ATLS membahas tiga puncak utama dalam penanganan trauma, yaitu detik-menit untuk penanganan darurat seperti laserasi otak, menit-jam untuk cedera seperti EDH dan SDH, dan lebih dari seminggu untuk komplikasi seperti sepsis dan gagal organ. Dokumen ini juga menjelaskan tahapan penilaian awal (primary dan secondary survey) serta penanganan berbagai cedera seperti kepala, dada, tulang belakang, sesuai ped
4. Persiapan
Fase pra-rumah sakit
Penjagaan airway,
kontrol perdarahan dan syok
imobilisasi pasien dan segera ke rumah sakit
terdekat.
Fase rumah sakit
resusitasi dan “life support”,
Menanggulangi emergency” baik medical dan
surgical (bedah minor)
5. Triase
PRINSIP TRIASE
Derajat ancaman jiwa
Beratnya cedera
Kemungkinan
terselamatkan
Sumber daya
Waktu, jarak,
lingkungan
KEADAAN TRIASE
Multiple Causalties
Mass Causalties
6. Taging Triase
Triase Tag Merah ("Segera-
Immediate" atau Prioritas 1)
gagal nafas, cedera torako-
abdominal, cedera kepala
atau maksilo-fasial berat,
shok atau perdarahan berat,
luka bakar berat.
Triase Tag hijau ("Minimal"
atau T3 atau Prioritas 3):
cedera jaringan lunak, fraktura
dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilofasial tanpa
gangguan jalan nafas, serta
gawat darurat psikologis
Triase Tag Kuning ("tertunda-
delayed" atau Prioritas 2):
cedera abdomen tanpa shok,
cedera dada tanpa
gangguan respirasi,
fraktura mayor tanpa shok,
serta luka bakar ringan
Tag Triase hitam (Tidak
Prioritas): Pasien yang mati
atau yang memiliki luka
yang luas sehingga mereka
tidak bisa diselamatkan
dengan sumber daya
terbatas yang tersedia
7. Primary Survey – Airway
Assesment
Penilaian terhadap patensi jalan nafas, ada atau
tidaknya obstruksi benda asing.
Penilaian terhadap adanya cedera servikal, kontrol
terhadap servikal.
Penilaian juga perlu dilakukan pada pasien dengan
penurunan kesadaran terutama pada pasien dengan
Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari sama
dengan delapan.
8. Penilaian terhadap suara abnormal pernapasan yang
berbunyi.
Pasien yang melawan atau berkata-kata kasar
(gaduh, gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan
tidak boleh dianggap keracunan atau mabuk.
Penilaian terhadap pasien dengan : trauma
maksilofasial, trauma leher, trauma laryngeal.
Trauma maksilofasial : maloklusi, floating jaw
Trauma laryngeal : suara parau, empisema subkutan,
teraba fraktur
9. Primary Survey – Airway
Management
Pelepasan Pelepasan
helm dengan pengelolaan
airway
Perlu memperhatikan
pasien yang dicurigai
fraktur servikal dengan
memasang collar
brace
Membersihkan jalan
nafas dari benda asing
dengan tangan atau
bantuan suction
Mempertahankan
airway
Pemasangan airway
definitif
13. Primary Survey - Airway
Intubasi Endotrakea
Preoksigenasi dengan oksigen
100%
Penekanan di ata skartilago
krikoidea
Beri obat induksi (seperti etomidate
0,3 mg/kgBB atau 20 mg) atau
untuk sedasi
Berikan succynil choline 1-2
mg/kgBB Intravena (dosis lazim
100 mg)
Setelah pasien relaks intubasi
pasien dengan bantuan laringoskop
Balonnya dikembangkan (cuff) dan
dilakukan auskultasi dada pasien
untuk mendengarkan lairan udara
Berikan ventilasi pada pasien
Sniffing Position
14. Primary Survey - Airway
Needle/cannula
cricothyrotomy surgical cricothyrotomy
pasien dalam posisi supine
dengan ekstensi pada leher,
identifikasi membran krikotyroid
dengan jari telunjuk dan
stabilkan posisi kartilago tyroid,
jarum suntik yang telah
dihubungkan dengan iv cateter
no 12 atau 14, dengan sudut 45
kearah kaudal untuk mencegah
trauma pada dinding posterior
trakea, cabut jarum dan stylet
kemudian dorong kateter lebih
jauh.
