2. Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Utara
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan
Kepala Seksi
Kefaramasian
Pengelola Obat Pengelola Vaksin
Pengelola
Program
Pengelola P4TO
3. RUANG LINGKUP SEKSI KEFARMASIAN MELIPUTI:
• a. Kefarmasian (obat, obat tradisional, bahan baku obat, industri kosmetika), makanan
dan minuman;
• b. Sarana produksi sediaan farmasi berupa industri farmasi, usaha kecil/mikro obat
tradisional, industri bahan baku obat, industri kosmetika, bahan obat Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA);
• c. Makanan dan minuman, sarana distribusi obat (pedagang besar farmasi pusat dan
cabang);
• d. Penyediaan dan pengelolaan bufferstock obat provinsi, reagensia, vaksin dan
ketersediaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
4. Program Obat dan Perbekalan
Kesehatan
Target Capaian
NO. INDIKATOR 2021 2022 2023
1
Persentase Puskesmas dengan ketersediaan
Obat dan Vaksin Esensial 94% 95% 96%
2
Persentase Penggunaan Obat Rasional ( POR) di
Puskesmas
60% 67% 70%
3
Persentase Sarana Pelayanan Kesehatan
Pemerintah yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian
43% 58% 60%
4
Persentase Sarana Prodis kefarmasian yang di
bina agar memenuhi standart cara Prodis
yang Baik
70% 73% 75%
5. UPDATE PROGRAM
PRIORITAS
5
Pembinaan PBF
dalam rangka
Pemenuhan
standar sesuai
Regulasi
Promosi
Fitofarmaka
Kepada Pemda
Fasilitasi
Implementasi
kebijakan TKDN
Produk Farmasi
Simposium
Peningkatan
Pemanfaatan
OHT dan
Fitofarmaka
Pembinaan Industri
dan Usaha Obat
Tradisional dan
Kosmetika serta
pembinaan Dinkes
Provinsi/Kab/Kota
Kajian
Farmakoekonomi
Obat dan Produk
Biologi
6. UPDATE PROGRAM
PRIORITAS
6
No Nama Program/ Kegiatan Tujuan Sasaran Target yang akan dicapai
1 Fasilitasi Implementasi
kebijakan TKDN Produk
Farmasi
Melakukan Pemantauan
penerapan kebijakan
TKDN Farmasi
Industri Farmasi, K/L
terkait, Asosiasi, Praktisi
Mendorong industri farmasi
untuk meningkatkan
penggunaan bahan baku
produksi dalam negeri sehingga
nilai TKDN diatas 50%
2 Pembinaan PBF dalam
rangka Pemenuhan
standar sesuai Regulasi
Meningkatkan kemampuan
pemenuhan standar
sesuai regulasi oleh PBF
dan PBF Cabang
PBF dan PBF Cabang PBF dan PBF Cabang
memenuhi standar sesuai
regulasi
3 Simposium Peningkatan
Pemanfaatan OHT dan
Fitofarmaka
simposium fitofarmaka
dalam rangka peningkatan
pemanfaatan fitofarmaka
dan launching formularium
fitofarmaka
akademisi, asosiasi,
praktisi, tenaga medis,
tenaga kesehatan, industri
dan usaha OT, Dinkes
Provinsi, Dinkes Kab/Kota,
mendorong percepatan
pengembangan dan
pemanfaatan OHT dan
Fitofarmaka di fasilitas
pelayanan kesehatan dengan
meningkatkan peran serta dan
koordinasi antar stakeholder
terkait
7. PERSYARATAN KHUSUS
a. Memiliki bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
b. Memiliki prosedur pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
c. Memiliki prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
d. Memiliki prosedur pengelolaan lingkungan sesuai dengan dokumen Surat Pernyataan Pengelolaan
Lingkungan (SPPL). Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
yang selanjutnya disingkat SPPL
e. Menerapkan standar CDOB dalam kegiatan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat.
f. Apoteker penanggung jawab memiliki SIPA sebagai persetujuan kewenangan praktik pada sarana PBF
tersebut.
g. Memiliki Izin Khusus Penyaluran Narkotika bagi PBF yang melakukan penyaluran Narkotika sesuai
ketentuan peraturan perundangan.
h. Memiliki Izin Khusus Importir/Eksportir Narkotika bagi PBF yang melakukan impor/ekspor narkotika
sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Dalam hal PBF Pusat dan/atau PBF Cabang menyalurkan produk obat tradisional, suplemen kesehatan,
dan/atau kosmetika, PBF Pusat dan/atau PBF Cabang harus menerapkan standar usaha Pedagang Besar
Obat Tradisional (sesuai KBLI 46442) dan/atau Pedagang Besar Kosmetika (sesuai KBLI 46443).
