I. Latar belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter dan perawat. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.(Elizabeth,2009)
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. (Moenajad, 2001)
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1 Di Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya da
I. Latar belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter dan perawat. Jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajad cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan dalam penangananpun tinggi. Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia.(Elizabeth,2009)
Statistik menunjukkan bahwa 60% luka bakar terjadi karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain, misalnya bus terbakar, ledakan bom, dan gunung meletus. (Moenajad, 2001)
Penanganan dan perawatan luka bakar (khususnya luka bakar berat) memerlukan perawatan yang kompleks dan masih merupakan tantangan tersendiri karena angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.1 Di Amerika dilaporkan sekitar 2 – 3 juta penderita setiap tahunnya dengan jumlah kematian sekitar 5 – 6 ribu kematian per tahun. Di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSCM Jakarta, pada tahun 2008 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka kematian 37,38%. Dari unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2008 didapatkan data bahwa kematian umumnya terjadi pada luka bakar dengan luas lebih dari 50% atau pada luka bakar yang disertai cedera pada saluran napas dan 50% terjadi pada 7 hari pertama perawatan. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai. (Irna Bedah RSUD Dr. Soetomo, 2001)
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya da
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah (Smeltzer, 2008: 1220).
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus yang
paling ditakuti oleh para penderita Diabetes Melitus karena dapat mengakibatkan
terjadinya cacat bahkan kematian. Hampir sepertiga dari kasus Diabetes Melitus
yang di rawat punya masalah dengan kakinya. Akibatnya hari perawatan lama dan
biaya pengobatan mahal. Belum lagi dihitung tenaga yang hilang akibat kecacatan
dan ketidak hadiran di tempat kerja serta biaya yang perlu dikeluarkan akibat cacat
tersebut (Wijoseno, 2010: 20).
Amputasi tungkai bawah paling banyak karena luka kaki diabetes, jumlah
penderita Diabetes Melitus dengan luka kaki terus meningkat dan resiko 15-16 kali
lebih besar untuk amputasi. Deteksi dini dan penanganan yang tepat pada luka
dapat mencegah 85 % amputasi. Observasi yang dilihat selama ini bahwa penyakit
Diabetes Melitus terus mengalami peningkatan jumlah penderita dari tahun
ketahun, kemudian pada sebagian besar kasus Diabetes Melitus disertai dengan
timbulnya luka pada kaki. Kebanyakan pada penderita Diabetes Melitus yang
mengalami luka jika tidak dilakukan perawatan luka dengan baik dan benar,
sehingga meningkatkan kasus amputasi bahkan kematian (Adi, 2010: 5).
Menurut Margolis, Kantor, & Berlin, 1999. Luka diabetik juga
dikarakteristikkan sebagai luka kronis yang memiliki waktu penyembuhan lama.
Lama waktu penyembuhan luka diabetik disebabkan karena respon inflamasi yang
memanjang. Lama waktu penyembuhan luka diabetik dapat mencapai 12-20
minggu. Luka diabetik yang tidak sembuh menjadi faktor resiko infeksi dan
2. 2
penyebab utama dilakukannya amputasi serta kematian (Rahmadiliyani, dkk,2008:
63-68).
Sampai saat ini, persoalan kaki diabetik masih kurang dapat perhatian dan
kurang di mengerti sehingga masih muncul konsep dasar yang kurang tepat pada
pengelolaan kaki diabetik. Akibatnya banyak penderita yang harus teramputasi
kakinya, padahal kaki tersebut masih bisa diselamatkan secara lebih dini, lebih
cepat dan lebih baik (Syamsuhidayat R, Jong WD, eds., 2002: 578 – 579)
Banyak faktor yang berperan terhadap lama proses penyembuhan ulkus
diabetik di antaranya dapat berasal dari perawatan luka, pengendalian infeksi,
vaskularisasi, usia, nutrisi, penyakit komplikasi, adanya riwayat merokok,
pengobatan, psikologis, dll (Yadi, 2000: 93).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari ulkus diaberikum ?
2. Apa saja etiologi dari ulkus diabetikum
3. Bagaimana patofisiologi dari ulkus diabetikum?
4. Apa saja manifestasi klinis dari ulkus diabetikum ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang pada ulkus diabetikum?
