SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Download to read offline
- 9 -
Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI
www.pengkajian.dpr.go.id
ISSN 2088-2351
Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016KESEJAHTERAAN SOSIAL
Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis
Majalah
UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP
PENYINTAS KEJAHATAN SEKSUAL
Lukman Nul Hakim*)
Abstrak
Kasus-kasus yang marak diberitakan akhir-akhir ini memperlihatkan telah terjadinya
peningkatan kuantitas dan tingkat kekejaman kejahatan seksual di Indonesia. Fenomena ini
mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 Tentang Perubahan
Kedua Atas UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai upaya untuk
memberikan efek jera dengan meningkatkan berat hukuman bagi para pelaku kejahatan.
Namun demikian, penanganan masih terfokus pada pelaku kejahatannya saja, sedangkan
para penyintas kejahatan seksual (mereka yang berhasil lolos dari upaya pemerkosaan,
dan atau mereka yang telah menjadi korban pemerkosaan akan tetapi tidak dibunuh
atau tidak meninggal) belum mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu perlu
program pemerintah yang terpadu dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak sebagai upaya memberikan hak perlindungan penyintas kejahatan
seksual. Pelaksanaan program ini harus diawasi oleh DPR agar dapat dijalankan sesuai
sasaran.
Pendahuluan
Pada tanggal 26 Mei 2016, pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2016
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Lahirnya Perppu ini merupakan reaksi atas
berbagai kasus kejahatan seksual yang belakangan
ini meningkat. Berbagai pemberitaan kasus
kejahatan seksual perkosaan yang terjadi baru-baru
ini menggemparkan masyarakat dan pemerintah
akan betapa tingginya frekuensi kasus kejahatan
seksual di Indonesia, dan bahkan dengan tingkat
kekejaman yang semakin memburuk. Berdasarkan
data Komnas Perempuan pada tahun 2014 terdapat
2620 kasus kejahatan seksual, dan meningkat pada
tahun 2015 menjadi 3051 kasus.
Penerbitan Perppu tersebut merupakan
sebuah langkah yang positif untuk menurunkan
tingkat kejahatan seksual. Namun demikian,
menurut penulis masih ada satu aspek yang
terlewatkan, yaitu perhatian terhadap para
penyintas kejahatan seksual (mereka yang
selamat dari percobaan pemerkosaan dan/atau
korban perkosaan yang tidak dibunuh) . Para
penyintas kejahatan seksual harus menanggung
akibat kejahatan tersebut seumur hidup mereka.
Pada beberapa kasus pemerkosaan yang ramai
diliput media menunjukkan kegagalan negara
melindungi para penyintas, seperti dalam kasus
NR. Anak berusia 14 tahun asal Sidoarjo ini
merupakan korban kejahatan seksual oleh 5 orang
tetangganya, dan telah hamil 8 bulan. Alih-alih
*)	 Peneliti Pertama Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI.
	 Email: luckey_knap@yahoo.com
- 10 -
mendapatkan dukungan dari lingkungannya, NR
dan keluarganya justru dikucilkan, dicemooh,
dan diusir dari rumah kontrakan yang dihuninya
sehingga tinggal di bekas kandang bebek.
Begitupun nasib ASS, warga Depok yang saat
kejadian (tahun 2012) baru berusia 14 tahun.
Sebagai korban penculikan disertai pemerkosaan
ASS yang sedang berusaha mengembalikan
kepercayaan dirinya dilarang mengikuti proses
belajar mengajar di sekolahnya, karena dianggap
mencemarkan nama baik sekolah.
Fakta-fakta yang terliput media ini hanya
sebagian kecil dari fenomena gunung es atas
kondisi serupa di sebagian masyarakat kita.
Contoh di atas menunjukkan bahwa sebagian
masyarakat dan bahkan institusi sekolah tidak
memiliki empati terhadap para penyintas
kejahatan seksual. Pada tulisan ini penulis
berusaha menggambarkan dampak fisik dan
psikologis yang terjadi pada korban kejahatan
seksual, berbagai upaya yang telah dilakukan
pemerintah, dan saran-saran berupa program
intervensi sosial bagi para penyintas yang dapat
dilakukan oleh negara.
Dampak Kejahatan Seksual terhadap
Penyintas
Kejahatan seksual memberikan dampak
fisik dan psikologis bagi penyintas. Secara fisik
korban mengalami kerusakan organ tubuh seperti
robeknya selaput dara, pingsan, meninggal,
terkena penyakit menular sampai dengan
kehamilan yang tidak dikehendaki (Sulistyaningsih
& Faturcohman, 2002). Sementara secara
psikologis korban dapat terserang depresi, fobia,
mimpi buruk, penuh kecurigaan, ketakutan
berhubungan dengan orang lain, dan bahkan pada
korban dengan trauma psikologis yang hebat ada
kemungkinan merasakan dorongan untuk bunuh
diri (Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002).
Linda E. Ledray (dalam Sulistyaningsih
& Faturcohman, 2002) menuliskan bahwa pada
periode 2-3 jam setelah perkosaan korban 96%
mengalami pusing, 68% mengalami kekejangan
otot yang hebat, 96% kecemasan, 96% rasa lelah
secara psikologis, 88% kegelisahan tak henti,
88% merasa terancam, dan 80% merasa diteror
oleh keadaan. Sementara liputan MS Magazine
(dalam Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002)
menyatakan bahwa pada para korban perkosaan
30% ingin bunuh diri, 31% mencari psikoterapi,
22% mengambil kursus bela diri, dan 82%
mengatakan bahwa pengalaman tersebut telah
mengubah mereka selamanya.
Berikut adalah beberapa tanda dan
symptoms korban kejahatan seksual berdasarkan
usia seperti dituliskan oleh UNICEF (The United
Nations Children's Emergency Fund):
0-6 tahun Menangis, merintih, berteriak
lebih sering dari biasanya; terus
menempel ke pengasuhnya; tidak
mau beranjak dari tempat yang
menurutnya ‘aman”; kesulitan
tidur atau terus menerus tidur;
