2. Perkembangan FinTech
• Secara global, fintech mulai dikembangkan pada tahun 1960-an. Kala itu
revolusi komputer mulai membuka peluang bagi berbagai sektor, termasuk
sektor keuangan.
•Selanjutnya, di tahun 1980an, bank-bank di dunia mulai memanfaatkan
komputer untuk pencatatan data
•kemajuan fintech yang terasa drastis terjadi pada tahun 1990an. Pada
saat itu, internet mulai merubah segalanya dan sektor keuangan terkena
dampaknya. Hal ini ditandai dengan jual beli saham yang sudah bisa
dilakukan secara online, beberapa bank yang sudah menyediakan online
banking, serta kehadiran e-commerce yang merevolusi pasar tradisional.
•Seperti halnya, di tahun 2005 yang mana muncul sebuah fintech P2P
lending asal Inggris dengan nama Zopa. Setelah itu, perkembangan fintech
menjadi tidak terbendung dan mulai merubah sektor keuangan secara
digital
3. Manfaat FinTech
• Transaksi Keuangan Jadi Lebih Mudah
• Akses Pendanaan Lebih Baik
• Taraf Hidup Masyarakat Meningkat
• Mendukung Inklusi Keuangan
• Mempercepat Perputaran Ekonomi
4. Cara Kerja FinTech
Fintech adalah salah satu bidang usaha sophisticated yang
mengintegrasikan pengelolaan keuangan, penyimpanan, distribusi uang,
dan teknologi. Oleh karena itu, cara kerja fintech kompleks dan bercabang-
cabang sesuai layanannya kepada masyarakat.
Kita ambil contoh fintech penyedia kredit elektronik. Cara kerja fintech
penyedia kredit pertama-tama adalah menerima pendataan dari
masyarakat nasabah kredit. Setelah melakukan verifikasi data serta
penjaminan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Bank Indonesia
(BI), fintech akan mencairkan dana ke toko elektronik tempat nasabah
mengajukan kredit. Selanjutnya, toko elektronik akan mengirimkan barang
pesanan ke nasabah.
5. Jenis-Jenis FinTech di Indonesia
Crowdfunding
Crowdfunding adalah produk fintech sebagai platform mempertemukan
pihak yang memerlukan dana dan pihak donatur dengan jaminan transaksi
secara aman dan mudah. Crowdfunding tak hanya dimanfaatkan dalam
pengumpulan donasi saja, namun juga diterapkan dalam mengembangkan
usaha untuk menemukan investor dan pelaku bisnis.
E-Wallet
Jenis fintech yang berikutnya adalah dompet digital, atau disebut juga
dengan e-wallet. Produk fintech satu ini berperan menyediakan tempat
menyimpan uang secara elektronik bagi penggunanya. Tujuan produk
fintech berupa e-wallet adalah untuk mempermudah pengguna melakukan
pencairan dana untuk transaksi di aplikasi-aplikasi lain, seperti
marketplace, merchant app, dan semacamnya.
6. Jenis-Jenis FinTech di Indonesia
Micro Finance
Keempat, jenis fintech adalah micro finance. Micro finance merupakan
layanan perusahaan fintech yang membantu masyarakat kelas menengah
ke bawah untuk menunjang kehidupan dan keuangan mereka melalui
penyediaan layanan finansial.
Payment Gateway
Jenis kelima fintech adalah payment gateway. Payment gateway
merupakan sistem fintech yang melakukan otorisasi pembayaran melalui
transaksi online. Contoh fintech dalam payment gateway ini yakni paypal.
Investasi
Seiring berkembangnya fintech, proses investasi dapat dilakukan secara
mudah. Banyak instrumen investasi bermigrasi melalui aplikasi online
sehingga investor dengan mudah menanamkan modalnya.
7. Jenis-Jenis FinTech di Indonesia
Bank Digital
Jenis fintech yang terakhir adalah bank digital, yaitu bank yang 100%
transaksinya dilakukan secara digital, mulai dari pendaftaran rekening
sampai manajemen asetnya. Bank digital berbeda dengan mobile-banking,
karena dalam transaksinya m-banking masih berkaitan dengan bank offline
sedangkan bank digital 100% transaksinya elektronik.
8. Perkembangan FinTech di
Indonesia
6/14/2023 Kewirausahaan dan Perencanaan Bisnis 8
Di Indonesia, perkembangan fintech bisa dibilang cukup telat. Meski sejak
tahun 2006 sudah mulai berkembang, namun baru di tahun 2015
organisasi Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) dibentuk. Setelah tahun 2015
itulah fintech di Indonesia mulai menunjukan tren positif.