6. Apa saja penatalaksanaan dari ulkus diabetikum?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus diabetikum?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami, memberikan, dan melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami luka neuropati
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui defenisi dari luka neuropati
b. Mengetahui etiologi dari luka neuropati
3. 3
c. Mengetahui klasifikasi dari luka neuropati
d. Mengetahui mengidentifikasi masalah kuku dan kulit pada klien
neuropati (diabetikum)
e. Mengetahui patofisiologi dari luka neuropati atau diabetikum
f. Mengetahui manifestasi klinis dari neuropati atau diabetikum
g. Mengetahui prevalensi dan insidensi
h. Mengidentifikasi karakteristik luka diabetic
i. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien dengan ulkus
diabetikum
j. Mengetahui rencana perawatan untuk klien dengan ulkus diabetikum
4. 4
BAB II
TINJAUN TEORI
A. Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
Melitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terhadap luka pada
penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi
disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Windharto, 2007).
Luka diabetes bisa disebut ulkus diabetikum atau luka neuropati. Luka
diabetes adalah infeksi, ulkus atau kerusakan jaringan yang lebih dalam terkait
dengan gangguan neurologis dan vaskuler pada tungkai (WHO, 2001). Kondisi
ini merupakan komplikasi umum yang terjadi pada klien yang menderita
diabetes mellitus. Dua hal yang dapat menyebabkan luka diabetes yaitu adanya
neuropati dan penyakit vaskuler. (Robert, 2000).
B. Klasifikasi
Klasifikasi ulkus kaki diabetik diperlukan untuk berbagai tujuan, diantaranya
yaitu untuk mengetahui gambaran lesi agar dapat dipelajari lebih dalam tentang
bagaimana gambaran dan kondisi luka yang terjadi.
Menurut Wagner (1983) membagi Diabetik Foot menjadi enam tingkatan yaitu
sebagai berikut :
5. 5
1. Derajat 0 : dengan kriteria tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti claw dan callus.
2. Derajat 1 : ulkus diabetik superfisial (dangkal) terbatas pada kulit.
3. Derajat 2 : ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4. Derajat 3 : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat 4 : gangrene jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis
6. Derajat 5 : ganggren seluruh kaki atau sebagian dangkal
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI: Penderita mengeluh nyeri
6. 6
waktu istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah
kurang kuat, dan didapatkan ulkus sampai gangren.
b. Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
C. Etiologi
Penyebab kejadian ulkus diabetik adalah multifaktor atau terdapat tiga
faktor utama yang menyebabkan terjadinya lesi kaki pada diabetes, yaitu
neuropati perifer, gangguan vaskuler atau iskemia ( mikro dan makro-
angiopati) dimana iskemia jangka panjang menyebabkan nekrosis, peningkatan
faktor resiko infeksi pada penderita. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki
sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka
penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak
tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka
yang sukar sembuh (Levin, 1993).
Menurut Benbow etiologi ulkus diabetik biasanya memiliki banyak
komponen meliputi neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia,
pembentukan kalus, infeksi, dan edema. Sedangkan menurut Oguejiofor, Oli,
dan Odenigbo selain disebabkan oleh neuroati perifer (sensorik, motorik,
otonom) dan penyakit pembuluh darah perifer (makro dan mikro angiopati)
faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian ulkus kaki adalah deformitas
7. 7
kaki (yang dihubungkan dengan peningkatan tekanan pada plantar), gender
laki-laki, usia tua, kontrol gula darah yang buruk, hiperglikemia yang
berkepanjangan dan kurangnya perawatan kaki (Tandra, 2009: 73)
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan Ulkus Diabetikum. (Askandar 2001).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetic yaitu :
1. Neuropatik diabetik
Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam darah yang
bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau
menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami
trauma kadang – kadang tidak terasa. Gejala – gejala neuropati: kesemutan,
rasa panas (wedengan : jawa barat , rasa tebal ditelapak kaki, kram, badan
sakit semua terutama malam hari.
2. Angiopati diabetik
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah menyempit dan
tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh
darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan mudah mengalami
gangrene diabetik yaitu luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau
busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta
antibiotic terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
3. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurang aliran listrik
(neuropati). (Soeparman, 2000).
