SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
1
LIMFOMA MALIGNA HODGKIN
Novalia Khoemalasari
102010022
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,
Jalan Arjuna Utara no.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510
Email: nopha.khoe@gmail.com
PENDAHULUAN
“Tuan B 60 tahun datang ke poliklinik RS ukrida dengan keluhan utama benjolan pada leher
sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengaku benjolan ini tidak nyeri dan kelainan ini disertai
demam dan keringat dingin terutama pada malam hari, adanya batuk disangkal. Pasien
mengaku hanya mengkonsumsi makanan alami tanpa adanya pengawet. Di keluarga pasien
tak ada yang sakit seperti ini.”
Berdasarkan letaknya, kelenjar limfe di leher terdiri atas kelenjar preaurikuler, retroaurikuler,
submandibuler, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah, segitiga leher dorsal
dan supra-(retro) klavikular. Biasanya tumor ganas bermetastasis dahulu ke kelenjar
superfisial baru ke kelenjar dalam, kecuali tumor yang letaknya di hipofaring laring dan
tiroid. Pembesaran kelenjar getah bening dapat disebabkan oleh banyak sebab, seperti halnya
infeksi sistemik, peradangan, bakteri maupun virus. Manifestasi klinis tersebut pun berbeda-
beda dari etiologi penyakit tersebut. Virus yang biasanya menginfeksi kelenjar getah bening
dan menimbulkan manifestasi yang berbahaya ada virus EBV (Epstein-Barr Virus).
PEMBAHASAN
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari
rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung.
Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan
lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan
dokter pasien yuang profesional dan optimal.1
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting yang meliputi identitas pasien,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
2
pribadi, sosial-ekonomi-budaya. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku,
agama, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data
tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguang sistem organ tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter
atau petugas kesehatan lainnya.1
Pembesaran KGB (kelenjar getah bening) sering ditemukan menyertai infeksi virus yang
sembuh sendiri, tetapi bisa juga timbul akibat kondisi serius seperti keganasan atau TB.
Penting untuk mempertimbangkan patologi pada daerah yang dialiri oleh KGB yang
membesar.2
Riwayat penyakit sekarang
 Kelenjar getah bening mana yang diperhatikan membesar dan sudah berapa lama?
Apakah masih bertambah besar? Apakah nyeri?
 Adakah gejala penyerta (misalnya penurunan berat badan, demam, keringat
malam, pruritus, nyeri akibat alkohol, batuk, nyeri tenggorokan, dan ruam)?
(Penurunan berat badan, demam, keringat malam adalah gejala 'B' dari limfoma).
 Adakah kontak dengan demam kelenjar, TB? Infeksi lain?2
Riwayat penyakit dahulu
 Adakah riwayat penyakit serius lain? Adakah riwayat keganasan. TB, bepergian, atau
memelihara hewan?2
Obat-obatan
 Riwayat pemakaian obat jangka panjang atau alergi terhadap suatu obat?
 Pemakaian obat epilepsi seperti fenitoin?2
Tabel 1. Penyebab limfadenopati yang sering.2
Umum Lokal
Limfoma Infeksi bakteri
Demam Kelenjar Kanker
Infeksi lain (misalnya: infeksi virus lain,
bruselosis
TB
SLE
Obat-obatan
Sarkoid
3
Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler dan
inguinal. Perbesaran / kelainan organ, seperti lien dan hati yang teraba membesar. Perlu
diperhatikan pula penyakit gastrointestinal, pulmonalis, dan gigi.1,3,4,5
Inspeksi:
 Kesimetrisan, massa, dan jaringan parut pada regio servikal
 Pembesaran kelenjar ludah parotis atau submandibular.
 Nodus limfatikus regio servikal.
Palpasi: raba nodus limfatikus secara berurutan, preaurikuler, aurikular posterior, oksipital,
tonsilar, submandibular, submental, servikal superfisial, servikal posterior, servikal
profunda, supraklavikular. Perhatikan ukuran, bentuk, batas (dsikrit atau menyatu), mobilitas,
konsistensi, dan setiap nyeri tekan pada nodus limfatikus. N = shotty  kecil, mobile, diskrit,
tidak nyeri. 1,3,4,5
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin (DPL dan GDT), uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan
bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas
penyakit dan keterlibatan oragan bersangkutan. Aspirasi sumsum tulang (BMP) pada spina
iliaca juga dapat dilakukan untuk menunjang pemeriksaan dan untuk keperluan staging.
Pada pasien penyakit hodgkin, non-hodgkin, penyakit neoplastik atau kronik lainnya
mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan
penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau
meningkat di sumsum tulang. Eosinofilia, dan trombositosis, LED meningkat, hiperkalsemi
(karena osteoklas) dan hiperurikemia.3
Pemeriksaan Biopsi dan Histopatologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering
digunakan pada diagnosis pendahuluan limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan
tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma
malignum. Penggunaan BAJAH juga dapat menghindari pemeriksaan menggunakan
laparotomy.3,4
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsy aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya negatif
palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan
tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis,
maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.3,4
4
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtype histopatologi
walaupun sitologi biopsy aspirasi jelas LH ataupun LNH. Biopsi biasanya dipilih pada rantai
KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular
tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsy dilakukan dibawah anestesi
umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik local terhadap arsitektur jaringan yang
dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.3,4
Pemeriksaan PA Kelenjar limfe merupakan bagian utama system imun perifer dan menjadi
bengkak akibat spectrum luas penyakit-penyakit infeksi, keganasan, autoimun, dan penyakit
metabolic. Pembengkakan kelenjar limfe merupakan temuan klinis yang dapat menyebabkan
sejumlah tindakan diagnostik dan terapeutik.
Kelenjar limfe adalah organ limfoid perifer yang berhubungan dengan sirkulasi pembuluh
limfatik aferen dan eferen. Fibroblast adalah tipe sel dominan pada kapsul dan trabekula
kelenjar limfe. Sel retikula yang berasal dari fibroblast adalah sel oentokong yang sering
ditemukan dalam folikel dan pusat germinativum, misalnya sel B pada kelenjar limfe.
Makrofag jaringan berasal dari monosit sirkulasi berada di seluruh kelenjar yang sehat.5
Pada perbesaran kelenjar limfe, dibutuhkan biopsi untuk menegakkan diagnosis. Salah satu
diagnosis banding limfadenopati servikal adalah limfoma Hodgkin, yang ditemukan
gambaran khas yaitu sel Reed-Stenberg. Sel ini menghasilkan faktor yang menginduksi
akumulasi dari reaksi limfosit, makrofag, dan granulosit. Pada kebanyakan LH, sel neoplastik
Reed Sternberg dibentuk dari sel germinal atau pusat sel B post-germinal. Pembahasan lebih
lanjut mengenai gambaran PA limfoma Hodgkin ada di bagian diagnosis banding.6
Pemeriksaan radiologi saluran limfatik.
a. Limfografi.
Limfografi merupakan pemeriksaan yang sensitive yang mempelajari saluran limfatik
dan arsitektur internal dari KGB. Kadang-kadang dapat juga mendemonstrasikan
micrometastase pada KGB yang berukuran normal dan dapat digunakan untuk
pemeriksaan follow-up pada kelainan KGB karena kontras tetap berada di KGB
selama 6-12 bulan. Limfografi merupakan pemeriksaan yang cukup spesifik, tetapi
false-positive juga tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien usia tua, karena
adanya deposit fibrofatty pada KGB dan sering salah dinilai sebagai focal metastase.
Limfografi hanya dapat memeriksan KGB dan duktus yang menyaring dari bagian
kaki dan tangan. Oleh karena itu, pemeriksaan limfografi tidak dapat memeriksa KGB
pada daerah pelvic. Kontraidikasi pemeriksaan ini adalah alergi terhadap agen
kontras, anestesi local; penyakit jantung dan paru, terutama gagal jantung, angina,
5
fibrosis paru atau emfisema; dan riwayat radiasi paru. Limfografi dianggap sebagai
perlakuan terhadap pasien rawat jalan, tetapi observasi selama 24 jam di rumah sakit
dapat bermanfaat. Duktus limfatik pada kaki harus dilakukan kanulasi terlebih dahulu
melalui prosedur cut-down. Indikasi utama penggunaan limfografi adalah untuk untuk
mendiagnosis kelainan KGB. Penggunaan limfografi kini sudah banyak digantikan
oleh pemeriksaan imaging cross-sectional, seperti CT scan, yang dapat menilai semua
KGB pada tubuh dengan kenyamanan yang lebih tinggi bagi pasien dan operator.7
b. Limfoscintigrafi
Indikasinya termasuk investigasi dari limfoedema primer dan untuk menilai drainage
utama dari tumor (sentinel node imaging/ mapping). Karena system limfatik
merupakan satu-satunya mekanisme untuk melakukan transport makromolekul dari
jaringan, injeksi intradermal makromolekul seperti 99mTc-radiolabelled serum albumin
akan menggambarkan system drainage limfatik dan nodusnya. Tekniknya cukup
sederhana dan dapat dilakukan di hamper seluruh pusat-pusat nuclear medicine.
Teknik ini dapat digunakkan untuk mempelajari system drainage tumor pada semua
bagian tubuh. Teknik ini dapat dilakukan dengan imaging gama camera atau
menggunakan probe untuk mengidentifikasi nodus untuk pemeriksaan histology
secara langsung dengan menggunakan frozen section.7
Pemeriksaan KGB.
a. Ultrasound
Ultrasound dapat bermanfaat dalam menilai massa KGB tertentu sebagai bantuan
untuk biopsy. Staging KGB pada kepala dan leher mungkin dapat menggunakan
ultrasound dengan kombinasi dengan biopsy jarum halus (BAJAH). Ultrasound
endoscopic dapat menghasilkan imaging dengan resolusi yang tinggi untuk
mendeteksi adanya limfadenopati regional pada esophagus, pancreas dan carcinoma
rectal.7
b. CT dan MRI
Sekarang staging formal dari penyakit malignant pada pasien kebanyakan dilakukan
dengan menggunakan CT, dibantu oleh MRI dan USG. Observasi daerah inguinal
dengan CT mungkin dapat berguna untuk investigasi limfedema. CT secara umum
adalah metode pilihan utama, menghasilkan demonstrasi langsung dan dapat
diproduksi kembali dari KGB normal maupun abnormal. MRI mempunyai potensi
untuk menggantikan CT dalam penilaian penyakit KGB, tetapi dengan harga yang
lebih tinggi. Masalah mengenai dosis radiasi membuat MRI menjadi pilihan yang
6
penting untuk follow-up remisi penyakit KGB. Pembesaran KGB adalah cirri tipikal
dari adanya metastasis. Perbesaran dari KGB sugestif untuk kelainan malignant tetapi
bukan diagnostic. Hasil imaging harus selalu diinterpretasikan dengan keadaan klinik
dan ciri-ciri tumor tertentu. Sebagai contoh, sedikit perbesaran pada KGB paracaval
kanan mungkin tidak ada hubungannya dengan pasien testicular teratoma sebelah kiri,
tetapi pembesaran KGB para-aortal kiri pada pasien dengan testicular teratoma
sebelah kanan mungkin merupakan suatu metastase. Ini disebabkan cross-flow dari
