 WB, 2 PRC dan amprah RTI + ventilator Pembiusan Teknik Anestesi: GA-OTT RSI Premedikasi : Midazolam 3 mg IV; SA 0,25 mg; Omeprazole 40 mg IV 5’ : Posisikan head up 30 derajat, preoksigenasi dengan O2 100% 3’ : Induksi : Fentanyl 100 mcg IV, Ketamin 120, Diberikan ventilasi dengan TV minimal dan RR ditingkatkan; Sellick manuver 1’ : Rocuronium 50 mg IV; setelah dipastikan dapat dilakukan ventilasi 0’ : Dilakukan intubasi dengan ETT no 7.5 (lidocaine intratracheal 80 mg), konfirmasi letak ETT, sellick maneuver dilepas Pemeliharaan : O2 ; Compressed Air ; Sevoflurane ; Atracurium internmitten 0.2 mg/kgBB/30 menit ; Fentanyl 0.25 mcg/kgBB/jam Medikasi lain : Ondansetron 4 mg IV Pasca Operasi : Analgetik : Fentanyl 300 mcg + ketamin 20 mg dalam NaCl 0.9% ; Parasetamol 500 mg tiap 6 jam IV Perawatan : RTI +Ventilator Monitoring Jam 10.30 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00 TD 80/50 88/65 101/67 112/73 106/68 112/73 HR 120 115 96 90 94 90 RR 14 14 14 14 14 14 Sat 100 100 100 100 100 100 O2:N20 70:30 70:30 70:30 70:30 70:30 70:30 Sevofluran 1 MAC 1 MAC Ketamin 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam 10mg/jam VM VC, TV 450 VC, TV 450 VC, TV 450 VC, TV 450 VC, TV 450 VC, TV 450
  • 10. 10 Obat Masuk Propofol Rocuronium 10mg 10mg 10mg Fentanyl 100mcg 100mg Paracetamol 1gr Ondansentron 4mg Furosemide 20mg Vascon standby standby standby standby standby standby Cairan Masuk Asering 1000 500 500 NaCl 500 PRC 250 PRC 250 Gelofusal 500 500 Urine 500 Perdarahan 1500 Penatalaksanaan di ICU A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Anemia on correction P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388= 3068  127 cc/jam Feeding : puasa  NGT Hitam Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Inj Midazolam 1mg/jam SP Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj pantoprazol 8mg/jam SP IV Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-1) Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-1)
  • 11. 11 Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedia, Gizi Klinis, Rehab Medik Program:  Tranfusi PRC 2 Kolf (premedikasi inj dexamethasone 10mg) Tgl 12/06/21 S : on sedation O : Ku tersedasi Td 127/82 mmhg N 96x t:36,7C Rr 16x (on VM) SpO2 100% Darah Rutin: Hb: 10,1; Ht 29,1; leukosit 12,81; trombosit 132 Kimia Klinik Ureum 63,9; kreatinin 1.15 Na 143; K 5,2 Cl 113 Albumin 2,8 BGA: pH 7.33; pO2 192; pCO2 46; HCO3 24,7; BEecF -1,4; SaO2 100;A-aDO2 32 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388= 3068  127 cc/jam Feeding : puasa  NGT Hitam Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Inj Midazolam 1mg/jam SP Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
  • 12. 12 Head up 30 derajat Ulcer : inj pantoprazol 8mg/jam SP IV Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-2) Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-2) Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik Program: weaning Tgl 13/06/21 S : demam (-) O : Ku tersedasi Td 119/74 mmhg N 101x t:36,7C Rr 16x (on VM) SpO2 100% Darah Rutin: Hb: 9,5; Ht 27,7; leukosit 9,8; trombosit 107 BGA: pH 7.37; pO2 271; pCO2 46; HCO3 27.1; BEecF 1,7; SaO2 100;A-aDO2 242 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM SIMV TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1080= 1988 82 cc/jam Feeding : target kalori 15kcal/kgbb/hari mulai air gula 180cc/4jam: 1080cc Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Inj Midazolam 0,5mg/jam SP Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis
  • 13. 13 Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-3) Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-3) Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik Program: weaning Tgl 14/06/21 S : demam (-) O : Ku lemah, sadar Td 130/74 mmhg N 101x t:36,7C Rr 18x (on VM) SpO2 100% BGA: pH 7.40; pO2 247; pCO2 41; HCO3 26.0; BEecF 1,2; SaO2 100;A-aDO2 200, PFR 352 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1080= 1988 82 cc/jam Feeding : target kalori 20kcal/kgbb/hari mulai susu 180cc/4jam: 1080cc Analgetik: Inj Morfin 1mg/jam SP, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
  • 14. 14 Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-4) Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-4) Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik Program: weaning Tgl 15/06/21 S : demam (-) O : Ku lemah, sadar Td 140/94 mmhg N 117x t:36,7C Rr 18x (on VM) SpO2 100% Darah Rutin: Hb: 8.0; Ht 24,5; leukosit 9,76; trombosit 137 Albumin 2,7 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada
  • 15. 15 Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam (H-5) Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-5) Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tranfusi PRC 2kolf Tgl 16/06/21 S : demam (-) O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah Td 129/94 mmhg N 79x t:36,7C Rr 18x (on VM) SpO2 100% Drain : minimal WSD: darah (+) minimal A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Cefoperazone 1gr/12 jam stop  Inj Meropenem 1gr/8jam (h-1) Inj Metronidazole 500mg/8jam (H-7)  Stop
  • 16. 16 Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik Program: kultur pre masuk meropenem, lanjut tranfusi PRC 2kolf Tgl 17/06/21 S : demam (-) O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah Td 129/94 mmhg N 109x t:36,7C Rr 18x (on VM) SpO2 100% Darah Rutin: Hb: 10.4; Ht 31,2; leukosit 9,26; trombosit 249 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM CPAP PS 8 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj Peinlos 800mg/12jam Sedatif : Standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-2) Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam
  • 17. 17 Inj. Vivena 1fl/24jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru, Orthopedi, Gizi Klinis, Rehab Medik Program: kultur sputum Tgl 18/06/21 S : demam (-), sesak (+), Gelisah, nyeri karen fraktur belum terkoreksi O : Ku lemah, sadar, cenderung gelisah Td 149/88 mmhg N 119x t:36,7C Rr 25x (on VM) SpO2 100% WSD produksi minimal Urin Output 2900/24jam Diuresis 1,8ml/jam A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-3) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
  • 18. 18 Program: tunggu kultur, KIE keluarga untuk tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET Tgl 19/06/21 S : demam (-), sesak (+), Gelisah, dada kiri tertinggal dibanding dada kanan  WSD undulasi (-)  kemungkinan clotting O : Ku lemah, sesak,gelisah Td 132/88 mmhg N 119x t:36,7C Rr 32x (on VM) SpO2 99% WSD undulasi (-)  Clotting A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-4) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: repair WSD oleh TS Bedah di ICU, tunggu kultur, KIE keluarga untuk tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET
  • 19. 19 Tgl 20/06/21 S : demam (+), sesak (+), dahak ++ O : Ku lemah, sesak,gelisah Td 122/89 mmhg N 99x t:38,7C Rr 20x (on VM) SpO2 99% A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-5) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-1) Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tunggu kultur sputum, tunggu kultur darah, KIE keluarga untuk tracheostomi jika weaning gagal karena sudah prolonged ET Tgl 21/06/21 S : demam (+), sesak (+), dahak ++, pasien mengigit ET
  • 20. 20 O : Ku lemah, sesak,gelisah Td 128/92 mmhg N 155x t:37,9C Rr 22x (on VM) SpO2 95-96% A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-6) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-2) Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tunggu kultur, pro trakeostomi besok Tgl 22/06/21 S : demam (+), sesak (+), dahak ++, pasien mengigit ET O : Ku lemah, sesak,gelisah Td 132/90 mmhg N 155x t:37,7C Rr 22x (on VM) SpO2 95-96% A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
  • 21. 21 Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-7) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-3) Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tunggu kultur, pro trakeostomi hari ini Tgl 23/06/21 S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++ Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak)  dada kiri tertinggal  sesak ++ O : Ku lemah, sesak,gelisah Td 127/81 mmhg N 150x t:36,7C Rr 22x (on VM) SpO2 95-100% BGA: pH 7.47; pO2 346 pCO2 43; HCO3 32.0; BEecF 7,6; SaO2 100;A-aDO2 313; PFR 346 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien
  • 22. 22 Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi  curiga malposisi P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-8) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-4) Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tunggu kultur, follow up bedah mengenai problem trakeostomi Tgl 24/06/21 S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++ Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak)  dada kiri tertinggal  sesak ++ O : Ku lemah, sesak,gelisah Td 123/89 mmhg N 140x t:36,7C Rr 24x (on VM) SpO2 95-100% A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD
  • 23. 23 CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi  curiga malposisi P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-9) Inj As Tranexamat 1 gram/12 jam Inj. Vit K 10mg/12jam Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-5) Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tunggu kultur ,TS Bedah  rencana repair dan ganti kanul trakeostomi no 7,5/8,0 di OK besok Tgl 25/06/21 S : post trakeostomi, demam (-), sesak (+), dahak ++ Trakeostomi sering malposisi jika pasien berubah posisi tidur (bergerak)  dada kiri tertinggal  sesak ++ Saat akan disiapkan ke OK pasien sesak +++, keringat dingin TD 150/100 RR 42x HR 160x SpO2 88%
  • 24. 24 Dilakukan emergency intubasi peroral dengan ET no 7,5 dan kanul trakeostomi dilepas oleh TS bedah  SpO2 naik 100% Dilakukan repair trakeostomi darurat di ICU  ganti kanul trakeostomi no 7,5 dan ET dilepas. O : post repair trakeostomi darurat Ku lemah, sesak berkurang Td 123/89 mmhg N 132x t:36,7C Rr 27x (on VM) SpO2 100% A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 5 FiO2 70 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 500mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : Inj. Midazolam 2mg/jam Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-10) Inj Glutiven 1fl/24jam Inj. Vivena 1fl/24jam Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-6) Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: tunggu kultur
  • 25. 25 Tgl 26/06/21 S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++ O : Ku lemah, sesak berkurang Td 128/79 mmhg N 122x t:36,7C Rr 20x (on VM) SpO2 100% BGA: pH 7.48; pO2 69; pCO2 41; HCO3 31.0; BEecF 7,8; SaO2 96;A-aDO2 457, PFR 90,12 Kultur Sputum: Pseudomonas aeruginosa Ab Sensitivitas: ceftazidine, tazobactam,tobramycin, gentamycin, levofloxacin, cefepime, ciprofloxacin, amikacin, pipercilin, cefoperazone sulbactam Ab Resisten : meropenem, ticarcilin A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi Severe ARDS P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 8 FiO2 80 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Meropenem 1gr/8 jam (H-11)  stop Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-1) Inj Glutiven 1fl/24jam  stop besok