8. 8
D. Pravelensi
Beberapa penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus
gangren pada penyandang diabetes melitus berkisar 17%-32%, sedangkan angka
laju amputasi berkisar antara 15%-30%. Para ahli diabetes memperkirakan ½
sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2011 penderita DM mencapai 7,3 juta orang
dan diperkirakan berjumlah 11,8 juta orang pada tahun 2030 , sehingga akan
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan penderita peringkat Sembilan
terbesar di dunia (IDF, 2013). Provinsi dengan penderita DM terbesar di Indonesia
diduduki oleh Kalimatan Barat dan Maluku Utara dengan prevalensi masin –
masing sebesar 11,1% ( Izn, 2011). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2
yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
Penderita diabetes mempunyai resiko 15% terjadinya ulkus kaki diabetik pada
masa hidupnya dan resiko terjadi kekambuahan dalam 5 tahun sebesar 70%.
Penderita diabetes meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia dilaporkan sebanyak
8,4 juta jiwa pada tahun 2001, meningkat menjadi 14 juta tahun 2006 dan
diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2020. Indonesia menduduki
peringkat ke-4 dengan jumlah diabetes terbanyak setelah India (31,7juta jiwa),
China (20,8juta jiwa), Amerika Serikat (17,7juta jiwa).
Hasil survey Departemen Kesehatan angka kejadian dan komplikasi DM cukup
tersebar sehingga dikatakan sebagai masalah nasional yang harus mendapat
perhatian karena komplikasinya sangat mengganggu kualitas penderita. Angka
kematian ulkus pada penyandang DM berkisar antar 17-32%, sedangkan laju
amputasi berkisar antara 15-30%. Para ahli DM memperkirakan ½ sampai ¾
kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan luka yang baik, lebih dari
satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka diabetes khususnya
9. 9
diakibatkan oleh ulkus gangren diseluruh dunia (Depkes,2010) (Kristiyaningrum,
Indanah,Suwarto. Tahun 2012).
E. Patofisiologi
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes Melitus
adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetik disebabkan adanya tiga faktor yang sering
disebut trias yaitu: iskemik, neuropati, dan infeksi.
Beberapa literatur melaporkan bahwa mekanisme terjadinya neuropati berfokus
pada jalur poliol. Jalur poliol mengakibatkan pengendapan sorbitol dalam saraf
perifer. Produksi radikal oksigen yang dihasilkan juga berkontribusi dalam
kerusakan saraf. Sebab lain neuropati adalah karena penyakit vaskuler, terutama
karena gangguan saraf otonom vaskuler pembuluh.
Kerusakan komponen sensorik pada luka neuropati menyebabkan penurunan
kemampuan untuk measakan sensasi nyeri, trauma, suhu, getara, dan peningkatan
tekanan pada kaki. Kehilangan sensasi disertai dengan trauma atau peningkatan
tekanan berkontribusi terjadinya kerusakan kulit yang sering disertai dengan
pembentukan luka atau kalus tempat area yang tertekan.
Gangguan komponen motoric neuropati dapat menyebabkan atrofi otot – otot
neuropati dapat menyebabkan atrofi otot – otot intrinsic kaki, sehingga
menimbulkan kontraktur digital dan tekanan tingggi dibagian plantar kaki. Selain
itu, kelemahan otot – otot kaki anterior menyebabkan deformitas dengan
kurangnya dorsofleksi yang memadai sendi pergelangan kaki, sehingga akan
meningkatkan tekanan plantar pada bagian depan.
Neuropati otonom dapat terjadi dengan hilangnya tonus simpatik dan shunting
darah arteriovenous di kaki. Kelenjar keringat juga aka berpengaruh, menimbulkan
anhidrois yang menyebabkan kulit kering, pecah – pecah dan menjadi predisposes
kerusakan pada kulit. (suriadi, 2015)
10. 10
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan
darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan
adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan
menurun yang ditandai oleh hilang atau berkuranganya denyut nadi pada arteri
dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Price, 2007).
Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan
menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri dikaki dapat mempengaruhi otot – otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga menyebabkan kesemutan, rasa tidak nyaman,
dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang
berkembang menjadi ulkus diabetika.
Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama
kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang
kemudian timbul ulkus diabetika. Pada penderita DM yang tidak terkendali akan
menyebabkan penebalan tunika intima (hyperplasia membram basalis arteri) pada
pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran
albumin keluar kapiler sehingga menggangu distribusi darah ke jaringan dan
timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbAIC
yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh
eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi
jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus diabetika (Windharto, 2007). Peningkatan kadar
fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya
agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan
memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan
11. 11
menggangu sirkulasi darah. Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol
total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis (Barbara, 2001).
Perubahan/ inflamasi pada dinding akan terjadi penumpukan lemak pada lumen
pembuluh darah, konsentrasi HDL (high- density- lipoprotein) sebagai pembersih
plak biasanya rendah. Adanya faktor – faktor lain yaitu hipertensi akan
meningkatkan kerentanan tehadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi,
dingin, dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aerobik
Staphylokokus atau streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium
perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum pathogenesis ulkus
diabetika pada penderita (Soeparman, 2000).
12. 12
Diabetes Melitus
Neurophaty Kelainan Vaskuler
Motorik
Trauma
sensorik Otonomik
Kelemahanan
otot/ atrofi
Deformitas
Tekanan
berlebihan
pada plantar
Terjadi kalus
Kehilangan
sensasi pada
ekstremitas/
trauma tidak
terasa
Keringat
berkurang
Kulit kering
rusak dan
timbul fisura
Penuruan
saraf
simpatik (
perubahan
regulasi
aliran darah)
mikrovaskuler
Penurunan/
penipisan
struktur dinding
membran kapiler
darah
Peningkatan
aliran darah
menyebabkan
neuropati edema
makrovaskuler
Arteriosclerosis/
penyumbatan
pembuluh darah
besar/ iskemia
oste
Penurunan respon imun terhadap infeksi
Ulserasi kaki diabetikum
Gangrene
Amputasi
Nutrisi pada
aliran darah kapiler
13. 13
F. Masalah kuku dan kulit pada klien dengan diabetes militus
1. Kuku
Keadaan kuku seperti halnya keadaan kulit, dapat menentukan kesehatan
umum dari badan. Kuku yang sehat normal adalah kuat, kenyal, dan
memperlihatkan warna kemerah–merahan, dan permukaan licin, melengkung
dan bersih tanpa terdapat lubang atau ombak di bagian tepinya. Kuku sebagai
tambahan dari kulit, merupakan lempeng tanduk yang bertugas melindungi
ujung–ujung jari tangan dan kaki. Kuku terbentuk dari keratin yang
mengandung asam amino.
Pada penderita diabetes, sel-sel saraf dan pembuluh darah kecil di kaki
biasanya adalah bagian pertama yang mengalami kerusakan. Itu biasanya
disebabkan oleh sirkulasi yang tidak lancar dan diabetik neuropati. Hal tersebut
berbahaya karena sel saraf yang rusak menumpulkan sinyal nyeri dan sakit.
Maka penderita diabetes tidak bisa merasakan jika kaki terkena infeksi dan
luka.
Kuku yang panjang dan tidak terawat dapat menjadi sarang kuman dan tentu
saja hal ini sangat berbahaya karena penderita DM memiliki kekebalan tubuh
yang menurun dibandingkan orang sehat. Saat memotong kuku, panjang kuku
tidak boleh melebihi panjang jari dan jangan juga terlalu pendek. Jangan
memotong bagian tepi kuku terlalu dalam. Bila kuku keras, rendam kaki selama
dua menit, setelah itu baru dipotong.
Prosedur Perawatan Kuku Kaki Diabetik
a. Pengertian perawatan kuku kaki
Perawatan kuku kaki adalah tindakan perawatan kaki pada pasien
diabetik, dimana tindakan ini dilakukan pada kaki pasien diabet yang
tidak terdapat luka sebagai tindakan preventif/ pencegahan.
14. 14
b. Tujuan perawatan kuku kaki
1) Mempertahankan kebersihan kaki dari kotoran yang melekat lama
di kaki
2) Memperlancar peredaran darah di kaki
c. Alat yang perlu dipersiapka untuk perawatan kuku kaki
1) Satu set alat meni- pedicure
2) Baskom isi air rendaman teh herbal
3) Sikat gigi bulu halus
4) Batu apung
5) Handuk
6) Sabun ber-Ph rendah
7) Scrub
8) Lotion
9) Alcohol gel (jika tersedia)
d. Prosedur tindakan pelaksanaan untuk perawatan kuku kaki
1) Prosedur awal
a) Kaji data umum dan riwayat kesehatan pasien pada lembar
pengkajian
b) Lakukan pengkajian kaki
c) Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan
d) Lakukan komunikasi terapeutik sebelum, selama dan sesudah
dilakukan perawatan.