system drainage limfatik pada retroperitonium lebih memungkinkan penyebaran dari
kanan ke kiri daripada kiri ke kanan.7
c. Teknik radionuklir
Imaging sentinel node dengan 99m TC-labelled human serum albumin dapat digunakan
seperti yang sudah dibahas di atas. Radiofarmaka lainnya juga dapat berkumpul pada
saluran limfaktik dan KGB. Salah satu yang terbaik adalah gallium-67, yang
merupakan suatu isotop tumour-avid yang diuptake oleh tumor dari system limfatik,
hati, dan paru. Teknik ini telah diaplikasikan pada pasien dengan linfoma. Sensitivitas
dari tes untuk menilai limfoma jaringan yang aktif tergantung dari volume tumor,
lokasi injeksi, dosis dan instrument. Imaging dengan gallium-67 sensitif terhadap
limfoma pada pasien tetapi telah dibuktikan kuran efektif dibandingkan dengan CT
dalam menentukan seberapa jauh penyakit telah berlangsung. Kurang lebih 5% dari
hasil positif dengan gallium-67 tidak benar, biasanya akibat infeksi. Sekarang ini,
peranan klinik dari gallium-67 scanning pada limfoma adalah untuk follow-up pada
pasien dengan hasil scan positif sebelumnya.7
d. PET
Merupakan teknik imaging fungsional. Kegunaan paling umum dari PET pada
pencitraan KGB adalah dengan menggunakan analog 18-FDG, (2-[F-18]fluoro-2-
deoxy-D-glucose). Ini mendeteksi peningkatan metabolism dari kelenjar yang
terdapat tumor dan oleh karena ini PET lebih spesifik dan sensitive daripada CT. PET
juga dapat digunakkan bersamaan dengan CT untuk memberikan gambaran
anatomical dan informasi metabolic secara bersamaan. PET bahkan dapat lebih
berguna dalam follow-up dari penyakit karena dapat membedakan apakah ini rekuren,
reaktif, atau hanya residual scar pada KGB yang membesar. Kekurangan dari PET
adalah tidak menggambarkan secara spesifik suatu keganasan, tetapi hanya
menggambarkan adanya peningkatan metabolism. Dan juga PET tidak dapat
7
membedakan tumor yang secara mikroskopik dapat dibedakan melalui histology.
Oleh karena itu PET digunakan sebagai teknik tambahan.7
Etiologi
Faktor penyebab limfadenopati secara umum dapat berupa infeksi, penyakit autoimun,
malignansi, histiosit, storage disease, hyperplasia jinak, dan reaksi obat.5
 Infeksi Infeksi yang dapat menyebabkan antara lain infeksi mononucleosis, Roseola
infantum (human herpes virus 6), cytomegalovirus (CMV), varicella, and adenovirus
all cause generalized lymphadenopathy. Infeksi bakteri seperti Salmonella typhi,
syphilis, plague, and tuberculosis.
 Malignansi
Limfadenopati sistemik muncul pada 2/3 kasus anak acute lymphoblastic leukemia
(ALL) dan 1/3 kasus anak acute myeloblastic leukemia (AML). Nodul pada
malignansi biasanya lebih keras dan susah digerakan, tetapi hal ini mungkin saja
salah karena nodul jinak biasa dihubungkan dengan reaksi fibrotic sehingga jadi lebih
keras.
 Storage diseases Limfadenopati timbul pada penyakit penyimpanan lipid. Pada
Niemann-Pick disease, sphingomyelin lipid lainnya terakumulasi di limpa, hati,
KGB, dan SSP. Pada penyakit Gaucher terjaid akumulasi glukoseramid di limpa,
KGB dan sumsum tulang.
 Drug reactions: Fenitoin, mefenitoin, pirimeta,im, fenilbutazon, alopurinol, dan
isoniazid.
Sementara untuk limfadenopati servikal penyebabnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi
dan noninfeksi.5,7
Penyebab Infeksi
 Kebanyakan berupa infeksi virus, seperti mononucleosis infeksiosa,
adenovirus, herpesvirus, coxsackievirus, and CMV dengan perbesaran yang
tidak hangat, dan tidak ada kemerahan.
 Infeksi bakteri juga dapat menyebabkan limfadenopati, dengan perbesaran
yang hangat, eritematous dan lunak. Penanganan yang tepat berupa antibiotic
dan drainase. Antibiotic yang diberikan harus dapat mengcover
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes yang biasa bergejala
demam, sakit tenggorokan, dan limfadenopati servikal anterior.
8
 Mikobakteria atipikal menyebabkan limfadenopati servikal subakut dnegan
nodul besar, indurasi tetapi tidak lunak.
 Catscratch disease, yand disebabkan oleh Bartonella henselae, timbul dengan
limfadenopati subakut di leher. Penyakit ini timbul setelah hewan peliharaan
yang terinfeksi (biasanya kucing) mencakar tubuh host. Sekitar 30 hari
kemudian, timbul demam, sakit kepala, malaise yang timbul berbarengan
dnegan limfadenopati.
Penyebab Noninfeksi
 Penyebab maligna yang mungkin adalah neuroblastoma, leukemia, non-
Hodgkin lymphoma, dan rhabdomyosarcoma.
 Penyakit Kawasaki. Anak yang terinfeksi ini menderita demam selama 5 hari,
dan limfadenopati servikal adalah 1 dari 4 kategori yang perlu ada untuk
menegakkan diagnosis.5,7
Epidemiologi
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang
ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu mixed cellularity dan
limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang sudah maju lebih banyak limfoma
hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada
wanita, dengan distribusi usia antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7 dari
seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih
banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia
di atas 50 tahun.
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan
keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian
penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit
ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi
sebelumnya.7
Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh
manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen
tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang
berperan dalam perbaikan DNA.
9
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan
transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen yang dapat menekan
proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga
proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen
menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus
melakukan proliferasi tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur apoptosis dan gen
yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis
membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat
melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi,
maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa
melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu,
gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.8
Diagnosis Kerja
Limfoma maligna hodgkin
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik menjadi
abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di
sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
Limfoma maligna terbagi menjadi Hodgkin’s limfoma dan Non-Hodgkin’s limfoma.
Limfoma hodgkin dan non-hodgkin dibedakan dengan keberadaan reed-sternberg sel dan T
atau B-cell associated antigens. Sel RS mempunyai ekspresi CD15 (antigen golongan darah
lewis x yang berfungsi sebagai reseptor adhesi) dan CD30.3
Tabel 2. Perbedaan limfoma hodgkin dengan limfoma non Hodgkin.3
Limfoma Hodgkin Limfoma non Hodgkin
Lokasi kelompok kelenjar limfe dalam
(servikal, mediastinal, paraaortik,
supraklavikula), tidak nyeri
Lebih sering terlibat kelenjar limfe (axilla,
inguinal), nyeri
Penyebaran lewat kontak Penyebaran tidak lewat kontak
Kelenjar limfe mesentrik dan cincin waldeyer Sering ditemukan keterlibatan limfe
10
jarang terlibat mesentrik dan cincin waldeyer
Keterlibatan ekstranodal jarang terjadi Biasanya ada keterlibatan ekstranodal
Limfoma Hodgkin
Limfoma ini memiliki distribusi himodal dengan puncaknya pada dewasa muda dan puncak
yang lain pada manula. Tanda khas pada penyakit ini adalah sel Reed-Stcrnhcrg.
Penyebabnya tidak diketahui. Pemeriksaan epidemiologis/serologis menemukan
kemungkinan adanya kaitan dengan EBV. Genom virus EBV ditemukan pada 80% spesimen
biopsi. Terdapat sedikit peningkatan risiko pada anggota keluarga penderita. Sebagian besar
pasien dalang dengan limfadenopati pada leher dan di tempat lain (lebih jarang). Gejala B
dapat terjadi. Terkadang pasien dalang dengan keluhan akibat limpadenopati masif seperti
obstruksi vena kava superior. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan biopsi pada nodus
limfatikus yang terkena.8
Tipe dan stadium
Telah dikenali empat jenis utama penyakit Hodgkin. Tipe nodular sklerosis dan selularitas
campuran terjadi pada 80% kasus. Stadiumnya sama dengan NHL. Sistem Ann Arbor atau
variasinya banyak digunakan.8
Sistem penentuan stadium Ann Arbor:
 Stadium I : suatu daerah nodus tunggal atau lokasi ekstranodus tunggal
 Stadium II : dua atau lebih daerah nodus atau lokasi ekstranodus dengan keterlibatan
nodus regional (IIE) pada satu sisi diafragma
 Stadium III : pembesaran limfatik pada kedua sisi diafragma.
 Stadium IV : keterlibatan hati atau sumsum tulang atau keterlibatan yang luas pada
daerah ekstralimfatik
 A: menandakan tidak adanya keringat malam, >10% penurunan berat badan atau
demam dan B: menandakan adanya satu atau lebih dari gejala-gejala tersebut.
Klasifikasi limfoma Hodgkin berdasarkan WHO (2008):9
11
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histologis.
Limfoma Hodgkins
Penyakit dapat muncul pada semua usia tetapi jarang pada anak dan memiliki insidens
puncak pada dewasa muda. Predominansi pria terhadap wanita mendekati 2:1. Gejala-gejala
berikut sering ditemukan.8,9
1. Kebanyakan pasien datang dengan pembesaran kelenjar limfe yang tak nyeri (nyeri
spontan atau tekan), asimetris, padat, diskret, dan kenyal. Kelenjar limfe servikal
terlibat pada 60-70% pasien, kelenjar limfe aksila pada sekitar 10-15% dan kelenjar
inguinal pada 6-12%. Pada sebagian kasus ukuran kelenjar limfe berkurang secara
spontan. Kelenjar-kelenjar limfe tersebut dapat menyatu. Penyakit biasanya bersifat
lokal, mula-mula di satu region kelenjar getah bening perifer lalu menyebar secara
kontinuitatum di dalam sistem limfe. Kelenjar limfe retroperitoneum juga sering
terkena tetapi biasanya terdiagnosis hanya dengan bantuan computerized tomograph
(CT) scan.
2. Splenomegaly ringan terjadi selama perjalanan penyakit pada 50% pasien. Hati juga
mungkin membesar akibat terkena penyakit ini.
12
3. Keterlibatan mediastinum ditemukan pada hampir 10% pasien saat diagnosis. Ini
adalah gambaran pada tipe sklerotikans nodular, terutama pada wanita muda.
Mungkin terjadi efusi pleura atau obstruksi vena kava superior.
4. Limfoma Hodgkin pada kulit terjadi sebagai komplikasi tahap lanjut pada sekitar 10%
pasien. Organ lain (mis. sumsum tulang, saluran cerna, tulang, paru, kordaspinalis,
atau otak) juga mungkin terkena, bahkan saat pasien pertama kali datang, tetapi hal ini
tidak lazim,
5. Gejala konstitusi menonjol pada pasien dengan penyakit yang luas. Dapat dijumpai
hal-hal berikut:
 Demam terjadi pada sekitar 30% pasien dan bersifat kontinyu atau siklik;
 Pruritus, yang sering parah, terjadi pada sekitar 25% pasien;
 Nyeri diinduksi oleh alcohol di bagian yang terkena penyakit terjadi pada sebagian
pasien;
 Gejala konstitusi lain mencakup penurunan berat, keringat berlebihan (khususnya
malam hari), malese, kelemahan otot, anoreksia, dan kakeksia. Komplikasi
hematologis dan infeksi dibahas di bawah.
Temuan hematologis dan biokimia.8,9
 Anemia normokromik normositik adalah yang tersering. Keterlibatan sumsum tulang
jarang pada awak penyakit terapi tetapi jika terjadi maka dapat timbul gagal sumsum
tulang disertai anemia leukoeritroblastik.
 Sepertiga pasien mengalami neutrofilia; sering terjadi eosinophilia
 Penyakit tahap lanjut berkaitan dengan limfopenia dan turunnya imunitas selular.
 Jumlah trombosit normal atau meningkat selama awal penyakit, dan berkurang pada
tahap-tahap lanjut.
 Laju endap darah dan protein C-reaktif biasanya meningkat dan bermanfaat untuk
memantau perkembangan penyakit.
 Laktat dehydrogenase serum meningkat pada awal penyakit pada 30-40% kasus.
Diagnosis Banding
Limfoma non-Hodgkin
Limfoma non-Hodgkin (non-Hodgkin’s lymphoma [NHL]) merupakan kumpulan penyakit
keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang
lain dari sel T. Insidensi NHL perlahan-lahan bertambah. Beberapa, tetapi tidak semua, dapat
dihubungkan dengan NHL yang berkaitan dengan AIDS. Beberapa penyebab NHL yang
13
diketahui ditunjukkan pada gambar, walaupun pada sebagian besar kasus tidak ditemukan
penyebab yang jelas. Abnormalitas sitogenetik dapat ditemukan pada 85% pasien, sebagian
besar melibatkan translokasi pada gen reseptor antigen.8
Terdapat lebih dari 20 klasifikasi yang berbeda untuk NHL klasifikasi yang terbaru adalah
klasifikasi Revised European-American Classification of Lymphoid Neoplasms (REAL) yang
telah diterima secara luas. Skema klasifikasi ini membedakan berdasarkan gambaran
morfologi, imunologi, dan genetic. Namun, sebagian besar onkolog yang mengklasifikasikan
NHL menjadi grup-grup yang luas yang dinamakan ‘derajat rendah’, ‘derajat menengah’ dan
‘derajat tinggi’.8
a. NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit seperti limfoma folikular dan makroglobulinemia waldenström.
Biasanya kelaianan timbul lambat, dengan progresi yang lambat pula. Kelainan ini
biasanya bisa dikontrol dengan kemoterapi oral. Sebagian besar pasien tidak dapat
disembuhkan dengan harapan hidup ±3-10 tahun. Limfoma folikular merupakan
suatau limfoma sel B derajat rendah, yang terutama ditemukan pada manula.
Translokasi terjadi antara kromosom 14 dan 18 [t(14;18)] sehingga ekspresi bcl-2
menjadi berlebih, akibatnya terjadi inhibisi terhadap apoptosis dan memperpanjang
hidup sel-sel limfoma. Sebagian besar pasien datang dengan gejala limfadenopati dan
telah mencapai stadium 3 dan 4; sepertiga menunjukkan gejala B pada saat diagnosis.
Pasien asimtomatik tidak memerlukan terapi sampai gejala dan tanda progresi
penyakit muncul. Pada keadaan ini diberikan terapi dengan obat oral seperti
klorambusil. Terapi obat ganda dan penggunaan obat jenis baru seperti fludarahin
semmakin banyak dilakukan. Transplantasi sumsum tulang terkadang juga dilakukan.
Penyakit ini adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan pada sebagian besar
kasus, dengan angka harapan hidup rata-rata 9 tahun.
b. NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan progresivitas
yang cepat. Contohnya adalah NHL tipe sel B besar (derajat menengah) dan NHL
Burkitt (derajat tinggi). Dengan kemoterapi intensif, 20-40% pasien berusia <60 tahun
dapat sembuh. Sisanya meninggal karena oenyakit ini. stadium berarti mendefinisikan
tingkat perluasan NHL dalam tubuh. Sistem Ann Arbor, yang berpengaruh pada
prognosis, biasanya digunakan untuk mendefinisikan stadium.8
c. Makroglobulinemia Waldenström
14
Ini merupakan limfoma derajat rendah yang paling banyak ditemukan pada manula,
dimana terdapat limfosit abnormal yang memiliki sifat-sifat sel plasma (limfoma
limfoplasmasitoid) dan memproduksi paraprotein IgM monoclonal. Pasien dapat
datang dengan gejala limfoma (limfadenopati atau gejala B) atau lebih sering datang
dengan sindrom hiperviskositas akibat kadar para protein IgM yang tinggi yang terdiri
dari: letargi, confusion, nyeri kepala, gamang; dan gangguan penglihatan.8
Plasmaferesis dapat mengurangi konsentrasi IgM dan mengurangi viskositas plasma
dengan cepat. Efeknya kemudian dipertahankan dengan kemoterapi. Klorambusil oral
atau analog purin seperti fludarabin paling sering digunakan. Angka harapan hidup
rata-rata adalah 4-5 tahun.8
d. NHL derajat menengah
Limfoma sel besar difus. Tumor sel B ini memiliki onset yang cepat dan apabila tidak
diterapi akan memiliki progresivitas yang tinggi. Pasien datang dengan limfadenopati
dan/atau gejala sistemik seperti demam atau penurunan berat badan (gejala B). 30%
pasien dapat disembuhkan dengan kemoterapi obat ganda. Terapi dosis tinggi dengan
terapi suportif sel stem terhadap sumsum tulang dan darah tepi dapat menyembukan
sebagian kecil pasien yang mengalami relaps. Sisanya meninggal akibat penyakitnya.8
e. NHL derajat tinggi
Limfoma Burkitt ini adalah suatu tumor sel B yang sangat ganas. Limfoma Burkitt
yang endemis sangat berkaitan dengan mleksi oleh virus Epstein-Barr (LBV).
sedangkan pada daerah nonendemis. protein EBV dapat ditemukan di sel tumor pada
kurang dari setengah jumlah pasien. Anak-anak dengan tumor endemis datang dengan
tumor yang mengenai tulang rahang dan muka. sedangkan mereka yang menderita
limfoma Burkitl nonendemik seringkah memiliki penyakit abdominal ekstra-nodus
yang luas. Pada kedua jenis penyakit tersebut, sel tumor mengandung translokasi
kromosom yaitu t(8;14). Kemoterapi intensif dapat menyembuhkan pasien kedua
jenis penyakit tersebut. Bentuk nonendemis biasanya terjadi pada penderita infeksi
HIV atau keadaan sistem imun yang tertekan lainnya dan memiliki prognosis yang
buruk.8
Limfadenitis Tuberkulosis
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman
15
TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar
dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran
napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil
pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Manifestasi klinis: Batuk terus menerus dan
berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala Lain Yang Sering Dijumpai : Dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan
menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun
tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan; terdapat limfadenitis. Limfadenitis disini
tidak menimbulkan gejala yang spesifik yang menunjukan bahwa seseorang terkena TBC.
Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau
kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan
menurun. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru
dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji
tuberkulin yang positif. Pada pemeriksaan radiologis, awal penyakit, lesi masih merupakan
sarang-sarang pneumonia, gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat, bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batas tegas (tuberkuloma). Pada cavitas, bayangan berupa cincin, mula-mula berdinding tipis,
lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Pada kalsifikasi, bayangan tampak
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai
adalah penebalan pleura, efusi pleura (empiema), pneumotoraks. Pemeriksaan radiologis lain
adalah bronkografi, CT scan, dan MRI.6,10
Manifestasi Klinis
Tabel 3. Gambaran Klinis limfoma hodgkin dan limfoma non Hodgkin.3
Limfoma Hodgkin Limfoma non-Hodgkin
Limfadenopati (konsistensi
Rubbery dan tidak nyeri)
Limfadenopati
Malaise umum: BB turun, demam 38⁰C
1 minggu, keringat malam
Malaise umum: BB turun, demam 38⁰C
1 minggu, keringat malam + mudah lelah
16
Hepatosplenomagali Pembesaran organ
Neuropati, pruritus Gejala obstruksi GI tract dan Urinary tract.
Tanda-tanda obstruksi: edema ekstremitas
sindrom vena cava, kompresi medula spinalis
Anemia
Penatalaksanaan
Terapi radiasi hanya digunakan sebagai penatalaksanaan awal untuk pasien dengan stage IA
dengan keterlibatan KGB leher dan LED yang rendah. Kebanyakan pasien dengan stage I dan
II mendapatkan terapi kombinasi dari kemoterapi jangka pendek ABVD (adriamisin,
bleomicin, vinblastine, dacarbazine) atau Stanford V (doxorubicin, vinblastine, bleomycin,
vincristine, nitrogen mustard, prednisone, etoposide) dengan radioterapi jaringan yang
bersangkutan. Pasien dengan stage III dan IV mendapat kemoterapi penuh ABVD atau
Stanford V. pasien dengan stage II dan massa mediastinal besar membutuhkan kemoterapi
penuh dari ABVD dan Stanford V ditambah dengan radioterapi mediastinal.9
Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava
superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada
traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.9,10
Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
 Serum albumin < 4 g/dL
 Hemoglobin < 10.5 g/dL
 Jenis kelamin laki-laki
 Stadium IV
 Usia 45 tahun ke atas
 Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
17
 Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan
pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain:
 usia (>60 tahun)
 Ann Arbor stage (III-IV)
 hemoglobin (<12 g/dL)
 jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
 serum LDH (meningkat)
yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki
0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3
atau lebih faktor di atas).9,10
KESIMPULAN
Laki laki berusia 60 tahun yang datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher sejak 2
bulan yang lalu, dengan benjolan yang tidak nyeri, adanya demam dan keringat dingin
terutama pada malam hari dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan pembersaran getah bening
cervical anterior dextra dan subclavicula yang multiple, tidak kemerahan dan tidak nyeri.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: Hb: 11, Ht: 53, leukosit : 8000, trombosit: 240,000,
FNAB: ditemukan sel radang kronis. Menderita Hodgkins lymphoma, stadium IIB.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan; Alih bahasa:
Hartono A; Editor: Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S. Edisi ke-8. Jakarta:
EGC;2009.h.166-8; 238-9.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2006.
h.86.
3. Reksodiputro AH, Irawan C. Limfoma non-hodgkin. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 2 edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1251-60 4.
4. Sumantri R, Penyakit hodgkin. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2 edisi ke-5.
Jakart: Interna Publishing; 2009.h.1262-5 5.
5. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah, Essential of surgery; Alih bahasa: Andrianto P;
Editor: Ronardy DH. Jakarta, EGC; 2005.h.322-9.
6. Kumar V, Abbas A.K, Fausto,N, Aster,J.C. Robbin and cotran pathologic basic of
disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. P.616-21.
7. Sutton D. ed. Textbook of radiology and imaging. 7th ed. Vol-1. Philadelphia:
Elsevier; 2005. p.513-5 8.
8. Davey P .At the glance medicine. Jakarta: EMS. 2011.h.161-2 9.
9. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
2013. h.230-3.
10. Underwood JCE. General and systematic pathology. Ed 4, Brtitish: Elsevier
Limited;2005.h.597-608.