sulit berbicara; penurunan
perkembangan; menunjukkan
ketertarikan pada tindakan-
tindakan seksual yang tidak pantas
untuk seusianya.
6-9 tahun Sama seperti tanda-tanda pada
usia 0-6 tahun; takut sama orang-
orang tertentu, tempat tertentu
atau aktivitas tertentu; berperilaku
seperti bayi lagi, seperti mengompol,
ingin dipakaikan pakaian, dll;
menolak pergi ke sekolah; sering
memegang bagian tubuh pribadinya;
menyendiri; tidak mau makan atau
justru makan terus.
10-19 tahun Depresi, menangis, seperti mati
rasa; mimpi buruk; gangguan
tidur, bermasalah di sekolah atau
menghindari sekolah; marah, sulit
bergaul dengan teman, tidak patuh
pada aturan, berkelahi; menarik diri
dari keluarga dan teman; berperilaku
merusak diri seperti merokok,
meminum minuman keras, menyakiti
diri sendiri; nilai-nilai sekolah yang
menurun; sulit makan atau justru
makan terus; memikirkan atau
memiliki kecenderungan bunuh diri;
membicarakan tentang kejahatan
seksual.
Pada korban yang tidak dapat segera
tertangani dengan baik berpotensi mengalami Post
Traumatic Syndrome Disorder (PTSD). PTSD
adalah gangguan kecemasan yang disebabkan
peristiwa traumatik. PTSD dapat pula didefinisikan
sebagai keadaan yang melemahkan fisik dan mental
secara ekstrem yang timbul setelah seseorang
melihat, mendengar, atau mengalami suatu
kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya (Sadock, B.J. & Sadock,
V.A., 2007). Berdasarkan penelitian Rape Abuse &
Incest National Network (RAINN) sebuah badan
kemanusiaan yang berbasis di Amerika Serikat,
umumnya para penyintas kejahatan seksual
mengalami hal-hal berikut: (1) Re-experiencing,
yaitu merasakan seolah-olah peristiwa tersebut
kejadian kembali melalui ingatan-ingatan
flashback ataupun mimpi; (2) Avoidance,
sebuah tindakan yang baik disengaja atau tidak
berusaha menghindar dari suasana yang terkait
dengan peristiwa; (3) Hyperarousal, yaitu selalu
merasa diujung tanduk, kesulitan tidur, mudah
- 11 -
terkejut, rentan untuk meledak tiba-tiba. Sebuah
penelitian longitudinal membuktikan bahwa PTSD
berkorelasi dengan penurunan kualitas hidup
(Giacco, Matanov, dan Priebe, 2013).
Penelitian Sari (2013) menunjukkan bahwa
gejala gangguan fungsi psikologis tersebut diatas
muncul pada responden penelitiannya yang
seorang penyintas kejahatan seksual. Responden
penelitiannya mengalami kejadian traumatik
dimana rekaman kejadian pemerkosaan terus
muncul kembali dalam memorinya. Pasca-kejadian
pemerkosaan sang responden selalu menghindari
semua hal yang berhubungan dengan penyebab
traumanya. Responden juga memisahkan diri
dari lingkungan, mengalami ketakutan hebat, dan
ketidakberdayaan.
Upaya Pemerintah
Indonesia sesungguhnya telah memiliki
dua bentuk upaya untuk melindungi penyintas
kejahatan seksual, yaitu dalam bentuk perundang-
undangan yang berkenaan dengan perlindungan
penyintas kejahatan seksual dan satuan tugas
(satgas) yang dibentuk oleh Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA).
Perundang-undangan yang berkenaan
dengan perlindungan penyintas kejahatan seksual
adalah Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban. Pada Pasal 6 ayat
(1) undang-undang tersebut dinyatakan secara jelas
bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual
berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan
rehabilitasi psikososial dan psikologis. Namun
demikian, berdasarkan kasus-kasus seperti tertulis
pada bagian pendahuluan terlihat bahwa kebijakan
tersebut belum diterapkan secara nyata pada
tataran kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini disebabkan beberapa faktor.
Pertama, faktor kurangnya sosialisasi dari
pemerintah baik pusat maupun daerah terkait
hak masyarakat. Mengingat masyarakat kita yang
beragam tingkat pengetahuan dan akses terhadap
informasinya maka harus ada strategi yang
kreatif agar menghindari kesenjangan informasi
di masyarakat. Kedua, faktor masih tingginya
kesenjangan pendidikan di masyarakat sehingga
upaya meningkatkan pengetahuan masih kurang.
Ketiga, faktor kepedulian sosial yang semakin
menipis di masyarakat. Masyarakat kita sedang
beranjak menuju masyarakat yang individualistis
sehingga kurang peka terhadap kondisi lingkungan
sekitar.
Sementara satuan teknis yang dibentuk oleh
KPPPA adalah Satgas Perlindungan Anak. Satgas
ini dibentuk pada awal Mei 2016 dan direncanakan
akan sampai pada tingkat Rukun Tetangga (RT)
dan Rukun Warga (RW) di seluruh Kabupaten/
Kota. Fokus kegiatannya pada upaya pencegahan
terjadinya kejahatan seksual dengan cepat dengan
mengenali potensi-potensi masalah yang ada.
Intervensi Psikososial terhadap
Penyintas
Penyintas kejahatan seksual seringkali tidak
menceritakan kejadian yang dialaminya kepada
orang lain sehingga diperlukan kepekaan untuk
mengetahuinya. Penyintas biasanya mengawali
upaya membuka diri dengan melakukan “uji
coba” dengan menceritakan beberapa kode/sinyal
untuk melihat reaksi orang yang diceritakan. Jika
reaksinya marah, menyalahkan ataupun reaksi
negatif lainnya maka akan membuat penyintas
menghentikan upayanya. Akan tetapi jika reaksinya
positif maka akan terjadi proses sebaliknya.
Ada beberapa alasan penyintas memilih
untuk tidak menceritakan pengalaman negatifnya,
antara lain: takut tidak dipercaya; perasaan inferior
terhadap pelaku; mendapat ancaman dari pelaku;
korban menyalahkan diri sendiri; melindungi
pelaku yang merupakan anggota keluarganya;
korban anak-anak tidak memahami kejadian yang
dialami; dan korban penyandang disabilitas tidak
mampu melaporkan kejadian.
Intervensi sosial untuk melindungi para