9. Perkembangan FinTech di
Indonesia
6/14/2023 Kewirausahaan dan Perencanaan Bisnis 9
Di Indonesia, perkembangan fintech bisa dibilang cukup telat. Meski sejak
tahun 2006 sudah mulai berkembang, namun baru di tahun 2015
organisasi Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) dibentuk. Setelah tahun 2015
itulah fintech di Indonesia mulai menunjukan tren positif.
10. FinTech Syariah
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Seiring pesatnya pertumbuhan pasar teknologi finansial, fakta tersebut
memunculkan adanya potensi yang besar bagi layanan keuangan digital
atau financial technology (fintech) syariah di Indonesia.
Fintech syariah di Indonesia diatur dan mengacu pada Fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018
tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan
Prinsip Syariah (AFTECH, 2019). Berdasarkan fatwa tersebut, fintech
syariah adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan
prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi
pembiayaan dengan penerima pembiayaan dalam rangka melakukan akad
pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan
internet .
Dalam perkembangannya, fintech syariah didukung oleh Asosiasi Fintech
Syariah Indonesia (AFSI). AFSI didirikan sebagai kongregasi startup,
institusi, akademisi, komunitas, dan pakar syariah yang bergerak dalam
jasa keuangan syariah berbasis teknologi.
11. Perubahan dan Era FinTech
Era Fintech: Era 1.0
1866-1987
“Merchant could order product by phone and travels his wealth across
the globe without exertion or
even trouble” – John Maynard Keynes (1920)
Di tahun 1867 terdapat pendirian kabel telegraf transatlantik pertama.
Kabel telegraf transatlantik itu memungkinkan komunikasi seketika antara
pasar utama New York dan London, atau London dan Paris, atau bahkan
beberapa dekade kemudian, Shanghai, atau Hong Hong, dan London. Ini
adalah infrastruktur dasar yang mendasari semua teknologi keuangan saat
ini.
Era Fintech 2.0: Bank
1987-2008
“The Automatic Teller Machine is the most important financial innovation”
– Paul Volcker (2009)
Pembentukan serangkaian sistem pembayaran elektronik domestik dan
internasional. Sistem pembayaran ini memungkinkan pembayaran bernilai
besar dilakukan hari ini secara real time, yang menopang volume besar
transaksi di seluruh dunia.
12. Perubahan dan Era FinTech
Era Fintech 3.0 dan 3.5: Startup & Perkembangan Pasar
2008 – Saat ini
3.0: “Hundreds of Start- ups offers various alternative to traditional
banking” – Jamie Dimon (2015)
3.5: “Internet Finance led purely by outsiders” – Jack Ma (2013)
13. 4
Fase-Fase Teknologi Finansial
Tekfin 3.0
Berbeda dengan teknologi finansial sebelumnya, Tekfin 3.0 ditandai tidak hanya dengan
kehadiran teknologi khusus (teknologi digital berbasis data di negara maju), tetapi juga
dengan kehadiran penyedia layanan keuangan yang berasal dari luar penyedia layanan
keuangan konvensional, seperti individu pada sistem P2P lending. Konsep ini kemudian
membuat Tekfin 3.0 dianggap sebagai teknologi yang mendemokratisasikan layanan
keuangan. Negara maju lebih dahulu menerapkan konsep ini.
Tekfin 3.5
Kebutuhan layanan keuangan yang demokratis tidak hanya terjadi di negara maju. Para
pengembang teknologi mulai menerapkan konsep demokratisasi layanan keuangan di
negara berkembang (Shim and Shin, 2016, Davis et al., 2017, Buckley and Webster, 2016,
Gabor and Brooks, 2017). Meskipun mempunyai basis teknologi yang mirip, penerapan
Tekfin 3.0 di negara berkembang mempunyai dinamika sosioteknis yang berbeda dengan
dinamika di negara maju, seperti perbedaan tingkat penetrasi infrastruktur perbankan dan
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap layanan keuangan (Arner et al., 2015). Perbedaan
dinamika ini kemudian menyebabkan penerapan konsep demokratisasi layanan finansial di
negara berkembang disebut Tekfin 3.5.
14. 5
Perkembangan Teknologi Finansial di Indonesia
Catatan: Warna biru pada gambar di atas mengidentifikasi faktor yang
mendukung transisi inovasi, sedangkan warna oranye mengidentifikasi faktor
yang menghambat.
