Peran perawat perioperatif selama pascaoperasi mencakup pemantauan pasien, manajemen komplikasi, dan koordinasi dengan tim medis. Perawat melakukan pengamatan tanda-tanda vital pasien, memberikan perawatan luka operasi, serta menilai dan mengelola nyeri dan masalah kesehatan mental pasien. Mereka juga bertanggung jawab dalam pencegahan dan penanganan komplikasi seperti infeksi, perdarahan, trombosis, dan lainnya.
Materi ini berisi tentang Konsep Keperawatan Perioperatif, mulai dari tindakan keperawatan preoperatif hingga postoperatif. Materi ini juga berisi tentang Asuhan Keperawatan Perioperatif
Pengertian
Setiap kali kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan antenatalpertama sampai memasuki persalinan (Varney, 1997).
MENGEVALUASI PENEMUAN MASALAH
A.Meninjau Data Kunjungan Pertama Sebelum melakukan pemeriksaan, bidan hendaknya meninjau kembali datapasien pada kunjungan pertama, untuk mendapatkan informasi tentang :
Biodata ibu
Usia kehamilan
Temuan data yang bermakna
4. Riwayat obstetri :
Riwayat perawatan medis
Riwayat keluarga
Riwayat kehamilan
Pemeriksaan fisik awal
Pemeriksaan panggul awal :
Masalah-masalah yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya, penanganan dan evaluasi efektifitas pengobatan.
Masalah dan kebutuhan, perencanaan dan pelaksanaan instruksi.
Pengobatan spesifik, pengobatan dan diet yang diperlukan untuk wanita yang bertanggung jawab.
Pemeriksaan laboraturium:
Hasil normal atau tidakÂ
Perlu mengulang pemeriksaan lab atau tidak
Perlu penelitian lebih lanjut atau tidakÂ
Â
PEMERIKSAAN PADA KUNJUNGAN ULANG
Riwayat kehamilan sekarangRiwayat dasar kunjungan ulang dibuat untuk mendeteksi tiap gejala atauindikasi keluhan atau ketidaknyamanan yang mungkin dialami ibu hamilsejak kunjungan terakhirnya. Ibu hamil ditanya tentang hal berikut :
a.Gerakan janin
b.Setiap masalah atau tanda-tanda bahaya:
1. Pendarahan
2.Nyeri kepala
3.Gangguan penglihatan
4.Bengkak pada muka dan tangan
5.Gerakan janin yang berkurang
6.Nyeri perut yang sangat hebat
 c.Keluhan-keluhan yang lazim pada kehamilan:
1.Mual dan muntah
2.Sakit punggung
3.Kram kaki
4.Konstipasi
Asuhan Kehamilan Kunjungan Ulang
Mengevaluasi penemuan yang terjadi serta aspek - aspek yang menonjol pada wanita hamil
Mengevaluasi data dasar
Mengevaluasi data dasar
Pengkajian Data Fokus
Mengembangkan Rencana sesuai dengan Kebutuhan dan Perkembangan Kehamilan
Materi ini berisi tentang Konsep Keperawatan Perioperatif, mulai dari tindakan keperawatan preoperatif hingga postoperatif. Materi ini juga berisi tentang Asuhan Keperawatan Perioperatif
Pengertian
Setiap kali kunjungan antenatal yang dilakukan setelah kunjungan antenatalpertama sampai memasuki persalinan (Varney, 1997).
MENGEVALUASI PENEMUAN MASALAH
A.Meninjau Data Kunjungan Pertama Sebelum melakukan pemeriksaan, bidan hendaknya meninjau kembali datapasien pada kunjungan pertama, untuk mendapatkan informasi tentang :
Biodata ibu
Usia kehamilan
Temuan data yang bermakna
4. Riwayat obstetri :
Riwayat perawatan medis
Riwayat keluarga
Riwayat kehamilan
Pemeriksaan fisik awal
Pemeriksaan panggul awal :
Masalah-masalah yang ditemukan pada kunjungan sebelumnya, penanganan dan evaluasi efektifitas pengobatan.
