Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Fiqh merupakan hasil penalaran para ahli tentang hukum Allah berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi.
2. Nabi Muhammad memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat hukum melalui perbuatan dan ucapannya (Sunnah).
3. Setelah wafatnya Nabi, para sahabat merumuskan fiqh melalui ijtihad, qiyas, dan ijma untuk menjawab masalah baru.
2. Bila kita memahami pengertian fiqh itu sebagai hasil penalaran
seorang ahli atas maksud hukum Allah yang berhubungan dengan
tingkah laku manusia yang bersifat amaliah serta terperinci.
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat
sehubungan dengan turunnya ayat-ayat Quran yang mengandung
hukum (ayat-ayat hukum). Tidak semua hukum itu memberikan
penjelasan yang mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan
secara praktis sesuai dengan kehendak Allah swt. Nabi memberikan
penjelasan dengan ucapan, perbuatan dan pengakuannya yang
kemudian disebut Sunnah Nabi. Apabila Penjelasan dari Nabi yang
berbentuk Sunnah itu merupakan ayat-ayat hukum, maka apa yang
dikemukakan Nabi itu dapat disebut fiqh namun lebih tepat Fiqh
Sunnah.
Terkadang Nabi Muhammad memutuskan perkara yang mungkin
tidak betul secara materil. Beliau memahami dan menjalankan wahyu
Allah memerlukan penjelasan Nabi sehingga dari sebagian sunnah
nabi ia rumuskan pada Ijitihad.
3. Beberapa Contoh Fiqh Nabi
Dalam Bidang Hukum :
Shalat
Perintah mengerjakan shalat banyak sekali terdapat di Al-Quran
tetapi tidak menjelaskan bagaiman praktik sholat
tersebut.namun Nabi mengetahui maksud perintah Allah swt itu.
Karena itu Nabi menjelaskannya menggunakan Sunnahnya. Nabi
mengarahkan kata ‚shalat‛ itu kepada perbuatan tertentu dengan
tindakan yang berisi beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan disudahi dengan salam di hadapan para
sahabatnya. Beliau berkata ‚inilah yang dimaksud dengan shalat‛.
Zakat
•
Nabi mengarahkan penggunaan kata ‚zakat‛ itu untuk pemberian
tertentu dari harta tertentu.
Bentuk perintah zakat :
‚Ambillah dari harta mereka sebagai shadaqah (zakat), dengan
cara itu kamu membersihkan dan menyucikannya‛ (Q.S al Taubah/9
:103).
Puasa
Terkadang perintah melaksanakan puasa beriringan dengan
kewajiban shalat dan zakat. Kewajiaban puasa secara
4. Dengan wafatnya Nabi Muhammad Saw, Maka
sempurnalah turunya ayat-ayat Al-Quran dan
Sunnah Nabi, juga dengan tersendirinya terhenti.
Kala itu umat Islam banyak mengalami peristiwaperistiwa baru sehingga memerlukan jawaban
hukum untuk menghadapi setiap persoalan dalam
kehidupannya. Ada 3 tiga pokok yang berkembang
waktu itu sehubungan dengan hukum yaitu :
Begitu banyaknya kejadian baru yang
membutuhkan jawaban hukum secara lahiriah
tidak dapat ditemukan jawabanya dalam AlQuran maupun penjelasan dari Sunnah Nabi.
Timbulnya masalah‛ yang secara lahir telah
diatur ketentuan hukumnya dalam Al-Quran
maupun Sunnah Nabi, namun ketentuan itu dalam
keadaan tertentu sulit untuk diterapkan dan
menghendaki pemahaman baru agar relavan
dengan perkembangan dan persoalan yang
dihadapi.
Dalam Al-Quran ditemukan penjelasan terhadap
5. Akibat masalah memerlukan jawaban dari
pemikiran mendalam atau nalar dari para ahli yang
disebut ijitihad. Banyak perdebatan antara para ahli,
dan banyak pula menumukan kesamaan, Kesamaan
ini di kemudiaan hari diistilahkan dengan ijma.pada
masa sahabat sumber yang digunakan dalam
merumuskan fiqh adalah Al-Quran, Sunnah Nabi,
dan Ijitihad yang terbatas pada Qiyas serta Ijma
sahabat.