2) Prosedur utama pelaksanaan
a) Cuci tangan7 langkah dengan baik dan benar
b) Rendam kedua kaki pad baskom isi air hangat
c) Cuci kaki dengan sabun dan srub hingga mata kaki dengan
perlahan dan hati – hati
15. 15
d) Bilas dengan cara merendam dalam air baskon hingga tidak
terasa sabun/ hingga bersih
e) Angkat kaki, taruh diatas handuk dan perlak yang telah
disediakan
f) Kaki dibersihkan, kuku kaki digunting sesuai dengan
kebutuhan
g) Kaki dibersihkan dengan membilasnya pada baskom
h) Kaki dikeringkan dengan handuk hingga bersih dan kering
i) Biarkan sebentar, kemudian beri lotion sambal massage dengan
lembut.
3) Ajarkan tentang terapi kaki
4) Dokumentasi kegiatan pada status pengkajian
2. Kulit
Pada penderita diabetes mellitus akan kulit akan merasa gatal, ruam,
benjolan pada kulit.
Perawatan luka diabetik berkaitan dengan perawatan kulit sekitar luka:
a. Melindungi kulit disekitar luka adalah hal penting yang harus
diperhatikan untuk menghindari terjadinya luka baru
b. Pada perawatan luka kronis, seperti luka diabetic ini, pembalutan akan
membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga penting melindungi
kulit disekitar luka
c. Penggunaan Zinc Cream cukup efektif dipakai untuk melindungi kulit
disekitar luka dari cairan, eksudat yang keluar berlebihan.
G. Manifestasi Klinis
Tanda Dan Gejala Ulkus Diabetikum
1. Sering kesemutan.
2. Nyeri kaki saat istirahat.
16. 16
3. Sensasi rasa berkurang.
4. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
7. Kulit kering.
Ulkus kaki diabetik dapat bervariasi dari semacam kawah merah dangkal
yang hanya melibatkan permukaan kulit sampai sangat dalam dan luas
sehingga melibatkan tendon, tulang dan struktur-struktur dalam lainnya. Pada
tahap lanjut, ulkus dapat berkembang menjadi abses (kantong nanah),
menyebarkan infeksi pada kulit dan lemak yang mendasari (selulitis), infeksi
tulang (osteomielitis) atau gangren. Gangren adalah jaringan tubuh gelap dan
mati yang disebabkan oleh aliran darah yang buruk.
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu: Pain (nyeri), Paleness
(kepucatan), Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang) dan
Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari Fontaine, 1992:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio (rasa sakit yang disebabkan oleh aliran
darah terlalu sedikit yang bersifat intermiten).
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
17. 17
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Anamnesa & pengkajian luka
a. Wawancara tentang pemakaian alas kaki, pernah terekspos dengan zat
kimia, adanya kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi,
riwayat luka atau ulkus. Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus
meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan kedalaman, penampakan ulkus,
temperatur dan bau
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-
pecah; berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula;
bentuk kuku; adanya rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap
dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe
atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan; dan
kekuatan kaki.
2. Pemeriksaan Neurologis
Status neurologis dpat diperiksa dengan menggunakan monofilament
Semmes - Weinstein, untuk menentukkan apakah pasien memiliki sesnsai
atau tidak. Pengkajian ini bias menggunakan alat monofilament 10-g.
instrument lain yang dapat digunakan adalah garpu tala 128 C, untuk
menentukan apakah sensasi getaran pada pergelangan kaki dan sendi
pertama metatarsalphalangeal pasien baik atau tidak. (Suriadi, 2015).
Dapat menggunakan monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz,
pinprick sensation, reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran,
tekanan dan sensasi. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan
palpasi denyut nadi pada arteri kaki, capillary refiling time, perubahan
warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle brachial index (ABI).