Masalah dan kebutuhan, perencanaan dan pelaksanaan instruksi.
Pengobatan spesifik, pengobatan dan diet yang diperlukan untuk wanita yang bertanggung jawab.
Pemeriksaan laboraturium:
Hasil normal atau tidakÂ
Perlu mengulang pemeriksaan lab atau tidak
Perlu penelitian lebih lanjut atau tidakÂ
Â
PEMERIKSAAN PADA KUNJUNGAN ULANG
Riwayat kehamilan sekarangRiwayat dasar kunjungan ulang dibuat untuk mendeteksi tiap gejala atauindikasi keluhan atau ketidaknyamanan yang mungkin dialami ibu hamilsejak kunjungan terakhirnya. Ibu hamil ditanya tentang hal berikut :
a.Gerakan janin
b.Setiap masalah atau tanda-tanda bahaya:
1. Pendarahan
2.Nyeri kepala
3.Gangguan penglihatan
4.Bengkak pada muka dan tangan
5.Gerakan janin yang berkurang
6.Nyeri perut yang sangat hebat
 c.Keluhan-keluhan yang lazim pada kehamilan:
1.Mual dan muntah
2.Sakit punggung
3.Kram kaki
4.Konstipasi
Asuhan Kehamilan Kunjungan Ulang
Mengevaluasi penemuan yang terjadi serta aspek - aspek yang menonjol pada wanita hamil
Mengevaluasi data dasar
Mengevaluasi data dasar
Pengkajian Data Fokus
Mengembangkan Rencana sesuai dengan Kebutuhan dan Perkembangan Kehamilan
Therapi Self Healing merupakan pendekatan yang sangat penting dalam mengatasi dampak psikologis dari bencana. Dengan memahami dan menerapkan berbagai strategi self-healing, individu dapat memperkuat ketahanan mental dan emosional mereka dalam menghadapi situasi yang sulit. Melalui teknik mindfulness, meditasi, olahraga, koneksi sosial, dan berbagai kegiatan lainnya, self-healing mampu mempercepat proses pemulihan, mengurangi tingkat stres, kecemasan, dan depresi.
Penting untuk diingat bahwa self-healing bukanlah proses yang instan, namun merupakan perjalanan yang memerlukan kesabaran, konsistensi, dan dedikasi. Melalui pengalaman praktik dan penerapan teknik self-healing, individu dapat mengintegrasikan strategi ini ke dalam kehidupan sehari-hari untuk menghadapi bencana dengan lebih baik.
Dengan memperkuat kembali sumber daya internal, seperti keberanian, ketangguhan, dan optimisme, terapi self-healing dapat menjadi landasan yang kuat bagi individu untuk bangkit dari pengaruh traumatis bencana, mempercepat pemulihan, dan kembali membangun kualitas hidup yang lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami dan memperkenalkan konsep self-healing dalam upaya mengatasi dampak psikologis dari bencana yang mereka alami.
Dalam situasi bencana, Inisial Asesmen adalah langkah kritis yang memainkan peran penting dalam manajemen dan penanganan bencana. Melalui evaluasi cepat terhadap risiko, kerentanan, dan kebutuhan mendesak, Inisial Asesmen memungkinkan tim penanggulangan bencana untuk mengambil tindakan awal yang tepat dan menyelamatkan nyawa serta harta benda.
Dari pengertian bencana hingga langkah-langkah spesifik dalam melakukan Inisial Asesmen, telah kita lihat betapa pentingnya pemahaman mendalam akan situasi yang dihadapi dan kesiapan dalam merespons. Proses ini membutuhkan koordinasi yang kuat, alat bantu teknologi, serta keterlibatan aktif dari pihak terkait dan komunitas lokal.