penyintas dan keluarganya dibutuhkan agar
mereka memahami dan mampu mengatur
reaksi terhadap pelaku kejahatan seksual;
mengembangkan kemampuan mengatur
kecemasan dan stress; mempelajari keterampilan
baru untuk beradaptasi terhadap reaksi
negatif; dan memiliki kemampuan baru dalam
memecahkan masalah (problem solving). Langkah
pertama yang harus dilakukan dalam intervensi
sosial adalah melakukan penilaian agar konselor
mendapatkan pemahaman yang lengkap akan
keluarga korban, hubungan orangtua-anak,
kegiatan sehari-hari keluarga tersebut, rumah,
komunitas, sekolah, pribadi korban, kelebihan
dan kekurangan korban dan keluarganya, dan
lain-lain. Langkah kedua dengan melakukan
intervensi psikososial yaitu dengan memberikan
pendidikan untuk penyembuhan, pelatihan
relaksasi, mengajarkan kemampuan beradaptasi
terhadap kondisinya agar korban mampu
mengenali perasaannya baik negatif maupun
positif dan ia dapat meningkatkan kemampuan
mengatasi emosinya, mengajarkan cara mengambil
keputusan.
Berbagai langkah intervensi sosial di atas
harus dijabarkan dalam program kerja nasional
yang terukur. Idealnya program ini di komandoi
oleh KPPPA bekerjasama dengan Kementerian
Sosial. Sebaiknya tugas intervensi sosial ini
melekat pada Satgas Perlindungan Anak, karena
mereka memiliki jangkauan yang luas. Para Satgas
- 12 -
selanjutnya diharapkan dapat menjadi agen
perubahan yang dapat mengajak masyarakat
agar lebih memiliki kepekaan sosial dan memiliki
kemampuan intervensi sosial dini.
Penutup
Pemerintah telah menunjukkan perhatiannya
terhadap isu kejahatan seksual dengan sejumlah
kebijakan yang dibuat, termasuk mengeluarkan
Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini
akan menjadi dasar bagi hakim untuk memberikan
hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan
seksual. Sementara Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak membuat Satgas
Perlindungan Anak yang rencananya akan tersebar
sampai tingkat RT dan RW di seluruh Kabupaten/
Kota, yang fokusnya pada upaya pencegahan
terjadinya kejahatan seksual dengan cepat
mengenali potensi-potensi masalah.
Selanjutnya pemerintah perlu memperkuat
Satgas Perlindungan Anak. Sesuai targetnya yang
akan memiliki jangkauan yang jauh sampai ke
tingkat RT/RW, maka sebaiknya keberadaan
Satgas Perlindungan Anak dioptimalkan dengan
meningkatkan kemampuan melakukan intervensi
psikososial terhadap para penyintas. DPR RI
sebaiknya melakukan fungsi pengawasan pada
pelaksanaan program ini agar program tersebut
tidak hanya baik di atas kertas, melainkan juga
dalam pelaksanaannya.
Referensi
“Anak Korban Kakak Ipar Cabul Terancam Putus
Sekolah”, http://gerbangsumatranews.
com/anak-korban-kakak-ipar-cabul-terancam-
putus-sekolah/, diakses 25 Mei 2016.
“Caring for Child Survivors of Sexual Abuse”http://
www.unicef.org/pacificislands/IRC_
CCSGuide_FullGuide_lowres.pdf, diakses 25
Mei 2016.
“Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2014”,
http://www.komnasperempuan.go.id/wp-
content/uploads/2014/11/Catatan-Tahunan-
Komnas-Perempuan-2014.pdf, diakses 25 Mei
2016.
“Diusir dari Sekolah Siswa Korban Perkosaan
Menangis”, http://metro.news.viva.co.id/
news/read/357832-diusir-dari-sekolah-siswi-
korban-perkosaan-menangis, diakses 25 Mei
2016.
“Ini Isi Lengkap Perppu Perlindungan Anak Pada
Pelaku Kekerasan Seksual”, http://news.detik.
com/berita/3217764/ini-isi-lengkap-perppu-
perlindungan-anak-pada-pelaku-kekerasan-
seksual, diakses 25 Mei 2016.
“Kasus Pemerkosaan di Indonesia Cenderung
Meningkat”, http://news.okezone.com/
p l a y / 2 0 1 6 / 0 5 / 0 9 / 2 2 / 7 4 0 2 7 / k a s u s -
pemerkosaan-di-indonesia-cenderung-
meningkat, diakses 26 Mei 2016.
“Lembar Fakta Catatan Tahunan 2016”, http://
www.komnasperempuan.go.id/lembar-
fakta-catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret-
2016/#more-15210, diakses 25 Mei 2015.
“LPA Sesalkan Pemkab Lamteng Tak Peduli Nasib
Korban Perkosaan”, http://www.lampost.co/
berita/lpa-sesalkan-pemkab-lamteng-tak-
peduli-nasib-korban-perkosaan, diakses 25 Mei
2016.
“Menteri Yohana: Satgas Perlindungan Anak Harus
sampai RT RW”, https://m.tempo.co/read/
news/2016/04/25/058765517/menteri-yohana-
satgas-perlindungan-anak-harus-sampai-rt-rw,
diakses 25 Mei 2016.
“Miris NR Korban Kejahatan Seksual Tinggal di
Kandang Bebek”, http://news.liputan6.com/
read/2513114/miris-nr-korban-kejahatan-
seksual-tinggal-di-kandang-bebek, diakses 25
Mei 2016
“Rehabilitasi Bagi Korban Kejahatan Seksual”,
http://www.mediaindonesia.com/news/
read/44875/rehabilitasi-bagi-korban-
kejahatan-seksual/2016-05-12, diakses 25 Mei
2016.
“Sexual Assault Statistic”, https://rainn.org/get-
information/statistics/frequency-of-sexual-
assault, diakses 26 Mei 2016.
“Tanggapi Kasus N Jatim Bikin Gerakan Kontrol
Perilaku Remaja”, http://jatim.metrotvnews.
com/peristiwa/Obz9qOeN-tanggapi-kasus-n-
jatim-bikin-gerakan-kontrol-perilaku-remaja,
diakses 25 Mei 2016.
Giacco, D., Matanov A, & Priebe S. (2013).
Symptoms and subjective quality of life in post-
traumatic stress disorder: a longitudinal study.
Journal Plos One, 8, 4.
Sadock BJ, & Sadock VA. (2007). Kaplan and
Sadock’s Synopsis of Psychiatry. (10th ed,).
Philadelphia, PA: Lippincott.
Sari, Rafika L. (2013). Dampak Psikologis Pada
Remaja Korban Pemerkosaan di Kabupaten
Temanggung. Skripsi: Universitas Negeri
Semarang.
Sulistyaningsih E, & Faturcohman. (2002). Dampak
Sosial Psikologis Perkosaan. Buletin Psikologi,
X, 9-23.
Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2016
tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

More Related Content

Viewers also liked

助け合いコミュニケーション
助け合いコミュニケーション助け合いコミュニケーション
助け合いコミュニケーションFujimoto Gen
 
OpenDay Valor de datos abiertos
OpenDay Valor de datos abiertosOpenDay Valor de datos abiertos
OpenDay Valor de datos abiertosgladycitas
 
El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...
El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...
El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...DENISEZARATE
 
リアルな体験
リアルな体験リアルな体験
リアルな体験Fujimoto Gen
 
ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...
ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...
ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...ISCEAPK
 
7_Dampak Sosial TBO
7_Dampak Sosial TBO7_Dampak Sosial TBO
7_Dampak Sosial TBOsakuramochi
 
Servicios,comunicacion e innovacion
Servicios,comunicacion e innovacionServicios,comunicacion e innovacion
Servicios,comunicacion e innovacionOscar Leon
 
España del Barroco
España del BarrocoEspaña del Barroco
España del BarrocoOscar Leon
 
EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...
EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...
EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...Uofa_Unsada
 
La monarquía visigoda
La monarquía visigodaLa monarquía visigoda
La monarquía visigodaOscar Leon
 
Factores que determinan el avance científico tecnológico de un país
Factores que determinan el avance científico tecnológico de un paísFactores que determinan el avance científico tecnológico de un país
Factores que determinan el avance científico tecnológico de un paísandrea mendoza
 
Cloudsafe client: handleiding
Cloudsafe client: handleidingCloudsafe client: handleiding
Cloudsafe client: handleidingCreatief met ICT
 

Viewers also liked (14)

助け合いコミュニケーション
助け合いコミュニケーション助け合いコミュニケーション
助け合いコミュニケーション
 
OpenDay Valor de datos abiertos
OpenDay Valor de datos abiertosOpenDay Valor de datos abiertos
OpenDay Valor de datos abiertos
 
mentoring
mentoringmentoring
mentoring
 
El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...
El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...
El uso de las tecnologías en la educación se ha incrementado dramáticamente e...
 
リアルな体験
リアルな体験リアルな体験
リアルな体験
 
ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...
ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...
ISCEA Pakistan Certified Supply Chain Professionals Directory as of December ...
 
7_Dampak Sosial TBO
7_Dampak Sosial TBO7_Dampak Sosial TBO
7_Dampak Sosial TBO
 
Servicios,comunicacion e innovacion
Servicios,comunicacion e innovacionServicios,comunicacion e innovacion
Servicios,comunicacion e innovacion
 
España del Barroco
España del BarrocoEspaña del Barroco
España del Barroco
 
EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...
EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...
EVALUASI KINERJA KEUANGAN PADA PERUSAHAAN SEKTOR INDUSTRI KONSUMSI DENGAN PEN...
 
La monarquía visigoda
La monarquía visigodaLa monarquía visigoda
La monarquía visigoda
 
Studio 2 (Studio Perencanaan)
Studio 2 (Studio Perencanaan)Studio 2 (Studio Perencanaan)
Studio 2 (Studio Perencanaan)
 
Factores que determinan el avance científico tecnológico de un país
Factores que determinan el avance científico tecnológico de un paísFactores que determinan el avance científico tecnológico de un país
Factores que determinan el avance científico tecnológico de un país
 
Cloudsafe client: handleiding
Cloudsafe client: handleidingCloudsafe client: handleiding
Cloudsafe client: handleiding
 

Similar to SEXUAL-CRIME-SURVIVORS

KENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdf
KENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdfKENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdf
KENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdfDoniJ2
 
Tugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMA
Tugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMATugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMA
Tugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMAAgnes Yodo
 
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxMENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxDESIWILDAYANI1
 
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anaksakuramochi
 
Hidup cerdas tanpa narkoba
Hidup cerdas tanpa narkobaHidup cerdas tanpa narkoba
Hidup cerdas tanpa narkobaMuhammadHabibi39
 
Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527
Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527
Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527STISIPWIDURI
 
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...ECPAT Indonesia
 
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan NasionalNarkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan NasionalWayan Gracias
 
Gangguan jiwa dan kekerasan
Gangguan jiwa dan kekerasanGangguan jiwa dan kekerasan
Gangguan jiwa dan kekerasanBagus Utomo
 
2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf
2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf
2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdfPaviRaman1
 
