SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Puasa
Secara bahasa, puasa atau shaum dalam bahasa Arabnya berarti menahan diri dari segala
sesuatu. Jadi, puasa itu ialah menahan diri dari segala perkara seperti makan, minum,
berbicara, menahan nafsu dan syahwat, dls. Sedangkan secara istilah, puasa yaitu menahan
diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa yang dimulai sejak terbit fajar hingga
matahari terbenam.
2.2 Filosofi Puasa
PUASA (al-shiyam) mengandung arti menahan diri, adalah sebagai sebuah ibadah yang
diwajibkan bagi setiap muslim. Prosedur ibadah puasa itu menahan diri dari makan, minum,
berhubungan suami isteri, dan perihal yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai
terbenamnya matahari. Kewajiban ibadah puasa ini mengantarkan pribadi pelakunya menjadi
takwa dan telah pernah ada pemberlakuannya sebelum umat Muhammad (QS. Al-Baqarah:
183).
Dalam perspektif Islam, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, bagi kita setiap kaum
muslimin bahwa sebegitu penting artinya ibadah ini terhadap setiap pribadi yang
menunaikannya tentu saja harus diketahui hikmah yang terkandung didalamnya sebagai
filosofi dari makna “menahan diri” dalam prilaku puasa tersebut. Sehingga dengan demikian
setiap muslim berpuasa terinspirasi menjadi pribadi takwa yang berguna untuk kehidupan
dirinya (individual) dan kehidupan bermasyarakat (sosial).
Substansi menahan diri ini cakupannya sangat spesifik yang perlu diperhatikan oleh yang
berpuasa. Menahan diri itu (Quraish Shihab) dibutuhkan oleh setiap orang, tidak mengenal
jenis kelamin, strata sosial, baik ia laki-laki, perempuan, kaya dan miskin, komunitas modern
dan primitif perseorangan ataupun kelompok memerlukan sikap untuk menahan diri. Esensi
dari kewajiban ibadah puasa itu adalah menahan diri (Mustafa al-Maraghi). Setiap pribadi
yang dapat menahan diri itulah yang sukses menunaikan puasanya, mencerminkan karakter
manusia takwa, manusia yang menempatkan posisinya sebagai individu yang taat kepada
Allah dan RasulNya dan sebagai pribadi yang memiliki kepedulian sosial, sehingga
kehadirannya itu bersifat multiguna bagi diri, keluarga dan masyarakatnya.
Tuntutan dari spirit syar’i terhadap pribadi yang berpuasa itu antara lain menahan diri dari
makan dan minum, berhubungan suami isteri, dan sampai batas ini oleh al-Ghazali
mendeskripsikan sebagai puasanya mereka yang awam. Pada posisi ini, tentu saja akan
mengajarkan seseorang yang berpuasa sebuah “pengalaman” menahan lapar dan dahaga
seyogyanya menginspirasi pribadinya untuk memahami bagaimana penderitaan manusia
tanpa makan dan minum karena tidak berkecukupan.
Di samping perihal tersebut ditambah lagi dengan upaya kongkrit menahan diri dari menahan
nafsu syahwat, menahan nafsu amarah, menahan diri dari ucapan yang tidak berguna dan
apalagi ucapan yang menyakitkan pendengarnya, menahan diri dari pandangan mata dari
suasana maksiat, menahan diri dari mendengarkan yang sifatnya provokatif; pegunjingan dan
atau gosip, juga menahan diri dari kecenderungan hati yang “rusak”, yaitu hati yang penuh
curiga (syu’udzdzan) tidak pernah berbaik sangka (khusnudzdzan), atau berpikir positif.
Manusia yang mampu menahan diri dari keadaan mentalitas seperti ini tentu saja
mencerminkan pribadi yang berkarakter yang pada gilirannya akan teruji untuk mengemban
amanah personal yang tampil untuk berbuat kebaikan baik dalam hubungannya dengan Sang
Khaliq maupun sesama makhluk. Kesempurnaan seseorang ketika ia mampu secara cerdas
menahan diri dari semua prilaku tersebut, senantiasa memperbanyak zikrullah dan merenungi
dimensi spiritual kebaikan sehingga ia dapat tampil menjadi sosok peduli lingkungannya.
Mereka yang mencapai tahap inilah telah mendapatkan anugerah hikmah yang subtansial dari
prilaku penunaian ibadah puasa.
Konsekuensi logis dari menahan diri itu dalam implementasinya akan melahirkan pribadi
muslim yang takwa; Ketika ia kaya tetapi tidak menyebabkan ia sombong, ketika ia miskin
dan terbatas hidupnya tidak menyebabkan kemiskinannya itu ketika ada peluang membuat
dirinya menjadi tamak dan rakus. Demikian juga ketika seseorang itu pandai tidak
menyebabkan kepandaiannya itu menjadi sosok yang super dan membanggakan diri, ketika ia
menjadi penguasa tidak menyebabkan ia menzalimi orang lain, berbuat semena mena
terhadap orang lain, ketika ia menjadi rakyat tidak menyebabkan ia membatasi diri tanpa
partisipasi dalam membina kebersamaan yang diridhaiNya.
Inilah bagian integral dari filosofi “menahan diri” yang sejatinya tumbuh dan berkembang
dari setiap insan yang berpuasa, sehingga lahirlah pribadi yang tidak hanya shalih secara
individual tetapi juga memiliki keshalihan sosial. Karena itu, janganlah terjebak dengan pola
“menahan diri” yang semu, yaitu tidak ada follow-up dari upaya menahan diri yang dilakukan
selama puasa sehingga seseorang yang demikian tidak keciprat hikmah puasanya seperti
ditegaskan oleh Rasulullah saw: “Betapa banyak mereka berpuasa tanpa memperoleh apapun
dari ibadah puasanya kecuali sebuah proses menahan lapar dan dahaga.” (HR. Bukhari).
Ketika seperti ini alangkah meruginya, untuk itu pikirkanlah apa yang kita lakoni dari
“menahan diri” itu seharusnya tercermin dalam kita berprilaku sehari-hari ke depan sehingga
terciptalah tatanan komunitas yang baik, peduli dan membanggakan serta diredhaiNya.
Wallahualam.
2.3 Macam-macam Puasa ala Madzhab Syafi’iah An-Nahdliyah
Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa
fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan.
2.3.1 A. PUASA FARDHU
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam.
Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an
sebagai berikut :
– yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min
qoblikum la’allakum tattaqûn –
Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan
jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu
hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang
mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya
antara lain :
1. Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan
pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia
harus melaksanakan puasa selama tiga hari.
2. Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak
sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus
berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
3. Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada
halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi
sampai genap 60 hari.
4. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak
mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah
dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila
dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas
rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi:
Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada
bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan
tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut
itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi
selama dua bulan berturut-turut.[1]
c. Puasa Nazar
Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh
Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri
untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa
apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan
berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang
ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila
dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-
hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab
mengqadhanya.
2.3.2 B. PUASA SUNNAT
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan
apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang
siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam
hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.[2]
2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci
yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw.
hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya,
sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut
makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya
“aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih
setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya
lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima
belas.[3]
3. Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)[4]
4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua
tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)[5]
5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu
jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.[6]
6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka)
Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as.
sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur
sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia
gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”[7]
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at
atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang
dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari
itu saja.
7. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci
Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak
berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya
tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan
saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.[8]
2.3.3 C. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain :
1. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri.
Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu
berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” [9]
2. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu
mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa
berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”[10]
3. Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan
Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka
‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal
Qasim saw.[11]
2.3.4 D. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa-
puasa tersebut antara lain:
a. Puasa pada dua hari raya
Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti
shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang
dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari
puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah
hajimu.[12](Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
b. Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat
izin suaminya.”[13](Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761)
[1] Muhammad Jawad Mughnoyah, FIQIH LIMA MAZHAB, cet vii, Jakarta: PT Lentera
Basritama, 2001, hlm.167
[2] Adib Bisri Mustofa, TARJAMAH SHAHIH MUSLIM II, Semarang: CVAssyifa, 1993,
hlm.406, Bab sunnah hukumnya berpuasa enam hari pada bulan syawal mengiringi bulan
Ramadhan, Hadits No.204
[3] Ustadz Bey Arifin, dkk, TARJAMAH SUNAN AN-NASA’IY II, Semarang: CVAssyifa,
1992, hlm. 699, Bab berpuasa tiga hari dalam sebulan, Hadits No.2380
[4] Moh. Zuhri Dipl. TAFL, Drs. H., dkk, TARJAMAH SUNAN AT-TIRMIDZI II,
Semarang: CVAssyifa, 1992, hlm. (?) Bab (?) Hadits No. 43
[5] Adib Bisri Mustofa, TARJAMAH SHAHIH MUSLIM II, Semarang: CVAssyifa, 1993,
hlm. 407, Bab sunah berpuasa tiga hari setiap bulan, berpuasa di hari arafah, berpuasa pada
hari Asy Syura dan berpuasa pada hari senin dan kamis, Hadits No.197
[6] Ahmad Sunarto, dkk, TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, Semarang: CVAssyifa,
1993, hlm. 161, Bab puasa asy syura, No. Hadits1909
[7] Adib Bisri Mustofa, TARJAMAH SHAHIH MUSLIM II, Semarang: CVAssyifa, 1993,
hlm. 394-395, Bab sunah berpuasa tiga hari setiap bulan, berpuasa di hari arafah, berpuasa
pada hari Asy Syura dan berpuasa pada hari senin dan kamis, Hadits No. 188
[8] Ahmad Sunarto, dkk, TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, Semarang: CVAssyifa,
1993, hlm. 141-142, Bab Puasa dalam bulan Sya’ban, Hadits No. 1880
[9] ibid, hlm.(?), Bab Puasa pada hari Jum’at, No Hadits 1896
[10] ibid, hlm.100, Bab salah seorang daripada kamu janganlah mendahului bulan Ramadhan
dengan puasa sehari atau dua hari, No Hadits 1830
[11] Al Ustadz H. Abdullah Shonhaji, dkk, TARJAMAH SUNAN IBNU MAJAH II,
Semarang: CV Asy Syifa’ 1992, hlm.441, Bab Puasa di Hari syak, Hadits No. 1645
[12] Ahmad Sunarto, dkk, TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, Semarang: CVAssyifa,
1993, hlm. 157, Bab Puasa pada hari Idul Fitri, Hadits No. 1901
[13] Al Ustadz H. Abdullah Shonhaji, dkk, TARJAMAH SUNAN IBNU MAJAH II,
Semarang: CV Asy Syifa’ 1992, hlm.522, Bab wanita yang berpuasa mendapat izin suami,
Hadits No. 1761
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/anisafauziah/5cd63fc66db8437883112
3b2/zakat-dan-puasa?page=all
https://aceh.tribunnews.com/2013/07/14/filosofi-menahan-diri-dalam-
berpuasa
https://isamujahid.wordpress.com/2008/09/05/macam-macam-puasa/