8. SARANA
a. PBF harus memiliki kantor dan gudang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran obat dan/atau bahan obat.
b. gudang sebagai tempat penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dilengkapi dengan peralatan
dan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat dan/atau bahan obat yang
disimpan.
c. memiliki ruang penyimpanan obat dan/atau bahan obat di gudang yang terpisah dari ruangan lain
sesuai CDOB.
d. PBF yang melakukan pengemasan ulang bahan obat harus memiliki ruang pengemasan ulang sesuai
persyaratan CDOB.
e. PBF yang melakukan pengemasan ulang bahan obat harus memiliki laboratorium yang mempunyai
kemampuan untuk pengujian bahan obat yang disalurkan.
f. PBF yang menyalurkan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi harus memiliki tempat
penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
g. lokasi gudang PBF dapat berada pada lokasi terpisah dari kantor PBF dengan syarat tidak mengurangi
efektivitas pengawasan intern oleh direksi/pengurus dan penanggung jawab.
h. PBF Pusat dan PBF Cabang dapat melakukan penambahan gudang atau perubahan lokasi gudang.
9. STRUKTUR ORGANISASI SDM DAN SDM
SDM
1) PBF dan PBF Cabang memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang apoteker sebagai penanggung jawab
yang bekerja purna waktu, dengan kriteria sebagai berikut:
a) Penanggung jawab PBF dan PBF Cabang adalah apoteker Warga Negara Indonesia yang memiliki
STRA.
b) Apoteker penanggung jawab wajib memiliki SIPA pada sarana PBF tersebut.
c) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF
Cabang.
2) Apoteker penanggung jawab PBF bertanggung jawab dalam memastikan seluruh kegiatan pengadaan,
penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB.
3) Apoteker penanggung jawab harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang distribusi farmasi.
4) Apoteker penanggung jawab dan seluruh SDM yang terkait dalam kegiatan PBF harus mendapatkan
pelatihan yang cukup sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memastikan penerapan CDOB pada
seluruh kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan/atau bahan obat.
5) PBF yang menyalurkan obat dan bahan obat harus memiliki masing-masing apoteker penanggung
jawab untuk obat dan apoteker penanggung jawab untuk bahan obat.
6) Dalam hal gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah, harus memiliki
apoteker penanggung jawab gudang.
7) PBF yang memiliki gudang tambahan yang berada pada lokasi terpisah dari kantor atau gudang PBF,
harus memiliki apoteker penanggung jawab gudang.
8) Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas selama waktu tertentu maka
harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang memiliki STRA dan bertugas paling
lama untuk waktu 3 (tiga) bulan dan mendapat persetujuan dari Kementerian Kesehatan untuk PBF
Pusat dan dari Pemerintah Daerah Provinsi untuk PBF Cabang.