Manusia, nilai, moral, dan hukum
Manusia, nilai, moral, dan hukumManusia, nilai, moral, dan hukum
Manusia, nilai, moral, dan hukumRicka Ayu Sugiarti
 
Prevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anakPrevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anakBe Susantyo
 
Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020MohammadAnandaRezaKu
 
Peran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdf
Peran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdfPeran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdf
Peran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdfIsmailAlmariza1
 
Keperawatan gerontik
Keperawatan gerontikKeperawatan gerontik
Keperawatan gerontikTumiur Sormin
 

Similar to SEXUAL-CRIME-SURVIVORS (20)

KENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdf
KENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdfKENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdf
KENAKALAN REMAJA PUSKESMAS BOJONGGAMBIR.pdf
 
Kekerasan
KekerasanKekerasan
Kekerasan
 
Tugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMA
Tugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMATugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMA
Tugas sosiologi (kenakalan remaja) untuk mata pelajaran Sosiologi SMA
 
PPTKelompok2Pancasila.pptx
PPTKelompok2Pancasila.pptxPPTKelompok2Pancasila.pptx
PPTKelompok2Pancasila.pptx
 
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptxMENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
MENGATASI_Perilaku_Sex_Menyimpang_Sebaga.pptx
 
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
9_Kondisi Sosial Ekonomi dan Kekerasan Seksual pada Anak
 
Hidup cerdas tanpa narkoba
Hidup cerdas tanpa narkobaHidup cerdas tanpa narkoba
Hidup cerdas tanpa narkoba
 
trend dan isue keperawatan jiwa
trend dan isue keperawatan jiwatrend dan isue keperawatan jiwa
trend dan isue keperawatan jiwa
 
Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527
Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527
Insani vol 2_no_2_des_2015_sri_dwiyantari_dan_retor_aw_kaligis-63461-2142_527
 
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
MENAGIH PEMERINTAH UNTUK MEMBERIKAN PEMENUHAN HAK-HAK (KOMPENSASI) BAGI KORBA...
 
Isu gender dan kdrt
Isu gender dan kdrtIsu gender dan kdrt
Isu gender dan kdrt
 
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan NasionalNarkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
Narkoba Sebagai Ancaman Ketahanan Nasional
 
Gangguan jiwa dan kekerasan
Gangguan jiwa dan kekerasanGangguan jiwa dan kekerasan
Gangguan jiwa dan kekerasan
 
Masalah sosial
Masalah sosialMasalah sosial
Masalah sosial
 
2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf
2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf
2. TAHAPPENGETAHUANMASYARAKATTERHADAPKEGANASANRUMAHTANGGA.pdf
 
Manusia, nilai, moral, dan hukum
Manusia, nilai, moral, dan hukumManusia, nilai, moral, dan hukum
Manusia, nilai, moral, dan hukum
 
Prevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anakPrevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anak
 
Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020Handout Science Class Kriminologi 2020
Handout Science Class Kriminologi 2020
 
Peran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdf
Peran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdfPeran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdf
Peran dan Batasan Pekerja Sosial dalam Perlindungan Anak - PPA.pdf
 
Keperawatan gerontik
Keperawatan gerontikKeperawatan gerontik
Keperawatan gerontik
 

More from sakuramochi

8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakartasakuramochi
 
6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan
6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan
6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuansakuramochi
 
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandungsakuramochi
 
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesiasakuramochi
 
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...sakuramochi
 
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasansakuramochi
 
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMPsakuramochi
 
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuansakuramochi
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklimsakuramochi
 
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikansakuramochi
 
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesiasakuramochi
 

More from sakuramochi (11)

8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
8_Dampak Negatif Reklamasi Teluk Jakarta
 
6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan
6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan
6_Aborsi dan Hak Kespro Perempuan
 
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
4_Kontroversi Izin Lingkungan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
 
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia
12_Antisipasi Bencana Hidrometeorlogi di Indonesia
 
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...
13_Optimalisasi Peran orang Tua dalam Pengembangan Karakter Siswa di Tahun Aj...
 
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
14_Akhiri Mendidik Anak Dengan Kekerasan
 
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP
15_Wacana Penerapan Full Day School Untuk Siswa SD dan SMP
 
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
16_Kendali Jumlah Perokok Untuk Melindungi Kesehatan Perempuan
 
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
1_Upaya Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
 
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan
2 Melawan Terorisme Melalui Sosialisasi dan Pendidikan
 
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia
3 Mewaspadai Ancaman Virus Zika di Indonesia
 

Recently uploaded

kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxAhmadSyajili
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptAhmadSyajili
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompokelmalinda2
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehBISMIAULIA
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxrikosyahputra0173
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Surveikustiyantidew94
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxmariaboisala21
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiCristianoRonaldo185977
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxnursariheldaseptiana
 

Recently uploaded (9)

kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptxkesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
kesalahan tipe 1 dan 2 pada statistik.pptx
 
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.pptpertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
pertemuan-3-distribusi pada-frekuensi.ppt
 
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
415418921-statistika- mean media modus data tunggal dan data kelompok
 
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS AcehSKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
SKP GURU satuan kinerja pegawai tahun 2023 untuk PNS Aceh
 
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptxMATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
MATERI SESI 2 KONSEP ETIKA KOMUNIKASI.pptx
 
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau SurveiMetode penelitian Deskriptif atau Survei
Metode penelitian Deskriptif atau Survei
 
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptxMARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
MARIA NOVILIA BOISALA FASILITATOR PMM.pptx
 
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet RiyadiManajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
 
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptxPPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
PPT Olah Nilai Kurikulum merdeka belajar.pptx
 