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

RPP Ibadah Puasa Membentuk Pribadi Yang Bertakwa
RPP Ibadah Puasa Membentuk Pribadi Yang BertakwaRPP Ibadah Puasa Membentuk Pribadi Yang Bertakwa
RPP Ibadah Puasa Membentuk Pribadi Yang Bertakwa
 
Makalah Puasa Ramadhan
Makalah Puasa RamadhanMakalah Puasa Ramadhan
Makalah Puasa Ramadhan
 
Makalah puasa 2
Makalah puasa 2Makalah puasa 2
Makalah puasa 2
 
materi tentang PUASA
materi tentang PUASAmateri tentang PUASA
materi tentang PUASA
 
Puasa pengertian (1) Makalah Fiqh Ibadah
Puasa pengertian (1) Makalah Fiqh IbadahPuasa pengertian (1) Makalah Fiqh Ibadah
Puasa pengertian (1) Makalah Fiqh Ibadah
 
Rin
RinRin
Rin
 
KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015
KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015 KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015
KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015
 
Puasa dan pembentukan disiplin pribadi
Puasa dan pembentukan disiplin pribadiPuasa dan pembentukan disiplin pribadi
Puasa dan pembentukan disiplin pribadi
 
Makalah puasa
Makalah puasaMakalah puasa
Makalah puasa
 
Ajaran agama yang berhubungan dengan kesehatan
Ajaran agama yang berhubungan dengan kesehatanAjaran agama yang berhubungan dengan kesehatan
Ajaran agama yang berhubungan dengan kesehatan
 
Hukum-hukum Penting Seputar Ramadhan
Hukum-hukum Penting Seputar RamadhanHukum-hukum Penting Seputar Ramadhan
Hukum-hukum Penting Seputar Ramadhan
 
Makalah puasa
Makalah puasaMakalah puasa
Makalah puasa
 
Materi puasa aik ii
Materi puasa aik iiMateri puasa aik ii
Materi puasa aik ii
 
Media pembelajaran puasa membentuk pribadi yang taqwa
Media pembelajaran puasa membentuk pribadi yang taqwaMedia pembelajaran puasa membentuk pribadi yang taqwa
Media pembelajaran puasa membentuk pribadi yang taqwa
 
Makalah puasa
Makalah puasaMakalah puasa
Makalah puasa
 
10 adab berpuasa
10 adab berpuasa10 adab berpuasa
10 adab berpuasa
 
Makalah puasa
Makalah puasaMakalah puasa
Makalah puasa
 
MATERI
MATERIMATERI
MATERI
 
4. Puasa AIK II.pptx
4. Puasa AIK II.pptx4. Puasa AIK II.pptx
4. Puasa AIK II.pptx
 
Sholat penyempurna agama dan kesehatan
Sholat penyempurna agama dan kesehatanSholat penyempurna agama dan kesehatan
Sholat penyempurna agama dan kesehatan
 

Similar to Agama agus[1]

Impak Puasa Terhadap Muslim
Impak Puasa Terhadap MuslimImpak Puasa Terhadap Muslim
Impak Puasa Terhadap MuslimAnis Nabilah
 
risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)
risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)
risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)misyaain
 
BUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docx
BUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docxBUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docx
BUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docxBarikGhofur
 
Buku Kegiatan Ramadhan - SD.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - SD.docxBuku Kegiatan Ramadhan - SD.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - SD.docxssuserb565d4
 
Fiqh puasa kelompok 2
Fiqh puasa kelompok 2Fiqh puasa kelompok 2
Fiqh puasa kelompok 2NavenAbsurd
 
Buku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docxBuku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docxmohfarkun
 
latihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptx
latihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptxlatihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptx
latihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptxagusmanto09
 
Iwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uijIwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uijiwananshoriiwan
 
Iwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uijIwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uijiwananshoriiwan
 

Similar to Agama agus[1] (20)

Impak Puasa Terhadap Muslim
Impak Puasa Terhadap MuslimImpak Puasa Terhadap Muslim
Impak Puasa Terhadap Muslim
 
Adab puasa ketahuilah
Adab puasa  ketahuilahAdab puasa  ketahuilah
Adab puasa ketahuilah
 
Makalah puasa
Makalah puasaMakalah puasa
Makalah puasa
 
risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)
risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)
risalah ramadhan (Adab di bulan puasa)
 
BUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docx
BUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docxBUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docx
BUKU KEGIATAN BULAN RAMADHAN untuk sekolah 2.docx
 
Buku Kegiatan Ramadhan - SD.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - SD.docxBuku Kegiatan Ramadhan - SD.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - SD.docx
 
Buku Kegiatan Ramadhan
Buku Kegiatan Ramadhan Buku Kegiatan Ramadhan
Buku Kegiatan Ramadhan
 
Ppt puasaaaa
Ppt puasaaaaPpt puasaaaa
Ppt puasaaaa
 
Puasa wajib
Puasa wajibPuasa wajib
Puasa wajib
 
Fiqh puasa kelompok 2
Fiqh puasa kelompok 2Fiqh puasa kelompok 2
Fiqh puasa kelompok 2
 
Buku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docxBuku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docx
Buku Kegiatan Ramadhan - Versi 2.docx
 
Materi pondok romadhon
Materi pondok romadhonMateri pondok romadhon
Materi pondok romadhon
 
puasa~
puasa~puasa~
puasa~
 
Pelajaran 4.pptx
Pelajaran 4.pptxPelajaran 4.pptx
Pelajaran 4.pptx
 
latihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptx
latihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptxlatihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptx
latihan PPT tentang rukun islam dan ramadahan.pptx
 
Iwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uijIwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uij
 
Iwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uijIwan anshori tugas_komputer_uij
Iwan anshori tugas_komputer_uij
 
Menikmati puasa
Menikmati puasaMenikmati puasa
Menikmati puasa
 
Menikmati puasa
Menikmati puasaMenikmati puasa
Menikmati puasa
 
Word materi sujud
Word materi sujudWord materi sujud
Word materi sujud
 

Recently uploaded

WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHRobert Siby
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRobert Siby
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaRobert Siby
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSRobert Siby
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Adam Hiola
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfDianNovitaMariaBanun1
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURANBudiSetiawan246494
 

Recently uploaded (7)

WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAHWJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
WJIHS #44 Khotbah 120521 HCI Makna BIRU MERAH
 
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 ShortRenungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
Renungan Doa Subuh EIUC July 2024 Mazmur 88 Short
 
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga BahagiaSEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
SEMINAR - Marriage and Family - Tips Rumah Tangga Bahagia
 
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUSWJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
WJIHS #44 - Renungan masa COVID-19 - MUREX - DARAH UNGU YESUS KRISTUS
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 5
 
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdfPenampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
Penampakan Yesus setelah kebangkitan Lengkap.pdf
 
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURANAYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT -  STUDI QURAN
AYAT MUHKAMAT DAN AYAT MUTASYABIHAT - STUDI QURAN
 

Agama agus[1]