Tidak hanya menjadi proses evaluasi awal, Inisial Asesmen juga menjadi dasar bagi perencanaan tindak lanjut yang lebih terinci dan efektif. Dengan informasi yang dikumpulkan dan analisis yang dilakukan, dapat dirumuskan strategi penanggulangan yang lebih terarah, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan mendesak.
Penting untuk diingat bahwa Inisial Asesmen bukanlah akhir dari proses, melainkan awal dari upaya penyelamatan dan pemulihan. Teruslah berkoordinasi dengan tim penanggulangan bencana, perbarui informasi secara berkala, dan siapkan rencana tindak lanjut yang fleksibel mengikuti perkembangan situasi.
Dengan demikian, kesadaran akan pentingnya Inisial Asesmen dalam kondisi bencana menjadi landasan bagi respons yang lebih efektif, responsif, dan terarah. Kolaborasi, kecepatan, dan ketepatan langkah merupakan kunci utama dalam melindungi dan mendukung masyarakat yang terkena dampak bencana.
Triage Bencana, Stabilisasi, Transportasi dan Evakuasi pada Bencana.pptxAlva Cherry Mustamu
Â
materi ini membahas tentang penanganan bencana, termasuk triage, stabilisasi pasien, transportasi medis, evakuasi, dan langkah-langkah keselamatan selama evakuasi. Dalam penanganan bencana, mitigasi bencana merupakan langkah kunci dalam penanganan bencana. Triage adalah proses pengelompokan pasien berdasarkan tingkat keparahan cedera atau penyakit, serta prioritas penanganan yang diperlukan. Stabilisasi pasien dalam konteks bencana merujuk pada upaya untuk menjaga kondisi medis pasien agar tidak memburuk dan memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup. Transportasi medis sangat penting dalam situasi bencana untuk memindahkan pasien dari lokasi bencana ke fasilitas medis yang lebih aman dan memadai. Evakuasi yang terorganisir sangat penting dalam situasi bencana untuk memindahkan orang-orang dari daerah yang terkena dampak bencana ke tempat yang lebih aman.
Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh.pptxAlva Cherry Mustamu
Â
Keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh adalah faktor penting bagi fungsi tubuh yang optimal. Dalam materi ini, kita memahami bahwa cairan dan elektrolit memainkan peran kunci dalam menjaga fungsi sel, sistem organ, dan homeostasis tubuh secara keseluruhan.
Pentingnya mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit terletak pada perannya yang mendukung fungsi sel, transportasi nutrisi, pembuangan zat sisa, menjaga tekanan osmotik, serta fungsi saraf dan otot. Regulasi yang tepat terhadap asupan, penyerapan, dan ekskresi cairan serta elektrolit sangat diperlukan untuk mencegah gangguan keseimbangan yang dapat menyebabkan kondisi serius seperti dehidrasi, overhidrasi, atau gangguan elektrolit.
Pemahaman terhadap gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti dehidrasi atau gangguan elektrolit tertentu, sangat penting untuk tindakan pencegahan dan penanganan yang tepat. Pencegahan melalui asupan cairan yang cukup, diet seimbang, dan pemantauan kondisi kesehatan dapat membantu mencegah kondisi yang berpotensi berbahaya.
Seiring pemahaman kita terus berkembang tentang mekanisme regulasi tubuh, penelitian dan pendekatan dalam merawat gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit juga semakin berkembang. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, kita dapat mengambil langkah-langkah proaktif untuk menjaga kesehatan dan keseimbangan tubuh secara keseluruhan.
"Dalam kondisi bencana, pemahaman dan keterampilan dalam Basic Life Support (BLS) menjadi sebuah fondasi yang vital bagi respons cepat dan efektif terhadap situasi kegawatdaruratan. Melalui pemahaman akan prinsip dasar BLS, kita dapat memahami pentingnya respons yang cepat, evaluasi situasi dengan cermat, dan memberikan tindakan pertolongan pertama yang tepat.