SEXUAL-CRIME-SURVIVORS

  • 1. - 9 - Info Singkat © 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI www.pengkajian.dpr.go.id ISSN 2088-2351 Vol. VIII, No. 10/II/P3DI/Mei/2016KESEJAHTERAAN SOSIAL Kajian Singkat terhadap Isu Aktual dan Strategis Majalah UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP PENYINTAS KEJAHATAN SEKSUAL Lukman Nul Hakim*) Abstrak Kasus-kasus yang marak diberitakan akhir-akhir ini memperlihatkan telah terjadinya peningkatan kuantitas dan tingkat kekejaman kejahatan seksual di Indonesia. Fenomena ini mendorong pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 1 tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagai upaya untuk memberikan efek jera dengan meningkatkan berat hukuman bagi para pelaku kejahatan. Namun demikian, penanganan masih terfokus pada pelaku kejahatannya saja, sedangkan para penyintas kejahatan seksual (mereka yang berhasil lolos dari upaya pemerkosaan, dan atau mereka yang telah menjadi korban pemerkosaan akan tetapi tidak dibunuh atau tidak meninggal) belum mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu perlu program pemerintah yang terpadu dipimpin oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai upaya memberikan hak perlindungan penyintas kejahatan seksual. Pelaksanaan program ini harus diawasi oleh DPR agar dapat dijalankan sesuai sasaran. Pendahuluan Pada tanggal 26 Mei 2016, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lahirnya Perppu ini merupakan reaksi atas berbagai kasus kejahatan seksual yang belakangan ini meningkat. Berbagai pemberitaan kasus kejahatan seksual perkosaan yang terjadi baru-baru ini menggemparkan masyarakat dan pemerintah akan betapa tingginya frekuensi kasus kejahatan seksual di Indonesia, dan bahkan dengan tingkat kekejaman yang semakin memburuk. Berdasarkan data Komnas Perempuan pada tahun 2014 terdapat 2620 kasus kejahatan seksual, dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 3051 kasus. Penerbitan Perppu tersebut merupakan sebuah langkah yang positif untuk menurunkan tingkat kejahatan seksual. Namun demikian, menurut penulis masih ada satu aspek yang terlewatkan, yaitu perhatian terhadap para penyintas kejahatan seksual (mereka yang selamat dari percobaan pemerkosaan dan/atau korban perkosaan yang tidak dibunuh) . Para penyintas kejahatan seksual harus menanggung akibat kejahatan tersebut seumur hidup mereka. Pada beberapa kasus pemerkosaan yang ramai diliput media menunjukkan kegagalan negara melindungi para penyintas, seperti dalam kasus NR. Anak berusia 14 tahun asal Sidoarjo ini merupakan korban kejahatan seksual oleh 5 orang tetangganya, dan telah hamil 8 bulan. Alih-alih *) Peneliti Pertama Psikologi pada Bidang Kesejahteraan Sosial, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI. Email: luckey_knap@yahoo.com
  • 2. - 10 - mendapatkan dukungan dari lingkungannya, NR dan keluarganya justru dikucilkan, dicemooh, dan diusir dari rumah kontrakan yang dihuninya sehingga tinggal di bekas kandang bebek. Begitupun nasib ASS, warga Depok yang saat kejadian (tahun 2012) baru berusia 14 tahun. Sebagai korban penculikan disertai pemerkosaan ASS yang sedang berusaha mengembalikan kepercayaan dirinya dilarang mengikuti proses belajar mengajar di sekolahnya, karena dianggap mencemarkan nama baik sekolah. Fakta-fakta yang terliput media ini hanya sebagian kecil dari fenomena gunung es atas kondisi serupa di sebagian masyarakat kita. Contoh di atas menunjukkan bahwa sebagian masyarakat dan bahkan institusi sekolah tidak memiliki empati terhadap para penyintas kejahatan seksual. Pada tulisan ini penulis berusaha menggambarkan dampak fisik dan psikologis yang terjadi pada korban kejahatan seksual, berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah, dan saran-saran berupa program intervensi sosial bagi para penyintas yang dapat dilakukan oleh negara. Dampak Kejahatan Seksual terhadap Penyintas Kejahatan seksual memberikan dampak fisik dan psikologis bagi penyintas. Secara fisik korban mengalami kerusakan organ tubuh seperti robeknya selaput dara, pingsan, meninggal, terkena penyakit menular sampai dengan kehamilan yang tidak dikehendaki (Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002). Sementara secara psikologis korban dapat terserang depresi, fobia, mimpi buruk, penuh kecurigaan, ketakutan berhubungan dengan orang lain, dan bahkan pada korban dengan trauma psikologis yang hebat ada kemungkinan merasakan dorongan untuk bunuh diri (Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002). Linda E. Ledray (dalam Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002) menuliskan bahwa pada periode 2-3 jam setelah perkosaan korban 96% mengalami pusing, 68% mengalami kekejangan otot yang hebat, 96% kecemasan, 96% rasa lelah secara psikologis, 88% kegelisahan tak henti, 88% merasa terancam, dan 80% merasa diteror oleh keadaan. Sementara liputan MS Magazine (dalam Sulistyaningsih & Faturcohman, 2002) menyatakan bahwa pada para korban perkosaan 30% ingin bunuh diri, 31% mencari psikoterapi, 22% mengambil kursus bela diri, dan 82% mengatakan bahwa pengalaman tersebut telah mengubah mereka selamanya. Berikut adalah beberapa tanda dan symptoms korban kejahatan seksual berdasarkan usia seperti dituliskan oleh UNICEF (The United Nations Children's Emergency Fund): 0-6 tahun Menangis, merintih, berteriak lebih sering dari biasanya; terus menempel ke pengasuhnya; tidak mau beranjak dari tempat yang menurutnya ‘aman”; kesulitan tidur atau terus menerus tidur; sulit berbicara; penurunan perkembangan; menunjukkan ketertarikan pada tindakan- tindakan seksual yang tidak pantas untuk seusianya. 