Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang kedudukan hukum wakaf secara lisan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dengan studi kasus di Nagari Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok.
2. Secara umum praktik perwakafan di Indonesia sering dilakukan secara lisan tanpa dokumentasi, namun UU Wakaf mensyaratkan perw
Slaid Transkrip Temuramah 2 (Falsafah Dalam Kehidupan) (1).pptx
Kedudukan Hukum Wakaf Lisan
1. SEMINAR PROPOSAL
KEDUDUKAN HUKUM WAKAF SECARA LISAN SETELAH
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG
WAKAF (STUDI KASUS DI NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN
LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK)
OLEH :
WINDA YULITA
1920112065
2. LATAR BELAKANG MASALAH
Wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah umat Islam yang
pahalanya akan terus mengalir dan tidak putus selama harta
wakaf itu dimanfaatkan, oleh karenanya wakaf tergolong
dalam kelompok amal jariah (yang mengalir).
Di Indonesia perwakafan pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, peraturan ini berupaya agar tanah wakaf
bebas dari ikatan, sitaan, persengketaan dan juga dapat terjamin fungsi dan
manfaatnya sesuai dengan tujuan wakif. Peraturan wakaf lebih lanjut diatur dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
3. WAKAF
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf :
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
4. ISTILAH DALAM PERWAKAFAN
ada enam istilah dalam perwakafan :
1. Wakif (pihak yang mewakafkan harta benda
wakaf)
2. Ikrar wakaf (pernyataan kehendak wakif
secara lisan dan tulisan kepada nadzir)
3. Nadzir (pihak yang menerima dan mengelola
wakaf)
4. Mauquf alaih (pihak yang ditunjuk untuk
memperoleh manfaatharta benda wakaf)
5. Akta ikrar wakaf/AIW (bukti pernyataan kehendak
wakif dalam bentuk akta)
6. Pejabat pembuat akta ikrar wakaf/PPAIW (Pejabat
yang berwenang membuat akta ikrar wakaf)
5. Praktek perwakafan di Indonesia pada umumnya banyak dilakukan
secara agamis atau masih sangat sederhana dengan mendasar pada
rasa saling percaya yang tidak disertai dengan administrasi,
sebelum adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah milik, masyarakat
Indonesia melakukan perbuatan hukum perwakafan cukup dengan
ikrar (pernyataan) secara lisan atas dasar saling percaya kepada
seseorang atau lembaga tertentu tanpa adanya pembuatan akta ikrar
wakaf (AIW).
6. UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG
WAKAF BAB II BAGAIAN KETUJUH PASAL 17 AYAT (1) DAN
(2) DISEBUTKAN BAHWA:
1.
Ikrar wakaf dilaksanan
oleh wakif kepada
nadzir di hadapan
Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW)
dengan disaksikan
oleh 2 (dua) orang
saksi.
2.
Ikrar wakaf
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dinyatakan secara lisan
dan/atau tulisan serta
dituangkan dalam akta
ikrar wakaf oleh
Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW).
7. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) serta Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik Pasal 9, sampai saat ini masih banyak dijumpai
pelaksanaan wakaf yang ikrar wakaf hanya diucapkan secara
lisan, hanya diketahui oleh saksi tanpa dituangkan dalam
bentuk tulisan atau dalam akta ikrar wakaf oleh Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), yang mengakibatkan
tanah yang diwakafkan tidak mempunyai kekuatan hukum dan
sulit untuk membuktikan bahwa harta benda yang telah
diwakafkan itu benar-benar sudah menjadi wakaf.
8. Contoh
kasus
Di Nagari Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti
Kabupaten Solok pada umumnya mayoritas masyarakat
adalah muslim, tentu masyarakatnya tidak terlepas dari
adanya praktek perwakafan di daerah tersebut. objek wakaf di
Kenagarian ini hampir sama dengan daerah lain seperti
mewakafkan tanah untuk dibangun Masjid, Musholla,
Sekolah dan tempat umum lainnya. Berdasarkan pra survey,
tanah/lahan yang diwakafkan sama sekali belum ada
pensertifikatan wakaf dan tidak memiliki alat bukti yang kuat
berupa sertifikat hak atas tanah wakaf yang telah dibangun
Masjid dan Musholla. Hal tersebut bisa menimbulkan suatu
masalah ketika wakif telah meninggal dunia. Dari pra survey
yang dilakukan beberapa tanah wakaf yang dibangun Masjid
dan tidak mempunyai akta wakaf pada umumnya
kepengurusan masjid dikuasai atau diambil alih oleh ahli
waris wakif sehingga menimbulkan pertanyaan bagi
masyarakat sekitar apakah masjid tersebut milik pribadi atau
bersama.
