Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT melalui berbagai ibadah termasuk puasa yang dilaksanakan pada waktu tertentu untuk membentuk kedisiplinan. Puasa Ramadhan memiliki keistimewaan karena pahalanya dilipatgandakan dan merupakan latihan untuk menghargai waktu sehingga dapat menumbuhkan sifat disiplin dalam menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
1. Puasa dan Pembentukan Disiplin
Pribadi Muslim
Oktober 4, 2007 in Artikel
Syaharuddin*
Ramadhan yang selalu menjamu kita sekali dalam setahun, kini datang lagi. Rasa gembira
dengan kedatangan “tamu” agung ini pun dimanifestasikan dengan berbagai aktivitas, seperti
sholat tarawih pada malam harinya, kemudian memperbanyak membaca Alquran, mengisi
setiap waktu dengan zikir, bersedeqah kepada setiap orang yang memang membutuhkan,
membukakan puasa pada mesjid dan langgar-langgar, serta sholat malam (tahajjud) pada
malam harinya.
Begitu pula dengan ibadah yang berkenan dengan hati. Kita senantiasa menjaga hati
(sebagaimana lagu ini selalu diucapkan oleh Kyai Kondang kita Aa Gym), dari segala
kemunafikan, riya, sombong, tamak, iri dengki, hasad an sebagainya.
Yang jelas semua upaya dalam rangka menyambut tamu agung ini sungguh luar biasa.
Hampir setiap waktu dikerahkan untuk menjamu tamu yang sangat mulia ini, namun muncul
satu pertanyaan dari mungkin sekian banyak pertanyaan dalam hati saya yakni “sudahkah
puasa Ramadhan dapat membentuk pribadi Muslim yang berjiwa disiplin?”. Mungkin
pertanyaan ini mirip dengan ibadah sholat yang sudah kita kerjakan selama ini. Pertanyaan
yang paling mendasar adalah “sudahkah sholat kita dapat mencegah perbuatan keji dan
mungkar?” sebuah pertanyaan yang sampai hari ini belum terjawab dengan baik.
Secara kasat mata mayoritas umat Islam telah mengerjakan ibadah sholat baik yang wajib
maupun sunnah. Namun. tampaknya ibadah yang satu ini tidak banyak berdampak terhadap
diri pribadi seorang Muslim. Lihatlah misalnya para koruptor, mereka adalah sebagian besar
adalah seorang Muslim yang taat menjalankan ibadah sholat, tapi mengapa hal itu bisa ia
lakukan. Analisa saya hanya ada dua, yakni pertama, karena orang tersebut belum
“mendirikan sholat” tapi baru mengerjakan sholat.
Mendirikan dan mengerjakan merupakan dua kata yang mirip tapi tak sama. Menurut saya,
mendirikan sama dengan menegakkan. Jadi, orang yang mendirikan sholat itu artinya
menjaga sholat itu agar tetap tegak, kokoh dan kuat. Sehingga sholat itu dapat merasuki ke
dalam jiwa kita yang paling dalam dan selanjutnya mempegaruhi pola pikir dan perilaku kita
dalam bertindak. Nah, orang yang hanya “mengerjakan” sholat maka ia hanya pada tataran
kulit saja, belum isi. Atau sebatas rutinitas ritual semata, hanya menggugurkan kewajiban an
sich.
Analisa kedua adalah seorang Muslim yang belum mampu meninggalkan perbuatan keji dan
mungkar padahal ia telah menunaikan ibadah sholat, karena jiwanya telah dirasuki oleh sifat
sekulerisme –sekulerisme dalam arti memisahkan antara kehidupan beragama/bertuhan dan
kehidupan dunia. Seorang Muslim yang dihinggapi sifat sekulerisme maka ia tidak pernah
merasakan hubungan antara ibadah sholat dengan bisnis yang ia geluti, dengan aktivitas yang
ia jalankan atau apa saja yang berhubungan dengan aktivitas duniawi. Kasarnya begini,
“urusan dunia ya dunia, urusan akherat ya akherat”, jangan dicampur aduk. Padahal Islam itu
2. adalah agama yang kaafah, artinya sempurna, menyeluruh, paripurna, yang mampu mengatur
segala aspek kehidupan manusia.
Sebelum menjawab pertanyaan tentang hubungan puasa dan disiplin di atas, saya akan
menguraikan beberapa hal tentang beberapa ibadah dalam agama Islam yang berpotensi dapat
membentuk jiwa yang berdisiplin.