Kondisi bencana seringkali memunculkan tantangan besar bagi pelayanan medis dan pertolongan darurat. Dalam situasi ini, keterampilan BLS menjadi lebih dari sekadar keterampilan; mereka menjadi faktor penentu antara hidup dan mati. Langkah-langkah sederhana seperti penilaian keselamatan sekitar, kompresi dada, ventilasi, dan panggilan bantuan medis dapat memiliki dampak besar dalam menyelamatkan nyawa.
Namun, untuk dapat menghadapi situasi darurat, persiapan dan pelatihan rutin dalam BLS sangatlah penting. Pelatihan secara berkala dan simulasi di lingkungan yang menyerupai situasi bencana akan membantu mempertajam keterampilan, meningkatkan kepercayaan diri, dan mempersiapkan kita untuk bertindak secara efektif ketika situasi genting terjadi.
Kita juga perlu memahami bahwa kolaborasi antara tim medis dan non-medis, serta koordinasi yang baik dalam bencana, merupakan kunci dalam memberikan BLS yang optimal. Rencana aksi yang terstruktur, adaptasi terhadap kondisi lingkungan yang berubah, dan pengurangan risiko tambahan akan memperkuat respons kita dalam menghadapi situasi darurat.
Melalui kesadaran, latihan, dan kerjasama, kita dapat meningkatkan kemampuan kita untuk memberikan BLS yang cepat dan tepat dalam menghadapi bencana. Maka dari itu, penting bagi kita semua untuk mengambil bagian dalam pelatihan BLS secara teratur, berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta menjadikan keterampilan ini sebagai bekal dalam mempersiapkan diri menghadapi situasi darurat yang tidak terduga. Dengan demikian, kita dapat menjadi bagian yang berarti dalam menyediakan pertolongan yang berpotensi menyelamatkan nyawa dalam situasi bencana."
engelolaan kegawatdaruratan bencana dalam konteks keperawatan bukan hanya tentang mengerti konsep-konsepnya, tetapi juga tentang penerapan dalam praktik sehari-hari, kesiapan untuk berkolaborasi, serta komitmen untuk memberikan pertolongan yang berkualitas tinggi dalam situasi yang mendesak
"Semoga pemahaman yang kita peroleh dari materi ini akan menjadi landasan yang kokoh dalam praktik keperawatan kita yang akan datang. Mari terus berusaha menjadi perawat yang handal dan peduli terhadap kesehatan pasien kita."
Manajemen dalam situasi bencana merupakan proses kompleks yang melibatkan serangkaian tindakan koordinatif yang terfokus pada penanganan korban dan pemulihan area terdampak. Manajemen korban massal, sebagai bagian integral dari upaya penanggulangan bencana, memerlukan langkah-langkah krusial. Ini termasuk tahapan-tahapan seperti identifikasi dan registrasi cepat terhadap korban, penerapan triage untuk memberikan prioritas dalam pelayanan medis, serta penanganan medis dan evakuasi yang terkoordinasi. Koordinasi yang efektif antara tim penanggulangan bencana menjadi kunci dalam menyediakan fasilitas serta sumber daya yang diperlukan bagi korban. Selain itu, upaya pemulihan pasca-bencana dan rehabilitasi juga menjadi bagian penting dalam membangun kembali kehidupan masyarakat terdampak.
Sementara itu, manajemen posko darurat memegang peranan penting dalam menyelenggarakan bantuan dan koordinasi dalam bencana. Posko darurat, yang memiliki tujuan spesifik dan fungsi terdefinisi, diperlukan untuk pendirian cepat dalam situasi darurat. Di dalamnya, manajemen logistik yang teratur menjaga aliran pasokan yang tepat waktu untuk memenuhi kebutuhan korban. Pengelolaan informasi dan komunikasi yang efisien di dalam posko memungkinkan koordinasi yang baik antara tim penanggulangan bencana serta memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat terdampak.
Sistem informasi dan komunikasi juga menjadi inti dari manajemen bencana. Dalam situasi darurat, pentingnya infrastruktur komunikasi darurat terbukti krusial dalam menyebarkan informasi yang diperlukan dengan cepat dan tepat. Sistem informasi membantu dalam pemantauan dan evaluasi situasi, memungkinkan penggunaan teknologi yang mendukung komunikasi darurat, serta mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber untuk koordinasi yang lebih baik.