Pada masa Nabi proses penetapan fiqh disebut
pembinaan fiqh, maka masa sahabat disebut periode
pengembangan fiqh.
6. Pada Masa Imam Mujtahid
1. Ahl Al-Hadist ialah aliran ijitihad yang lebih
banyak menggunakan Hadist Nabi dibandingkan
dengan menggunakan ijitihad karena aliran ini
berkembang diwilayah Hijaz (Madinah dan Mekah
) mereka lebih banyak mengetahui tentang
kehidupan Nabi dan dengan sendirinya mendengar
dan mengetahui Hadist Nabi, meskipun keduanya
tetap menjadi sumber.
2. Ahl Al-Ra’yi ialah aliran ijitihad yang lebih banyak
mengunakan Ijitihad atau ra’yu ketimbang hadist
karena pengetahuan mereka tidak sebanyak
orang di Hijaz mengenai kehidupan Nabi tetapi
kehidupan sosial mereka lebih maju dari Hijaz,
untuk mengatasi itu semua mereka lakukan lebih
banyak dan kebih sering menggunakan ijitihad
7. Kedua aliran ini sama-sama berkembang dengan pesat. Masingmasing melahirkan madrasah fiqh dan banyak menghasilkan
ahli fiqh.
Aliran Ahl Al-hadist berhasil menempa seorang ahli hadist
besar yaitu Malik bin Anas yang kemudian diikuti dengan
kelompok besar yang disebut Mazhab Malikiyah.
Aliran Ahl Al- Ra’yi pun berhasil mengeluarkan seorang ahli
hadist besar yaitu Abu Hanifa dengan banyak pengikut, yang
dissebut ulama Mazhab Hanafiyyah.
Kemudian pertengahan abad kedua Hijriah tampil seorang
mujtahid besar yang pernah menggali ilmu dan pengalaman
dari Madrasah Hijaz dan juga Madrasah Irak, yaitu Imam Abu
‘Abdillah Muhammad Ibn Idris al-Syafi’i. Imam Syafi’i
mencoba mengambil jalan tengah antara pendapat kelompok
Ahl Al-Hadist dan Ahl Al-ra’yi. Metode Imam Syafi’i ini
berkembang secara pesat dan banyak pengikutnya baik di Irak
dan Mesir, yang kemudian disebut Mazhab Syafi’iyyah.
Di antara pengikut terkemuka Imam Syafi’i yang kemudian lebih
mewarnai pendapat denan hadist ialah Ahmad bin Hambal,
yang kemudian mempunyai banyak pengikut, yang disebut
Mazhab Hanabilah.
8. Fiqh dalam Periode Taklid
Akhirnya dari masa gemilangnya itijihad pada
periode imam mujtahid ditandai dengan
telah tersusunya secara rapi dan sistematis
kitab-kitab fiqh sesuai dengan aliran berpikir
mazhab masing-masing.
Dari satu sisi, pembukuan fiqh ini ada dampak
positifnya yaitu kemudahan bagi umat Islam
dalam beramal, karena semua masalah
agama telah dapat mereka temukan
jawabannya dalam kitab fiqh yang ditulis
para para mujtahid sebelumnya. Tetapi dari
sisi lain, terdapat dampak negatifnya yaitu
berhentinya daya itijihad, karena orang tidak
merasa perlu lagi berpikir tentang hukum,
sebab semuanya sudah tersedia jawabannya.
Alangkah baiknya jika generasi sekarang ikut
kritis dalam hal ijitihad karena banyak hal
baru yang tidak ada hukumnya di kitab fiqh
9. kondisi sekarang yang sudah jauh
berbeda dengan kondisi ulama
mujtahid ketika mereka
menformulasikan kitab fiqh itu.
Keadaan demikian mendorong
pemikir muslim untuk menempuh
usaha reaktualitas hukum yang
dapat menghasilkan formulasi fiqh
yang baru, sehingga dapat menuntun
kehidupan keagamaan dan keduniaan