More Related Content

What's hot

Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi pjj_kemenkes
 
Ppt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaPpt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaKANDA IZUL
 
Lupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikLupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikfikri asyura
 
Atresia esofagus
Atresia esofagusAtresia esofagus
Atresia esofagusMeri Fitri
 
Degenerasi dan Nekrosis
Degenerasi dan NekrosisDegenerasi dan Nekrosis
Degenerasi dan NekrosisYaner Yeverson
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoidfikri asyura
 
SIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASISIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASIshelviaa
 
Powerpoint gonorea
Powerpoint gonoreaPowerpoint gonorea
Powerpoint gonoreaoshinizumi
 
86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previaWarnet Raha
 
Reflek primitif pada bayi baru lahir
Reflek primitif pada bayi baru lahirReflek primitif pada bayi baru lahir
Reflek primitif pada bayi baru lahirKANDA IZUL
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikRachmat Gunadi Wachjudi
 
Ruam popok pada bayi & anak
Ruam popok pada bayi & anakRuam popok pada bayi & anak
Ruam popok pada bayi & anakpeternugraha
 
Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular SeksualInfeksi Menular Seksual
Infeksi Menular SeksualMeironi Waimir
 
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
PEMERIKSAAN SENSIBILITASPEMERIKSAAN SENSIBILITAS
PEMERIKSAAN SENSIBILITASsyelawati sw
 

What's hot (20)

Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi
 
Ppt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaPpt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansia
 
Lupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemikLupus eritematosus sistemik
Lupus eritematosus sistemik
 
Modul 2 kb 4
Modul 2 kb 4Modul 2 kb 4
Modul 2 kb 4
 
Atresia esofagus
Atresia esofagusAtresia esofagus
Atresia esofagus
 
Leukosit
LeukositLeukosit
Leukosit
 
Degenerasi dan Nekrosis
Degenerasi dan NekrosisDegenerasi dan Nekrosis
Degenerasi dan Nekrosis
 
Artritis reumatoid
Artritis reumatoidArtritis reumatoid
Artritis reumatoid
 
PPT Hematologi
PPT Hematologi PPT Hematologi
PPT Hematologi
 
SIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASISIKLUS MENSTRUASI
SIKLUS MENSTRUASI
 
Powerpoint gonorea
Powerpoint gonoreaPowerpoint gonorea
Powerpoint gonorea
 
86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa86345062 makalah-plasenta-previa
86345062 makalah-plasenta-previa
 
Reflek primitif pada bayi baru lahir
Reflek primitif pada bayi baru lahirReflek primitif pada bayi baru lahir
Reflek primitif pada bayi baru lahir
 
Vaginitis
VaginitisVaginitis
Vaginitis
 
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus SistemikPenatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik
 
Ruam popok pada bayi & anak
Ruam popok pada bayi & anakRuam popok pada bayi & anak
Ruam popok pada bayi & anak
 
ppt Adaptasi sel
ppt Adaptasi selppt Adaptasi sel
ppt Adaptasi sel
 
Infeksi Menular Seksual
Infeksi Menular SeksualInfeksi Menular Seksual
Infeksi Menular Seksual
 
