PROSEDUR DALAM MELAKUKAN PERHITUNGAN PEKERJAAN PINTU.pptx
Β
Studi Kasus Pola Benturan Bangunan Berdakan Pada Sistem Satu Deraja Kekebasan (DOF).pdf
1. Studi Kasus Pola Benturan Bangunan Berdakan Pada Sistem
Satu Deraja Kekebasan (DOF)
Rani Hendrikus
Dosen tetap Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira
Abstrak
Respon linier dan non linier dari 2 bangunan bangunan 1 DOF masing masing dengan periode great
(T) 0.4 detik dan 0.5 detik telah dilakukan. Rekaman gempa Loma Prieta 1989 telah dipilih dan telah
disesuikan dengan kurva respon spektrum target yaitu spektrum respon gempa dengan nilai Ss = 1.25
g dan S1 = 0.4 g serta jenis tanah sedang (SD). Pegas struktur bangunan dimodelkan sebagai pegas
non-liner dari Takeda yang dimodifikasi. Adapun hasil penting dari studi ini adalah: pertama, metode
penjumlahan seperti dalam persamaan-1 hanya cocok untuk menentuka waktu benturan,
tetapi tidak cocok untuk menentukan besar dilatasi. Kedua, metode ultimit yakni metode
tranformasi perhitung deformasi pada kondisi elasti selanajutnya dikalikan dengan factor
pengalih Cd/Ie, hanya dapat digunakan dalam kondisi banguna yang tidak mengalami
deformasi inelastik yang besar. Ketiga, perubahan pola respon bangunan pasca inelastic bisa
sangat signifikan, dan dapat berpengaruh terhadap peluang bentuan antara bangunan.
Kata kunci: benturan, dilatasi, respon spektrum, gempa desain dan gempa rencana
2. 1. Latar belakang
Pada saat terjadi gempa, bangunan berdekatan dapat saling berbenturan. Kejadian ini tidak jarang
menimbukan kerusakan yang hebat pada salah satu atau kedua bangunan, sebagaimana yang telah
dilaporkan dari penelitian lapangan (6,7,8,9,17,18,19,21). Sebagai contoh, pola kerusakan akibat kasus
ini dapat dilihat pada gambar-01.
(a) Runtuhnya Tower Tangga Rumah Sakit
Olvie View, gempa San Fenando 1971
(b) Runtuhnya lantai atas Hotel Mexico
Cityβs, gempa Meksiko 1985
Gbr.01 Runtuhnya bangunan akibat dilatsi tidak memadahi
Union Building Code (UBC) merupakan salah satu code yang telah melihat bahaya ini sejal awal tahun
1950-an (2,5), yaitu dengan mulai mengatur ketentuan jarak minimal antara bangunan sebagai
berikut: jarak mimimal antara bangunan 25 mm untuk tinggi bangunan sampai dengan 6 meter, dan
tambah 12.5 mm setiap kenaikan 3meter tinggi bangunan. Dasar penggunaan formula ini tidak jelas,
yang akhirnya pada penerbitan berikutnya tidak dicantumkan lagi angka-angka tersebu. Dimana pada
beberapa periode penerbitan berikutnya, UBC hanya mencantukan masalah dilatasi sebagai suatu
maslah desain bangunan yang harus perhatian.
Runtuhnya Rumah Sakit Olive View pada gempa San Fernando 1971,mendorong studi intensif
mengenai masalah drif dan diltasi (seismic sparation). Di mana akhirnya pada UBC-1979 (4) formulasi
masalah drift dam dilatasi sesara tegas dinyatankan dalam code. Pada code ini drift (selisih simpangan
antara tingkat) bangunan dibatasi 0.005 Hi (Hi : tinggi lantai). Simpangan harus dihitung dengan riil
sesui dengan sifat fisik dan mekanik struktur. Dan simpang pada keadaan beban maksimum Ux,i, harus
dihitung dengan mengalikan simpangan riil dengan factor 1.0/K, di mana K berkaitan dengan
daktailitas system (antara 0.67 atau 0.8). Sehingga jarak bersih bangunan minimal sama dengan
jumlah simpangan maksimum kedua bangunan ditambah selang keamanan.