10. Perizinan sebelum OSS
Perizinan dilakukan masing-masing K/L
secara parsial
Perizinan sudah ada yang secara elektronik
tetapi tidak terintegrasi
Online Single
Submission
Perizinan dilakukan secara elektronik dan
terintegrasi dengan OSS
Penggunaan data sharing K/L
Penyederhanaan persyaratan dan proses
perizinan -> mengurangi SLA
Perizinan Berbasis Risiko
Peningkatan ekosistem investasi dan
kegiatan berusaha sesuai UU No. 11/2020
tentang Cipta Kerja melalui penerapan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
PP No. 5/2021 tentang Penyelenggaraan
Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Permenkes No. 14/2021 tentang Standar
Kegiatan Usaha dan Produk pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha
Berbasis Risiko Sektor Kesehatan
PERIZINAN BERUSAHA BERBASIS RISIKO
(PP No. 5 Tahun 2021)
Izin Sarana SLA Lama SLA Baru
IF 10 HK 4 HK
IOT/IEBA 12 HK 4 HK
IKOS 14 HK 4 HK
PBF 7 HK 4 HK
Tingkat
Risiko
Persyaratan
Tinggi Izin (+ Standar)
Menenga
h Tinggi
Sertifikasi Pemenuhan
Standar -> Operasional
Menenga
h Rendah
Operasional sesuai Standar -
> Sertifikasi
Rendah NIB
Penilaian Risko
berdasarkan
aspek:
• Kesehatan
• Keselamatan
• Lingkungan
• Pemanfaatan
dan
pengelolaan
sumber daya
Pelaksanaan
Usaha dan
pemenuhan
kewajiban Pelaku
Usaha
Pengawasan
kegiatan
berusaha oleh
K/L
11. PERIZINAN PBF CABANG Sebagai bentuk penyempurnaan implementasi Sistem Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik pada ruang lingkup PBF
Cabang (KBLI 46441 dan 46447), disampaikan Surat Edaran Dirjen
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Nomor FP.01.01/III/426/2022
tanggal 14 Maret 2022 yang berisi:
1. Proses verifikasi pemenuhan persyaratan PBF Cabang PMA
dilakukan oleh Kemenkes melalui Hak Akses Turunan
Kementerian Kesehatan.
2. Dinkes Provinsi menerbitkan surat rekomendasi penerbitan izin
PBF Cabang PMA.
3. Proses verifikasi pemenuhan persyaratan PBF Cabang PMDN
dilakukan oleh Dinkes Provinsi melalui Hak Akses Turunan
Pemerintah Daerah Provinsiyang diperoleh dari DPMPTSP
Provinsi.
4. Dinkes Provinsi menyusun dan mengunggah data teknis PBF
Cabang PMDN ke sistem OSS, sebagai bagian dari Izin PBF
Cabang yang diterbitkan oleh OSS, berdasarkan hasil verifikasi
yang sudah dilakukan.
12. PETA SEBARAN PBF DI PROVINSI SUMATERA UTARA*
1. Berdasarkan Ruang Lingkup
• PBF Pusat : 52
• PBF Cabang : 40
2. Berdasarkan KBLI
• PBF Obat (46441) : 83
• PBF BO (46447) : 1
• PBF Obat & Bahan Obat : 8
3. Berdasarkan Lokasi
• Kabupaten Asahan : 1
• Kab. Deli Serdang : 13
• Kota Medan : 70
• Kota Padangsidimpuan : 1
• Kota Pematangsiantar : 5
• Kota Sibolga : 1
• Kota Tebing Tinggi : 1
* Data e-Report PBF tanggal 9 Juni 2022
13. Dasar Hukum CDOB
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
- Sediaan farmasi harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu dan
terjangkau
- Pengamanan sediaan farmasi dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya karena penggunaan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
Pekerjaan Kefarmasian dalam Fasilitas Distribusi harus
memenuhi ketentuan Cara Distribusi yang Baik
Permenkes 1148 th 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi
yang telah diubah dengan Permenkes No. 34 th 2014
- PBF wajib menerapkan CDOB
- Badan POM melakukan pengawasan penerapan CDOB
Peraturan BPOM No. 6 th 2020 tentang
Pedoman Teknis CDOB