15. Primary Survey - Breathing
Assesment
Perlu dilakukan pemeriksaan thorax menyeluruh
secara cepat, inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
Inspeksi : Jejas / Kontusio, Gerakan simetris / asimetris,
Penggunaan otot tambahan bantu saluran
napas,
Palpasi : Krepitasi, Nyeri Tekan, Deviasi Trakea,
Perkusi : Hipersonor / Pekak
Auskultasi : Vesikular normal atau meningkat atau
menurun
17. Primary Survey - Breathing
Management
Pada trauma thorax harus ditangani dengan segera
Penggunaan alat bantu oksigen
Nasal prong 2-3 lpm membantu oksigen 20-30%
Oksigen masker 4-6 lpm membantu oksigen 40-60
%
Bagvalve mask tanpa reservoir 6-8 lpm membantu
memberikan oksigen 60-80%
Bag valve mask dengan reservoir 8-10 lpm
membantu memberikan oksgen 100%
Penggunaan pulse oxymetri, dapat memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
pasien, tetapi tidak dapat memastikan ventilasi
oksigen adekuat
18. Primary Survey - Circulation
Assesment
Evaluasi Kesadaran
Evaluasi nadi
Pemeriksaan nadi dapat dilakukan di arteri radialis, arteri
brachialis, arteri femoralis, evaluasi untuk kekuatan nadi,
kecepatan dan irama
Evaluasi tekanan darah
Hipotensi merupakan tanda yang tersering dalam hipovolemik
akibat trauma.
Evaluasi perdarahan
Perdarahan eksternal harus segera diatasi dengan kontrol
perdarahan, dapat dilakukan dengan bebat tekan terlebih
dahulu.
Perdahan internal juga perlu dicurigai dengan cermat apabila
ada trauma pada daerah abdomen dan fraktur pelvis, supaya
dapat segera diatasi.
19. Primary Survey - Circulation
Management
Memasang jalur intravena resusitasi cairan pada
pasien dengan syok hemoragik. Jalur intravena dapat
digunakan dua line kateter IV. Pasien datang dapat
diberikan terapi cariran 1-2 L kristaloid ringer laktat
yang sudah dihangatkan, supaya tidak terjadi hipotermi
pada pasien trauma. Cairan dapat dihangatkan pada
suhu 37-40oC.
Pemasangan kateter lambung (NGT/OGT) dipakai
untuk mengurangi dekompresi lambung .
Kontraindikasi pemasangan NGT : Fraktur basis kranii
Pemasangan EKG untuk monitoring irama jantung
20. Primary Survey - Circulation
Pemasagan kateter uretra sebagai indikator untuk menilai
keadaan perfusi ginjal dan hemodinamik pasien. Katater
urine untuk melihat produksi urin sehingga dapat
disesuaikan dengan cairan yang diberikan pada penderita.
Kontra indikasi penggunaan kateter :
Bloody discharge (adanya darah di orifisium uretra eksterna
(meatal bleeding)
Pada Rectal Touche : Prostat Letak Tinggi / Tidak teraba
Fraktur pelvis
Echymosis di perineum
hematom di skrotum atau perineum,
Pada ruptur uretra dilakukan uretrogram terlebih dahulu.
21. Primary Survey - Circulation
Estimated Blood Loss Based on Patient’s Initial
Presentation
22. Primary Survey - Disability
Penilaian tingat kesadaran : AVPU (Alert Verbal Pain
Unresponsive),
Pemeriksaan Glasgow Coma Scale ( GCS) digunakan
pada pasien dengan curiga cedera kepala untuk
menentukan klasifikas cedera otak pada pasien
trauma.