Jika dilakukan analisis respon riwayat waktu, dilatasi dapat dihitung menggunakan formula yang sama
dengan formula untuk menentukan waktu benturan atau time collision (11,20) seperti dalam
persamaa-1
3. πππ΄,π΅ = ππ΄,π‘ β ππ΅,π‘ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ β¦ . . (1)
Formula di atas dikenal juga dengan formula ABS. Jarak dilatasi minimum merupakan hasil
pengurangan yang memberikan nilai positip terbesar.
Saat ini ASCE 7-16 (1) dan SNI 1726-19 (3) menggunakan formula SRSS untuk menentukan besar
simpangan maksimum. Dengan demikian formula yang sama juga dapat dipakai untuk menentukan
kebutuhan dilatsi minimum antara bangunan. Formula SRSS diperlihatkan dalam persamaan -2.
π π π΄βπ΅ = β(ππ΄,πππ₯)
2
+ (ππ΅,πππ₯)
2
β¦β¦.. (2)
Formula ini dianggap rasional untuk mengkaver kemungkinan geraka out-of-phase dari kedua
bangunan.
Peristiwa benturan antara bangunan selain dipengaruhi oleh besar dilatasi tetapi juga dipengarui oleh
ada tidaknya pola gerak out of phase dari dua bangunan yang berdekatan, karena itu studi yang
mendalam terhadap model sederhana membatu melihat dengan jelas pola dan peluang beturannya.
2. Tujuan
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahu pola dan pelauang benturan antara bangunan
yang berdekatan dengan melakukan kajian terhadap respon perpindahan elastis dan non-linier linier
bangunan. Untuk mencapai tujuan utama ini berikut ini adalah tujuan antara atau sasaran bertahab
yang harus diperoleh
1. Menentukan respon perpindahan masing-masing bangunan
2. Menghitung jarak dilatasi minimal jika bangunan A dan bangunan B mengalami Gerakan saling
menutup.
3. Menghitung kebutuhan dilatsi menggunakan pendekatan SRSS
4. Banding hasil antara ketiga tinjauan di atas
3. Batasan Masalah
1. Studi dilakukan terhadap model bangunan satu derajat kebebasan dengan periode getar
masing-masing 0.4 detik dan 0.5 detik (mewakili mode pertama bangunan dengan ketinggian
yang sama, sekitar 4 atau 5 lantai)
2. Menggunakan Metode Analisis Respon Riwayat Waktu non-linier
3. Model non-linier Takeda digunakan sebagai model dari pegas bangunan A dan B
4. Rekaman gempa yang digunakan adalah gempa Loma Prieta 1989
5. 4. Untuk respon non-liner kekakuan bangunan menggunakan model Takeda, sedangan untuk
respon liner menggunakan kekakuan elatis. Rancangan Parameter Takeda yang disesuiakan
dengan kurva respon spektrum dan karakteristik struktur (R dan Ie). Hasil perhitungan
parameter Takeda yang akan digunnakan dalam studi ini ditunjukan dalam table-02
Gbr. 03 Model Takeda
4.2. Model Beban
Percepatan gempa rencana diperoleh dari data base rekaman gempa program PRIM. Rekaman gempa
tersebut disesuaikan dengan spektrum respon gempa rencana untuk tanah sedang atau kurang lebih
diberih factor skala 0.842 untuk mendapatkan nilai perceparan di daerah flat (SDS) sebesar 0.8g.
Gambar 04 merupakan riwayat percepatan gempa Loma Prierat yang telah dikoreksi, dan gambar 05
merupakan kurva spektrum gempa rencana gempa Loma Prieta 1989.