  • 26. 26 Inj. Vivena 1fl/24jam  stop besok Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj Mycamin 100mg/24jam (H-8)  stop besok Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: pro ORIF clavicula dan tibia fibula sinistra Tgl 27/06/21 S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++ O : Ku lemah, sesak berkurang Td 138/89 mmhg N 104x t:36,7C Rr 20x (on VM) SpO2 100% Darah Rutin: Hb: 10,1; Ht 30,0; Leukosit 14.40rb; trombosit 257rb Albumin 2,9 Na 138; K 4,2; Cl 106 A: Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD CF tibia et fibula sinistra CF Clavicula Sinistra Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi Severe ARDS P : O2 VM PSIMV PS 12 PEEP 8 FiO2 80 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada
  • 27. 27 Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-2) Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: pro ORIF clavicula dan tibia fibula sinistra besok Tgl 28/06/21 S : demam (-), sesak berkurang, dahak ++, postop ORIF Clavicula da tibia et fibula sinistra. O : Ku lemah, sesak berkurang Td 128/79 mmhg N 106x t:36,7C Rr 18x (on VM) SpO2 100% A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi Severe ARDS P : O2 VM PSIMV PS 10 PEEP 8 FiO2 60 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-3) Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj As Tranexamat 500mg/8jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik
  • 28. 28 Program: weaning ventilator Tgl 29/06/21 S : demam (-), sesak (-) dahak ++ O : Ku lemah, sesak (-) Td 122/76 mmhg N 100x t:36,7C Rr 18x (on VM) SpO2 100% Darah Rutin: Hb 9,7; Ht 30,6; Leukosit 15,88rb; trombosit 678rb BGA pH 7,49; pO2 86; pCO2 41; BEecf 7,2; HCO3 30,5; SaO2 97; A-aDO2 433; PFR 143,33 A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi ARDS P : O2 VM CPAP PS 10 PEEP 8 FiO2 40 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-4) Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj As Tranexamat 500mg/8jam
  • 29. 29 Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: weaning ventilator Tgl 30/06/21 S : demam (-), sesak (-) dahak + O : Ku lemah, sesak (-) Td 130/76 mmhg N 90x t:36,7C Rr 16x (on VM) SpO2 100% BGA pH 7,44; pO2 79; pCO2 40; BEecf 3.0; HCO3 27.2; SaO2 96; A-aDO2 228; PFR 197,6 A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi P : O2 VM CPAP PS 8 PEEP 8 FiO2 40 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-5) Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Inj As Tranexamat 500mg/8jam  besok stop Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: weaning ventilator mulai SBT
  • 30. 30 Tgl 01/07/21 S : demam (-), sesak (-) dahak + O : Ku lemah, sesak (-) Td 120/75 mmhg N 88x t:36,7C Rr 16x (on NRBM 8lpm) SpO2 100% A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi P : O2 NRBM baby 8lpm Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 300mcg/24jam, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-6) Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: aff drain, aff WSD, ganti kanul trakeal logam Tgl 02/07/21 S : demam (-), sesak (-) dahak + O : Ku lemah, sesak (-) Td 122/75 mmhg N 85x t:36,7C Rr 16x (on SM 6lpm) SpO2 100%
  • 31. 31 A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Hematothorax on WSD Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP Post trakeostomi P : O2 SM baby 6lpm Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1200= 1868 77 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 200cc/4jam: 1200cc Analgetik: Inj fentanyl 150mcg/24 jam besok stop, Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-7) Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: aff drain, aff WSD, ganti kanul trakeal logam Tgl 03/07/21 S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal, post ganti kanul logam, aff wsd dan drain O : Ku lemah, sesak (-) Td 128/72 mmhg N 95x t:36,7C Rr 16x (on SM 6lpm) SpO2 100% A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan Post trakeostomi P : O2 SM baby 6lpm
  • 32. 32 Kebutuhan cairan perhari (2x72kgx24jam) = 3456-388-1500= 1568 65.33 cc/jam Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 250cc/4jam: 1500cc Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : Inj Ceftazidine 1gram/12jam (H-8)  besok stop Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: pindah ruang rawat biasa Tgl 04/07/21 (ruang rawat reguler) S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal O : Ku lemah, sesak (-) Td 126/82 mmhg N 88x t:36,7C Rr 16x (on SM 5lpm) SpO2 100% A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan Post trakeostomi P : O2 SM baby 5lpm Inf. Asering/D51/2N 20tpm Feeding : target kalori 25kcal/kgbb/hari mulai susu 250cc/4jam: 1500cc Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam
  • 33. 33 Glucose control: tidak ada Antibiotik : tanpa antibiotik Inj Resfar 6ml dalam NaCl0,9 100ml/12jam besok stop Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: bladder training, latihan makan peroral  diit lunak Tgl 05/07/21 S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal O : Ku lemah, sesak (-) Td 118/72 mmhg N 88x t:36,7C Rr 16x SpO2 100% (room air) A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan Post trakeostomi P : O2 room air Inf. Asering/D51/2N 20tpm Feeding : diet lunak bubur sumsum dengan gula jawa 3x sehari  besok mulai bubur nasi Analgetik: Inj paracetamol 1gr/8jam  PO Paracetamol 1gr/8jam, PO Na Diklofenak 50mg/8jam kp Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : tanpa antibiotik Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: besok boleh pulang.
