Regulasi mengenai distribusi obat yang baik telah diatur dalam beberapa ketentuan. Antara lain yang menjadi pokok regulasi distribusi obat adalah Kepmenkes No 1192 Tahun 2002 tentang Tata Cara Izin Pedagang Besar Farmasi, dan juga Permenkes Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi .
Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kasus-kasus yang menyalahi aturan tentang pendistribusian obat di Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi antara lain adanya obat palsu, peredaran obat psikotropika tanpa izin edar, pengadaan & distribusi obat tanpa keahlian dan kewenangan, apotek tanpa apoteker, dan juga obat stelan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI PELAYANAN KEFARMASIAN (Narkotika Psikotropika)Robby Candra Purnama
Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Apotek : suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kepmenkes No.1332 thn 2002, Kepmenkes No.1027 thn 2004)
Regulasi mengenai distribusi obat yang baik telah diatur dalam beberapa ketentuan. Antara lain yang menjadi pokok regulasi distribusi obat adalah Kepmenkes No 1192 Tahun 2002 tentang Tata Cara Izin Pedagang Besar Farmasi, dan juga Permenkes Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi .
Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya kasus-kasus yang menyalahi aturan tentang pendistribusian obat di Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi antara lain adanya obat palsu, peredaran obat psikotropika tanpa izin edar, pengadaan & distribusi obat tanpa keahlian dan kewenangan, apotek tanpa apoteker, dan juga obat stelan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI PELAYANAN KEFARMASIAN (Narkotika Psikotropika)Robby Candra Purnama
Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Apotek : suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kepmenkes No.1332 thn 2002, Kepmenkes No.1027 thn 2004)
Apotek Online : Tinjauan Regulasi dan Etika di indonesiaStefanus Nofa
·Perkembangan Pelayanan Kesehatan berbasis teknogi informasi merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan, namun kita tidak boleh gegabah dengan begitu saja mengakomodir perkembangan yang ada di masyarakat, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan dan berdampak positif bagi peningkatan derajat kesehatan seluruh masyarakat.
·Pelayanan Kesehatan khususnya Pelayanan kefarmasian secara elektronik berdampak positif kepada peningkatan kualitas dan kenyamanan pelayanan namun disisi lain berpotensi negatif bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat , untuk itu penyusunan regulasi yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian elektronik perlu dilakukan dengan penuh ke hati hatian agar dampak negatif dapat diminimalisiir se rendah rendah nya.
·Rencana Penerbitan PMK tentang Pelayanan Kefarmasian secara elektronik oleh pemerintah perlu dikaji lebih dalam dengan melibatkan seluruh stakeholder, karena menyangkut kewenangan / tanggungjawan inter istitusi dan inter profesi agar tetap sejalan dengan tujuan pembangunan Kesehatan Indonesia
Perlu Diskusi lanjut via Talk Show/ seminar / Hub : apoteker.onine@gmail.com
Apotek Online : Tinjauan Regulasi dan Etika di indonesiaStefanus Nofa
·Perkembangan Pelayanan Kesehatan berbasis teknogi informasi merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas pelayanan, namun kita tidak boleh gegabah dengan begitu saja mengakomodir perkembangan yang ada di masyarakat, harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu apakah sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan dan berdampak positif bagi peningkatan derajat kesehatan seluruh masyarakat.
·Pelayanan Kesehatan khususnya Pelayanan kefarmasian secara elektronik berdampak positif kepada peningkatan kualitas dan kenyamanan pelayanan namun disisi lain berpotensi negatif bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat , untuk itu penyusunan regulasi yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian elektronik perlu dilakukan dengan penuh ke hati hatian agar dampak negatif dapat diminimalisiir se rendah rendah nya.
·Rencana Penerbitan PMK tentang Pelayanan Kefarmasian secara elektronik oleh pemerintah perlu dikaji lebih dalam dengan melibatkan seluruh stakeholder, karena menyangkut kewenangan / tanggungjawan inter istitusi dan inter profesi agar tetap sejalan dengan tujuan pembangunan Kesehatan Indonesia
Perlu Diskusi lanjut via Talk Show/ seminar / Hub : apoteker.onine@gmail.com
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG
PEKERJAAN KEFARMASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian;
Mengingat
:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
2.
Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
3.
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
5.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
6.
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
7.
Fasilitas Kesehatan adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
8.
Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian.
9.
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk memproduksi obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10.
Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi adalah sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan Sediaan Farmasi, yaitu Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi.
11.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
12.
Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
13.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
14.