Ankle brachial index (ABI), ABI didapatkan dari tekanan sistolik ankle
dibagi tekanan sistolik brachialis. Nilai normal ABI >0,9-1,3. ABI
merupakan pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan
18. 18
menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan
dipompa sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff
kemudian dilepaskan perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali
nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff
dipasang pada calf distal dan Doppler dipasang pada arteri dorsalis pedis
atau arteri tibialis posterior. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah
pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki diabetik dengan
melihat gangguan aliran darah pada kaki.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis
pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau
sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete Blood Count (CBC),
urinalisis, dan lain- lain.
4. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
b. Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan
untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak
jelas.
c. Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan
99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk
osteomielitis.
19. 19
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengelolaan Ulkus diabetikum (UKD), yaitu untuk mengakses
proses kearah penyembuhan luka secepat mungkin karena perbaikan dari ulkus
kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan kematian pasien
diabetes. Secara umum pengelolaan UKD meliputi penanganan iskemia,
debridemen, penanganan luka, menurunkan tekanan plantar pedis (off-loading),
penanganan bedah, penanganan komorbiditas dan menurunkan risiko
kekambuhan serta pengelolaan infeksi
1. Penanganan Iskemia
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus
dinilai awal pada pasien UKD. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada
UKD seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI
angiogram, doppler maupun angiografi. Pemeriksaan sederhana se-perti
perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis dapat
dilakukan pada kasus UKD kecil yang tidak disertai edema ataupun selulitis
yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat
menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh darah
kaki tidak diatasi.
Bila pemeriksaan kompetensi vaskular menunjukkan adanya penyumbatan,
bedah vaskular rekonstruktif dapat meningkat-kan prognosis dan
selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen luas atau amputasi
parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat dilakukan antara lain
angioplasti transluminal perkutaneus (ATP), tromboarterektomi dan bedah
pintas terbuka (by pass). Berdasarkan peneliti-an, revaskularisasi agresif
pada tungkai yang mengalami iskemia dapat menghin-darkan amputasi
dalam periode tiga tahun sebesar 98%. Bedah bypass dilaporkan e-fektif
untuk jangka panjang. Kesintas-an (survival rate) dari ekstremitas bawah
dalam 10 tahun pada mereka yang mema-kai prosedur bedah bypass lebih
dari 90%. Penggunaan antiplatelet ditujukan terhadap keadaan insufisiensi
20. 20
arteri perifer untuk memperlambat progresifitas sumbat-an dan kebutuhan
rekonstruksi pembuluh darah.
2. Debridemen
Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan
nekrotik, karena luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan
nonviable, debris dan fistula. Tindakan debridemen juga dapat
menghilangkan koloni bakteri pada luka. Saat ini terdapat beberapa jenis
debridemen yaitu autolitik, enzimatik, mekanik, biologik dan tajam.
Debridemen dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang
nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk mengevakuasi jaringan yang
terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta
mengurangi risiko infeksi lokal. Debridemen yang teratur dan dilakukan
secara terjadwal akan memelihara ulkus tetap bersih dan merangsang
terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan ulkus.
3. Perawatan luka
Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing
atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab. Bila ulkus
memroduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan
yang bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan
pembalut yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab,
maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut
juga selayaknya mempertimbangkan ukuran, ke-dalaman dan lokasi ulkus.
Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa
steril yang dilembab-kan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern
yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering dipakai
dalam perawatan luka, seperti: hydrocol-loid, hydrogel, calcium alginate,
21. 21
foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya
senantiasa memper-timbangkan cost effective dan kemampuan ekonomi
pasien.
4. Menurunkan tekanan pada plantar pedis (off-loading)
Tindakan Mengurangi tekanan pada plantar pedis (off-loading) merupakan
salah satu prinsip utama dalam penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar
neuropati. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak
kaki. Tindakan off-loading dapat dilakukan secara parsial maupun total.
Mengurangi tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi trauma dan
mempercepat proses penyembuhan luka. Kaki yang mengalami ulkus harus
sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan. Sepatu pasien harus
dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode yang
dipilih untuk off-loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi
luka, derajat keparahan dan ketaatan pasien.
Beberapa metode untuk mengurangi misalnya: dengan istirahat,
mengurangi beban berat, penggunaan sepatu atau sandal khusus,
penggunaan penyangga kaki dan penopang lain, yang dianggap dapat
mengurangi tekanan dan mempercepat penyembuhan (Suriadi, 2015).