6-9 tahun Sama seperti tanda-tanda pada usia 0-6 tahun; takut sama orang- orang tertentu, tempat tertentu atau aktivitas tertentu; berperilaku seperti bayi lagi, seperti mengompol, ingin dipakaikan pakaian, dll; menolak pergi ke sekolah; sering memegang bagian tubuh pribadinya; menyendiri; tidak mau makan atau justru makan terus. 10-19 tahun Depresi, menangis, seperti mati rasa; mimpi buruk; gangguan tidur, bermasalah di sekolah atau menghindari sekolah; marah, sulit bergaul dengan teman, tidak patuh pada aturan, berkelahi; menarik diri dari keluarga dan teman; berperilaku merusak diri seperti merokok, meminum minuman keras, menyakiti diri sendiri; nilai-nilai sekolah yang menurun; sulit makan atau justru makan terus; memikirkan atau memiliki kecenderungan bunuh diri; membicarakan tentang kejahatan seksual. Pada korban yang tidak dapat segera tertangani dengan baik berpotensi mengalami Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD). PTSD adalah gangguan kecemasan yang disebabkan peristiwa traumatik. PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar, atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang mengancam kehidupannya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2007). Berdasarkan penelitian Rape Abuse & Incest National Network (RAINN) sebuah badan kemanusiaan yang berbasis di Amerika Serikat, umumnya para penyintas kejahatan seksual mengalami hal-hal berikut: (1) Re-experiencing, yaitu merasakan seolah-olah peristiwa tersebut kejadian kembali melalui ingatan-ingatan flashback ataupun mimpi; (2) Avoidance, sebuah tindakan yang baik disengaja atau tidak berusaha menghindar dari suasana yang terkait dengan peristiwa; (3) Hyperarousal, yaitu selalu merasa diujung tanduk, kesulitan tidur, mudah
  • 3. - 11 - terkejut, rentan untuk meledak tiba-tiba. Sebuah penelitian longitudinal membuktikan bahwa PTSD berkorelasi dengan penurunan kualitas hidup (Giacco, Matanov, dan Priebe, 2013). Penelitian Sari (2013) menunjukkan bahwa gejala gangguan fungsi psikologis tersebut diatas muncul pada responden penelitiannya yang seorang penyintas kejahatan seksual. Responden penelitiannya mengalami kejadian traumatik dimana rekaman kejadian pemerkosaan terus muncul kembali dalam memorinya. Pasca-kejadian pemerkosaan sang responden selalu menghindari semua hal yang berhubungan dengan penyebab traumanya. Responden juga memisahkan diri dari lingkungan, mengalami ketakutan hebat, dan ketidakberdayaan. Upaya Pemerintah Indonesia sesungguhnya telah memiliki dua bentuk upaya untuk melindungi penyintas kejahatan seksual, yaitu dalam bentuk perundang- undangan yang berkenaan dengan perlindungan penyintas kejahatan seksual dan satuan tugas (satgas) yang dibentuk oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Perundang-undangan yang berkenaan dengan perlindungan penyintas kejahatan seksual adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pada Pasal 6 ayat (1) undang-undang tersebut dinyatakan secara jelas bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. Namun demikian, berdasarkan kasus-kasus seperti tertulis pada bagian pendahuluan terlihat bahwa kebijakan tersebut belum diterapkan secara nyata pada tataran kehidupan sehari-hari. Kondisi ini disebabkan beberapa faktor. Pertama, faktor kurangnya sosialisasi dari pemerintah baik pusat maupun daerah terkait hak masyarakat. Mengingat masyarakat kita yang beragam tingkat pengetahuan dan akses terhadap informasinya maka harus ada strategi yang kreatif agar menghindari kesenjangan informasi di masyarakat. Kedua, faktor masih tingginya kesenjangan pendidikan di masyarakat sehingga upaya meningkatkan pengetahuan masih kurang. Ketiga, faktor kepedulian sosial yang semakin menipis di masyarakat. Masyarakat kita sedang beranjak menuju masyarakat yang individualistis sehingga kurang peka terhadap kondisi lingkungan sekitar. Sementara satuan teknis yang dibentuk oleh KPPPA adalah Satgas Perlindungan Anak. Satgas ini dibentuk pada awal Mei 2016 dan direncanakan akan sampai pada tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di seluruh Kabupaten/ Kota. Fokus kegiatannya pada upaya pencegahan terjadinya kejahatan seksual dengan cepat dengan mengenali potensi-potensi masalah yang ada. Intervensi Psikososial terhadap Penyintas Penyintas kejahatan seksual seringkali tidak menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orang lain sehingga diperlukan kepekaan untuk mengetahuinya. Penyintas biasanya mengawali upaya membuka diri dengan melakukan “uji coba” dengan menceritakan beberapa kode/sinyal untuk melihat reaksi orang yang diceritakan. Jika reaksinya marah, menyalahkan ataupun reaksi negatif lainnya maka akan membuat penyintas menghentikan upayanya. Akan tetapi jika reaksinya positif maka akan terjadi proses sebaliknya. Ada beberapa alasan penyintas memilih untuk tidak menceritakan pengalaman negatifnya, antara lain: takut tidak dipercaya; perasaan inferior terhadap pelaku; mendapat ancaman dari pelaku; korban menyalahkan diri sendiri; melindungi pelaku yang merupakan anggota keluarganya; korban anak-anak tidak memahami kejadian yang dialami; dan korban penyandang disabilitas tidak mampu melaporkan kejadian. Intervensi sosial untuk melindungi para penyintas dan keluarganya dibutuhkan agar