14. • Definisi
Cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan
obat yang bertujuan untuk memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya
• Fungsi
Menjaga jalur distribusi
dari masuknya obat
illegal dan obat tidak
terdiversi ke jalur ilegal
Menjaga mutu obat yang
dihasilkan industri tetap
stabil sepanjang jalur
distribusi hingga pasien
CARA DISTRIBUSI OBAT YANG
BAIK (CDOB)
2003
2012
2019
PEDOMAN
CDOB
15. 15
PENERAPAN CDOB
• PUSAT
• CABANG
PBF
• INSTALASI PEMERINTAH (PUSAT DAN DAERAH)
INSTALASI SEDIAAN FARMASI
• DALAM PELAKSANAAN DISTRIBUSI
INDUSTRI FARMASI
16. PERMASALAHAN DI PBF
• IZIN MATI, TIDAK MELAKUKAN PERPANJANGAN SEBELUM MASA
IZIN BERAKHIR
• PBF CABANG TIDAK SEGERA MELAKUKAN PENYESUAIAN IZIN
DENGAN IZIN PBF PUSAT
• TIDAK SEGERA MELAPORKAN PERUBAHAN YANG TERJADI DI PBF
• MASIH KURANG MEMAHAMI APLIKASI ONLINE SINGLE
SUBMISSION (OSS)
PERIZINAN
• TERLALU SERING TERJADI PERGANTIAN
• SIPA / STRA MATI DAN TIDAK SEGERA MELAKUKAN
PERPANJANGAN
• APOTEKER PENANGGUNG JAWAB TIDAK DI TEMPAT
• TIDAK BERKOORDINASI DENGAN DINAS KESEHATAN PROVINSI
APOTEKER
PENANGGUNG
JAWAB
17. PERMASALAHAN DI PBF
• MASIH ADA YANG BELUM MEMILIKI
SERTIFIKASI CDOB
• MASIH BANYAK DITEMUKAN
PENYIMPANGAN / BELUM MENERAPKAN
CDOB PADA SELURUH ASPEK CDOB
IMPLEMENTASI
CDOB
• MELAPOR TIDAK TEPAT WAKTU
PELAPORAN
18. UPAYA YANG DILAKUKAN :
1. PEMETAAN SARANA PBF DI PROVINSI SUMATERA UTARA DIMANA
2. SOSIALISASI PERMENKES NO 30 TAHUN 2017 DENGAN
MENGUNDANG PBF DI PROVINSI SUMATERA UTARA
3. MELAKUKAN PEMBINAAN TERHADAP PBF A.L :
a. PEMBINAAN TERHADAP PBF YANG APJ –NYA TELAH
MENGUNDURKAN DIRI NAMUN PBF TERSEBUT MASIH BEROPERASI
18
19. b. PEMBINAAN TERHADAP PBF YANG MENDAPAT SURAT PERINGATAN
DARI BBPOM MEDAN TERKAIT ADANYA TEMUAN PADA SAAT
PEMERIKSAAN. MAKA DINAS KESEHATAN MEMBINA PBF TERSEBUT
TERKAIT CAPA YANG TELAH DILAKUKAN
4. MEMBINA PBF TERKAIT LAPORAN e - REPORT BAGI PBF YANG
BELUM MELAPORKAN DINAMIKA OBATNYA
19
20. 5. MEMUTAHIRKAN DATA SARANA PBF TERUTAMA BAGI PBF YANG
SUDAH TIDAK JELAS AKTIVITASNYA
6. MENINGKATKAN KERJASAMA DENGAN BERBAGAI PIHAK A.L :
BPOM, IAI , GP FARMASI , DINAS KAB/KOTA DLL
20
21. KESIMPULAN
• Pengawasan dan Pembinaan kepada Sarana Produksi dan
Distribusi Kefarmasian dilakukan dalam rangka pemenuhan
standar sesuai regulasi dan dilakukan bersama dengan Dinas
Kesehatan Provinsi dan stake holder lainnya
• Perlunya sinergi antara Pemeritah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam pembinaan sarana produksi dan Distribusi
sediaan farmasi dalam rangka menuju ketahanan kefarmasian
CDOB merupakan cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Fungsi CDOB adalah untuk:
Menjaga jalur distribusi dari masuknya obat illegal dan obat tidak terdiversi ke jalur illegal
Menjaga mutu obat yang dihasilkan industri tetap stabil sepanjang jalur distribusi hingga pasien
Pedoman CDOB telah mengalami 2 (dua) kali revisi. Pedoman CDOB yang pertama terbit tahun 2003, kemudian diperbaharui pada tahun 2012 dengan referensi antara lain pedoman WHO dan EMA.
Sesuai dengan instruksi presiden untuk melakukan deregulasi peraturan, pada tahun 2019 terbit revisi Pedoman CDOB yang mengalami pembaharuan pada aneks 3 tentang Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi.
Penerapan CDOB berlaku di PBF Pusat dan Cabang, Instalasi Pemerintah, Industri Farmasi (dalam pelaksanaan distribusi obat)