Manajemen sumber daya manusia (SDM) dan logistik merupakan landasan bagi keberhasilan dalam menangani bencana. Perencanaan yang matang terkait SDM, termasuk pemilihan, pelatihan, dan penempatan tenaga kerja, sangat penting. Manajemen logistik yang efisien dalam memastikan distribusi tepat waktu dan efisien dari persediaan yang ada, serta pengadaan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung upaya penanggulangan bencana, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari manajemen dalam situasi darurat.
Dalam praktik keperawatan, keseimbangan asam basa memegang peranan krusial dalam pemantauan dan perawatan pasien. Sebuah video disusun untuk menyajikan berbagai aspek terkait keseimbangan ini. Video tersebut membahas pentingnya pemahaman mendalam terhadap keseimbangan asam basa bagi perawat, terutama dalam menganalisis kondisi kesehatan pasien secara komprehensif, mengevaluasi respon terhadap terapi, dan menyusun rencana perawatan yang tepat. Selain itu, video ini menekankan pentingnya pemantauan teratur terhadap parameter-parameter keseimbangan asam basa pada pasien sebagai langkah kritis dalam menilai kondisi kesehatan mereka. Pemahaman yang kuat terhadap keseimbangan asam basa juga memberi dukungan pada peran perawat dalam diagnosis gangguan, pemilihan intervensi medis yang sesuai, serta pemantauan respons pasien terhadap pengobatan. Lebih lanjut, video ini menyoroti bagaimana perawat yang memahami keseimbangan asam basa dapat berperan aktif dalam pengambilan keputusan di situasi darurat atau saat kondisi pasien membutuhkan penanganan cepat. Melalui video ini, perawat didorong untuk berkolaborasi secara efektif dengan tim kesehatan lainnya, mengedukasi pasien tentang faktor-faktor yang memengaruhi keseimbangan asam basa, serta memberikan panduan terkait pencegahan gangguan keseimbangan ini melalui pemahaman makanan sehat dan manajemen obat-obatan.
"Mekanisme kerja enzim memiliki peran yang sangat penting dalam konteks pendidikan mahasiswa keperawatan. Hal ini akan memberikan pemahaman yang lebih dalam terkait dengan proses biokimia yang berperan dalam kesehatan dan penyembuhan tubuh manusia.
Salah satu informasi penting adalah bahwa pemahaman terhadap mekanisme kerja enzim dapat membantu mahasiswa keperawatan dalam memahami proses adaptasi sel yang terkait dengan cidera fisik, penyembuhan, dan pemulihan jaringan. Pengetahuan mengenai hal ini juga relevan dalam pemahaman terhadap kondisi nekrosis sel.
Dalam konteks nutrisi dan pencernaan, enzim memainkan peran penting dalam proses pencernaan. Memahami bagaimana enzim mengubah bentuk makanan menjadi energi akan membantu mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih efektif dan tepat terkait dengan nutrisi dan perawatan pasien terkait pencernaan.
Lebih lanjut, memahami fungsi, peran, dan aktivitas enzim juga memberikan landasan penting dalam praktik keperawatan. Mengetahui bagaimana suatu enzim mempengaruhi reaksi biomolekul dalam sel akan membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami konsep dasar biokimia yang relevan dengan praktik keperawatan sehari-hari.
MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA, MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA, MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA, MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA, MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA, MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA,MEKANISME KERJA ENZIM DALAM PROSES BIOKIMIA
2. Pendahuluan
• Perawat perioperatif memainkan peran yang sangat penting selama periode pasca
operasi, terutama dalam hal manajemen perawatan pasien, pemantauan tanda vital,
dan komunikasi yang efektif dengan pasien dan tim medis.
