Akhlak Akhlak - 01 - Pengantar Studi Akhlak
Materi Kuliah STAI Al-Hidayah Jurusan Pendidikan Agama Islam
ArsipKuliahTarbiyah.Blogspot.Com - Haristian Sahroni Putra
2. Definisi Akhlak
Secara bahasa (etimologi)
Akhlak (ُق
َ
َل
ْ
خ
َ
األ) jama’ (plural) dari kata
al-khuluq (ُقلالخ) ,
--- > nama untuk suatu kebiasaan
atau pembawaan seseorang dan
tabiat yang ia terlahir dengan
membawanya.
Majmū’ah min al-Mukhtashshīn, Mausū’ah Nadrat al-Na’īm,
hlm. 59.
4. al-khalq (ُقخلَخْلَا) dikhususkan untuk
menggambarkan kondisi dan sosok yang dapat
dilihat mata
ُ
ْ
الُِبة
َ
كَر ْد
ْ
ُاْلرَوُُّالص َُوات
َ
ئْيَه
ْ
ل
َ
اَُِِصََب
al-khulq (ُقخلخْلَا) dan al-khuluq (ُقلخْلَا) dikhususkan
untuk sifat dan karakter yang hanya dapat dilihat
dengan intuisi.
ُ
ْ
الُِبة
َ
كَر ْدْل
ْ
اُاَاي َج َّالسَُوىَوق
ْ
ل
َ
اََُِِْْ ِصََب
Ar-Raghib al-Asfahani dalamAhmad Mu’ādz Haqqī, al-Arba’ūna Hadītsan fi al-Akhlāq,
hlm. 7.
5. Ibn Manzur :
al-khuluq adalah agama (al-dīn), tabiat
(al-tab’) dan karakter (al-sijiyyah),
dimana hakikatnya adalah bentuk atau
kondisi yang bātin (tak terlihat) dari
seseorang, yaitu jiwanya, sifat-
sifatnya, dan kepribadiannya. Adapun
al-khalq adalah bentuk atau kondisi –
baik sifat maupun kepribadian- yang
zāhir (terlihat).
al-Jurjānī, al-Ta’rifāt, dalam Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, Jilid I, hlm. 60.
6. Secara Istilah
Al-Jurjāni menjelaskan :
َُّلنُِل ٍة
َ
ئْي َُه ْنَُع
ٌ
َِراََبُِعق
ْ
لخ
ْ
ل
َ
اُْنَُعردْص
َ
ُت
ٌ
ة
َ
خ ِاسَرُ ِس ْفُالَع
ْ
ف
َ
أل
ْ
اُاَه
َُاج َُحَِْْ
َ
ُغ ْنُِمٍِ ْسيَُو ٍة
َ
لْوهسِبٍُةَّيِو َرَُوٍِ
ْ
كِفُى
َ
لُِإ ٍة
“Akhlak adalah nama bagi suatu bentuk
didalam jiwa yang bersifat rāsikh (mendalam
dan kokoh) yang muncul dari padanya
perbuatan-perbuatan dengan begitu mudah
tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.”
al-Jurjānī, al-Ta’rifāt, dalam Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, Jilid I, hlm. 62.
7. ُْنِإ
َ
فَُان
َ
كُر ِادَّالصاَهْنَعَُع
ْ
ف
َ ْ
األُالُةَن َس َلح
ْ
اُِت
َ
ان
َ
كُ
ْ
الُة
َ
ئْيَه
ا ًقلخ،اًن َس َحُْنِإَوَُان
َ
كُر ِادَّالصاَهْنِمُالَع
ْ
ف
َ
أل
ْ
اُ
َ
لق
ْ
اُة َحْيَِب
ُِتَيِمسُة
َ
ئْيَه
ْ
الُْي ِت
َّ
الَُي ِهَُمُر َدْصَُكِل
َ
ذُ
ً
قالخُِي َسُ
ً
ئا.
Jika hal yang muncul dari dalam jiwa tersebut
perbuatan baik atau terpuji maka disebut akhlak
yang baik. Begitu pula jika yang muncul adalah
perilaku buruk atau tercela maka sumber
perilaku itu dinamakan akhlak yang buruk.
8. ا َمَّنِإَواَن
ْ
لقُهَّنِإُ
ٌ
ة
َ
ئْي َهُ
َ
خ ِاسَرُ
ٌ
ةَُّن
َ
ِألُْن َمُردْصَيُْنِمُهُل
ْ
ذَبُِال
َ
ْل
ْ
ا
ى
َ
لَعُِرْودُّالنٍُة
َ
ال َحِبٍُةَضِراَعُ
َ
لُيُال
َ
قُهقلخُاء َّخ َّالسُْم
َ
ال َم
ُْتب
ْ
ثَيَُكِل
َ
ذُْيِفُِه ِس ْف
َ
ن.
“Akhlak dinamakan bersifat rāsikh (kokoh)
dikarenakan (sebagai contoh) orang yang
menyumbangkan hartanya secara jarang
dikarenakan sebab tertentu saja perilakunya
tidak dikatakan sebagai dermawan selama
perbuatannya itu tidak tetap pada dirinya”.
9. al-Jāhiz mendefinisikan akhlak yaitu :
1. Akhlak adalah kondisi jiwa yang dengannya manusia
melakukan perbuatannya tanpa pertimbangan
(rawiyyah) maupun pilihan (ikhtiyār).
2. Akhlak pada sebagian manusia terkadang merupakan
insting (gharīzah) dan tabiat (tab’an), tetapi pada
sebagian yang lain hanya dapat dimiliki dengan suatu
pembiasaan (riyādah) dan kesungguhan (ijtihād).
Contoh: sifat dermawan (sakhā’), yang terkadang
terdapat pada diri banyak orang tanpa adanya
pembiasaan maupun upaya keras (ta’ammul). Demikian
pula sifat berani (syajā’ah), santun (hilm), menjaga
kesucian diri (‘iffah), adil (‘adl), dan akhlak terpuji
lainnya”
Majmū’ah min al-Mukhtashshīn, Mausū’ah Nadrat al-Na’īm, hlm. 61.
10. Kesimpulan…
1. akhlak adalah sifat yang terkandung
di dalam jiwa, baik bawaan (fitrah) atau
didapat dengan usaha (muktasab),
yang menghasilkan efek berupa
perilaku terpuji atau tercela.
‘Abd al-Rahmān Hasan Habankah al-Maidānī, al-Akhlāq al-Islāmiyyah wa
Ususuhā, Damaskus: Dār al-Qalam, 1999, hlm. 10
11. 2. Tidak setiap sifat yang ada didalam jiwa dapat
disebut akhlak. Ada yang berupa insting atau faktor
pendorong saja yang sama sekali tidak ada kaitannya
dengan akhlak.Yang membedakan keduanya adalah
bisa atau tidaknya ia disifati dengan baik atau buruk.
Contoh:
makan ketika lapar adalah dorongan dari rasa didalam
jiwa yaitu mempertahankan hidup, dan ini tidak
disifati dengan baik atau buruk. Namun seseorang
yang makan secara berlebihan yang muncul dari sifat
tamak atau rakus maka ini disebut akhlak, karena
tamak atau rakus itu buruk dan tercela.
‘Abd Rahmān al-Maidāni, al-Akhlāq al-Islamiyyah wa Ususuhā, hlm. 11.