Tekfin
3.0
15. 6
Perkembangan Teknologi Finansial di Indonesia
Catatan: Warna biru pada gambar di atas mengidentifikasi faktor yang
mendukung transisi inovasi, sedangkan warna oranye mengidentifikasi faktor
yang menghambat.
Tekfin
3.5
16. 7
Peluang dan Tantangan
Faktor Peluang Tantangan
Aspek
Manusia
(SDM)
Pengembang
Teknologi
Investasi yang semakin meningkatdi
bidang tekfin
Berkembangnyaperusahaanrintisandi
bidang tekfin
Kurangnya SDM dengan
kemampuan yang mumpuni
Pengguna
Teknologi
Harapan pada teknologi: demokratisasi
layanan keuangan
Berkembangnya kelas sosial menengah,
Gen-X,danGen-Yyangakrab
dengan teknologi digital
Risiko teknologi: privasi, keamanan
data, transaksi illegal
Identitas nasionalbelum merata
Literasi finansial rendah
Aspek Teknis
Utama
(Data)
Terus meningkatnya volume data
transaksi keuangan berbasis tekfin
Ketersediaandatacreditrating
per individu yang kurang
Penunjang
(Infrastruktur)
Meningkatnya penetrasi internet dan
pengguna telepon pintar
Penetrasi internet sebagai kanal data
yang belum merata
Aspek Tata
Kelola
Pemerintah
Peraturan yang adaptif
Targetinklusikeuangan nasional
Isukeselarasan peraturan antar
lembaga pemerintah
Tatakeloladata yangbelum memadai
(privasi, kepemilikan, mekanisme akuisisi
data, dll)
Belumadapanduanmekanismeaudit
Non-
Pemerintah
Beberapa forum tekfin mulai terbentuk
dandapat menjaditempatuntuk
meningkatkan kemampuan SDM
Minimnya kolaborasi antar-aktor untuk
menjaring talenta
Peluang dan tantangan perkembangan Teknologi Finansial 3.5 di Indonesia
17. 8
Tambahan
Penelitian bahkan memproyeksikan, pada tahun 2030 mendatang
peningkatan ekonomi Indonesia akan menempati peringkat ke-7 secara
global [1]. Bukan tanpa alasan, banyak indikator yang mulai
memperlihatkan bahwa bangsa ini tengah on-track ke arah sana. Salah
satunya pemberdayaan yang dilakukan secara kontinyu, menyokong
bisnis dari skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pemberdayaan tersebut memang layak diprioritaskan, per tahun 2018,
data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat ada
sekitar 64 juta UMKM yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Mereka berhasil menyerap 116,9 juta tenaga kerja, atau setara 97% dari
seluruh serapan tenaga kerja nasional [2].
18. 9
Tambahan
Namun untuk mencapai cita-cita tersebut, secara praktik, ada beberapa isu
yang menjadi permasalahan umum. Salah satu yang paling signifikan
mengenai akses ke layanan finansial. Menurut laporan [3], ada 51%
penduduk Indonesia yang masuk ke golongan unbanked; 26%
underbanked; dan hanya 23% banked. Terminologi unbanked merujuk
pada golongan masyarakat yang sama sekali tidak tersentuh layanan
finansial dan perbankan – termasuk sekadar memiliki akun bank.
Sementara underbanked adalah mereka yang tidak terlayani maksimal
oleh perbankan, contoh paling riil ketika seorang nasabah tidak pernah
disetujui pengajuan pinjaman atau kartu kreditnya. Berkorelasi langsung
dengan laju pertumbuhan UMKM, pasalnya tidak sedikit pelakunya datang
dari kalangan tersebut.
19. 10
Tambahan
Pada sebuah sistem ekonomi, peran layanan krusial menjadi sangat
penting, terlebih untuk perputaran arus kas bisnis. Sebagai contoh,
pebisnis memerlukan akses perkreditan untuk mendapatkan modal
memulai atau mengakselerasi bisnis. Pebisnis juga perlu akses ke
transaksi kilat saat berhubungan dengan pelanggan atau pemasok
bahan – terlebih di era e-commerce seperti saat ini. Kadang pebisnis
juga perlu asuransi untuk melindungi berbagai aset yang dimiliki. Selain
akses, rendahnya literasi digital menjadikan persentase unbanked
tersebut sangat tinggi.