9. Contoh wakaf lisan lainnya wakif mewakafkan sebidang tanah untuk
pembangunan kantor Jorong tanpa menyerahkan sertifikat tanah. Mulanya wakif
mewakafkan tanah yang akan dibangun kantor Jorong dengan mengajukan
persyaratan, apabila kantor Jorong sudah beroperasi harus ada dari anggota keluarga
(anak atau cucu) yang bekerja di kantor tersebut. Setelah kantor Jorong selesai
dibangun dan sudah aktif ada seorang cucu dari wakif yang menjadi pegawai di
kantor tersebut, setelah wakif meninggal dunia cucu yang menjadi pegawai di kantor
tersebut mendapat masalah sehingga terpaksa harus dikeluarkan dari kantor Jorong.
Sehingga membuat pihak ahli waris dari wakif tidak menerima keputusan yang
membuat cucu wakif dikeluarkan. Pada suatu hari ahli waris dari wakif menutup
kantor Jorong dengan kayu yang dipaku didepan pintu utama yang membuat orang-
orang tidak bisa masuk ke dalam kantor tersebut, karena ahli waris merasa tanah
untuk mendirikan kantor Jorong adalah miliknya dan tanah tersebut walaupun sudah
pernah diwakafkan oleh wakif tapi tidak mempunyai bukti tertulis. Karena sulitnya
untuk mendapatkan bukti yang kuat bahwa tanah tersebut sudah diwakafkan oleh
wakif, maka dengan terpaksa kantor Jorong dipindahkan ke tempat lain. Sekitar
tahun 2013 ahli waris membangun sebuah rumah di halaman kantor Jorong tersebut
yang membuat kantor Jorong terbengkalai sampai saat ini.
10. Peraturan
Pemerintah
Nomor 42 Tahun
2006 tentang
Pelaksanaan Pasal
3 ayat (1)
Harta benda wakaf harus didaftarkan atas
nama nadzir untuk kepentingan pihak yang
dimaksud dalam AIW sesuai dengan
peruntukannya. Nadzir harus
mensertifikatkan tanah wakafnya agar suatu
hari apabila terjadi permasalahan seperti
adanya penguasaan tanah wakaf yang diambil
alih oleh ahli waris yang dapat menimbulkan
perselisihan dan dapat mengakibatkan
hilangnya tanah dan manfaat atas tanah wakaf
tersebut. Dengan begitu dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya sertifikat tanah wakaf
dapat menghindari adanya kemungkinan-
kemungkinan permasalahan yang akan timbul
dari tanah wakaf itu
11. BERDASARKAN URAIAN DI ATAS,
PENULIS TERTARIK MENGANGKAT PENELITIAN INI DENGAN
JUDUL:
“KEDUDUKAN HUKUM WAKAF SECARA LISAN
SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 41
TAHUN 2004 TENTANG WAKAF (STUDI KASUS DI
NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH
GUMANTI KABUPATEN SOLOK)”
12. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah proses
perwakafan tanah untuk wakaf
di Nagari Alahan Panjang
Kecamatan Lembah Gumanti
Kabupaten Solok?
Bagaimanakah kedudukan hukum
wakaf terhadap harta benda wakaf
yang hanya diwakafkan secara lisan?
1 2
13. KEASLIAN PENELITIAN
Tesis oleh
Valery Sundana
Pendaftaran Tanah
Wakaf di Kota Padang
setelah Lahirnya
Undang-undang Nomor
41 Tahun 2004 tentang
Wakaf”
Membahas mengenai pendaftaran tanah
wakaf di kota Padang yang bertujuan
untuk mengetahui proses wakaf tanah
hak milik dan wakaf tanah ulayat serta
kendala yang muncul dalam pendaftaran
tanah wakaf. Penelitian ini menfokuskan
terhadap proses pelaksanaan wakaf tanah
sampai pada pendaftaran tanah.
Tesis oleh
Yose Leonando
Penyelesaian Sengketa
Wakaf di Kecamatan
Bayang oleh Pengadilan
Agama Kelas II Painan
Kabupaten Pesisir
Selatan
Membahas sengketa wakaf di Pesisir Selatan
bertujuan mengetahui proses perwakafan
tanah hak milik dan pertimbangan hakim
terhadap sengketa wakaf atas tanah ulayat
dan tanah hak milik, mengetahui faktor-
faktor penyebab terjadinya sengketa wakaf
atas tanah ulayat dan tanah hak milik serta
mengetahui proses penyelesaian sengketa
wakaf dan pertimbangan hakim terhadap
sengketa tanah wakah atas tanah ulayat dan
tanah hak milik oleh Pengadilan Agama II
Painan.
