Dokumen tersebut membahas pentingnya belajar kepemimpinan di rumah dan keluarga. Keluarga adalah tempat pertama untuk belajar interaksi sosial dan melihat bagaimana seseorang memimpin diri dan orang lain. Pemimpin sejati harus mampu keluar dari zona nyaman dan memahami perubahan, yang dapat dipelajari melalui pengalaman memimpin keluarga. Oleh karena itu, kepemimpinan seharusnya diajark
1. PELATIHAN KEPEMIMPINAN MULAI DARI
KELUARGA?
Mau bicara apa lagi tentang kepemimpinan? Anda mungkin sudah
maklum, seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki tiga daya.
Pertama, ia memiliki daya untuk merumuskan visi dan misi bersama.
Kemudian, ia memiliki daya untuk menggerakkan orang Akhirnya,
ketiga, ia memiliki daya untuk mengubah orang dan dirinya sehingga
visi tadi tercapai.
Kenapa koq bisa ia menggunakan dayanya seperti itu? Orang banyak
mau bergabung dengannya karena ia dapat dipercaya dan terbukti telah
menjalani hidup sebagai orang yang mengabdi. Karena ia juga sudah
bekerja keras menggali visinya. Karena ia juga sudah mengenal dirinya
dengan baik, luka batinnya, biasanya, dan semua dorongan yang
tersembunyi di hatinya. Karena ia pernah menjalani hidup dipimpin
orang lain dan diubahkan.
Karena itu, biasanya, pemimpin yang tidak pernah memiliki visi pribadi,
atau tidak pernah punya pengalaman dimana ia diubah orang lain dan
mengalami bergerak bersama orang lain, sulit mendapatkan
kepercayaan tadi. Orang butuh mengamati bahwa Walk the Talk (Apa
yang dikatakannya adalah apa yang dijalaninya) menjadi bagian
hidupnya.
2. Akhir-akhir ini memang beberapa lembaga berkiprah di bidang itu dan
menarik perhatian. Dikenallah nama Haggai Institut, Maxwell, dan YLI
(Young Life Indonesia). Bahkan baru-baru ini, Badan Kerja Sama antar
Perguruan Tinggi Kristen Indonesia membahas kepemimpinan sebagai
topik utama pertemuan mereka. Mereka berupaya menjawab berbagai
kebutuhan dalam urusan kepemimpinan. Mengapa semuanya
disambut?
Konon, memang kualitas kepemimpinan di berbagai bidang terkesan
buruk. Hal ini kentara baik di politik, pekerjaan sehari-hari, dan
komunitas agama. Manipulator, koruptor, dan tiran spiritual merupakan
hal yang lebih sering orang lihat daripada sosok pemimpin yang
melayani. Sekurang-kurangnya, kita lebih melihat sosok manajer,
birokrat dan pengejar status bahkan di dalam organisasi agamawi pun.
Nah, bergunakah kehadiran pelatihan kepemimpinan untuk
menghasilkan sosok-sosok pemimpin yang lebih baik di masa depan?
Haggai Institut melatih pemimpin-pemimpin yang sudah matang,
memperkaya mereka dan menumbuhkan komitmen penginjilan. Young
Life melatih anak-anak SMU, mahasiswa dan profesional muda. Mereka
dikenal karena menggunakan kombinasi kelas, alam bebas, pemulihan
gambar diri serta praktek dalam network yang solid. Dari sudut
peralatan, mereka memiliki camp ground, alat-alat lintas alam, dan
akses ke kapal-kapal di teluk Jakarta. Organisasi di bawah bendera
Maxwell juga tidak main-main menentukan target 10 juta orang untuk
dilatih secara sistematik seperti MLM. Dukungan buku, pelatih dan
promosinya sangat profesional. Semua pelatihan tadi memang baik,
namun agaknya, ada suatu hal yang jelas tidak dapat tergantikan oleh
pelatihan-pelatihan tersebut. Justru hal yang terakhir ini luput dilatih.
Apa itu?