5. Penanganan bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya UKD. Tindakan
elektif di-tujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada
kelainan spur tulang, hammertoes atau bunions. Tindakan bedah profilaktif
diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada
pasien yang mengalami neuropati dengan melakukan koreksi deformitas
sendi, tulang atau tendon. Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak
sembuh dengan perawatan konservatif, misalnya angioplasti atau bedah
vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah kuratif. Bedah
emergensi adalah tindakan yang paling sering dilakukan, dan diindikasikan
untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus
22. 22
dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindakan bedah
emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.
6. Penanganan komorbiditas
Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas
lain ha-rus dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro
maupun makroangiopati yang menyertai harus diidentifikasi dan dikelola
secara holistik. Kepatuhan pasien juga merupakan hal yang penting dalam
menentukan hasil pengobatan.
7. Mencegah kambuhnya ulkus
Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi
kaki. Pasien diajarkan untuk memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa
kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat, mengobati segera jika
terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada
kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol yang
mengurangi tekanan kaki dan kotak yang melindungi kaki berisiko tinggi
merupakan elemen penting dari program pencegahan.
J. Penanganan
Penanganan ulkus diabetic dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan
1. Tingkat 0
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat
tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya
diatasi dengan penggunaan alas kaki buata umumnya memerlukan tidakan
pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy).
23. 23
2. Tingkat I
Memerlukan debridmen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban.
3. Tingkat II
Memerlukan debridmen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
4. Tingkat III
Memerlukan debridmen, jaringan yang sudah menjadi gengren, amputasi
sebagian, imobilitas yang lebih ketat dan pemberian antibiotik yang sesuai
dengan kultur.
5. Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau
amputasi seluruh kaki.
Evaluasi luka dilakukan melalui pendokumentasian hasil pengkajian luka
itu sendiri yang mencakup : luas dan kedalaman luka, dasar luka (warna
dasar luka), granulasi, tepi luka, tipe nekrotik tipe eksudat, kondisi
inflamasi dan infeksi. Penangan luka diabetes bervariasi dan bergantung
pada tingkat keparahan luka dan ada tidaknya tanda – tanda iskemia. Hal
mendasar penanganan luka diabetes adalah : Debridemang pada kalus yang
tebal dan jaringan nekrotik, Mengurangi tekanan yang berlebihan, Istirahat
total dari kaki, Pengobatan infeksi, Perawatan luka lokal
Dalam perawatan luka diabetes sangat diperlukan pengetahuan tentang
patofisiologi dan kaitannya dengan penyembuhan luka.
24. 24
Penatalaksanaan Ulkus/ luka diabetic menurut The Nasional Service Frame
Work for Diabetes
Stadium Penatalaksanaan
Stage 1 a. Kaki belum terjadi kerusakan, namun informasi
penting perawatan kaki harus diberikan
b. Umumnya pasien diabetes muda yang sehat yang
mempunyai resiko rendah
c. Mereka harus melihat kaki, apakah ada tanda
bahwa kaki bermasalah dan menemui ahli
kesehatan.
d. Pada tahap ini pasien harus diberikan penjelasan
tentang nerupati, vaskulopati, dan yang penting
adalah regular skrenning.
Stage 2 a. Pada tahap ini pasien sudah mempunyai resiko
b. Pendidikan kesehatan diperlukan. Pasien perlu
diajarkan bagaimana meminimalkan masalah
kesehatan pada kaki jika masalah tersebut dating
c. Kontrol gula darah dan kardovaskuler adalah
bagian yang penting dalam pendidikan kesehatan
yang diberikan.
Stage 3 a. Pada tahap ini kaki mendapatkan masalah
kesehatan akibat dari neuropati, iskemik, dan
infeksi
b. Neuropati, iskemik dan infeksi adalah tiga
penyebab utama pada diabetes foot ulcer
c. Tekanan yang abnormal disebabkan oleh
neuropati membuat kallus pada kaki, dan jika
tidak ditangani menyebabkan nekrosis dan ulcer
25. 25
d. Tekanan yang terus menerus akibat sepatu yang
sempit atau benda asing dapat menyebabkan ulcer
dan neuropati perifer membuat pasien tidak
merasakan sakit pada kaki yang terluka.