Limfadenopati
LimfadenopatiLimfadenopati
Limfadenopati
 
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
PEMERIKSAAN SENSIBILITASPEMERIKSAAN SENSIBILITAS
PEMERIKSAAN SENSIBILITAS
 

Similar to LIMFOMA

PPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptx
PPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptxPPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptx
PPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptxSiti Jazirotul Jannah
 
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)Asep Mulyaang
 
LYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptx
LYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptxLYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptx
LYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptxYohanna Sinuhaji
 
Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna
Asuhan Keperawatan Limfoma MalignaAsuhan Keperawatan Limfoma Maligna
Asuhan Keperawatan Limfoma MalignaSinta Sari
 
24025699 limfoma-hodgkin
24025699 limfoma-hodgkin24025699 limfoma-hodgkin
24025699 limfoma-hodgkinIrahmal Irahmal
 
Nefritis lupus
Nefritis    lupusNefritis    lupus
Nefritis lupusfauzil
 
Makalah nefrotik syndrom
Makalah nefrotik syndromMakalah nefrotik syndrom
Makalah nefrotik syndromNida Hidayati
 
ferren oktavena faisal_limfadenopati presentasi
ferren oktavena faisal_limfadenopati presentasiferren oktavena faisal_limfadenopati presentasi
ferren oktavena faisal_limfadenopati presentasiFerrenOktavena
 
Konsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan LeukemiaKonsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan LeukemiaVerar Oka
 
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)Farhan Hady Danuatmaja
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiMerdy Prianda
 
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approachAutoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approachRachmat Gunadi Wachjudi
 

Similar to LIMFOMA (20)

Askep leukemia
Askep leukemiaAskep leukemia
Askep leukemia
 
PPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptx
PPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptxPPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptx
PPT_Leukemia_Siti Jazirotul Jannah .pptx
 
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
Askep anak acute nonlymphoid (myelogenous) leukemia (anll atau aml)
 
PPT LEUKEMIA.pptx
PPT LEUKEMIA.pptxPPT LEUKEMIA.pptx
PPT LEUKEMIA.pptx
 
LYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptx
LYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptxLYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptx
LYMPHOMA=MALIGNA-UNT PPDS2023 bahan.pptx
 
Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna
Asuhan Keperawatan Limfoma MalignaAsuhan Keperawatan Limfoma Maligna
Asuhan Keperawatan Limfoma Maligna
 
Leukemia.pptxe
Leukemia.pptxeLeukemia.pptxe
Leukemia.pptxe
 
24025699 limfoma-hodgkin
24025699 limfoma-hodgkin24025699 limfoma-hodgkin
24025699 limfoma-hodgkin
 
Nefritis lupus
Nefritis    lupusNefritis    lupus
Nefritis lupus
 
14
1414
14
 
ASKEP LIMFOMA PADA ANAK.pptx
ASKEP LIMFOMA PADA ANAK.pptxASKEP LIMFOMA PADA ANAK.pptx
ASKEP LIMFOMA PADA ANAK.pptx
 
Makalah nefrotik syndrom
Makalah nefrotik syndromMakalah nefrotik syndrom
Makalah nefrotik syndrom
 
ferren oktavena faisal_limfadenopati presentasi
ferren oktavena faisal_limfadenopati presentasiferren oktavena faisal_limfadenopati presentasi
ferren oktavena faisal_limfadenopati presentasi
 
Konsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan LeukemiaKonsep asuhan keperawatan Leukemia
Konsep asuhan keperawatan Leukemia
 
Askep all
Askep allAskep all
Askep all
 
Leukemia P6.pptx
Leukemia P6.pptxLeukemia P6.pptx
Leukemia P6.pptx
 
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
1 05 209_pendekatan diagnosis limfadenopati(1)
 
Pendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopatiPendekatan diagnosis limfadenopati
Pendekatan diagnosis limfadenopati
 
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approachAutoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
Autoimmune diseases clinical spectrum and diagnosis approach
 
Askep all
Askep allAskep all
Askep all
 

Recently uploaded

456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 

Recently uploaded (19)