  • 1. BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Puasa Secara bahasa, puasa atau shaum dalam bahasa Arabnya berarti menahan diri dari segala sesuatu. Jadi, puasa itu ialah menahan diri dari segala perkara seperti makan, minum, berbicara, menahan nafsu dan syahwat, dls. Sedangkan secara istilah, puasa yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa yang dimulai sejak terbit fajar hingga matahari terbenam. 2.2 Filosofi Puasa PUASA (al-shiyam) mengandung arti menahan diri, adalah sebagai sebuah ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim. Prosedur ibadah puasa itu menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami isteri, dan perihal yang membatalkannya sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Kewajiban ibadah puasa ini mengantarkan pribadi pelakunya menjadi takwa dan telah pernah ada pemberlakuannya sebelum umat Muhammad (QS. Al-Baqarah: 183). Dalam perspektif Islam, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, bagi kita setiap kaum muslimin bahwa sebegitu penting artinya ibadah ini terhadap setiap pribadi yang menunaikannya tentu saja harus diketahui hikmah yang terkandung didalamnya sebagai filosofi dari makna “menahan diri” dalam prilaku puasa tersebut. Sehingga dengan demikian setiap muslim berpuasa terinspirasi menjadi pribadi takwa yang berguna untuk kehidupan dirinya (individual) dan kehidupan bermasyarakat (sosial). Substansi menahan diri ini cakupannya sangat spesifik yang perlu diperhatikan oleh yang berpuasa. Menahan diri itu (Quraish Shihab) dibutuhkan oleh setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, strata sosial, baik ia laki-laki, perempuan, kaya dan miskin, komunitas modern dan primitif perseorangan ataupun kelompok memerlukan sikap untuk menahan diri. Esensi dari kewajiban ibadah puasa itu adalah menahan diri (Mustafa al-Maraghi). Setiap pribadi yang dapat menahan diri itulah yang sukses menunaikan puasanya, mencerminkan karakter manusia takwa, manusia yang menempatkan posisinya sebagai individu yang taat kepada Allah dan RasulNya dan sebagai pribadi yang memiliki kepedulian sosial, sehingga kehadirannya itu bersifat multiguna bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Tuntutan dari spirit syar’i terhadap pribadi yang berpuasa itu antara lain menahan diri dari makan dan minum, berhubungan suami isteri, dan sampai batas ini oleh al-Ghazali mendeskripsikan sebagai puasanya mereka yang awam. Pada posisi ini, tentu saja akan mengajarkan seseorang yang berpuasa sebuah “pengalaman” menahan lapar dan dahaga seyogyanya menginspirasi pribadinya untuk memahami bagaimana penderitaan manusia tanpa makan dan minum karena tidak berkecukupan. Di samping perihal tersebut ditambah lagi dengan upaya kongkrit menahan diri dari menahan nafsu syahwat, menahan nafsu amarah, menahan diri dari ucapan yang tidak berguna dan apalagi ucapan yang menyakitkan pendengarnya, menahan diri dari pandangan mata dari
  • 2. suasana maksiat, menahan diri dari mendengarkan yang sifatnya provokatif; pegunjingan dan atau gosip, juga menahan diri dari kecenderungan hati yang “rusak”, yaitu hati yang penuh curiga (syu’udzdzan) tidak pernah berbaik sangka (khusnudzdzan), atau berpikir positif. Manusia yang mampu menahan diri dari keadaan mentalitas seperti ini tentu saja mencerminkan pribadi yang berkarakter yang pada gilirannya akan teruji untuk mengemban amanah personal yang tampil untuk berbuat kebaikan baik dalam hubungannya dengan Sang Khaliq maupun sesama makhluk. Kesempurnaan seseorang ketika ia mampu secara cerdas menahan diri dari semua prilaku tersebut, senantiasa memperbanyak zikrullah dan merenungi dimensi spiritual kebaikan sehingga ia dapat tampil menjadi sosok peduli lingkungannya. Mereka yang mencapai tahap inilah telah mendapatkan anugerah hikmah yang subtansial dari prilaku penunaian ibadah puasa. Konsekuensi logis dari menahan diri itu dalam implementasinya akan melahirkan pribadi muslim yang takwa; Ketika ia kaya tetapi tidak menyebabkan ia sombong, ketika ia miskin dan terbatas hidupnya tidak menyebabkan kemiskinannya itu ketika ada peluang membuat dirinya menjadi tamak dan rakus. Demikian juga ketika seseorang itu pandai tidak menyebabkan kepandaiannya itu menjadi sosok yang super dan membanggakan diri, ketika ia menjadi penguasa tidak menyebabkan ia menzalimi orang lain, berbuat semena mena terhadap orang lain, ketika ia menjadi rakyat tidak menyebabkan ia membatasi diri tanpa partisipasi dalam membina kebersamaan yang diridhaiNya. Inilah bagian integral dari filosofi “menahan diri” yang sejatinya tumbuh dan berkembang dari setiap insan yang berpuasa, sehingga lahirlah pribadi yang tidak hanya shalih secara individual tetapi juga memiliki keshalihan sosial. Karena itu, janganlah terjebak dengan pola “menahan diri” yang semu, yaitu tidak ada follow-up dari upaya menahan diri yang dilakukan selama puasa sehingga seseorang yang demikian tidak keciprat hikmah puasanya seperti ditegaskan oleh Rasulullah saw: “Betapa banyak mereka berpuasa tanpa memperoleh apapun dari ibadah puasanya kecuali sebuah proses menahan lapar dan dahaga.” (HR. Bukhari). Ketika seperti ini alangkah meruginya, untuk itu pikirkanlah apa yang kita lakoni dari “menahan diri” itu seharusnya tercermin dalam kita berprilaku sehari-hari ke depan sehingga terciptalah tatanan komunitas yang baik, peduli dan membanggakan serta diredhaiNya. Wallahualam. 2.3 Macam-macam Puasa ala Madzhab Syafi’iah An-Nahdliyah Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syariat ada 4 (empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang diharamkan. 2.3.1 A. PUASA FARDHU Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan syariat Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara lain: a. Puasa bulan Ramadhan
  • 3. Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut : – yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba ‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn – Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183). b. Puasa Kafarat Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain : 1. Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa selama tiga hari. 2. Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94). 3. Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari. 4. Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari. Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi: Orang yang berpuasa berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari ditengah-tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka, baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi selama dua bulan berturut-turut.[1] c. Puasa Nazar Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-
  • 4. hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya. 2.3.2 B. PUASA SUNNAT Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain : 1. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda: “ Barang siapa berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa selama setahun”.[2] 2. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah Pada suatu hari ada seorng Arabdusun datang pada Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di sekitar beliau saw. untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri tidak ikut makan, demikian pula ketika si arab dusun tidak ikut makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.[3] 3. Puasa hari Senin dan hari Kamis. Dari Aisyah ra. Nabi saw. memilih puasa hari senin dan hari kamis. (H.R. Turmudzi)[4] 4. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji) Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang tekah lalu dan satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)[5] 5. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam. Dari Salim, dari ayahnya berkata: Nabi saw. bersabda: Hari Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa, maka berpuasalah pada hari itu.[6] 6. Puasa nabi Daud as. (satu hari bepuasa satu hari berbuka) Bersumber dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as. sembahyang yang paling d sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur, kembali Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.”[7] Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang
  • 5. dimakruhkan adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya pada hari itu saja. 7. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya tidaklah melihat Rasulullah saw. menyempurnakan puasa sebulan kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada puasa di bulan Sya’ban.[8] 2.3.3 C. PUASA MAKRUH Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain : 1. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa. Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” [9] 2. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda: “Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”[10] 3. Puasa pada hari syak (meragukan) Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia mendurhakai Abal Qasim saw.[11] 2.3.4 D. PUASA HARAM Puasa haram adalah puasa yang dilarang dalam agama Islam. Puasa yang diharamkan. Puasa- puasa tersebut antara lain: a. Puasa pada dua hari raya Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata: Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1 Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah hajimu.[12](Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
  • 6. b. Puasa seorang wanita dengan tanpa izin suami Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”[13](Sunan Ibnu Majah, jilid II, No.1761) [1] Muhammad Jawad Mughnoyah, FIQIH LIMA MAZHAB, cet vii, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2001, hlm.167 [2] Adib Bisri Mustofa, TARJAMAH SHAHIH MUSLIM II, Semarang: CVAssyifa, 1993, hlm.406, Bab sunnah hukumnya berpuasa enam hari pada bulan syawal mengiringi bulan Ramadhan, Hadits No.204 [3] Ustadz Bey Arifin, dkk, TARJAMAH SUNAN AN-NASA’IY II, Semarang: CVAssyifa, 1992, hlm. 699, Bab berpuasa tiga hari dalam sebulan, Hadits No.2380 [4] Moh. Zuhri Dipl. TAFL, Drs. H., dkk, TARJAMAH SUNAN AT-TIRMIDZI II, Semarang: CVAssyifa, 1992, hlm. (?) Bab (?) Hadits No. 43 [5] Adib Bisri Mustofa, TARJAMAH SHAHIH MUSLIM II, Semarang: CVAssyifa, 1993, hlm. 407, Bab sunah berpuasa tiga hari setiap bulan, berpuasa di hari arafah, berpuasa pada hari Asy Syura dan berpuasa pada hari senin dan kamis, Hadits No.197 [6] Ahmad Sunarto, dkk, TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, Semarang: CVAssyifa, 1993, hlm. 161, Bab puasa asy syura, No. Hadits1909 [7] Adib Bisri Mustofa, TARJAMAH SHAHIH MUSLIM II, Semarang: CVAssyifa, 1993, hlm. 394-395, Bab sunah berpuasa tiga hari setiap bulan, berpuasa di hari arafah, berpuasa pada hari Asy Syura dan berpuasa pada hari senin dan kamis, Hadits No. 188 [8] Ahmad Sunarto, dkk, TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, Semarang: CVAssyifa, 1993, hlm. 141-142, Bab Puasa dalam bulan Sya’ban, Hadits No. 1880 [9] ibid, hlm.(?), Bab Puasa pada hari Jum’at, No Hadits 1896 [10] ibid, hlm.100, Bab salah seorang daripada kamu janganlah mendahului bulan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, No Hadits 1830 [11] Al Ustadz H. Abdullah Shonhaji, dkk, TARJAMAH SUNAN IBNU MAJAH II, Semarang: CV Asy Syifa’ 1992, hlm.441, Bab Puasa di Hari syak, Hadits No. 1645 [12] Ahmad Sunarto, dkk, TARJAMAH SHAHIH BUKHARI III, Semarang: CVAssyifa, 1993, hlm. 157, Bab Puasa pada hari Idul Fitri, Hadits No. 1901 [13] Al Ustadz H. Abdullah Shonhaji, dkk, TARJAMAH SUNAN IBNU MAJAH II, Semarang: CV Asy Syifa’ 1992, hlm.522, Bab wanita yang berpuasa mendapat izin suami, Hadits No. 1761