Toko Obat a
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Definisi dan Ruang Lingkup Farmakovigilans.pptx
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
Sejarah Farmakovigilan
1604051_Nur Pazira_Peran apoteker di industri farmasi.pptx
1604046-TIKA APRIYANI-PBF.pptx
1. NAMA : TIKA APRIYANI
BP :1604046
KELAS : C
Pengantar Ilmu Farmasi
‘’ Pedagang Besar Farmasi’’
2. Pengertian
• Menurut peraturan menkes RI
no.1148/MENKES/PER/VI/2011 PBF adalah
perusahaan, berbentuk badan hukum yang memiliki
izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Tugas dan Fungsi PBF
• Tugas PBF
1. Tempat penyediaan dan penyimpanan perbekalan
farmasi
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan
farmasi kesarana pelayanan kesehatan
3. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan,
penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi
sehingga dapat dipertanggung jawabkan setiap
dilakukan pemeriksaan.
4. Lanjutan
• Fungsi PBF
1. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi
2. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif,
merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan
3. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat
kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan
kesehatan
4. Sebagai penyaluran tunggal obat-obatan golongan narkotik
dimana PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. kimia
farma
5. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja
5. Tata cara pemberian izin PBF
Badan POM MenKes
Pemohon DinKes
Balai POM
Melimpahkan
wewenang
Tembusan surat
permohonan
Menyerahkan hasil
laporan
Menyerahkan hasil
pengamatan
Mengeluarkan izin yg
telah memenuhi syarat
6. Syarat bagi pemohon (PBF)
1. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi
2. Memiliki nomor pwajib pajak (NPWP)
3. Memiliki secara tetap apoteker (WNI) sebagai penanggung jawab
4. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/ pengurus tidak pernah
terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
5. Mempunyai bangunan dan sarana yang memadai
6. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
7. Pencabutan izin PBF
1. Tidak mempekerjakan apoteker dan tenaga kefarmasian
lainnya yang mempunyai SIK
2. Tidak aktif lagi dalam penyaluran obat selama 1 tahun
3. Tidak meyampaikan informasi PBF 3 kali berturut-turut
4. Tidak memenuhi tata cara penyalurab perbekalan farmasi
5. Tidak memenuhi persyaratan usaha
8. peringatan dan pembekuan izin usaha
1. Peringatan secara tertulis kepada PBF bersangkutan sebanyak
3 kali berturut-turut
2. Pembekuan izin usaha untuk jangka waktu 6 bulan sejak
dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan usaha PBF yang
bersangkutan
9. tata cara penyaluran
1. PBF lainnya berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani
oleh penanggung jawab PBF
2. Apotek berdasarkan surat pesanan yang di tanda tangani oleh
apoteker pengelola apotek
3. Rumah sakit berdasarkan surat pesanan yang di tandatangani
oleh apoteker kepala instalasi farmasi rumah sakit
4. Instalasi lain yang di izinkan MenKes
10. Larangan bagi PBF
1. PBF dilarang menjual obat-obatan secara eceran
2. PBF dilarang menyimpan dan menyalurkan obat-obatan
narkotika tanpa izin khusus
3. PBF tidak boleh melayani resp dokter
4. PBF dilarang membungkus atau mengemas kembali dengan
merubah bungkus asli pabrik
5. PBF hanya boleh menyalurkan obat keras kepada apotek,
PBF lain, instansi yang diizinkan oleh MenKes
11. Pelaporan
1. PBF dan setiap cabangnya wajib menyampaikan laporan
secara berkala setiap 3 bulan , mengenai kegiatannya kepada
badan POM dengan tembusan kepala dinas setempat
2. PBF yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan penerimaan dan penyaluran sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
12. Syarat Ketenagakerjaan
1. PBF harus memiliki seorang apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian yang memiliki surat izin kerja (SIK)
2. Untuk ketenagakerjaan umum di PBF minimal tamatan SLTA
atau sederajat
3. Masing-masing tenaga kerja harus bekerja dnegan keahlian,
kemamouan dan keterampilan di bidangnya masing-masing
13. Sarana dan Prasarana PBF
1. PBF merupakan suatu sarana yang berbentuk badan hukum
dengan maksud terdapat kepastian usaha serta kemudahan
pengawasan yang berfungsi mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan perbekalan farmasi
2. Prasarana PBF meliputi perbekalan farmasi berupa obat,
bahan obat dan alat kesehatan yang dijaul dalam jumlah besar
pada sarana pelayanan masyarakat atau PBF lainnya.
14. Peran Apoteker di PBF
1. Melakukan pekerjaan kefarmasian di PBF sesuai peraturan
perundangan.
2. Melakukan pencatatan yang berkaitan dengan distribusi
3. Sebagai penanggung jawab pada bagian pemastian mutu,
produksi, pengawasan mutu
4. Melakukan program kendali mutu, kendali biaya yang
dilakukan oleh audit kefarmasian
15. Peran Tenaga Kefarmasian
1. Melakukan pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian di
bawah pengawasan apoteker
2. Menyusun obat dan alat kesehatan
3. Membuat laporan distribusi obat setiap bulan di bawah
pengawasan apoteker
4. Membuat surta pengembalikan obat yang telah kadaluarsa ke
pabrik
5. Menyiapkan faktur penjualan obat-obatan dan alat kesehatan
untuk informasi ke balai POM