3. Peran yang
dapat
dilakukan oleh
perawat
perioperatif
selama
pascaoperasi
Menjaga keamanan dan kenyamanan pasien:
• Perawat perioperatif harus memastikan bahwa pasien tetap aman dan nyaman
selama periode pasca operasi. Hal ini dapat mencakup pengecekan pernapasan,
pengontrolan rasa nyeri, dan memastikan bahwa pasien tidak mengalami kejang
atau komplikasi lainnya.
Pemantauan tanda-tanda vital:
• Selama periode pasca operasi, perawat perioperatif harus memantau tanda-tanda
vital pasien seperti suhu, tekanan darah, detak jantung, dan kadar oksigen dalam
darah. Hal ini memungkinkan perawat untuk memantau kondisi pasien secara
teratur dan memberikan intervensi jika diperlukan.
Pemberian obat dan cairan:
• Perawat perioperatif dapat bertanggung jawab untuk memberikan obat-obatan dan
cairan pasien. Ini dapat meliputi antibiotik, analgesik, dan cairan intravena,
tergantung pada kondisi pasien dan rencana perawatan.
Edukasi pasien:
• Selama periode pasca operasi, perawat perioperatif dapat memberikan edukasi
kepada pasien tentang perawatan luka, pengontrolan rasa nyeri, dan manajemen
komplikasi. Hal ini dapat membantu pasien memahami apa yang diharapkan
selama periode pasca operasi dan bagaimana mereka dapat membantu
mempercepat pemulihan mereka.
Koordinasi dengan tim medis:
• Perawat perioperatif harus berkoordinasi dengan tim medis lainnya untuk
memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang optimal dan terkoordinasi.
Hal ini meliputi berkomunikasi dengan dokter, anestesiologis, ahli gizi, fisioterapis,
dan profesional medis lainnya yang terlibat dalam perawatan pasien.
5. Perawatan luka operasi
Perawatan luka operasi adalah
proses merawat dan memantau
kondisi luka pasca operasi untuk
mencegah infeksi, mengurangi rasa
sakit dan mempercepat proses
penyembuhan. Perawatan luka
operasi biasanya dimulai sejak
pasien keluar dari ruang operasi
hingga luka benar-benar sembuh.
Tujuan perawatan luka operasi
adalah untuk memastikan luka tetap
steril, mengurangi risiko infeksi, dan
mempromosikan penyembuhan
luka yang cepat.
6. Beberapa tindakan dalam perawatan luka
operasi
• Setiap hari, luka harus dibersihkan dengan lembut menggunakan air dan sabun
antiseptik. Setelah dibersihkan, luka harus dikeringkan dan dibersihkan kembali
menggunakan antiseptik.
Pembersihan luka:
• Balutan pada luka harus diganti setiap hari untuk memastikan luka tetap kering dan steril.
Pemilihan balutan yang tepat sangat penting untuk memastikan kenyamanan dan
efektivitas.
Pengganti balutan:
• Penting untuk menjaga kebersihan luka dengan menjaga tangan tetap bersih sebelum
dan sesudah membersihkan luka serta menggunakan sarung tangan ketika melakukan
perawatan luka.
Menjaga kebersihan luka:
• Nutrisi yang cukup dan seimbang sangat penting dalam proses penyembuhan luka.
Konsumsi makanan yang mengandung protein, vitamin, dan mineral akan membantu
mempercepat proses penyembuhan luka.
Menjaga nutrisi yang
tepat:
• Tekanan pada luka harus dihindari, terutama jika luka terletak di bagian tubuh yang
sering digunakan, seperti lutut atau siku. Pasien juga disarankan untuk menghindari
mengangkat barang berat atau melakukan aktivitas fisik yang berat.
Mengurangi tekanan pada
luka:
• Dokter dapat meresepkan obat penghilang rasa sakit atau obat antiinflamasi nonsteroid
untuk membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan pada luka.