Pertama, sholat. Seorang Muslim yang menjalankan ibadah sholat –karena ada juga yang
tidak menjalankan lho….—maka seharusnya ia memiliki disiplin yang tinggi, karena
beberapa hal yang mempengaruhi. misalnya, sholat itu telah ditentukan waktunya. Ada waktu
awal, tengah dan akhir. Walaupun pembagian ini ada kecenderungan untuk tidak berdisiplin,
namun tetap saja sholat itu berpotensi membentuk jiwa yang disiplin karena harus dikerjakan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kedua, zakat. Orang yang ingin berzakat harus memperhatikan waktu. Seorang Muslim yang
menyerahkan zakat fitrah setelah sholat id maka itu tidak lagi dihitung sebagai ibadah zakat,
tapi hanya sedekah biasa. Artinya, seorang Muslim di sini wajib memperhatikan waktu dalam
membayar zakat Begitu pula dengan ibadah haji dan ibadah-ibadah lainnya baik yang
sifatnya wajib maupun sunnah.
Kembali pada persoalan hubungan ibadah puasa dengan disiplin, maka jelaslah bahwa kalau
ibadah sholat, zakat dan haji sangat identik dengan waktu, maka ibadah puasa juga demikian
adanya. Mari kita perhatikan uraina berikut, seorang yang ingin menjalankan ibadah puasa
maka ia di sunnahkan untuk bangun sekitar pukul 03.30 untuk menjalankan ibadah bersahur.
Kita tahu bahwa, saat itu adalah enak-enaknya untuk istirahat malam, namun kita sangat
dianjurkan untuk menjalankan ibadah sunnah (muakadah: sangat dianjurkan) itu walaupun
hanya seteguk air putih. Lalu, kita pun melakukannya. Kemudian, ketika asyiknya kita
bersantap sahur, tiba-tiba alarm waktu imsak (menahan) maka kita pun diperintahkan untuk
berhenti memasukkan apapun ke dalam rongga mulut.
Kemudian, selama menjalankan ibadah puasa sejak pascaimsak sampai menjelang bedug
Maghrib, di sana dibentangkan berbagai aturan-aturan dan larangan-larangan agar puasa kita
tetap terjaga baik kualitasnya maupun pahalanya. Sehingga kita pun dapat terpelihara dari
sia-sianya puasa sebagaimana bunyi dalam sebuah hadis “berapa banyak orang yang
berpuasa, tapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus”.
Larangan-larangan itu dimulai dengan larangan berkata-kata yang tidak terpuji seperti
mengghibah, fitnah, dusta, janji palsu, dan sebagainya sampai larangan “berhubungan”
dengan suami istri (pada di siang hari), serta beberapa larangan dan perintah lainya..
Demikianlah, jika kita perhatikan dengan seksama maka ibadah puasa Ramadhan sangat
berpotensi membentuk jiwa Muslim yang disiplin. Kenyataan yang kita saksikan selama ini
adalah adanya gejala kurang disiplin yang terjadi baik dalam forum-forum ilmiah maupun
non ilmiah. Misalnya rapat. Sudah menjadi sebuah kebiasaan ketika seorang diundang untuk
mengikuti rapat maka bisa dipastikan ia molor antara 30- 60 menit. Atau acara seminar yang
jadwalnya tertulis pukul 09.00 wit, maka yang membacanya lalu berfikir bahwa mulainya
paling pukul 10.00 wit. Atau acara-acara lainnya. Atau suka menunda-nunda pekerjaan.
Padahal waktu kita yang akan datang ya untuk pekerjaan selanjutnya.juga. Maka pantaslah
kalau waktu itu ibarat pedang, kalau kita tidak disiplin memenejnya maka kita bisa
dibunuhnya sendiri.
3. Hal itu terjadi karena rupanya molor sudah menjadi bagian budaya masyarakat, sehingga sulit
meubah perilaku itu dengan sekejab.Perlu proses waktu yang panjang. Oleh karena itu,
momentum puasa Ramadhan ini selayaknyalah kita jadikan sebagai ajang mengubah diri.
Hari esok harus lebih baik dari hari kemarin. Masa depanku harus lebih baik dari masa laluku
agar aku tidak termasuk dalam kelompok orang-orang yang merugi (QS. Al Ashr 1-3).
Penulis adalah Pelajar Sekolah Pascasarjana Sejarah UGM tinggal di Banjarbaru,
email:fikri_025@yahoo.co.id, website:www.syaharuddin.wordpress.com, dan anggota KP
EWA’Mco.