  • 34. 34 Tgl 06/07/21 S : demam (-), sesak (-) dahak + minimal O : Ku lemah, sesak (-) Td 124/76 mmhg N 78x t:36,7C Rr 16x SpO2 100% (room air) A:Postop ORIF clavicula sinistra Postop ORIF tibia et fibula sinistra Postop Laparotomi ec ruptur lien Pneumonia ec VAP ec prolonged ET dd/ HAP perbaikan Post trakeostomi P : O2 room air Inf. Asering/D51/2N 20tpm Feeding : diet lunak Nasi TKTP 3x sehari Analgetik: PO Paracetamol 1gr/8jam, PO Na Diklofenak 50mg/8jam kp Sedatif : standby Tromboemboli profilaksis : mekanik dalam rehabilitasi medis Head up 30 derajat Ulcer : inj. Omeprazol 40mg/12jam  PO Omeprazol caps 1cap/24jam Glucose control: tidak ada Antibiotik : tanpa antibiotik Rawat Bersama TS Bedah,Paru,Orthopedia Gizi Klinis, Rehab Medik Program: hari ini pulang  lanjut rawat jalan
  • 35. 35 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Ruptur Lien Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul, secara langsung atau tidak langsung.Ruptur lien merupakan kondisi rusaknya lien akibat suatu dampak penting kepada lien dari beberapa sumber. Penyebab utamanya adalah cedera langsung atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi kapsul linealis dan avulsi pedikel lien sebagian atau menyeluruh. Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda perdarahan yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri abdomen pada kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. Perdarahan lambat yang terjadi kemudian pada trauma tumpul lien dapat terjadi dalam jangka waktu beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma. Pada separuh kasus, masa laten ini kurang dari 7 hari. Hal ini terjadi karena adanya tamponade sementara pada laserasi yang kecil atau adanya hematom subkapsuler yang membesar secara lambat dan kemudian pecah. Penangaan ruptur lien dapat secara operatif maupun non operatif tergantung dengan tingkat keparahan laserasi yang terjadi. Dewasa ini dengan kemajuan teknik pembedahan, splenektomi total bukan merupakan pilihan utama pada kasus ruptur lien, dikarenakan fungsi lien yang dapat melindungi tubuh dari infeksi bakteri dan perdarahan pada lien dapat dihentikan dengan penjahitan. Maka dari itu splenektomi total sudah jarang dilakukan kecuali kondisi tertentu dimana splenektomi total merupakan pilihan terakhir untuk menghentikan perdarahan. 3.2 Hematothorax Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber perdarahan berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau pembuluh
  • 36. 36 darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml, apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks masif. Sejauh ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma, baik trauma yang tidak disengaja, disengaja, atau iatrogenik. Sekitar 150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada terjadi pada sekitar 60% kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar dari terjadinya hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati 300.000 kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur 15 tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki hemopneumothoraks(26,7% kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1% kematian). Terjadinya hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma tumpul, tajam dan kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma dada tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi pembuluh darah internal. Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya pada dinding dada yang awalnya berakibat terjadinya hematom pada dinding dada kemudian terjadi ruptur masuk kedalam cavitas pleura, atau ketika terjadinya laserasi pembuluh darah akibat fraktur costae, yang diakibatkan karena adanya pergerakan atau pada saat pasien batuk. Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik. Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar, kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan. Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap cytokines yang dapat memacu terjadinya Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS) dan sepsis. Hipoksia,
  • 37. 37 hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan oleh karena hipovolemia,pulmonary ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh tension pneumothoraks, pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan (syok). Apabila penanganan pada kasus hematotoraks tidak dilakukan segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat, sehingga terjadi gagal napas dan menyebabkan kematian. Manfaat pemasangan water sealed drainage (WSD) pada pasien hematothorax adalah untuk mengeluarkan udara, cairan atau keduanya dari rongga pleura. Keadaan dimana tekanan positif intrapleural meningkat seperti pada pneumothorax, hematothorax, empiema,dan paska operasi thorakotomi memerlukan pemasangan WSD untuk membuat tekanan rongga thorak menjadi negatif kembali. 3.3 Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Pneumonia Terkait Ventilator/ Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling penting. VAP didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul lebih dari 48 jam setelah intubasi endotrakeal dan inisiasi ventilasi mekanis. Langer dkk. membagi VAP menjadi onset dini (early onset) yang terjadi dalam 96 jam pertama pemberian ventilasi mekanis dan onset lambat (late onset) yang terjadi lebih dari 96 jam setelah pemberian ventilasi mekanis. American College of Chest Physicians mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dengan gambaran infiltrat paru yang