Obat-obatan:
7. Pengamatan pasien dan tanda-tanda vital
• Tekanan darah merupakan salah satu indikator utama dari kesehatan pasien. Perubahan tekanan
darah, baik naik atau turun, dapat menjadi tanda adanya masalah yang mungkin terjadi pada pasien.
Tekanan darah:
• Suhu tubuh juga merupakan indikator kesehatan pasien. Peningkatan suhu tubuh di atas batas normal
dapat menunjukkan adanya infeksi atau peradangan pada tubuh pasien.
Suhu tubuh:
• Nadi atau detak jantung per menit juga perlu diamati setelah operasi. Perubahan pada nadi dapat
menunjukkan adanya masalah kardiovaskular pada pasien.
Nadi:
• Respirasi atau frekuensi pernapasan per menit adalah indikator lain dari kesehatan pasien. Perubahan
pada frekuensi pernapasan dapat menunjukkan adanya masalah pada sistem pernapasan pasien.
Respirasi:
• Nyeri setelah operasi adalah hal yang umum terjadi. Penting untuk memantau tingkat nyeri pasien dan
memastikan bahwa obat penghilang rasa sakit yang sesuai telah diberikan.
Nyeri:
• Pasien yang menjalani operasi mungkin mengalami perubahan pada tingkat kesadaran atau kognitif.
Penting untuk memantau pasien dan mengambil tindakan jika terjadi perubahan yang signifikan.
Perubahan mental:
• Output urine juga harus diamati untuk memastikan bahwa pasien tidak mengalami dehidrasi
Output urine:
8. kuesioner yang dapat digunakan untuk
menilai tingkat nyeri pasca operasi
1. Visual Analog Scale (VAS): Kuesioner VAS menggunakan skala 0-10, di mana 0 menunjukkan tidak ada nyeri sama sekali dan 10
menunjukkan nyeri yang paling parah yang pernah dialami pasien.
2. Numeric Rating Scale (NRS): Kuesioner NRS menggunakan skala angka 0-10, di mana 0 menunjukkan tidak ada nyeri sama sekali dan
10 menunjukkan nyeri yang paling parah yang pernah dialami pasien.
3. Verbal Rating Scale (VRS): Kuesioner VRS meminta pasien untuk memberikan penilaian verbal tentang tingkat nyeri yang dialami,
seperti tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, atau nyeri hebat.
4. Faces Pain Scale (FPS): Kuesioner FPS menggunakan gambar wajah dengan berbagai ekspresi, dari senyum hingga wajah yang
sangat kesakitan, untuk meminta pasien menilai tingkat nyeri yang mereka alami.
5. ASSIST - Patient satisfaction survey in postoperative pain management (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5374829/)
6. Patient Information Form and Strategic and Clinical Quality Indicators Postoperative Pain (SCQIPP)
(https://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2158244020924377)
9. kuesioner yang dapat digunakan untuk
menilai kesehatan mental pasca operasi
1. Kuesioner Kesehatan Pasien-9 (PHQ-9): Kuesioner PHQ-9 digunakan untuk mengevaluasi keparahan gejala depresi dan
dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan mental pasca operasi.
2. Kuesioner Kesehatan Pasien-7 (PHQ-7): Kuesioner PHQ-7 digunakan untuk mengevaluasi keparahan gejala depresi dan
dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan mental pasca operasi.
3. Kuesioner Kesehatan Pasien-4 (PHQ-4): Kuesioner PHQ-4 menggabungkan pertanyaan dari kuesioner PHQ-9 dan GAD-7
(Generalized Anxiety Disorder) untuk menilai gejala depresi dan kecemasan pada pasien.
4. Kuesioner GAD-7: Kuesioner GAD-7 digunakan untuk mengevaluasi keparahan gejala kecemasan dan dapat digunakan untuk
menilai tingkat kesehatan mental pasca operasi.
5. Kuesioner Skala Afektif Positif dan Negatif (PANAS): Kuesioner PANAS digunakan untuk mengevaluasi perasaan positif dan
negatif pada pasien dan dapat digunakan untuk menilai tingkat kesehatan mental pasca operasi.