COR : GCS 14-15
COS : GCS 8-13
COB : GCS kurang dari 8
Pada pasien dengan cedera otak perlu dilakukan
evaluasi 2-8 jam untuk melihat adanya lucid interval
atau tidak, yang ditandai dengan peningkatan TIK,
muntah, pusing
Penilaian terhadap ukuran pupil, reflek cahaya, tanda-
23. Primary Survey – Exposure
Pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk
memeriksa dan mengevaluasi pasien, serta untuk
menghindari paparan bahaya zat kimia apabila ada
dari pakaiannya. Perlu untuk dicegah hipotermia
pada pasien trauma.
24. Secondary Survey
Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki,
(head to toe examination) termasuk reevaluasi pemeriksaan
tanda vital pasien.
Anamnesis
Anamnesis riwayat lengkap yang dapat digali dari keluarga
maupun pasien sendiri. Riwayat AMPLE
A : Alergi
M : Mediasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past Ilness (Penyakit penyerta)/Pregnancy
L : Last Meal
E : Event/ Environment yang berhubungan dengan perlukaan
Pemeriksaan fisik adanya trauma pada kepala leher, dada,
perut, maupun pada tempat lain
Penggunaan evaluasi laboraturium dan pemeriksaan foto
rontgen dalam membantu penyelamatan pasien
25. Trauma Kepala
Pemeriksaan Fisik
Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub
galeal, luka terbuka, luka tembus dan benda asing.
Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis
periorbita (brill hematoma), ekimosis post auricular
(battle sign), rhinorea, dan otorea serta perdarahan
di membrane timpani atau leserasi kanalis
auditorius.
Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla
(Lefort), fraktur rima orbita dan fraktur mandibula
Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan
konjungtiva, perdarahan bilik mata depan,
kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
26. Trauma Kepala
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari
Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow
Coma Scale (GCS).
Pemeriksaan nervus III, yaitu pemeriksaan pupil :
besar & bentuk, reflek cahaya, bandingkan kanan-kiri
Pemeriksaan nervus VII
Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil,
perdarahan pre retina, retinal detachment.
Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas
dan bawah mencari tanda lateralisasi.
Autonomis: bulbocavernous reflek, spingter reflek,
reflek tendon, reflek patologis.
30. TRAUMA KEPALA – Tata Laksana
CAIRAN ISOTONIS
PZ atau RL hangat. Perlu
dihindari penggunaan cairan
yang mengandung glukosa dapat
menyebabkan hiperglikemia
yang berakibat buruk pada otak
yang mengalami cedera.
ANTI KONVULSAN
Pada orang dewasa diberikan 1g
yang diberikan dengan
kecepatan 50 mg/ menit. Apabila
kejang berkepankangan dapat
diberikan dizepam. Dosis
pemeliharaan 100 mg/8 jam
MANITOL
Manitol digunakan untuk menurunkan
tekanan intrakranial (TIK) yang meningkat.
Dosis yang diberikan 0,25-1 g/kgBB.
Perburukan neurologis merupakan indikasi
kuat diberikan manitol. Loading Manitol 200
cc tappering off 6x100
31. TRAUMA VERTEBRAE
Diagnosa dini, prevervasi fungsi spinal cord dan
pemeliharaan aligment dan stabilitas merupakan kunci
keberhasilan manajemen.
Identifikasi :
Leher : adanya kontusio, deviasi trakea,
“Spinal shock” dapat terjadi setelah 48 jam setelah cedera
tulang belakang, yang ditandai dengan adanya hipotensi,
bradikardia, kehilangan motorik dan sensorik.
“Spinal shock”
refleks bulbocavernosus : refleks tersebut akan menghilang
kurang dari 48 jam.