3. Pelatihan kepemimpinan dan rumah
Setujukah Anda bahwa kepemimpinan di pelajari dan dilatih di
keluarga? Banyak orang membanggakan kepemimpinan si anu di
pekerjaan, masyarakat atau di politik dan kalangan agama. Mereka
mengukur dirinya dengan keberhasilan program atau jumlah pengikut
dan Namun jarang orang ukur bahwa di dalam hubungan keluarga, ia
tampil bukan sebagai pemimpin yang berhasil. Contohnya adalah
Clinton. (Amit-amit punya menantu seperti dia.. Tak mungkin kita rela
putri kita menikah dengannya). Tapi memang banyak pemimpin serupa
itu. Hubungannya dengan istri, suami, anak atau mertua justru
diabaikan. Lalu orang anggap bahwa bila di luar rumah dia berhasil,
mengurbankan keluarga serupa itu merupakan suatu pengurbanan yang
memadai. Harga yang mesti dibayar.. hanya apakah memang itu yang
Tuhan kehendaki atau yang si pemimpin inginkan? Tidakkah sebenarnya
kepemimpinan sejati harus tercermin di dalam kepemimpinan pribadi
dan kepemimpinan di keluarga? Tidakkah justru kepemimpinan
dipelajari di konteks keluarga, suatu unit terkecil dan inti dari
masyarakat. Mengapa demikian?
Pertama, rumah adalah pintu masuk yang seorang dapati ketika ia
memasuki kehidupan sebagai anak kecil. Pengalaman di rumah akan
menentukan pandangannya tentang hidup, manusia lain, visinya dan
sebagainya.
Kedua, rumah akan menentukan sebesar manakah zona nyaman yang
dimilikinya.
Ketiga, interaksi di keluarga berjalan intens dan terus menerus.
Walaupun di konteks lain ia dapat menggunakan topeng, di keluarga ia
terlihat sebagaimana ia ada, aslinya.
Keempat, pe
Memimpin diri, keluar dari zona nyaman
4. Setiap manusia cenderung berada dalam zona nyamannya. Zona
nyaman adalah pola pikir, pola sikap serta pola perilaku dan paradigma
spiritual yang seseorang biasa gunakan. Pola tadi mungkin telah
membawanya pada kesuksesan sampai saat ini. Karena hal itu terasa
nyaman dan maka hal itu diulang-ulang serta dipertahankannya.
Akhirnya, seringkali tanpa disadari ia terpenjara dalam hal yang
membuatnya nyaman itu.
Tadi dikatakan bahwa tugas pemimpin antara lain membuat orang
bergerak. Bergerak berarti meninggalkan zona nyaman. Untuk membuat
orang bergerak, berarti sang pemimpin harus tulus bergerak bersama
mereka. Membuat diri bergerak ke arah visi tertentu bersama pengikut,
berarti sang pemimpin harus berani memberi teladan bergerak keluar
lebih dulu dari zona nyamannya. Hal itu memang sulit. Tapi justru bila
ia menunjukkan teladan bagaimana hal yang sulit di atasi, ia menjadi
pemimpin yang inspiratif.
Adakah kaitan antara zona nyaman dengan visi? Orang yang segan
keluar dari zona nyaman, biasanya segan membuat visi baru. Buat apa
perubahan itu… tidakkah perubahan membawa ketidakpastian?
Kalaupun ia membuat visi baru, ia malas mengubah pola-pola di atas.
Kenapa musti diubah bukan, kalau ia merasa bahwa hal tadi telah
membawanya kepada sukses. Jadi bila ingin jadi pemimpin sejati,
seseorang perlu terus belajar tentang zonanya.
Memimpin orang lain, keluar dari kesempitan
Bila Anda ingin mengenal siapa seseorang, lihatlah siapa teman-
temannya. Lebih dalam lagi, lihat siapa pasangan hidup dan bagaimana
anak-anaknya? Mereka semua mencerminkan diri orang itu dan
bagaimana ia sesungguhnya memperlakukan orang lain… Jadi, bila
5. ingin melihat jati diri seorang pemimpin dan bagaimana kepemimpinan
dibangun, lihatlah keluarganya.