456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 

LIMFOMA

  • 1. 1 LIMFOMA MALIGNA HODGKIN Novalia Khoemalasari 102010022 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara no.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 11510 Email: nopha.khoe@gmail.com PENDAHULUAN “Tuan B 60 tahun datang ke poliklinik RS ukrida dengan keluhan utama benjolan pada leher sejak 2 bulan SMRS. Pasien mengaku benjolan ini tidak nyeri dan kelainan ini disertai demam dan keringat dingin terutama pada malam hari, adanya batuk disangkal. Pasien mengaku hanya mengkonsumsi makanan alami tanpa adanya pengawet. Di keluarga pasien tak ada yang sakit seperti ini.” Berdasarkan letaknya, kelenjar limfe di leher terdiri atas kelenjar preaurikuler, retroaurikuler, submandibuler, submental, juguler atas, juguler tengah, juguler bawah, segitiga leher dorsal dan supra-(retro) klavikular. Biasanya tumor ganas bermetastasis dahulu ke kelenjar superfisial baru ke kelenjar dalam, kecuali tumor yang letaknya di hipofaring laring dan tiroid. Pembesaran kelenjar getah bening dapat disebabkan oleh banyak sebab, seperti halnya infeksi sistemik, peradangan, bakteri maupun virus. Manifestasi klinis tersebut pun berbeda- beda dari etiologi penyakit tersebut. Virus yang biasanya menginfeksi kelenjar getah bening dan menimbulkan manifestasi yang berbahaya ada virus EBV (Epstein-Barr Virus). PEMBAHASAN Anamnesis Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yuang profesional dan optimal.1 Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting yang meliputi identitas pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat
  • 2. 2 pribadi, sosial-ekonomi-budaya. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaiatan dengan masalah klinik maupun gangguang sistem organ tertentu. Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya.1 Pembesaran KGB (kelenjar getah bening) sering ditemukan menyertai infeksi virus yang sembuh sendiri, tetapi bisa juga timbul akibat kondisi serius seperti keganasan atau TB. Penting untuk mempertimbangkan patologi pada daerah yang dialiri oleh KGB yang membesar.2 Riwayat penyakit sekarang  Kelenjar getah bening mana yang diperhatikan membesar dan sudah berapa lama? Apakah masih bertambah besar? Apakah nyeri?  Adakah gejala penyerta (misalnya penurunan berat badan, demam, keringat malam, pruritus, nyeri akibat alkohol, batuk, nyeri tenggorokan, dan ruam)? (Penurunan berat badan, demam, keringat malam adalah gejala 'B' dari limfoma).  Adakah kontak dengan demam kelenjar, TB? Infeksi lain?2 Riwayat penyakit dahulu  Adakah riwayat penyakit serius lain? Adakah riwayat keganasan. TB, bepergian, atau memelihara hewan?2 Obat-obatan  Riwayat pemakaian obat jangka panjang atau alergi terhadap suatu obat?  Pemakaian obat epilepsi seperti fenitoin?2 Tabel 1. Penyebab limfadenopati yang sering.2 Umum Lokal Limfoma Infeksi bakteri Demam Kelenjar Kanker Infeksi lain (misalnya: infeksi virus lain, bruselosis TB SLE Obat-obatan Sarkoid
  • 3. 3 Pemeriksaan Fisik Palpasi pembesaran kelenjar getah bening di leher terutama supraklavikular, aksiler dan inguinal. Perbesaran / kelainan organ, seperti lien dan hati yang teraba membesar. Perlu diperhatikan pula penyakit gastrointestinal, pulmonalis, dan gigi.1,3,4,5 Inspeksi:  Kesimetrisan, massa, dan jaringan parut pada regio servikal  Pembesaran kelenjar ludah parotis atau submandibular.  Nodus limfatikus regio servikal. Palpasi: raba nodus limfatikus secara berurutan, preaurikuler, aurikular posterior, oksipital, tonsilar, submandibular, submental, servikal superfisial, servikal posterior, servikal profunda, supraklavikular. Perhatikan ukuran, bentuk, batas (dsikrit atau menyatu), mobilitas, konsistensi, dan setiap nyeri tekan pada nodus limfatikus. N = shotty  kecil, mobile, diskrit, tidak nyeri. 1,3,4,5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin (DPL dan GDT), uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting dalam pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit dan keterlibatan oragan bersangkutan. Aspirasi sumsum tulang (BMP) pada spina iliaca juga dapat dilakukan untuk menunjang pemeriksaan dan untuk keperluan staging. Pada pasien penyakit hodgkin, non-hodgkin, penyakit neoplastik atau kronik lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal atau meningkat di sumsum tulang. Eosinofilia, dan trombositosis, LED meningkat, hiperkalsemi (karena osteoklas) dan hiperurikemia.3 Pemeriksaan Biopsi dan Histopatologi Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis pendahuluan limfadenopati untuk identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening, metastasis karsinoma dan limfoma malignum. Penggunaan BAJAH juga dapat menghindari pemeriksaan menggunakan laparotomy.3,4 Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsy aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya negatif palsu dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.3,4
  • 4. 4 Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga identifikasi subtype histopatologi walaupun sitologi biopsy aspirasi jelas LH ataupun LNH. Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher bagian belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar biopsy dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik local terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan.3,4 Pemeriksaan PA Kelenjar limfe merupakan bagian utama system imun perifer dan menjadi bengkak akibat spectrum luas penyakit-penyakit infeksi, keganasan, autoimun, dan penyakit metabolic. Pembengkakan kelenjar limfe merupakan temuan klinis yang dapat menyebabkan sejumlah tindakan diagnostik dan terapeutik. Kelenjar limfe adalah organ limfoid perifer yang berhubungan dengan sirkulasi pembuluh limfatik aferen dan eferen. Fibroblast adalah tipe sel dominan pada kapsul dan trabekula kelenjar limfe. Sel retikula yang berasal dari fibroblast adalah sel oentokong yang sering ditemukan dalam folikel dan pusat germinativum, misalnya sel B pada kelenjar limfe. Makrofag jaringan berasal dari monosit sirkulasi berada di seluruh kelenjar yang sehat.5 Pada perbesaran kelenjar limfe, dibutuhkan biopsi untuk menegakkan diagnosis. Salah satu diagnosis banding limfadenopati servikal adalah limfoma Hodgkin, yang ditemukan gambaran khas yaitu sel Reed-Stenberg. Sel ini menghasilkan faktor yang menginduksi akumulasi dari reaksi limfosit, makrofag, dan granulosit. Pada kebanyakan LH, sel neoplastik Reed Sternberg dibentuk dari sel germinal atau pusat sel B post-germinal. Pembahasan lebih lanjut mengenai gambaran PA limfoma Hodgkin ada di bagian diagnosis banding.6 Pemeriksaan radiologi saluran limfatik. a. Limfografi. Limfografi merupakan pemeriksaan yang sensitive yang mempelajari saluran limfatik dan arsitektur internal dari KGB. Kadang-kadang dapat juga mendemonstrasikan micrometastase pada KGB yang berukuran normal dan dapat digunakan untuk pemeriksaan follow-up pada kelainan KGB karena kontras tetap berada di KGB selama 6-12 bulan. Limfografi merupakan pemeriksaan yang cukup spesifik, tetapi false-positive juga tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien usia tua, karena adanya deposit fibrofatty pada KGB dan sering salah dinilai sebagai focal metastase. Limfografi hanya dapat memeriksan KGB dan duktus yang menyaring dari bagian kaki dan tangan. Oleh karena itu, pemeriksaan limfografi tidak dapat memeriksa KGB pada daerah pelvic. Kontraidikasi pemeriksaan ini adalah alergi terhadap agen kontras, anestesi local; penyakit jantung dan paru, terutama gagal jantung, angina,
  • 5. 5 fibrosis paru atau emfisema; dan riwayat radiasi paru. Limfografi dianggap sebagai perlakuan terhadap pasien rawat jalan, tetapi observasi selama 24 jam di rumah sakit dapat bermanfaat. Duktus limfatik pada kaki harus dilakukan kanulasi terlebih dahulu melalui prosedur cut-down. Indikasi utama penggunaan limfografi adalah untuk untuk mendiagnosis kelainan KGB. Penggunaan limfografi kini sudah banyak digantikan oleh pemeriksaan imaging cross-sectional, seperti CT scan, yang dapat menilai semua KGB pada tubuh dengan kenyamanan yang lebih tinggi bagi pasien dan operator.7 b. Limfoscintigrafi Indikasinya termasuk investigasi dari limfoedema primer dan untuk menilai drainage utama dari tumor (sentinel node imaging/ mapping). Karena system limfatik merupakan satu-satunya mekanisme untuk melakukan transport makromolekul dari jaringan, injeksi intradermal makromolekul seperti 99mTc-radiolabelled serum albumin akan menggambarkan system drainage limfatik dan nodusnya. Tekniknya cukup sederhana dan dapat dilakukan di hamper seluruh pusat-pusat nuclear medicine. Teknik ini dapat digunakkan untuk mempelajari system drainage tumor pada semua bagian tubuh. Teknik ini dapat dilakukan dengan imaging gama camera atau menggunakan probe untuk mengidentifikasi nodus untuk pemeriksaan histology secara langsung dengan menggunakan frozen section.7 Pemeriksaan KGB. a. Ultrasound Ultrasound dapat bermanfaat dalam menilai massa KGB tertentu sebagai bantuan untuk biopsy. Staging KGB pada kepala dan leher mungkin dapat menggunakan ultrasound dengan kombinasi dengan biopsy jarum halus (BAJAH). Ultrasound endoscopic dapat menghasilkan imaging dengan resolusi yang tinggi untuk mendeteksi adanya limfadenopati regional pada esophagus, pancreas dan carcinoma rectal.7 b. CT dan MRI Sekarang staging formal dari penyakit malignant pada pasien kebanyakan dilakukan dengan menggunakan CT, dibantu oleh MRI dan USG. Observasi daerah inguinal dengan CT mungkin dapat berguna untuk investigasi limfedema. CT secara umum adalah metode pilihan utama, menghasilkan demonstrasi langsung dan dapat diproduksi kembali dari KGB normal maupun abnormal. MRI mempunyai potensi untuk menggantikan CT dalam penilaian penyakit KGB, tetapi dengan harga yang lebih tinggi. Masalah mengenai dosis radiasi membuat MRI menjadi pilihan yang