14. KERANGKA TEORI
TEORI KEPASTIAN
HUKUM
Kepastian hukum
menjadikan masyarakat tahu
kejelasan akan hak dan
kewajibannya menurut
hukum. Hukum mempunyai
tugas yang suci dan luhur,
yaitu dengan memberikan
keadilan kepada setiap
orang, apa yang berhak
diterima, serta memerlukan
peraturan tersendiri bagi
setiap kasus. Akan tetapi
kepastian hukum mungkin
sebaiknya tidak selalu
dianggap sebagai elemen
yang mutlak ada disetiap
saat, tetapi sarana yang
digunakan sesuai dengan
situasi dan kondisi dengan
memperhatikan asas manfaat
dan efesiensi.
TEORI KEMANFAATAN
Administrasi sebagai seni dan
ilmu. Administrasi sebagai seni
adalah suatu proses yang
diketahui hanya permulaan dari
suatu kegiatan sedang sedang
kapan berakhirnya kegiatan itu
sendiri tidak diketahui.
Administrasi sebagai proses kerja
sama bukan merupakan hal yang
baru karena ia telah timbul
bersama-sama dengan timbulnya
peradaban manusia. Tegasnya
administrasi sebagai seni
merupakan suatu sosial
phenomenon
Teori kemanfaatan
(utilitarisme) yang
dikemukakan oleh Jeremy
Betham, mengatakan bahwa
manusia bertindak untuk
mendapatkan kebahagiaan dan
kemanfaan yang sebesar-
besarnya dan menguragi
penderitaannya. Ukuran baik
buruk suatu perbuatan manusia
tergantung apakah perbuatan
itu akan mendatangkan
kebahagiaan, kemanfaatan atau
tidak. Teori kemanfaatan
mempunyai tanggung jawab
kepada pihak/orang yang
melakukan apakah baik atau
buruk
TEORI ADMINISTRASI
HUKUM
15. KERANGKA KONSEPTUAL
WAKAF
Wakaf secara bahasa berasal dari
kata waqafa yang berarti menahan.
Secara etimologi wakaf berasal dari
kata arab (waqf) yang berarti al-
Habs merupakan kata yang
berbentuk masdar yang pada
dasarnya berarti menahan, berhenti
atau diam.
WAKAF LISAN
Wakaf lisan adalah perwakafan
tanah secara lisan atas dasar
saling percaya kepada
seseorang atau lembaga
tertentu tanpa melalui prosedur
administrative.
16. METODE PENELITIAN
1
METODE PENDEKATAN
Pendekatan yuridis empiris yaitu
pendekatan terhadap peraturan
atau hukum yang sudah ada
kejadian dilihat bagaimana
aplikasinya atau penerapannya
dilapangan apakah sudah sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2
SIFAT PENELITIAN
Bersifat deskriptif analisis
artinya dalam menganalisis
memberikan gambaran atau
pemaparan atas subjek dan objek
penelitian sebagaimana hasil
penelitian yang dilakukan.
17. LANJUTAN..
3
JENIS DAN SUMBER DATA
a. Data Primer yaitu data yang
lansung diperoleh dari sumber data
dilapangan, terutama dari pelaku
melalui wawancara, observasi yang
kemudian diolah peneliti.
b. Data sekunder yaitu data yang
diolah dari penelitian pustaka
(library research) berupa disertasi,
tesis, buku-buku, jurnal dan bahan
hukum yang berkaitan.
4
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah wilayah generalisasi
penelitian terdiri atas objek dan
subjek, mempunyai kwalitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan
peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulan.
Sampel adalah sebagian dari subyek
dalam populasi yang diteliti, yang
sudah mampu secara representative
dapat mewakili populasinya.
18. LANJUTAN..
5
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
a. Study kepustakaan atau dokumen adalah
mengawali pembicaraan mengenai alat-alat
pengumpulan data dalam penelitian, karena
bahan bacaan dalam penelitian sangat
diperlukan dengan cara mempelajari
peraturan-peraturan, teori, buku-buku,
hasil penelitia, dokumen-dokumen lain
yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
b. Wawancara merupakan pengumpulan data
dengan melakukan tanya jawab secara
lisan dengan informan.
6
PENGOLAHAN DATA DAN
ANALISIS DATA
a. Pengolahan Data Pengolahan data adalah
kegiatan merapikan hasil pengumpulan
data dilapangan sehingga siap untuk
dianalisis
b. Analisis data sebagai tindak lanjut proses
pengolahan data untuk dapat memecahkan
dan menguraikan masalah yang akan
diteliti berdasarkan bahan hukum yang
diperoleh, maka diperlukan adanya teknik
analisa bahan hukum.