  • 38. 38 menetap pada foto thoraks disertai salah satu gejala yaitu ditemukan hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan pada sputum maupun aspirasi trakea, kavitas pada rongga thoraks, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut, yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen. Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada neonatus. Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA. Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab VAP, seperti terlihat pada tabel 1
  • 39. 39 Tabel 1. Etiologi VAP dengan teknik bronkoskopi pada 24 penelitian (total 2490 kuman patogen) VAP merupakan infeksi nosokomial kedua tersering dan menempati urutan pertama penyebab kematian akibat infeksi nosokomial pada pasien di ICU. Penelitian terbesar di Amerika Serikat dengan data lebih dari 9000 pasien menemukan bahwa VAP terjadi pada 9,3% penderita yang menggunakan ventilasi mekanis lebih dari 24 jam. Penelitian di Eropa menyimpulkan bahwa ventilasi mekanis dapat meningkatkan risiko pneumonia 3 kali lipat dibandingkan penderita tanpa ventilator, sedangkan di Amerika dilaporkan 24 kali lipat. Angka mortalitas penderita VAP di beberapa institusi bervariasi antara 24-76% sedangkan risiko kematian dapat mencapai 2 sampai 10 kali lipat dibandingkan penderita tanpa pneumonia.
  • 40. 40 Hasil penelitian Kollef dkk. menyatakan bahwa penderita VAP yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp dan Stenophomonas maltophilia meningkatkan angka mortalitas secara bermakna (65%) dibandingkan penderita dengan onset lambat akibat kuman lain (31%) maupun tanpa pneumonia onset lambat (37%). Faktor-faktor risiko memberikan informasi kemungkinan infeksi paru yang berkembang pada seseorang ataupun populasi. Hal tersebut sangat berperan dalam pengambilan strategi pencegahan yang efektif terhadap VAP. Faktor-faktor risiko VAP yang diidentifikasi melalui berbagai penelitian analisis multivariat yang disimpulkan pada tabel 2 Tabel 2. Faktor-faktor risiko berkaitan dengan VAP Diagnosis yang akurat untuk VAP masih menjadi masalah. Tanda-tanda untuk diagnosis standar seperti demam, takikardi, leukositosis, sputum yang purulen dan konsolidasi pada gambaran radiografi thoraks belum bisa digunakan untuk mendiagnosis VAP secara pasti pada pasien dengan ventilator mekanik di ICU. Demam, leukositosis dan takikardi merupakan gejala non-spesifik yang juga bisa ditemukan pada pasien-pasien dengan respon inflamasi seperti pasien trauma, luka bakar, pankreatitis dan sebagainya. Sputum yang purulen juga bisa disebabkan karena trakeobronkitis dan tidak selalu menunujukkan kelainan pada parenkim
  • 41. 41 paru. Infiltrat/konsolidasi pada gambaran radiografi toraks bisa disebabkan beberapa kondisi non-infektif seperti edema paru, pendarahan dan kontusio. Sebuah penelitian oleh Meduri menggunakan studi prospektif pada 50 pasien dengan demam dan infiltrat paru, hanya 42% yang benar-benar terdiagnosis VAP. Meskipun demikian, diagnosis VAP tetap perlu dilakukan pada pasien dengan infiltrat baru atau progresif pada gambaran radiologi thoraks bersamaan dengan ditemukannya tanda-tanda infeksi seperti demam, leukositosis dan sekret yang purulen. Tanda-tanda tersebut juga sering diikuti dengan penurunan kemampuan pertukaran gas. Jadi secara umum, diagnosis VAP tetap ditentukan berdasarkan 3 komponen tanda infeksi sistemik yaitu demam(suhu tubuh lebih dari 38,3ºC), takikardi, dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun perburukan di foto toraks dan penemuan bakteri penyebab infeksi paru. Torres dkk. menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi tanda-tanda infiltrat baru maupun progresif pada foto toraks disertai gejala demam, leukositosis maupun leukopeni dan sekret purulen. Gambaran foto toraks disertai dua dari tiga kriteria gejala tersebut memberikan sensitivitas 69% dan spesifisitas 75%. Tabel 3. Kriteria klinik diagnosis VAP Spesifisitas diagnosis dapat ditingkatkan dengan menghitung Clinical Pulmonary Infection Score (CPIS) yang mengkombinasikan data klinis, laboratorium, perbandingan tekanan oksigen dengan fraksi oksigen (PaO2/FiO2) dan foto toraks (tabel 6). Terdapat korelasi antara skor CPIS lebih dari 6 dengan diagnosis pneumonia berdasarkan biakan kuantitatif BAL dengan atau tanpa bronkoskopi. Sensitivitas dan spesifisitas CPIS dengan pemeriksaan histologik dan biakan kuantitatif postmortem sebagai pembanding adalah 77% dan 42%.