Apabila paraplegia dan refleks bulbocavernosus tidak
kembali dalam 48 jam menandakan bahwa kerusakan
yang terjadi adalah permanen, begitu pula sebaliknya
32. TRAUMA VERTEBRAE – tata
laksana
Syok hipovolemik ditandai dengan takikardia
Pemberian cairan resusitasi 2L
Syok neurogenik ditandai dengan bradikardia dan tidak ada
respon pada pemberian cairan
Pemberian vassopresor secara hati-hati dapat
diindikasikan
Imobilisasi
Pada pasien trauma servikal diperlukan penggunaan
collar servikal atau collar brace.
Pasien dapat dipindahkan dengan menggunakan “long
spine board”
Pasien cedera tulang belakang gerakan yang aman untuk
memindahkan adalah “log roll’ dengan bantuan 4 orang.
33. Trauma Thorax – Tension
Pneumothorax
Klinis Tata Laksana
“one-way ventile
phenomenone”
Tertinggalnya salah
satu gerak dinding
dada (asimetris)
Hipersonor
Deviasi Trakea
Distensi Vena
jugularis Eksterna
Needle
Thoracosintesis di
ICS 2 Midclavicula
dipasang dengan
WSD
34. Trauma Thorax – Open
Pneumothorax
Tata laksana
Tutup luka tersebut dengan menggunakan
occlusive dressing steril ataupun kain yang
bersih yang ditutup pada tiga sisinya, flutter
type valve.
Fungsi dari penutup ini sebagai katup, udara
dapat keluar melaluin luka, tetapi tidak dapat
masuk melalui luka tersebut
35. Trauma Thorax – Flail Chest
Karakteristik Tata Laksana
Gerakan "paradoksal" dari
(segmen) dinding toraks
saat inspirasi/ekspirasi;
Komplikasi utama adalah
gagal napas, sebagai
akibat adanya inefective
air movement, yang
seringkali diperberat oleh
edema atau kontusio
paru, dan nyeri.
Pemberian analgesik
atau narkotika
diperbolehkan
Stabilisasi area flail chest
Fiksasi eksterna :
menggunakan plester
setengah lingkaran sisi
badan saat inspirasi
panjang, dari 2 costae di
atas dan di bawah
fraktur.
Fiksasi internal melalui
operasi
pemeriksaan AGD
36. Trauma Thorax - Hematothorax
Karakteristik Tata laksana
Hematotoraks masif
terakumulasinya darah
toraks sebanyak lebih
dari 1500 cc atau satu
pertiga atau lebih
volume darah pasien
pada rongga thoraks
atau 200 ml/jam selama
2-4 jam.
Sumber perdarahan
umumnya berasal dari
A. interkostalis atau A.
Penanganan
hemodinamik segera
untuk menghindari
kegagalan sirkulasi.
Pasang chest tube di ICS
6 anterior axila line dan
di pasang WSD.
Torakostomi emergency
37. Trauma Thorax – Tamponade
Jantung
Karaktestik Tata Laksana
Trias Beck’s adalah
Distensi Vena
Jugularis
Penurunan Tekanan
Arteri,
Suara jantung yang
menjauh “muffled
heart sound”
Perikardiosintesis.
Perikardiosintesis
xyphoid ke arah bawah
skapula kiri dengan
menggunakan jarum
yang terbungkus plastik
atau teknik seldinger
untuk pemasangan
kateter yang fleksibel
dan prioritas utama tetap
pada upaya melakukan
aspirasi darah dari sakus
perikardium.
Pasang EKG
38. Trauma Abdomen
Organ atau area yang mungkin
terkena
Cedera yang mungkin
terkait
Fraktur kosta kanan
Fraktur kosta kiri
Kontusio midepigastrium
Fraktur prosessus tranversalis lumbal
Fraktur pelvis
Cedera hepar
Ruptur lien
Perforasi duodenum, cedera
pancreas
Cedera ginjal
Ruptur VU, cedera urethra
39. Trauma Abdomen
Inspeksi
Abdomen anterior dan posterior
Perineum, dilihat apakah ada abrasi
Kontusio dari sabuk pengaman, laserasi luka, penetrans,
benda asing yang tertancap.
log roll
Auskultasi
Perforasi dapat menyebabkan ileus, sehingga bising usus
menghilang.