Ada dua jenis rekaman gempa yang akan digunakan. Pertama, rekaman gempa yang diperlihatkan
dalam gambar 04, selanjutnya disebut βmodel beban-1β. Rekam gempa ini merupakan rekaman
gempa yang dimodelkan untuk mendapatkan kurva spectrum respon gempa rencana, gambar 05. Dan
karena itu rekaman gempa ini akan digunakan untuk mementukan besar deformasi struktur daktail
yang telak dimodelkan dengan model histeretik Takeda. Kedua rekaman gempa desain, di mana
rekaman gempa rencana yang terdapat pada gambar 04 dibagi dengan factor R/Ie, selanjunya disebut
βmodel beban-2β. Rekam gempa ini dunakan untuk menentukan respon struktur (bangunan A dan B)
yang respon secara elastis penuh.
6. Gambar 04 Data percepatan gempa Loma Prieta (Model beban gempa-1)
Gbr.05 Spektrum respon gempa rencanan (SRGR)
Gbr.06 Percepatan gempa Loma Prieta setelah dikoreksi dengan Cd/Ie
7. Gbr.07 Spektrum respon gempa elastis - SRGE = SRGRΓ (πΌπ π
β )
4.3. Metode Analisis
Proses analisis diawali dengan memilih rekaman gempa dan karateristik site, khususnya nilai Ss, S1,
dan jenis tanah. Untuk studi ini dipilih site dengan niali Ss = 1.25 g, S1 = 0.4 g dan kondisi tanah di
bawah bangunan merupakan tanah sedang. (SD).
Gbr. 08 Prosedur analisis
8. Respon struktur dianalisis dengan menggunakan Metode Analisis Riwata Waktu (Time History
Analysis).
Output utama dari analisisi Riwayat waktu adalah riwatat perpindahan. Selanjutnya data Riwayat
perpindahan dua model bangunan (A dan B) di sandingkan dan dilihat potensi benturan dana
kebutuhan dilatasi dari du model yang disandingka tersebut. Proses ini dilakukan terhadap semua
kombinasi model struktur khususnya kombinasi yang melibatkan getar struktur (T), model beban dan
R (P1/mg). Hasil-hasil tersebut di diskusikan dan selanjunya di simpulkan.
5. Hasil Studi
5.1.Respon static Bangunan
Yang dimaksud dengan respon static bangunan adalah respon bangunan A dan B terhadap beban
static ekivalen, baik untuk SRPMK maupun SRPMB. Data ini dapat dipandang sebagai benchmark
respon struktur dan kebutuhan dilatsi antara bangunan.
Perpindahan struktur bangunan A dan B serta kebutuhan dilatasi minimum untuk kedua tipe system
struktur dihitung secara satik dengan menggunakan spektrum gempa desain, SRGE) (SRGE = SRGR * (
R/Ie). Perhitungan deformasi lateral dengan metode static ekivalen dan perhitungan kebutuhan
dilatasi pada kondisi ultimit diperlihatkan dalam table 02 dan 03.
Tabel-02 Kebutuhan dilatasi bangunan SRPMK, dihihitung dari SRGE
Table-02 menyajikan perhitungan perpindahan lateral bangunan A dan B dari SRPMK. Di mana
diperoleh nilai perpindahan (UA,e & UB,e) masing-masing sebesar 5.96 mm dan 9.31 mm. Untu SRPMB
nilai perpindahannya disajikan dalam table-03, dimana nilai perpindahn bangunan A dan B adalah
sebesar 15.89 mm dan 24.82 mm.
M = 100 = 100
K = 24674.01 = 15791.7
w = 15.71 = 12.57
T = 0.40 = 0.50
R = 8.00 = 8.00
Ie = 1.50 = 1.50
Sa = SDS = 0.80 g = 0.80 g
Sa,e = 0.15 = 0.15
P = 147000 = 147000
UA,e 5.96 9.31
UA,e = 5.96 = 21.84
UB,e = 9.31 = 34.13
SSELS = 11.05 = 40.52
Sa= SDS
R
Ie
KEBUTUHAN DILATASI (SS) PADA SRPMK
(Secara statiik, Berdasarkan Spektrum Respon Gempa Elastik, SRGE)
SSULT mm
UA,e * (Cd/Ie)
UB,e * (Cd/Ie)
KEBUTUHAN SS (ELASTIS) KEBUTUHAN "SS" (ULTIMIT)
mm
N
mm
mm
mm
det
g
N
mm
mm
mm
det
g
UB,e
T
Sa,e
P
Bangunan A, T= 0.4 det Bangunan B T = 0.5 det
N-det2
/mm
N/mm
rad/det
N-det2
/mm
N/mm
rad/det
M
K
w
9. Tabel-03 Kebutuhan dilatasi bangunan SRPMB, dihihitung dari SRGE
Keempat nilai perpindahan di atas merupakan nilai perpindahan elastic. Sehingga untuk mendapat
nilai perpindahan ultimit, nilai tersebut harus dikalikan dengan factor Cd/Ie. Dengan cara ini diperoleh
perpindahan ultimit dan sekaligus kebutuhan dilatasi minimum pada keadaan ultimit seperti yang
disajikan pada kedua tabel yang sama. Dari perhitungan yang disajikan pada kedua table terebut
diperoleh ketuthan dilatasi minimum antara kedua bangunan adalah sebesar 40.52 mm untuk SRPMK
dan 58.94 mm untuk SRPMB.
5.2.Analisa Respon Riwayat Waktu
5.2.1. Respon Perpindahan Elastis
Respon perpindahan elatik yang dimaksudkan di sini adalah respon perpindahan bangunan A dan B
akibat beban gempa sebesar Model Beban-2 atau SRGE. Di mana besar beban diperoleh dengan
membagikan Model Beban-1 deengan (R/Ie).
5.2.1.1. Riwayat Perpindahan Elastik SRPMK
Hasil perhitungan respon perpindahan elastic pada bangunan A dan B yang dimodelkan sebagai
SRPMK diperlihatkan dalam gambar 09. Sedangkan estimasi perpindahn ultimit berdasarkan
perpindahan elastis ditunjukan dalam gambar 10. Besar pepindahan elastik ini lebih kecil dibandingan
dengan perpindahan elastic dengan metode static ekivalen.
M = 100 = 100
K = 24674.01 = 15791.7
w = 15.70796 = 12.5665
T = 0.40 = 0.50
R 3.00 3.00
Ie 1.50 1.50
Sa = SDS 0.80 g 0.80 g
Sa,e = 0.4 = 0.4
P = 392000 = 392000
UAe 15.89 24.82
UA,e = 15.89 = 31.77
UB,e = 24.82 = 49.65
SSELS = 29.47 = 58.94
R
Ie
Sa= SDS
mm UB,e * (Cd/Ie) mm
mm SSULT mm
KEBUTUHAN SS (ELASTIS) KEBUTUHAN "SS" (ULTIMIT)
mm UA,e * (Cd/Ie) mm
N P N
mm UB,e mm
det T det
g Sa,e g
N/mm K N/mm
rad/det w rad/det
KEBUTUHAN DILATASI (SS) PADA SRPMB
(Secara statiik, Berdasarkan SRGE)
Bangunan A, T= 0.4 det Bangunan B T = 0.5 det
N-det2
/mm M N-det2
/mm
10. Gbr.09 Riwaya perpindah elastis akibat Model Beban β 2
Gbr.10 Respon perpindahan ultimit akibat beban gempa Model-2
Tabel-06 Rangkuman perpindahan maksimum model bangunan SRPMK
5.01
-6.14
9.15
-9.02
-10.00
-8.00
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Respon Perpindahan Elastik Bangunan A & B
Akibat Model Beban Gempa-2 (U(A,B),e)
UA,e UB,e
33.56
-32.70
18.30
-22.19
-25.00
-20.00
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Respon Perpindahan Ultimit Bangunan Unit A &B
U(A,B),ULT = U(A,B),e) * Cd/Ie
UB,ULT UA,ULT
Elastik
Ultimu
Perpindahan (+) 18.30 33.56
Perpindahan (-) -22.19 -32.70
Perpindahan (-) -6.14 -9.02
Arah Perpindahan
Bangunan A Bangunan B
(mm) (mm)
Perpindahan (+) 5.01 99.15
11. 5.2.1.2. Riwayat Perpindahan Elastik pada SRPMB
Gambar 11 menunjukan perpindahan bangunan A dan B yang dimodelkan sebagai SRPMB. Sedangkan
gambar 12 menunjukan estimasi perpindahan ultimit berdasarkan perpindahan elastic pada gambar
11. Sama seperti pada model SRPMK, nilai perpindahan bangunan A lebih kecil dibandingan dengan
bangunan B. Sedangkan bila dibandingan dengan perpindahan pada SRPMK, baik bangunan A
mmaupun bangunan B, besar perpindahan pada SRPMB lebih besar dibandingan dengan perpindahan
yang terjadi pada SRPMK
Gbr.11 Riwaya perpindah elastis akibat Model Beban β 2
Gbr.12 Respon perpindahan ultimit akibat beban gempa Model-2
13.37
-16.38
24.40
-24.04
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Respon Perpindahan Elastik Bangunan A & B
Akibat Model Beban Gempa-2 (U(A,B),e)
UA,e UB,e
22.28
-27.29
40.67
-40.07
-50.00
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Respon Perpindahan Ultimit Bangunan Unit A &B
U(A,B),ULT = U(A,B),e) * Cd/Ie
UA,ULT UB,ULT
12. Tbel-07 Rangkuman perindahan maksimum
5.2.2. Riwayat Perpindahan Bangunan dengan Model Pegas non linier (Takeda)
Beban gempa yang digunakan pada kasus ini adalah beban gempa rencana atau Model Beban-1
(SRGR). Sedangkan model bangunannya menggunakan bangunan A dan B dengan pegas Takeda yang
dimodifikasi.
5.2.2.1. Riwayat Perpindahan Non-Linier Linier pada SRPMK
Gambar 13, 14 dan 15 menunjukan respon bangunan A dan B (dengan pegas Takeda yang
dimodifikasi) ketika menerima beban gempa. Gambar 13 memperlihatkan pola perpindahan
dari bangunan yang bebabani oleh ModelBeban-2. Dari gambar tesebut dapat dilihat bahwa
bangunan B sudah mengalam respon inelastic walaupun beban yang digunakan masih
merupakan beban gempa desain (model beban-2).
Gbr.13 Respon perpindahan bangunan A & B (pegas Takeda, beban gempa Model-2)
Ultimu
Perpindahan (+) 22.28 40.67
Perpindahan (-) -27.29 -40.07
Perpindahan (+) 13.37 24.40
Perpindahan (-) -16.38 -24.04
Arah Perpindahan
Bangunan A Bangunan B
(mm) (mm)
Elastik
-5.36
3.90
8.43
-8.91
-10.00
-8.00
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Respon Perindahan Elastik Bangunan A & B (Takeda)
Akibat Beban Gempa Model-2
UA,e UB,e
13. Gbr.14 Respon perpindahan ultimit bangunan A & B (pegas Takeda, beban gempa Model-2)
Gbr.15 Respon perpindahan non-linier bangunan A & B (pegas Takeda, beban gempa Model-1)
Gamab 14 dan 15 menunjukan respon inelastic. Pada gambar 14 ditunjuka respon ultimit bangunan,
yang ditransformasi dari respon akibat model beban-2. Sedangkan gambar 15 menunjukan respon
non-linier akibat model beban-2. Yang menarik adalah, walaupun deformasi maksimum yang terjadi
tidak berbedajauh namun pola deformasi kedua gambar tersebut sangat berbeda. Gambar 15
menunjukan pola gerak bangunanA dan B cenderung sama. Hal ini diduga karena kedua bangunan
sama-sam sudah memasuki fase in-elastik sehinga waktu getar riil bangunan berubah.
-20.87
15.48
30.91
-32.66
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
Respon Perpindahan Ultimit Bangunan A & B (Takeda)
Akibat Beban Gempa Model-2 (U(A,B)ULT= U(A,B),e * Cd/Ie)
UA,ULT UB,ULT
24.46
-38.18
-48.82
29.57
-60.00
-50.00
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Respon Perpindahan Non-Linier Bangunan A & B (Takeda)
Akibat Model Beban Gempa-1 (U(A,B),NLIN)
UA,NL UB,NL
14. Tbel-08 Rangkuman perindahan maksimum
5.2.2.2. Riwayat Perpindahan Non-Linier pada SRPMB
Respon perpindah sistem non-linier diperlihatkan dalam gambar 16, 17 dan 18. Gambar 16
menunjukan perpindahan dari SRPMB dengan pegas non-linier pengaruh beban gempa Model-2.
Respon ini menggambbarkan perpindahan pada level beban gempa desain Sa/(R/Ie). Gambar 17
memperlihatkan perpindahan ultimit, yang dipeorlh dari perpindahan pada level beban gempa desain
dikalikan dengan Cd/Ie. Sedangkan gambar 18 menunjukan perpindahan non-linier akibat beban
gempa Model-2. Perbandingan respon perpindahan dari model yang dianalisis diperlihatkan dalam
tabel-09.
Tbel-09 Rangkuman perindahan maksimum
5.3.Kebutuhan Dilatasi Anatara Bangunan
Berdasarkan persamaan (1), dua bangunan yang berdekatan membutuhkan dilatasi sekurang-
kuraanynya sebesar +ππ΄,πππ₯ β ππ΅,πππ₯, lihat gambar 16. Karena baik +ππ΄,πππ₯ maupun βππ΅,πππ₯
merupakan fungsi waktu, karena itu dapat dijumlahkan dari waktu-ke waktu. Mengingat posisi
bangunan A dan B dapat bertukar tempat, maka nilai maksimum dari hasil pengurangan tersebut
menjadi nilai kebutuhan dilatasi antara bangunan.
Non Linier
Perpindahan (+)
Perpindahan (-)
24.46
-38.18
30.91
-48.82
Ultimuit
Perpindahan (+) 15.48 30.91
Perpindahan (-) -20.87 -32.66
Elastik
Perpindahan (+) 3.90 8.84
Perpindahan (-) -5.36 -8.91
Arah Perpindahan
Bangunan A Bangunan B
(mm) (mm)
Non Linier
Perpindahan (+) 25.46 33.37
Perpindahan (-) -19.56 -36.77
Ultimuit
Perpindahan (+) 18.77 37.47
Perpindahan (-) -25.50 -39.58
Elastik
Perpindahan (+) 11.26 21.51
Perpindahan (-) -15.30 -23.75
Arah Perpindahan
Bangunan A Bangunan B
(mm) (mm)
15. Gbr.16 Pola gerak menutup dan membuka
Bahaya benturan umumnya terjadi pada saat gempa maksimum maka, kebutuhan diltasi antara
bangunan akan dievaluasi pada pada kondisi beban gempa maksimum. Terdapat dua kondisi beban
gempa maksimum. Pertama, beban gempa desain (Mode-2) dikalikan dengan Cd/Ie. Kedua, pada
beban gempa rencana yakni beban gempa yang nilainya (2/3) kali beban gempa maksimum yang
dipertimbangkan. Kedua jenis beban tersebut akan dilihat baik pada SRPMB, maupun pada SRPMK.
Selain itu kebutuhan dilatasi dapat dihitung dengan formula dalam persamaan (2). Persamaan ini
diangga lebih rasional karena dapat mengatasi kemungkinan Gerakan yang bersifat out-of phase.
5.3.1. Kebutuhan Dilatasi pada SRPMK
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan dilatasi dapat di peroleh dengan tiga cara,yakni:
cara ultimit, non-linier dengan menggunakan persamaan (1) dan non linier dengan menggunakan
persamaan (2). Ketiga hasil tersebut disajikan dalam gambar 17, 18 dan 19.
Gbr.17. Kebutuhan dilatasi ultimit hasil tranformasi simpangan elastis
+UA,MAX -UB,MAX
Bangunan-A Bangunan-B
-UA,MAX -UB,MAX
gerakan
menutup
35.59
-34.93
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Kebutuhan Dilatasi Maksimum Pada Keadaan
Ultimit
(Cd/Ie) * (UA,e - UB,e)
16. Dari table rangkuman dapat dilihat tiga fakta. Pertama, setelah memasuki fase inelastic pola respon
bangunan berubah secara signifikan; Kedua, perubahan pola respon ini tidak dapat diantisipasi dengan
baik melalui metode ultimi, walaupun hasilnya pada kasus yang masih konsistem dengan metode yang
lain. Ketiga, Metode penjumlahan respon (pers-1) menjadi over confidence karena penyimpangan dari
metode SRSS di atas 400%. Metode ini hanya cocok untuk menentukan waktu benturan tetapi kurang
aman untuk menentukan besar dilatasi.
Metode ultimit juga kurang memberikan hasil yang riil pada kasus ini, karena penyimpangan dari
metode SRSS di atas 70%
Gbr.18. Kebutuhan dilatasi dari respon non linier danpersamaan-1
35.59
-34.93
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
perpindahan
(mm)
t (det)
Kebutuhan Dilatasi Maksimum Pada Keadaan Ultimit
(Cd/Ie) * (UA,e - UB,e)
14.83
-10.75
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
kebutuhan
dilatasi
(mm)
t (detik)
Kebutuhan Dilatasi Maksimum dari Respon Non-Linier
(U A,NL - U B,NL)
17. Gbr.18. Kebutuhan dilatasi dari respon non-linier dan persamaan -2
Tabel 11 Rekap Kebutuhan Dilatati Antara Bangunan A & B
5.3.2. Kebutuhan Dilatasi pada SRPMB
Gbr. 19 Kebutuhan dilatasi berdasarkan respon ultimit
62.34
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
dilatasi
maksimum
(mm)
t (det)
Dilatasi Maksimum Dengan Formula SRSS
(Dari Respon Non-Linier)
NL-Pers(2) 62.34
Metode
Kebutuhan Dilatasi
(mm)
ULTIMI 35.59
NL-Pers(1) 14.83
-42.43
34.36
-50.00
-40.00
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
dilatasi
(mm)
t (det)
Kebutuhan dilatasi Berdasarkan Deformasi Ultimit
(Cd/Ie)*( UA,ULT - UB,ULT)
18. Gbr.20. Kebutuhan dilatasi dari respon non-linier dan persamaan -1
Gbr.21. Kebutuhan dilatasi dari respon non-linier dan persamaan -2
Tabel 11 Rekap Kebutuhan Dilatati Antara Bangunan A & B
Untuk karus SRPMB, pengarung respon inelastic tidak kuat baik pada bangunan A maupun bangunan
B, hal ini lebih jelas jak akita mengamati pole perpindahan bangunan pada sub bab sebelumuan. Dari
-24.08
35.22
-30.00
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
diltasi
(mm)
t (det)
Kebutuhan dilatsi Berdasarkan Respon Non-Linier dan
Formula-1 (U A-NL,t - U B-NL,t)
38.74
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00
dilatasi
(mm)
t (det)
Kebutuhan Dilatsi Berdasarkan Respon Non-Linier dan
Formula-2 (SRSS)
Metode
Kebutuhan Dilatasi
(mm)
42.43
35.22
ULTIMI
NL-Pers(1)
NL-Pers(2) 38.74
19. table rekap kebutuhan dilatsi, perbedaan kebutuhan dilatasi atara ketiga tidak begitu signifikan (20%)
dibandingkan dengan kasus SRPMK.
5.4.Diskusi
Ada beberapa pokok masalah yang menarik untuk di diskusikan, antara lain:
Pertama, potensi bentuan. Potensi benturan sangat tinggi pada jarak antara bangunan sangat
berdekatan. Peluang benturan juga dipengaruhi oleh sebearapa jauh perbedaan waktu getar antara
bangunan yang berdekat. Semakin semakin jauh berbeda, seamkin besar potensi benturan, sebaliknya
pada bangunan dengan waktu getar yang berdekatan akan meiliki kecenderungan pergerakan yang
sama.
Kedua, potensi out of phase pada banguunan riil bisa sangat besar karena factor-faktor yang tidak
dipehitungkan, misalnya hadirnya elemen arsitektural di antara cela dilatasi dapat mengganggu pola
gerak deformasi lateral banguna.
Ketiga, respon bangunan pasca leleh. Pada bangunan dengan tingkat daktailitas tinggi, sehingga nilai
SR rendah atau R/Ie tinggi, deformasi lateral cenderung meningkat secara tajam. Dalam studi ini
terlihat pada model SRPMK dengan R = 8 dan Ie = 1.5, perpinhdan lateral menjadi sangat besar dan
akhirnya membutuhkan dilatasi minimum yang besar pula. Yang menari pada kasus SR yang rendah,
bangunan A dan B cenderung memiliki pola gerak yang sama.
Kerempat, keterbatasan model dalam persamaan-1. Persamaan -1 merupakan perhitungan
kebutuhan dilatasi yang bersumber dari asusmsi bahwa ketika terjadi βpola gerak mentupβ, bangunan
berpotensi mengalami benturan. Oleh karena itu simpangan total dari pergerakan menutup dari
kedua bangunan merupakan nilai kebutuhan dilatasi minimumnya. Formmula ini hanya aman
digunakan jika banguan yang berdekatan tidak memiliki pola gerak yang cenderung sama seperti pada
gambar 15.
Kelima, penggunaan formula SRSS. Formula SRSS merupakan formula rasional yang dapat mengatasi
masalah yang timbul sebagaimana kasu pada gambar 15. Model ini secara umum lebih aman,
walaupun dalam beberapa kasus metode lain masih lebih konservatip.
5.5.Kesimpulan
Stutudi kebutuhan diltasi dengan menggunakan model model satu derajat kebebasan dan
dengan menggunakan model pegas dari Takeda yang dimodofikasi telah dilakukan. Beban
gempa yang digunakan juga telah disesuikan dengan kurva spektrum respon gempa rencara
untuk kondisi tanah sedang. Ada tiga kesimpulan penting dari studi ini adalah:
20. 1. Metode penumlahan seperti dalam persamaan-1 hanya cocok untuk menentuka
waktu benturan, tetapi tidak cocok untuk menentukan kebutuhan dilatasi.
2. Metode ultimit yakni metode tranformasi perhitung deformasi pada kondisi elasti
selnajutnya dikalikan dengan factor pengalih Cd/Ie, hanya dapat digunakan dalam
kondisi banguna yang tidak mengalami deformasi inelastik yang besar.
3. Perubahan pola respon bangunan pasca inelastic dapat sangat signifikan, karena
itu kondisi out of phase bisa saja terjadi, dan berpengaruh terhadap kemungkinan
terjadi benturan antara bangunan.