  • 42. 42 Tabel 4. Clinical pulmonary infection score (CPIS) Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalveolar lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial. Penilaian CPIS awal dilakukan dalam 48 jam sejak pertama kali pasien terintubasi dan menggunakan ventilasi mekanik di ICU dan pemeriksaan mikrobiologi dilakukan jika terdapat gejala klinis. Selanjutnya penilaian CPIS dilakukan berkala. Biakan kuman diambil berdasarkan teknik protected specimen brush, bronchoalveolar lavage, ataupun blind suctioning sekret bronkial.
  • 43. 43 Patogenesis VAP sangat kompleks. Kollef menyatakan insiden VAP tergantung pada lamanya paparan lingkungan dan penggunaan alat kesehatan tertentu, dan faktor risiko lain (tabel 2). Faktor-faktor risiko ini meningkatkan kemungkinan terjadinya VAP dengan cara meningkatkan terjadinya kolonisasi traktus aerodigestif oleh mikroorganisme patogen dan meningkatkan terjadinya aspirasi sekret yang terkontaminasi ke dalam saluran napas bawah. Kuman dalam aspirat tersebut akan menghasilkan biofilm di dalam saluran napas bawah dan di parenkim paru. Biofilm tersebut akan memudahkan kuman untuk menginvasi parenkim paru lebih lanjut sampai kemudian terjadi reaksi peradangan di parenkim paru. Cook dkk. menunjukkan bahwa lambung adalah reservoir utama kolonisasi dan aspirasi mikroorganisme. Hal dapat dipengaruhi beberapa faktor seperti pemakaian obat yang memicu kolonisasi bakteri (antibiotika dan pencegah/profilaksis stress ulcer), posisi pasien yang datar, pemberian nutrisi enteral, dan derajat keparahan penyakit pasien.Saluran pernapasan normal memiliki berbagai mekanisme pertahanan paru terhadap infeksi seperti glotis dan laring, refleks batuk, sekresi trakeobronkial, gerak mukosilier, imunitas humoral serta sistem fagositik. Pneumonia akan terjadi apabila pertahanan tersebut terganggu dan adanya invasi mikroorganisme virulen. Sebagian besar VAP disebabkan oleh aspirasi kuman patogen yang berkolonisasi dipermukaan mukosa orofaring, dimana intubasi akan mempermudah masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi sekitar ujungpipa endotrakeal pada penderita dengan posisi terlentang. Selain itu, VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung. Bronkoskopi serat optik, penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat mengkontaminasi kuman patogen kedalam saluran pernapasan bawah. Patogenesis VAP yang lebih lengkap dapat dilihat pada gambar 1.
  • 44. 44 Gambar 1.Patogenesis VAP Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus dilakukan sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian antibiotik. Sebagian besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi yang efektif menyebabkan peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien dengan early onset VAP yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik bisa diberikan monoterapi dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah pernah menggunakan antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar dapat mengatasi patogen yang potensial. Kurang lebih 50% antibiotik yang diberikan di ICU adalah ditujukan untuk infeksi saluran pernapasan. Luna dkk. menyebutkan bahwa pemberian antibiotik yang adekuat sejak awal dapat
  • 45. 45 meningkatkan angka ketahanan hidup penderita VAP pada saat data mikrobiologik belum tersedia. Penelitian di Perancis, menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan rutin biakan kuantitatif melalui aspirasi endotrakeal dapat mengidentifikasi pemberian antibiotika pada 95% penderita VAP sambil menunggu hasil biakan BAL. Penelitian lainnya oleh Fowler dkk. memberikan hasil bahwa penderita yang mendapatkan pengobatan penisilin anti-pseudomonas ditambah penghambat β-aktamase serta aminoglikosida memiliki angka kematian lebih rendah. Piperasilin-tazobaktam merupakan antibiotik yang paling banyak digunakan (63%) diikuti golongan fluorokuinolon (57%), vankomisin (47%), sefalosporin (28%) dan aminoglikosida (25%). Singh dkk. menyatakan bahwa siprofloksasin sangat efektif pada sebagian besar kuman Enterobacteriaceae, Haemophilus influenza dan Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotika dapat dihentikan setelah 3 hari pada penderita dengan kecendrungan VAP rendah (CPIS < 6). Secara umum, pencegahan terhadap VAP dibagi menjadi 2 kategori, yaitu strategi farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kolonisasi saluran cerna terhadap kuman patogen serta strategi non farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan kejadian aspirasi. Intervensi pencegahan VAP: 1) Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:  Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu  Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi  Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer  Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi saluran cerna secara selektif  Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut  Menggunakan antibiotik yang sesuai pada penderita risiko tinggi  Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita  Mengisolasi penderita risiko tinggi dengan kasus MDR 2) Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