Stage 4 a. Luka kering : balutan hidroloid. Balutan ini
berfungsi karena tahan terhadap oksigen,
kelembaban dan bakteria, balutan jenis ini dapat
mempertahankan kelembaban dan mensupport
autolitik debridement.
b. Luka dengan eksudat: calcium alginate
dipergunakan untuk mengabsorb eksudat pada
luka.
c. Luka dengan eksudat yang banyak: Hydrofiber
seperti aquacel dapat digunakan untuk menarik
eksudat yang banyak atau parcel dressing agar
eksudat dapat dikeluarkan dengan mudah.
Balutan jenis ini dapat memberikan kelembaban
pada luka
d. Luka yang diditupi eksar: perlindungan pada
eskar sehingga eksar dapat mengelupas dengan
sendirinya. Gunakan providine iodine untuk eksar
sehingga mempertahankan kesterilan jika eksar
mengelupas dengan sendirinya.
26. 26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes
Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan
pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda: Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
2) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda: Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
3) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda: Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
4) Makanan / cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
5) Neurosensori
Gejala: Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda: Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
6) Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri tekan abdomen
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi
7) Pernafasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda: Lapar udara, frekuensi pernafasan.
27. 27
8) Seksualitas
Gejala: Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
B. Diagnosa
1. Ganguan interitas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
2. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
C. Rencana Keperawatan
1. Ganguan interitas kulit berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan setelah dilakukan perawatan luka diharapakan dapat tercapainya
proses penyembuhan luka dengan kriteria hasil:
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. Pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang
Rencana Tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
R: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
28. 28
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
R: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi
luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang
timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses
granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
R: Insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk
pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui
perkembangan penyakit.
2. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit,
diharapkan rasa nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil :
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi
nyeri.
c. Elspresi wajah klien rileks.
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
R : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
R: pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
29. 29
3) Ciptakan lingkungan yang tenang.
R: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
R: Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6) Lakukan massage saat rawat luka.
R: Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
R: Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit
diharapkan, mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal dengan kriteria
hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.
c. Kulit sekitar luka teraba hangat.
d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e. Sensorik dan motorik membaik
Rencana Tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
R : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
30. 30
waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok,
dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan
dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit
diharapkan, Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal dengan kriteria hasil:
a. Pergerakan paien bertambah luas
b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk,
berdiri, berjalan).
c. Rasa nyeri berkurang.
d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
31. 31
Rencana Tindakan:
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
R: Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
R: Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesuai kemampuan.
R: Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
R: Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
R: Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit
diharapkan, kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
c. Kadar gula darah dalam batas normal.
d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
R: Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
32. 32
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan
R: Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
R: Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4) Identifikasi perubahan pola makan.
R: Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan
diet diabetik.
R: Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke
dalam jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang
sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah
komplikasi.
33. 33
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes Melitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian
jaringan setempat. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus
diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adapun tanda dan gejala
dari ulkus diabetikum yaitu diantaranya sering kesemutan, nyeri kaki saat
istirahat, Sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan
denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi,
dingin dan kuku menebal dan kulit kering. Maka dari itu perlu dilakukan
penangan terhadap penangan luka ulkus diabestikum yaitu penanganan
iskemia, debridemen, penanganan luka, menurunkan tekanan plantar pedis (off-
loading), penanganan bedah, penanganan komorbiditas dan menurunkan risiko
kekambuhan serta pengelolaan infeksi.
B. Saran
Perawatan luka kaki yang baik dapat mencegah luka amputasi. Apabila terjadi
luka yang ringan makan lakukan perawatan dengan minimal yang mengurangi
luka tersebut. Lakukanlah konsultasi dengan dokter atau perawat luka untuk
perencanaan perawatan kaki bagi penderita diabetes mellitus.
34. 34
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3),
Jakarta: EGC
Maghfuri, ali (2016). Perawatan Luka Diabetes Melitus, Jakarta : Salemba Medika
Suriadi. (2015). Pengkajian Luka dan Penangannya, Jakarta : Cv. Agung Seto
Maryuni, Anik. (2015). Perawatan Luka Modern (Modern Wouncare) Terkini dan
Terlengkap,. In Media
Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar-Bali
Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan
Andalas
(SILMAN, RM. DIABETIK ULSER. CITED JUN 2008. AVAILABLE at:
URL http://www.emedicine.com http://eprints.undip.ac.id/48368/3/BAB_II.PDF)
diakses pada tanggal 25 September 2018
Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97