Musni Umar: Pemilu Sarana Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Musni Umar: Kesenjangan Ekonomi di Indonesia Bom Waktu
1.
2. Kepincangan Ekonomi di Indonesia
Bom Waktu
Oleh Musni Umar, Ph.D
Sociologist and Researcher
3. Pengantar
Mantan Wakil Presiden RI H. Muhammad Jusuf Kalla
yang popular dengan sebutan JK ketika berbicara
sebagai tuan rumah dalam buka puasa dengan keluarga
besar Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam
(KAHMI) di Jakarta (20/7/2013) mengemukakan
tentang kekacauan dan pergolakan politik di berbagai
Negara Islam dan yang berpenduduk mayoritas Muslim
seperti di Mesir, Tunisia, Afganistan, Bahrain, Aljazair,
Tunisia, Syria, Libanon, Pakistan, Malaysia dan
sebagainya.
Pada saat menyinggung Indonesia, dia menggambarkan
bahaya yang sedang dihadapi yang disebutnya sebagai
“bom waktu” karena ekonomi makin pincang.
4. Beliau mengemukakan berbagai fenomena
kesenjangan ekonomi yang terjadi di masyarakat
seperti di Puri Kembangan Jakarta Barat, beberapa
hari lalu dia diundang dan shalat di satu Masjid
dikawasan tersebut. Ketika berbincang dengan para
jamaah, secara kebetulan dia menanyakan siapa
pemilik rumah-rumah mewah di kawasan itu yang
dilihatnya, para jamaah spontan mengatakan 90
persen pemiliknya non Muslim.
Di kawasan elit di Pondok Indah Jakarta Selatan, JK
menambahkan bahwa dulu para pemilik rumah di
kawasan itu banyak dimiliki golongan Muslim, kini
mulai berkurang. Para pejabat tidak berani membeli
rumah mewah takut diusut KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi).
5. Masalah Sensitif
Sebagai sosiolog saya harus mengemukakan fenomena
kepincangan ekonomi yang dikemukakan JK.
Setidaknya ada lima alasan yang mendasari
pengungkapan masalah tersebut. Pertama, sebagai
bentuk pertanggungjawaban moral kepada seluruh
rakyat Indonesia dan kepada Tuhan.
Kedua, untuk mengingatkan kembali bahwa bangsa
Indonesia menghadapi bahaya dan merupakan bom
waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak jika masalah
tersebut tidak ada upaya untuk mengatasinya.
Ketiga, makin lama masalah kepincangan ekonomi
dibiarkan akan semakin mengundang kecemburuan
dan kebencian sosial terhadap sesama anak bangsa
Indonesia.
6. Keempat, kepincangan ekonomi dapat meletupkan
isu “SARA (Suku, Agama dan Ras) yang melahirkan
keresahan sosial yang berujung pertentangan dan
konflik antar umat beragama.
Kelima, bisa menjadi bom waktu yang memicu
revolusi jika hal dibiarkan karena berkaitan erat
dengan ketidak-adilan ekonomi di masyarakat.
Oleh karena itu, isu kepincangan ekonomi harus
disuarakan. Tujuannya bukan untuk mengobarkan
kebencian antar umat beragama, justru untuk
mewujudkan perdamaian abadi antar sesama
warga beragama di Indonesia.
7. Penyebab Kepincangan Ekonomi dan Pemecahannya
Telah banyak dikemukakan penyebab kepincangan ekonomi
di Indonesia. Untuk menyegarkan ingatan, saya ingin
mengemukakan kembali penyebab kepincangan ekonomi di
Indonesia.
Pertama, budaya perantau di manapun di dunia selalu lebih
unggul dibandingkan pribumi sebagai penduduk asli. Etnis
Tionghoa sebagai contoh, memiliki budaya kerja yang luar
biasa. Sementara masyarakat pribumi cenderung statis, malas
dan cepat puas diri.
Kedua, faktor minoritas apakah etnis atau agama memberi
motivasi yang besar untuk belajar keras dan menjadi pekerja
ulet dan keras supaya bisa survive. Sementara kelompok
mayoritas karena merasa besar, lebih banyak santai dan tidak
sebesar dorongannya untuk berkembang dan maju dibanding
kelompok minoritas.
8. Ketiga, sejak zaman penjajahan Belanda dan zaman Orde Baru
yang memberi skala prioritas pembangunan ekonomi,
penguasa memilih bekerja sama dengan kelompok minoritas
terutama etnis Tionghoa dalam melaksanakan pembangunan
ekonomi. Motifnya, pertama, mereka yang lebih siap
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Kedua, untuk
mencegah bangkitnya kelas pribumi dalam bidang ekonomi,
khawatir kalau sudah kuat ekonomi akan terlibat dan merebut
kekuasaan politik. Keempat, Orde Reformasi yang melahirkan
liberalisasi ekonomi dan politik, semakin memperkukuh
penguasaan ekonomi, mereka yang dibesarkan di zaman
penjajahan dan zaman Orde Baru, karena dalam liberalisasi
ekonomi dan politik, yang berkuasa adalah pemilik modal.
Kelima, dalam Orde Reformasi, kekuasaan Negara diminimalisir,
sementara yang tampil mengambil peranan dalam
pembangunan adalah masyarakat. Mereka yang bisa berperan
besar adalah yang memiliki kekuasaan ekonomi (pemodal).
9. Pemecahan Kepincangan Ekonomi
Kepincangan ekonomi di Indonesia, suka tidak suka harus diatasi
dan dipecahkan. Setidaknya ada lima solusi pemecahan.
Pertama, Negara harus hadir untuk mengatasi dan memecahkan
kepincangan ekonomi yang dialami mayoritas bangsa Indonesia.
Kedua, mesti ada pemihakan (special treatment) kepada
pengusaha baru (pemula), PKL dan pengusaha lemah, dalam
bidang pemasaran, permodalan, tempat berusaha, legalitas
usaha, pendidikan, pembinaan, dan pengawasan.
Ketiga, harus ada konsensus nasional untuk mengatasi
kepincangan ekonomi yang diperkuat dengan undang-undangan
atau keputusan Presiden (Keppres).
Keempat, kemauan dan keberanian politik harus ada dari
penguasa untuk mengatasi dan memecahkan kepincangan
ekonomi di kalangan bangsa Indonesia.
Kelima, kerjasama semua kekuatan politik, pelaku ekonomi dan
masyarakat sipil (civil society) untuk memecahkan persoalan
kepincangan ekonomi bangsa Indonesia.
10. Kesimpulan
Kepincangan ekonomi di Indonesia tidak boleh dibiarkan karena sangat
berbahaya dan merupakan “bom waktu” yang berpotensi melahirkan
revolusi sosial.
Untuk mencegah terjadinya bahaya yang dapat memporak-porandakan
bangsa Indonesia, maka kepincangan ekonomi di Indonesia harus menjadi
kesadaran bersama. Selain itu, harus ditumbuhkan kemauan, semangat dan
komitmen bersama untuk memecahkan masalah kepincangan ekonomi
yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.
Disamping itu, penting terus ditumbuh-kembangkan keberanian dan
kemauan politik untuk bersama-sama mengatasi masalah kepincangan
ekonomi Indonesia.
Terakhir, diharapkan lahir pemimpin baru Indonesia yang gagah berani
mengatasi masalah kepincangan ekonomi Indonesia dalam rangka
mewujudkan tujuan Indonesia merdeka yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Semoga tulisan ini memberi pencerahan, penyadaran dan pencerdasan
untuk menyelamatkan seluruh bangsa Indonesia.
Jakarta, 11 Ramadhan 1434 H/21 Juli 2013