mereka memahami dan mampu mengatur reaksi terhadap pelaku kejahatan seksual; mengembangkan kemampuan mengatur kecemasan dan stress; mempelajari keterampilan baru untuk beradaptasi terhadap reaksi negatif; dan memiliki kemampuan baru dalam memecahkan masalah (problem solving). Langkah pertama yang harus dilakukan dalam intervensi sosial adalah melakukan penilaian agar konselor mendapatkan pemahaman yang lengkap akan keluarga korban, hubungan orangtua-anak, kegiatan sehari-hari keluarga tersebut, rumah, komunitas, sekolah, pribadi korban, kelebihan dan kekurangan korban dan keluarganya, dan lain-lain. Langkah kedua dengan melakukan intervensi psikososial yaitu dengan memberikan pendidikan untuk penyembuhan, pelatihan relaksasi, mengajarkan kemampuan beradaptasi terhadap kondisinya agar korban mampu mengenali perasaannya baik negatif maupun positif dan ia dapat meningkatkan kemampuan mengatasi emosinya, mengajarkan cara mengambil keputusan. Berbagai langkah intervensi sosial di atas harus dijabarkan dalam program kerja nasional yang terukur. Idealnya program ini di komandoi oleh KPPPA bekerjasama dengan Kementerian Sosial. Sebaiknya tugas intervensi sosial ini melekat pada Satgas Perlindungan Anak, karena mereka memiliki jangkauan yang luas. Para Satgas
  • 4. - 12 - selanjutnya diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang dapat mengajak masyarakat agar lebih memiliki kepekaan sosial dan memiliki kemampuan intervensi sosial dini. Penutup Pemerintah telah menunjukkan perhatiannya terhadap isu kejahatan seksual dengan sejumlah kebijakan yang dibuat, termasuk mengeluarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini akan menjadi dasar bagi hakim untuk memberikan hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual. Sementara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak membuat Satgas Perlindungan Anak yang rencananya akan tersebar sampai tingkat RT dan RW di seluruh Kabupaten/ Kota, yang fokusnya pada upaya pencegahan terjadinya kejahatan seksual dengan cepat mengenali potensi-potensi masalah. Selanjutnya pemerintah perlu memperkuat Satgas Perlindungan Anak. Sesuai targetnya yang akan memiliki jangkauan yang jauh sampai ke tingkat RT/RW, maka sebaiknya keberadaan Satgas Perlindungan Anak dioptimalkan dengan meningkatkan kemampuan melakukan intervensi psikososial terhadap para penyintas. DPR RI sebaiknya melakukan fungsi pengawasan pada pelaksanaan program ini agar program tersebut tidak hanya baik di atas kertas, melainkan juga dalam pelaksanaannya. Referensi “Anak Korban Kakak Ipar Cabul Terancam Putus Sekolah”, http://gerbangsumatranews. com/anak-korban-kakak-ipar-cabul-terancam- putus-sekolah/, diakses 25 Mei 2016. “Caring for Child Survivors of Sexual Abuse”http:// www.unicef.org/pacificislands/IRC_ CCSGuide_FullGuide_lowres.pdf, diakses 25 Mei 2016. “Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2014”, http://www.komnasperempuan.go.id/wp- content/uploads/2014/11/Catatan-Tahunan- Komnas-Perempuan-2014.pdf, diakses 25 Mei 2016. “Diusir dari Sekolah Siswa Korban Perkosaan Menangis”, http://metro.news.viva.co.id/ news/read/357832-diusir-dari-sekolah-siswi- korban-perkosaan-menangis, diakses 25 Mei 2016. “Ini Isi Lengkap Perppu Perlindungan Anak Pada Pelaku Kekerasan Seksual”, http://news.detik. com/berita/3217764/ini-isi-lengkap-perppu- perlindungan-anak-pada-pelaku-kekerasan- seksual, diakses 25 Mei 2016. “Kasus Pemerkosaan di Indonesia Cenderung Meningkat”, http://news.okezone.com/ p l a y / 2 0 1 6 / 0 5 / 0 9 / 2 2 / 7 4 0 2 7 / k a s u s - pemerkosaan-di-indonesia-cenderung- meningkat, diakses 26 Mei 2016. “Lembar Fakta Catatan Tahunan 2016”, http:// www.komnasperempuan.go.id/lembar- fakta-catatan-tahunan-catahu-2016-7-maret- 2016/#more-15210, diakses 25 Mei 2015. “LPA Sesalkan Pemkab Lamteng Tak Peduli Nasib Korban Perkosaan”, http://www.lampost.co/ berita/lpa-sesalkan-pemkab-lamteng-tak- peduli-nasib-korban-perkosaan, diakses 25 Mei 2016. “Menteri Yohana: Satgas Perlindungan Anak Harus sampai RT RW”, https://m.tempo.co/read/ news/2016/04/25/058765517/menteri-yohana- satgas-perlindungan-anak-harus-sampai-rt-rw, diakses 25 Mei 2016. “Miris NR Korban Kejahatan Seksual Tinggal di Kandang Bebek”, http://news.liputan6.com/ read/2513114/miris-nr-korban-kejahatan- seksual-tinggal-di-kandang-bebek, diakses 25 Mei 2016 “Rehabilitasi Bagi Korban Kejahatan Seksual”, http://www.mediaindonesia.com/news/ read/44875/rehabilitasi-bagi-korban- kejahatan-seksual/2016-05-12, diakses 25 Mei 2016. “Sexual Assault Statistic”, https://rainn.org/get- information/statistics/frequency-of-sexual- assault, diakses 26 Mei 2016. “Tanggapi Kasus N Jatim Bikin Gerakan Kontrol Perilaku Remaja”, http://jatim.metrotvnews. com/peristiwa/Obz9qOeN-tanggapi-kasus-n- jatim-bikin-gerakan-kontrol-perilaku-remaja, diakses 25 Mei 2016. Giacco, D., Matanov A, & Priebe S. (2013). Symptoms and subjective quality of life in post- traumatic stress disorder: a longitudinal study. Journal Plos One, 8, 4. Sadock BJ, & Sadock VA. (2007). Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry. (10th ed,). Philadelphia, PA: Lippincott. Sari, Rafika L. (2013). Dampak Psikologis Pada Remaja Korban Pemerkosaan di Kabupaten Temanggung. Skripsi: Universitas Negeri Semarang. Sulistyaningsih E, & Faturcohman. (2002). Dampak Sosial Psikologis Perkosaan. Buletin Psikologi, X, 9-23. Undang-undang (Perppu) nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.