Perkusi Palpasi
Perkusi dapat didapatkan hipertimpani pada perforasi
organ berongga. Perut akan terlihat distended dan defans
muscular karena terdapat iritasi peritoneum.
Nyeri tekan superfisial dan nyeri tekan dalam juga dapat
dirasakan pada pasien dengan trauma abdomen.
41. Trauma Abdomen – Tata Laksana
Resusitasi dengan RL hangat 1-2 L.
Apabila ada cedera pada organ abdomen internal
bleeding Cito Laparotomi Eksplorasi.
42. Trauma Pelvis
Pemeriksaan dimulai dengan cara kompresi manual
krista iliaka atau spina iliaka antero superior.
Pelvis tampaknya stabil pada waktu kompresi, lakukan
manuver untuk distraksi spina iliaka anterosuperior
untuk mengevaluasi adanya gerakan tulang ataupun
nyeri.
Foto x-ray
43. Trauma Pelvis – Tata Laksana
Resusitasi cairan untuk menstabilkan hemodinamik baik
dengan kristaloid/koloid/transfusi darah.
Stabilisasi pelvis dapat menggunakan :
- Lilitan kain atau elastic bandage sebagai sling
pelvis,
- Pelvic sling khusus C-Clamp
45. Trauma Muskuloskeletal
Fraktur Terbuka Fraktur tertutup
Kontrol perdarahan
dengan bebat tekan
dan resusitasi cairan.
Antibiotik untuk
mencegah infeksi
Tetagam atau anti
tetanus untuk
mencegah tetanus
Resusitasi cairan
Imobilisasi dan
reposisi dengan
menggunakan bidai.
Reposisi juga bisa
digunakan gips
sebagai padding.
46. Trauma Thermal
Indikasi klinis trauma inhalasi :
Luka wajah yang mengenai wajah atau leher. Luka
bakar yang melingkari leher dapat diindikasikan
untuk melakukan intubasi
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan
orofaring
Sputum yang mengandung karbon atau arang
Suara serak
Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
47. Trauma Thermal – Tata Laksana
Cairan diberikan dengan rumus Baxter yaitu :
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8
jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari
kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
% Luka Bakar x BB x 4 cc
48. Daftar Pustaka
Fikri M Abu-Zidan. Adavanced Trauma Life Support Training : How useful it
is?.World Journal of Critical Care Medicine. 5(1): 12-16, 2016.
American College Surgeons. Advanced trauma life support (ATLS) : the ninth
edition. Trauma Acute Care Surg. 5(74), 2013.
Digna R Cool & Johan G. Blickman. ABCDE from radiological point of view.
Emergency Radiology. 2007
World Health Organization and The International Association for the Surgery
Trauma and Surgical Intensive Care, International Society of Surgery. Guideline
for essential Trauma Care. 2004.
American College Surgeons. Advanced trauma life support (ATLS) : the ninth
edition. 2012
Tim Neurotrauma. Pedoman Tata Laksana Cedera Otak. 2014
Kim Vidhani, Julianne Kause, & Michael Parr. Should we follow ATLS guidelines
for the management of traumatic pulmonary contusion : the role of non invasve
ventilatory support. Resucitation. 52 : 265-268. 2002
Heru Koesbijanto. Flail Chest Management in A RDS. Folia Medica Indonesiana
Departement Thoracic and Cardiovascular Surgery, Faculty of Medicine,
Airlangga University Surabaya. 3 (47), 2011.
Louis Solomon, David Warwick, Selvadurai Nayagam. Apley’s System of
Orthopaedics and Fracture : Ninth Edition, 2010.
Chairudin Rasjad. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2012