  • 46. 46  Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal segera mungkin  Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk  Menghindari distensi lambung berlebihan  Intubasi oral atau non-nasal  Pengaliran subglotik  Pengaliran sirkuit ventilator  Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan  Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea  Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
  • 47. 47 BAB IV DISKUSI KASUS Kategori Pasien Teori Preoperatif Pasien datang sadar dengan keluhan nyeri pada pada dada dan perut setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien mengalami kecelakaan tunggal sepeda motor menabrak tiang listrik sehingga dada dan perut membentur stang motor. Kemudian pasien di bawa ke RS kota mataram, Riwayat kepala terbentur tidak ada, Riwayat penurunan kesadaran tidak ada, dan kejang tidak ada. Di IGD pasien telah distabilkan oleh tim IGD, pasien mengalami syok hipovolemik karena dicurigai adanya on going bleeding intraabdominal, telah dilakukan resusitasi ( RL 2000cc, HES 500cc dan PRC 1 kolf) Pasien terpasang support vascon 0,1mcg/kgbb/menit. Pasien segera dibawa ke IBS setelah pemeriksaan awal selesai dilakukan Ruptur pada trauma tumpul abdomen adalah terjadinya robekan atau pecahnya lien yang merupakan organ lunak yang dapat bergerak, yang terjadi karena trauma tumpul. Pada trauma lien yang perlu diperhatikan adalah adanya tanda-tanda perdarahan yang memperlihatkan keadaan hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri abdomen pada kuadran atas kiri dan nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber perdarahan berasal dari dinding dada, parenkim paru- paru, jantung atau pembuluh darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai 1500 ml, apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks massif.
  • 48. 48 Pasien disiapkan untuk dilakukan anestesi umum dengan rapid sequence induction (RSI) disiapkan juga Rapid sequence induction (RSI) dilakukan untuk mencegah aspirasi isi lambung pada pasien yang mengalami gangguan pengosongan lambung atau diketahui memiliki riwayat refluks lambung. Tantangan pada sistem respirasi yang harus dihadapi ahli anestesi selama operasi adalah penanganan jalan napas pasien, sehingga induksi menggunakan obat-obatan intravena menjadi pilihan dibandingkan obat inhalasi. Algoritma penanganan pasien dengan kemungkinan intubasi atau jalan nafas yang sulit dapat dijadikan pegangan dalam pengambilan keputusan untuk penanganan jalan nafas. Intraoperatif Setelah semua alat-alat anestesi dan resusitasi serta obat-obat anestesi dan resusitasi siap, pasien diberikan preoksigenasi dengan oksigen 6 liter/menit. Oksigenasi dan ventilasi memakai sungkup dengan posisi kepala head up. Secara umum, target manajemen anestesi adalah menjaga jalur nafas pasien untuk menjaga ventilasi. Karena cadangan oksigen pada pasien dengan multiple trauma, desaturasi arteri yang signifikan akan terjadi jika
  • 49. 49 pasien menjadi apnea bahkan untuk waktu yang singkat. Ventilator mekanik harus disesuaikan untuk menjaga PCO2 dalam kisaran 30 hingga 32 torr. Dilakukan intubasi dengan memasang pipa endotrakea no 7,5 dengan cuff, kemudian cuff dikembangkan, setelah itu Sellick Manuver dilepas dan dievaluasi pengembangan paru kanan dan kiri simetris, dilakukan fiksasi. Intubasi yang dilakukan dalam keadaan bangun pada pasien dengan ancaman terjadinya peningkatan tekanan intrakranial bukan merupakan suatu pilihan karena akan terjadi rangsangan simpatis yang semakin meningkatkan tekanan intrakranial dan dapat memperburuk keadaan pasien. Pada literatur, berbagai teknik termasuk LMA, intubasi fiberoptik, serta penggunaan SGA digunakan untuk mengatasi jalur nafas sulit. Tongue spatula merupakan alat yang mudah didapatkan dan dapat digunakan dengan mudah dalam membantu intubasi pasien ini. Pemeliharaan anestesi dengan compressed air, Oksigen, Pasien-pasien dengan multiple injury dan pada