Pertama, berapa jauh di dalam kepemimpinannya ia membangun
kepemimpinan kolektif di keluarganya. Lihatlah bagaimana ia berbagi
informasi, perspektif dan visi dengan pasangannya. Apakah ia
membangun suatu kepemimpinan yang kolektif dimana keputusan
diambil bersama? Apakah ia memberi cukup ruang untuk pasangannya
mengekplorasi hidup? Ataukah ia menjadi Kapten kapal di keluarganya?
Umumnya memang, hal serupa itu terlihat umum di Asia. Suami
menjadi pemimpin besar. Ia memiliki kata terakhir. Ia adalah kapten
kapal. Jadi dimana tempat istri dan anak? Yah, jadi pengikut yang patuh
dan berterimakasih. Umumnya, orang menganggap bentuk pembagian
tugas dan pola kepemimpinan serupa itu wajar dan tradisional. Berarti,
baik dan stabil. Benar, memang stabil, yaitu bahwa istri dan anak terus
menerus memainkan peran manusia yang tidak mandiri. Anehnya,
justru sering peran penting sebagai pemimpin spiritual tidak dimainkan
oleh para kapten kapal serupa itu, padahal peran itu adalah jangkar
keluarga.
Sebaliknya ada pemimpin yang menyadari bahwa semakin kompleks
urusan yang dihadapi seseorang, semakin perlu ia akan bantuan dan
kerja sama dengan orang lain. Ia mulai dengan melakukan hal itu di
rumahnya. Ia ingin melihat anak dan pasangannya mandiri. Untuk itu
mereka boleh berbeda pendapat bahkan berseberangan dengan dirinya.
Kedua, seringkali seorang pemimpin terjebak dalam gaya
kepemimpinan yang sama, padahal siklus organisasinya sudah ada di
titik yang berbeda. Hal itu mudah terjadi bila juga tidak menyadari
perubahan-perubahan yang terjadi di keluarganya. Cobalah lihat cara ia
menasehati anaknya yang berusia 9 tahun dengan cara menasehatinya
ketika ia berusia 4 tahun. Ia akan terkejut…
6. Jadi buat Anda yang serupa itu, perlakukanlah istri Anda seperti ketika ia
masih merupakan gadis imut berusia 18 tahun yang Anda pacari dulu,
Anda akan gagal… Tapi perlakukanlah mereka dengan cara yang tepat
dengan kondisi mereka dan siklus hidup mereka, Anda akan belajar
banyak hal. Atau, perlakukanlah suami Anda seakan ia adalah bujangan
ingusan yang sarat libido, padahal ia sudah uzur, Anda akan kaget.
Masih banyak lagi contoh, kepemimpinan tercermin dan dipraktekkan
terus menerus di keluarga. Selanjutnya, kepemimpinan juga dimulai dan
dipelajari di sana. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang memiliki
pimpinan tunggal akan meniru cara itu. Ia mengira itulah pola yang ia
kira terbaik untuk hidup keluarga. Akibatnya, hal itu di transfernya juga
ke pekerjaan, komunitas agama, dan masyarakat dimana ia hidup.
Selama ia tidak diubah dan bergerak keluar dari ruang nyaman, agaknya
pelatihan kepemimpinan hanya baik untuk nalar, tapi bukan sebagai
gaya hidup. Seorang anak yang memiliki ayah atau ibu yang tidak
sensitive terhadap siklus perubahan di dalam keluarga dan masyarakat
akan yakin bahwa tanpa kepekaan ia akan tetap dapat menjadi
pemimpin yang baik.
Nah, bagaimana? Salahkah bila kita membayangkan bahwa
kepemimpinan dan pendidikan tentang hal itu harus utuh terjadi di
dalam area diri pribadi dan keluarga selain di pekerjaan, komunitas
agama atau dimasyarakat luas?