About these ads
Oleh Tabrani. ZA Al-Asyhi
Islam merupakan agama yang mengatur hubungan manusia dengan alam dan
hubungan manusia dengan Allah SWT. Hubungan manusia dengan Allah SWT
diatur secara apik dan komprehensif dalam segudang ibadah. Pelaksanaan ibadah
dalam waktu yang telah ditentukan merupakan bagian dari keutamaan dan
kesempurnaan suatu ibadah.
Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal dilipatgandakan
bahkan ditetapkan jenis ibadah wajib yang khusus hanya dilakukan pada bulan itu
saja yaitu puasa. Bertekad meninggalkan sesuatu yang halal dikerjakan di luar
Ramadhan seperti makan, minum dan hubungan suami istri dalam batas waktu
tertentu merupakan sebuah prestasi luar biasa.
Tidak semua orang mampu menjaga komitmen yang telah dilafazkan dengan lidah
dan dialirkan maksud tujuannya di dalam hati sanubarinya. Karena itu, keistimewaan
puasa akan sangat terasa jika kita mampu memanfaatkan setiap detik kehidupan
dengan bermacam ibadah, sehingga keistimewaan puasa dapat teraktualisasi dalam
kehidupan kita.
Tidak akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tidak memaknai
kekhususan yang terdapat di dalamnya. Puasa dijadikan begitu istimewa seperti
dituturkan Allah SWT melalui Rasul-Nya: “Segala amal ibadah anak Adam adalah
miliknya kecuali puasa. Ia adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberikan
pahalanya”. (HR Bukhari).
Dengan segala ‘fasilitas’ dan ‘motivasi’ yang sedemikian itu, diharapkan umat
muslim mampu memanfaatkan puasa ini dengan sebaik-sebaiknya untuk melatih
diri sehingga menjadi hamba yang mampu menyelesaikan sesuatunya tepat pada
waktunya. Rasulullah SAW bersabda: “Waktu adalah pedang, jika kamu tidak
memanfaatkannya maka dia akan memperdayakanmu”.
Memaknai ibadah puasa dalam membentuk jati diri harus cermat dalam
mengoptimalkan pemanfaatan waktu, tidak berarti kita berlebih-lebihan pada ibadah
puasa ini saja dan untuk ibadah lainnya terabaikan. Karena aktualisasi makna puasa
itu justru terdapat dalam ibadah lainnya. Puasa harus menjadi titik tolak perjalanan
kehidupan muslim di sepanjang hayatnya.
4. Dengan kata lain, nilai optimal puasa baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan
puasa ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku
kita. Puasa diciptakan oleh Allah lengkap dengan fasilitas dan kemewahannya untuk
dimanfaatkan manusia sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan mempelajari
pola kehidupan yang menghargai waktu.
Puasa Ramadhan adalah ibadah yang sangat memperhatikan kedisiplinan dalam
menjaga perjalanan waktu seperti niat berpuasa tidak boleh melebihi waktu terbit
fajar dan berbuka puasa juga harus setelah terbenam matahari. Berniat pada malam
hari adalah latihan disiplin tingkat awal, sebagaimana firman Allah: “Makan
minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam”. (QS. Al-Baqarah :
187).
Tidak mudah bagi seseorang untuk berdisiplin masalah waktu, bila tidak dibiasakan
atau dilatih beribadah tepat waktu. Hanya mereka yang pernah merasakan nikmat
ibadah puasa yang bisa ketularan menjadi disiplin. Rasulullah SAW sudah
menekankan umat muslim bagaimana kiat untuk belajar disiplin waktu. Dalam
sabdanya bahwa; jika hari kita lebih baik dari kemarin kita termasuk orang yang
beruntung, akan tetapi jika hari ini kita sama dengan kemarin kita termasuk orang
yang merugi. Dan lebih gawat lagi kalau hari ini lebih jelek dari kemarin maka kita
termasuk orang yang dilaknat Allah, (HR. Hakim).
Akumulasi dari sebuah komitmen untuk tidak meninggalkan puasa disertai dengan
tekad yang kuat untuk mempermanenkannya dan merasa terus diawasi oleh Allah
SWT, maka seseorang yang beribadah tidak akan pernah mentolerir pencemaran
ibadahnya dengan perilaku yang tidak baik seperti tidak tepat waktu menjalankan
tugasnya. Ramadhan adalah momentum yang tepat untuk membangkitkan niat,
membulatkan kesungguhan dan optimisme untuk meraih kejayaan dunia dan
akhirat. Selamat menunaikan Ibadah Puasa 1433 H, mohon maaf lahir dan bathin.***
*Penulis adalah Peneliti pada SCAD Independent, dan Mahasiswa Magister
Studi Islam Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,
Alumnus Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh.