1. Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan pustaka dan pemodelan struktur yang digunakan dalam perencanaan ulang struktur Gedung Jurusan Teknik Sipil POLBAN menggunakan metode SRPMK berdasarkan SNI 2847:2019.
2. Terdapat beberapa karya ilmiah sejenis yang menggunakan metode yang sama untuk perencanaan ulang struktur gedung.
3. Pemodelan struktur menggunakan program ETABS dengan memasukkan
1. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Karya Ilmiah Sejenis
Berikut merupakan beberapa karya ilmiah sejenis sebelumnya yang mempunyai
keterkaitan dengan topik tugas akhir yang diambil yaitu mengenai perencanaan
ulang struktur Gedung Jurusan Teknik Sipil POLBAN menggunakan metode
SRPMK berdasarkan SNI 2847:2019.
Tabel II. 1 Karya Ilmiah Sejenis Sebelumnya.
No Tahun
Judul Karya Ilmiah
dan Penulis
Obyek Metode
1. 2014 Perencanaan Ulang
Struktur Gedung
Prasetya Mulya Business
School (W, Jihan Zahara,
Hanik Kurnianti R,
Windu Partono dan Hardi
Wibowo)
Gedung
Prasetya
Mulya
Business
School
1. Aturan pembebanan dan
gempa yang dipakai yaitu
SNI 03-1727-1989 dan
SNI SNI 03-1726-2012
2. Metode SRPMK
3. Metode Analisi Respon
Spektrum Statik
2. 2015 Perencanaan Ulang
Gedung Rumah Sakit
An-Nur Yogyakarta
dengan Beton Bertulang
(Irfan, Andy
Rosyulianta)
Gedung
Rumah
Sakit An-
Nur
Yogyakarta
1. Aturan pembebanan dan
gempa yang dipakai yaitu
SNI 1727:2013 dan SNI
03-1726-2012
2. Metode SRPMK
3. 2018 Desain Ulang Struktur
Gedung Mitsubishi Cars
Showroom Jakarta Barat
dengan Metode
(SRPMK) (Pratama,
Dimas Aga)
Gedung
Mitshubishi
Cars
Showroom
Jakarta
Barat
1. Aturan pembebanan dan
gempa yang dipakai yaitu
SNI 03-1727-1989 dan
SNI 03-1726-2012
2. Metode SRPMK
4. 2018 Redesain Struktur
Gedung Hotel Citihub
Magelang (Mistavhirul,
Andryan dkk)
Gedung
Hotel
Citihub
Magelang
1. Aturan pembebanan dan
gempa yang dipakai yaitu
SNI 1727:2013 dan SNI
03-1726-2012
2. Metode SRPMK
2. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 6
II.2. Pemodelan Struktur
Analisis pemodelan struktur gedung pada perencanaan ini menggunakan
program ETABS dengan tujuan untuk mempermudah perhitungan struktur
bangunan gedung. Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan dalam
pemodelan struktur.
1) Pembebanan
Berikut merupakan jenis-jenis pembebanan yang diberikan pada saat
pemodelan struktur Gedung Jurusan Teknik Sipil POLBAN.
a. Beban Mati atau Dead Load (DL)
Beban mati adalah berat komponen dari suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
gedung tersebut.
b. Beban Mati Tambahan atau Super Dead Load (SDL)
Beban mati tambahan yaitu beban yang berasal dari elemen tambahan non
struktur dan bersifat tatap atau permanen karena beban ini melekat pada
komponen struktur.
c. Beban Hidup atau Live Load (LL)
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan suatu
gedung, yaitu beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang
dapat berpindah.
d. Beban Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.
e. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban yang bekerja pada struktur akibat pergerakan
tanah yang dapat menyebabkan struktur tersebut bergetar dan bergeser.
2) Kuat Rencana
Kuat rencana komponen/elemen struktur, pelat, balok, dan kolom menurut SNI
2847:2019 pasal 21.2 diperoleh dari reduksi gaya-gaya dalam terfaktor yang
disesuaikan dengan sifat beban. Berikut adalah faktor reduksi (Γ) yang digunakan.
3. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 7
a. Momen, gaya aksial, atau kombinasi momen dan gaya aksial = 0,65 β 0,90
b. Geser dan torsi = 0,75
c. Tumpuan pada beton = 0,65
d. Tulangan spiral dan lainnya
Gambar II. 1 Diagram Nilai Faktor Reduksi (Γ)
(SNI 2847:2019)
II.3.Tinjauan Perencanaan Struktur Tahan Gempa
Peraturan gempa yang dipakai dalam perencanaan ulang struktur Gedung
Jurusan Teknik Sipil POLBAN yaitu SNI 03-1726-2012 tentang Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
II.3.1. Klasifikasi Situs
Pengklasifikasian suatu situs diperlukan dalam menentukan kriteria desain
seismik bangunan di permukaan tanah. Profil tanah harus di klasifikasikan
berdasarkan Tabel II.2. Penetapan kelas situs harus melalui penyelidikan
tanah di lapangan dan di laboratorium dengan cara mengukur secara mandiri
sebanyak dua dari tiga parameter tanah yang tercantum pada Tabel II.2.
Tabel II. 2 Klasifikasi Situs (Tabel 3 SNI 03-1726-2012)
Kelas Situs ππ
Μ Μ Μ (m/detik) π΅
Μ atau π΅
Μ ch π
Μ u (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A
SC (tanah keras,
sangat padat dan
batuan lunak)
350 sampai 750 >50 β₯100
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) <175 <15 (50
4. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 8
SF (tanah khusus,
yang membutuhkan
investigasi
geoteknik spesifik
dan analisis respon
spesifik situs)
Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
lebih dari karakteristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
gempa seperti mudah likuifasi, lempung sangat sensitif,
tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H
> 3 m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5
m dengan Indeks Plastisitas PI > 75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan
H > 35 m dengan π Μ u < 50 kPa
Catatan: N/A = tidak dapat dipakai
II.3.2. Kurva Spektrum Respon Desain
Dengan memasukan data jenis tanah serta koordinat bujur dan lintang
lokasi gedung yang ditinjau pada website desain spektra indonesia
(puskim.pu.go.id) akan didapat nilai parameter gempa yang dalam SNI 03-
1726-2012 dilakukan secara manual dengan langkah langkah sebagai berikut.
a. Parameter Respon Percepatan Gempa Terpetakan (Ss, S1)
Dalam SNI 03-1726-2012 parameter respon percepatan gempa terpetakan
dapat ditentukan dalam peta gerak tanah seismik pada Gambar II.2 dan
Gambar II.3 berikut.
Gambar II. 2 Lokasi Wilayah Bandung pada Peta Respon Spektral Percepatan Gempa
Terpetakan untuk Perioda Pendek (Ss) (puskim.pu.go.id)
Bandung
5. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 9
Gambar II. 3 Lokasi Wilayah Bandung pada Peta Respon Spektral Percepatan Gempa
Terpetakan untuk Perioda 1,0 detik (S1) (puskim.pu.go.id)
Pada website desain spektra indonesia didapat nilai parameter respon
spektral percepatan gempa terpetakan untuk periode pendek (Ss) yaitu
sebesar 1,491 g sedangkan untuk perioda 1,0 detik (S1) yaitu 0,517 g.
b. Faktor Koefisien Situs (Fa, Fv)
Dalam SNI 03-1726-2012 nilai faktor koefisien situs Fa dapat ditentukan
dari nilai Ss dan kelas situs, sedangkan untuk nilai faktor koefisien situs untuk
perioda panjang (pada perioda 1,0 detik) Fv ditentukan dari nilai S1 dan kelas
situs. Nilai koefisien situs Fa dan Fv dapat dilihat pada Tabel II.3 dan Tabel
II.4 berikut. Dari tabel tersebut, didapat nilai faktor koefisien situs Fa untuk
tanah keras yaitu sebesar 1,0 dan nilai nilai faktor koefisien situs untuk
perioda panjang (pada perioda 1,0 detik) Fv sebesar 1,3.
Tabel II. 3 Koefisien Situs Fa (Tabel 4 SNI 03-1726-2012)
Kelas
Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
terpetakan pada perioda pendek, T=0,2 detik Ss
Ss β€ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss β₯ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SS
Bandung
6. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 10
Tabel II. 4 Koefisien Situs Fv (Tabel 5 SNI 03-1726-2012)
Kelas
Situs
Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER)
terpetakan pada perioda 1 detik detik, S1
S1 β€ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 β₯ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SS
Catatan:
a) Untuk nilai-nilai antara Ss dan S1 dapat dilakukan interpolasi linier
b) SS = Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis
respons situs-spesifik
c. Parameter Spektrum Respon Percepatan (SMS, SM1)
Perhitungan untuk spektrum respon percepatan gempa maksimum perioda
pendek (SMS) dan perioda 1,0 detik (SM1) dapat dilihat pada persamaan II-1
dan I-2 berikut.
SMS = Fa Ss (II-1)
SM1 = Fv S1 (II-2)
Keterangan:
SMS = Parameter percepatan respons spektral pada perioda pendek yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs
SM1 = Parameter percepatan respons spektral pada perioda 1,0 detik yang
sudah disesuaikan terhadap pengaruh kelas situs
Fa = Koefisien situs untuk perioda pendek
Fv = Koefisien situs untuk perioda panjang (pada perioda 1,0 detik)
Ss = Parameter percepatan respons spektral dari peta gempa pada
perioda pendek
S1 = Parameter percepatan respons spektral dari peta gempa pada
perioda 1,0 detik
Dari website desain spektra indonesia, didapat nilai SMS sebesar 1,491 g
dan nilai SM1 sebesar 0,672 g.
7. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 11
d. Parameter Percepatan Spektrum Desain (SDS, SD1)
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan
perioda 1 detik, SD1 dapat dilihat pada persamaan II-3 dan II-4 berikut.
SDS =
2
3
SMS (II-3)
SD1 =
2
3
SM1 (II-4)
Dari website desain spektra indonesia, didapat nilai SDS sebesar 0,994 g
dan nilai SD1 yaitu 0,448 g.
e. Grafik Spektrum Respon Desain
Grafik spektrum respon desain menjelaskan tentang hubungan percepatan
respon spektra (Sa) dan perioda getar struktur (T). Kurva spektrum respon
desain dapat dilihat pada Gambar II.4 berikut.
Gambar II. 4 Spektrum Respon Desain ( Gambar 1 SNI 03-1726-2012)
II.3.3. Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Bangunan
Pada Tabel 1 SNI 03-1726-2012 dijelaskan mengenai kategori risiko
bangunan gedung dan faktor keutamaan Ie yang dapat dilihat pada Tabel II.5
dan Tabel II.6. Gedung Jurusan Teknik Sipil POLBAN berfungsi sebagai
gedung sekolah dengan kategori resiko IV dan nilai faktor keutamaannya Ie
yaitu sebesar 1,50.
8. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 12
Tabel II. 5 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non gedung untuk Bangunan Gempa
(Tabel 1 SNI 03-1726-2012)
Jenis Pemanfaatan
Kategori
Risiko
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi keadaan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan
tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau
struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam
kebakaran) yang disyaratkan untuk beroprasi pada saat keadaan
darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori risiko IV.
IV
Tabel II. 6 Faktor Keutamaan Gempa (Tabel 2 SNI 03-1726-2012)
Kategori Risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
II.3.4. Kombinasi dan Pengaruh Beban Gempa
Pada perencanaan struktur bangunan tahan gempa, semua elemen struktur,
termasuk yang bukan bagian sistem penahan gaya gempa didesain
menggunakan pengaruh beban gempa. Perhitungan beban pada perencanaan
ini, didasarkan pada SNI 03-1726-2012 pasal 4.2.2 mengenai kombinasi
pembebanan berikut.
1. 1,4D
9. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 13
2. 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
3. 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
Pengaruh beban (E) gempa pada pasal 7.4.2 SNI 03-1726-2012 ditentukan
dengan persamaan II-5 dan II-6 sebagai berikut.
1. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 5
E = Eh + Ev (II-5)
2. Untuk penggunaan dalam kombinasi beban 7
E = Eh β Ev (II-6)
Dengan Eh dan Ev dihitungan menggunakan persamaan II-7 dan II-8 sebagai
berikut.
Eh = Ο QE (II-7)
Ev = 0,2 SDS D (II-8)
Keterangan:
D = Beban mati
L = Beban hidup
Lr = Beban atap
W = Beban angin
R = Beban air hujan
E = Beban gempa
Eh = Beban gempa horizontal
Ev = Beban gempa vertikal
Ο = Faktor redundansi
QE = Pengaruh gaya gempa horisontal dari V dan Fp
SDS = Parameter percepatan respon spektral pada perioda pendek
II.3.5. Kategori Desain Seismik (KDS)
Menurut SNI 03-1726-2012 kategori desain seismik atau KDS dapat
ditentukan dari nilai SDS dan SD1. Sebelumnya telah dihitung dan didapatkan
10. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 14
nilai SDS yaitu sebesar 0,994 g dan nilai SD1 yaitu 0,448 g. Dengan nilai SDS
danSD1 yang didapat, gedung yang ditinjau masuk kedalam kategori resiko D,
perhatikan Tabel II.7 dan Tabel II. 8 berikut.
Tabel II. 7 Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan Spektral
pada Perioda Pendek (Tabel 6 SNI 03-1726-2012)
Nilai SSD
Kategori resiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 β€ SDS β€ 0,33 B C
0,33 β€ SDS β€ 0,50 C D
0,50 β€ SDS D D
Tabel II. 8 Kategori Desain Seismik berdasarkan Parameter Respons Percepatan Spektral
pada Perioda 1,0 detik (Tabel 7 SNI 03-1726-2012)
Nilai SD1
Kategori resiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,067 β€ SD1 β€ 0,133 B C
0,133 β€ SD1 β€ 0,20 C D
0,20 β€ SD1 D D
II.3.6. Sistem Struktur Penahan Beban Gempa
Perencanaan ulang ini menggunakan beton bertulang dan sistem struktur
yang digunakan yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
yang dapat dilihat pada Tabel II.9. Pemilihan sistem ini didasarkan pada
besarnya tingkat kegempaan pada lokasi yang ditinjau.
Tabel II. 9 Faktor R, CD dan β¦0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa (Tabel 9 SNI 03-
1726-2012)
Sistem penahan-gaya
seismik
R8 β¦0 Cd
Batasan sistem struktur dan
batasan tinggi struktur, hn (m)
Kategori desain seismik
B C D E F
Sistem Rangka Pemikul
Momen
1. Rangka baja pemikul
momen kusus
8 3
5
Β½
TB TB TB TB TB
2. Rangka batang baja
pemikul momen khusus
7 3
5
Β½
TB TB 48 30 TI
11. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 15
Tabel II. 9 Faktor R, CD dan β¦0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa (lanjutan)
(Tabel 9 SNI 03-1726-2012)
Sistem penahan-gaya
seismik
R8 β¦0 Cd
Batasan sistem struktur dan
batasan tinggi struktur, hn (m)
Kategori desain seismik
B C D E F
3. Rangka baja pemikul
momen biasa
3 Β½ 3 3 TB TB TI TI TI
4. Rangka beton bertulang
pemikul momen khusus
8 3 5 Β½ TB TB TB TB TB
5. Rangka beton bertulang
pemikul momen
menengah
5 3 4 Β½ TB TB TI TI TI
6. Rangka beton bertulang
pemikul momen biasa
3 3 2 Β½ TB TI TI TI TI
7. Rangka baja dan beton
komposit pemikul
momen menengah
5 3 4 Β½ TB TB TI TI TI
8. Rangka baja dan beton
komposit terkekang
pasrsial pemikul
momen
6 3 5 Β½ 48 48 30 TI TI
9. Rangka baja dan beton
komposit pemikul
momen biasa
3 3 2 Β½ TB TI TI TI TI
10. Rangka baja canai
dingin pemikul momen
khusus dengan
pembautan
3 Β½ 3 3 Β½ 10 10 10 10 10
Catatan: TB = Tidak dibatasi; TI = Tidak diizinkan
II.3.7. Prosedur Perhitungan Gaya Lateral Ekivalen
1) Perioda Getar Struktur
Perioda fundamental struktur (T) dalam arah yang ditinjau harus
diperoleh menggunakan proses analisi yang teruji. Perioda getar
struktur (Tdesain) yang didapat dari hasil pemodelan struktur gedung
tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda
yang dihitung (Tmax) pada Tabel II. 10 dan batas bawah atau perioda
fundamental pendekatan (Ta). Perioda fundamental pendekatan (Ta),
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
12. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 16
Ta = Ct hn
x
(II-9)
Dengan hn merupakan ketinggian struktur di atas dasar sampai tingkat
tertinggi struktur (m). Nilai Ct dan x ditentukan berdasarkan Tabel
II.10 berikut.
Tabel II. 10 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct dan x
(Tabel 15 SNI 03-1726-2012)
Tipe Struktur Ct x
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka
pemikul momen 100 persen gaya gempa yang
disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan
dengan komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya
gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap
tekuk
0,0731 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
Dengan nilai SD1 sebesar 0,448, maka nilai koefisien Cu yaitu 1,4.
Tipe struktur yang direncanakan yaitu rangka beton pemikul momen
sehingga nilai koefisien Ct yaitu 0,0466 dan x sebesar 0,9. Nilai Tmax
dihitung dengan persamaan berikut.
Tmax = CuTa (II-10)
Dengan Cu ditentukan berdasarkan Tabel II.11 berikut.
Tabel II. 11 Koefisien untuk Batas Atas pada Perioda yang dihitung
(Tabel 14 SNI 03-1726-2012)
Parameter percepatan respons spektral
desain pada 1 detik, SD1
Koefisien Cu
β₯ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
β€ 0,1 1,7
13. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 17
Dari penjelasan diatas terdapat beberapa syarat yaitu sebagai
berikut.
Jika Tdesain < Ta maka diambil Ta
Jika Ta < Tdesain <Tmax , maka diambil Tdesain
Jika Tdesain > Tmaks, maka ambil Tmaks
2) Berat Total Bangunan
Berat total bangunan didapat dari hasil pemodelan struktur
menggunakan program ETABS yang menyertakan seluruh beban mati
dan beban-beban lainnya.
3) Geser Dasar Seismik
Dalam SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.1 gaya geser seismik (V) dapat
dihitung dengan persamaan berikut.
V = Cs W (II-11)
Keterangan:
Cs = Koefisien respons seismik
W = Berat total bangunan (kN)
4) Perhitungan Koefisien Respon Seismik
Dalam SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.1.1 koefisien respon seismik
(Cs) dapat dihitung dengan persamaan berikut.
πΆπ =
ππ·π
(
π
πΌπ
)
(II-12)
Nilai Cs pada persamaan II-12 tidak lebih dari,
Cs =
ππ·1
π(
π
πΌπ
)
(II-13)
Nilai Cs harus tidak kurang dari,
Cs = 0,044 SDS Ie β₯ 0,01 (II-14)
Untuk struktur yang berlokasi di daerah dimana S1 sama dengan
atau lebih besar dari 0,6 g, maka Cs harus tidak kurang dari,
14. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 18
πΆπ =
0,5π1
(
π
πΌπ
)
(II-15)
Keterangan:
SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang
perioda pendek
SD1 = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda
sebesar 1,0 detik
S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
T = Perioda fundamental struktur (detik)
5) Gaya Gempa Lateral
Langkah selanjutnya yaitu menghitung gaya gempa lateral (Fx),
yang dijelaskan dalam SNI 03-1726-2012 pasal 7.8.3 berikut.
Fx =Cvx V =
π€π₯ βπ₯
π
β π€πβπ
π
π
π=1
Γ π (II-16)
Keterangan:
Cvx = Faktor distribusi vertikal
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)
wi dan wx = Berat total struktur (W) yang ditempatkan atau dikenakan
pada tingkat i dan x
k = Eksponen yang terkait dengan dengan perioda struktur
berikut:
Struktur yang mempunyai perioda 0,5 atau kurang, k = 1
Struktur yang mempunyai perioda 2,5 detik atau lebih, k = 2
Struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k
harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi
linier antara 1 dan 2.
15. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 19
II.4.Tinjauan Perencanaan Struktur Beton Bertulang
Dalam tinjauan analisis sistem struktur terdapat dua kategori sistem yaitu
Struktur Kerangka (Portal) dan Struktur Kontinum. Elemen sistem struktur portal
dalam sistem kontruksi balok bertulang terdiri dari elemen balok, kolom atau
dinding geser. Hubungan elemen pembentuk sistem portal ini biasanya
kaku/monolit, serta ukuran penampang elemen (lebar atau tinggi) dibandingkan
dengan bentang elemen kecil. Sistem struktur yang tidak bisa dibedakan unsur
elemennya, seperti pelat, cangkang, atau tangki dinamakan sistem struktur
kontinum. (Nasution, A 2009)
Komponen struktur yang direncanakan yaitu elemen struktur atas yang terdiri
dari pelat lantai, balok dan kolom. Peraturan yang dipakai dalam perencanan yaitu
SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
II.4.1. Komponen Struktur Pelat
Pelat merupakan komponen struktur yang menerima beban mati dan beban
hidup. Pelat dibedakan menjadi 2 yaitu pelat satu arah dan pelat dua arah.
1) Pelat Satu Arah
Pelat dapat dinyatakan pelat satu arah apabila rasio perbandingan bentang
panjang dan bentang pendek suatu pelat lebih dari dua. Berikut adalah tabel
untuk tebal minimum pelat satu arah.
Tabel II. 12 Tebal Minimum Pelat Satu Arah
(Tabel 7.3.1.1 SNI 2847:2019)
Tebal minimum, h
Komponen struktur Tertumpu
sederhana
Satu ujung
menerus
Kedua ujung
menerus
Kantilever
Komponen struktur tidak menumpu atau tidak
dihubungkan dengan partisi atau konstruksi lainnya yang
mungkin rusak oleh lendutan yang besar.
Pelat masif satu-arah l/20 l/24 l/28 l/10
Catatan:
Panjang bentang dalam mm.
Nilai yang diberikan harus digunakan langsung oleh komponen struktur dengan
beton normal dan tulangan mutu 420 MPa. Untuk kondisi lain, nilai diatas harus
dimodifikasikan sebagai berikut:
a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis, wc, antara 1440-1840 kg/m3
,
nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65-0,0003wc) tetapi tidak kurang dari
1,09.
b) Untuk fy selain 420 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700)
16. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 20
2) Syarat Tulangan Susut dan Suhu
Dalam SNI 2847:2019 tabel 7.6.1.1, rasio luasan tulangan ulir susut dan
suhu terhadap luas bruto penampang beton harus memenuhi batasan sebagai
berikut.
a) Pelat yang menggunakan batang tulangan dengan mutu < 420 MPa,
memiliki rasio tulangan minimum sebesar 0,0020Ag.
b) Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau tulangan kawat las
dengn mutu β₯ 420 MPa, harus diambil nilai terbesar antara 0,0014Ag dan
0,0018 π₯ 420
π
π¦
π΄π
3) Pelat Dua Arah
Pelat dua arah mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek
yang tidak lebih dari dua. Pada SNI 2847:2019 pasal 8.3.1.1 dijelaskan
mengenai syarat dalam menentukan tebal pelat dua arah.
Dalam menentukan tebal minimum pelat dua arah, maka harus diketahui
nilai rasio kekakuan lentur penampang balok terhadap kekakuan lentur lebar
pelat (πΌf) dengan menggunakan persamaan berikut.
πΌf =
πΈπππΌπ
πΈππ πΌπ
(II-17)
Keterangan:
πΈππ = Modulus elastisitas beton balok (MPa)
Ecs = Modulus elastisitas beton pelat (MPa)
Ib = Momen inersia penampang balok terhadap sumbu pusat (mm4
)
Is = Momen inersia penampang pelat terhadap sumbu pusat (mm4
)
Setelah diketahui nilai πΌf maka selanjutnya yaitu menentukan tebal pelat
dua arah yang harus memenuhi ketentuan berikut:
a) Untuk πΌfm β€ 2, dapat menggunakan Tabel II. 13 berikut.
17. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 21
Tabel II. 13 Tebal Minimum Pelat Dua Arah
(Tabel 8.3.1.1 SNI 2847:2019)
Tegangan
leleh, fy
MPa
Tanpa penebalan Dengan Penebalan
Panel eksterior
Panel
interior
Panel eksterior
Panel
interior
Tanpa
balok
pinggir
Dengan
balok
pinggir
Tanpa
balok
pinggir
Dengan
Balok
pinggir
280 In/33 In/36 In/36 In/36 In/40 In/40
420 In/30 In/33 In/33 In/33 In/36 In/36
520 In/28 In/31 In/31 In/31 In/34 In/34
Untuk konstruksi dua arah, ln adalan panjang bentang bersih dalam arah panjang,
diukur dari muka ke muka tumpuan.
Untuk fy antara nilai yang diberikan dalam tabel, tebal minimum harus ditentukan
dengan interpolasi linier.
Pelat dengan balok di antara kolom-kolomnya di sepanjang tepi eksterior. Nilai πΌf
untuk balok tepi tidak boleh kurang dari 0,8.
Untuk pelat tanpa balok interior yang membentang diantara tumpuan,
tebal minimumnya harus memenuhi ketentuan pada Tabel II. 13 dan
tidak boleh kurang dari nilai berikut:
i. Tebal minimum pelat tanpa panel drop yaitu 125 mm
ii. Tebal minimum pelat dengan panel drop yaitu 100 mm
Panel drop (drop panel) merupakan proyeksi dibawah pelat yang
digunakan untuk mengurangi jumlah tulangan negatif sepanjang kolom
atau tebal pelat perlu minimum, dan untuk meningkatkan kekuatan geser
pelat.
b) Untuk 0,2 β€ πΌfm β€ 2, tebal pelat tidak boleh kurang dari
h =
ππ(0,8+
ππ¦
1400
)
36+5 π½ (πΌππβ0,2)
(II-18)
dan tidak boleh kurang dari 125 mm.
c) Untuk πΌfm > 2, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari
h =
ππ(0,8+
ππ¦
1400
)
36+9 π½
(II-20)
dan tidak boleh kurang dari 90 mm.
18. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 22
4) Prosedur Analisis Struktur Pelat
Prosedur analisis struktur pelat pada umumnya yaitu sebagai berikut.
(Nasution, A 2009)
a) Menetapkan modul pelat dengan ukuran dan sifat-sifat tumpuan pelat
yang sesuai menurut kekakuan balok jika pelat dibatasi oleh balok.
b) Mengkaji beban maksimum yang mungkin diterima oleh pelat. Beban
maksimum termasuk berat sendiri dan beban hidup.
c) Menganalisis struktur untuk mendapatkan gaya dalam elemen terhadap
beban yang bekerja. Bagi unsur elemen struktur, beban yang digunakan
adalah beban terfaktor qu = 1,2 qDL + 1,6 qLL.
d) Menghitung kebutuhan tulangan pelat beton bertulang dari gaya-gaya
dalam yang diperoleh. Pada perhitungan gaya dalam momen lentur
menggunakan tabel yang terdapat pada PBI 1971, hasil perhitungan
adalah gaya dalam maksimum berupa momen lentur lapangan dan
momen lentur tumpuan.
e) Dalam desain penampang pelat untuk beton bertulang, momen lapangan
disebut momen positif dengan pengertian momen yang menyebabkan
serat paling atas penempang tertekan dan serat paling bawah tertarik.
Momen negatif adalah momen tumpuan hasil perhitungan, dengan
momen yang menyebabkan serat paling atas tertarik dan serat paling
bawah tertekan.
II.4.2. Komponen Struktur Balok sebagai Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus
Ketentuan mengenai komponen struktur lentur SRPMK ini diatur dalam
SNI 2847:2019 pasal 18.6.1 sampai pasal 18.6.5.
a) Persyaratan dimensi
1) Bentang bersih (ln) minimal empat kali tinggi efektifnya (d)
3) Perbandingan lebar komponen struktur (bw) terhadap tingginya (h) lebih
besar dari 0,3.
2) Lebar komponen struktur (bw), lebih besar dari 250 mm.
19. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 23
3) Lebar komponen struktur balok (bw), yang melampaui lebar kolom
penumpu, tidak melebihi nilai c2 dan 0,75c1 kali dimensi keseluruhan
komponen struktur penumpu.
Gambar II. 5 Lebar Efektif Maksimum Balok
(Gambar R18.6.2 SNI 2847:2019)
b) Persyaratan tulangan longitudinal
1) Pada SNI 2847:2019 pasal 9.6.1.2 setiap komponen struktur lentur untuk
tulangan atas maupun bawah, As yang tersedia harus lebih besar dari
persamaan berikut.
As, min =
0,25βπβ²π
ππ¦
ππ€π (II-21)
dan
As, min =
1,4ππ€π
ππ¦
(II-22)
Keterangan
As = Luas tulangan tarik longitudinal non-prategang (mm2
)
As, min = Luas minimum tulangan lentur (mm2
)
bw = Lebar komponen struktur lentur (mm)
d = Tinggi efektif penampang komponen struktur lentur (mm)
2) Balok harus memiliki setidaknya dua batang tulangan menerus pada sisi
atas dan bawah penampang.
3) Rasio tulangan (Ο) harus kurang dari 0,025 dan 0,75 Οb
20. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 24
4) Kuat momen positif komponen struktur pada muka joint harus lebih
besar dari setengah kuat momen negatif pada muka joint tersebut. Kuat
momen positif atau negatif harus lebih besar dari seperempat kuat
momen maksimum pada salah satu muka kedua joint.
5) Sambungan lewatan tulangan lentur harus diberi tulangan sengkang atau
spiral di sepanjang sambungan.
6) Spasi tulangan transversal atau sengkang yang mengikat daerah
sambungan lewatan harus kurang dari d/4 atau 100 mm.
7) Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada:
a) Dalam joint atau hubungan balok-kolom
b) Dalam jarak dua kali tinggi balok dari muka kolom.
c) Dalam jarak dua kali tinggi balok dari penampang kritis yang
menunjukan kemungkinan terjadinya leleh lentur akibat deformasi
lateral yang melampaui perilaku elastik.
c) Persyaratan tulangan transversal
1) Sengkang harus dipasang pada daerah komponen struktur rangka
berikut:
a) Pada daerah yang sama dengan dua kali tinggi komponen struktur
diukur dari muka tumpuan ke arah tengah bentang.
b) Pada sepanjang daerah yang sama dengan dua kali tinggi balok pada
kedua sisi dari suatu penampang dimana kemungkinan leleh lentur
dapat terjadi sehubungan dengan terjadinya deformasi inelastik
struktur rangka.
c) Sengkang pertama harus dipasang maksimal 50 mm dari muka
tumpuan.
2) Jarak maksimum antara sengkang tidak boleh melebihi ketentuan
berikut.
a) d/4
b) Enam kali diameter terkecil tulangan lentur utama
c) 150 mm
21. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 25
3) Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang
dengan kait gempa pada kedua ujungnya harus dipasang dengan jarak
maksimum d/2 di sepanjang bentang balok.
4) Sengkang tertutup dalam komponen struktur lentur boleh terdiri dari
dua unit tulangan yaitu sengkang dengan kait gempa dan kedua ujung
dan pengikat silang sebagai penutup.
Gambar II. 6 Gambar Sengkang Tertututp yang dipasang
Bertumpuk (SNI 2847:2019)
d) Persyaratan kekuatan geser
1) Gaya geser desain (Ve) dapat dihitung dengan persamaan dibawah.
Ve =
πππ1+ πππ2
ππ
Β±
ππ’ ππ
2
(II-23)
Keterangan:
Ve = Gaya geser terfaktor balok akibat gempa (kN)
Mpr1 = Kemungkinan momen di perletakan 1 akibat goyangan ke kiri
atau ke kanan
Mpr2 = Kemungkinan momen di perletakan 2 akibat goyangan ke kiri
atau ke kanan
ln = Panjang bentang bersih (mm)
Wu = Beban terfaktor (kN)
22. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 26
2) Momen-momen ujung Mpr didasarkan pada tegangan tarik 1,25fy dimana
fy adalah tegangan leleh baja tulangan yang disyaratkan. Kedua momen
ujung harus ditinjau dalam kedua arah, baik searah jarum jam maupun
berlawanan jarum jam.
3) Tulangan transversal harus dirancang untuk memikul geser dengan
menganggap Vc = 0 bila:
a) Gaya geser akibat gempa mewakili setengah daripada kuat geser
perlu maksimum dalam bentang tersebut.
b) Gaya aksial tekan terfaktor, (Pu) termasuk akibat gempa lebih kecil
dari Ag fβc/20.
Gambar II. 7 Geser Desain untuk Balok SRPMK
(Gambar R18.6.5 SNI 2847:2019)
II.4.3. Komponen Struktur Kolom sebagai Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus
Persyaratan dalam SNI 2847:2019 pasal 18.7.1 sampai pasal 18.7.6
berlaku untuk komponen struktur SRPMK yang merupakan bagian sistem
pemikul gaya gempa dan utamanya di desain untuk menahan gaya lentur,
geser dan aksial. Komponen struktur tersebut juga harus memenuhi syarat-
syarat berikut.
a) Persyaratan dimensi
1) Ukuran atau dimensi penampang terkecil, harus lebih besar dari 300
mm.
2) Perbandingan dimensi penampang tidak boleh kurang dari 0,4.
23. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 27
b) Persyaratan kekuatan lentur minimum kolom
Gambar II. 8 Geser desain untuk kolom SRPMK
(Gambar R18.6.5 SNI 2847:2019)
β πππ β₯ (1,2) β πππ (II-24)
Keterangan:
Mnc = Jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang yang merangka
ke dalam joint, yang dihitung untuk gaya aksial terfaktor,
konsistensi dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang
menghasilkan kuat lentur terendah (Nmm)
Mnb = Jumlah kekuatan lentur nomimal balok yang merangka ke
dalam joint yang dievaluasi di muka joint (Nmm)
c) Persyaratan tulangan longitudinal
1) Luas tulangan longitudinal Ast harus lebih besar dari 0,01Ag dan
kurang dari 0,6Ag
2) Bila harus ada sambungan, sambungan lewatan hanya diperbolehkan
dipasang di lokasi setengah tinggi kolom, direncanakan sebagai
sambungan lewatan tarik, dan harus diikat dengan sengkang spiral
atau sengkang tertutup yang direncanakan sesuai dengan ketentuan
tulangan transversal.
d) Persyaratan tulangan transversal
1) Tulangan transversal harus di pasang sepanjang lo di setiap muka
hubungan balok-kolom dan juga sepanjang lo pada kedua sisi dari
setiap penampang yang berpotensi mengalami leleh lentur akibat
24. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 28
deformasi lateral inelastis struktur rangka. Panjang lo yang ditentukan
tidak boleh kurang dari:
a) Tinggi kolom pada hubungan balok-kolom atau pada penampang
yang berpotensi mengalami leleh lentur.
b) Seperenam (1/6) bentang bersih komponen struktur
c) 450 mm
2) Jarak atau spasi tulangan transversal harus kurang dari ketentuan
berikut.
a) Satu per empat (ΒΌ) dimensi terkecil komponen struktur
b) Enam kali diameter tulangan longitudinal
c) so berdasarkan persamaan berikut.
so =100 +
350β βπ₯
3
(II-25)
Dengan 100 mm β€ so β€ 150 mm
3) Bila tebal selimut beton diluar tulangan transversal pengekang
melebihi 100 mm, tulangan transversal tambahan perlu dipasang
dengan spasi tidak melebihi 300 mm.
Tabel II. 14 Tulangan Transversal untuk Kolom SRPMK
(Tabel 18.7.5.4 SNI 2847:2019)
Keterangan:
Οs = Rasio volume tulangan spiral terhadap volume total inti yang
di kekang oleh spiral.
25. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 29
πβ²π = Kuat tekan beton (MPa)
ππ¦π‘ = Kuat leleh tulangan transversal (MPa)
kn = Faktor keefektifan pengekangan
kf = Faktor kekuatan beton
Ash = Luas penampang total tulangan transversal (mm2
)
π΄π = Luas bruto penampang beton (mm2
)
π΄πβ = Luas penampang komponen struktur yang yang diukur sampai tepi
luar tulangan transversal (mm2
)
π = jarak tulangan transversal (mm)
bc = Dimensi penampang inti kolom yang diukur dari sumbu-ke-sumbu
tulangan pengekang (mm)
e) Persyaratan kekuatan geser
Gaya geser desain Ve ditentukan dari peninjauan terhadap gaya-gaya
maksimum yang dapat terjadi pada muka hubungan balok-kolom (joint) pada
setiap ujung kolom. Gaya-gaya hubungan balok-kolom (joint) tersebut
ditentukan menggunakan kuat momen maksimum yang mungkin terjadi, Mpr
di setiap ujung kolom yang berhubungan dengan rentang beban-beban aksial
terfaktor Pu yang bekerja pada kolom. Gaya geser desain tersebut tidak perlu
melebihi gaya geser desain yang ditentukan dari kuat joint berdasarkan kuat
momen maksimum yang mungkin terjadi, Mpr, dari balok yang merangka ke
joint. Gaya geser desain, Ve, tidak kurang dari gaya geser terfaktor hasil
perhitungan analisis struktur.
Tulangan transversal sepanjang lo harus direncanakan untuk memikul
geser dengan menganggap Vc = 0 bila gaya geser akibat gempa mewakili 50%
kuat geser perlu maksimum di sepanjang lo dan gaya aksial terfaktor Pu
termasuk akibat pengaruh gempa harus kurang dari Ag fβc / 20.
II.4.4. Joint Rangka Momen Khusus
Pada SNI 2847:2019 pasal 18.8.1 sampai dengan pasal 18.8 5 menjelaskan
tentang persyaratan yang berlaku untuk hubungan balok-kolom rangka
26. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 30
momen khusus yang membentuk sistem penahan gaya gempa. Berikut
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi.
a) Persyaratan tulangan
1) Gaya pada tulangan balok longitudinal di muka hubungan balok-kolom
harus di tentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan
tarik lentur adalah 1,25fβc.
2) Tulangan longitudial balok yang dihentikan dalam suatu kolom harus
diteruskan hingga mencapai sisi terjauh dari inti kolom terkekang dan
diangkur dalam kondisi tarik maupun tekan.
3) Bila tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati hubungan
balok-kolom, dimensi kolom yang sejajar terhadap tulangan
longitudinal balok tidak boleh kurang dari 20 kali diameter tulangan
longitudinal terbesar balok untuk beton dengan berat normal. Untuk
beton ringan, dimensinya tidak boleh kurang dari 26 kali diameter
tulangan longitudinal terbesar balok.
4) Bila lebar balok setidaknya sebesar ΒΎ lebar kolom dan merangka pada
keempat sisinya, maka jumlah tulangan transversal yang dipasang dapat
direduksi dengan setengah jumlah yang ditentukan dan jarak tulangan
transversal dapat diperbesar sampai 150 mm. Tulangan transversal
dipasang dalam tinggi keseluruhan h balok terendah.
b) Persyaratan kekuatan geser
Dalam SNI 2847:2019 pasal 18.8.4.1 kekuatan geser nominal Vn tidak
boleh diambil lebih besar daripada ketentuan berikut
a) Untuk hubungan balok-kolom yang terkekang pada keempat sisinya
1,7 π βπβ²π Aj (II-26)
b) Untuh hubungan balok kolom yang terkekang pada ketiga sisinya atau
dua sisi yang berlawanan
1,2 π βπβ²π Aj (II-27)
c) Untuk hubungan lainnya
1,0 π βπβ²π Aj (II-28)
27. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 31
Nilai π diambil 0,75 untuk beton ringan dan 1,0 untuk beton normal.
Aj adalah luas penampang efektif dalam suatu joint yang dihitung dari
tinggi joint kali lebar joint efektif. Tinggi joint merupakan tinggi
keseluruhan kolom h lebar joint efektif merupakan lebar keseluruhan
kolom. Bila balok merangka kedalam kolom yang lebih besar lebar, lebar
joint efektif tidak boleh melebihi ketentuan berikut.
i. Lebar balok ditambah tinggi joint
ii. Dua kali jarak tegak lurus dari sumbu longitudinal balok ke sisi
kolom.
Gambar II. 9 Hubungan Balok-Kolom (Joint)
(Gambar R18.8.4 SNI 2847:2019)
c) Panjang penyaluran batang tulangan tarik
1) Untuk ukuran tulangan Γ10 sampai D36, panjang penyaluran, ldh, untuk
tulangan tarik dengan kait standar dalam beton normal tidak boleh kurang
dari 8db, 150 mm, dan panjang yang disyaratkan pleh persamaan berikut.
ldh =
ππ¦ ππ
5,4 π βπβ²π
(II-29)
Dengan db merupakan diameter nominal tulangan yang dinyatakan dalam
milimeter (mm). Nilai π diambil 0,75 untuk beton ringan dan 1,0 untuk
beton normal.
28. D3 TEKNIK KONSTRUKSI GEDUNG POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Muhammad Iqbal Rizaldy, Salwa Agita, Perencanaan Ulang Struktur . . . 32
2) Untuk ukuran batang tulangan Γ10 sampai D36, bila digunakan tulangan
lurus, panjang penyaluran, ld, tidak boleh dimbil lebih kecil dari:
a) 2,5 kali panjang yang disyaratkan oleh ketentuan dalam nomor 1 bila
ketebalan pengecoran beton dibawah tulangan kurang dari 300 mm.
b) 3,25 kali panjang yang disyaratkan oleh ketentuan dalam nomor 1 bila
ketebalan pengecoran beton di bawah tulangan melebihi 300 mm.
3) Tulangan lurus yang berhenti pada joint harus diteruskan melewati inti
terkekang dari kolom atau elemen batas. Setiap bagian dari tulangan
tanpa kait yang tertanam bukan di dalam daerah inti kolom terkekang
harus diperpanjang sebesar 1,6 kali.