  • 6. 6 penting untuk follow-up remisi penyakit KGB. Pembesaran KGB adalah cirri tipikal dari adanya metastasis. Perbesaran dari KGB sugestif untuk kelainan malignant tetapi bukan diagnostic. Hasil imaging harus selalu diinterpretasikan dengan keadaan klinik dan ciri-ciri tumor tertentu. Sebagai contoh, sedikit perbesaran pada KGB paracaval kanan mungkin tidak ada hubungannya dengan pasien testicular teratoma sebelah kiri, tetapi pembesaran KGB para-aortal kiri pada pasien dengan testicular teratoma sebelah kanan mungkin merupakan suatu metastase. Ini disebabkan cross-flow dari system drainage limfatik pada retroperitonium lebih memungkinkan penyebaran dari kanan ke kiri daripada kiri ke kanan.7 c. Teknik radionuklir Imaging sentinel node dengan 99m TC-labelled human serum albumin dapat digunakan seperti yang sudah dibahas di atas. Radiofarmaka lainnya juga dapat berkumpul pada saluran limfaktik dan KGB. Salah satu yang terbaik adalah gallium-67, yang merupakan suatu isotop tumour-avid yang diuptake oleh tumor dari system limfatik, hati, dan paru. Teknik ini telah diaplikasikan pada pasien dengan linfoma. Sensitivitas dari tes untuk menilai limfoma jaringan yang aktif tergantung dari volume tumor, lokasi injeksi, dosis dan instrument. Imaging dengan gallium-67 sensitif terhadap limfoma pada pasien tetapi telah dibuktikan kuran efektif dibandingkan dengan CT dalam menentukan seberapa jauh penyakit telah berlangsung. Kurang lebih 5% dari hasil positif dengan gallium-67 tidak benar, biasanya akibat infeksi. Sekarang ini, peranan klinik dari gallium-67 scanning pada limfoma adalah untuk follow-up pada pasien dengan hasil scan positif sebelumnya.7 d. PET Merupakan teknik imaging fungsional. Kegunaan paling umum dari PET pada pencitraan KGB adalah dengan menggunakan analog 18-FDG, (2-[F-18]fluoro-2- deoxy-D-glucose). Ini mendeteksi peningkatan metabolism dari kelenjar yang terdapat tumor dan oleh karena ini PET lebih spesifik dan sensitive daripada CT. PET juga dapat digunakkan bersamaan dengan CT untuk memberikan gambaran anatomical dan informasi metabolic secara bersamaan. PET bahkan dapat lebih berguna dalam follow-up dari penyakit karena dapat membedakan apakah ini rekuren, reaktif, atau hanya residual scar pada KGB yang membesar. Kekurangan dari PET adalah tidak menggambarkan secara spesifik suatu keganasan, tetapi hanya menggambarkan adanya peningkatan metabolism. Dan juga PET tidak dapat
  • 7. 7 membedakan tumor yang secara mikroskopik dapat dibedakan melalui histology. Oleh karena itu PET digunakan sebagai teknik tambahan.7 Etiologi Faktor penyebab limfadenopati secara umum dapat berupa infeksi, penyakit autoimun, malignansi, histiosit, storage disease, hyperplasia jinak, dan reaksi obat.5  Infeksi Infeksi yang dapat menyebabkan antara lain infeksi mononucleosis, Roseola infantum (human herpes virus 6), cytomegalovirus (CMV), varicella, and adenovirus all cause generalized lymphadenopathy. Infeksi bakteri seperti Salmonella typhi, syphilis, plague, and tuberculosis.  Malignansi Limfadenopati sistemik muncul pada 2/3 kasus anak acute lymphoblastic leukemia (ALL) dan 1/3 kasus anak acute myeloblastic leukemia (AML). Nodul pada malignansi biasanya lebih keras dan susah digerakan, tetapi hal ini mungkin saja salah karena nodul jinak biasa dihubungkan dengan reaksi fibrotic sehingga jadi lebih keras.  Storage diseases Limfadenopati timbul pada penyakit penyimpanan lipid. Pada Niemann-Pick disease, sphingomyelin lipid lainnya terakumulasi di limpa, hati, KGB, dan SSP. Pada penyakit Gaucher terjaid akumulasi glukoseramid di limpa, KGB dan sumsum tulang.  Drug reactions: Fenitoin, mefenitoin, pirimeta,im, fenilbutazon, alopurinol, dan isoniazid. Sementara untuk limfadenopati servikal penyebabnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi dan noninfeksi.5,7 Penyebab Infeksi  Kebanyakan berupa infeksi virus, seperti mononucleosis infeksiosa, adenovirus, herpesvirus, coxsackievirus, and CMV dengan perbesaran yang tidak hangat, dan tidak ada kemerahan.  Infeksi bakteri juga dapat menyebabkan limfadenopati, dengan perbesaran yang hangat, eritematous dan lunak. Penanganan yang tepat berupa antibiotic dan drainase. Antibiotic yang diberikan harus dapat mengcover Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes yang biasa bergejala demam, sakit tenggorokan, dan limfadenopati servikal anterior.
  • 8. 8  Mikobakteria atipikal menyebabkan limfadenopati servikal subakut dnegan nodul besar, indurasi tetapi tidak lunak.  Catscratch disease, yand disebabkan oleh Bartonella henselae, timbul dengan limfadenopati subakut di leher. Penyakit ini timbul setelah hewan peliharaan yang terinfeksi (biasanya kucing) mencakar tubuh host. Sekitar 30 hari kemudian, timbul demam, sakit kepala, malaise yang timbul berbarengan dnegan limfadenopati. Penyebab Noninfeksi  Penyebab maligna yang mungkin adalah neuroblastoma, leukemia, non- Hodgkin lymphoma, dan rhabdomyosarcoma.  Penyakit Kawasaki. Anak yang terinfeksi ini menderita demam selama 5 hari, dan limfadenopati servikal adalah 1 dari 4 kategori yang perlu ada untuk menegakkan diagnosis.5,7 Epidemiologi Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu mixed cellularity dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun. Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan menempati urutan ke-7 dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia. Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita. Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun. Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.7 Patofisiologi Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
  • 9. 9 Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti. Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.8 Diagnosis Kerja Limfoma maligna hodgkin Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun. Limfoma maligna terbagi menjadi Hodgkin’s limfoma dan Non-Hodgkin’s limfoma. Limfoma hodgkin dan non-hodgkin dibedakan dengan keberadaan reed-sternberg sel dan T atau B-cell associated antigens. Sel RS mempunyai ekspresi CD15 (antigen golongan darah lewis x yang berfungsi sebagai reseptor adhesi) dan CD30.3 Tabel 2. Perbedaan limfoma hodgkin dengan limfoma non Hodgkin.3 Limfoma Hodgkin Limfoma non Hodgkin Lokasi kelompok kelenjar limfe dalam (servikal, mediastinal, paraaortik, supraklavikula), tidak nyeri Lebih sering terlibat kelenjar limfe (axilla, inguinal), nyeri Penyebaran lewat kontak Penyebaran tidak lewat kontak Kelenjar limfe mesentrik dan cincin waldeyer Sering ditemukan keterlibatan limfe
  • 10. 10 jarang terlibat mesentrik dan cincin waldeyer Keterlibatan ekstranodal jarang terjadi Biasanya ada keterlibatan ekstranodal Limfoma Hodgkin Limfoma ini memiliki distribusi himodal dengan puncaknya pada dewasa muda dan puncak yang lain pada manula. Tanda khas pada penyakit ini adalah sel Reed-Stcrnhcrg. Penyebabnya tidak diketahui. Pemeriksaan epidemiologis/serologis menemukan kemungkinan adanya kaitan dengan EBV. Genom virus EBV ditemukan pada 80% spesimen biopsi. Terdapat sedikit peningkatan risiko pada anggota keluarga penderita. Sebagian besar pasien dalang dengan limfadenopati pada leher dan di tempat lain (lebih jarang). Gejala B dapat terjadi. Terkadang pasien dalang dengan keluhan akibat limpadenopati masif seperti obstruksi vena kava superior. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan biopsi pada nodus limfatikus yang terkena.8 Tipe dan stadium Telah dikenali empat jenis utama penyakit Hodgkin. Tipe nodular sklerosis dan selularitas campuran terjadi pada 80% kasus. Stadiumnya sama dengan NHL. Sistem Ann Arbor atau variasinya banyak digunakan.8 Sistem penentuan stadium Ann Arbor:  Stadium I : suatu daerah nodus tunggal atau lokasi ekstranodus tunggal  Stadium II : dua atau lebih daerah nodus atau lokasi ekstranodus dengan keterlibatan nodus regional (IIE) pada satu sisi diafragma  Stadium III : pembesaran limfatik pada kedua sisi diafragma.  Stadium IV : keterlibatan hati atau sumsum tulang atau keterlibatan yang luas pada daerah ekstralimfatik  A: menandakan tidak adanya keringat malam, >10% penurunan berat badan atau demam dan B: menandakan adanya satu atau lebih dari gejala-gejala tersebut. Klasifikasi limfoma Hodgkin berdasarkan WHO (2008):9
  • 11. 11 Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histologis. Limfoma Hodgkins Penyakit dapat muncul pada semua usia tetapi jarang pada anak dan memiliki insidens puncak pada dewasa muda. Predominansi pria terhadap wanita mendekati 2:1. Gejala-gejala berikut sering ditemukan.8,9 1. Kebanyakan pasien datang dengan pembesaran kelenjar limfe yang tak nyeri (nyeri spontan atau tekan), asimetris, padat, diskret, dan kenyal. Kelenjar limfe servikal terlibat pada 60-70% pasien, kelenjar limfe aksila pada sekitar 10-15% dan kelenjar inguinal pada 6-12%. Pada sebagian kasus ukuran kelenjar limfe berkurang secara spontan. Kelenjar-kelenjar limfe tersebut dapat menyatu. Penyakit biasanya bersifat lokal, mula-mula di satu region kelenjar getah bening perifer lalu menyebar secara kontinuitatum di dalam sistem limfe. Kelenjar limfe retroperitoneum juga sering terkena tetapi biasanya terdiagnosis hanya dengan bantuan computerized tomograph (CT) scan. 2. Splenomegaly ringan terjadi selama perjalanan penyakit pada 50% pasien. Hati juga mungkin membesar akibat terkena penyakit ini.
  • 12. 12 3. Keterlibatan mediastinum ditemukan pada hampir 10% pasien saat diagnosis. Ini adalah gambaran pada tipe sklerotikans nodular, terutama pada wanita muda. Mungkin terjadi efusi pleura atau obstruksi vena kava superior. 4. Limfoma Hodgkin pada kulit terjadi sebagai komplikasi tahap lanjut pada sekitar 10% pasien. Organ lain (mis. sumsum tulang, saluran cerna, tulang, paru, kordaspinalis, atau otak) juga mungkin terkena, bahkan saat pasien pertama kali datang, tetapi hal ini tidak lazim, 5. Gejala konstitusi menonjol pada pasien dengan penyakit yang luas. Dapat dijumpai hal-hal berikut:  Demam terjadi pada sekitar 30% pasien dan bersifat kontinyu atau siklik;  Pruritus, yang sering parah, terjadi pada sekitar 25% pasien;  Nyeri diinduksi oleh alcohol di bagian yang terkena penyakit terjadi pada sebagian pasien;  Gejala konstitusi lain mencakup penurunan berat, keringat berlebihan (khususnya malam hari), malese, kelemahan otot, anoreksia, dan kakeksia. Komplikasi hematologis dan infeksi dibahas di bawah. Temuan hematologis dan biokimia.8,9  Anemia normokromik normositik adalah yang tersering. Keterlibatan sumsum tulang jarang pada awak penyakit terapi tetapi jika terjadi maka dapat timbul gagal sumsum tulang disertai anemia leukoeritroblastik.  Sepertiga pasien mengalami neutrofilia; sering terjadi eosinophilia  Penyakit tahap lanjut berkaitan dengan limfopenia dan turunnya imunitas selular.  Jumlah trombosit normal atau meningkat selama awal penyakit, dan berkurang pada tahap-tahap lanjut.  Laju endap darah dan protein C-reaktif biasanya meningkat dan bermanfaat untuk memantau perkembangan penyakit.  Laktat dehydrogenase serum meningkat pada awal penyakit pada 30-40% kasus. Diagnosis Banding Limfoma non-Hodgkin Limfoma non-Hodgkin (non-Hodgkin’s lymphoma [NHL]) merupakan kumpulan penyakit keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80% berasal dari sel B dan yang lain dari sel T. Insidensi NHL perlahan-lahan bertambah. Beberapa, tetapi tidak semua, dapat dihubungkan dengan NHL yang berkaitan dengan AIDS. Beberapa penyebab NHL yang