  • 50. 50 sevoflurane, Dilakukan respirasi kendali dan posisi pasien durante operasi supine dengan kepala head up. Prinsip- prinsip pencegahan hipotermia dilakukan dengan blanket warmer dan infus warmer. pasien dengan trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi, kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar, kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik sehingga di perlukan nafas kendali selama durante operasi. Paska operatif ( perawatan di ICU) Analgetika pasca operasi dengan fentanyl 300 mcg via syringe pump dan pasien dirawat pasca operasi di rawat di ICU dengan ventilator Penanganan nyeri post operasi harus dilakukan. Apabila tidak diatasi dapat menyebabkan agitasi, takikardi, dan peningkatan komplikasi pulmonal. Nyeri post operasi dapat diatasi dengan analgesia kerja cepat. Obat kerja singkat biasanya dipilih saat opioid diindikasikan pada masa pemulihan segera. Penggunaan intravena memungkinkan titrasi dosis yang lebih akurat dan menghindari penggunaan dosis "standar" berdasarkan berat, yang dapat menyebabkan overdosis atau
  • 51. 51 underdosis. Fentanyl, sampai dosis 2 μg / kg, adalah obat pilihan untuk penggunaan intravena. Pasca operasi pasien di kontrol dengan ventilator dengan mode VM SIMV O2 TV 450 RR 15 PEEP 5 FiO2 70 Pasien dengan multiple trauma adalah kondisi serius dan mengancam jiwa yang. Diagnosis dini dan pengobatan yang cepat melalui tim multidisiplin dalam pengaturan ICU dapat mencegah komplikasi dan mengurangi morbiditas dan mortalitas. Penyebab paling umum untuk intubasi dan ventilasi mekanis adalah kegagalan pernapasan, ketidakstabilan hemodinamik, yang membutuhkan ventilasi mekanis memiliki prognosis yang buruk. Hal tersebut dapat meningkatkan kebutuhan akan ventilasi mekanis. Telah dilaporkan bahwa tingkat mortalitas multiple trauma dengan prolong ventilator mekanik adalah 23% dan 50%, masing-masing. Satu hal yang harus diingat dalam
  • 52. 52 pengaturan ini adalah bahwa pasien tersebut memiliki potensi mengalami prolong intubasi dengan komplikasi terjadi VAP yang dapat mempersulit ektubasi dan menyebabkan kematian.16 Pasien dirawat selama 23 hari di ICU. Pasien mulai dicurigai mengalami VAP pada hari ke 9 pemakaian ventilator mekanik saat didapatkan demam dan dahak dengan sekret purulen dari selang ET dan kondisi pasien tampak sesak. Pneumonia Terkait Ventilator/ Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi kuman yang mengalami inkubasi saat penderita mendapat ventilasi mekanis dengan menggunakan ventilator mekanik. Pemberian ventilasi mekanis yang lama (lebih dari 48 jam) merupakan faktor penyebab pneumonia nosokomial yang paling penting. Hasil Kultur Sputum di dapatkan Pseudomonas aeruginosa Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman
  • 53. 53 gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp, Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA. Ab Sensitivitas: ceftazidine, tazobactam,tobramycin, gentamycin, levofloxacin, cefepime, ciprofloxacin, amikacin, pipercilin, cefoperazone sulbactam Pada pasien diberikan antibiotika kombinasi dengan meropenem dan ceftazidine Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus dilakukan sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian
  • 54. 54 antibiotik. Sebagian besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi yang efektif menyebabkan peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien dengan early onset VAP yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik bisa diberikan monoterapi dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah pernah menggunakan antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar dapat mengatasi patogen yang potensial.
  • 55. 55 BAB V DAFTAR PUSTAKA 1. Toy H. Amniotic fluid embolism. European Journal of General Medicine, 2009;6(2):108–15. 2. Tsunemi T, Oi H, Sado T, Naruse K, Noguchi T, Kobayashi H. An Overview of Amniotic fluid embolism: past, present and future directions. The Open Women’s Health Journal, 2012;6:24–9. 3. Dedhia JD, Mushambi MC. Amniotic fluid embolism. Continuing Education in Anesthesia, Critical Care & Pain, 2007;7(5):152–56. 4. Thongrong C, Kasemsiri P, Stawicki SPA. Amniotic fluid embolism. International Journal of Critical Illness and Injury Science, 2013;3(1):51–7. 5. Binks A, Nolan JP. Post-cardiac arrest syndrome. Minerva Anestesiol. 2010;76(5):362-8. 6. Pothiawala S. Post-resuscitation care. Singapore Med J. 2017;58(7):404-7. 7. Rittenberger JC, Doshi AA, Reynolds JC. Postcardiac arrest management. Emerg Med Cin N Am. 2015;33(3):691-712. 8. Nolan JP, Soar J, Cariou A, Cronberg T, Moulaert VRM, Deakin CD, et al. European Resuscitation Council and European Society of Intensive Care Medicine Guidelines for post-resuscitation care 2015 section 5 of the European Resuscitation Council Guidelines for resuscitation 2015. Resuscitation. 2015;95:202-22. 9. Callaway CW, Donnino MW, Fink EL, Geocadin RG, Golan E, Kern KB, et al. Part 8: Post-cardiac arrest care: 2015 American Heart Association guidelines update for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Circulation. 2015;132:465-82. 10. Kilgannon JH, Jones AE, Shapiro NI, Angelos MG, Milcarek B, Hunter K, et al. Association between arterial hyperoxia following resuscitation from cardiac arrest and in-hospital mortality. JAMA. 2010;303(21):2165-71.