6. The surgical anxiety questionnaire (SAQ) (https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/08870446.2018.1502770)
10. Manajemen
komplikasi
pascaoperasi
• Antibiotik dan tindakan bedah untuk membersihkan atau
mengeluarkan jaringan yang terinfeksi. Pencegahan infeksi
melalui tindakan aseptik saat melakukan tindakan medis.
Infeksi:
• Transfusi darah dan tindakan bedah untuk menghentikan
pendarahan jika diperlukan.
Perdarahan:
• Pemberian antikoagulan dan tindakan bedah untuk mengangkat
bekuan darah jika diperlukan. Mobilisasi dini juga dapat
membantu mencegah pembentukan bekuan darah.
Trombosis:
• Pemberian obat untuk merangsang gerakan usus dan menjaga
pasien tetap hidrasi. Jika perlu, dapat dilakukan tindakan bedah
untuk memperbaiki ileus.
Ileus (gangguan
gerakan usus):
• Pemberian nutrisi dan terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi.
Tindakan bedah untuk memperbaiki atau menutup fistula jika
diperlukan.
Fistula:
• Perawatan luka yang adekuat dan mungkin dilakukan tindakan
bedah untuk memperbaiki luka.
Luka yang tidak
sembuh:
• Penggunaan obat pereda nyeri dan teknik relaksasi untuk
membantu mengurangi nyeri.
Nyeri:
• Tindakan medis untuk mengatasi organ yang tidak berfungsi
dengan baik.
Kegagalan organ:
11. Antibiotik pasca operasi
• Pemberian antibiotik pasca operasi tergantung pada jenis operasi yang dilakukan dan risiko
infeksi pasca operasi. Antibiotik dapat diberikan secara profilaksis, yaitu sebelum dan
setelah operasi untuk mencegah infeksi, atau terapi, yaitu jika infeksi telah terjadi.
• Beberapa antibiotik yang biasanya digunakan untuk profilaksis meliputi:
1.Cefazolin: 1-2 gram diberikan secara intravena (IV) 30-60 menit sebelum operasi.
2.Cefuroxime: 1,5 gram diberikan secara IV 30-60 menit sebelum operasi.
3.Ampicillin/sulbactam: 1,5-3 gram diberikan secara IV 30-60 menit sebelum operasi.
4.Gentamicin: 5 mg/kg berat badan diberikan secara IV 30-60 menit sebelum operasi.
12. Transfusi darah
• Pemberian transfusi darah pasca operasi akan tergantung pada kondisi kesehatan pasien, jenis operasi, dan kebutuhan cairan darah
pasien. Kriteria umum untuk pemberian transfusi darah termasuk kadar hemoglobin (Hb) pasien, keparahan anemia, gejala klinis yang
muncul, dan kondisi pasien secara umum.
• beberapa panduan umum untuk pemberian transfusi darah pasca operasi:
1. Jika kadar Hb pasien kurang dari 7 g/dL dan pasien mengalami gejala anemia seperti sesak napas, pusing, atau lelah yang berat, maka transfusi darah dapat
dipertimbangkan.
2. Jika kadar Hb pasien 7-10 g/dL dan tidak ada gejala anemia yang berat, maka transfusi darah tidak dianjurkan kecuali jika pasien akan menjalani operasi
besar atau jika pasien memiliki kondisi medis yang meningkatkan risiko anemia.
3. Jika kadar Hb pasien lebih dari 10 g/dL, maka transfusi darah tidak diperlukan.
• rumus yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan darah pasien adalah rumus 3:1, yang menghitung volume darah yang
hilang selama operasi. Berdasarkan rumus ini, pasien akan membutuhkan sekitar 3 kali volume darah yang hilang selama operasi
dalam bentuk transfusi darah. Misalnya, jika pasien kehilangan 500 mL darah selama operasi, maka pasien akan membutuhkan sekitar
1.500 mL darah dalam bentuk transfusi darah.