  • 13. 13 diketahui ditunjukkan pada gambar, walaupun pada sebagian besar kasus tidak ditemukan penyebab yang jelas. Abnormalitas sitogenetik dapat ditemukan pada 85% pasien, sebagian besar melibatkan translokasi pada gen reseptor antigen.8 Terdapat lebih dari 20 klasifikasi yang berbeda untuk NHL klasifikasi yang terbaru adalah klasifikasi Revised European-American Classification of Lymphoid Neoplasms (REAL) yang telah diterima secara luas. Skema klasifikasi ini membedakan berdasarkan gambaran morfologi, imunologi, dan genetic. Namun, sebagian besar onkolog yang mengklasifikasikan NHL menjadi grup-grup yang luas yang dinamakan ‘derajat rendah’, ‘derajat menengah’ dan ‘derajat tinggi’.8 a. NHL derajat rendah Ini termasuk penyakit seperti limfoma folikular dan makroglobulinemia waldenström. Biasanya kelaianan timbul lambat, dengan progresi yang lambat pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol dengan kemoterapi oral. Sebagian besar pasien tidak dapat disembuhkan dengan harapan hidup ±3-10 tahun. Limfoma folikular merupakan suatau limfoma sel B derajat rendah, yang terutama ditemukan pada manula. Translokasi terjadi antara kromosom 14 dan 18 [t(14;18)] sehingga ekspresi bcl-2 menjadi berlebih, akibatnya terjadi inhibisi terhadap apoptosis dan memperpanjang hidup sel-sel limfoma. Sebagian besar pasien datang dengan gejala limfadenopati dan telah mencapai stadium 3 dan 4; sepertiga menunjukkan gejala B pada saat diagnosis. Pasien asimtomatik tidak memerlukan terapi sampai gejala dan tanda progresi penyakit muncul. Pada keadaan ini diberikan terapi dengan obat oral seperti klorambusil. Terapi obat ganda dan penggunaan obat jenis baru seperti fludarahin semmakin banyak dilakukan. Transplantasi sumsum tulang terkadang juga dilakukan. Penyakit ini adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan pada sebagian besar kasus, dengan angka harapan hidup rata-rata 9 tahun. b. NHL derajat menengah dan tinggi Penyakit-penyakit ini adalah penyakit yang agresif dengan onset dan progresivitas yang cepat. Contohnya adalah NHL tipe sel B besar (derajat menengah) dan NHL Burkitt (derajat tinggi). Dengan kemoterapi intensif, 20-40% pasien berusia <60 tahun dapat sembuh. Sisanya meninggal karena oenyakit ini. stadium berarti mendefinisikan tingkat perluasan NHL dalam tubuh. Sistem Ann Arbor, yang berpengaruh pada prognosis, biasanya digunakan untuk mendefinisikan stadium.8 c. Makroglobulinemia Waldenström
  • 14. 14 Ini merupakan limfoma derajat rendah yang paling banyak ditemukan pada manula, dimana terdapat limfosit abnormal yang memiliki sifat-sifat sel plasma (limfoma limfoplasmasitoid) dan memproduksi paraprotein IgM monoclonal. Pasien dapat datang dengan gejala limfoma (limfadenopati atau gejala B) atau lebih sering datang dengan sindrom hiperviskositas akibat kadar para protein IgM yang tinggi yang terdiri dari: letargi, confusion, nyeri kepala, gamang; dan gangguan penglihatan.8 Plasmaferesis dapat mengurangi konsentrasi IgM dan mengurangi viskositas plasma dengan cepat. Efeknya kemudian dipertahankan dengan kemoterapi. Klorambusil oral atau analog purin seperti fludarabin paling sering digunakan. Angka harapan hidup rata-rata adalah 4-5 tahun.8 d. NHL derajat menengah Limfoma sel besar difus. Tumor sel B ini memiliki onset yang cepat dan apabila tidak diterapi akan memiliki progresivitas yang tinggi. Pasien datang dengan limfadenopati dan/atau gejala sistemik seperti demam atau penurunan berat badan (gejala B). 30% pasien dapat disembuhkan dengan kemoterapi obat ganda. Terapi dosis tinggi dengan terapi suportif sel stem terhadap sumsum tulang dan darah tepi dapat menyembukan sebagian kecil pasien yang mengalami relaps. Sisanya meninggal akibat penyakitnya.8 e. NHL derajat tinggi Limfoma Burkitt ini adalah suatu tumor sel B yang sangat ganas. Limfoma Burkitt yang endemis sangat berkaitan dengan mleksi oleh virus Epstein-Barr (LBV). sedangkan pada daerah nonendemis. protein EBV dapat ditemukan di sel tumor pada kurang dari setengah jumlah pasien. Anak-anak dengan tumor endemis datang dengan tumor yang mengenai tulang rahang dan muka. sedangkan mereka yang menderita limfoma Burkitl nonendemik seringkah memiliki penyakit abdominal ekstra-nodus yang luas. Pada kedua jenis penyakit tersebut, sel tumor mengandung translokasi kromosom yaitu t(8;14). Kemoterapi intensif dapat menyembuhkan pasien kedua jenis penyakit tersebut. Bentuk nonendemis biasanya terjadi pada penderita infeksi HIV atau keadaan sistem imun yang tertekan lainnya dan memiliki prognosis yang buruk.8 Limfadenitis Tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman
  • 15. 15 TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Manifestasi klinis: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih. Gejala Lain Yang Sering Dijumpai : Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan; terdapat limfadenitis. Limfadenitis disini tidak menimbulkan gejala yang spesifik yang menunjukan bahwa seseorang terkena TBC. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang positif. Pada pemeriksaan radiologis, awal penyakit, lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat, bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas tegas (tuberkuloma). Pada cavitas, bayangan berupa cincin, mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Pada kalsifikasi, bayangan tampak bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai adalah penebalan pleura, efusi pleura (empiema), pneumotoraks. Pemeriksaan radiologis lain adalah bronkografi, CT scan, dan MRI.6,10 Manifestasi Klinis Tabel 3. Gambaran Klinis limfoma hodgkin dan limfoma non Hodgkin.3 Limfoma Hodgkin Limfoma non-Hodgkin Limfadenopati (konsistensi Rubbery dan tidak nyeri) Limfadenopati Malaise umum: BB turun, demam 38⁰C 1 minggu, keringat malam Malaise umum: BB turun, demam 38⁰C 1 minggu, keringat malam + mudah lelah
  • 16. 16 Hepatosplenomagali Pembesaran organ Neuropati, pruritus Gejala obstruksi GI tract dan Urinary tract. Tanda-tanda obstruksi: edema ekstremitas sindrom vena cava, kompresi medula spinalis Anemia Penatalaksanaan Terapi radiasi hanya digunakan sebagai penatalaksanaan awal untuk pasien dengan stage IA dengan keterlibatan KGB leher dan LED yang rendah. Kebanyakan pasien dengan stage I dan II mendapatkan terapi kombinasi dari kemoterapi jangka pendek ABVD (adriamisin, bleomicin, vinblastine, dacarbazine) atau Stanford V (doxorubicin, vinblastine, bleomycin, vincristine, nitrogen mustard, prednisone, etoposide) dengan radioterapi jaringan yang bersangkutan. Pasien dengan stage III dan IV mendapat kemoterapi penuh ABVD atau Stanford V. pasien dengan stage II dan massa mediastinal besar membutuhkan kemoterapi penuh dari ABVD dan Stanford V ditambah dengan radioterapi mediastinal.9 Komplikasi Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.9,10 Prognosis Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:  Serum albumin < 4 g/dL  Hemoglobin < 10.5 g/dL  Jenis kelamin laki-laki  Stadium IV  Usia 45 tahun ke atas  Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
  • 17. 17  Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%. Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain:  usia (>60 tahun)  Ann Arbor stage (III-IV)  hemoglobin (<12 g/dL)  jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and  serum LDH (meningkat) yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki 0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3 atau lebih faktor di atas).9,10 KESIMPULAN Laki laki berusia 60 tahun yang datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher sejak 2 bulan yang lalu, dengan benjolan yang tidak nyeri, adanya demam dan keringat dingin terutama pada malam hari dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan pembersaran getah bening cervical anterior dextra dan subclavicula yang multiple, tidak kemerahan dan tidak nyeri. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan: Hb: 11, Ht: 53, leukosit : 8000, trombosit: 240,000, FNAB: ditemukan sel radang kronis. Menderita Hodgkins lymphoma, stadium IIB.
  • 18. 18 DAFTAR PUSTAKA 1. Bickley LS, Szilagyi PG. Pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan; Alih bahasa: Hartono A; Editor: Dwijayanthi L, Novrianti A, Karolina S. Edisi ke-8. Jakarta: EGC;2009.h.166-8; 238-9. 2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2006. h.86. 3. Reksodiputro AH, Irawan C. Limfoma non-hodgkin. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2 edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1251-60 4. 4. Sumantri R, Penyakit hodgkin. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2 edisi ke-5. Jakart: Interna Publishing; 2009.h.1262-5 5. 5. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah, Essential of surgery; Alih bahasa: Andrianto P; Editor: Ronardy DH. Jakarta, EGC; 2005.h.322-9. 6. Kumar V, Abbas A.K, Fausto,N, Aster,J.C. Robbin and cotran pathologic basic of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. P.616-21. 7. Sutton D. ed. Textbook of radiology and imaging. 7th ed. Vol-1. Philadelphia: Elsevier; 2005. p.513-5 8. 8. Davey P .At the glance medicine. Jakarta: EMS. 2011.h.161-2 9. 9. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 2013. h.230-3. 10. Underwood JCE. General and systematic pathology. Ed 4, Brtitish: Elsevier Limited;2005.h.597-608.